Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan
pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Oleh:
Melly Kusumawardhani A14104048
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
MELLY KUSUMAWARDHANI. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH.
Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pernah mencapai 25 persen. krisan sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai tiga minggu. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi karena permintaan bibit diturunkan dari permintaan terhadap komoditas yang bersangkutan. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Volume ekspor dan impor bibit krisan mencapai 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13. Tingginya permintaan bibit krisan ini merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, sehingga kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri dan salah satunya adalah PT. Inggu Laut Abadi.
PT. Inggu Laut Abadi melakukan perbanyakan krisan dengan sistem kultur jaringan. Perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Terkait dengan hal tersebut, pemilik berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Melalui harga jual yang rendah diharapkan petani tetap mampu membeli bibit ke perusahaan. Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya tersebut. Adanya pembelian bahan kimia tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan toko kimia Intra Lab yang menjadi langganan perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan seperti laporan harian, bulanan, dan tahunan serta dari Dinas Pertanian Bogor, BPS, hasil penelitian terdahulu, dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing, dan metode perusahaan. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Hasil analisis dari setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya harga pokok produksi yang timbul dan dilakukan perbandingan antar metode-metode tersebut dengan metode penetapan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif metode penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan.
Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak termasuk ke dalam metode full costing, variable costing, maupun activity based costing. Penentuan harga pokok produksi perusahaan hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai dengan pemanenan bibit krisan yang sudah berakar. Penetapan harga pokok produksi sampai tahun 2007 masih memperhitungkan bahan kimia makro dan mikro dengan harga lama. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2008 ini perusahaan berencana akan melakukan pembelian bahan kimia makro dan mikro, sehingga biaya bahan baku yang dimasukkan ke dalam perhitunga harga pokok produksi adalah harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008.
Komponen harga pokok produksi yang diperhitungkan perusahaan meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik (BOP). Biaya bahan baku terdiri dari biaya pembuatan media ½ Murashige and Skoog
(MS) dan biaya bahan penolong yang terdiri dari pestisida, sekam bakar, polybag,
rootone, plastik wrap, karet, tisu gulung, spirtus, dan mata pisau. Biaya tenaga kerja meliputi tenaga kerja tetap yaitu gaji karyawan bagian laboratorium, kebun atau green house (GH), dan upah tenaga kerja harian serta biaya tenaga kerja variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan. Adapun BOP terdiri dari BOP tetap yaitu biaya listrik kebun dan kantor, biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan laboratorium dan inventaris kantor, Gaji karyawan administrasi dan umum, serta biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan Laminair Air Flow
(LAF), laboratorium, GH, AC, dan autoklaf serta BOP variabel yang hanya terdiri dari biaya bahan bakar gas.
dengan metode perusahaan maupun full costing. Untuk rata-rata harga pokok per bibit sebelum kenaikan dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi, sedangkan rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan berada di antara metode full costing dan variable costing. Rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 137,313 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 59,369 per bibit. Metode
variable costing dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp 77,944 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 per bibitnya. Adapun untuk rata-rata harga pokok per bibit setelah kenaikan dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 112,014 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibanding harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 49,717 per bibit. Metode variablecosting dapat menghemat sebesar Rp 62,297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10,878 per bibitnya.
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan
pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Oleh:
Melly Kusumawardhani A14104048
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada
PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Nama : Melly Kusumawardhani
NRP : A14104048
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Drs. Iman Firmansyah, M. Si NIP 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT KRISAN
PADA PT. INGGU LAUT ABADI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT”
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Majalengka pada tanggal 19 Oktober 1986 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mahrudin Rahman dan Ibu Elly
Kuslaeli Somantri.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Budi Asih
Cikijing tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri
Cidulang III dan lulus pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Cikijing pada tahun 2001. Selanjutnya penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kuningan dan lulus
pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus
baik yang bersifat intra maupun ekstra. Organisasi yang pernah diikuti penulis
yaitu OMDA HIMARIKA (Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa
Aria Kamuning Kuningan) pada tahun 2004-2007 dan Unit Kegiatan Mahasiswa
Koperasi Mahasiswa pada tahun 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Penetapan Harga
Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses penetapan harga
pokok produksi bibit krisan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, untuk
kemudian dapat dibandingkan dengan metode perhitungan yang didapat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Melalui hasil perbandingan diharapkan
dihasilkan suatu metode yang tepat yang dapat digunakan perusahaan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan
penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Mamah tercinta beserta seluruh keluarga besar atas segala kasih
sayang, kesabaran, pengorbanan serta do’a yang tiada hentinya selama penulis
menempuh pendidikan.
2. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama
proses penyusunan skripsi.
3. Ir. Joko Purwono, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan
Etriya, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan.
4. Ir. Harmini, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan penulis.
5. Bapak Drs. Bambang Haryanto, MS beserta Ibu, serta seluruh karyawan PT.
Inggu Laut Abadi (Mas Wahyu, A’ Dede, Neng, Ikun, Ace, A’ Agus, Amang,
T’ Nyai, T’ Lilis, Syarif, A’ Asep, A’ Cecep) atas semua informasi dan
kebersamaan yang diberikan.
6. Andi Riyandi yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesah
penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas
segala kebaikan dan pengorbanan yang diberikan.
7. Teman-teman terhebat dan terbaik “ USA (Sri Maryati, Nia Rosiana, Sri
Wahyu Lestari, R. Irsan Nurgozali, Medina Rachma, Taufik Firmansyah, dan
Doni Kurniawan” serta Kak Feryanto yang senantiasa setia mendampingi serta
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan
pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Oleh:
Melly Kusumawardhani A14104048
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
MELLY KUSUMAWARDHANI. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH.
Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pernah mencapai 25 persen. krisan sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai tiga minggu. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi karena permintaan bibit diturunkan dari permintaan terhadap komoditas yang bersangkutan. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Volume ekspor dan impor bibit krisan mencapai 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13. Tingginya permintaan bibit krisan ini merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, sehingga kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri dan salah satunya adalah PT. Inggu Laut Abadi.
PT. Inggu Laut Abadi melakukan perbanyakan krisan dengan sistem kultur jaringan. Perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Terkait dengan hal tersebut, pemilik berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Melalui harga jual yang rendah diharapkan petani tetap mampu membeli bibit ke perusahaan. Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya tersebut. Adanya pembelian bahan kimia tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan toko kimia Intra Lab yang menjadi langganan perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan seperti laporan harian, bulanan, dan tahunan serta dari Dinas Pertanian Bogor, BPS, hasil penelitian terdahulu, dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing, dan metode perusahaan. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Hasil analisis dari setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya harga pokok produksi yang timbul dan dilakukan perbandingan antar metode-metode tersebut dengan metode penetapan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif metode penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan.
Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak termasuk ke dalam metode full costing, variable costing, maupun activity based costing. Penentuan harga pokok produksi perusahaan hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai dengan pemanenan bibit krisan yang sudah berakar. Penetapan harga pokok produksi sampai tahun 2007 masih memperhitungkan bahan kimia makro dan mikro dengan harga lama. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2008 ini perusahaan berencana akan melakukan pembelian bahan kimia makro dan mikro, sehingga biaya bahan baku yang dimasukkan ke dalam perhitunga harga pokok produksi adalah harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008.
Komponen harga pokok produksi yang diperhitungkan perusahaan meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik (BOP). Biaya bahan baku terdiri dari biaya pembuatan media ½ Murashige and Skoog
(MS) dan biaya bahan penolong yang terdiri dari pestisida, sekam bakar, polybag,
rootone, plastik wrap, karet, tisu gulung, spirtus, dan mata pisau. Biaya tenaga kerja meliputi tenaga kerja tetap yaitu gaji karyawan bagian laboratorium, kebun atau green house (GH), dan upah tenaga kerja harian serta biaya tenaga kerja variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan. Adapun BOP terdiri dari BOP tetap yaitu biaya listrik kebun dan kantor, biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan laboratorium dan inventaris kantor, Gaji karyawan administrasi dan umum, serta biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan Laminair Air Flow
(LAF), laboratorium, GH, AC, dan autoklaf serta BOP variabel yang hanya terdiri dari biaya bahan bakar gas.
dengan metode perusahaan maupun full costing. Untuk rata-rata harga pokok per bibit sebelum kenaikan dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi, sedangkan rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan berada di antara metode full costing dan variable costing. Rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 137,313 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 59,369 per bibit. Metode
variable costing dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp 77,944 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 per bibitnya. Adapun untuk rata-rata harga pokok per bibit setelah kenaikan dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 112,014 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibanding harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 49,717 per bibit. Metode variablecosting dapat menghemat sebesar Rp 62,297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10,878 per bibitnya.
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan
pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Oleh:
Melly Kusumawardhani A14104048
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada
PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Nama : Melly Kusumawardhani
NRP : A14104048
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Drs. Iman Firmansyah, M. Si NIP 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT KRISAN
PADA PT. INGGU LAUT ABADI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT”
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Majalengka pada tanggal 19 Oktober 1986 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mahrudin Rahman dan Ibu Elly
Kuslaeli Somantri.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Budi Asih
Cikijing tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri
Cidulang III dan lulus pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Cikijing pada tahun 2001. Selanjutnya penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kuningan dan lulus
pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus
baik yang bersifat intra maupun ekstra. Organisasi yang pernah diikuti penulis
yaitu OMDA HIMARIKA (Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa
Aria Kamuning Kuningan) pada tahun 2004-2007 dan Unit Kegiatan Mahasiswa
Koperasi Mahasiswa pada tahun 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Penetapan Harga
Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses penetapan harga
pokok produksi bibit krisan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, untuk
kemudian dapat dibandingkan dengan metode perhitungan yang didapat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Melalui hasil perbandingan diharapkan
dihasilkan suatu metode yang tepat yang dapat digunakan perusahaan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan
penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Mamah tercinta beserta seluruh keluarga besar atas segala kasih
sayang, kesabaran, pengorbanan serta do’a yang tiada hentinya selama penulis
menempuh pendidikan.
2. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama
proses penyusunan skripsi.
3. Ir. Joko Purwono, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan
Etriya, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan.
4. Ir. Harmini, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan penulis.
5. Bapak Drs. Bambang Haryanto, MS beserta Ibu, serta seluruh karyawan PT.
Inggu Laut Abadi (Mas Wahyu, A’ Dede, Neng, Ikun, Ace, A’ Agus, Amang,
T’ Nyai, T’ Lilis, Syarif, A’ Asep, A’ Cecep) atas semua informasi dan
kebersamaan yang diberikan.
6. Andi Riyandi yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesah
penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas
segala kebaikan dan pengorbanan yang diberikan.
7. Teman-teman terhebat dan terbaik “ USA (Sri Maryati, Nia Rosiana, Sri
Wahyu Lestari, R. Irsan Nurgozali, Medina Rachma, Taufik Firmansyah, dan
Doni Kurniawan” serta Kak Feryanto yang senantiasa setia mendampingi serta
perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas hari-hari yang begitu
indah terutama “Perjalanan 3 Hari untuk Selamanya”.
8. Keluarga besar Sri Maryati (Ummi, Ama, Mang Unun serta Enin) di Cianjur
atas semua kasih sayang dan perhatian yang diberikan selama penelitian.
Terima kasih telah menjadi keluarga keduaku.
9. Teman-teman selama KKP (Masyitah, Vebriani, Restu, Dika, dan Anggi) atas
semua perhatian dan canda tawa yang telah memberikan hari-hari yang begitu
berwarna selama masa-masa KKP. Terima kasih atas persahabatan yang
begitu indah.
10.Teman-teman di Agb’ 41 (Dwita, Dian K, Atinawati dan Eka) atas semua
perhatian dan kebersamaan yang diberikan.
11.Teman-teman “Green House” (K’ Isa, Fitri, Viona, Mira, Umi Maksum, K’
Egi, K’ Eka serta Evi) atas semua bantuan dan kebersamaan yang diberikan.
Terima kasih atas kekeluargaan yang terjalin.
12.Semua teman-teman di HIMARIKA (Indra, Budi, Tiwi) atas dukungan yang
selalu diberikan kepada penulis.
13.Semua pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan Penelitian ... 10 1.4 Manfaat Penelitian ... 10 1.5 Keterbatasan Penelitian... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Krisan ... 11 2.2 Peluang Agribisnis Krisan ... 15 2.3 Penelitian Terdahulu ... 17
III.KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21 3.1.1Biaya dan Klasifikasinya... 21 3.1.2Harga Pokok Produksi dan Fungsinya ... 24 3.1.3Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 26 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32 3.2.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan... 33 3.2.2 Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi ... 33
IV.METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 36 4.2 Jenis dan Sumber Data ... 36 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37 4.3.1 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 38 4.3.2 Analisis Perbandingan Penghematan antar Metode... 39 4.4 Definisi Operasional ... 39
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
VI.HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1Penentuan Harga Pokok Produksi PT. Inggu Laut Abadi... 63 6.1.1 Penentuan HPP sebelum Kenaikan Harga Bahan Kimia
Makro dan Mikro ... 63 6.1.2 Penentuan HPP setelah Kenaikan Harga Bahan Kimia
Makro dan Mikro ... 65 6.2Penggolongan Biaya Komponen Harga Pokok Produksi ... 67
6.2.1Biaya Bahan Baku... 67 6.2.2Biaya Tenaga Kerja... 68 6.2.3Biaya Overhead Pabrik ... 70 6.3Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing
dan Variable Costing... 71 6.4Perbandingan HPP Perusahaan dengan Full Costing
dan Variable Costing... 77
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ... 80 7.2 Saran... 81
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia... 2
2. Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun 2006 ... 3
3. Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006... 4
4. Beda Unsur Biaya Produk dalam Pendekatan Full Costing,
Variable Costing, dan Activity Based Costing... 31 5. Perbedaan Conventional Costing Method dengan Activity Based Costing
Method... 31 6. Komponen Larutan Stok dan Vitamin ... 51
7. Komponen Larutan Makro... 52
8. Perbandingan Harga Bahan Kimia Makro dan Mikro ... 66
9. Biaya Bahan Baku PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 67
10.Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 69
11.Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing
Tahun 2007 ... 72
12.Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing
Tahun 2008 ... 73
13.Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing
Tahun 2007 ... 74
14.Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing
Tahun 2008 ... 76
15.Perbandingan Harga Pokok Produksi Per Bibit Krisan Tahun 2007 ... 77
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan ...14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Struktur Organisasi PT. Inggu Laut Abadi...85
2. Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun 2007 ....86
3. Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun 2008 ....89
4. Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007...92
5. Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008...94
6. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007...96
7. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008...97
8. Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 ...99
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu. Sebutan lain bunga
jenis ini adalah Seruni atau Bunga emas (Golden Flower). Krisan memiliki variasi jenis, bentuk dan warna bunga yang sangat menarik. Krisan dengan bunga warna
kuning dikenal dengan nama Chrysanthemum indicum, sedangkan krisan dengan warna bunga ungu dan pink dikenal dengan nama Chrysanthemum morifolium
(BAPPENAS, 2008). Variasi jenis, bentuk, dan warna bunga yang dimiliki krisan
telah menjadikan bunga jenis ini sebagai salah satu bunga yang sangat digemari
konsumen di Indonesia. Selain itu, krisan termasuk salah satu komoditi utama
tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk dan
warna, mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa
bertahan sampai 3 minggu.
Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami
peningkatan. Bahkan, pernah mencapai 25 persen. Pada tahun 1993 Indonesia
mengekspor krisan 198,3 ton senilai US $ 243.700 dengan negara tujuan
Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Singapura. Dalam tahun yang sama impor
Indonesia sebesar 3,8 ton senilai US $ 22.100 dari Belanda dan Malaysia
(BALITHI, 2004).
Permintaan krisan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
diikuti pula oleh peningkatan produksinya. Menurut Badan Pusat Statistik dan
Direktorat Jenderal Hortikutura (2006), produksi krisan dari tahun 2003-2006
terus mengalami peningkatan yang signifikan dibanding produksi tanaman hias
bernilai negatif. Pertumbuhan produksi krisan dari tahun 2005-2006 menempati
peringkat kedua setelah anggrek yang pertumbuhannya sebesar 43,88 persen.
Produksi krisan dari tahun 2003-2006 ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia (Tangkai)
Tahun
ANGGREK 6.904.109 8.027.720 7.902.403 11.370.266 43,88 ANTHURIUM
(KUPING
GAJAH) 1.263.770 1.285.061 2.615.999 1.984.514 -24,14 ANYELIR 2.391.113 1.566.931 2.216.123 2.171.829 -2 GERBERA
(HERBRAS) 3.071.903 3.411.126 4.065.057 4.866.631 19,72 GLADIOL 7.114.382 16.686.134 14.512.619 10.483.851 -27,76
HELICONIA 681.920 804.580 1.131.568 1.310.020 15,77 KRISAN 27.406.464 27.683.449 47.465.794 62.947.649 32,62
MAWAR 50.766.656 61.540.963 60.719.517 40.184.312 -33,82 SEDAP MALAM 16.139.563 37.516.879 32.611.284 30.302.733 -7,08 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikutura (2006) (diolah)
Berdasarkan Tabel 1, produksi krisan cenderung mengalami peningkatan
yang signifikan dibanding dengan produksi tanaman hias lainnya. Hal ini
ditunjukkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan produksi dari tahun 2005-2006
yang mencapai 32,62 persen. Menurut BPS (2006), produksi krisan mengalami
peningkatan yang signifikan karena berbanding lurus dengan luas areal tanam.
Luas areal tanam yang relatif meningkat tersebut menyebabkan produksi krisan
pun mengalami peningkatan. Namun, peningkatan produksi krisan ini tidak
disertai dengan peningkatan hasil (yield) krisan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh beragamnya hasil di masing-masing propinsi. Perkembangan luas areal,
Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun 2006
Sumatera Utara 105.243 1.061.091 6,24
R i a u 208 2.270 2,47
J a m b i 215 957 4,45
Sumatera Selatan 5.084 18.232 2,89
Bengkulu 21 50 2,38
Lampung 2.910 10.305 2,61
Bangka Belitung 45 45 1
Jawa Barat 1.268.120 46.219.042 34,29
Jawa Tengah 211.525 13.461.883 63,45
DI Yogyakarta 5.336 41.498 7,68
Kalimantan Barat 402 2.114 3,1
Kalimantan Tengah 23 92 3,29
Kalimantan Timur 75 1.575 7
Sulawesi Utara 25.480 1.886.815 13,76
Sulawesi Tengah 55 220 1,98
Sulawesi Selatan 9.570 16.930 1,77
Sulawesi Tenggara 1.246 1.623 1,04
Sulawesi Barat 410 431 1,05
Papua 25 50 2
Indonesia 1.939.039 63.716.256 6,05
Sumber: BPS (2006) (diolah)
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa selisih antara produksi dan hasil
pada tiap propinsi masih relatif tinggi. Secara umum, rata-rata hasil
(produktivitas) krisan di Indonesia hanya mencapai 6,05 ton per Ha. Kondisi
tersebut terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
budidaya, seperti lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Suhu, cahaya,
ketersediaan air, media tanam, serta hama dan penyakit merupakan faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi kelangsungan proses budidaya. Jika faktor-faktor
tersebut dapat dikendalikan atau dikelola secara baik, maka peningkatan hasil
(produktivitas) mungkin dapat dicapai. Namun, meskipun faktor-faktor eksternal
akan sukses karena ada faktor lain yang mempunyai pengaruh yang sangat
dominan dalam proses budidaya, yaitu bibit yang digunakan. Bibit yang
berkualitas akan mampu bertahan dalam kondisi ekstrim sekalipun. Sebaliknya,
bibit yang kurang atau tidak berkualitas akan sulit bahkan tidak mampu bertahan
meski faktor-faktor eksternal telah dikelola secara optimal. Oleh karena itu, bibit
yang berkualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan guna meningkatkan hasil
budidaya.
Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi.
Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Tingginya
permintaan bibit krisan dari pasar dalam dan luar negeri ditunjukkan oleh
besarnya volume ekspor dan impor bibit krisan dibanding bibit atau benih
komoditi lain seperti bibit/benih tanaman biofarmaka, sayuran, dan tanaman buah
(Ditjen Hortikultura, 2007). Realisasi ekspor dan impor benih hortikultura pada
tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006 (Laporan sampai dengan Desember 2006)
Sayuran 908.726,0 Kg 1.865.860 126.327,0 Kg 3.916.137
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai ekspor tertinggi adalah
tanaman hias dimana realisasi ekspor benih tanaman hias tersebut mencapai lebih
dari 8 komoditas dengan kontribusi tertinggi dari bibit chrysanthemum sebesar 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13 (Ditjen Hortikultura, 2007).
Tingginya permintaan bibit krisan ini mampu ditangkap oleh para bussinessman
sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Kini banyak perusahaan dalam negeri
yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada,
baik dalam maupun luar negeri.
Banyaknya perusahaan yang membudidayakan bibit krisan, tentu saja akan
berdampak pada tingginya persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut.
Tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan
kemampuan bersaing sangat mutlak diperlukan. Kemampuan bersaing suatu
perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang bersangkutan untuk
menciptakan keunikan/ciri khas tertentu pada produk yang dihasilkan. Keunikan
tersebut bisa dari segi harga maupun dari segi produk itu sendiri (bentuk, tinggi
bibit, dan lain-lain). Untuk menciptakan keunikan dari segi produk itu sendiri,
perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas melalui
penelitian-penelitian, sehingga dihasilkan bibit bermutu tinggi yang berdaya
saing.
PT. Inggu Laut Abadi adalah salah satu perusahaan tanaman hias yang
sadar akan arti penting penelitian dalam upaya penciptaan produk yang berdaya
saing. Perusahaan dengan 14 pegawai ini melakukan teknik perbanyakan bibit
krisan secara kultur jaringan. Dengan teknik tersebut diharapkan mampu
jaringan memiliki sifat fisiologi dan morfologi yang sama dengan induknya,
sehingga menghasilkan produksi bunga yang lebih tinggi dibanding dengan krisan
yang bibitnya diperoleh melalui perbanyakan secara konvensional. Melalui teknik
kultur jaringan ini perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per
bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari
rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000
bibit per hari. Permintaan tersebut sebagian besar datang dari petani karena
memang tujuan awal perusahaan adalah membantu petani dalam meningkatkan
kualitas dan kontinuitas bunga krisan yang dibudidayakan, sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan PT. Inggu Laut Abadi tidak semata-mata mencari profit
melainkan ada tujuan lain yaitu mensejahterakan para petani baik petani sekitar
maupun petani secara nasional.
Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding
para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Pada dua
tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harga per bibit yang ditetapkan perusahaan
hanya Rp. 200, lebih rendah Rp. 50 dibanding pesaing utamanya, PT. Saung
Mirwan yang harga per bibitnya mencapai Rp. 250 (Haryanto, 2008). Penetapan
harga jual yang relatif rendah tersebut dilatarbelakangi oleh terlalu rendahnya
biaya produksi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan oleh
perhitungan bahan kimia yang terlalu rendah. Dalam hal ini perusahaan
memperhitungkan bahan kimia dengan harga lama (harga pada saat pembelian
awal) dalam penetapan biaya produksinya. Artinya, perusahaan masih
menggunakan bahan kimia yang digunakan dari sejak awal perusahaan berdiri
Pada tahun 2008 ini perusahaan memperkirakan bahan kimia untuk
kegiatan kultur jaringan akan habis, sehingga perusahaan harus melakukan
pembelian bahan kimia baru yang tentu saja dengan harga baru (harga yang
berlaku saat ini). Bahan kimia yang dibeli dapat bertahan sampai jangka waktu
lima tahun karena penggunaan bahan kimia, baik makro maupun mikro dalam
proses kultur jaringan relatif sedikit.
Adanya pembelian bahan kimia ini akan berdampak pada tingginya biaya
produksi yang harus dikeluarkan perusahaan. Biaya produksi yang tinggi akan
berpengaruh pada harga pokok produksi (HPP) yang tinggi pula yang pada
akhirnya akan berdampak pada harga jual bibit. Di lain pihak, pemilik perusahaan
berupaya untuk mempertahankan harga jual sebelumnya. Upaya tersebut tidak
lepas dari tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga jual yang
terjangkau petani. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga
pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan
harga jual per bibit yang diproduksi.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran bahwa
bibit merupakan input penentu dalam produksi tanaman. Bibit hortikultura sebagai
produk teknologi maju sudah menjadi komoditas perdagangan dengan tingkat
permintaan yang relatif tinggi. Salah satu bibit yang tingkat permintaannya tinggi
adalah bibit krisan (Ditjen Hortikultura, 2007).
Pada PT. Inggu Laut Abadi, harga jual krisan per bibit yang ditetapkan
perusahaan pada lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Selama
Pada awal berproduksi, perusahaan menetapkan harga jual per bibit sebesar Rp.
150. Kemudian mengalami peningkatan menjadi Rp. 175 per bibit dan pada dua
tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harganya menjadi Rp. 200 per bibit. Adanya
perubahan harga jual tersebut merupakan dampak dari adanya perubahan harga
yang dilakukan oleh para pesaing perusahaan. Ketika pesaingnya melakukan
peningkatan harga jual, maka serta merta perusahaan pun akan ikut meningkatkan
harga jualnya. Namun, peningkatan harga jual yang dilakukan perusahaan masih
tergolong rendah bila dibandingkan dengan pesaing utamanya seperti PT. Saung
Mirwan yang menetapkan harga jual Rp. 250 per bibit (Haryanto, 2008). PT.
Inggu Laut Abadi dan PT. Saung Mirwan sama-sama memasarkan bibitnya ke
daerah-daerah diseluruh Indonesia, sehingga dianggap perusahaan sebagai pesaing
utamanya. Selama ini perusahaan melakukan perhitungan biaya bahan baku
berdasarkan penggunaan bahan kima dengan harga lama, sehingga biaya produksi
yang ditetapkan terlalu rendah. Dengan kata lain, penggunaan bahan kimia dengan
harga lima tahun yang lalu (tidak menggunakan harga berlaku saat ini) merupakan
salah satu faktor penyebab rendahnya harga jual per bibit yang diproduksi.
Terkait dengan tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga
jual yang dapat dijangkau petani, maka perusahaan berupaya untuk
mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan
perusahaan). Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya
produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang
merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan
habis pada tahun 2008 ini, sehingga perusahaan harus melakukan pembelian
tersebut. Pembelian bahan kimia ini tentu saja akan menambah biaya produksi
yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat
ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu.
Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok
produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu,
diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna
membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.
Harga pokok yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi pula,
sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan daya beli petani yang umumnya
rendah. Mengacu pada kondisi tersebut, maka perusahaan membutuhkan suatu
metode penetapan harga pokok produksi yang dapat menghasilkan harga pokok
terendah guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit
yang sesuai dengan daya beli petani dan kondisi perusahaan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah:
1.Bagaimana penetapan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan
perusahaan?
2.Bagaimana perbandingan antara metode-metode penetapan harga pokok
produksi (full costing dan variable costing) dengan metode perusahaan? serta seberapa besar marjin penghematan antara metode perusahaan dengan metode
full costing dan variable costing!
3.Metode penetapan harga pokok produksi apa sebagai alternatif bagi
perusahaan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1.Mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok
produksi
2.Menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi
3.Merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi
perusahaan
1.4Manfaat Penelitian
1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan, strategi dan pengambilan keputusan untuk penetapan harga pokok produksi
yang berguna untuk pengendalian biaya, serta untuk memperkirakan harga
jual per satuan bibit yang diproduksi
2. Mahasiswa, sebagai bahan literatur guna melakukan studi lain tentang agribisnis bibit krisan khususnya harga pokok produksi
1.5Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses untuk bibit yang sudah
berakar tidak membahas harga pokok pesanan dan harga pokok bibit botolan,
sehingga untuk produk yang diproduksi berdasarkan pesanan dan harga pokok
bibit botolan tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini tidak
dapat dipakai pada perusahaan yang berada pada pasar yang bersifat persaingan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Krisan
Krisan merupakan tanaman bunga hias yang berasal dari dataran Cina.
Krisan kuning yang berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), Chrysanthenum morifolium (ungu dan pink), dan
Chrysanthenum daisy (bulat, ponpon) (BAPPENAS, 2008). Pada abad ke-4 Jepang mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan
sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis pada tahun
1795 dan pada tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas
krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada
abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800 dan sejak tahun 1940
krisan dikembangkan secara komersial, baik sebagai bunga pot maupun sebagai
bunga potong.
Sebagai bunga potong, krisan digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan,
jambangan (vas) bunga dan rangkaian bunga. Bunga potong yang banyak diminati
adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan yang sehat dan segar serta
mempunyai tangkai batang yang tegar dan kekar, sehingga bunga potong menjadi
awet dan tahan lama. Sebagai tanaman pot krisan dapat digunakan untuk
menghias meja kantor, ruangan hotel, restaurant dan rumah tempat tinggal. Selain
digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi untuk digunakan sebagai
tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (hama).
Bunga krisan digolongkan dalam dua jenis yaitu jenis spray dan standard.
berukuran kecil . Sedangkan jenis standard pada satu tangkai bunga hanya
terdapat satu kuntum bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang biasa
dibudidayakan sebagai bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang bisa
dibudidayakan sebagai bunga potong adalah Tunggal, Anemone, Pompon,
Dekoratif, Bunga besar (Hasyim dan Reza dalam Wisudiastuti, 1999).
Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida yang
berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di
Indonesia terdiri atas:
1.Krisan lokal (krisan kuno) : Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan
beradaptasi di Indoenesia maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya
antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam
satu kali penanaman. Contoh C. maximum berbunga kuning banyak ditanam di
Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur).
2.Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) : Hidupnya berhari
pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah C.
indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis
(berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal
(berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink).
3.Krisan produk Indonesia : Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah
melepas varietas krisan buatan Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97,
27.177, 28.7 dan 30.13A.
Krisan dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan
bunga krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat
itu,perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan
khusus. Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya melalui setek pucuk, anakan
dan kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat
waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan yang lebih banyak. Menurut
Nugroho dan Sugito (2000) tanaman krisan dapat dikembangkan dengan kultur
jaringan melalui teknik meristem culture yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan bagian tanaman jaringan muda atau meristem. Selain itu, kelebihan
kultur meristem yang mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan
induknya. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu
bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang
positif.
Adapun perbanyakan krisan dengan kultur jaringan meliputi beberapa
tahap, yaitu: (1) Hibridisasi, (2) Seleksi, (3) Tanaman induk tunggal, (4)
Perbanyakan in vitro, (5) Aklimatisasi, dan (6) Perbanyakan benih vegetatif berikutnya. Diagram alur teknik produksi benih vegetatif krisan dapat dilihat pada
Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa perbanyakan benih vegetatif
krisan dimulai dengan tahap hibridisasi untuk mendapatkan varietas baru dengan
cara menyilangkan beberapa tetua terpilih, kemudian dilanjutkan dengan seleksi
untuk mendapatkan klon-klon yang dikehendaki. Klon yang mempunyai sifat
beda, unik, stabil dan seragam kemudian dijadikan tanaman induk tunggal dan
Setelah tanaman beradaptasi dengan lingkungan rumah kaca kemudian
diperbanyak untuk keperluan tanaman induk yang akan menghasilkan tanaman
produksi.
Gambar 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan Sumber: Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung (2005)
Pada masa pertumbuhan krisan harus diberi naungan dan sinar buatan
selama 16 jam sehari. Saat kuntum bunga mulai bermunculan, cahaya harus
dikurangi 8 jam sehari agar warna bunga tidak pudar dan tangkai bunga tidak
memanjang (Sutomo, 2006).
Tanaman krisan sangat rentan terhadap serangan hama. Kutu daun, ulat
daun, karat daun dan busuk akar akibat jamur dan bakteri paling banyak dijumpai.
Untuk itu kebersihan media tanam perlu dijaga dan harus dilakukan penyemprotan
fungisida seperti bonlate atau dithane M45 dan insektisida secara berkala
(Sutomo, 2006).
Hibridisasi
Seleksi
Tanaman induk tunggal
Perbanyakan in vitro
Aklimatisasi
Umur Panen krisan ditentukan ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4
hari sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80 persen dari seluruh tanaman. Umur
tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan
berturgor optimum. Teknik pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan
dimulai dengan penentuan tanaman siap panen, kemudian potong tangkai bunga
dengan gunting steril sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang
setinggi 10-20 cm dari permukaan tanah.
2.2 Peluang Agribisnis Krisan
Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia. Pada
perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang
banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapore, Malaysia
dan Hongkong (BALITHI, 2004). Prospek budidaya krisan sebagai bunga potong
sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat berdaya serap tinggi sudah ada.
Diantara pasar potensial tersebut adalah Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria,
Amerika Serikat, Swedia dan sebagainya. Saat ini krisan termasuk bunga yang
paling populer di Indonesia karena memiliki keunggulan, yaitu bunganya kaya
warna dan tahan lama. Bunga krisan terdiri atas sedikitnya 55 varietas, antara lain
Pink Paso Dobel, Reagan, Salmon Impala, Klondike, Gold van Langen, Ellen van
Langen, Yellow Puma dan Peach Fiji. Warnanya pun cukup beragam, yaitu merah
tua, kuning, hijau, putih, campuran merah putih dan lainnya. Bunga elok itu
kesegarannya dapat bertahan tidak layu di vas bunga hingga dua minggu sesudah
yang paling banyak dicari. Persentasenya mencapai 90 persen, sementara sisanya
memilih warna-warna lain (Hantoko, 2007)
Krisan menempati urutan kedua setelah bunga mawar. Dari waktu ke
waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong
maupun dalam pot mengalami kenaikan. Sebagai gambaran proyeksi kebutuhan
bunga potong krisan di Jawa Timur pada tahun 2007 baru terpenuhi 40 persen
oleh pebisnis lokal dan sisanya masih mengais pasokan dari luar daerah. Kota-
kota di Jawa Timur yang permintaan cukup tinggi adalah Surabaya dan Malang.
Harga jual yang cukup stabil, yaitu Rp. 1000 per tangkai juga merupakan peluang
bisnis yang menjanjikan (Hantoko, 2007).
Saat ini banyak perusahaan yang telah mengusahakan krisan. Namun
meskipun telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tanaman krisan masih belum
dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih lagi untuk kebutuhan ekspor.
Bunga potong krisan mempunyai peluang pasar yang sangat luas. Pasar
potensial yang dapat diharapkan adalah pasar-pasar yang ada di kota-kota besar,
seperti Jakarta, Bandung, Malang dan Denpasar. Permintaan untuk kebutuhan
bahan dekorasi restaurant, kantor, hotel maupun rumah tempat tinggal. Perilaku masyarakat di kota besar dalam menyambut hari-hari spesial maupun hari-hari
besar Natal, Tahun Baru dan Lebaran membuat permintaan terhadap bunga krisan
dan bunga potong lainnya semakin bertambah.
Selain dalam negeri, pasar luar negeri mempunyai potensi yang besar.
Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor bunga potong krisan sebanyak 198,3 ton
senilai US$ 243,7 ribu ke negara Hongkong, Jepang, Malaysia dan Singapura
potong lainnya semakin mengalami peningkatan sejalan dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya taraf hidup masyarakat sebagai
akibat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin tingginya budaya masyarakat.
Merujuk pada data-data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa usaha
pengembangan bunga potong krisan memiliki prospek yang cerah.
2.3 Penelitian Terdahulu
Selama ini penelitian tentang perhitungan harga pokok produksi telah
banyak dilakukan. Perhitungan harga pokok sangat penting untuk dilakukan
mengingat harga pokok merupakan salah satu dasar perusahaan dalam penentuan
harga jual produk yang diproduksi. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu
tentang perhitungan harga pokok produksi.
Dalam penelitian Rahany (2003) tentang penetapan harga pokok produksi
kecap dengan pendekatan Activity Based Costing di PT. Surabraja Food Industry, Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi
dan penetapan harga pokok produksi yang dilakukan peruasahaan tersebut
kemudian membandingkannya dengan metode perhitungan harga pokok produksi
yang dilakukan oleh peneliti yaitu Activity Based Costing sehingga diketahui metode mana yang lebih efisien digunakan perusahaan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Surabraja yang memproduksi tiga
jenis kecap yaitu kecap manis, kecap asin, dan kecap manis sedang yang terbagi
kedalam tujuh kelompok. Dalam menghitung harga pokok produksinya,
perusahaan tersebut menggunakan metode full costing dimana biaya dibebankan pada produk berdasarkan pemacu volume produksi. Kelompok produk yang
Pada metode konvensional, produk dengan jumlah yang besar akan dibiayai biaya
overhead yang besar pula sehingga harga pokok produksinya akan lebih tinggi.
Sebaliknya, produk yang bervolume rendah, perhitungan harga pokok
produksinya akan lebih tinggi jika menggunakan Activity Based Costing sehingga metode yang tepat digunakan adalah metode konvensional (full costing)
Penelitian Ivana (2004) yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok
Produksi Karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable Costing, dan Activity Based Costing (ABC) pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat
digunakan perusahaan dalam menetapkan harga pokok produksinya dengan cara
membandingkan metode yang digunakan perusahaan dengan ketiga metode yang
digunakan peneliti dalam menganalisis.
Metode full costing menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dari ketiga metode yang digunakan. Harga pokok rata-rata terendah diperoleh dengan
menggunakan metode variable costing. Jika menggunakan metode activity based costing, harga pokok rata-rata berada diantara metode full costing dan variable costing.
Dari segi laba, metode variable costing menghasilkan laba tertinggi, sedangkan metode full costing menghasilkan laba terendah dari ketiga metode yang digunakan. Metode Activity Based Costing (ABC) menghasilkan laba yang besarnya berada diantara laba yang diperoleh kedua metode tersebut.
Lestari (2006), dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi
bertujuan untuk menganalisis proses produksi pasta ubi jalar yang dilakukan
perusahaan, menganalisis metode penetapan harga pokok produksi pasta ubi jalar,
dan menganalisis perbandingan perhitungan harga pokok perusahaan dengan
metode full costing dalam kaitannya dengan perencanaan laba jangka pendek perusahaan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Galih Estetika masih kurang tepat
dalam melakukan penetapan harga pokok produksi, karena hanya untuk
perhitungan satu kontainer sedangkan jumlah produksi untuk tiap kontainer
berbeda-beda. Selain itu juga belum tepat dalam mengelompokkan unsur-unsur
biaya pembentuk biaya produksi dan harga pokok produksi karena memasukkan
biaya sewa kontainer dalam perhitungannya, padahal sewa kontainer merupakan
biaya non produksi karena termasuk biaya pemasaran. Perhitungan harga pokok
produksi yang tepat adalah dengan menggunakan metode full costing karena metode ini memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat tetap
maupun variabel.
Penelitian Roslinawati (2007) yang berjudul Analisis Penetapan Harga
Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang,
Jawa Barat dengan menggunakan metode full costing dan variable costing. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang
akan memberikan pendapatan yang optimal bagi perusahaan.
Metode full costing menghasilkan harga pokok produksi yang berada dibawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok
terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Harga pokok produksi yang terlalu
tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi, sehingga petani akan merasa
kesulitan untuk membeli, sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah
akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap sudah dapat
berdiri sendiri dan menghasilkan laba sendiri.
Dengan mengacu pada penelitian terdahulu, penelitian ini pun
menganalisis metode penetapan harga pokok produksi yang tepat untuk kemudian
direkomendasikan ke perusahaan. Jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya, penelitian ini akan dilaksanakan pada perusahaan bibit yang
berproduksi dengan kultur jaringan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya
melakukan evaluasi terhadap penetapan harga pokok produksi periode-periode
sebelumnya tetapi juga melakukan perkiraan-perkiraan harga pokok produksi
pada beberapa periode kedepan, sehingga diharapkan dapat membantu perusahaan
dalam memperkiraan harga jual yang ditetapkan. Perhitungan harga pokok
produksi dilakukan dengan menggunakan metode full costing dan variable costing
yang dilakukan di PT. Ingu Laut Abadi, Cianjur, Jawa Barat. Metode yang
menghasilkan harga pokok per bibit terendah akan dijadikan dasar bagi
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Biaya dan Klasifikasinya
Konsep biaya paling tidak dibedakan menjadi tiga, yaitu biaya oportunitas,
(opportunity cost), biaya akuntansi (accounting cost), dan biaya ekonomis (economic cost). Bagi perusahaan, konsep biaya yang paling umum adalah biaya ekonomis (economic cost) karena biaya tersebut menggambarkan sejumlah biaya yang diperlukan untuk mempertahankan sebuah sumberdaya tersebut pada
penggunaan alternatif terbaik berikutnya. Biaya ekonomis terdiri dari tiga input
spesifik yaitu tenaga kerja, modal, dan jasa wirausaha (Nicholson, 2002). Biaya
total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan
keuntungan ekonomis merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya
total.
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga
yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya,
apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya
operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan (Swastha dan
Ibnu Sukotjo, 1998). Menurut Hansen dalam Henry Simamora (1999), biaya
merupakan uang atau nilai setara uang yang dikorbankan untuk barang dan jasa
yang diharapkan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi
perusahaan.
Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi
untuk tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam definisi biaya terdapat 4 (empat) unsur pokok, yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu
Lebih lanjut lagi Mulyadi juga mengklasifikasikan biaya menurut:
1. Objek Pengeluaran
Dalam cara ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan
biaya. Misal nama objek pengeluaran adalah pembayaran lembur, maka
pengeluaran yang berhubungan dengan ini disebut ”biaya lembur”. Jika
digolongkan atas dasar objek pengeluaran, biaya dapat digolongkan menjadi
tiga golongan besar, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik. Penggolongan ini cocok digunakan untuk perusahaan yang
masih kecil yang bermanfaat untuk perencanaan perusahaan secara menyeluruh
dan pada umumnya untuk penyajian laporan kepada pihak luar.
2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Menurut fungsi pokok dalam perusahaan, biaya dikelompokkan menjadi 3,
yaitu:
a. Biaya produksi
Yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya produksi terdiri dari: biaya bahan
b. Biaya pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan
pemasaran produk, seperti biaya iklan, biaya promosi, biaya angkut, biaya
contoh.
c. Biaya administrasi dan umum
Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan
pemasaran produk. Biaya administrasi terjadi dalam hubungannya dengan
penyusunan kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan.
3. Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Biaya
menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai diklasifikasikan menjadi
dua golongan, yaitu:
a. Biaya langsung (direct cost)
Yaitu biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah adanya
sesuatu yang dibiayai, seperti biaya produksi langsung (biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung)
b. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang
dibiayai, seperti biaya listrik
4. Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan
a. Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan
b. Biaya semivariabel, yaitu biaya yang berubah tidak sebanding dengan
c. Biaya semi-fixed, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu
dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu
d. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume
kegiatan tertentu
5. Jangka Waktu Manfaatnya
a. Pengeluaran modal yaitu biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi
b. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam
periode akuntansi berjalan
3.1.2 Harga Pokok Produksi dan Fungsinya
Menurut Manullang dalam bukunya ”Pengantar Ekonomi Perusahaan” (1991), menyatakan bahwa harga pokok adalah jumlah biaya yang seharusnya
untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya yang seharusnya yang
lain, sehingga barang itu ada di pasaran. Menurut Adikoesoema (1986), harga
pokok adalah gambaran kuantitatif dari pengorbanan (yang bertujuan) yang harus
dikeluarkan oleh produsen pada penukaran barang atau jasa yang ditawarkan di
pasar. Jadi perhitungan harga pokok adalah menghitung besarnya biaya atas
pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Sedangkan
menurut Mulyadi (1999) yang dimaksud harga pokok adalah pengorbanan sumber
ekonomi untuk mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva
lain (berupa persediaan produk bahan jadi).
Menurut Matz, Curry, dan Frank (dalam Maikhati, 2001) dalam bukunya
2. Mengendalikan pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan proses
produksi, distribusi atau administrasi dalam perusahaan
3. Memberikan suatu dasar guna menaksir biaya-biaya dari barang hasil produksi
dan dengan itu memungkinkan untuk menetapkan suatu harga jual yang
menguntungkan
4. Sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pimpinan perusahaan untuk
kegiatan yang akan datang
Menurut Van der Schroeff dalam bukunya ”Biaya dan Harga Pokok”
(dalam Kusumahastuti, 1996) menyatakan bahwa tujuan perhitungan harga pokok
adalah:
a.Sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran
b.Untuk menetapkan pendapatan yang diperoleh pada penukaran
c.Sebagai alat untuk menilai efisiensi dari proses produksi
Sedangkan menurut Mulyadi (1999), informasi Harga Pokok Produksi
mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.Menentukan harga jual produk
2.Menentukan realisasi biaya produksi
3.Menghitung laba atau rugi periodik
4.Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca
Apabila dilihat dari pengertiaan, fungsi maupun manfaatnya, penentuan
harga pokok produksi yang benar sangat penting bagi perusahaan dalam
menjalankan usahanya. Penetapan harga pokok yang tidak benar akan
kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan
perhitungan harga pokok yaitu :
1.Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi
Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok sehingga
harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah bagi perusahaan,
karena harga pokok yang tinggi akan menyebabkan harga produk di pasaran
menjadi tinggi. Dengan harga yang tinggi tersebut perusahaan akan sulit dalam
memasarkan hasil produksinya dan kalah dalam persaingan bisnis dengan
perusahaan lain, sebab konsumen akan lebih memilih produk yang sama tetapi
harganya lebih rendah dan kualitasnya sama.
2.Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Kadangkala ada suatu perusahaan yang tidak teliti dalam
memperhitungkan harga sehingga harga pokok yang ditetapkan terlalu rendah dan
hal tersebut akan merugikan perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah
akan menyebabkan harga jual pun rendah. Di satu sisi mungkin produsen bisa
menjual produknya dengan cepat karena harganya rendah, tetapi disisi lain
produsen akan mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh tidak
mampu menutupi semua biaya yang dikeluarkan.
3.1.3 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi
Metode penetapan harga pokok produksi yaitu cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produski (Mulyadi, 2000). Terdapat tiga