APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK
ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN
JAWA BARAT
Oleh: Nurlaila Fitriah
C64103051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL
TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 September 2008
RINGKASAN
NURLAILA FITRIAH. Aplikasi Data Inderaan Multispektral untuk
Estimasi Kondisi Perairan dan Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selatan Jawa Barat ; dibawah bimbingan DJISMAN
MANURUNG dan JONSON L. GAOL.
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi distribusi ikan pelagis, klorofil-a dan suhu permukaan laut (SPL) merupakan faktor yang paling banyak digunakan sebagai indikator keberadaan ikan pelagis. Estimasi klorofil-a dan SPL dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi
klorofil-a dan SPL Perairan Selatan Jawa Barat dengan menggunakan citra satelit serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis.
Lokasi penelitian terletak di perairan selatan Jawa bagian barat yaitu pada koordinat : 104° BT - 107° BT dan 5° LS - 9° LS dengan wilayah kajian pada koordinat 104.4° BT - 106.5° BT dan 6.8° LS - 7.8° LS. Citra yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 3. Algoritma yang digunakan untuk estimasi konsentrasi klorofil-a adalah OC3M. Analisis temporal klorofil-a dan SPL dilakukan dengan metode deret waktu. Untuk melihat hubungan antara klorofil-a dan SPL dengan hasil tangkapan dilakukan analisis secara deskriptif dan analisis statistik nonparametrik (korelasi Pearson).
Rata-rata SPL tahun 2002-2007 berkisar antara 25 °C - 31 °C. SPL yang dominan pada wilayah penelitian adalah 29 °C - 30 °C. Pada Agustus dan September 2006 terjadi IODM, dimana SPL lebih dingin dari biasanya. Secara umum kisaran klorofil-a di wilayah penelitian sebesar 0,14 mg/m3-1,37 mg/m3. Kisaran yang dominan pada wilayah penelitian antara 0,40 mg/m3-1,00 mg/m3.
Spektrum densitas energi klorofil-a menunjukkan adanya fluktuasi antar tahunan dengan periode 30 dan 20 bulan. Selain itu, fluktuasi tahunan klorofil-a terjadi pada periode 15, 12, dan 10 bulan. Untuk SPL, nilai densitas energi menunjukkan fluktuasi antar tahunan dan tahunan. Periode antar tahunan yang terjadi adalah 30, dan 20 bulan, sedangkan periode tahunan yang terjadi adalah 15, 12, dan 10 bulan.
Secara deskriptif dapat ditunjukkan adanya waktu tunda kenaikan antara konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang, umumnya 1 bulan. Hasil tangkapan tongkol dan cakalang naik saat SPL turun. Hasil analisis non parametrik, nilai P-Value untuk SPL dengan hasil tangkapan tongkol < 0,05, artinya tidak ada hubungan antara SPL dengan hasil tangkapan tongkol. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi Pearson yang negatif. P-Value SPL dengan hasil tangkapan cakalang, klorofil-a dengan tongkol dan cakalang nilainya >0,05, artinya ada hubungan antara kedua peubah. Selain itu, nilai korelasi Pearson yang didapat bernilai positif.
APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK
ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN
JAWA BARAT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nurlaila Fitriah
C64103051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul Skripsi : APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Nama Mahasiswa : Nurlaila Fitriah
Nomor Pokok : C64103051
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si. NIP. 130 682 133 NIP.131 953 479
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul APLIKASI DATA INDERAAN
MULTISPEKTRAL DALAM ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI
SELATAN JAWA BAGIAN BARAT disusun sebagai salah satu syarat kelulusan
pada program sarjana.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua, kakak dan adik-adik yang telah memberikan semangat,
motivasi serta kasih sayang.
2. Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban
Gaol, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan.
3. Ibu Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Nyoman M.
Natih, M.Sc atas kesediaannya menjadi dosen penguji tamu dan program
studi.
4. BAKOSURTANAL (badan koordinasi survei dan pemetaan nasional)
yang telah memberikan dukungan moril dan materil.
5. Rekan-rekan ITK 40, dan seluruh warga ITK terima kasih atas
kebersamaannya selama masa perkuliahan.
6. Liza, Thia, Devi, Mba Ria, Fina, Loly, Ana, Vivi, dan Adhe, terima kasih
atas kebersamaannya selama 4 tahun.
7. Rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun akan bermanfaat bagi penulis dalam
perbaikan di kemudian hari.
Bogor, 17 September 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... i
DAFTAR GAMBAR... ii
DAFTAR LAMPIRAN... iii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar belakang... 1
1.2 Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1 Ikan pelagis ... 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1 Distribusi SPL secara spasial dan temporal ... 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
DAFTAR PUSTAKA... 40
LAMPIRAN... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spesifikasi satelit MODIS... 15
2. Kegunaan utama dan panjang gelombang kanal sensor
MODIS... 16
3. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk aqua MODIS... 20
4. Periode fluktuasi SPL dan klorofil-a periode juli 2002- mei
2007... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Rantai makanan pada ekosistem laut... 5
2. Peta wilayah penelitian... 17
3. Diagram alir pengolahan gambar sebaran konsentrasi klorofil-a
dan distribusi SPL... 19
4. Distribusi SPL rata-rata bulanan periode juli 2002-mei 2007...
25
5. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode juli 2002 – mei 2007.... 26
6. Sebaran klorofil-a rata-rata bulanan juli 2002-mei 2007... 28
7. Fluktuasi klorofil-a rata-rata bulanan periode juli 2002- mei 2007...
29
8. Spektrum densitas energi klorofil-a dan SPL... 32
9. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan tongkol... 33
10. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan cakalang... 33
11. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol...
35
12. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang...
APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK
ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN
JAWA BARAT
Oleh: Nurlaila Fitriah
C64103051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL
TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 September 2008
RINGKASAN
NURLAILA FITRIAH. Aplikasi Data Inderaan Multispektral untuk
Estimasi Kondisi Perairan dan Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selatan Jawa Barat ; dibawah bimbingan DJISMAN
MANURUNG dan JONSON L. GAOL.
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi distribusi ikan pelagis, klorofil-a dan suhu permukaan laut (SPL) merupakan faktor yang paling banyak digunakan sebagai indikator keberadaan ikan pelagis. Estimasi klorofil-a dan SPL dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi
klorofil-a dan SPL Perairan Selatan Jawa Barat dengan menggunakan citra satelit serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis.
Lokasi penelitian terletak di perairan selatan Jawa bagian barat yaitu pada koordinat : 104° BT - 107° BT dan 5° LS - 9° LS dengan wilayah kajian pada koordinat 104.4° BT - 106.5° BT dan 6.8° LS - 7.8° LS. Citra yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 3. Algoritma yang digunakan untuk estimasi konsentrasi klorofil-a adalah OC3M. Analisis temporal klorofil-a dan SPL dilakukan dengan metode deret waktu. Untuk melihat hubungan antara klorofil-a dan SPL dengan hasil tangkapan dilakukan analisis secara deskriptif dan analisis statistik nonparametrik (korelasi Pearson).
Rata-rata SPL tahun 2002-2007 berkisar antara 25 °C - 31 °C. SPL yang dominan pada wilayah penelitian adalah 29 °C - 30 °C. Pada Agustus dan September 2006 terjadi IODM, dimana SPL lebih dingin dari biasanya. Secara umum kisaran klorofil-a di wilayah penelitian sebesar 0,14 mg/m3-1,37 mg/m3. Kisaran yang dominan pada wilayah penelitian antara 0,40 mg/m3-1,00 mg/m3.
Spektrum densitas energi klorofil-a menunjukkan adanya fluktuasi antar tahunan dengan periode 30 dan 20 bulan. Selain itu, fluktuasi tahunan klorofil-a terjadi pada periode 15, 12, dan 10 bulan. Untuk SPL, nilai densitas energi menunjukkan fluktuasi antar tahunan dan tahunan. Periode antar tahunan yang terjadi adalah 30, dan 20 bulan, sedangkan periode tahunan yang terjadi adalah 15, 12, dan 10 bulan.
Secara deskriptif dapat ditunjukkan adanya waktu tunda kenaikan antara konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang, umumnya 1 bulan. Hasil tangkapan tongkol dan cakalang naik saat SPL turun. Hasil analisis non parametrik, nilai P-Value untuk SPL dengan hasil tangkapan tongkol < 0,05, artinya tidak ada hubungan antara SPL dengan hasil tangkapan tongkol. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi Pearson yang negatif. P-Value SPL dengan hasil tangkapan cakalang, klorofil-a dengan tongkol dan cakalang nilainya >0,05, artinya ada hubungan antara kedua peubah. Selain itu, nilai korelasi Pearson yang didapat bernilai positif.
APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK
ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN
JAWA BARAT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nurlaila Fitriah
C64103051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul Skripsi : APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Nama Mahasiswa : Nurlaila Fitriah
Nomor Pokok : C64103051
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si. NIP. 130 682 133 NIP.131 953 479
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul APLIKASI DATA INDERAAN
MULTISPEKTRAL DALAM ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI
SELATAN JAWA BAGIAN BARAT disusun sebagai salah satu syarat kelulusan
pada program sarjana.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua, kakak dan adik-adik yang telah memberikan semangat,
motivasi serta kasih sayang.
2. Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban
Gaol, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan.
3. Ibu Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Nyoman M.
Natih, M.Sc atas kesediaannya menjadi dosen penguji tamu dan program
studi.
4. BAKOSURTANAL (badan koordinasi survei dan pemetaan nasional)
yang telah memberikan dukungan moril dan materil.
5. Rekan-rekan ITK 40, dan seluruh warga ITK terima kasih atas
kebersamaannya selama masa perkuliahan.
6. Liza, Thia, Devi, Mba Ria, Fina, Loly, Ana, Vivi, dan Adhe, terima kasih
atas kebersamaannya selama 4 tahun.
7. Rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun akan bermanfaat bagi penulis dalam
perbaikan di kemudian hari.
Bogor, 17 September 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... i
DAFTAR GAMBAR... ii
DAFTAR LAMPIRAN... iii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar belakang... 1
1.2 Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1 Ikan pelagis ... 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1 Distribusi SPL secara spasial dan temporal ... 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
DAFTAR PUSTAKA... 40
LAMPIRAN... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spesifikasi satelit MODIS... 15
2. Kegunaan utama dan panjang gelombang kanal sensor
MODIS... 16
3. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk aqua MODIS... 20
4. Periode fluktuasi SPL dan klorofil-a periode juli 2002- mei
2007... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Rantai makanan pada ekosistem laut... 5
2. Peta wilayah penelitian... 17
3. Diagram alir pengolahan gambar sebaran konsentrasi klorofil-a
dan distribusi SPL... 19
4. Distribusi SPL rata-rata bulanan periode juli 2002-mei 2007...
25
5. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode juli 2002 – mei 2007.... 26
6. Sebaran klorofil-a rata-rata bulanan juli 2002-mei 2007... 28
7. Fluktuasi klorofil-a rata-rata bulanan periode juli 2002- mei 2007...
29
8. Spektrum densitas energi klorofil-a dan SPL... 32
9. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan tongkol... 33
10. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan cakalang... 33
11. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol...
35
12. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Menu utama SeaDAS……… 42
2. Menu Seadisp……… 42
3. Contoh data ASCII……… 43
4. Rata-rata SPL dan konsentrasi klorofil-a juli 2002–mei 2007... 44
5. Hasil tangkapan tongkol dan cakalang………. 46
6. Pola arus permukaan pada musim barat……...………. 48
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Potensi yang ada dalam laut Indonesia sangat banyak, baik sumber daya
alam hayati maupun sumber daya alam non hayati. Sumber daya alam hayati
salah satunya adalah sumber daya ikan. Sumber daya ikan adalah semua jenis
ikan dan biota non ikan lainnya, termasuk udang dan rumput laut. Secara
operasional, penangkapan sumber daya ikan dikelompokkan ke dalam; sumber
daya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal/udang dan non ikan lainnya,
seperti cumi-cumi, kerang, tiram, teripang, dan rumput laut. Sumber daya ikan
pelagis adalah jenis-jenis ikan yang hidup di permukaan atau dekat permukaan
perairan. Sumber daya ikan pelagis kecil yang paling umum antara lain adalah
layang, kembung, selar, tembang, lemuru, teri, dan ikan terbang, sedangkan ikan
pelagis besar antara lain adalah tongkol, tenggiri, tuna, dan cakalang.
Keberadaan ikan pada suatu perairan berhubungan dengan
parameter-parameter oseanografi perairan seperti suhu, salinitas, arus, dan kelimpahan
fitoplankton atau sumber makanannya. Informasi mengenai parameter-parameter
oseanografi sangat dibutuhkan untuk pengelolaan sumber daya ikan secara
optimum dan lestari. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara pengukuran
insitu. Cara ini sangat tidak efisien, menghabiskan biaya yang banyak dan
memakan waktu yang lama.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, teknologi
penginderaan jauh untuk sumberdaya kelautan juga berkembang pesat. Walaupun
tingkat akurasi estimasi nilai parameter-parameter oseanografi dari sensor satelit
cukup efisien dan efektif digunakan untuk memantau kondisi parameter-parameter
oseanografi. Salah satu kelebihan teknologi ini adalah dapat mencakup wilayah
yang luas.
Saat ini di Indonesia telah berkembang aplikasi data multi spektral untuk
pemetaan zona potensial penangkapan ikan (ZPPI), seperti yang telah dilakukan
oleh balai riset kelautan dan perikanan (BRKP). Sebelum sistem ZPPI
dipublikasikan, ada baiknya mengkaji terlebih dahulu sejauh mana hubungan
antara parameter-parameter oseanografi dengan distribusi ikan. Salah satu faktor
yang diduga berhubungan dengan keberadaan ikan adalah kelimpahan
fitoplankton dan suhu permukaan laut (SPL). Penginderaan jauh dapat melihat
kelimpahan fitoplankton melalui kandungan klorofil-a. Oleh karena itu dalam
penelitian ini akan dikaji kondisi kelimpahan klorofil-a dan distribusi SPL dan
hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi temporal dan spasial
konsentrasi klorofil-a dan SPL perairan Selatan Jawa Barat dengan menggunakan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan pelagis
Ikan pelagis merupakan ikan yang tidak terikat pada pantai atau
perairan pantai sebagai persyaratan hidupnya, dapat menyebar luas
pada daerah-daerah dengan kondisi lingkungan yang sesuai dalam
usaha pencarian dan penemuan makanan (Gunarso dan Bahar, 1990).
Daerah yang paling banyak diminati ikan pelagis yaitu daerah yang masih
mendapatkan cahaya matahari yang dikenal dengan daerah fotik, yaitu bagian dari
kawasan pelagik yang masih mendapatkan cahaya matahari. Suhu optimal bagi
ikan pelagis berkisar antara 28 °C - 30 °C. Perbatasan bawahnya adalah batas
tembusnya cahaya matahari dan kedalamannya bervariasi tergantung kejernihan
air. Pada umumnya perbatasan bawah terletak pada kedalaman 100-150 m
(Nybakken, 1992).
Ben-Yami (1980) in Hermadi (2001) berpendapat bahwa kondisi perairan
dapat membantu gerombolan ikan untuk berkumpul terutama gerombolan ikan
pelagis yang terbentuk pada permukaan air, mungkin terdapat pada daerah yang
kondisi perairannya sebagai berikut:
1. Terjadi pertemuan massa air yang berbeda suhunya, kemudian bercampur dan
bersama-sama membentuk suhu permukaan dengan lapisan permukaan yang
dangkal.
2. Perairannya kaya akan sumber hara yang terbawa dari ke dalam air ke atas
3. Perairan lokalnya mengalami proses peradukan yang terjadi di sekitar
kepulauan, semenanjung, lereng curam, dan bentuk topografi lainnya.
3
Penyebaran ikan pelagis secara horizontal banyak dipengaruhi oleh
daratan, sehingga ikan-ikan ditemukan pada daerah neritik yaitu daerah yang
mencakup massa air yang terletak di paparan benua. Daerah ini banyak
mendapatkan makanan dari daratan yang disukai oleh ikan-ikan pelagis, selain itu
juga daerah ini tidak terlalu dalam sehingga perairannya cenderung selalu hangat.
Salah satu jenis ikan pelagis (ikan cakalang) hidup pada perairan dengan
kadar salinitas antara 33 ‰-35 ‰. Ikan pelagis jarang dijumpai pada perairan
dengan kadar salinitas yang lebih rendah atau lebih tinggi dari itu (Clever dan
Shimada, 1950 in Hermadi, 2001).
Perairan merupakan suatu sistem yang dinamis yang selalu berubah. Salah
satu penyebabnya adalah adanya upwelling yang terjadi karena perbedaan suhu
yang mencolok antara lapisan air permukan dengan kolom air dibawahnya.
Percampuran massa air ini akan mengakibatkan pengkonsentrasian plankton yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pengkonsentrasian ikan-ikan pelagis.
Plankton mengadakan migrasi harian secara vertikal dengan menggunakan
berbagai macam mekanisme. Pola pergerakan plankton ini akan diikuti pola
Sumber : Laevastu dan Hayes, 1981
Gambar 1. Rantai makanan pada ekosistem laut
Gambar 1 merupakan gambar skematik rantai makanan dalam ekosistem
laut. Rantai makanan di ekosistem laut sebenarnya sangat rumit. Komposisi
makanan yang dikonsumsi bervariasi tergantung umur spesimen, lokasi, musim,
dan sebagian besar ditentukan oleh ketersediaan makanan. Hubungan antara
ukuran makanan dengan predator merupakan faktor penentu komposisi makanan
(Laevastu dan Hayes, 1981). Pada Gambar 1 terlihat bahwa fitoplankton
merupakan produsen primer di laut. Fitoplankton akan dimakan oleh hewan
herbivora yang merupakan produsen sekunder, yaitu zooplankton. Kemudian
zooplankton dimangsa oleh hewan karnivora yang lebih besar sebagai produsen
tersier, pada gambar ini adalah ikan demersal dan ikan pelagis kecil. Selanjutnya
ikan pemakan plankton akan dimangsa oleh hewan karnivora yang lebih besar
Menurut Laevastu dan Hayes (1981), makanan ikan di laut dapat
diklasifikasi menjadi pelagis (plankton dan nekton, keduanya berada di dalam
massa air), bentik (diatas atau di dasar perairan), dan nekton (organisme yang
dapat berenang) termasuk ikan dan ikan besar yang memakan ikan kecil. Pola
makan ikan sangat bervariasi dari spesies yang satu dengan spesies yang lainnya.
2.2. Konsentrasi Klorofil-a dan SPL Sebagai Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis
2.2.1. Fitoplankton dan klorofil-a
Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air
laut serta mampu berfotosintesis (Nybakken, 1992). Fitoplankton dapat
ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman
dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis
(Nontji, 2002).
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melakukan reaksi fotosintesis, dimana air dan karbon dioksida dengan adanya
cahaya matahari dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik
seperti karbohidrat. Fitoplankton mampu membentuk zat organik dan zat
anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen primer (Nontji, 2002).
Fitoplankton sebagai produsen primer merupakan pangkal rantai makanan
dan merupakan dasar yang mendukung kehidupan seluruh organisme lainnya
(Nontji, 2002). Menurut Raymont (1963) in Nontji (1984), ada suatu hubungan
positif antara kelimpahan fitoplankton dengan kesuburan perairan, yaitu jika
kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung
Produktivitas primer yang subur umumnya terdapat pada perairan sekitar
muara sungai atau perairan lepas pantai dimana terjadi upwelling. Pada kedua
lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara kedalam
lingkungan tersebut. Di depan muara sungai banyak zat hara masuk dari daratan
yang dialirkan dari sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang
kaya terangkat dari lapisan yang lebih dalam kearah permukaan (Nontji, 2002).
Klorofil-a adalah zat hijau daun yang terkandung dalam tumbuhan.
Klorofil-a merupakan pigmen yang mampu melakukan fotosintesis yang terdapat
pada seluruh organisme fitoplankton (Barnes dan Hughes, 1988). Jumlah
klorofil-a yklorofil-ang terdklorofil-apklorofil-at di lklorofil-aut umumnyklorofil-a dklorofil-apklorofil-at dilihklorofil-at dklorofil-ari jumlklorofil-ah fitoplklorofil-ankton yklorofil-ang
terdapat di perairan tersebut. Absorbsi cahaya maksimum oleh klorofil-a bersama
pelarutnya terjadi pada panjang gelombang 430nm dan 663nm (Lee, 1980).
Cahaya sangat penting peranannya dalam kelangsungan proses fotosintesis yang
dilakukan oleh fitoplankton. Fitoplankton yang reproduktif hanya terdapat di
lapisan-lapisan air teratas, dimana intensitas cahaya masih cukup untuk
melangsungkan proses fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut
yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat
berlangsung, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain
absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan
cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan musim (Nybakken, 1992).
Menurut Nontji (1984), berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
besarnya biomassa, produktivitas ataupun suksesi fitoplankton antara lain adalah
cahaya, salinitas, dan hara. Nybakken (1992) menambahkan satu faktor baru yang
paduan semua faktor yang menggerakkan massa air laut dan samudra, seperti arus,
perpindahan massa air ke atas (upwelling) dan difusi.
Amri (2002) melakukan penelitian di perairan Selat Sunda (termasuk
selatan Jawa Barat) untuk menganalisa kondisi oseanografi perairan Selat Sunda
dan hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis. Didapatkan kesimpulan
bahwa kondisi paling subur adalah pada musim timur dan musim peralihan 2
kondisi perairan sangat subur (kandungan klorofil-a 2,00-3,50 mg/m3 dan
1,00-3,00 mg/m3) lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode musim barat dan
musim peralihan 1 yang kurang subur (kandungan klorofil-a 1,00-2,00 mg/m3 dan
1,00-2,00 mg/m3). Berdasarkan analisa hubungan antara konsentrasi klorofil-a
dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil terlihat bahwa dengan kandungan
klorofil-a yang tinggi , maka hasil tangkapan ikan pelagis juga tinggi.
2.2.2. Suhu permukaan laut (SPL)
Suhu adalah besaran yang menyatakan banyaknya bahang yang
terkandung dalam suatu benda. Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting
bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi baik metabolisme
maupun perkembangbiakan organisme di lautan (Hutabarat dan Evans, 1985).
Suhu dapat mempengaruhi proses fotosintesis di laut, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Nontji, 1984). Pengaruh langsung karena reaksi kimia
enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu.
Steeman-Nielsen (1975) in Nontji (1984) menunjukkan bahwa dengan
peningkatan suhu 10 °C (dari 10 °C ke 20 °C) akan menaikkan laju fotosintesis
Pengaruh suhu tak langsung adalah karena suhu akan menentukan struktur
hidrologis suatu perairan yang mempengaruhi distribusi fitoplankton. Suhu dan
salinitas mempengaruhi densitas. Semakin dalam perairan, suhunya semakin
rendah dan salinitas semakin meningkat, sehingga densitas juga meningkat yang
selanjutnya akan mengurangi laju penenggelaman fitoplankton (Nontji, 1984;
Tomascik et al., 1997). Jadi, jumlah fitoplankton akan menurun seiring dengan
meningkatnya densitas.
Suhu permukaan air banyak mendapat perhatian dalam kajian kelautan
karena data suhu ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari gejala-gejala fisika di
dalam laut seperti keberadaan thermal front, upwelling, ataupun dalam kaitannya
dengan kehidupan hewan atau tumbuhan (Nontji, 2002). Selain itu suhu
permukaan juga merupakan indikator proses yang terjadi pada lapisan dibawahnya
(Laevastu dan Hayes, 1981).
Lapisan air di permukaan akan lebih hangat karena menerima radiasi
matahari pada siang hari. Lapisan ini memiliki ketebalan tertentu sebelum
mencapai lapisan yang lebih dingin di bawahnya. Suhu air di lapisan ini
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara,
kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh karena
itu suhu dipermukaan biasanya mengikuti pola musiman. Sebagai contoh pada
musim pancaroba, angin biasanya lemah dan laut sangat tenang, sehingga proses
pemanasan dipermukaan dapat terjadi dengan lebih efektif. Akibatnya suhu
lapisan permukaan mencapai maksimum pada musim pancaroba (Nontji, 2002).
Ikan pelagis akan berenang agak sedikit ke dalam pada waktu suhu permukaan
pelagis akan bergerak menghindari suhu yang lebih tinggi atau mencari daerah
yang kondisi suhunya lebih rendah (Laevastu dan Hella, 1970).
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis ternyata bertindak sebagai faktor
penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian dan
pengelompokkan ikan serta untuk menentukan dan penilaian daerah penangkapan
ikan. Suhu optimum untuk ikan pelagis di Indonesia berkisar antara 28 °C-30 °C
(Gunarso, 1988).
Menurut Amri (2002), SPL di perairan Selat Sunda (termasuk selatan Jawa
Barat) pada musim barat dan awal musim peralihan 1 lebih dingin (27 °C - 29 °C),
sebaliknya SPL musim timur dan musim peralihan 2 lebih hangat (29 °C - 30,50
°C). Berdasarkan analisa hubungan antara kondisi oseanografi dengan hasil
tangkapan ikan pelagis kecil terlihat bahwa dengan suhu optimum dan kandungan
klorofil-a tinggi maka hasil tangkapan ikan pelagis juga tinggi.
2.3. Kondisi Oseanografi Selatan Jawa
Kondisi arus permukaan di perairan Indonesia dipengaruhi oleh angin.
Angin yang utama berhembus di perairan Indonesia adalah angin musim
(monsoon) yang dalam setahun terjadi dua pembalikan arah yang disebut angin
musim barat dan angin musim timur (Nontji, 2002). Musim barat terjadi sekitar
bulan Desember sampai Februari, pada musim ini pada umumnya angin bertiup
sangat kencang dan curah hujan tinggi. Pada musim barat, pola arus permukaan
perairan Indonesia bergerak dari Laut Cina Selatan ke Laut Jawa, kemudian
bergerak ke Laut Flores menuju Laut Banda. Musim timur terjadi sekitar bulan
rendah. Musim timur umumnya dikenal sebagai musim kemarau, dimana angin
akan kembali bergerak menuju Laut Cina Selatan (Wyrtki, 1961).
Di sebelah Selatan Jawa terdapat arus besar yang mengarah ke barat
sepanjang tahun, yaitu Arus Katulistiwa Selatan (AKS). Arus tersebut mengalir
mulai dari posisi geografis (10º LS, 100º BT) sampai Laut Madagaskar dan
merupakan arus dangkal yang dalamnya kurang dari 200 meter (Wyrtki, 1961).
Pada bulan Desember- Maret di perairan Selatan Jawa berhembus Angin
Muson Barat Laut. Angin ini mendesak dan menggeser poros gerak AKS ke arah
selatan. Pada perairan Selatan Jawa selajutnya berkembang arus sempit yang
menyusuri pantai ke arah timur, berlawanan arah dengan AKS. Arus ini dikenal
dengan nama Arus Pantai Jawa (APJ), dan merupakan perpanjangan dari Arus
Pantai Barat Sumatera. Arus ini paling intensif pada akhir musim barat , yaitu
pada bulan Maret dimana Angin Muson Barat laut berkembang penuh (Wyrtki,
1961). Menurut Soeriatmadja (1957) in Farita (2006), APJ berkembang dari
bulan November sampai Juni dan mencapai puncaknya pada bulan Februari
sampai Maret. APJ berada pada kedalaman 0-250 meter dan lebarnya sekitar
100-160 km, mulai dari pesisir selatan Jawa sampai sekitar 10 ºLS.
Quadfasel dan Cresswell (1992) in Farita (2006) menyatakan bahwa APJ
pada lapisan permukaan membawa massa air yang hangat (lebih dari 27,50 ºC)
dengan salinitas rendah (kurang dari 34,0 psu). Massa air yang dibawa APJ di
perairan Barat Daya Sumatera berasal dari Arus Sakal Samudera Hindia,
sedangkan massa air yang dibawa oleh APJ di perairan selatan Jawa-Sumbawa
berasal dari Pantai Barat Daya Sumatera dan juga dari Laut Jawa yang masuk
Quadfasel dan Cresswell (1992) in Farita (2006) juga menyatakan bahwa
Gelombang Kelvin dapat memodulasi APJ. Pada bulai Mei arus bertambah cepat
dan pada bulan November APJ berbalik arah ke arah tenggara secara mendadak,
melawan arah Angin Muson Tenggara. Sebaliknya pada bulan Juni-September,
Angin Muson Tenggara yang berkembang penuh mendorong AKS sehingga poros
geraknya bergeser ke utara mendekati pantai selatan Pulau Jawa dan mendesak
APJ. Hal ini menyebabkan APJ menghilang pada pertengahan dan akhir musim
timur (Wyrtki, 1961).
Wyrtki (1961) menyatakan bahwa antara bulan Mei sampai dengan bulan
Agustus terjadi penaikan massa air (upwelling) di selatan Jawa-Sumbawa.
Penaikan massa air ini terjadi akibat angin yang berhembus terus-menerus.
Dengan kecepatan yang cukup besar dalam waktu yang cukup lama. Akibat
adanya proses penaikan massa air, air laut di permukaan mempunyai suhu rendah,
salinitas dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
sebelum terjadinya proses penaikan massa air ataupun dengan massa air
sekitarnya (Sverdrup et al., 1942).
2.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang
dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Pendugaan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut menggunakan
kisaran cahaya tampak (visible) dan inframerah (infrared). Warna air laut (ocean
warna air laut digunakan untuk menduga konsentrasi klorofil-a. Menurut
Robinson (1985) perairan dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe perairan 1 dan tipe
perairan 2. Perairan tipe 1 merupakan perairan dimana komponen optik
didominasi oleh fitoplankton dan produk-produk degradasinya. Perairan tipe 2
didominasi oleh sedimen tersuspensi (suspended sediment) non organik dan atau
yellow substant. Pendugaan konsentrasi klorofil termasuk ke dalam tipe perairan
1, dimana pantulan minimum terjadi pada panjang gelombang 0,44µm (biru) dan
0,66µm (merah) . Warna perairan yg terlihat melalui teknologi penginderaan jauh
merupakan hasil pembauran cahaya oleh permukaan perairan. Perairan yang
produktif berwarna biru-hijau (turquoise) atau merah, sedangkan perairan yg
berwarna biru gelap merupaka perairan dengan kesuburan rendah (Stewart, 1985).
Penentuan SPL dari satelit pengukuran dilakukan dengan radiasi inframerah
pada panjang gelombang 3 µm-14 µm. Pengukuran spektrum inframerah yang
dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada
lapisan permukaan sampai kedalaman 0,1 mm (Robinson, 1985).
Penelitian tentang sebaran suhu permukaan laut pada awalnya menggunakan
kanal inframerah jauh dari satelit NOAA-AVHRR (national oceanic athmosphere
and administration - advanced very high resolution radiometer) yang terdiri dari
5 kanal. Namun dengan diluncurkannya satelit baru, yakni satelit AQUA yang
membawa sensor multi spektral MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer), pengamatan tersebut dicoba dengan menggunakan citra
MODIS.
Haq (2007) melakukan penelitian untuk menganalisis ketelitian estimasi
Jawa didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8977, hal ini menunjukkan
bahwa SPL estimasi citra dapat menjadi penduga yang baik dalam menduga SPL
insitu. Yusuf (2007) melakukan penelitian untuk membandingkan data estimasi
klorofil-a sensor MODIS satelit Aqua MODIS dengan data insitu, didapatkan
persamaan regresi y = 0,3118 x + 0,1746 dengan koefisien korelasi 0,72 dan
determinasi sebesar 51,71 %. Hal ini menunjukkan bahwa estimasi nilai klorofil-a
sensor MODIS dapat digunakan sebagai penduga yang baik untuk menduga nilai
klorofil-a insitu.
Teknik penginderaan jauh memiliki kemampuan yang tinggi dalam
menganalisis areal yang luas dan sulit ditempuh dengan cara konvensional dalam
waktu yang singkat. Kelebihan teknik penginderaan jauh ini sangat berguna
untuk kegiatan pengkajian dan monitoring sumberdaya alam di seluruh dunia baik
darat maupun di laut.
2.2. Satelit MODIS
Instrument MODIS telah dikembangkan sejak pertengahan 1995. Sejak
saat itu, dua unit penerbangan angkasa Protoflight Model (PFM) membawa satelit
Terra dan flight model 1 (FM 1) membawa satelit Aqua telah berhasil
diluncurkan. Satelit Aqua MODIS diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002.
Instrument MODIS dibuat oleh NASA (national aeronautics and space
administration). Adapun spesifikasi MODIS dapat dilihat pada Tabel 1,
Tabel 1. Spesifikasi Satelit MODIS
Orbit:
705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m. ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular
Scan Rate: 20.3 rpm, cross track
Swath Dimensions:
2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir)
Telescope: 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with
intermediate field stop
Size: 1.0 x 1.6 x 1.0 m
Weight: 228.7 kg
Power: 162.5 W (single orbit average)
Data Rate: 10.6 Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps (orbital average)
Quantization: 12 bits
250 m (bands 1-2) 500 m (bands 3-7) Spatial
Resolution:
1000 m (bands 8-36)
Design Life: 6 years
Tabel 2. Kegunaan utama dan panjang gelombang kanal sensor MODIS
Kegunaan utama Kanal Panjang gelombang
(nm)
Cirrus Clouds Water Vapor
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian terletak di perairan selatan Jawa bagian barat yaitu pada
koordinat : 104° BT - 107° BT dan 5° LS - 9° LS. Wilayah kajian sebaran
konsentrasi klorofil-a dan SPL ini terletak di perairan selatan Jawa Barat yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Adapun wilayah kajian terletak
pada koordinat 104.4° BT - 106.5° BT dan 6.8° LS - 7.8° LS (Gambar 2), wilayah
ini merupakan daerah penangkapan ikan para nelayan Pelabuhan Ratu.
Gambar 2. Peta Wilayah Penelitian.
Pemrosesan citra satelit dilakukan di Laboratorium Komputer
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Proses ini berlangsung pada bulan Agustus 2007.
3.2. Bahan dan alat penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra satelit Aqua
MODIS dan data hasil tangkapan ikan pelagis. Data citra yang digunakan adalah
citra level 3 rata-rata bulanan,yakni citra sebaran klorofil-a dan SPL Juli 2002
sampai dengan Mei 2007. Pengumpulan data citra MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) dengan cara download pada situs NASA, yaitu
http://modis.gfsc.nasa.gov/data. Data hasil tangkapan ikan pelagis yang
digunakan adalah data hasil tangkapan Juli 2002 sampai dengan Mei 2007, dan
diperoleh dari pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Pelabuhan Ratu.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
beserta perlengkapannya seperti printer, dengan perangkat lunak seperti SeaDas
4.7, Surfer 8.0, Microsoft Office 2003, dan Minitab14.
3.3. Metode pengolahan citra
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data MODIS adalah
pemilihan citra, pemotongan citra (cropping), pengolahan data konsentrasi
klorofil-a, pengolahan data SPL, anotasi citra, dan citra sebaran klorofil-a dan
Mulai
Citra level 3
Buka data ASCII
Pemotongan citra /
cropping
Anotasi
Selesai
Citra rataan sebaran konsentrasi klorofil-a dan
SPL
Keluarkan data ASCII
SeaDAS 4.7
Surfer 8.0
Gambar 3. Diagram alir pengolahan gambar sebaran konsentrasi klorofil-a dan
distribusi SPL.
Citra setelit yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Aqua
MODIS level 3, dimana pada level ini sudah terkoreksi radiometrik maupun
geometrik dengan resolusi 4 km. Citra yang dipilih adalah citra rata-rata bulanan
selama lima tahun, yaitu tahun Juli 2002-Mei 2007.
Citra satelit MODIS diolah dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS
4.7. Proses pengolahan citra MODIS untuk level 3 ini digunakan program
menu utama SeaDAS (Lampiran 1). Citra level 3 ini merupakan file dalam
bentuk format hierachical data format (HDF). Penerapan algoritma pada level 3
ini sudah dilakukan secara otomatis.
Untuk estimasi konsentrasi klorofil-a digunakan algoritma OC3M
(O'Reilly et al., 2000). Persamaannya adalah :
10
Algoritma yang digunakan untuk mendapatkan nilai SPL adalah sebagai
berikut :
Modis_SST = C1 + C2*T31 + C3*T31-32 + C4*(sec(ө) – 1)* T31-32
dimana :
T31,T32 = Brightness temperatur dari kanal 31 dan kanal 32
ө = sudut Zenith satelit
Konstanta (C1, C2, C3 dan C4) dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Koefisien Kanal 31 dan 32 untuk Aqua MODIS Koefisien T30-T31 ≤
0.7
T30 – T31 > 0,7
C1 1,11071 1,196099
C2 0,9586865 0,9888366
C3 0,1741229 0,1300626
C4 1,876752 1,627125
Kualitas output citra dari SeaDAS 4.7 masih rendah,sehingga digunakan
data ASCII (american standart code for information interchange) (Lampiran 3)
untuk membuat output baru sebaran klorofil-a dan SPL. Data ASCII tersebut
digunakan kembali pada software Surfer 8.0 untuk membuat output sebaran
klorofil-a dan SPL yang baru.
3.4. Analisis data
3.4.1. Analisis spasial
Analisis spasial dilakukan secara visual dan dilakukan untuk mengetahui
sebaran klorofil-a dan distribusi SPL. Agar memudahkan analisis maka citra
ditampilkan dalam bentuk kontur dan degradasi warna.
3.4.2. Analisis temporal
Analisis deret waktu ini dilakukan untuk mengidentifikasi variasi dari
konsentrasi klorofil-a dan SPL di daerah penelitian.
Spektrum densitas energi dapat dicari dengan metode Fast Fourier
Transform (FFT ), dengan perumusan sebagai berikut (Bendat dan Piersol, 1971)
...(1) X(f ) x exp[ i 2 ]
t = 0, 1, 2,…….N-1
i = bilangan imaginer
N = jumlah pengamatan
Nilai densitas energi spektrum (Sx) dihitung dengan rumus:
Sx = Nilai densitas energi satu rekaman data deret waktu (xt)
h = selang waktu pencatatan data (1 bulan)
N = jumlah pengamatan
X(fk) = Komponen Fourier dari data deret waktu (xt) pada
frekuensi
ke-k (fk)
3.4.3. Analisis hubungan konsentrasi klorofil-a dan SPL dengan hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang
3.4.3.1. Analisis deskriptif
Analisis hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan SPL dengan hasil
tangkapan ikan tongkol dan cakalang dilakukan secara deskriptif, dengan
3.4.3.2. Analisis non parametrik
Hasil plot data tangkapan ikan pelagis menunjukkan bahwa data tidak
menyebar normal, sehingga analisis parametric tidak dapat digunakan. Oleh
karena itu untuk melihat korelasi antara SPL dan klorofil-a dengan hasil
tangkapan ikan pelagis digunakan korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
linier antara SPL dan klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan pelagis.
Adapun rumus korelasi Pearson sebagai berikut (Walpole, 1988):
(
)(
)
Y = hasil tangkapan ikan pelagis
Hipotesis :
H0 : X dan Y berhubungan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi SPL secara spasial dan temporal
Pola pergerakan distribusi SPL mengikuti pola arus yang ada di perairan
selatan Jawa dan sekitarnya. SPL yang hangat pada musim barat berasal dari
pantai barat daya Sumatera yang terbawa oleh Arus Sakal Katulistiwa (ASK).
Kemudian arus ini mengalir dekat pantai selatan Jawa sebagai Arus Pantai Jawa
(APJ)(Lampiran 6). SPL menjadi tinggi di perairan selatan Jawa diduga akibat
berkembangnya APJ yang mengalir ke perairan selatan Jawa dari perairan barat
Sumatera yang membawa massa air hangat, sedangkan SPL yang dingin pada
musim timur, diduga karena adanya intrusi massa air dingin dari perairan
subtropis (perairan Australia), hal ini dapat dilihat dari gambar distribusi SPL dan
diperjelas dengn pola arus permukaan pada musim timar (Lampiran 7), dimana
datangnya massa air dingin dari arah tenggara (Gambar 4).
Suhu permukaan yang relatif tinggi ini juga diduga akibat Gelombang
Kelvin . Gelombang Kelvin yang dimaksud disini adalah coastally-trapped
downwelling Kelvin wave. Gelombang Kelvin tersebut membawa massa air
permukaan hangat dari ekuatorial Samudera Hindia pada musim-musim peralihan
(Sprintall et al., 2000 in Farita, 2006).
Pola distribusi citra SPL dapat menunjukkan fenomena oseanografi seperti
upwelling, front, dan pola arus permukaan. Daerah yang mempunyai
fenomena-fenomena seperti tersebut di atas umumnya merupakan perairan yang subur.
Fenomena upwelling di sepanjang pantai Selatan Jawa muncul pada bulan
Juni-September. Pada saat itu, angin bertiup dari tenggara (Australia) dan memacu
Berdasarkan SPL rata-rata bulanan tahun 2002-2007, secara umum SPL
berkisar antara 25 °C – 31 °C. Pada bulan desember hingga mei kisaran SPL di
wilayah penelitian adalah 30 °C. Umumnya SPL yang lebih hangat mengisi
perairan dekat ekuator, semakin jauh dari ekuator SPL semakin rendah. Pada
bulan Juni SPL mulai dingin, SPL berada pada kisaran 29 °C - 28 °C. SPL dingin
datang dari arah perairan subtropis (Australia), SPL dingin ini semakin lama
sampai ke perairan selatan Jawa Barat hingga perairan Barat Sumatera. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 4 dari bulan juni hingga oktober.
2002 2003 2004 2005 2006 2007
SPL
(
°C
)
SPL (°C)
Gambar 5. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode juli 2002 – mei 2007
Fluktuasi SPL yang terlihat (Gambar 5) berkisar antara 25 °C – 31 °C.
SPL cenderung rendah sekitar bulan juli hingga oktober, dan cenderung tinggi
sekitar bulan Maret hingga Mei. Pola ini selalu berulang tiap tahunnya. Fluktuasi
tersebut mengikuti pola musiman yang ada di Indonesia. Terjadi penurunan SPL
yang sangat drastis pada bulan Agustus hingga Oktober. Kejadian ini merupakan
Samudera Hindia dimana SPL yang lebih rendah dari biasanya ditemukan di lepas
pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di sebagian besar barat
Samudera Hindia (JAMSTEC in Iskandar, 2008). Nilai rata-rata SPL dari bulan
Juli 2002 – Mei 2007 dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.2. Sebaran klorofil-a secara spasial dan temporal
Sebaran konsentrasi klorofil-a dibuat dalam rata-rata bulanan periode Juli
2002 hingga Mei 2007. Berdasarkan Gambar 6, sebaran klorofil-a dapat dilihat
pergerakan konsentrasi klorofil-a di selatan Jawa Barat. Pada bulan November
konsentrasi klorofil-a kisaran yang dominan adalah antara 0,001 mg/m3-0,4
mg/m3. Kisaran 0,2 mg/m3-0,4 mg/m3 memenuhi wilayah pesisir, sedangkan
kisaran 0,001 mg/m3-0,2 mg/m3 mendominasi wilayah yang agak jauh dari pesisir.
Dengan bertambahnya waktu, kisaran 0,2 mg/m3-0,4 mg/m3 semakin menghilang
ke arah barat laut. Pada bulan Januari kisaran 0,2 mg/m3-0,4 mg/m3 muncul
kembali dan menyebar rata di perairan selatan Jawa Barat. Kisaran klorofil-a
yang tinggi mulai muncul pada bulan Juni. Kisaran ini mengisi wilayah dekat
selatan Jawa Tengah, kemudian di bulan Juli menghilang dan muncul kembali
bulan Agustus dalam kisaran yang lebih tinggi dan menyebar luas di sepanjang
pesisir Jawa Barat. Kisaran klorofil-a yang tinggi ini bergerak dari perairan timur
Berdasarkan rata-rata klorofil-a tahun 2002-2007, secara umum kisaran
klorofil-a di wilayah penelitian sebesar 0,14 mg/m3-1,37 mg/m3. Secara spasial,
klorofil-a terkonsentrasi pada wilayah pesisir, dari ujung Pulau Jawa hingga ke
selatan Jawa Tengah. Wilayah pesisir masih mendapat pengaruh dari daratan
sehingga daerah ini kaya akan nutrien. Tingginya nutrien di pesisir
mengakibatkan produktivitas fitoplankton meningkat, sehingga klorofil-a tinggi.
Terlihat dari citra pada bulan Agustus hingga Oktober sebaran konsentrasi
klorofil-a sangat tinggi, kisarannya yang dominan antara 0,60 mg/m3-2,00 mg/m3.
Pada bulan November dan Desember merupakan sebaran konsentrasi klorofil-a
yang paling rendah, kisarannya antara 0,001 mg/m3-0,4 mg/m3.
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007
K
Gambar 7. Fluktuasi klorofil-a rata-rata bulanan periode Juli 2002- Mei 2007
Gambar 7 menunjukkan adanya fluktuasi klorofil-a di wilayah penelitian.
Fluktuasi ini terjadi karena perairan pesisir yang mendapat pengaruh besar dari
yaitu pada bulan Agustus, September, dan Oktober, dengan rata-rata klorofil-a
sebesar 0,98 mg/m3, 1,37 mg/m3, 1,08 mg/m3.
Berdasarkan grafik fluktuasi klorofil-a (Gambar 7) yang tersaji di atas,
nilai konsentrasi klorofil-a yang rendah biasanya terjadi pada musim barat hingga
musim peralihan 1, yaitu sekitar bulan Desember sampai Mei. Pada musim barat
pada umumnya angin bertiup sangat kencang dan curah hujan tinggi (Wyrtki,
1961), panas matahari tidak maksimal sehingga fotosíntesis tidak maksimal pula.
Sebaran nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi umumnya terjadi pada
akhir musim timur dan awal musim peralihan 2. Terjadi sekitar bulan Agustus
hingga bulan Oktober. Pada musim timur kondisi angin relatif tenang dan curah
hujan rendah. Kondisi pada musim peralihan 2 tidak berbeda jauh dengan musim
timur, pada musim peralihan 2 ini merupakan waktu dimana angin akan berbalik
arah, sehingga akan terjadi perubahan kondisi normal pada akhir musim.
Konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Agustus, September dan
Oktober. Kejadian ini diduga ada kaitannya dengan fenomena indian ocean
dipole mode (IODM). Peningkatan klorofil-a ini berkaitan dengan pengaruh suhu
tak langsung dengan fitoplankton. Suhu akan menentukan struktur hidrologis
suatu perairan yang mempengaruhi distribusi fitoplankton. Suhu dan salinitas
mempengaruhi densitas. Semakin dalam perairan, suhunya semakin rendah dan
salinitas semakin meningkat, sehingga densitas juga meningkat yang selanjutnya
akan mengurangi laju penenggelaman fitoplankton (Nontji, 1984; Tomascik et al.,
1997). Jadi, jumlah fitoplankton akan menurun seiring dengan meningkatnya
4.3. Variabilitas klorofil-a dan SPL
Nilai densitas energi dan periode signifikan dari fluktuasi klorofil-a dan
SPL disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Periode fluktuasi SPL dan klorofil-a periode Juli 2002- Mei 2007
Parameter Periode Signifikan
(bulan) Densitas Energi [°C/siklus per bulan]
30 48,02
Spektrum densitas energi klorofil-a menunjukkan adanya fluktuasi antar
tahunan dengan periode 30 dan 20 bulan. Selain itu, fluktuasi tahunan klorofil-a
terjadi pada periode 15, 12, dan 10 bulan. Nilai densitas energi SPL menunjukkan
fluktuasi antar tahunan dan tahunan. Periode antar tahunan yang terjadi adalah
30, dan 20 bulan, sedangkan periode tahunan yang terjadi adalah 15, 12, dan 10
bulan. Fluktuasi antar tahunan SPL ini diduga mengindikasikan pengaruh gaya
jarak jauh (remote-forcing) yang terjadi dalam bentuk fluktuasi angin di Samudera
Hindia bagian timur sehingga memodifikasi kekuatan angin periode tahunan di
selatan Jawa pada tahun-tahun tertentu yang dikenal dengan indian ocean dipole
mode IODM (Meyers, 1996; Saji et al.,2003 in Farita 2006). Fluktuasi tahunan
Gambar 8. Spektrum densitas energi klorofil-a dan SPL
Gambar 8 menunjukkan puncak tertinggi nilai spektrum densitas energi
klorofil-a adalah pada periode 12 bulan, begitu pula pada SPL, puncak tertinggi
energi terjadi pada periode 12 bulan. Artinya, pola fluktuasi klorofil-a dan SPL
adalah fluktuasi tahunan.
4.4. Hubungan SPL dan klrofil-a dengan hasil tangkapan ikan pelagis
4.4.1. Analisis deskriptif
Hasil tangkapan yang digunakan adalah data statistik pelabuhan perikanan
nusantara (PPN) Pelabuhan Ratu. Data ikan yang digunakan hanya dua jenis ikan
yaitu tongkol dan cakalang, hal ini dikarenakan penangkapan tongkol dan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
bar 9. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan tongkol
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Secara umum, hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang yang tinggi
terjadi saat SPL rendah. Berdasarkan Gambar 9 dan 10, dapat disimpulkan bahwa
jika SPL rendah hasil tangkapan tinggi dan jika SPL tinggi hasil tangkapan
rendah. Untuk ikan cakalang hal ini terjadi pada bulan Juli-Agustus 2002,
Oktober-Desember 2002, Maret dan Juli 2003, Juli dan November 2004,
September dan Desember 2006, dan terakhir pada bulan Januari 2007. Untuk ikan
cakalang terjadi pada bulan Desember 2002, Maret 2003, Januari-Desember 2004,
Agustus 2005, dan Desember 2006.
Hasil tangkapan tongkol dan cakalang pada musim timur lebih tinggi
dibandingkan dengan musim barat. Pada musim timur ini SPL cenderung dingin.
Cakalang menyukai suhu yang rendah, yaitu sekitar 28 °C -29 °C (Gunarso,
1985). Oleh karena itu hasil tangkapan tongkol dan cakalang lebih tinggi pada
musim timur. Berikut ini merupakan gambar hubungan SPL dengan hasil
tangkapan ikan tongkol dan cakalang.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Simbolon dan Halim (2005)
menyatakan bahwa hasil tangkapan cakalang cenderung tinggi pada saat SPL
rendah. Hasil tangkapan tinggi pada saat muson barat daya dan awal muson timur
laut.
Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan pelagis dapat dilihat
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007
K
Klorofil-a (mg/m3) Produksi tongkol (ton)
Gambar 11. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007
K
Klorofil-a (mg/m3) Produksi cakalang (kg)
Gambar 12. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan cakalang
Secara umum, tingginya konsentrasi klorofil-a diikuti dengan naiknya
ikan tongkol dan cakalang tidak secara langsung, yaitu ada selang waktunya (time
lag). Umumnya selang waktu yang terjadi adalah 1 bulan. Untuk ikan tongkol
kejadian ini terjadi pada Oktober 2002, September 2003, Juli 2005, dan Juni 2006.
Untuk ikan cakalang terjadi pada Februari 2004 dan September 2003. Selain itu
ada pula yang selang waktunya 2 bulan yaitu terjadi untuk jenis ikan tongkol pada
Juni 2003 dan September 2006. Ada pula kenaikan konsentrasi klorofil-a diikuti
langsung dengan kenaikan hasil tangkapan yaitu pada ikan cakalang yang terjadi
pada bulan Oktober 2002 dan September 2003. Selang waktu ini merupakan
representasi rantai makanan yang ada di ekosistem laut, dimana tongkol dan
cakalang merupakan ikan karnivor (pemakan ikan herbivor).
Selain faktor lingkungan yaitu konsentrasi klorofil-a dan SPL, ada pula
faktor lain yang mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan yaitu faktor upaya
penangkapan. Faktor ini terdiri jumlah trip kapal yang dilakukan, jumlah kapal
yang beroperasi, alat tangkap yang digunakan, dan lain-lain. Maka dari itu ada
saat dimana hasil tangkapan ikan tinggi pada saat kondisi perairan kurang subur
dan sebaliknya.
4.4.2. Analisis non parametrik
Hasil analisis korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara SPL dan
klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil korelasi Pearson
Korelasi Pearson P-Value
SPL terhadap hasil tangkapan tongkol -0,336 0,009
SPL terhadap hasil tangkapan cakalang 0,067 0,616
Klorofil-a terhadap hasil tangkapan tongkol 0,153 0,251
Analisis korelasi Pearson diawali dengan melihat nilai Value. Jika
P-Value < 0,05 maka ada hubungan antara peubah X dan Y (SPL atau klorofil-a
terhadap hasil tangkapan ikan pelagis). Selanjutnya baru dilakukan analaisis
lanjut untuk melihat hubungan positif dan negatif dari kedua peubah tersebut.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai P-Value untuk SPL dengan
hasil tangkapan tongkol < 0,05, sehingga tidak ada hubungan antara SPL dengan
hasil tangkapan tongkol. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi Pearson yang
negatif. Nilai P-Value yang lainnya > 0,05, artinya ada hubungan antara kedua
peubah. Selain itu, nilai korelasi Pearson yang didapat bernilai positif. Perbedaan
hasil korelasi Pearson ini disebabkan oleh data hasil tangkapan ikan yang terbatas
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan rata-rata bulanan SPL tahun 2002-2007, secara umum SPL
berkisar antara 25 °C – 31 °C. SPL yang dominan pada wilayah penelitian adalah
29 °C - 30 °C. Umumnya SPL tinggi terjadi pada musim barat dan rendah pada
musim timur. Hal ini berhubungan dengan angin musiman yang terjadi di
perairan Indonesia.
Secara umum kisaran klorofil-a di wilayah penelitian sebesar 0,14 mg/m3
-1,37 mg/m3. Kisaran yang dominan pada wilayah penelitian antara 0,40 mg/m3
-1,00 mg/m3. Nilai konsentrasi klorofil-a tinggi berada pada daerah pesisir. Nilai
konsentrasi klorofil-a yang rendah biasanya terjadi pada musim barat hingga
musim peralihan 1, sedangkan nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi umumnya
terjadi pada akhir musim timur dan awal musim peralihan 2.
Spektrum densitas energi klorofil-a menunjukkan adanya fluktuasi antar
tahunan dengan periode 30 dan 20 bulan. Selain itu, fluktuasi tahunan klorofil-a
terjadi pada periode 15, 12, dan 10 bulan. Untuk SPL, nilai densitas energi
menunjukkan fluktuasi antar tahunan dan tahunan. Periode antar tahunan yang
terjadi adalah 30, dan 20 bulan, sedangkan periode tahunan yang terjadi adalah
15, 12, dan 10 bulan.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan ada kecenderungan waktu tunda
antara kenaikan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan tongkol dan
cakalang, secara umum lamanya 1 bulan. Hasil tangkapan tongkol dan cakalang
naik saat SPL turun. Hasil analisis non parametrik didapatkan bahwa tidak ada
hubungan antara SPL dengan hasil tangkapan cakalang, klorofil-a dengan hasil
tangkapan tongkol serta klorofil-a dengan hasil tangkapan cakalang.
5.2. Saran
Sebaiknya pengambilan data insitu dilakukan dengan jangka waktu yang
lama untuk dibandingkan dengan nilai-nilai klorofil-a dan SPL yang terekam oleh
satelit. Selain itu, data hasil tangkapan sebaiknya diambil dari hasil tangkapan
peneliti sendiri. Analisis hubungan antara kondisi perairan dengan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K. 2002. Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu, Permukaan Laut, Klorofil a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Barnes, R. S. K. and R. N. Hughes. 1988. An Introduction to Marine Ecology.
Second Edition. Blackwell Scientific Publications. London.
Bendat, J. S. and A. G. Piersol. 1971. Random Data Analisis and Measurement Procedures. John Wiley abd Sons Inc.New York.
Farita, Y. 2006. Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan
Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation. Skripsi. Program Sarjana. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarso, W dan D. Bahar. 1990. Tingkah Laku Ikan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haq, N. 2007. Analisis Ketelitian Estimasi SPL dari sensor AVHRR satelit NOAA di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hermadi. 2001. Studi Tentang Jejak Ikan dengan Menggunakan Sistem Akustik Beam Terbagi di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hutabarat, S dan S. M. Evans.1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Iskandar, I. 2008. Ada Dipole Mode Lagi Tahun Ini?.
http://marufish.blogspot.com/2008/07/blog-080707-ada-dipole-mode-lagi-tahun.html
Laevastu, T. dan Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Books. Ltd. London.
Lee, R. E. 1980. Phycologi. Second Edition. Cambridge University Press. Cambridge.
Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra ; alih bahasa Dulbahri et al. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Maccherone, B. 2006. About MODIS. Retrived December 6, 2006. 07:32 AM. From The World Web : http://modis.gfsc.nasa.gov/about/
Nontji, A. 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta Serta Kaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Robinson,I.S.1985. Satellite Oceanography: An Introduction for Oceanographers and Remote Sensing Specialist. John Wiley and Sons. New York.
Simbolon. D. dan A. Halim. 2005. Suhu Permukaan Laut dan Kaitannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang dan Madidihang di Perairan Sumatera Barat. Buletin Pemanfaatan Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Stewart, R.h.1985.Methods of Satellite Oceanography. Hal 100-127. University of California Press. Los Angeles.
Sverdrup, H. V, M. Johnson dan R. H. Fleming. 1942. The Oceans: Their Physics, Chemistry and General Biology. Prentice-Hall Inc. New York.
Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji, dan M. K. Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas. Part 2. Periplus Editions.
Walpole, R. E. 1988. Pengantar Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography. The University of California. La Jolla.
Yusuf, F. 2007. Sebaran Horizontal Konsentrasi Klorofil-a Menggunakan Data Insitu dan Citra Satelit Aqua MODIS di Laut Bali. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Lampiran 1. Menu utama SeaDAS
Lampiran 3. Contoh data ASCII
Lampiran 4. Rata-rata konsentrasi klorofil-a Juli 2002 – Mei 2007
No Tahun Bulan Konsentrasi klorofil-a
(mg/m3) SPL (°C)
1 Jul 0,2568 27,5966
2 Ag 0,3707 26,2037
3 Sep 0,5617 26,7129
4 Okt 0,7551 27,5990
5 Nov 0,3315 29,5774
6
2002
Des 0,1945 29,9590
7 Jan 0,1890 29,4245
8 Feb 0,2102 29,8286
9 Mar 0,2527 30,6371
10 Apr 0,2282 29,8992
11 Mei 0,2385 28,6858
12 Jun 0,3178 26,0981
13 Jul 0,2568 25,9267
14 Ag 0,3707 27,3130
15 Sep 0,5617 28,1532
16 Okt 0,2773 28,4340
17 Nov 0,3243 29,5763
18
2003
Des 0,1945 30,1059
19 Jan 0,2996 29,0095
20 Feb 0,4247 29,6602
21 Mar 0,2668 29,4246
22 Apr 0,2222 29,7288
23 Mei 0,2191 29,1541
24 Jun 0,2227 28,8677
25 Jul 0,2334 27,3455
26 Ag 0,5917 27,5024
27 Sep 0,5617 26,9442
28 Okt 0,6577 27,9218
29 Nov 0,2659 29,4394
30
2004
Des 0,1998 29,3577
31 Jan 0,4850 29,6936
32 Feb 0,2513 30,5069
33 Mar 0,3005 30,4698
34 Apr 0,3317 30,2658
35 Mei 0,2370 30,0980
36 Jun 0,3075 29,6187
37 Jul 0,3383 28,9818
38 Ag 0,2196 27,6092
39 Sep 0,2329 28,1028
40 Okt 0,3004 28,0236
41 Nov 0,2287 28,7392
42
2005
Des 0,2691 29,5423
44 Feb 0,1764 30,6523
45 Mar 0,3019 29,3709
46 Apr 0,1936 29,7414
47 Mei 0,1434 28,0087
48 Jun 0,5100 27,4813
49 Jul 0,4292 25,8666
50 Ag 0,9792 25,8666
51 Sep 1,3689 25,6490
52 Okt 1,0796 26,8024
53 Nov 0,7592 28,0341
54 Des 0,4037 29,7146
55 Jan 0,2258 30,0556
56 Feb 0,2471 29,7750
57 Mar 0,2457 29,6313
58 Apr 0,1941 29,8882
59
2007
Mei 0,2289 28,9012