2'.
DAMPAK PROGRAM PRIMA TAN1 TERHADAP EKONOMI
RUMAHTANGGA PETANI PADA AGROEKOSISTEM
LAHAN SAWAH BERBASIS PAD1
Oleh
:D A H Y A
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTAMAN BOGOR
SURAT PERNYATAm
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya segala pernyataan dalam tesis saya
yang berjudul:
DAMPAK PROGRAM PRIMA TAN1 TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADA AGROEKOSISTEM LAHAN
SAWAH BERBASIS PAD1
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan
Komisi pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan
Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan diperiksa kebenarannya
Bogor, Maret 2009
D a h y a
ABSTRACT
DAHYA. Impact of Prima Tani Program on Farmer's Household Economy at Rice-based Irrigated Lowland Agro-Ecosystem (HARIANTO as Chairman and BAMBANG IRAWAN as Member of the Committee ).
The objectives of the research were: (1) to analyze income contribution, working time allocation, and pattern of household expenditures of members and non-members of Prima Tani at rice-based irrigated lowland ago-ecosystem, and
(2) to identify influencing factors on production, working time allocation and household expenditures of members and non-members of Prima Tani at rice-based irrigated lowland agro-ecosystem. The first objective was gained by applying descriptive analysis, while the second objective applied an econometric model of simultaneous equations using Two Stage Least Squares (2SLS) estimation method. Data of the research comprise of primary data from 60 household unit samples and the s e c o n d q data derived from related institutions.
The results of the analysis showed that Prima Tani cooperative farmer's income, working time allocation and household expenditure were higher as compared to that of non-cooperative farmer's. Significantly influencing variables on production of rice, dry land plants and livestock both of Prima Tani cooperator farmers and non-cooperator farmers were magnitude of seed used, urea fertilizer, area of the dry land, KC1 fertilizer used for the dry land, allocated time for livestock farming, number of livestock breed and amount of feed used. Nevertheless, all of the endogenous variables does not responsive to their explanatory variables. Time allocated on rice farming, dry land farming and livestock farming was significantly influenced by number of labor force within the household, time allocated to non-farming work, the area of the dry land and number of livestock breed, while non-farining time allocation was significantly influenced by non-farming income, time allocated to rice farming, and number of labor force within the household. However, all of the endogenous variables was not responsive to its explanatory variables, except time allocated to livestock farming on its number of livestock breed. The use of rice seeds was significantly influenced by rice farming revenue, rice planted area and price of the seeds. The amount of urea fertilizer and SP-36 fertilizer used was significantly influenced by rice farming revenue, urea fertilizer price, rice planted area and price of SP-36 1
fertilizer. Novertheless, only KC1 fertilizer used, which was responsive to rice farming revenue change. The amount of pesticide used was significantly influenced by rice planted area, pesticide price and rice price. However, the amount of pesticide used only responded to rice price of non-cooperator farmers. The hired labor used was significantly influenced by rice planted area and number of labor force within the household. The used of hired labor is responsive to rice planted area. Food and non-food consumption was significantly influenced by total household income and the family size. Novertheless, the endogenous variable was responsive to its all explanatory variables.
RINGKASAN
DAHYA. Dampak Program Prima Tani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani pada Agroekosistem Lahan Sawah Berbasis Padi (HARIANTO sebagai ketua, dan BAMBANG IRAWAN sebagai anggota komisi pembimbing).
Prima Tani di Sulawesi Tenggara pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi dilaksanakan sejak tahun 2006. Untuk mengetahui dampak program Prima Tani terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani, maka penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) kontribusi pendapatan, alokasi waktu kerja dan pola pengeluaran rumahtangga petani peserta dau non-peserta Prima Tani pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi, dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, alokasi waktu kerja dan pengeluaran rumahtangga petani peserta dan non-peserta Prima Tani pada agroekosistem lahan sawah herbasis padi. Tujuan pertama menggunakan analisis deskriptif, sedangkan tujuan kedua menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan, dan diduga dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Data yang digunakan adalah data primer yang di~eroleh dari rumahtangga contoh sebanyak 60 unit dan data sekunder dari instansi terkait.
Usahatani padi memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan total rumahtangga, baik petani peserta maupun non-peserta Prima Tani. Curahan kerja dalam usahatani dan pengeluaran total petani peserta lebih besar dari pada petani non-peserta Prima Tani. Pendapatan total rumahtangga petani peserta Prima Tani selama satu tahun sebesar Rp 15 591 533, sedangkan pendapatan total rumahtangga petani non-peserta Prima Tani sebesar Rp 12 061 177. Perbedaan pendapatan tersebut terjadi karena umumnya produktivitas usahatani petani peserta Prima Tani lebih tinggi karena adanya penerapan inovasi teknologi dari Prima Tani dari pada petani non-peserta Prima Tani. Dari sisi pengeluaran rumahtangga, baik petani peserta maupun non-peserta Prima Tani mempunyai pengeluaran terbesar untuk konsumsi pangan masing-masing sebesar 59.8 persen dan 61.7 persen dari total pengeluaran konsumsi dalarn satu tahun, sedangkan pengeluaran untuk konsumsi non pangan masing-masing sebesar 40.2 persen petani peserta dan 38.3 persen petani non-peserta Prima Tani. Ini berarti bahwa konsumsi pangan masih merupakan prioritas utama bagi petani dari pada konsumsi non pangan. Pendapatan total tersebut setelah dikurangi dengan total pengeluaran konsumsi, maka diperoleh sisa stok petani peserta Prima Tani sebesar Rp. 5 446 210 dan petani non-peserta Prima Tani sebesar Rp 2 742 535 per tahun. Stok tersebut digunakan untuk pengadaan sarana produksi pada kegiatan usahatani berikutnya.
@
Hak Cipta milik
IPB,
tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa ~nencanturnkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya ~mtuk kepentingan pendidihn, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
nt asalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB.
DAMPAK PROGRAM PRIMA TAN1 TERHADAP EKONOMI
RUMAHTANGGA PETANI PADA AGROEKOSISTEM
LAHAN
SAWAH BERBASIS PAD1
D A H Y A
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tesis : Dampak Program Prima Tani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani pada Agroekosistem Lahan
Sawah Berbasis Padi
N a ~ n a Mahasiswa : D a h y a
Nomor Pokok : H351060181
Program Studi : Illnu Ekonomi Pertanian
Menyetuj ui,
1. Komisi Pe~nbimbing
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
/
&
4
-
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinam.
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjaikan kehadirat Allah SWT atas segala
berkah dan RalunatNya yang diberikan, sehingga mampu menyelesaikan
penulisan tesis ini dengan judul "Dampak Program Prima Tani Terhadap Ekonomi
Rumahtangga Petani pada Agroekosistem Lahan Sawah Berbasis Pad?.
Tesis ini dapat diselesaikan atas arahan dan bimbingan dari beibagai
pihak. Olehnya itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selala Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Bambang Irawan, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing. Atas segala arahan, saran
dan motivasi yang diberikan sampai selesainya penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian (EPN) dan seluruh staf pengajar Progiam Sekolah Pascasarjana IPB
yang telah memberikan illnu pengetahuan selama penulis menempuh studi.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertaniau Departemen Perlanian di
Jakarta sebagai sponsor beasiswa.
4. Kapala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara beserta
seluruh te~nan - teman.
5. Staf administrasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor atas bantuan
administrasi selarna penulis mengikuti pendidikan.
6 . Kepada seluruh teman-teman EPN Andi Tamrin, Dewi, Sayekti, Deasy, Femi,
Husain, Ismi, Indra, Piter, Ris, Wayan, Tri dan teman-teman sesarna petugas
belajar Badan Litbang Pertanian Rubiyo, Muslimin, yusuf, Nur Alam, Atekan,
tesis ini. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada pak Joko, ibu Ni Giarto,
pak Iwan dan ibu Hj. Rita di PSE-KP atas bantuannya selama ini.
7. Penghargaan khusus penulis sampaikan ucapan terimakasih dan hormat yang
mendalam kepada Ayahanda Andi Abdul wahid (Almarhum) dan Ibunda
Hadia yang selalu mendoakan penulis setiap saat agar menjadi orang yang
bermafaat bagi sesama. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada kedua
mertua H, Sidja dan Hj. Hudaya serta saudara-saudaraku atas dorongan dan
doa yang diberikan.
8. Secara khusus, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada isteri tercinta
Nur Aeni Sp dan kedua anak- anakku Ikrar Alif Rayhan dan Dea Alya Dirgahayu Pratiwi, atas kasih dan dukungan selama penulis menjalani hari-
hari studi di Bogor sehingga mengurangi secara signifikan waktu kebersamaan
kita. Tanpa pengertian, kesabaran, dukungan isteri dan anak - anak tercinta,
mustahil pendidikan ini dapat terselesaikan dengan baik. Waktu yang bergerak
cepat dan tugas yang menekan setiap saat akan menjadi tak tertanggungkan
tanpa kasih sayang kalian.
9. Semua pihak yang penulis tidak disebutkan satu persatu atas dukungannya
sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Penulis telah berusaha menyelesaikan tesis ini dengan baik sesuai
kemampuan dan semoga tesis ini bermanfaat bagi senlua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, Maret 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lappariaja Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi
Selatan pada tanggal 20 Agustus 1970 dari Ayah Andi Abdul Wahid (Almarhum)
dan Ibu Hadia. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan SMA Negeri Lappariaja Kabupaten Bone tahun
1988. Pendidikan sarjana (Sl) lulus pada Jurusan Sosial Ekonorni Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1994. Sejak tahun
1998 penulis sebagai peneliti pada Balai Pengakajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tenggara.
Penulis menikah dengan Nur Aeni dan dikaruniai dua orang anak, satu
orang putra Ikrar Alif Rayhan dan satu orang putri Dea Alya Dirgahayu Pratiwi.
Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Prograin Ilmu
Ekonoini Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor
beasiswa dari Badan Penelitiau dan Pengembangan Pertanian Departemen
DAFTAR IS1
I-Ialaman
DAFTAR TABEL
...
xiiiDAFTAR LAMPIRAN
...
xvi1.1. Latar Belakang
...
11.2. Perumusan Masalah Penelitian
...
8. .
1.3. Tujuan Penelihan...
14.
.
1.4. Manfaat Penelitlan...
14. .
1.5. Ruang Lingkup Penelltian...
14I1
.
TINJAUAN PUSTAKA...
152.1. Inovasi
...
152.2. Konsep Program Prima Tani
...
162.3. Tinjauan Studi Inovasi Teknologi
...
232.4. Tinjauan Studi Ekonomi Rumahtangga
...
28I11
.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORlTIS...
303.1. Adopsi Lnovasi Pertanian
...
303.2. Teori Alokasi Waktu
...
303.3. Model Ekonomi Rumahtangga
...
323.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani
...
413.5. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian
...
44IV
.
METODE PENELITIAN...
464.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
...
464.2. Metode Pengumpulan Data
...
464.3. Jenis dan Sumber Data
...
46...
4.5. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
...
4.6. Identifikasi dan Metode Pendugaan Model
...
4.7. Konsep dan Definisi Operasional Penelitian
V
.
GAMBARANUMUM
LOKASI PENELITZAN. PROFILPETANI DAN USAHATANINYA
...
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
...
...
5.2. Implementasi Prima Tani di Lapangan
5.2.1. Inovasi Teknologi
...
...
5.2.2. Inovasi Kelembagaan
.
.
5.3. Karaktenst~k Petani
...
...
5.4. Keragaan Usahatani Petani
...
5.4.1. Keragaan Usal~atani Padi
5.4.2. Keragaan Usahatani Kebun
...
...
5.4.3. Keragaan Usahatani Temak
VI
.
ANALISIS USAHATANI PETANI PESERTA DANNON-PESERTA PRIMA TAN1
...
6.1. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
6.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Kebun PetaniPeserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
6.3. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Temak Petani...
Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
6.4. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi
Rulnahtangga Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
..
VII
.
FAKTOR.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...
KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
7.1. Produksi Padi
...
7.2. Produksi Kebun
...
7.3. Produksi Ternak
...
...
7.4. Curahan Kerja dalam Usahatani Padi
7.5. Curahan Ke rja dalam Usahatani Kebun
...
!
7.7. Curahan Kerja Luar Usahatani
...
...
2...
7.8. Jumlah Penggunaan Benih...
...
!
7.9. Jumlah Penggunaan Pupuk Urea
..
...
...
1....
7.10. Jumlah Penggunaan Pupuk SP-36
...
1
...
I
7.1 1. Jumlah Penggunaan Pupuk KC1
...
...
I
7.12. Jumlah Penggunaan Pestisida
...
.
...
1
7.13. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
..I
...
I
7.14. Konsumsi Pangan Rumahtangga
...
.
...
I
7.15. Konsumsi Non Pangan Rumahtangga
...
.
...
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
...
I
...
I8.1. Kesimpulan
.
...
... ...
8.2. Saran...
!
...
DAFTAR PUSTAKA
...
...
DAFTAR
TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
di Sulawesi Tenggara, Tahun 1995 - 2007
...
72. Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Petani Peserta dan Non-Peserta
Prima Tani
...
663. Karakteristik Petani Pesel-ta dan Non-Peserta Prima Tani
...
744. Keragaan Usahatani Padi Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
per Hektar
...
795. Keragaan Usahatani Kebun Petani Peserta dan Non-Peserta Prima
...
Tani per Hektar 81
6. Keragaan Usahatani Ternak Petani Peserta dan Non-Peserta Prima
Tani per Ekor
...
82 7. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Petani Peserta Prima...
Tani per Hektar 85
8. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Petani Non-Peserta
Prima Tani per Hektar
...
87 9. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Kebun Petani Peserta PrimaTani per Hektar
...
88 10. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Kebun Petani Non-PesertaPrima Tani per Hektar
...
89 1 1. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Ternak Petani PesertaPrima Tani per Ekor
...
91 12. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Ternak Petani Non-PesertaPrima Tani per Ekor
...
92 13. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi RumahtanggaPetani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
94 14. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persarnaan Produksi PadiPetani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
16. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Produksi Ternak Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
17. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Curahan Kerja dalam Usahatani Padi Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
18. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Curahan Kerja dalam Usahatani Kebun Petani Peserta dan Non-Peserta Prima
...
Tani
19. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Curahan Kerja dalam Usahatani Ternak Petani Peserta dan Non-Peserta Prima
...
Tani
20. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Curahan Kerja Luar Usahatani Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
21. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Jumlah
Penggunaan Benih Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
22. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Jumlah Penggunaan Pupuk Urea Petani Peserta dan Non-Peserta Prima
...
Tani
23. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Jumlah Penggunaan Pupuk SP-36 Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
24. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan JumlahPenggunaan Pupuk KC1 Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
25. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Jumlah
Penggunaan Pestisida Petani Peserta d m Non-Peserta Prima Tani
...
26. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Jurnlah Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
...
27. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Konsumsi
...
Pangan Petani Peserta dan Non-Peserta Prima Tani
28. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Persamaan Konsumsi Non
...
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Subtitusi dan Efek
Total
...
31...
2. Penawaran Tenaga Kerja 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
...
1
.
Data Rumahtangga Petani Peserta Prima Tani 151 2.
Data Rurnahtangga Petani Non-Peserta Prima Tani...
157I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu sektor ekonomi yang berbasis snmberdaya domestik
(sumberdaya dam, tenaga kerja rakyat, keahlianketerampilan rakyat, dan
teknologi) dan dikuasai oleh sebagian besar rakyat adalah sektor pertanian. Oleh
karena itu, cara yang paling efektif dan efisien untuk membangun sumberdaya
alam khususnya pertanian sambil menyerap tenaga kerja di kawasan perdesaan
adalah melalui pembangunan sektor pertanian dan aktivitas-aktivitas ekonomi
yang banyak menggunakan produk pertanian (pasca panen dan industri
pengolahan produk pertanian).
Yudhoyono (2004) menyatakan bahwa sektor pertanian, perikanan, dan
usaha informal-melalui kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja yang tinggi,
menghidupkan perekonomian perdesaan dan aktivitas perekonomian informal,
serta memasok pangan masyarakat secara terjangkau-layak untuk mendapatkan
perhatian yang luas dalam pembangunan ekonomi ke depan. Perhatian tersebut
diberikan dalam bentuk investasi yang terus meningkat, pengembangan
infrastruktur pertanian dan perdesaan, pengembangan keterkaitan industri dan
jasa, provisi pelayanan sosial, pengembangan energi perdesaan, pengembangan
lembaga-lembaga pendukung usaha perdesaan (termasuk di dalamnya lembaga
pendanaan serta lembaga inovasi dan diseminasi pertanian), memajukan
perempuan perdesaan baik melalui peningkatan akses kependidikan, politik
maupun usaha. Selain itu, juga diperlukan pengelolaan pasar domestik yang
semakin berkembang, disamping membangun jaringan perdagangan intemasional,
Pembangunan pertanian, secara teoritis merupakan proses berkelanjutan
dari upaya untuk mengembangkan kemampuan atau keberdayaan petani di dalam
mengelola usahataninya agar selalu mempunyai posisi produktif, efesiensi dan
daya saing yang dapat menjamin pendapatan dan kesejahteraan hidup keluarganya
secara berkelanjutan dan berkeadilan. Sejalan dengan perbaikan perekonomian
nasional akibat dampak krisis ekonomi beberapa waktu lalu, pembangunan
pertanian diletakkan sebagai basis utama penanggulangan, dimana masyarakat
petani ditempatkan sebagai pelaku utama dalam pembangunan (People centered
development) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan potensi
dan kemampuan masyarakat tani sendiri (Sumodiningrat, 2000).
Pembangunan pertanian pada dasarnya adalah suatu upaya untuk
meningkatkan serta menyejahterakan kualitas hidup petani. Dalam usaha tersebut
diperlukan adanya partisipasi pelani dan masyarakat, sehingga peningkatan
produksi komoditas pertanian dapat dicapai lebih efesien dan dinamis dengan
diikuti pembagian surplus ekonomi antar pelaku secara adil. Sehubungan dengan
ha1 ini (Kasryno, 2002) mengidentifikasi bahwa strategi pembangunan pertanian
merupakan peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia (human
capital) masyarakat pertanian, meningkatkan penguasaan asset produktif
pertanian, inovasi b a r - dan menata kembali kebijaksanaan pembangunan ekonomi
dan pengembangan kelembagaan pertanian dalam arti luas.
Kebijaksauaan pembangunan pertanian tanaman pangan dewasa ini
utamanya diarahkan untuk lebih meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani dan masyarakat. Peningkatan produksi tanaman pangan dilaksanakan
melalui peningkatan produktivitas usahatani dan perluasan lahan pertanian.
yaitu: (1) komitmen dan kebijaksanaan pemerintah, (2) dukungan faktor eksternal (penyuluhan, kredit, subsidi, pemasaran, dan unsur pelayanan lainnya), (3)
partisipasi pengguna (petani dan swasta), dan (4) tersedianya teknologi maju, faktor-faktor tersebut tidak terpisahkan satu sama lainnya sehingga memerlukan
pendekatan secara holistik (Adnyana, 1992).
Pendekatan pembangunan dimasa sekarang dan dimasa akan datang adalah
pembangunan ekonomi yang berbasis komunitas lokal (Local Commonily-based
Economy). Pembangunan berbasis komunitas saat ini dapat dipandang sebagai
salah satu paradigma baru dalam pembangunan perdesaan dan pertanian.
Paradig~na ini timbul karena kekurang-puasan dalam pendekatan sebelumnya,
yang cenderung individualistik dan bias ekonomi pasar. Penggunaan pendekatan
berbasiskan komunitas menggunakan ikatan-ikatan horisontal sebagai pilar utama
dan menggunakan kacamata yang lebih luas (dari sekedar peinbangunan ekonomi)
dapat dipandang sebagai langkah inovatif dalam pembangunan pertanian. Ikatan
horisontal dan suatu komunitas petani menlpakan bagian dari kekuatan modal
sosial (sosial kapital) yang sangat penting untuk mengembangkan berbagai
tindakan kolektif. Salah satu syarat tumbuhnya tindakan kolektif tersebut adalah
dengan terbangunnya suasana yang partisipatif, mulai dari perencanaan sampai
pelaksanaan (Syallyuti, 2005). Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan
Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) merupakan suatu model atau konsep
b a u pembangunan pedanian yang menggunakan paradigma pendekatan
komunitas.
Visi pembangunan pertanian jangka panjang (2005-2025) yang diusung
Deptan adalah "Terwujudnya sistem pertanian industrial berkelanjutan yang
Landasan utama sasaran ini adalah Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (RPPK), yang telah dicanangkan oleh Presiden tanggal 11 Juni 2005 di
Bendungan Jati Luhur, Purwakarta Jawa Barat. Khusus untuk Deptan, sesuai
dengan semangat revitalisasi, kebijakan yang digulirkan meliputi: (1)
pendayagunaan sumberdaya lahan pertanian, (2) revitalisasi penyuluhan pertanian,
(3) pembiayaan pertanian, (4) pengembangan ekspor produk pertanian, (5)
peningkatan ketahanan pangan, (6) akselerasi inovasi dan penerapan teknologi
pertanian, dan (7) pengembangan produk baru pertanian. Terkait dengan RPPK,
Deptan mengulirkan tiga program utama pembangunan pertanian mulai tahun
2005-2009, yaitu: (1) program peningkatan ketahanan pangan, (2) program pengembangan agribisnis, dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani.
(Sahyuti, 2006).
Posisi Prima Tani sebagai instrumen program Departemen Pertanian adalah
kegiatan khusus. Prima Tani sebagai suatu program rintisan dan akselerasi
diseminasi inovasi teknologi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan yang
dilaksanakan bersifat integratif secara vertikal dan horisontal diharapkan dapat
menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya saing melalui
peningkatan nilai tambah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, Prima Tani tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu implementasi atau
operasionalisasi dari ketiga program Departemen Pertanian dalarn rangka
membangun pertanian dan perdesaan yang menyejahterakan masyarakat.
Sejak tahun 2005, Badan Litbang Pertanian telah melaksanakan program
Prima Tani, suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang
dapat mempercepat penyampaian informasi dan bahan dasar inovasi baru yang
pads tahun 2005 di 22 lokasilkabupaten yang mencakup 14 provinsi. Selanjutnya pada tahun 2006 program tersebut telah diperluas implementasinya menjadi 33
lokasi/kabupaten di 25 provinsi. Adanya pandangan positif atas konsep dan
implementasi Prima Tani, Menteri Pertanian telah menginstruksikan untuk
perluasan implementasi Prima Tani pada tahun 2007 sebanyak 201 lokasi yang
tersebar di 200 kabupatenkota dari 33 provinsi di Indonesia. Lokasi Prima Tani
meliputi tiga agroekosistem yaitu: (1) lahan sawah, (2) lahan kering, dan (3) Iahan
rawa. Dari sejumlah lokasi tersebut, Provinsi Sulawesi Tenggara telah ditetapkan
satu lokasi di Kabupten Kolaka dengan agroekosistem lahan kering pada tahun
2006 dan bertambah menjadi 4 lokasi pada tahun 2007, yaitu Kabupaten Konawe,
Konawe
ela at an,
dan Kota Bau-Bau dengan agroekosistem lahan sawah.Pelaksanaan arah kebijakan pembangunam pertanian di Sulawesi Tenggara
diarahkan pada tiga program pokok yaitu: (1) program peningkatan ketahanan
pangan, (2) program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian,
dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani. Untuk mendukung arah
kebijakan pembangunan pertanian tersebut, maka pendekatan operasional yang
ditempuh adalah: (1) pendekatan wilayah (skala ekonomi) dan lintas sektoral, (2) pendekatan komoditas, (3) pendekatan kelembagaan dan kemitraan, dan (4)
pendekatan industrialisasi pertanian.
Penetapan komoditas unggulan yang menjadi andalan pengembangan
ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara didasarkan pada aspek-aspek yang terkait
dengan: (1) potensi dan karakteristik daerah, (2) komoditas yang paling banyak
diusahakan dan melibatkan banyak penduduk (tenaga kerja), (3) daya saing tinggi,
dan (4) kemampuan mendorong efek pengganda dan nilai tambah, serla prospek
Komoditas unggulan Sulawesi Tenggara meliputi kakao, jambu mete,
jagung, kacang tanah, perikanan budidaya, perikanan tangkap, sapi potong dan
kambing, sedangkan padi merupakan komoditas stretegis karena banyak
diusahakan oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Total
perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara seluas 196 884 hektar dan jambu mete
120 096 hektar, sedangkan luas tanaman pangan 158 733 hektar. Dari total luasan
tanaman pangan tersebut, 110 498 hektar merupakan tanaman padi yang terdiri
dari padi sawah sebesar 95 005 hektar, padi ladang 15 493 hektar, jagung 40 975
hektar, kacang tanah sebesar 8 696 hektar dan selebihnya adalah tanarnan pangan
lainnya. Jumlah populasi ternak sapi potong sebesar 222 350 ekor dan kambing 99
938 ekor
.
Khusus untuk tanaman padi dengan luas total yang ada 110 498 hektar dan pada umumnya adalah berpengairan, yaitu seluas 82 394 hektar (85.49persen). Dari total luasan tanaman padi tersebut, 34 351 hektar berada di
Kabupaten Konawe (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007).
Pada sub sektor tanaman pangan, khususnya tanaman padi selama periode
tahun 1995-2007 di Sulawesi Tenggara, rata-rata luas panen tanaman padi sekitar
89 026 hektar dengan kecenderungan meningkat sekitar 0.87 persen per tahun
(Tabel 1). Pada periode yang sama, rata-rata produktivitas padi yang mampu
dihasilkan petani sekitar 3.83 ton GKG (Gabah Kering Giling) per hektar.
Produktivitas padi di Sulawesi Tenggara lebih rendah dibandingkan dengan
nasional, walaupun kinerja semakin membaik, diperlihatkan dengan peningkatan
sekitar 1.52 persen per tahun. Produktivitas yang masih rendah dibandingkan
dengan nasional merupakan suatu peluang yang cukup besar dalam memacu
Produktivitas yang masih rendah dibanding nasional merupakan suatu
peluang yang cukup besar dalam rangka memacu produksi padi. Walaupun
pertumbul~an peningkatan luas panen sangat lambat yaitu hanya meningkat 0.87
persen per tahun, narnun ha1 yang cukup menggembirakan ballwa produksi padi di
Sulawesi Tenggara dalam dua belas tahun terakhir cendei-ung meningkat sekitar
2.42 persen per tahun. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa peningkatan produksi Tabel 1. Perkembangan Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di
Sulawesi Tenggara, Tahun 1995-2007
Produksi (ton GKG) 287 355 305 940 260 334 276 913 346 214 314 955 263 477 298 813 334 307 322 362 340 000 349 429 423 316 317 185 2.42 Produktivitas (ton GKGIha) 3.16 3.24 3.25 3.16 3.47 3.67 3.69 3.77 3.66 3.80 3.86 3.75 3.83 3.83 1.52 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan R(%/thn)
Sumber: BPS Provinsi
Luas Panen @a) 90 900 94 533 80 133 87 682 99 814 85 799 71 497 79 251 91 230 84 888 88 007 93 113 110 498 89 026 0.87
padi di Sulawesi Tenggara sangat ditentukan oleh adanya perbaikan produktivitas
dari tahun ke tahun. Dengan demikian, tampaknya inovasi teknologi merupakan
kunci sukses dan strategis dalam memacu produksi padi di Sulawesi Tenggara
pada masa yang akan datang.
Simatupang dan Rusastra (2003) menyatakan bahwa walaupun cenderung
menurun, sistem agribisnis padi tetap memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Pertarna, beras masih merupakan makanan pokok
penduduk, sehingga sistem agribisnis padi berperan strategis dalam pemantapan
pangan, baik dalam penyediaan dan distribusi maupun akses terhadap beras guna
menjamin kecukupan pangan penduduk. Kedua, sistem agribisnis padi
menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah yang sangat besar karena hingga
saat ini usahatani padi masih yang paling dominan dalam sektor pertanian. Ketiga,
sislem agribisnis padi merupakan lapangan kerja sebagian besar penduduk miskin,
disisi lain harga beras merupakan determinan utama pengeluaran penduduk
miskin.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka menarik untuk diteliti
mengenai danlpak inovasi pertanian melalui program Prima Tani terhadap
ekonomi rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi di
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Globalisasi yang semakin gencar dan kesadaran bahwa mekanisme pasar
tidak selalu mampu memecahkan masalah, meinbawa implikasi aka11 semakin
perlunya menata kembali sistem pengolahan sumberdaya pertanian. Penataan
kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, yang
pengelolaan yang kompleks dan rumit, akan tetapi ciri-ciri spesifik yang
terpenting menyangkut empat sifat pokok. Empat sifat pokok tersebut adalah
kemeratan (equatability), keberlanjutan (sustainability), kestabilan (stability) dan
produktivitas (productivity).
Secara sederhana, kemerataan merupakan penilaian tentang sejauhmana
hasil suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya.
Keberlanjutan dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya
mempertahankan produktivitasnya, walaupun mendapat gangguan. Kestabilan
merupakan ukuran tentang sejauhmana produktivitas sumberdaya bebas dari
keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Produktivitas
adalah ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik ekonominya.
Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan belum sepenuhnya
menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, yang ditunjukkan oleh
produktivitas pertanian yang masih rendah, belum stabilnya hasil produksi
pertanian, efesiensi penggunaan sumberdaya pertanian yang masih rendah dan
tingkat kesesuaian jenis usahatani terhadap kondisi lokal yang masih rendah.
Akibatnya sistem usahatani yang dikembangkan belum mampu memperbaiki
kualitas hidup masyarakat. Kondisi ini diperbumk oleh kurangnya penyuluhan
pertanian, pemakaian pupuk kimia yang berlebihan, kurangnya alat dan mesin
pertanian (alsintan), dan kurangnya perhatian terhadap faktor lingkungan (Irianto
et al. 2003).
Pengembangan pertanian berkaitan dengan upaya optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya pertanian dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi pertanian di
Sulawesi Te~lggara masih mempunyai peluang yang besar, sampai saat ini tingkat
ditunjukkan oleh adanya kesenjangan hasil antara produlctivitas riil sebesar 3.83
ton per hektar di tingkat petani dengan produktivitas potensial hasil penelitian
sebesar 4.6 ton per hektar (Idris at al. 2004). Rendahnya tingkat teknologi ini
disebabkan karena berbagai keterbatasan, seperti terbatasnya daya olah lahan
petani, keterbatasan modal petani, rendahnya aksesibilitas terhadap modal petani,
dan tingkat ketersediaan teknologi spesifik lokasi.
Perbaikan teknologi yang dihasilkan melalui penelitian dan pengembangan
untuk memecahkan masalah aktual di lapangan merupakan motor pengerak
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Perbaikan teknologi juga
sangat diperlukan untuk membantu produsen merespon perubahan lingkungan
temasuk peningkatan produksi dan pendapatan petani. Teknologi baru yang
efisien memberi peluang bagi petani produsen untuk memproduksi lebih banyak
dengan korbanan lebih sedikit terutama sasaran inovasi barn dengan kebutuhan
lebih spesifik.
Sebagai institusi penelitian tidak dapat dipungkiri bahwa Badan Litbang
Pertanian telah cukup berhasil dalam pengadaan inovasi pertanian. Sejumlah
diantaranya telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi tenaga pendorong
utarna pertumbuhan dan perkembangan usaha dan sistem agribisnis berbagai
komoditas pertanian. Beberapa contoh yang tergolong fenomenal ialah revolusi
hijau pada agribisnis padi dan jagung, hasil dari penemuan varietas unggul baru
berumur pendek, ataupun perkembangan perkebunan sawit yang cukup pesat atas
dukungan teknologi perbenihan dan pembibitannya.
Namun demikian, evaluasi ekstemal maupun internal menunjukkan bahwa
kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi yang dihasilkan Badan Litbang
diperlukan sekitar dua tahun sebelum teknologi bam yang dihasilkan Badan
Litbang Pertanian diketahui oleh 50 persen dari Penyuluh Pertanian Spesialis
(PPS) dan enam tahun sebelum 80 persen PPS mendengar teknologi baru tersebut
(Mundy, 2000). Tenggang waktu sampainya informasi dan adopsi teknologi
tersebut oleh petani tentu lebih lama lagi. Oleh karena itu, Badan Litbang
Pertanian merasa terpanggil hams melakukan segala upaya yang mungkin untuk
rnenjamin inovasi yang telah dihasilkannya, tidak saja diketahui oleh para
pengguna (benefeciaries), tetapi juga dimanfaatkan secara luas dan tepat guna.
Badan Litbang Pertanian merasa turut bertanggungjawab dalam menjamin
terciptanya sistem inovasi pertanian nasional yang padu padan dengan sistem
agribisnis, yang berarti merajut simpul antara subsistem rantai pasok pengadaan
(generating subsystem) dengan subsistem penyampaian (delivery subsystem) atau
penerimaan (receiving subsystem) inovasi pertanian nasional (Simatupang 2004).
Prima Tani suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang
dipandang dapat mempercepat penyarnpaian informasi dan bahan dasar inovasi
baru. Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai jenlbatan penghubung
langsung antara Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan
lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving
system) pengguna inovasi. Salah satu faktor yang mempegaruhi percepatan adopsi
adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang diintroduksi ke dalam Prima
Tani, harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi
biofisik, sosial ekonomi, dan budaya yang ada di petani. Untuk itu, inovasi yang
ditawarkail kepada petani harus inovasi yang tepat guna.
Prima Tani baru memasuki tahun ketiga dari lilna tahun yang direncanakan,
antara lain: (1) respon positif pemerintah kabupaten dan provinsi terhadap
pelaksanaan program Prima Tani berupa sharing program dan dana (benih, bibit,
temak, dan alsintan dari APBD), (2) introduksi embung dan kelembagaan
pengairan meningkatkan intesitas tanam dari hanya satu menjadi dua sampai tiga
kali tiap tahun, sehingga berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani lebih
dari 50 persen; kasus Prima Tani di Kabupaten Buleleng Provinsi Bali, (3)
membangun penangkar benih padi sawah menggunakan benih unggul, sehingga
pendapatan petani meningkat, karena harga benih lebih mahal dari padi untuk
konsumsi. Selain itu, produktivitas padi juga meningkat karena penggunaan benih
bermutu dengan varietas unggul; kasus Prima Tani di Kabupaten Parigi Moutong
Sulawesi Tengah, (4) introduksi pengelolaan tata air mikro, kelembagaan
agribisnis, benih unggul dan keterpaduan dengan program KUAT (Kawasan
Usaha Agribisnis Terpadu) sehingga intesitas tanam dan mutu beras meningkat;
kasus Prima Tani di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, d m (5)
Introduksi lembaga keuangan mikro untuk wanita tani, sehingga terjadi
diversifikasi usaha pertanian dan non pertanian. Pengembangan usaha pisang
dengan peningkatan mutu buah pisang, penguatan kelembagaan kelompok tani
d m gabungan kelompok tani, serta pembentukan kelembagaan pemasaran yang
bermitra dengan pengusaha pisang; kasus Prima Tani di Kabupaten Lumajang
Provinsi Jawa Timur. Walaupun beberapa keberhasilan program telah dicapai,
tetapi masih ditemukan beberapa permasalahan di lapangan, antara lain: (1)
perbedaan harapan dan tuntutan masyarakat terhadap program, serta masih
dijumpai sikap memandang Prima Tani sebagai suatu proyek, (2) beragamnya
kemampuan ekonomi masyarakat dan kualitas sumberdaya pertanian, serta
rendahnya insentif ekonomi yang diperoleh dari adopsi teknologi karena
sempitnya skala usahatani, dan (3) faktor budaya setempat temyata berpengaruh
sangat besar terhadap keberagaman keberhasilan Prima Tani di lapang
(Adimihardja at al. 2007).
Apabila diharapkan masyarakat (petmi) mengadopsi suatu inovasi,
masyarakat harus yakin bahwa inovasi itu memenuhi suatu kebutuhan yang benar-
benar dirasakan (Bunch, 2001). Inovasi akan menjadi kebutuhan petani apabila
inovasi tersebut dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi petani,
sehingga identifikasi masalah secara benm sangat penting, paling tidak ada dua
alasan, yaitu: (1) sesuatu yang kita anggap sebagai masalah, belum tentu
merupakan masalah yang dihadapi oleh petani, dan (2) kalau masalah tersebut
ternyata benar merupakan masalah petani, belum tentu pemecahanuya sesuai
kondisi petani (Wahyuni, 2000).
Prima Tani di Sulawesi Tenggara dengan agroekosistem lahan sawah
berbasis padi dilaksanakan pada tiga lokasi yaitu di Kabupaten Konawe,
Kabupaten Konawe Selatan, dan Kota Bau-Bau. Berdasarkan uraian pada latar
belakang dan peinlasalahan, maka permasalaban yang menarik untuk diteliti
sehubungan dengan pelaksanaan program Prima Tani terhadap ekonomi
rumahtangga petani adalah:
1. Bagai~nana kontribusi pendapatan, alookasi waktu kerja dan pola pengeluaran
rumahtangga petani peserta d m non-peserta Prima Tani pada agroekosistem
lahan sawah berbasis padi.
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi, curahan t e ~ ~ a g a kerja d m
pengeluaran rumahtangga petani peserta d m non-peserta Prima Tani pada
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah
adalah sebagai berukut:
1. Menganalisis kontribusi pendapatan, alokasi waktu kerja dan pola pengeluaran
rumahtangga petani peserta dan non-peserta Prima Tani pada agroekosistem
lahan sawah berbasis padi.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, curahan tenaga kerja
dan pengeluaran rumahtangga petani peserta dan non-peserta Prima Tani pada
agroekosistem lahan sawah berbasis padi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan penjelasan
menganai dampak program Prima Tani terhadap ekonomi rumahtangga petani
pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan berguna sebagai bahan inforrnasi bagi penentu kebijakan untuk
mengevaluasi pengembangan program Prima Tani serta sebagai referensi
pembanding dan stimulan untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada agroekosistem lahan sawah irigasi dengan basis
komoditas tanaman padi. Inovasi teknologi yang menjadi pokus analisis adalah
inovasi yang diintroduksi melalui program Prima Tani. Program Prima Tani
diharapkan dapat mempercepat inovasi teknologi pertanian dalam rangka
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Inovasi
Pembangunan pertanian berkaitan erat dengan dinamika keterkaitan antara
kelembagaan dan inovasi. Inovasi adalah manivestasi dari kapasitas dinamik
masyarakat dalam meningkatkan pendapatan, pengetahuan dan kemampuan petani
untuk berinovasi secara berkelanjutan. Meskipun demikian harus disadari bahwa
tanpa kehadiran kelembagaan yang mendukung penerapannya ~ e t a n i tidak akan
mampu mengadopsi inovasi tersebut. Dalam sektor pertanian sebagai sebuah
sistem, inovasi merupakan peristiwa yang sangat penting sebagai dinamisator
dalam menyelenggarakan pembangunan. Ada tiga tipe inovasi dalam
pembangunan pertanian yaitu : (1) Yield Reiser, merupakan inovasi yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas usahatani, jenis inovasi ini biasanya
berupa sarana produksi pertanian yang baru seperti benih unggul, varietas baru,
dan pestisida atau rekomendasi baru tentang cara bercocok tanam yang lebih
efektif, (2) Bottleneck-Breakers, merupakan inovasi yang bertujuan untuk
memecahkan masalah usahatani, jenis inovasi ini misalnya alat dan mesin
pertanian yang memecahkan permasalahan tenaga kerja atau yang mampu
membuat perusahaan agribisnis melakukan perluasan usaha dengan inenggunakan
sumberdaya yang tersedia, dan (3) New Enterprises, merupakan inovasi yang
berkaitan dengan perubahan mendasar dalam orientasi produksi, jenis inovasi
misalnya perubahan komoditas atau perubahan dari produksi untuk konsumsi
rumahtangga menjadi produksi yang berorientasi kepada pasar dalam upaya
Inovasi merupakan istilah yang dipakai secara luas dalam berbagai bidang,
baik industri, pemasaran, jasa, termasuk pertanian. Secara sederhana, Adams
(1988) menyatakan, an innovation is an idea or object percieved as new by an
individual. Dalam perspektif pemasaran, Simamora (2003) menyatakan bahwa
inovasi adalah suatu ide, praktek atau produk yang dianggap baru oleh individu
atau group yang relevan. Definisi lebih lengkap disarnpaikan oleh Van Den Ban
dan Hawkins (1996) yang menyatakan: an innovation is an idea, method, or
object which is regarded as new by individual, but which is not always the result
o f recent research.
Dari beberapa definisi tersebut, inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu:
(1) ide atau gagasan, (2) metode atau praktek, dan (3) produk (barang dan jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut hams rnempunyai sifat
"baru". Sifat "baru" tersebut tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir.
Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksi
kepada masyarakat tani yang belurn pemah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat
"baru" pada suatu inovasi hams dilihat dari sudut pandang masyarakat tani (calon
adopter), bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Pada tataran pemahaman yang
lebih operasional, inovasi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dapat
b e m j u d teknologi, kelembagaan, dan kebijakan.
2.2. Konsep Program Prima Tani
Dalam tatanan konsep, Prima Tani men~pakan Program Rintisan
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian untuk memperkenalkan dan
memasyarakatkan inovasi Badan Litbang Pertanian kepada masyarakat dalaln
bentuk laboratorium agribisnis di lokasi yang mudah dilihat dan dikenal
(BOT), dalam arti bahwa model inovasi yang diperkenalkan dan dimasyarakatkan
merupakan sesuatu yang baru, namun sifatnya masih introduksi awal dan untuk
selanjutnya diteruskan kepada institusi teknis yang melaksanakan program
pengembangan dalam skala luas.
Makna Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi
Teknologi Pertanian (Prima Tani) dapat dijelaskan oleh namanya sendiri. Program
berarti bahwa kegiatan terencana dan dilaksanakan sistematis untuk mewujudkan
tujuan seperti yang diuraikan sebelumnya. Kegiatan ini merupakan salah satu
program utama Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran inovasi
teknologi pertanian pada tahun 2005-2009.
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan berarti terobosan pembuka,
pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian
kepada dan oleh masyarakat luas. Pertama, Prima Tani haruslah dipandang
sebagai langkah inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah
kebuntuan atau kelambatan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan
secara luas oleh masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu (lag
period) yang dibutuhkan mulai dari penciphan inovasi teknologi sampai
penerapan oleh pengguna. Kedua, Prima Tani hanyalah tindakan pembuka atau
pelapor, keterlibatan Badan Litbang Pertanian hanya sementara waktu.
Pembinaan Prima Tani hams sesegera mungkin dilepaskan kepada masyarakat
dan pemerintah setempat. Dengan demikian, pengembangan Prima Tani
dilaksanakan dengan prinsip "bangun, operasikan dan serahkan" (build, operate
and transfer).
Inovasi teknologi pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis
mempakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan unggul
yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu, karakteristik teknologi
Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan
demikian, Prima Tani pada dasarnya ialah metode penelitian dan pengembangan
yang juga salah satu modus diseminasi teknologi, keduanya termasuk dalam
mandat institusional Badan Litbang Pertanian.
Nama singkatan "Prima Tan? sengaja dipilih tidak saja sebagai sebutan
yang mudah dan enak didengar, tetapi juga mengandung makna dan harapan
khusus "Prima" yang secara sistematik herarti pertama, utama, sangat baik,
merujuk pada cita bahwa yang akan diintroduksikan adalah teknologi tepat guna
inovatif terbaik dan terkini yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dengan
harapan selanjutnya akan menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang tangguh
dan unggul. Teknologi yang prima akan tercipta sistem dan usaha agribisnis yang
prima pula.
Prima Tani pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari paradigma baru
Badan Litbang Pertanian. Pada masa lalu, paradigma yang dianut dapat disebut
sebagai "Penelitian dan pengembangan" (Research and Development) dengan
fokus melaksanakan penelitian dan peugembangan untuk menemukan atau
menciptakan teknologi baru. Kegiatan diseminasi lebih dominan pada
mempublikasikan karya ilmiah dan menginformasikan keberadaan inovasi
teknologi. Paradigma lama tersebut menyebabkan tugas dan tanggungjawab
Badan Litbang Pertanian ditafsirkan sempit, terbatas pada menyediakan dan
menginformasikan teknologi inovatif. Penyebaran teknologi inovatif yang
Paradigma penelitian dan pembangunan yang lama itu pula, maka sasaran
Badan Litbang Pertanian berorientasi pada menghasikan teknologi inovatif dan
mempublikasikan karya ilmiah sebanyak-banyaknya. Kesesuaian teknologi yang
dihasilkan dengan preferensi pengguna menjadi kurang diperhatikan. Penyaluran
(delive~y) dan penerapan (receiviiZg/adopsi) teknologi yang dihasilkan dipandang
sebagai di luar tugas pokoknya. Kegiatan yang dilakukan cendemg bersifat
"Penelitian untuk Penelitian" (Research for Research) dan "Penelitian untuk
Publikasi" (Research for Publication). Paradigma inilah dianggap salah satu
penyebab utama fenomena lamban dan rendahnya tingkat penerapan teknologi
yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian oleh pengguna.
Menyadari ha1 itu, Badan Litbang Pertanian akan menerapkan paradigma
baru dalan~ melaksanakan tugas dan fmgsinya, yaitu "Penelitian untuk
Pembangunan" (Research for Development). Paradigma b m ini, diharapkan
orientasi kerjanya adalah lnenghasilkan teknologi inovatif untuk diterapkan
sebagai mesin penggerak pembangunan pertanian. Untuk itu, kegiatan penelitian
dan pengembangan haruslah berorientasi pada pengguna (user oriented) sehingga
teknologi inovatif yang dihasilkan lebih terjamin benar-benar tepat guna spesifik
lokasi untuk pemakai. Penelitian dan pengembangan harnslah dilakukan secara
partisipatif dengan melibatkan perwakilan calon pengguna outputnya.
Konsep paradigma penelitian untuk pembangunan, peranan kegiatan
diseminasi diposisikan sama penting dengan kegiatan penelitian dan
pengembangan. Kalau pada masa lalu, diseminasi praktis hanya uptuk
menginformasikan dan menyediakan teknologi sumberldasar secara terpusat di
Balai Penelitian, maka kini dengan paradigma penelitian untuk pembangunan,
r8olouyal ueqo$uoatad lapour !seyqdai w p !sn;[!p sasoid duoiopuaw
(E)
's!us!q!l8~ uralsrs m p rswou! uralsIs uey!sei8a~u!8uaw ue8uap j!$eAorr! !80[0qa$ s!seqiaq~ 1 s a i 8 o ~ d s!us!q@e m a p s wqoluo31ad lapom un8wquraw ( z ) 'wun8ueqwad
ynlun ue!qlauaj ueyiesepiaq (~uaurdolanaa puw y3Jwasav d~o~udz3!!.ivd)
~!~ed!s!~.~ed m8usqura8uacl m p m!l!lauad !nIqaur eutG tedai J!IQAOU! !801ouyal
ueyde~auaur ( I ) :nl!eS '!3a$e~ls iedwa m8uap ueyewsyef!p !mL eur!id
.m!ueuad 8wql!7 w p e g ueypseyyp 8wL J!IEAOU!
!8olouyal Iessew !sry!p 1 e ~ e y!~!) !peluaw wye ueydeiey!p lnqaslal ueqoluo3~ad
nele w s r l u ~
. .
.wqo~uo3iad nele ws!lu!l wdeqel m @ p eSqep!~as 'srus!qrBe erpsn w p uraJs!s mutGueqwad we1ep wydeia)!p 8unsZue1 e8uf ! d e ~ a ~ 'eun8 ~eda)efes yep!] myI!seq!p 8mL !801oqal !sdope e88uyas wun8wqurad 3mfunuad
wueSelad e8eqwa~-e8eqwal undnew le!siamoy enmas !801ouya) eun88uad
nqe sen[ $eyemSsew ue8uap Esep/Jaqums !3oloqa) e!paSuad !e8eqas ue!wpad
8ueql!~ mpeg 8uns8ml engas my8unqny8uaur ywun e w y e ~ ueyedmaw
WL e u ~ u d '!seuyuras!p ue@ay ueewsyelad !8as !iep )eq!l!a .(juamdopnap puv
y3rwasa.i pajua!.io ~autnsuo3) eu~8uad/uaumsuoy !selua!ioiaq w8ueqwa8uad w p
w!l!~auad w y p n l i a u r ay8ue1 m p p j!~ed!s!~ed w8ueqwa8uad m p wtylauad
ueewsye~ad ywun e u e y e ~ wyedniaw ! u e ~ ew!ld 'ue8ueqwa8uad w p uey)!lauad
ueie!%ay mewsyelad @as !iep 8mpued!a .lnqasial w!uepad 8ueqlg uepeg m q
ew3!pemd uey!se~uarua[dur!8uaur m p p !Sale.qs wyednratu FL €?UIIJd 'ue8uede1 !p !So[ouyal wdeiauad l!.qoy qo~u03 e6ueypasia~ rpefuaw
!8010uyal eun98uad ~eye.~eLssm epeday !seuuoju! eLureqasial p p wy!ensasIp
e8nf !seu!nras!p w$e!8ay m~esrrs .ue!uepad 8wq1g w p e g wyI!seq!p
!8ofouya~ ue)eyeieLsewad s!lupaw ynlun j!$e!s!u! !e8eqas !sesgequasapiaI a m a s
serta fasilitasi, dan (4) basis pengembagan dilaksanakan berdasarkan wilayah
agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.
Sementara tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat waktu,
meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang
dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik
mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi yang
merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian dan
pengembangan yang berorientasi kebutuhan pengguna. Dengan kata lain, Prima
Tani dirancang untuk berfungsi ganda, selain sebagai modus diseminasi juga
sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan
Litbang Pertanian. Lebih lanjut dalam pedoman umum Prima Tani, dijelaskan
bahwa tujuan Prima Tani sebagai modus diseminasi, meliputi kegiatan: (1)
merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem
dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif, (2) membangun
pengadaan sistem teknologi dasar secara luas dan desentralistik, (3) menyediakan
informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk peinecahan n~asalah melalui
penerapan inovasi pertanian bagi praktisi agribisnis, dan (4) memfasilitasi dan
meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk
melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usalla
agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara mandiri
(Adimihardja, 2006).
Tujuan Prima Tani sebagai laboratorium lapang (Irawan at al. 2006) pada
Badan Litbang Pertanian, (2) melaksanakan penelitian untuk pengembangan teknologi tepat guna secara partisipatif bersama-sama dengan para sasaran
pengguna langsung teknologi tersebut, dan (3) mengungkap preferensi dan perilaku konsumen teknologi sebagai dasar dalam merancang arsitektur teknologi
tepat guna untuk dijadikan sebagai sasaran penelitian dan pengembangan.
Keluaran akhir Prima Tani adalah terbentuknya unit Agribisnis Industrial
Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID),
yang merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu
pengetahan dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini
mencerminkan pengembangan agribisnis lengkap danpadu padan antar sub sistem
yang berbasis agroekosistem dan mempunyai kandungan teknologi dan
kelembagaan lokal yang diperlukan.
Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalarn suatu desa atau
laboratorium agribisnis, dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu: (1)
agroekosistem, (2) agribisnis, (3) wilayab, (4) kelembagaan, dan (5)
pemberdayaan masyarakat.
Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Prima Tani
diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik
lokasi yang meliputi aspek sumberdaya laban, air, wilayab komoditas, dan
komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti daiam implementasi Prima
Tani diperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani,
Pascapanen, pemasxan, dan penunjang dalarn satu sistem. Pendekatan wilayali
berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau
kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama,
kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga.
Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan Prima Tani tidak hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu
yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial,
norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan Pemberdayaan
masyarakat menekankan perlunya penurnbuhan kemandirian petani dalarn
memanfaatkan potensi sumberdaya perdesaan.
2.3. Tinjauan Studi Inovasi Tekaologi
Pembangunan pertanian diharapkan dapat terns memantapkan
swasembada pangan meIaIui pembangunan sistem pertanian yang berkelanjutan,
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kasryno el al. 2003).
Dalam lingkungan mikro, pembangunan pertanian diharapkan makin mampu
meningkatkan masyarakat tani pada faktor produksi pertanian, terutarna surnber
permodalan atau dana, teknologi, bibit unggul, pupuk dan sistem distribusi,
sehingga berdampak langsung kepada meningkatnya kesejahteraan petani
(Sumodiningrat, 2000).
Beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan Indonesia dalam
mencukupi kebutuhan pangan, utamanya beras didukung oleh empat faktor yang
saling terkait yaitu: (1) tersedianya teknologi produksi padi yang memadai, (2)
kebijaksanaan pemerintah yang meransang, (3) dukungan faktor eksternal yang
dalarn penyediaan sarana produksi, perkreditan, penyuluhan dan pasar, dan (4)
motivasi petani sebagai pelakulpemakai teknologi. Peningkatan produksi dapat
terjadi karena adanya inovasi baru. Bembahnya inovasi dari nmasa ke masa aka1
Ghatak dan Ingersent (1984) mengelompokkan perubahan teknologi
pertanian dalam bentuk perubahan teknik (induced technical change) yaitu
penerapan penggunaan teknologi baru pada kegiatan produksi hasil pertanian.
Perubahan teknologi pertanian itu perlu pula didukung oleh adanya perubahan
kelembagaan (induced institutional change) yaitu pembahan atau perbaikan
lembaga-lembaga pertanian yang berhubungan dengan kegiatan produksi, seperti
penyediaan lembaga bantuan kredit usahatani dan lembaga pemasaran hasil
produksi.
Melalui penerapan teknologi produksi "bm" yang ditunjang oleh adanya
perubahan dalam kelembagaan petani serta lembaga-lembaga lainnya yang terkait
dengan kegiatan produksi, diharapkan pada masa mendatang produksi padi dapat
mengalami peningkatan yang berarti. Kebijakan peningkatan produktivitas
melalui terobosan teknologi baru, investasi pembangunan prasarana irigasi,
subsidi dan pengadaan sarana produksi (benih unggul, pupuk dan pestisida),
kebijakan harga dan tata niaga beras, serta penyediaan kredit bersubsidi,
merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan Indonesia mencapai
swasembada beras pada tahun 1984 (Kasryno et al. 2001).
Menurut Widodo (1989) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
padi adalah lingkungan fisik, irigasi, tingkat penggunaan sarana produksi, teknik
bertani dan keadaan sosial ekonomi petani. Keadaan sosial ekonomi petani
berpengaruh secara tidak langsung lewat pengaruhnya pada petani dalam
menentukan tingkat penggunaan sarana produksi dan kecakapan dalam
pengelolaan usahatani (manajemen), dimana manajemen ini dicerminkan oleh
tingkat efesiensi teknis. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor-faktor yang terkait
tingkah laku ekonomi petani atau kesuksesan petani sebagai seorang yang
memaksimunkan keuntungan dalam menggunakan berbagai input, misalnya input-
input modem, tenaga kerja manusia dan temak, (2) faktor-faktor penyumbang
efisiensi teknis yang menentukan produksi padi petani, seperti cara bercocok
tanam dan kemampuan manajerial, dan (3) faktor- faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi efisiensi teknis. Lebih lanjut dikatakan bahwa hasil beras pada
usahatani padi ditentukan oleh kombinasi berbagai faktor lingkungan fisik (antara
lain regional dan lokasional), irigasi, taraf input, budidaya dan institusi sosial
ekonomi. Lingkungan fisik dan irigasi mempengaruhi hasil padi secara langsung
dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada taraf penggunaan input. Hasil juga
dipengaruhi oleh interaksi antara irigasi. dan pupuk. Institusi sosial ekonomi
mempengaruhi hasil secara langsung melalui pengaruhnya pada pengambilan
keputusan petani dalam menentukan tingkat penggunaan input, tetapi beberapa
analisis menunjukkan adanya hubungan langsung antara beberapa variabel sosial
ekonomi dan hasil, misalnya pendidikan, kredit, pekerjaan, riset dan penyuluhan.
Kemampuan manajerial, kekeringan (terjadi secara periodik lima tahun sekali)
yang menyebabkan berkurangnya areal panen, kebijakan ganda di sektor pertanian
dan program PHT (Pengendalian Hama Terpadu) juga mempengaruhi fungsi
produksi.
Penelitian Fajarningsih (1992) di Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa
produksi padi pada ketiga program intensifikasi (Inmum, Insus dan Supra Insus)
dipengaruhi secara bersama-sama (82.33 persen) oleh faktor-faktor produksi
benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCI, pupuk ZA, pestisida, tenaga kerja dan
pendidikan. Secara individual penambahan faktor-faktor produksi pupuk TSP dan
benih, pupuk urea, pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja akan menurunkan produksi padi. Tingkat keuntungan petani dipengaruhi secara bersama-sama oleh
harga faktor-faktor ~roduksi benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KC1, pupuk ZA, pestisida, dan upah tenaga kerja sebesar (56.56 persen), sedangkan secara
sendiri-sendiri, upah tenaga kerja apabila ditingkatkan akan menunmkan tingkat
keuntungan. Demikian juga dengan meningkatnya harga benih dan harga pupuk
urea akan menurunkan keuntungan petani.
Perubahan teknologi kelembagaan juga dapat mempengaruhi peningkatan
produksi hasil pertanian. Salah satunya dilaporkan oleh Krause el al. (1990) dalam
penelitiannya mengenai sistem pemberian kredit dengan tingkat bunga yang
rendah pada pembangunan suatu wilayah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa petani yang memperoleh bantuan kredit produksi dengan resiko yang
rendah atau dengan tingkat buuga yang tidak terlalu tinggi, cenderung
memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkau dengan petani yang
berproduksi tanpa adanya bantuan kredit pertanian.
Penelitian Noer (2002) mengenai pengaruh program Industri Tepung
Tapioka Rakyat (ITTARA) terhadap produksi dan pendapatan petani ubikayu
menunjukkan bahwa program ITTARA secara nyata berpengaruh terhadap produksi ubikayu persatuan input produksi yang digunakan dan secara nyata
tingkat produksi berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani ubikayu.
Faktor-faktor produksi yang berpenganih nyata terhadap produksi ubikayu di
Lampung Timur adalah luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang dan
pestisida. Setiap penambahan input produksi akan menyebabkan peningkatan
produksi ubikayu. Selanjutnya Tenriawaru (2003) menyatakan bahwa program
terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani. Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi adalah luas lahan, pupuk urea,
pupuk TSP, pestisida, populasi tanaman, tenaga kerja dan umur kakao, sedangkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan adalah luas lahan,
produktivitas, mutu kakao, dan harga kakao.
Penelitian Andriati dan Sudana (2007) di lokasi Prima Tani Kabupaten
Karawang dengan menggunakan benih berlabel, cara tanam pindah dan
pemupukan yang sesuai rekomendasi menujukkan bahwa, tingkat produksi gabah
kering panen tertinggi dihasilkan oleh petani yang menggunakan empat jenis
pupuk (urea, SP36, KCl/NPK) mencapai produksi 5.8 ton per hektar pada musim
hujan dan 5.4 ton per hektar pada musim kemarau, sedangkan pengunaan dua
jenis pupuk (urea dan SP36) menghasilkan 4.4 ton per hektar pada musim hujan
dan 4.2 ton per hektar pada musim kemarau. Pendapatan yang diperolel petani
dengan mengunakan dua jenis pupuk sebesar Rp. 2 286 790 dengan R/C ratio 1.56
pada musim hujan dan Rp. 1 721 800 per hektar dengan R/C ratio 1.42 pada
musim kemarau, sedangkan pendapatan yang diperoleh petani dengan
mengunakan empat jenis pupuk sebesar Rp. 3 485 530 dengan R/C ratio 1.70 pada
musim hujan dan Rp. 2 729 277 dengan R/C ratio 1.58 pada musim kemarau.
Sedangkan penelitian Haryati dan Nurawan (2007) di lokasi Prima Tani
Kabupaten Cirebon dengan introduksi pemupukan sesuai rekomendasi dengan
dosis pupuk (urea 200, ZA 200, SP-36 200, dan KC1 100 kilogram per hektar)
serta pengendalian ulat bawang merah dengan menggunakan feromon seks
menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi sebesar 47.37 persen. Hal ini
disebabkan karena petani dapat menekan biaya untuk pestisida dengan
periode yang sama hasil penelitian Kamandalu dan Suastika (2007) di lokasi Prima Tani Kabupaten Tabanan dengan introduksi cara tanam benih langsung
(tabela) legowo 2:1, tanam pindah legowo 2:l dan cara petani menunjukkan
bahwa dengan cara tabela 2:l memberikan hasil sebanyak 6.51 ton per hektar
GKP (Gabah Kering Panen), tanam pindah legowo 2:l sebesar 6.46 ton per hektar
GKP. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan sekitar 16.4 - 17.3 persen bila
dibandingkan dengan cara petani dengan hasil yang diperoleh sebesar 5.55 ton per
hektar GKP.
2.4. Tinjauan Studi Ekonomi Rumahtangga
Menurut Sumaryanto (1989), faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam
penawaran tenaga kerja pada usahatani padi adalah upah riil, luas sawah garapan,
pendapatan di luar usahatani padi, status garapan, faktor kelembagaa