• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR

TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN

IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

RISSA MARITSA OKTARINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

(3)

RINGKASAN

RISSA MARITSA OKTARINA. Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI dan ING MOKOGINTA.

Kegiatan dipping (perendaman) ikan kerapu bebek dalam air tawar merupakan salah satu kegiatan penanganan yang dilakukan untuk mengurangi parasit pada tubuh ikan dan diduga dapat meningkatkan nafsu makan pada ikan. Kegiatan ini dapat menyebabkan stres pada ikan yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek

Cromileptes altivelis serta mengetahui frekuensi perendaman optimum yang tidak menghambat pertumbuhan ikan.

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlakuan A : ikan direndam air tawar sebanyak 1x30 hari, perlakuan B : ikan direndam air tawar sebanyak 2x30 hari, perlakuan C : ikan direndam air tawar sebanyak 3x30 hari, dan perlakuan D : kontrol yaitu tidak direndam air tawar. Perendaman dalam air tawar dilakukan selama 20 menit. Enam ekor ikan dengan bobot berkisar 25,49 ± 0,78 gram, dipelihara dalam akuarium berukuran 40 x 60 x 45 cm yang diisi air laut dengan kisaran salinitas 29 - 31 ppt dan ketinggian air 35 cm. Ikan diberi pakan 3 kali sehari secara at satiation selama 67 hari masa pemeliharaan. Pakan yang digunakan mengandung kadar protein sebesar 46,1 % bobot kering dan energi sebesar 3148,42 kkal/kg.

(4)

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR

TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN

IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

RISSA MARITSA OKTARINA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek

Cromileptes altivelis

Nama Mahasiswa : Rissa Maritsa Oktarina

Nomor Pokok : C 14104057

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Mia Setiawati, M.Si. Prof. Dr. Ing Mokoginta

NIP. 131 999 588 NIP. 131 284 821

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Frekuensi

Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek

Cromileptes altivelis” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing

akademik, atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, dorongan

semangat dan pengarahannya serta saran selama penelitian dan penyusunan

skripsi.

2. Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan serta saran selama penulisan skripsi.

3. Dr. M. Agus Suprayudi dan Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku penguji

tamu yang telah memberikan banyak saran dan kritik dalam penulisan skripsi.

4. Pak Wasjan dan Mbak Retno atas bimbingannya selama penelitian.

5. Mama, Papa, Mbak Pipit, Mas Nanda, Bu Tuti, Om Priy, dan Mas Ongko atas

dukungan dan doanya.

6. Muhammad Firly Talib yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kasih

sayangnya.

7. Teman-teman seperjuangan BDP’41, Agnis, Dyah, Martha, Deby, Dewi,

Nafisah, Fiska, Sarah, Ema, Andy, Hendy, Yuli, dan yang lainnya.

8. Keluarga besar BDP serta semua pihak yang telah mendukung dan membantu

dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu saran dan

kritik penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan informasi

bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten tanggal 31 Oktober 1986 dari

pasangan Bapak Suwarto dan Ibu Marlina. Penulis merupakan anak ketiga dari

tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMU Negeri 1

Purbalingga dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Pertanian

Bogor dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di

Yohanes Fish Farm di Ciseeng, Bogor. Penulis pernah melakukan kegiatan

praktek lapang udang vaname Litopenaeus vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah dan PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa Timur.

Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan semester genap

2008, dan mata kuliah Teknologi Pemberian dan Pembuatan Pakan semester

ganjil 2008. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa

Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan

tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Frekuensi

Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu

(8)

vii

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan Kerapu Bebek ... 3

2.2 Perendaman Air Tawar ... 4

2.3 Nafsu Makan dan Lingkungan ... 6

2.3 Osmoregulasi dan Energi ... 7

2.4 Gambaran Darah Ikan ... 8

III. BAHAN DAN METODE ... 10

3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Pemeliharaan Ikan Uji dan Pengumpulan Data ... 10

3.3 Parameter Uji ... 11

3.4 Analisa Statistik ... 13

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bobot rata-rata awal (Wo), Bobot rata-rata akhir (Wt), Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), danSurvival Rate (SR)... 15

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisa kualitas air... 25

2. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan... 25

3. Komposisi pakan uji ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis... 25

4. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) ... 26

5. Prosedur analisa gambaran darah... 30

6. Prosedur pembuatan pakan uji ... 32

7. Hasil analisa proksimat ikan perlakuan... 33

8. Bobot rata-rata ikan awal dan ikan akhir ... 33

9. Konsumsi pakan selama pemeliharaan ... 33

10. Laju pertumbuhan harian ... 34

11. Efisiensi pakan ... 34

12. Retensi protein ... 34

13. Retensi lemak ... 36

14. Survival Rate... 37

(11)

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR

TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN

IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

RISSA MARITSA OKTARINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

(13)

RINGKASAN

RISSA MARITSA OKTARINA. Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI dan ING MOKOGINTA.

Kegiatan dipping (perendaman) ikan kerapu bebek dalam air tawar merupakan salah satu kegiatan penanganan yang dilakukan untuk mengurangi parasit pada tubuh ikan dan diduga dapat meningkatkan nafsu makan pada ikan. Kegiatan ini dapat menyebabkan stres pada ikan yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek

Cromileptes altivelis serta mengetahui frekuensi perendaman optimum yang tidak menghambat pertumbuhan ikan.

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlakuan A : ikan direndam air tawar sebanyak 1x30 hari, perlakuan B : ikan direndam air tawar sebanyak 2x30 hari, perlakuan C : ikan direndam air tawar sebanyak 3x30 hari, dan perlakuan D : kontrol yaitu tidak direndam air tawar. Perendaman dalam air tawar dilakukan selama 20 menit. Enam ekor ikan dengan bobot berkisar 25,49 ± 0,78 gram, dipelihara dalam akuarium berukuran 40 x 60 x 45 cm yang diisi air laut dengan kisaran salinitas 29 - 31 ppt dan ketinggian air 35 cm. Ikan diberi pakan 3 kali sehari secara at satiation selama 67 hari masa pemeliharaan. Pakan yang digunakan mengandung kadar protein sebesar 46,1 % bobot kering dan energi sebesar 3148,42 kkal/kg.

(14)

PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR

TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN

IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

RISSA MARITSA OKTARINA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Skripsi : Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek

Cromileptes altivelis

Nama Mahasiswa : Rissa Maritsa Oktarina

Nomor Pokok : C 14104057

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Mia Setiawati, M.Si. Prof. Dr. Ing Mokoginta

NIP. 131 999 588 NIP. 131 284 821

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Frekuensi

Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek

Cromileptes altivelis” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing

akademik, atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, dorongan

semangat dan pengarahannya serta saran selama penelitian dan penyusunan

skripsi.

2. Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan serta saran selama penulisan skripsi.

3. Dr. M. Agus Suprayudi dan Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku penguji

tamu yang telah memberikan banyak saran dan kritik dalam penulisan skripsi.

4. Pak Wasjan dan Mbak Retno atas bimbingannya selama penelitian.

5. Mama, Papa, Mbak Pipit, Mas Nanda, Bu Tuti, Om Priy, dan Mas Ongko atas

dukungan dan doanya.

6. Muhammad Firly Talib yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kasih

sayangnya.

7. Teman-teman seperjuangan BDP’41, Agnis, Dyah, Martha, Deby, Dewi,

Nafisah, Fiska, Sarah, Ema, Andy, Hendy, Yuli, dan yang lainnya.

8. Keluarga besar BDP serta semua pihak yang telah mendukung dan membantu

dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu saran dan

kritik penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan informasi

bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten tanggal 31 Oktober 1986 dari

pasangan Bapak Suwarto dan Ibu Marlina. Penulis merupakan anak ketiga dari

tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMU Negeri 1

Purbalingga dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Pertanian

Bogor dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di

Yohanes Fish Farm di Ciseeng, Bogor. Penulis pernah melakukan kegiatan

praktek lapang udang vaname Litopenaeus vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah dan PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa Timur.

Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan semester genap

2008, dan mata kuliah Teknologi Pemberian dan Pembuatan Pakan semester

ganjil 2008. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa

Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan

tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Frekuensi

Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu

(18)

vii

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan Kerapu Bebek ... 3

2.2 Perendaman Air Tawar ... 4

2.3 Nafsu Makan dan Lingkungan ... 6

2.3 Osmoregulasi dan Energi ... 7

2.4 Gambaran Darah Ikan ... 8

III. BAHAN DAN METODE ... 10

3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Pemeliharaan Ikan Uji dan Pengumpulan Data ... 10

3.3 Parameter Uji ... 11

3.4 Analisa Statistik ... 13

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bobot rata-rata awal (Wo), Bobot rata-rata akhir (Wt), Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), danSurvival Rate (SR)... 15

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisa kualitas air... 25

2. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan... 25

3. Komposisi pakan uji ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis... 25

4. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) ... 26

5. Prosedur analisa gambaran darah... 30

6. Prosedur pembuatan pakan uji ... 32

7. Hasil analisa proksimat ikan perlakuan... 33

8. Bobot rata-rata ikan awal dan ikan akhir ... 33

9. Konsumsi pakan selama pemeliharaan ... 33

10. Laju pertumbuhan harian ... 34

11. Efisiensi pakan ... 34

12. Retensi protein ... 34

13. Retensi lemak ... 36

14. Survival Rate... 37

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis merupakan salah satu jenis ikan karang yang populer dan digemari konsumen, ikan ini juga memiliki nilai jual

tinggi terutama di pasar Asia. Berdasarkan informasi pasar, diperoleh data bahwa

harga kerapu bebek hidup ukuran konsumsi Rp. 350.000,00 per kilogram

(Anonimous, 2008). Permintaan ikan kerapu yang terus meningkat tidak dapat

mengandalkan hasil penangkapan dari alam, tetapi harus diupayakan melalui

usaha budidaya. Sampai saat ini usaha pembesaran budidaya ikan kerapu telah

banyak dilakukan, khususnya dalam keramba jaring apung (KJA).

Pemeliharaan ikan kerapu bertujuan untuk mencapai produksi maksimal

secara berkesinambungan, baik dalam jumlah, mutu maupun ukuran. Sebagai

salah satu spesies ikan yang dibudidayakan di perairan laut, kerapu bebek

berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Berdasarkan kondisi tersebut,

perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pakan dan pengendalian hama dan penyakit.

Pemberian pakan yang tidak sesuai, membuat ikan mudah terserang penyakit

sehingga produksi rendah. Oleh karena itu, keseimbangan formulasi pakan serta

pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan sangat penting bagi

keberhasilan pemeliharaan ikan (Watanabe, 1988). Pengendalian berbagai jenis

hama dan penyakit akan membantu menunjang kelangsungan hidup dan

peningkatan produksi, kegiatan yang sering dilakukan adalah dipping

(perendaman) di air tawar. Kegiatan ini selain dapat menghilangkan parasit yang

menempel pada tubuh ikan juga diduga dapat meningkatkan nafsu makan ikan.

Perubahan salinitas media hidup ikan yang terjadi saat perendaman juga

mempengaruhi tekanan osmotik ikan secara langsung dan melibatkan penggunaan

energi yang besar untuk melakukan pengaturan kerja osmotik (Sucipto et al., 2008).

Kegiatan pemindahan ikan pada saat perendaman dalam air tawar sangat

berpengaruh terhadap keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh ikan.

Keseimbangan ini berkaitan dengan proses osmoregulasi. Menurut Fujaya (2002),

osmoregulasi dapat terjadi karena adanya penyesuaian keseimbangan antara

(22)

2

tubuh dengan lingkungannya, dimana cairan akan mengalir dari tekanan osmosis

rendah ke tekanan osmosis yang lebih tinggi. Kegiatan perendaman dalam air

tawar dapat menyebabkan ikan laut menjadi stres karena terjadi perubahan kondisi

lingkungan yang ekstrim, dalam hal ini adalah perubahan salinitas yang drastis.

Perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola osmoregulasi pada ikan. Pola

osmoregulasi yang terjadi pada ikan air laut adalah cairan dalam tubuh ikan akan

mengalir keluar menuju lingkungannya karena tekanan osmosis pada air laut lebih

tinggi dibandingkan dengan tekanan osmosis cairan dalam tubuh ikan, jika ikan

air laut dipindahkan pada media air tawar maka pola osmoregulasi akan terjadi

sebaliknya. Hal inilah yang menyebabkan ikan menjadi stres. Sebagai respon dari

stres ikan akan mengalami peningkatan plasma katekholamin dan kortikosteroid

yang berdampak pada penurunan kadar protein otot, peningkatan glukosa darah,

serta kandungan elektrolit tubuh menjadi tidak stabil. (Mazeaud and Mazeaud,

1977 dalam Pickering, 1981). Untuk mengatasi stres, ikan melakukan adaptasi

terhadap perubahan lingkungan dengan cara meningkatkan metabolisme tubuh.

Proses adaptasi dengan cara meningkatkan metabolisme tubuh memerlukan

banyak energi, sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan rendah serta mudah

terserang penyakit karena sebagian besar energi digunakan untuk beradaptasi.

Perendaman ikan air laut pada air tawar diduga dapat meningkatkan nafsu

makan ikan, sehingga dapat memacu kinerja pertumbuhan ikan jika dilakukan

pada frekuensi yang tepat. Oleh karena itu, penelitian untuk melihat kinerja

pertumbuhan ikan akibat perendaman dalam air tawar perlu dilakukan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perendaman

dalam air tawar yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan Kerapu Bebek

Ikan membutuhkan nutrien untuk pertumbuhan dan mendukung

kelangsungan hidupnya sama halnya seperti hewan lainnya. Nutrien dapat

diperoleh dari makanan yang dimakan oleh ikan. Makanan mengandung nutrien

(protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin) dan merupakan sumber energi

esensial bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ikan. Kekurangan dari

bahan di atas dapat menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan atau ikan

mudah terkena penyakit (NRC, 1993).

Kualitas dari pakan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi yang dibutuhkan oleh

ikan karena ikan memerlukan makanan untuk mendapatkan energi, jumlah energi

berkaitan dengan efisiensi pakan (Milamena et al., 2002). Protein memegang peranan paling penting dari jaringan dan organ tubuh hewan termasuk senyawa

nitrogen seperti asam nukleat, enzim, hormon, vitamin, dan lain sebagainya.

Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, suhu

air, feeding rate, ketersediaan dan kualitas pakan alami, kandungan energi yang dapat dicerna dari pakan dan kualitas dari protein secara keseluruhan (Furuichi,

1988). Protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimal pada juvenil ikan

estuary grouper adalah 40 – 50% (NRC, 1993). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Williams et al (2004), bahwa kadar protein pada pakan untuk kerapu bebek ukuran fingerlings sebaiknya tidak kurang dari 44 % bobot kering.

Lemak merupakan senyawa organik kompleks yang tidak larut dalam air

namun larut dalam pelarut organik seperti eter, benzena, dan kloroform. Ikan

memanfaatkan lemak untuk energi, struktur sel, dan memelihara keutuhan dari

biomembran (Furuichi, 1988). Kadar lemak yang dibutuhkan dalam pakan kerapu

bebek berkisar antara 9 – 11 % (Laining et al., 2002 dalam Laining et al., 2004). Pada pakan, keseimbangan antara protein dan lemak sangat penting untuk

mengurangi pemanfaatan protein sebagai sumber energi sehingga dapat membuat

(24)

4

Ikan sama halnya seperti hewan lain memanfaatkan karbohidrat sebagai

salah satu sumber energi. Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat

sebagai sumber energi masih lebih rendah dibandingkan hewan lain dan

kemampuan ikan omnivora untuk memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi

dibandingkan dengan ikan karnivora seperti ikan kerapu. Kebutuhan karbohidrat

yang optimal pada ikan omnivora berkisar 30 – 40% sedangkan ikan karnivora

berkisar 10 – 20% (Furuichi, 1988). Namun, kerapu bebek mampu memanfaatkan

glukosa sebagai sumber karbohidrat sebesar 16 % (Usman, 2002 dalam Laining et al., 2004).

Vitamin penting untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi, dan

pemeliharaan, namun dalam pakan dibutuhkan dengan jumlah yang sedikit

berkisar antara 0,2 – 0,5 % (Lovell, 1989). Secara umum, mineral bermanfaat

untuk menjalankan struktur komponen jaringan, berfungsi sebagai metabolisme

sel, dan mempunyai peran yang penting dalam osmoregulasi dan mempertahankan

keseimbangan asam basa (Jobling, 2001).

2.2 Perendaman dalam Air Tawar

Kegiatan dipping (perendaman) merupakan salah satu kegiatan penanganan yang dilakukan dengan cara merendam ikan ke dalam air tawar yang

bertujuan untuk mengurangi parasit pada tubuh ikan. Kegiatan ini biasa dilakukan

di keramba jaring apung (KJA) secara rutin, pada umumnya setiap seminggu

sekali. Lamanya perendaman ikan disesuaikan dengan kepadatan ikan serta

penggunaan aerasi. Ikan yang akan direndam diangkat dari wadah

pemeliharaannya dan ditempatkan pada wadah berupa ember atau sterofoam yang

diisi air tawar. Berdasarkan informasi dari petani ikan di Kepulauan Seribu, ikan

dengan kepadatan tinggi dan direndam tanpa aerasi dilakukan selama ± 3 menit,

sedangkan jika menggunakan aerasi direndam selama ± 5 menit. Namun jika

dilakukan pada kepadatan rendah perendaman dapat dilakukan lebih lama.

Kegiatan perendaman sangat berkaitan dengan handling (penanganan) seperti penangkapan dan pemindahan ikan serta pembiusan ikan yang

berpengaruh terhadap keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh ikan

(25)

5

secara fisiologi dengan meningkatnya plasma katekholamin dan kortikosteroid

yang berdampak pada kadar protein otot rendah, glukosa darah meningkat, serta

kandungan elektrolit tubuh tidak stabil. (Mazeaud dan Mazeaud, 1981). Stres

dalam bentuk apapun dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan serta

mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Energi yang digunakan untuk mengatasi

stres tidak dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan. Stres secara kimia maupun

fisik dapat disebabkan oleh akumulasi sisa feses, oksigen rendah, kepadatan,

penanganan, polusi air, kualitas pakan yang kurang baik, dan lain-lain (Halver,

1988).

Respon hematologi yang terjadi pada saat ikan air laut ditangkap dan

diberikan perlakuan stres terjadi sangat cepat. Pada kondisi stres, ikan ini

cenderung untuk meningkatkan ion-ion dan cairan osmolaritas (Wells et al, 1984 dalam Montgomery dan Wells, 1993). Beberapa indikator stres dini dapat dilihat

dari kadar glukosa darah, persentase hemoglobin (Smith dan Ramos, 1976 dalam

Mazeaud dan Mazeaud, 1981). Semua hal di atas dapat menyebabkan

pertumbuhan ikan rendah serta mudah terserang penyakit serta kematian

(Mazeaud dan Mazeaud, 1981).

Perpindahan ikan salmon dari air laut ke air tawar tentu saja meningkatkan

afinitas oksigen dari darah (Maxime et al, 1990 dalam Jensen, 1993). Air laut memiliki massa jenis oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan air tawar

disebabkan karena adanya stimulus ventilasi yang meningkat. Perubahan salinitas

juga dapat menimbulkan efek terhadap konduksi difusi dari insang. Pemindahan

ikan dari air laut ke air tawar secara cepat telah dipelajari secara intensif pada

beberapa jenis ikan stenohaline dengan tujuan untuk mengetahui perpindahan garam yang terjadi di dalam tubuh yang ditandai dengan berkurangnya kadar ion

Na+ dan Cl-. Sebagai contoh, ikan laut stenohaline, Holocanthus ciliaris dapat bertahan hidup selama beberapa minggu pada air tawar yang telah ditingkatkan

konsentrasi kalsiumnya sekitar 5 – 25 mm/liter (Evans, 1975 dalam Eddy, 1981).

Pengembangan dan pengaplikasian uji perendaman ikan air laut pada air tawar

dilakukan untuk melihat kondisi akibat pengaruh dari stressor terhadap

kemampuan osmoregulasi ikan. Kegunaan perendaman air tawar dengan adanya

(26)

6

untuk menentukan kondisi yang lebih baik serta meningkatkan kelangsungan

hidup ikan dalam menghadapi perubahan lingkungan (Wedemeyer dan McLeay,

1981).

2.3 Nafsu Makan dan lingkungan

Nafsu makan merupakan keinginan untuk memuaskan atau memenuhi

kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh untuk memakan suatu makanan. Nafsu

makan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Pada ikan, nafsu makan dipengaruhi

oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap nafsu

makan ikan antara lain cahaya, suhu, oksigen, pH, salinitas, senyawa nitrogen,

polutan, dan zat yang beracun. Sedangkan faktor biotik antara lain kepadatan

populasi, struktur sosial seperti keseragaman ukuran serta seks rasio, predator, dan

gangguan dari manusia (Kestemont dan Baras, 2001).

Faktor suhu sangat penting berperan dalam meningkatkan nafsu makan

ikan, makanan yang dimakan oleh ikan akan meningkat seiring dengan

peningkatan suhu dan akan mencapai puncaknya lalu turun secara dramatis

kurang lebih sebelum mencapai suhu optimal (Brett, 1979 dalam Kestemont dan

Baras, 2001). Ikan sangat didominasi oleh metabolisme aerob, maka kandungan

oksigen terlarut merupakan faktor pembatas lingkungan yang paling potensial

(Fry, 1971 dalam Kestemont dan Baras, 2001), khususnya pada suhu tinggi

(Jobling, 1997 dalam Kestemont dan Baras, 2001). Konsentrasi yang tidak

mematikan dari senyawa nitrogen (nitrit), bergantung pada suhu, oksigen, dan pH

yang dapat berpengaruh terhadap struktur insang dan epidermal mucus (Kamstra

et al, 1996 dalam Kestemont dan Baras, 2001), namun efeknya terhadap pakan masih jarang ditemukan. Sedangkan efek yang disebabkan oleh pH tergantung

pada penyesuaian diri ikan. Efek langsung dari kepadatan yaitu perubahan tingkah

laku yang disebabkan kebutuhan energi yang sangat diperlukan untuk pertahanan

terhadap kompetitor.

Faktor biotik seperti struktur sosial tidak hanya dipengaruhi oleh

kepadatan populasi ikan tetapi juga keseragaman ukuran ikan dan seks rasio

(27)

7

dipengaruhi oleh hal yang rutin dilakukan, seperti penanganan ikan, pembersihan

wadah pemeliharaan, tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit, serta

pengadaan pakan.

2.4 Osmoregulasi dan energi

Perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba dapat menimbulkan

stres. Salah satunya dilihat dari keseimbangan air dan garam dalam tubuh ikan

yang mempengaruhi kondisi fisiologi yang menyebabkan stres. Sebagian besar

hewan akuatik mempertahankan keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh

agar tetap stabil dengan melakukan osmoregulasi. Osmoregulasi merupakan upaya

hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan

lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose (Fujaya, 2002).

Jika kandungan elektrolit didalam tubuhnya berbeda dengan lingkungan, maka

dilakukan beberapa mekanisme regulasi untuk mempertahankan keseimbangan air

dan garam tersebut. Perpindahan ikan air laut ke air tawar secara cepat dapat

menyebabkan stres. Efek dari stres dapat membuat proses osmoregulasi

mengalami gangguan karena perubahan keseimbangan air dan garam (Irianto,

2005). Perubahan yang terjadi pada proses osmoregulasi menyebabkan

peningkatan kebutuhan energi ikan untuk beradaptasi dengan perubahan

lingkungan dan mengurangi alokasi energi untuk pertumbuhan (Halver, 1988).

Energi tersebut digunakan untuk mengatur menjaga agar osmoregulasi berjalan

normal.

Ikan air laut yang kehilangan banyak air secara osmotik melalui insang,

harus melepaskan garam banyak meminum air laut dan memproduksi sedikit urine

sebagai cara beradaptasi. Mekanisme pengaturan garam dan ion bagi ikan

stenohaline sangat tidak fleksibel karena dibatasi oleh media hidupnya, baik ikan air laut maupun air tawar. Ikan air laut biasanya dapat mentolerir salinitas

dibawah media hidupnya namun harus lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas

darahnya. Sedangkan ikan air tawar biasanya dapat mentolerir salinitas dibawah

salinitas darahnya. Beberapa ikan estuari dan ikan yang bermigrasi, seperti

salmon, mampu beradaptasi terhadap perubahan salinitas dari air tawar ke air laut

(28)

8

2.4 Gambaran Darah Ikan

Parameter darah merupakan salah satu indikator adanya perubahan kondisi

pada kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi akibat mikroorganisme atau

karena faktor non infeksi oleh lingkungan, nutrisi, dan genetik. Darah ikan

tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan ke

seluruh jaringan tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup. Pada tubuh ikan, darah

berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke

sel-sel tubuh, menyuplai oksigen ke sel-sel dan jaringan tubuh serta mengangkut

hormon dan enzim ke organ yang membutuhkan (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Menurut Fujaya (2002), darah berfungsi sebagai pembawa

oksigen, karbondioksida, sari-sari makanan maupun hasil metabolisme. Pada ikan,

darah mengalir dengan membawa oksigen dari insang ke jaringan dan ion seperti

Na+ dan Cl- yang berperan dalam osmoregulasi. Selain itu, darah juga membawa

hormon dan vitamin, terutama dalam plasma.

Sel-sel darah ikan terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit), dan keping darah (trombosit). Jumlah dan proporsi komponen

masing-masing darah relatif stabil bila ikan dalam keadaan sehat. Menurut Amlacher

(1970) dalam Setiawati dkk (2007), darah dapat mengalami perubahan yang serius

khususnya bila terkena infeksi. Selain itu, kekurangan atau kelebihan makanan

dapat mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level protein total, kadar

hemoglobin, dan total eritrosit).

Eritrosit pada ikan merupakan sel darah dengan jumlah terbanyak. Eritrosit

ikan berbentuk oval sampai bundar berukuran 7-36 mikron dengan inti bulat telur

yang berfungsi mengikat oksigen dan sitoplasma merah muda (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Umumnya, ikan memiliki jumlah eritrosit berkisar 1,05 x

106– 3,0 x 106 sel/mm3(Roberts (1978) dalam Irianto (2005)). Rendahnya jumlah

eritrosit menunjukkan ikan menderita anemia atau kerusakan ginjal. Sedangkan

tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stres (Nabib dan

Pasaribu, 1989). Menurut Dellman dan Brown (1989) dalam Ashry (2007),

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah jenis kelamin, perbedaan induk

(29)

9

Hemoglobin merupakan suatu molekul protein di dalam eritrosit yang

terdiri atas protoporfirin, globin, dan besi bervalensi 2 (ferro). Hemoglobin dalam

darah merupakan alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Fungsi utama dari

hemoglobin adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses

katabolisme sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah yang

terlalu tinggi (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Kadar hemoglobin normal pada ikan menurut Nabib dan Pasaribu (1989) berkisar antara 8 – 9 gr %,

(30)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2008 sampai Juni 2008.

Analisis proksimat ikan dan pakan uji dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan dan

analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor. Sedangkan pemeliharaan ikan dan perlakuan perendaman dalam air tawar

dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK) IPB, Ancol, Jakarta Utara.

3.2 Pemeliharaan Ikan Uji dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan adalah ikan kerapu bebek berasal dari Balai

Budidaya Laut Lampung dengan bobot berkisar 25,49 ± 0,78 gram. Setelah masa

aklimatisasi untuk adaptasi, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan

sisa pakan dalam saluran pencernaan, kemudian ikan ditimbang dan dimasukkan

ke dalam akuarium uji. Jumlah ikan per akuarium adalah 6 ekor. Ikan dipelihara

dalam 12 akuarium yang berukuran 40 x 60 x 45 cm yang diisi air laut dengan

kisaran salinitas 29 - 31 ppt dan ketinggian air 35 cm. Wadah pemeliharaan

disusun dalam satu sistem resirkulasi dan satu buah bak tandon. Suhu air dijaga

dengan menggunakan thermostat yang dipasang pada tandon dan kondisi air di akuarium diukur setiap hari dengan thermometer, yaitu kisaran suhu 28 - 32oC. Hasil analisa kualitas air terdapat pada Lampiran 1.

Ikan diberi pakan berbentuk pellet sebanyak 3 kali sehari pada pukul

06.00, 12.00, dan 18.00 secara at satiation selama masa pemeliharaan. Pakan yang digunakan mengandung kadar protein sebesar 46,1 %, lemak 13,82 %, abu 13,14

%, serat kasar 0,64 %, BETN 16,62 %, energi sebesar 3148,42 kkal/kg, serta C/P

rasio sebesar 6,83 kkal/gr protein. Komposisi pakan uji didasarkan atas kebutuhan

dasar nutrisi ikan kerapu. Hasil analisa bahan penyusun pakan dan komposisi

pakan uji masing-masing terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Selain itu,

untuk menjaga kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap hari dan

pergantian air sebanyak 25 % dari volume air akuarium secara teratur setiap 2 hari

(31)

11

Terdapat 3 macam perlakuan perendaman ikan uji di air tawar selama 20

menit, masing-masing yaitu perlakuan A dengan frekuensi perendaman air tawar

sebanyak 1x30 hari, perlakuan B dengan frekuensi perendaman air tawar

sebanyak 2x30 hari, setiap 15 hari sekali, dan perlakuan C dengan frekuensi

perendaman air tawar sebanyak 3x30 hari setiap 10 hari sekali, serta D sebagai

kontrol yang tidak diberikan perlakuan perendaman air tawar selama

pemeliharaan. Perendaman ikan dilakukan dengan air tawar sebanyak 5 liter.

Pemeliharaan ikan dilakukan selama 67 hari. Penimbangan jumlah pakan

yang diberikan dilakukan per 10 hari atau sesudah diberikan perlakuan untuk

mengetahui nafsu makan ikan. Sampling dilakukan pada awal dan akhir

pemeliharaan dengan cara menimbang bobot ikan dan menghitung bobot

biomassa pada masing-masing perlakuan. Pada akhir perlakuan diambil ikan

sampel untuk analisa proksimat guna mengetahui komposisi tubuh ikan untuk

mengetahui retensi protein dan retensi lemak. Prosedur analisa terdapat pada

Lampiran 4.

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir masa pemeliharaan untuk

mengetahui gambaran darah ikan pada ikan sampel dari setiap perlakuan.

Prosedur analisa gambaran darah terdapat pada Lampiran 5.

3.3 Parameter Uji

3.3.1 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang total pakan yang

dikonsumsi oleh ikan selama perlakuan pemberian pakan.

3.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan persamaan :

LPH (%) =

Keterangan : Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (gram)

o

W = bobot rata-rata individu pada waktu awal (gram)

(32)

12

3.3.3 Survival Rate (SR)

Tingkat Kelangsungan Hidup dihitung dengan menggunakan rumus :

%

Keterangan : Nt = jumlah ikan uji pada akhir pengamatan (ekor)

No = jumlah ikan uji pada awal pengamatan (ekor)

3.3.4 Efisiensi Pakan (EP)

Efisiensi pakan dihitung dengan menggunakan rumus :

EP =

Keterangan : Wt = bobot total ikan pada akhir pemeliharaan

Wo= bobot total ikan pada awal pemeliharaan

Wd = bobot total ikan yang mati selama masa pemeliharaan

(gram)

F = jumlah pakan yang diberikan (gram) 3.3.5 Retensi Lemak

Retensi lemak dihitung dengan menggunakan rumus :

RL (%) =

L

I F

x 100%

Keterangan : F = jumlah lemak tubuh pada akhir pemeliharaan

I = jumlah lemak tubuh pada awal pemeliharaan

L = jumlah lemak yang dikonsumsi ikan 3.3.6 Retensi Protein

Retensi protein dihitung dengan menggunakan rumus :

RP (%) =

P

I F

x 100%

Keterangan : F = jumlah protein tubuh pada akhir pemeliharaan

I = jumlah protein tubuh pada awal pemeliharaan

(33)

13

3.3.7 Gambaran Darah

Parameter gambaran darah yang diamati adalah total eritrosit dan kadar

hemoglobin.

3.4 Analisa Statistik

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan memiliki 3 ulangan.

Sebagai perlakuan yaitu frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda.

Parameter yang diuji yaitu konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, survival rate, efisiensi pakan, retensi lemak, dan retensi protein. Pengaruh perlakuan terhadap parameter uji diketahui dengan menggunakan analisis ragam dengan

tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

3.5 Analisa Kimia

Analisa kimia yang dilakukan adalah analisa proksimat. Analisa proksimat

dilakukan terhadap pakan, tubuh ikan sebelum perlakuan, dan tubuh ikan setelah

perlakuan. Analisa proksimat pakan yang dilakukan yaitu analisa kadar protein,

kadar air, kadar abu, kadar lemak, serat kasar. Sedangkan analisa proksimat ikan

yang dilakukan antara lain analisa kadar protein, kadar lemak, dan kadar air

(Takeuchi, 1988). Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH,

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang diperoleh selama pemeliharaan ikan kerapu bebek yang

diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar dilihat dari status total eritrosit

dan kadar hemoglobin dalam darah terdapat pada Gambar 1.

1,61

A (1x/30hr) B (2x/30hr) C (3x/30hr) D (kontrol)

Perlakuan

Gambar 1. Nilai rataan gambaran darah selama pemeliharaan (i) total eritrosit (106sel/mm3)

(ii) kadar hemoglobin (Gr %)

Pengamatan yang dilakukan pada saat ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis diberikan perlakuan perendaman air tawar yaitu keluarnya lendir ikan yang berlebih serta tingkah laku ikan yang diam tidak banyak bergerak. Hasil

pengamatan darah yang terdapat pada Gambar 1 (i), dapat dilihat bahwa total

eritrosit setelah pemeliharaan, baik yang diberikan perlakuan perendaman air

tawar dengan frekuensi 1x30 hari, 2x30 hari, 3x30 hari, dan kontrol memiliki

kisaran nilai rataan yang berbeda. Total eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan

dengan frekuensi 1x30 hari dan total eritrosit paling rendah terdapat pada

perlakuan kontrol. Kadar hemoglobin pada Gambar 1 (ii) memiliki nilai tertinggi

pada perlakuan perendaman air tawar dengan frekuensi 1x30 hari dan kadar

hemoglobin terendah terdapat pada perlakuan perendaman air tawar dengan

frekuensi 3x30 hari.

Hasil yang didapat setelah pemeliharaan ikan uji selama 67 hari yang

diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar terhadap parameter kinerja

pertumbuhan terdapat pada Tabel 1.

5,10 5,00

(35)

15

Tabel 1. Bobot rata-rata awal (Wo), Bobot rata-rata akhir (Wt), Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), danSurvival Rate (SR)

Ket : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan selang kepercayaan 95%.

* menunjukkan perbandingan prosentase perubahan nilai rataan (Δ) perlakuan terhadap kontrol pada parameter uji laju pertumbuhan harian (LPH) dan efisiensi pakan (EP)

Perlakuan perendaman ikan kerapu bebek di air tawar memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter konsumsi pakan

(KP), namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot

rata-rata akhir, Wt(Tabel 1). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa

perlakuan perendaman ikan uji di air tawar dengan frekuensi 1x30 hari memiliki

bobot rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan frekuensi

perendaman ikan uji di air tawar 2x30 hari dan 3x30 hari, begitu juga jika

dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, nilai laju pertumbuhan harian (LPH)

lebih tinggi pada perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 1x30

hari dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol. Retensi protein (RP)

antar perlakuan perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 1x30 hari, 2x30

hari, dan 3x30 hari serta kontrol memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0,05).

Begitu juga dengan nilai retensi lemak (RL) yang berbeda nyata antar perlakuan

(P<0,05). Nilai efisiensi pakan (EP) antara perlakuan perendaman dalam air tawar

dengan frekuensi 1x30 hari dan 2x30 hari lebih tinggi daripada perlakuan 3x30

hari dan kontrol.

Perlakuan (frekuensi perendaman air tawar)

A B C D

Parameter

(1x30 hari) (2x30 hari) (3x30hari) (kontrol)

(36)

16

Prosentase peningkatan pertumbuhan (ΔLPH)pada perlakuan perendaman

ikan uji di air tawar dibandingkan dengan kontrol menunjukkan peningkatan

pertumbuhan yang lebih cepat. Nilai prosentase ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Nilai terkecil untuk laju pertumbuhan harian maupun efisiensi pakan terdapat

pada perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 3x30 hari.

Perbandingan prosentase perubahan nilai rataan antara perlakuan dibandingkan

dengan kontrol memiliki perbedaan nilai paling tinggi pada perlakuan perendaman

ikan uji di air tawar dengan frekuensi 1x30 hari yaitu sebesar 150,31% untuk laju

pertumbuhan harian (ΔLPH) dan 154,32% untuk efisiensi pakan (ΔEP).

4.2 Pembahasan

Perlakuan perendaman ikan uji di air tawar merupakan salah satu

perlakuan untuk menghilangkan parasit pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. Perlakuan perendaman dalam air tawar tersebut dapat menyebabkan ikan stres sehingga dapat meningkatkan kebutuhan energi pada ikan dan mengurangi

tingkat pertumbuhan ikan. Pengukuran total eritrosit dan kadar hemoglobin

bertujuan untuk melihat kemampuan pengikatan oksigen yang dimanfaatkan

dalam pembakaran untuk menghasilkan energi (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006).

Berdasarkan parameter darah yang diamati yaitu total eritrosit dan kadar

hemoglobin, status kesehatan ikan yang ditunjukkan pada Gambar 1 (i),

merupakan kondisi setelah pemberian perlakuan selama pemeliharaan. Total

eritrosit yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya terdapat pada

perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 3x30 hari dengan

jumlah eritrosit 1,24x106 sel/mm3, sedangkan perlakuan dengan frekuensi

perendaman dalam air tawar 1x30 hari memiliki jumlah eritrosit 1,61x106

sel/mm3. Jumlah eritrosit yang didapatkan pada perlakuan perendaman dalam air

tawar maupun kontrol masih berada dalam kisaran normal yaitu 1,05 x 106– 3,0 x

106 sel/mm3 (Roberts (1978) dalam Irianto (2005)). Namun, ikan pada perlakuan

perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 2x30 hari dan 3x30 hari

menunjukkan total eritrosit yang lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi

(37)

17

tawar dengan frekuensi 2x30 hari maupun 3x30 hari diduga dipengaruhi oleh

aktivitas fisik ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar karena

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah jenis kelamin, perbedaan

induk (genetik), kondisi nutrisi, aktivitas fisik, dan umur (Dellman dan Brown

(1989) dalam Ashry (2007)). Aktivitas fisik yang terjadi dalam tubuh ikan diduga

mempengaruhi proses pembentukan sel darah menjadi terganggu. Sistem

pembentukan eritrosit terkait dengan umur sel darah tersebut yaitu pada hewan

umurnya kurang lebih 25 – 140 hari (Guyton, 1986 dalam Feylana, 2008).

Kadar hemoglobin yang diperoleh menunjukkan bahwa ikan mampu

mengikat oksigen dengan baik dilihat dari kadar hemoglobin yang masih berada

dalam kisaran kadar hemoglobin normal pada ikan teleostei yaitu 3,7- 7 gr %.

Selain itu, perpindahan yang terjadi pada ikan air laut dari media air laut ke air

tawar dapat meningkatkan afinitas oksigen dari darah (Maxime et al (1990) dalam Jensen et al.(1993)). Berdasarkan hasil tersebut, ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar mempunyai kemampuan melakukan proses

pembakaran untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

mengatasi stres.

Berdasarkan pengamatan visual selama pemeliharaan, respon makan ikan

setelah diberikan perlakuan perendaman di air tawar mengalami peningkatan

namun nafsu makan menurun kembali pada hari berikutnya. Salah satu indikator

nafsu makan ikan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji. Konsumsi

pakan sangat erat kaitannya dengan penyediaan nutrien yang merupakan sumber

energi untuk mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Secara statistik

konsumsi pakan ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar

dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 1).

Pertambahan bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan yang ditunjukkan

oleh Tabel 1, menunjukkan bahwa energi pakan cukup memenuhi kebutuhan ikan

untuk tumbuh karena pada awalnya energi dalam pakan digunakan untuk

pemeliharaan tubuh lalu kelebihan energi untuk pertumbuhan. Namun, jumlah

konsumsi pakan yang sama pada perlakuan perendaman ikan uji dalam air tawar

sebanyak 3x30 hari tidak diikuti laju pertumbuhan harian yang tinggi seperti pada

(38)

18

hari. Hal ini diduga karena frekuensi perlakuan perendaman ikan uji di air tawar

menyebabkan ikan stres dan membutuhkan waktu untuk recovery (pemulihan), sehingga mempengaruhi kondisi ikan dalam memanfaatkan energi untuk

beradaptasi menjadi lebih besar dibandingkan untuk pertumbuhan. Sedangkan

untuk perlakuan dengan frekuensi 1x30 hari memiliki jumlah konsumsi pakan

yang sama, namun diikuti dengan nilai laju pertumbuhan yang lebih tinggi

dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan frekuensi perendaman ikan

uji di air tawar yang lebih sedikit membuat ikan cenderung lebih banyak dapat

mengalokasikan energinya untuk pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Halver

(1988) bahwa perubahan lingkungan yang tiba-tiba dapat menyebabkan stres yang

pada akhirnya dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan untuk beradaptasi dan

mengurangi alokasi energi untuk pertumbuhan.

Pemakaian nutrien dari pakan yang tercerna dapat diketahui langsung

dipakai atau disimpan dalam tubuh. Jumlah nutrien yang mampu disimpan dalam

tubuh adalah retensi. Protein sebagai sumber nutrien utama karena memegang

peranan paling penting dalam jaringan serta organ tubuh hewan dan merupakan

sumber energi yang lebih efisien. Pada perlakuan dengan frekuensi perendaman

ikan uji di air tawar 1x30 hari menunjukkan hasil retensi protein yang tertinggi

dan retensi lemak yang rendah. Nilai retensi protein terendah terdapat pada

perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 3x30 hari sedangkan

retensi lemak menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil tersebut

diketahui bahwa sumber energi yang digunakan sebagian besar berasal dari

protein.

Perlakuan dengan frekuensi perendaman 3x30 hari lebih banyak

memerlukan energi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang

ekstrim. Jika perlakuan perendaman dalam air tawar terlalu sering, akan

menyebabkan energi cadangan menipis dan membuat ikan menjadi lemah

sehingga mudah terserang penyakit. Hal tersebut terjadi karena waktu yang

dibutuhkan untuk pemulihan total ikan akibat stres adalah selama 10 – 14 hari

(Schreck, 1981) sehingga pada perlakuan yang sering direndam membuat ikan

terus menerus membutuhkan energi untuk beradaptasi dan pemulihan yang

(39)

19

pada perlakuan perendaman ikan uji di air tawar 1x30 hari menunjukkan ikan uji

tersebut cenderung lebih baik memanfaatkan energi dari pakan dibandingkan

perlakuan lainnya.

Berdasarkan nilai yang paling tinggi pada status darah (total eritrosit dan

kadar hemoglobin) yaitu perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air

tawar 1x30 hari memberikan hasil kinerja pertumbuhan ikan yang baik karena

diduga berkaitan dengan penggunaan energi yang lebih efisien dibandingkan

perlakuan lainnya. Hal tersebut membuat perlakuan dengan frekuensi perendaman

ikan uji di air tawar 1x30 hari memiliki bobot rata-rata akhir paling tinggi sebesar

64,85 ± 0,44 gram, nilai rataan laju pertumbuhan harian paling tinggi sebesar

1,41± 0,07 %, retensi protein paling tinggi sebesar 17,42 ± 0,42 %, dan nilai

(40)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar 1x30 hari memberikan pengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek.

Perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar satu kali selama 20

menit dalam masa pemeliharaan 30 hari merupakan frekuensi perendaman air

tawar optimum yang cenderung tidak menghambat pertumbuhan ikan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlakuan perendaman ikan kerapu

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. http://www.indosiar.com/news/kisi-kisi/69769_budidaya-ikan-kerapu-bebek [2 Agustus 2008]

Ashry, N. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Daun Ketapang Terminalia cattapu untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Patin Pangansionodon hypophtalmus Pangansionodon hypophtalmus yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut, Pertanian Bogor, Bogor.

Eddy, F. B. 1981. Effects of Stress on Osmotic and Ionic Regulation in Fish. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 77-102.

Feylana. 2008. Sel Darah Merah. http://feylana.wordpress.com/2008/06/21/sel-darah-merah/ [22 Januari 2009]

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Furuichi, M. 1988. Fish Nutrition. Didalam : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. hlm. 79-229

Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. Second Edition. Academic Press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington

Indriastuti, L. 2006. Pengaruh Penambahan Bahan-bahan Immunostimulan dalam Formulasi Pakan Buatan terhadap Respon Imunitas dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptis altivelis. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut, Pertanian Bogor, Bogor.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Jensen, F. B., M. Nikinmaa and R. E. Weber. 1993. Environmental Pertubation of Oxygen Transport in Teleost Fishes: Causes, Consequences, and Compensations. Didalam : J. C. Rankin dan F. B. Jensen (editors). Fish Eciphysiology. Chapman and Hall. London. hlm. 161-179.

(42)

22

Kestemont, P. and E. Baras. 2001. Environmental Factors and Feed Intake : Mechanism and Interaction. Didalam : D. Houlihan, T. Boujard dan M. Jobling (editors). Food Intake in Fish. Blackwell Science Publishing. hlm. 131-156.

Laining, A., N. Kabangnga and Usman. 2004. Dietary Optimum Protein for Tiger Grouper Epinephelus fuscoguttatus Diet Reared in Floating Net Cages. Didalam : Rimmers, M. A., S. McBride dan K. C. Williams (editors). Advanced in Grouper Aquaculture. ACIAR, Canberra. hlm. 95-97

Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. New York : Auburn University

Mazeaud, M.M. and F. Mazeaud. 1981. Adrenergic Responses to Stress in Fish. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 49-76.

Milamena, O. M., R. M. Coloso and F. P. Pascual. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture. Aquaculture Departemen : Southeast Asian Fisheries Development Center, Tighatian, Iloilo, Philippines

Montgomery, J. C. and R. M. G. Wells. 1993. Recent Advances in the Ecophysiology of Antarctic Notothenioid Fishes : Metabolic Capacity and Sensory Performance. Didalam: J. C. Rankin dan F. B. Jensen (editors). Fish Ecophysiology. Chapman and Hall. London. hlm. 341-374.

Nabib, R. dan Pasaribu, F. H. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Boiteknologi, Institut Pertanian Bogor

National Research Council. 1993. Nutrient Requirements of Fish. Washington D.C. : National Academic Press

Pickering, A. D. 1981. Stress and Fish. Academic Press, Inc. London.

Royce, W. F. 1972. Introduction to the Fishery Sciences. Academic Press, Inc. College of University, University of Washington, Seattle, Washington

Schreck, C. B. 1981. Stress and Compensation Teleostean Fishes : Response to Social and Physical Factors. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 295-315

(43)

23

Sucipto, A., M. Ahmad, E. Kusrini, N. H. Kharisma. 2008. Pengaruh Salinitas dalam Proses Osmoregulasi Ikan. Aquaculture – Physiology.

http://naksara.net/index.php?view=article&catid=38:physiology&id=85:pe

ngaruh-salinitas-dalam-proses-ormoregulasi-ikan&tmpl=component&print=1&page [30 juli 2008]

Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. Didalam : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. hlm. 79-229

Watanabe, T 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo

Wedemeyer, G. A. and D. J. McLeay. 1981. Methods for Determining the Tolerance of Fishes to Environtmental Stressor. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 247-276

(44)
(45)

25

Lampiran 1. Hasil analisa kualitas air

Perlakuan Parameter

A B C D

Suhu (oC) 28,8 - 32,5 28,8 - 32,5 28,8 - 32,5 28,8 - 32,5 Salinitas (ppt) 29 - 31,5 29 - 31,5 29 - 31,5 29 - 31,5

Alkalinitas 59,7 - 74,63 56,72 - 77,61 55,72 - 78,61 57,71 - 77,61 pH 7,64 - 8,26 7,69 - 8,23 7,69 - 8,23 7,58 - 8,25 DO (mg O2/L) 4,4 - 5,7 4,4 - 5,9 4,2 - 5,9 4,2 - 5,8

TAN (ppm) 0,157 - 0,536 0,138 - 0,550 0,157 - 0,445 0,167 - 0,582 TOM 29,7 - 36,02 31,60 - 34,13 24,65 - 37,29 29,70 - 38,55

Lampiran 2. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan

Kadar Proksimat Bahan Kering Bahan

Protein Lemak Abu BETN Energi/Kg

Tepung Ikan 69,459 9,746 13,817 4,824 3341,087 Tepung Bungkil Kedelai 45,189 3,197 6,303 37,621 2781,130 Tepung rebon 66,944 14,804 3,081 13,126 3870,285 tepung teligu 13,702 2,422 0,508 69,305 2408,380

Lampiran 3. Komposisi pakan uji ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis

(46)

26

Lampiran 4. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988)

A. Kadar protein

 Tahap Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu

Kjedahl.

2. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9 : 1 ditimbang sebanyak 3

gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.

3. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke dalam labu Kjedahl kemudian panaskan

labu tersebut dalam rak oksidatif/digestion pada suhu 400oC selama 3 - 4

jam sampai terjadi perubahan warna cairan pada labu menjadi hijau

bening.

4. Dinginkan larutan lalu tambahkan lakukan pengenceran dengan larutan

akuades hingga 100 ml. Larutan sampel siap untuk didestilasi.

 Tahap Destilasi

1. Erlenmeyer diisi dengan 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes

indikator methyl red. Letakkan Erlenmeyer tersebut dibawah pipa pembuangan kondensor.

2. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong

yang kemudian dibilas dengan akuades dan tambahkan 10 ml NaOH 30%

lalu masukkan melalui corong tersebut dan tutup.

3. Campuran alkaline dalam labu tersebut kemudian didestilasi selama 10

menit setelah adanya tetesan pertama pada pipa pembuangan kondensor.

4. Labu Erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada dileher

labu, diatas permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan akuades selama

1-2 menit.

 Tahap Titrasi

1. Lakukan titrasi dengan NaOH 0,05 N hingga satu tetes setelah larutan

berwarna bening

2. Titrasi dilakukan pada larutan blanko dan larutan sampel.

(47)

27

Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml)

Vs = Volume hasil titrasi larutan sampel (ml)

A = Bobot sampel (gram)

* = setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram Nitrogen

** = faktor nitrogen

B. Kadar lemak

a. Metode ekstraksi dengan Soxhlet

1. panaskan labu ekstraksi pada oven dengan suhu 110oC selama 1 jam.

Labu kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu

timbang berat labu awal tersebut (X1)

2. sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram (A) dan dimasukkan ke dalam

tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90 - 100oC selama 2-3 jam.

3. Tabung filter ditempatkan ke dalam ekstrak dari alat soxhlet. Kemudian

disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml

petrolium eter.

4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath

pada suhu 70oC selama 16 jam.

5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100oC kemudian ditimbang (X2)

b. Metode ekstraksi dengan Folch

1. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam,

didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam

gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform/methanol (20xA),

sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.

3. Sampel dihomogenize selama 5 menit, setelah itu disaring dengan

(48)

28

5. lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring ke dalam labu

silinder, kemudian dievaporasi sampai kering. Sisa kloroform/methanol

yang terdapat pada labu ditiup menggunakan vacuum. Setelah itu

ditimbang (X2).

kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang

(X1).

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A).

3. Cawan dan bahan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 4

jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian

ditimbang (X2).

kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang

(X1).

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A).

3. Cawan dan bahan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai

bahan menjadi abu atau hingga mencapai berat konstan, kemudian

dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang

(49)

29

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven pada pada suhu 110oC selama 1 jam

kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang

(X1).

2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml.

3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian

dipanaskan di atas penangas selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N

sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan selama

30 menit.

4. larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong

Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner dibilas secara

berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25

ml aseton.

6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu

dipanaskan dalam oven bersuhu selama 1 jam kemudian didinginkan

dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

7. setelah itu dipanaskan di dalam tanur pada suhu 600oC hingga berwarna

putih atau menjadi abu (± 4 jam), lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu

110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

(50)

30

Lampiran 5. Prosedur analisa gambaran darah

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan syringe melalui vena caudalis yang berada di bawah vertebre. Syringe dan tabung eppendorf yang digunakan sebelumnya dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan Na-sitrat

3,8% (anti koagulan) untuk mencegah pembekuan darah. Pengambilan dan

penyimpanan darah dalam eppendorf dilakukan secara perlahan-lahan untuk

mengurangi resiko kerusakan sel darah.

a.) Penghitungan sel darah merah (eritrosit) menurut Nabib dan Pasaribu

(1989)

Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan

Hayem di dalam pipet pencampur berskala maksimum 101. Pada pipet ini, di

dalamnya terdapat bulir berwarna merah yang berfungsi sebagai pengaduk.

Sampel darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 1, lalu dengan pipet

yang sama dihisap larutan Hayem hingga skala 101. pipet kemudian digoyang

dengan membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara

merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan yang berada di ujung yang tidak

teraduk dibuang.

Darah yang telah teraduk kemudian diteteskan ke dalam hemasitometer

tipe Neubauer Improved yang telah ditutupi gelas penutup melalui bagian yang berlekuk hingga memenuhi semua bagian yang berskala. Agar volume darah yang

dihitung tepat, kelebihan darah dihisap dengan menggunakan kertas tissue.

Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali pada 10

kotak kecil hemasitometer.

= jumlah sel terhitung x

(51)

31

Lanjutan Lampiran 5.

b.) Penghitungan hemoglobin menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977)

dalam Indriastuti (2006)

Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode

Sahli. Prinsip metode ini adalah dengan mengkonversikan hemoglobin dalam

darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Darah dihisap dengan

menggunakan pipet Sahli sampai skala 20 mm3, ujung pipet yang telah digunakan

dibersihkan dengan menggunakan kertas tissue. Darah kemudian dipindahkan ke

dalam tabung hemoglobin yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (warna kuning),

lalu didiamkan 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl membentuk asam

hematin. Darah kemudian diaduk dan ditambahkan akuades sedikit demi sedikit

hingga warnanya sama dengan warna standar. Pembacaan skala dilakukan dengan

melihat tinggi permukaan larutan yang dicocokkan dengan skala lajur Gr % yang

Gambar

Gambar 1. Nilai rataan gambaran darah selama pemeliharaan(i)total eritrosit (106sel/mm3)(ii)kadar hemoglobin (Gr %)
Tabel 1. Bobot rata-rata awal (W ), Bobot rata-rata akhir (oW ), Konsumsi Pakan t(KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), dan Survival Rate (SR)

Referensi

Dokumen terkait

Pakan dengan Distillers Dried Grains with Solubles (DDGS) dan hominy feed 10% pada pakan ikan kerapu bebek memberikan kinerja pertumbuhan ikan yang sama dengan

Karena itu, perlu pengadaan pakan buatan yang memenuhi syarat kebutuhan nutrisi ikan bagi pembesaran ikan kerapu bebek sebagai alternatif.. pengganti pakan ikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa logam timbal (Pb) berpengaruh terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek yaitu dapat menyebabkan kerusakan pada tingkat

Berdasarkan data pengamatan terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek, dapat dikemukakan bahwa logam berat timbal terbukti mempunyai sifat toksik.. Hal tersebut

Hasil isolasi dan karakterisasi promoter β- actin dari ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dalam rangka pembuatan ikan kerapu autotransgenik yaitu, ikan transgenik yang

(2008) yang menyatakan bahwa ikan Kerapu Bebek yang dipelihara dengan sistem keramba jaring apung dengan padat tebar 200 ekor/8 m 3 (25 ekor/m 3 ) dan diberi pakan ikan

Terakhir pada hari ke90 pemeliharaan, ikan kerapu bebek (C. altivelis) yang diberi pakan sumber lemak dari kedelei masih memberikan pertumbuhan paling tinggi menyusul

Hasil isolasi dan karakterisasi promoter β- actin dari ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dalam rangka pembuatan ikan kerapu autotransgenik yaitu, ikan transgenik yang