• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN LARVA IKAN KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis, SAMPAI UMUR 50 HARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN LARVA IKAN KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis, SAMPAI UMUR 50 HARI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 1 PERKEMBANGAN LARVA IKAN KERAPU BEBEK,

Cromileptes altivelis, SAMPAI UMUR 50 HARI THE DEVELOPMENT OF HUMPBACK GROUPER LARVAL

Cromileptes altivelis IN 50 DAYS Oleh :

Usman Bulanin

Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan larva ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis, mulai umur satu hari sampai mencapai bentuk definitif. Larva dipelihara dalam tangki fiber yang diisi air sebanyak 1.7 ton dengan sistem green water. Selama pemeliharaan larva diberi pakan dengan rotifer, copepoda, nauplii artemia, artemia muda, dewasa dan udang jambret (Mysidopsys).

Dari hasil penelitian didapatkan panjang dan tinggi larva bertambah dengan cepat ketika larva berumur 15 hari setelah menetas. Pigmen mata mulai kelihatan pada hari ke tiga dan sempurna setelah hari ke 10, sedangkan mulut larva mulai terbuka pada hari ke tiga. Larva mencapai bentuk definitif pada berumur 45 hari.

Abstract

The aim of this research is to investigate the developing of humpback grouper, Cromileptes altivelis, larvae, it started from one day old till reaches its definite form. The larvae are rearing under 1.7 ton seawater in a fiber tank, they are reared by the green water system. During the research, the larvae are given rotifer, copepod artemia nauplii, young artemia, old artemia and shrimp (Mysidopsys). As the result of this research, the length and height averages of the larvae increase fast when, they are fifteen days old after hatching. The eye pigment is visible at 3 days and forms completely at 10 days after hatching, and the mouth is opened at 3 days after hatching. The larvae reach its definitive form after reaching 45 days.

PENDAHULUAN

Ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis, merupakan salah satu jenis ikan laut atau ikan karang yang mulai dibudidayakan. Usaha budidaya ikan ini sangat potensial dikembangkan di Indonesia, karena didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Usaha budidaya yang banyak dilakukan saat ini yaitu usaha pembesaran dalam keramba jaring apung (KJA) yang benihnya sebagian besar masih diperoleh dari hasil

tangkapan di alam. Sedangkan benih yang berasal dari usaha pembenihan (hatchery) masih terbatas jumlahnya dan tidak kontiniu karena kelangsungan hidup larva masih rendah. Kelangsungan hidup larva sampai umur 50 hari masih bervariasi antara 1% sampai 7,5 % (Sudaryanto, et al., 1999; Yuniarti, 1999 dan Deddi, 2000).

Selama hidupnya, ikan mengalami lima periode yaitu : embrio, larva juvenil, dewasa dan tua. Pada umumnya larva

(4)

ikan terbagi atas dua tahap yaitu prolarva dan pasca larva (Effendie, 1978). Perkembangan prolarva dimulai dari larva baru menetas sampai kuning telur habis terserap, sedangkan pasca larva dimulai dari kuning telur habis terserap sampai terbentuk organ-organ tubuh atau larva telah menyerupai bentuk induknya. Umumnya larva yang baru menetas bersifat pasif karena mulut dan matanya belum terbuka, organ-organ tubuh masih lemah sehingga gerakannya sangat tergantung kepada arus. Larva ikan kerapu bebek yang baru menetas mempunyai panjang rata-rata 880 mikron dengan tinggi 480 mikron (Slamet et al., 1996) dan panjang rata-rata 1.88 mm dan tinggi 460 mikron (Nurbaiti, 2000). Perkembangan larva mencapai bentuk definitif sangat bervariasi tergantung kepada jenis atau spesies dan kemampuan larva dalam mendapatkan makanan dari luar.

BAHAN DAN METODE

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan kerapu bebek yang baru menetas. Larva dipelihara dalam bak fibre dengan volume 2 ton, sedangkan air media pemeliharaan sebanyak 1.7 ton. Larva ditebar dengan kepadatan 15 ekor per liter. Selama pemeliharaan larva diberi pakan dengan rotifer, naupli artemia, artemia muda, dewasa, dan udang jambret. Pemeliharan larva dilakukan dengan menggunakan sistem green water.

Contoh larva diambil sebanyak 10 ekor setiap hari dan diamati dibawah mikroskop untuk diukur perkembangan organ-organ luarnya. Aspek yang diamati adalah panjang total, tinggi badan, diameter mata, bukaan mulut, panjang spin dorsal dan ventral serta perkembangan pigmen tubuh. Bukaan mulut larva diukur dengan menggunakan formula dari Doi et al., (1997) MG = L x ( V6/2) yang mana MG

adalah lebar bukaan mulut dan L adalah tinggi rahang atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan panjang dan tinggi larva ikan kerapu bebek selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Panjang total larva ikan kerapu bebek umur 1 hari rata-rata 2.28 mm, tubuh kelihatan transparan, saluran pencernaan kelihatan lurus seperti tabung sedangkan mulut dan anus masih tertutup. Larva masih memanfaatkan kuning telur sebagai sumber makanan. Ukuran panjang dan tinggi larva ikan kerapu bebek umur satu hari hampir sama dengan ukuran larva ikan karang lainnya seperti kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) 2.068 mm (Antoro, et al., 1998); E. amblycephalus 2.2 mm (Tseng and Chan, 1985); E.

tauvina 1.17 mm (Chen et al., 1977); E. salmodes 1.50 – 192 mm (Huang et al.,

1986) dan E. mikrodon 1.15 – 1.52 (Slamet et al., 1996).

Perkembangan panjang dan tinggi larva ikan kerapu bebek sampai umur 50 hari kelihatan eksponensial, karena pertambahan panjang dan tinggi larva lambat dari umur 1 sampai 14 hari, namun setelah umur 15 hari pertambahan panjang dan tinggi mulai cepat. Lambatnya pertambahan panjang dan tinggi pada phase awal disebabkan karena pada saat tersebut 1) sumber nutrisi bagi larva masih berasal dari kuning telur sehingga tidak cukup untuk pertumbuhan, 2) masih sedikitnya jumlah pakan yang dikonsumsi dan 3) larva berada pada tahap perkembangan organ-organ tubuh baik morphologis maupun anatomis. Lambatnya pertambahan panjang dan tinggi tidak saja terjadi pada larva ikan kerapu bebek, tetapi juga terjadi pada larva ikan yang lain seperti ikan Mystus

nemurus (Tang, 2000) larva ikan Lutjanus johni (Sudaryanto dan Yuhono, 1992)

larva ikan L. argentimaculatus (Doi dan Singhagraiwan, 1993) dan larva ikan E.

(5)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 1 Gambar 1. Grafik rata-rata perkembangan panjang total dan tinggi badan (mm) larva

ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis Pada umur satu (1) hari, diameter mata

larva ikan kerapu bebek adalah 69.44 mikron, sedangkan calon mata sudah kelihatan namun belum memiliki pigmen sehingga mata belum berfungsi. Hampir semua mata larva ikan yang baru menetas belum berfungsi, hal ini disebabkan karena mata tersebut belum berpigmen. Pigmen mata sangat penting bagi larva untuk melihat dan mencari makan. Pigmen mata larva ikan kerapu bebek mulai kelihatan pada hari ke tiga dengan diameter mata rata-rata 121.86 mikron dan sempurna pada hari ke 10.

Keberadaan pigmen mata pada larva berbeda-beda dan tergantung kepada spesies, misalnya larva ikan milk fish 36 jam setelah menetas (Liao in James, 1991), ikan betutu, Oxyeleotris marmorata, 55 jam setelah menetas (Senoo, et al., 1994) ikan E. fuscoguttatus pada hari ke 3 (Anindiastuti, et al., 1999) dan ikan Lates

calcarifer 47 jam setelah menetas (Kohno etal.,1986).

Gambar 2. Rata-rata diameter mata dan lebar bukaan mulut ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis selama penelitian.

0 5 10 15 20 25 30 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 49

Umur larva (hari ke-)

R a ta -r a ta p a n ja n g t o ta l d a n t in g g i (m m ) Panjang Tinggi 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 49

Umur larva (hari ke-)

R a ta -r a ta d ia m e te r m a ta d a n b u k a a n m u lu t (m ik ro n ) mata mulut

(6)

Selain dari perkembangan mata, perkembangan bukaan mulut juga sangat penting pada phase larva (Gambar 2). Cepatnya perkembangan bukaan mulut akan mempengaruhi larva dalam menangkap makanan. Mulut larva ikan kerapu bebek mulai terbuka pada hari ke tiga dengan ukuran rata-rata 141.56 mikron. Awal bukaan mulut larva untuk masing-masing ikan berbeda-beda

tergantung kepada spesies misalnya ikan turbot, Scophthalmus maximus, mulutnya mulai terbuka pada umur 2 - 3 hari setelah menetas (Ruyet et al., in James 1991), ikan milk fish 54 jam setelah menetas (Liao in James, 1991), Ikan L argentimaculatus (Doi dan Singhagraiwan,

1993), ikan Mystus nemurus, 28 – 30 jam setelah menetas (Tang, 2000).

Gambar 3. Rata-rata perkembangan panjang dorsal dan ventral spin ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis selama penelitian.

Spin larva ikan kerapu bebek mulai terlihat pada hari ke 8, tetapi spin umumnya kelihatan dengan jelas pada hari ke 12 setelah menetas. Berbeda dengan larva ikan E. fuscoguttatus, spin mulai kelihatan pada hari ke 6 setelah menetas (Anindiastuti, et al., 1999) dan umur 5 hari pada larva ikan L. argentimaculatus (Doi dan Singhagraiwan, 1993). Ventral spin mencapai panjang maksimum pada umur 25 sampai 28 hari dan dorsal spin pada hari ke 28 sampai 30 setelah menetas. Setelah mencapai panjang maksimum, spin tersebut akan mereduksi dan berubah menjadi jari-jari sirip keras. Tridjoko et al., (1996) melaporkan bahwa spin larva ikan kerapu bebek mencapai panjang maksimum ketika larva berumur 21

sampai 30 hari, sedangkan spin larva ikan

E. fuscoguttatus mulai mereduksi setelah

umur 20 hari (Anindiastuti et al., 1999). Bintik hitam yang merupakan ciri khas dari ikan kerapu bebek mulai berkembang dipermukaan tubuh ketika larva berumur 27 sampai 30 hari dengan panjang total larva kira-kira 13.52 mm. Bintik hitam pertama kali kelihatan pada bagian pangkal ekor, sirip dorsal dan anal. Kemudian bintik hitam menyebar ke seluruh tubuh dan lengkap seperti ikan muda pada umur lebih kurang 45 hari setelah menentas. Perbedaan munculnya bintik pada ikan juga berbeda-beda dengan masing-masing ikan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kecepatan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 8 11 14 17 20 23 26 29 32 35 38 41 44 47 49 Um ur larva (hari ke-)

R a ta -r a ta p a n ja n g s p in e d o rs a l d a n v e n tr a l (m ik ro n ) Ds Vs

(7)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 1 perkembangan morphologi dari

masing-masing ikan tersebut. Bintik hitam pada larva ikan E. fuscoguttatus mulai sempurna ketika larva berumur 30 hari bila dipelihara pada ruang tertutup dan 25 hari pada ruang terbuka (Anindiastuti, et al., 1999).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Panjang dan tinggi total larva meningkat dengan meningkatnya umur larva.

2. Pigmen mata mulai kelihatan pada hari ke tiga dan sempurna hari ke 10, sedangkan mulut mulai terbuka pada hari ke tiga.

3. Spin mulai muncul pada hari ke 8 sampai 12 setelah menetas dan mencapai panjang maksimum padari ke 25 sampai 30 setelah menetas. 4. Larva mencapai bentuk definiti setelah

berumur 45 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anindiastuti, N. Rausin, Mustamin dan E. Sutrisno. 1999. Paket usaha budidaya ikan kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus.

Depertemen Pertanian, Dirjen. Perikanan, Balai Budidaya Laut Lampung, 35 halaman.

Antoro, S., E. Widiastuti dan P. Hartono. 1998. Biologi ikan kerapu tikus,

Cromileptes altivelis, dalam

Pembenihan ikan kerapu tikus. Depertement Pertanian Dirjen. Perikanan Balaaai budidaya Laut Lampung 88 halaman.

Chen, F. Y., M. Chow, T. M. Chao and Lim. 1977. Artificial spawning and larval rearing of the grouper,

Epinephelus tauvina, in Singapore. Singapore Jour. Pri. Ind. Sci. 5 (1): 1-21.

Deddi. 2000. Perkembangan larva ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis, antara system outdoor

dengan indoor. Skripsi, Fakultas Perikanan. Universitas Bung Hatta Padang 41 halaman. Doi, M., T. Singhagraiwan. 1993. Biology

and culture of the red snapper,

Lutjanus argentimaculatus. The

research project of fishery

resource development in the kindom of Thailand, 51 halaman. Doi, M., A. Ohno, H. Kohno, Y. Taki and

Singhagraiwan. 1997.

Development of feeding ability in red snepper, Lutjanus argentimaculatus, early larvae. J.

Fisheries Science 63. (6): 845 – 853.

Effendie, M. I. 1978. Biologi perikanan. Bagian I. Study natural history. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 97 halaman.

Huang, T. S., Lim. J., Yen. C. Y., and Chen, C. L. 1986. Experiments on the artificial propagation of black spotted grouper, E. salmoides. L. Hormone treatment ovulation of spawners and embryonic development. Bull. Taiwan fish Res. Inst. 40: 241-258.

James. P. M. 1991. CRC handbook of mariculture. Vol. II. Finfish Aquaculture. CRC Press. Boca Raton, Ann Arbor-Boston. 25 halaman.

Kohno, H. Hara, S. and Y. Taki. 1986. Early larval development of the seabass, Lates calcarifer, with

(8)

emphasis on the transition of energy sources. Bulletin of the Japanese of Scientific Fisheries. (52) 10 : 1719 – 1725.

Notowinarto. 1999. Pengaruh berbagai kondisi pencahayaan terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan kerapu macan, Epinephelus

fuscoguttatus. Tesis Program

pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 66 halaman.

Nurbaiti. 2000. Perkembangan embrio dan larva ikan kerapu bebek,

Cromileptes altivelis. Skripsi,

Fakultas Perikanan. Universitas Bung Hatta Padang 28 halaman.

Senoo, S., M. Kaneko, S. H. Cheah and K. J. Ang. 1994. Egg development, hatching and larval development of marble goby,

Oxyeleotris marmorata, under artificial rearing condition. J. Fisheries Science (60) 1:1 – 8. Slamet, B. Tridjoko, A. Prijono, T.

Sehadharma dan K. Sugama. 1996. Penyerapan nutrisi endogen, Tabiat makan dan perkembangan morphologi larva ikan kerapu bebek, Cromileptes

altivelis. J. Pen. Perikanan

Indonesia. (2) 2 : 13 – 21.

Sudaryanto dan S. K. Yohono. 1992. Studi awal pemeliharaan larva kakap merah, Lutjanus johnii Bloch, Depertemen Pertanian, Dirjen. Perikanan. Buletin

Budidaya Laut, Lampung, 4 : 9 – 19.

Sudaryanto, M. Thariq dan H. Minjoyo. 1999. Produksi telur, dalam Pembenihan ikan kerapu tikus. Depertement Pertanian Dirjen. Perikanan. Balai Budidaya Laut Lampung 88 halaman.

Tang, U. M. 2000. Kajian biologi, pakan dan lingkungan pada awal daur hidup ikan baung, Mystus nemurus. Disertasi Program

pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 115 halaman. Trijoko, B. Slamet, D. Makatutu dan K.

Sugama. 1996. Pengamatan pemijahan dan perkembangan telur ikan kerapu bebek,

Cromileptes altivelis, pada bak

secara terkontrol. J. Penelitian Perikanan Indonesia, (2) 2 : 55 – 62.

Tseng, W. Y. and K. F. Chan. 1985. On the larval rearing of the white spotted green grouper,

Epinephelus ablycephalus, with a

description of larval development. J. World Mariculture Soc. 16: 114 – 126.

Yuniarti, 1999. Pakan, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Skripsi Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta

(9)

Gambar

Gambar 2.  Rata-rata diameter mata dan lebar bukaan mulut ikan kerapu bebek,  Cromileptes altivelis selama penelitian
Gambar 3.  Rata-rata perkembangan panjang dorsal dan ventral spin ikan kerapu  bebek, Cromileptes altivelis selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian pakan buatan bagi ikan kerapu batik ( Epinephelus microdon ) baru dapat dilakukan pada larva umur 15 atau 20 hari (Marzuqi et al. coioides ) pemberian pakan buatan baru

Karena itu, perlu pengadaan pakan buatan yang memenuhi syarat kebutuhan nutrisi ikan bagi pembesaran ikan kerapu bebek sebagai alternatif.. pengganti pakan ikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa logam timbal (Pb) berpengaruh terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek yaitu dapat menyebabkan kerusakan pada tingkat

Jumlah rotifer dalam perut larva kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang dipelihara dengan penambahan kepadatan Nannochloropsis sp... penambahan kepadatan

Berdasarkan data pengamatan terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek, dapat dikemukakan bahwa logam berat timbal terbukti mempunyai sifat toksik.. Hal tersebut

Kedalaman Perairan Pulau Tegal Hasil pengukuran kedalaman perairan untuk lokasi budidaya ikan kerapu bebek di Pulau Tegal dapat dilihat pada Gambar 1.. Kedalaman

Kandungan thiamin pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, keragaan hemositologi, dan respon imun non-spesifik benih ikan kerapu bebek.. Diperlukan

Hasil isolasi dan karakterisasi promoter β- actin dari ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dalam rangka pembuatan ikan kerapu autotransgenik yaitu, ikan transgenik yang