ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP
PEMBANGUNAN MASYARAKAT WILAYAH PESISIR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh :
PANUSUNAN HARAHAP
117003066
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
PANUSUNAN HARAHAP
NIM : 117003066
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Nama Mahasiswa : Panusunan Harahap
Nomor Pokok : 117003066
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
Telah diuji pada
Tanggal 08 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak
Anggota
: 1. Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
2. Dr. Drs. Rujiman, MA
3. Ir. Supriadi, MS
ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan), karena hanya dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai dengan mengambil lokasi penelitian di 5 (lima) kecamatan wilayah pesisir, yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kecamatan Teluk Mengkudu dan Kecamatan Bandar Khalifah dan Kecamatan Perbaungan tentang analisis partisipasi masyarakat terhadap pembangunan wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dan analisis deskriptif dengan jumlah sampel responden 99 orang dari 13.663 orang jumlah
populasi. Pengambilan sampel responden berdasarkan probability sampling. Dari
hasil penelitian dperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah pesisir, yaitu pendidikan, pekerjaan, pemahaman, dan peraturan secara simultan berpengaruh signifikan. Secara parsial variabel pendidikan dan pemahaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap partsipasi masyarakat, sedangkan variabel pekerjaan dan peraturan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap partisipasi masyarakat. Variabel partisipasi masyarakat yang meliputi pengambilan keputusan, pelaksanaan, menerima manfaat, dan menilai hasil program secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir. Secara parsial variabel pengambilan keputusan dan menerima manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir, sedangkan variabel pelaksanaan dan menilai hasil program berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir
ANALYSIS OF COMMUNITY PARTICIPATION OF COASTAL AREA DEVELOPMENT BEDAGAI SERDANG
ABSTRACT
Oriented development strategy of human development (people centered development) in its implementation so requires the direct involvement of program beneficiaries development (participation in development), because it is only with the participation of the beneficiaries of the program, the results of such development will be in accordance with the aspirations and needs of the community itself. Research conducted at Serdang Regency to take research sites in 5 (five) coastal districts, namely District Coast Mirror, District Tanjung Golkar, Noni Bay District and Sub-district and District Perbaungan Bandar Caliph of public participation in the analysis of coastal development Serdang regency. The method of analysis used in this study is multiple regression analysis and descriptive analysis with a sample of 99 respondents from a population of 13,663 people. Sampling of respondents based on probability sampling. From the research dperoleh that the factors that influence community participation in coastal development, namely education, employment, understanding, and regulation are simultaneously significant. In partial, education and understanding of the positive and significant impact on people's participation, while employment and regulatory variables but not significant positive effect on community participation. Variables include public participation decision-making, implementation, benefit, and assess program outcomes simultaneously positive and significant impact on coastal development. In partial decisions and receive the benefits of a positive and significant impact on coastal development, while the variable implementation and assess program outcomes is positive but not significant effect on coastal development
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Analisis
Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir Kabupaten
Serdang Bedagai”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, masukan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada
yang terhormat Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua
Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU Medan
sekaligus Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan,
pengetahuan dan bimbingan kepada penulis hingga tesis ini selesai.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M,Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA., Ir. Supriadi, MS dan Agus Suriadi, S.Sos
M.Si, selaku dosen pembanding sekaligus penguji tesis yang telah
memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini
3. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan
Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala
keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman
4. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah
5. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Angkatan 2011 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan
dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.
6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Alm.
Drs. H. Basyaruddin Harahap dan Ibunda Hj. Sri Banun Lubis yang telah
membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.
7. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta
Hj. Erna Febiani Lubis, SH atas segala kesabaran dan ketabahannya
selama ini dalam mendampingi penulis serta dukungannya, sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Demikian pula kepada kedua putra-putri penulis,
masing-masing Nanda Nurlina Harahap dan Mirza Ramadhan Harahap yang
member support dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.
8. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan support untuk menyelesaikan
pendidikan penulis
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna.
Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini.
Akhirnya atas segala kekurangan dalam penyusunan tesis, penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Amiin.
Medan, Juni 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Panusunan Harahap lahir di Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal,
15 April 1963, dari pasangan Alm. Drs. H. Basyaruddin Harahap dengan Hj.
Sri Banun Lubis, dan merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1976 di SD Negeri 10
Padangsidimpuan. Pada tahun 1979 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama pada SMP Negeri XI Medan dan tahun 1982 menyelesaikan
pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 6 Medan. Pada Tahun
1990 menyelesaikan program Sarjana Muda di Akademi Teknologi Pekerjaan
Umum (ATPU) Bandung, Kemudian pada tahun 1992 menyelesaikan Sarjana S1
di Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) Yogyakarta.
Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Hj. Erna Febiani Lubis, SH
dan dikarunia 2 (dua) orang putra putri : Nanda Nurlina Harahap dan Mirza
Ramadhan Harahap. Sejak tahun 1993 sampai sekarang aktif bekerja di Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. Bulan
September 2011 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
DAFTAR ISI
2.2. Teori Perencanaan Wilayah ... 16
2.3. Partisipasi Masyarakat ... 17
3.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 49
3.6.1.1. Uji Normalitas ... 50
3.6.1.2. Uji Multikolinearitas ... 50
3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 51
3.6.2. Pengujian Hipotesis ... 51
3.7. Definisi dan Batasan Operasional ... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1.4. Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir ... 80
4.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Wilayah Pesisir ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
5.1. Kesimpulan ... 99
5.2. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 101
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1. Populasi dan Sampel per Desa………... 44
3.2 Uraian Indikator Partisipasi Masyarakat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir ………. 54 3.3. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 ………... 57
4.1. Hasil pengujian validitas variabel penelitian ……… 68
4.2. Hasil Pengujian Reliabitas ……… 69
4.3. Kolmogorov – Smirnov Test ……… 72
4.4. Hasil Uji Multikolinieritas ……… 73
4.5. UJi Glesjer ……… 75
4.6. Koefisien Determinasi ……….. 76
4.7. Hasil Uji Simultan ……… 77
4.8.. Uji Statistik-t ………. 78
4.9. Kolmogorov – Smirnov Test ……… 82
4.10 Hasil Uji Multikolinieritas ……… 83
4.11. UJi Glesjer ……… 85
4.12 Koefisien Determinasi ……….. 86
4.13 Hasil Uji Simultan ……… 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Skema Batas Wilayah Pesisir ………... 36
2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ……… 41
4.1. Peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai……… 56
4.2. Peta Administrasi Kecamatan Perbaungan……… 59
4.3. Peta Administrasi Kecamatan Pantai Cermin……… 61
4.4. Peta Administrasi Kecamatan Teluk Mengkudu………... 63
4.5. Peta Administrasi Kecamatan Bandar Khalipah……… 65
4.6. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung Beringin……….. 67
4.7. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual………… 71
4.8. Histogram Partisipasi Masyarakat………. 71
4.9. Grafik scatterplots Partisipasi Masyarakat……… 75
4.10 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual………… 81
4.11. Histogram Pembangunan Wilayah Pesisir ……… 81
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Kuisioner Penelitian ……… 105
2. Tabulasi Data Skor Partisipasi Masyarakat ……… 108
3. Tabulasi Data Skor Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat ……… 111
4 Hasil Uji Asumsi Klasik Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ………... 114
5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ………... 116
6. Tabulasi Data Skor Pembangunan Wilayah Pesisir ……… 117
7. Hasil Uji Asumsi Klasik Pengaruh Partisipasi Masyarakat
terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir ………. 120
8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda pengaruh
Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Wilayah
Pesisir ……….. 122
ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan), karena hanya dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai dengan mengambil lokasi penelitian di 5 (lima) kecamatan wilayah pesisir, yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kecamatan Teluk Mengkudu dan Kecamatan Bandar Khalifah dan Kecamatan Perbaungan tentang analisis partisipasi masyarakat terhadap pembangunan wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dan analisis deskriptif dengan jumlah sampel responden 99 orang dari 13.663 orang jumlah
populasi. Pengambilan sampel responden berdasarkan probability sampling. Dari
hasil penelitian dperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah pesisir, yaitu pendidikan, pekerjaan, pemahaman, dan peraturan secara simultan berpengaruh signifikan. Secara parsial variabel pendidikan dan pemahaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap partsipasi masyarakat, sedangkan variabel pekerjaan dan peraturan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap partisipasi masyarakat. Variabel partisipasi masyarakat yang meliputi pengambilan keputusan, pelaksanaan, menerima manfaat, dan menilai hasil program secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir. Secara parsial variabel pengambilan keputusan dan menerima manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir, sedangkan variabel pelaksanaan dan menilai hasil program berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan wilayah pesisir
ANALYSIS OF COMMUNITY PARTICIPATION OF COASTAL AREA DEVELOPMENT BEDAGAI SERDANG
ABSTRACT
Oriented development strategy of human development (people centered development) in its implementation so requires the direct involvement of program beneficiaries development (participation in development), because it is only with the participation of the beneficiaries of the program, the results of such development will be in accordance with the aspirations and needs of the community itself. Research conducted at Serdang Regency to take research sites in 5 (five) coastal districts, namely District Coast Mirror, District Tanjung Golkar, Noni Bay District and Sub-district and District Perbaungan Bandar Caliph of public participation in the analysis of coastal development Serdang regency. The method of analysis used in this study is multiple regression analysis and descriptive analysis with a sample of 99 respondents from a population of 13,663 people. Sampling of respondents based on probability sampling. From the research dperoleh that the factors that influence community participation in coastal development, namely education, employment, understanding, and regulation are simultaneously significant. In partial, education and understanding of the positive and significant impact on people's participation, while employment and regulatory variables but not significant positive effect on community participation. Variables include public participation decision-making, implementation, benefit, and assess program outcomes simultaneously positive and significant impact on coastal development. In partial decisions and receive the benefits of a positive and significant impact on coastal development, while the variable implementation and assess program outcomes is positive but not significant effect on coastal development
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan daerah mengandung dua dimensi, yaitu tujuan dan proses.
Tujuan pembangunan sudah pasti kondisi kehidupan yang lebih baik sebagaimana
yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu
dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.
Perkembangan dan pembangunan kota sangat erat kaitannya dengan
masalah perencanaan dan pengembangan wilayah (Sirojuzilam, 2005).
Perkembangan dan kemajuan suatu wilayah tidak terlepas dari aspek pembentuk
wilayah. Aspek pembentuk tersebut meliputi sosial budaya, ekonomi, pemukiman,
kependudukan, dan sarana dan prasarana.
Secara sosial ekonomi, wilayah pesisir memiliki arti penting bagi
Indonesia karena sekitar 140 juta (60%) penduduk bermukim di wilayah pesisir
(Dahuri, 2000). Apalagi Indonesia adalah merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri atas 17.528 pulau, dimana teritorial darat dan laut seluas 7,7
juta km2
Berbagai jenis flora dan fauna laut, serta potensi keindahan alam yang dan lebih 75 % wilayahnya adalah perairan laut, pantai dan pesisir
(Dahuri, 2000). Wilayah ini mengandung potensi kekayaan alam yang cukup
dengan teknologi dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang semakin
berkembang, tidak diikuti dengan tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah
pesisir dan bahkan di sisi lain lingkungan semakin rusak (Nikijuluw, 2005).
Faktor lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam persoalan ini,
bahwa orientasi pembangunan kita selama ini lebih cenderung ke wilayah daratan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki wilayah pesisir dan laut yang luas,
tetapi perhatian pemerintah ke sektor ini baru dimulai tahun 1988, yaitu sejak
dideklarasikannya studi yang berjudul” Indonesia’s Marine Environment: A
Summary of Policies, Strategies, Actions and Issues” sebagai kerja sama
BAPPENAS dan lembaga CIDA (Bengen; 2004). Sejak inilah sektor kelautan dan
pesisir mulai mendapat perhatian.
Pada sisi lain, tahun 1999 pemerintah juga telah melakukan perubahan
besar tentang sistem pemeritahan daerah sebagaimana diatur sebelumnya pada
UU No. 5 Tahun 1974 diganti dengan UU No. 22 tahun 1999.Pada tahun 2004
kembali direvisi dan diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi
daerah. Perubahan aturan ini memaknai akan perubahan kebijakan pengelolaan
sumber daya pesisir dan laut di Indonesia. Semangat yang dapat digaris bawahi
dari kelahiran UU tersebut adalah desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir dan
laut kepada wilayah otonom.
Dengan demikian kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 serta kelahiran DKP
diharapkan dapat menjadi modal dasar bagi pengelolaan sumber daya pesisir yang
berkelanjutan melalui suatu pola manajemen kelautan yang profesional dan
dapat lebih fokus kepada upaya pembangunan pedesaan melalui program-program
penyedian prasarana, pembangan agribisnis, industri kecil dan kerajian,
pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber
daya alam (Nugroho, 2004).
Selain masalah kemiskinan di wilayah pesisir juga terjadi berbagai
masalah lain, seperti; masalah eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan
pelestariannya, masalah kesehatan, pendidikan dan lain-lain seperti budaya pesisir
yang diwarnai dengan sifat tunduk pada alam fisik (Saadah dkk, 2004).
Kebijaksanaan otonomi daerah melalui undang-undang No 32 tahun 2004
memberikan otonomi seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam
undang-undang (UU No 32 tahun 2004). Seiring dengan prinsip otonomi tersebut,
penyelengaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat.
Hal ini ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat
masyarakat di daerah, memberikan ruang politik yang lebih luas, peningkatan
kualitas demokrasi, peningkatan efisiensi pelayanan publik, peningkatan
percepatan pembangunan, penanggulangan kemiskinan dan diharapkan juga untuk
meningkatkan kualitas kepemerintahan dalam wujud kepemerintahan yang baik.
Akan tetapi implementasi sebuah kebijaksanaan bukanlah hal yang
pembangunan. Pemerintah daerah harus kreatif dan senantiasa menghidupkan
inisiatif, dan prakarsa masyarakat, melalui berbagai strategi yang dapat dilakukan.
Persoalannya adalah apakah pemerintah daerah dalam hal ini mampu
menggunakan peluang dan sekaligus tantangan yang diberikan oleh Undang-
Undang No 32 tahun 2004 tersebut.
Salah satu wilayah yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu wilayah
pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Permasalahan khusus daerah pemekaran
wilayah pesisir Serdang Bedagai adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat
khususnya dalam hal mempersiapkan pendidikan anak-anaknya hingga ke tingkat
SLTP dan SLTA yang ditunjukkan dengan Angka Partisipasi Murni (APM)
rata-rata dalam kurun waktu 3 tahun (tahun 2007-2009) terakhir yaitu 61,96% dan
54,47%, rendahnya tingkat kesehatan dan juga pendapatan perkapita masyarakat
pesisir yang masih belum meyamai rata-rata pendapatan perkapita masyarakat di
kawasan non pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Hal ini menunjukkan bahwa
fenomena ketidakmerataan distribusi pendapatan masih belum seimbang atau
masih dapat dijumpai adanya disparitas antara masyarakat wilayah pesisir dan
yang berdomisili di kawasan non pesisir misalnya perkotaan. (BPS Kabupaten
Serdang Bedagai; 2010).
Meski secara umum gambaran Kabupaten Serdang Bedagai senantiasa
memberikan warna prestasi yang baik, namun dalam berbagai aspek sosial
kemasyarakatan tentunya terdapat berbagai dimensi yang membutuhkan
pembenahan. Misalnya; fasilitas umum di wilayah pesisir Serdang Bedagai masih
Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia
(people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan
keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program pembangunan
(partisipasi pembangunan), karena hanya dengan adanya partisipasi dari
masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai
dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau pelaksana program
pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang
telah mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti
masalah yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat terhadap
kesejahteraan hidupnya.
Menurut Kuswartojo (1993) paratisipasi masyarakat dapat diartikan
sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarakat dalam
suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
Maskun (1993) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat banyak sekali
ditentukan oleh kebutuhan masyarakat, interest masyarakat, adat istiadat dan
sifat-sifat komunal yang mengikat setiap anggota masyarakat satu sama lain.
Menumbuhkan respon akan kesadaran berpartisipasi dalam pembangunan
wilayah pesisir adalah sebuah kesulitan tersendiri. Kebanyakan masyarakat
kurang siap untuk berinisiatif dalam membuat perumusan kebutuhan serta
perencanaan sendiri, sehingga perumusan kebutuhan dan perencanaan dibuat oleh
pelaksanaan kegiatan program pembangunan wilayah pesisir ini lebih difokuskan
pada hasil daripada prosesnya, serta sumber dananya dari APBD Kabupaten
Serdang Bedagai yang menyebabkan masyarakat merasa apatis dengan kegiatan
ini.
Dalam pelaksanaan program pembangunan wilayah pesisir yang
seharusnya melibatkan seluruh warga masyarakat, adakalanya masih ada rasa
enggan dari masyarakat karena mereka merasa bahwa kegiatan itu hanya akan
memberikan manfaat bagi kelompok tertentu. Hasilnya adalah kegiatan-kegiatan
dari program pembangunan wilayah pesisir yang dilaksanakan pada akhirnya
kurang memuaskan disebabkan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat
sehingga manfaatnya kurang begitu terasa secara langsung oleh semua
masyarakat.
Pemberian kewenangan kepada masyarakat setempat yang tidak hanya
untuk menyelenggarakan proyek atau program pembangunan, tetapi juga untuk
mengelola proyek tersebut akan mendorong masyarakat untuk mengerahkan
segala kemampuan dan potensinya demi keberhasilan proyek/program tersebut.
Pada gilirannya keberdayaan masyarakat setempat akan menjadi lebih baik
sebagai akibat dari meningkatnya kemampuan dan partisipasi masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun permasalah dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, pemahaman dan peraturan berpengaruh
terhadap partisipasi masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai dalam
2. Bagaimanakah pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pembangunan
wilayah pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai ?
1.3.Tujuan Penelitian
1. Menganalisis faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, pemahaman dan peraturan
berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai
dalam pembangunan wilayah pesisir.
2. Menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pembangunan wilayah
pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah penelitian di
bidang kemasyarakatan.
2. Secara praktis, dapat menjadi sumbangan serta masukan bagi Pemerintah
Kabupaten Serdang Bedagai dalam pembangunan wilayah pesisir.
3. Khusus bagi Penulis, sebagai pengalaman dalam mengadakan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang memiliki tema
mengenai partisipasi masyarakat dan pembangunan masyarakat adalah Yunizar
(2001) dalam penelitiannya “Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
Pengelolaan Sampah di Kota Binjai”. Variabel diteliti yaitu 1 variabel tidak
bebas yaitu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah dan
8 variabel bebas yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, bangunan fisik, lamanya
menetap, luas pekarangan rumah, peraturan daerah, dan pemahaman dengan
metode analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menyimpulkan terdapat hubungan yang nyata antara faktor terhadap perubahan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Faktor
pendidikan, lamanya tinggal, dan pemahaman memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pengelolaan sampah, sedangkan faktor pekerjaan, umur, bangunan fisik, luas
halaman dan peraturan daerah tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Siregar (2005) melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Partisipasi
Masyarakat Terhadap Pembangunan Kebersihan Kota Medan". Fenomena yang
dikaji adalah pelaksanaan pembangunan kebersihan kota dibutuhkan peran dan
diteliti adalah partisipasi masyarakat dan pembangunan kebersihan dengan
menggunakan uji statistik model korelasi produk moment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh hubungan positif antara partisipasi
masyarakat dengan pembangunan kebersihan Kota Medan.
Purba (2006) dalam penelitiannya “Pengaruh Tingkat Partisipasi
Masyarakat Terhadap Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) Dalam
Pengembangan Wilayah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun”. Variabel
yang diteliti tingkat partisipasi, tingkat pendidikan, pendapatan dan kepentingan.
Metode yang digunakan uji linier sederhana, uji Wilcoxon dan uji linier berganda.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 55 persen memiliki tingkat partisipasi
tinggi dan selebihnya sebanyak 45 persen berpartisipasi rendah. Tingkat
partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap keberhasil P2KT dengan nilai
koefisien sebesar 0,53 pada tingkat kepercayaan 5%.
Handayani (2007) melakukan penelitian Pengaruh Partisipasi Masyarakat
Terhadap Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Alternatif. Fenomena yang
dikaji adalah suatu pembangunan jalan layak dilaksanakan jika jalan tersebut
memberikan manfaat (benefit) yang lebih besar dari pada biaya (cost) yang
dikeluarkan. Pada pembangunan jalan di daerah pedesaan jumlah penerima
manfaat langsung kecil padahal nilai manfaat yang sulit dihitung dengan uang
(intangible cost) besar dan sangat dibutuhkan masyarakat. Sebagai usaha
meningkatkan nilai kelayakan pembangunan Jalan Alternatif Simpang Wotawati-
partisipasi masyarakat terhadap peningkatan kelayakan ekonomi pembangunan
jalan alternatif sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
menentukan prioritas pembangunan wilayah. Penelitian ini menggunakan evaluasi
ekonomi terbatas dengan mengkaji manfaat jalan alternatif dari manfaat langsung
berupa penghematan biaya operasional dan pengurangan nilai waktu, manfaat
tidak langsung didapat dari peningkatan nilai lahan. Perhitungan biaya didasarkan
pada biaya pembangunan dan pemeliharaan. Evaluasi ekonomi dihitung dengan
dan tanpa partisipasi masyarakat. Bentuk partisipasi masyarakat dalam
membangun jalan alternatif yaitu ikut menyiapkan badan jalan dan lapisan
pondasi bawah. Analisis kelayakan dikaji dengan metode BCR, NPV dan IRR
dengan asumsi jalan dibangun selama 1 tahun (2008), umur rencana 10 tahun,
pertumbuhan lalu lintas 6% /tahun serta interest rate 15%/tahun. Dari hasil
penelitian ditinjau dengan metode BCR memperlihatkan peningkatan nilai
kelayakan sebesar 34.55% (kondisi tanpa partisipasi masyarakat = 0.7187, dengan
partisipasi = 0.9670), dengan metode NPV didapat peningkatan nilai kelayakan
sebesar 91.35% (kondisi tanpa partisipasi masyarakat = -(Rp 3.324.585.722),
dengan partisipasi = - (Rp287,467.005), sedangkan dengan metode IRR diperoleh
kenaikan nilai bunga pengembalian sebesar 9.0446% dari kondisi tanpa partisipasi
sebesar 4.644% menjadi 13.6886% pada kondisi dengan partisipasi masyarakat.
Meskipun nilai-nilai kelayakan masih memperlihatkan kondisi tidak layak
(BCR<1.0 ; NPV <0 ; irr < bunga bank berlaku), penelitian ini memperlihatkan
Simbolon (2007) dalam penelitiannya “Partisipasi Masyarakat Dalam
Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Belawan
Kota Medan). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah kegiatan pembinaan
masyarakat dan partisipasi masyarakat dengan metode pendekatan kualitatif dan
analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum tingkat
partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Belawan telah cukup baik. Perhatian
masyarakat terhadap Program Pemberdayaan Kelurahan yang dilaksanakan cukup
besar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktifitas yang dilakukan masyarakat
dalam program tersebut, baik dalam proses perencanaan maupun proses
pelaksanaan kegiatan.
Sitorus (2008) dalam tesis penelitian “ Partisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan Pembangunan Kecamatan Balige”, dengan variable penelitian
tingkat pendidikan dan pendapatan terhadap partisipasi masyarakat, dan
partisipasi masyarakat terhadap perencanaan pembangunan yang dianalisis
dengan uji regresi berganda dan analisis deskriptif, menyimpulkan bahwa
mayoritas responden mempunyai tanggapan tentang peran pemerintah desa,
lembaga masyarakat desa dan rencana pembangunan desa yang diukur dari aspek
transparansi, akuntabilitas, berkelanjutan, tepat guna dalam musrenbangdesa pada
kategori kurang baik berdasarkan hasil uji statistik, variable tingkat pendidikan
dan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan, serta variable partisipasi
Sutami (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Partisipasi
Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta
Utara”, variable dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat, pembangunan
prasarana lingkungan, tingkat sosial ekonomi masyarakat dan Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dengan metode analisis deskriptif
kualitatif untuk menganalisis bentuk dan tingkat partsipasi masyarakat pada
pembangunan prasarana lingkungan, dan metode analisis kuantitatif, untuk
menganalisis pengaruh hubungan sosial ekonomi masyarakat dengan bentuk
partisipasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya antusiasme keterlibatan
masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan dalam
berbagai bentuk. Keikutsertaan responden pada setiap tahapan pembangunan
prasarana lingkungan menunjukkan bahwa responden sudah melakukan kerjasama
yang baik dengan pemerintah sebagai penggagas adanya program PPMK. Indikasi
adanya kerjasama ini, menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat telah
berada pada tingkat kemitraan (partnership), sedang keberadaan Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta
Utara berada pada tingkat therapy.
Lubis (2011) melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Otonomi
Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Studi Pada
Desa Pulau Jambu, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)".
Fenomena yang dikaji partisipasi masyarakat merupakan suatu proses kegiatan
Untuk menyatukan kepentingan atau keterkaitan mereka terhadap organisasi atau
masyarakat yang bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut.
Desa Pulau Jambu adalah salah satu Desa yang terletak diwilayah Kecamatan
Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau merupakan suatu bentuk
pemerintahan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan masyarakat desa. Organisasi ini
sangat menentukan maju atau mundurnya desa. Tujuan penelitian ini secara
umum adalah untuk mengetahui pengaruh otonomi desa terhadap partisipasi
masyarakat dalam pembangunan desa di Desa Pulau Jambu, Kecamatan Kampar,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Kuantitatif dengan pendekatan Korelasional, dimana data yang diperoleh
melalui 94 orang responden yang merupakan sampel yang diolah dengan
mengunakan statistik, kemudian disajikan dalam bentuk analisis ilmiah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara otonomi desa terhadap
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yaitu 0.927 dari r tabel 0.927 >
0,207.
Listya (2011) melakukan penelitian Pengaruh Partisipasi Masyarakat
Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten
Banyuwangi. Fenomena yang dikaji adalah penyediaan prasarana merupakan
bagian terpenting dalam upaya pengembangan dan pembangunan wilayah.
Tersedianya prasarana yang memadai dapat meningkatkan kegiatan sosial
pada kenyataannya kemampuan pemerintah dalam menyediakan prasarana
terbatas, sedang partisipasi masyarakat tidak muncul dengan sendirinya, perlu
terus-menerus didorong melalui suatu komunikasi pembangunan. Dalam arti
peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana secara langsung
semakin lama harus semakin dikurangi dan digantikan perannya sehingga dapat
merangsang dan mengarahkan peran organisasi non pemerintah dan masyarakat
dalam partisipasi pembangunan. Penelitian ini mengukur besarnya pengaruh
tingkat partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan proyek pada proyek PNPM
Mandiri Pedesaan menurut masyarakat yang terlibat berdasarkan pada analisis
SEM(Structural Equation Modelling). Hal ini penting dilakukan agar masyarakat
itu yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal baik yang
bersifat materil, pikiran, maupun tenaga dapat mempercepat penanggulangan
kemiskinan. Hasil dari penelitian ini antara lain variabel partisipasi masyarakat
yang paling berpengaruh di Kabupaten Banyuwangi adalah tahapan partisipasi.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan proyek PNPM Mandiri
Perdesaan, masyarakat tidak terlalu mempertimbangkan bentuk partisipasi, karena
tahapan partisipasi merupakan proses awal yang paling penting tahu mengenai apa
yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sedangkan
untuk tingkat keberhasilan proyek, variable yang paling berpengaruh adalah
kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. Yang menunjukkan bahwa lebih
berpengaruh dibandingkan variable lainnya, yang mana menunjukkan besarnya
kekuatan masyarakat dalam suatu proyek dapat mencapai yang sesuai target pada
Muliani (2011) melakukan penelitian Partisipasi Masyarakat Miskin
terhadap Penanggulangan Kemiskinan dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan
Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Fenomena yang dikaji adalah
kemiskinan sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2010. Angka jumlah
masyarakat miskin mengalami pengurangan yang kurang berarti, karena jumlah
orang miskin saat ini masih mencapai 37,02 juta jiwa atau 16 persen dari
penduduk Indonesia. Berbagai program bantuan pemberdayaan masyarakat telah
dilakukan sejak 1993 oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), tetapi program tersebut dikhawatirkan kurang efektif karena belum
menyentuh masyarakat miskinnya secara langsung. Salah satu program
pemberdayaan saat ini dinilai berhasil adalah Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M), sehingga dapat dilakukan pengujian hubungan
efektivitas orang miskin, partisipasi dan pemberdayaan. Tujuan penelitian ini
ialah: (1) Mengkaji hubungan tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi
masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perkotaan di desa Cadasngampar, dan (2) Mengkaji hubungan tingkat partisipasi
terhadap tingkat keberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar. Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. Metode yang
digunakan adalah metode survai. Peneliti mengambil 90 responden berdasarkan
dan analisis kualitatif sebagai penunjang hasil dari hasil kuantitaif. Partisipasi
masyarakat dianalisis berdasarkan 8 tingkat partisipasi menurut Arstein. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada pada tingkat
konsultasi. Tingkat keberdayaan masyarakat dilihat dari perubahan pengeluaran
konsumsi dan non konsumsi antara sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M
Perkotaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PNPM-M Perkotaan tidak efektif
dalam menjangkau orang miskin di Desa Cadasngampar. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dengan
tingkat partisipasi, serta tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan
tingkat keberdayaan masyarakat.
2.2. Teori Perencanaan Wilayah
Perencanaan wilayah yang lebih terfokus pada prencanaan pembangunan
ekonomi berjalan seiring dengan dilaksanakannya community planning dan
participatory planning (Sirojuzilam, 2005). Jadi dengan demikian prrencanaan
wilayah adalah penerapan metode ilmiah dalam pembuatan kebijakan publik dan
upaya untuk mengkaitkan pengetahuan ilmiah dan teknis dengan
tindakan-tindakan dalam domain publik untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat
yang lebih tinggi.
Menurut Tarigan (2005) perencanaan wilayah dapat berarti mengetahui
dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor
noncontrollbale yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakanj dapat dicapai, serta mencari
Di sisi lain yang menjadi pokok perhatian dalam kerangka perencanaan
wilayah adalah cultural based yang mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang
dan berakar dalam konteks kehidupan masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan, maka perlu dipikirkan komponen-komponen pembangunan yang
terdiri atas sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal dan teknologi.
Menurut Conyers dan Hills dalam Arsyad (1999) perencanaan adalah
suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
Berdasarkan definisi di atas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen
dasar perencanaan, yaitu : 1) merencanakan berarti memilih; 2) perencanaan
merupakan alat pengalokasian sumberdaya; 3) perencanaan merupakan alat untuk
mencapai tujuan; dan 4) perencanaan berorientasi ke masa depan.
Namun Nitisastro dalam Arsyad (1999) perencanaan pada dasarnya
berkisar pada dua hal, pertama ialah penentuan pilihan secara sadar mengenai
tujuan konkret yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai
yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, yang kedua ialah pilihan-pilihan di
antara cara-cara alternative yang efisien serta rasional guna mencapau
tujuan-tujuan tersebut. Nitisastro sangat menekankan tentang perlunya diperhatikan nilai
yang dimiliki masyarakat dalam proses perencanaan tersebut, yang notabene
Dari berbagai definisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi
yaitu satu versi melihat perencanaan adalah suatu teknik atau profesi yang
membutuhkan keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan
(pembangunan) adalah kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis cenderung
melihat perencanaan adalah suatu kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti diketahui bahwa
perencanaan pembangunan pada akhirnya harus mendapat persetujuan
masyarakat.
2.3. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional
orang-orang dalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut
bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Sastropoetra, 1998).
Usman dalam Soedjono (1990) mengemukakan bahwa ada dua unsur
pokok mengapa partisipasi itu penting. Pertama, alasan etnis, yaitu dalam arti
pembangunan demi manusia berpartisipasi sebagai subjek, bukan menjadi objek.
Kedua, alasan sosiologis, yaitu bila perkembangan diharapkan berhasil dalam
jangka panjang, ia harus menyertakan sebanyak mungkin orang, kalau tidak
pembangunan pasti macet. Dari definisi diatas ada tiga unsur penting dari
konsep partisipasi tersebut, yaitu : (1) adanya keterlibatan mental dan emosional,
mendorong orang-orang untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas
kelompok.
Selanjutnya Koentjaraningrat (1990), berpendapat bahwa partisipasi
berarti memberi sumbangan dan turut menentukan arah atau tujuan
pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan
kewajiban bagi masyarakat. Affan (1993) memberikan pengertian bahwa
partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota sistem sosial secara kolektif dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan tersebut. Jika
dikaitkan dengan daerah tertentu, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan
masyarakat sebagai suatu sistem sosial dalam daerah/wilayah tertentu, secara
mental, emosional, material baik secara perorangan (individual) maupun
berkelompok dalam suatu kondisi tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang
sudah disepakati bersama antara penyelenggara negara dan masyarakat
tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan, bahwa partisipasi
merupakan suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara
aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan,
melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.
Pada hakekatnya partisipasi masyarakat itu merupakan sesuatu yang
seharusnya, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat
harus memberikan respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses
pembangunan tersebut.
Partispasi masyarakat secara umum terbagi dalam 8 (delapan) tingkatan
menurut Arstein (dalam Panudju, 1999) tingkatan-tingkatan tersebut, adalah:
1. Manipulation
Merupakan tingkatan partisipasi yang paling rendah karena masyarakat
hanya dipakai namanya saja sebagai anggota dalam berbagai badan penasehat.
Tidak ada peran yang nyata, karena hanya diselewengkan sebagai.publikasi oleh
pihak penguasa.
2. Theraphy
Pada tingkatan ini, masyarakat diperlakukan seolah-olah seperti proses
penyembuhan pasien penyakit jiwa dalam grup terapi. Masyarakat terlibat dalam
banyak kegiatan, namun hal tersebut hanya ditujukan untuk mengubah pola pikir
masyarakat daripada mendapatkan informasi atau usulan-usulan.
3. Informing
Merupakan tahap pemberian informasi kepada masyarakat tentang
hak-hak, tanggung jawab dan berbagai pilihan. Biasanya hanya diberikan secara satu
arah, dari penguasa ke rakyat, tanpa adanya kemungkinan umpan balik, Pada
tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk mempengaruhi rencana
bagi kepentingan masyarakat. Biasanya dilakukan dengan cara media berita,
pamflet, poster dan tanggapan atas pertanyaan.
Mengundang opini masyarakat, setelah memberi informasi kepada
mereka. Apabila konsultasi tidak disertai dengan cara-cara partisipasi yang lain,
maka tingkat keberhasilannya akan rendah, mengingat tidak adanya jaminan
kepedulian terhadap ide-ide masyarakat. Tahap ini biasanya dilakukan dengan
cara pertemuan lingkungan, survei tentang pola pikir masyarakat dan dengar
pendapat publik.
5. Placation
Pada tingkat ini masyarakat mulai mempunyai pengaruh, meskipun dalam
beberapa hal masih ditentukan oleh penguasa. Beberapa anggota masyarakat yang
dianggap mampu dimasukkan sebagai anggota dalam badan kerjasama. Usul-usul
dari masyarakat berpenghasilan rendah dapat dikemukakan, tetapi sering tidak
diperhitungkan karena kemampuan dan kedudukannya relatif rendah atau jumlah
mereka terlalu sedikit bila dibandingkan dengan anggota-anggota instansi
pemerintah lainnya.
6. Partnership
Pada tingkat ini, atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal
dibagi antara masyarakat dengan pihak penguasa. Disepakati juga pembagian
tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan
kebijaksanaan dan pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi. Setelah
adanya kesepakatan tersebut maka tidak dibenarkan adanya perubahan-perubahan
7. Delegated Power
Pada tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk membuat
keputusan pada rencana atau program tertentu. Masyarakat berhak menentukan
program-program yang bermanfaat bagi mereka. Untuk memecahkan masalah,
pemerintah harus mengadakan tawar-menawar tanpa adanya tekanan.
8. Citizen Control
Pada tingkat ini masyarakat mempunyai kekuatan untuk mengatur
program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka.
Masyarakat mempunyai kewenangan penuh di bidang kebijaksanaan, aspek-aspek
pengelolaan dan dapat mengadakan negosiasi dengan "pihak-pihak luar" yang
hendak melakukan perubahan.
Menurut Siagian (1995) partisipasi terdapat dua jenis yaitu partisipasi aktif
dan partisipasi pasif. Partisipasi pasif dapat berupa perilaku masyarakat yang
tidak ikut berperan aktif dalam setiap pembangunan yang ada di masyarakat.
Partisipasi aktif merupakan suatu tindakan yang nyata untuk turut serta dalam
memenuhi ketaatan dan kerelaan pada kepentingan bersama, yang dapat
berbentuk pengorbanan materi atau tenaga sebagai bentuk rasa tanggungjawab
kepada kepentingan yang jauh lebih luas dan lebih penting
Partisipasi penuh (full participation) adalah masyarakat mengikuti seluruh
kegiatan partisipasi dari pengambilan keputusan sampai dengan menilai hasil
program, sedangkan partisipasi sebagian (partial participation) masyarakat
Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu
kegiatan adalah bila masyarakat yang bersangkutan merasa dirinya
berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain
partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa tidak
berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang
berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.
Mubyarto dalam Soedjono (1990) menyatakan pula bahwa partisipasi
sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan
kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri. Berkaitan
dengan kemampuan tersebut Davis dalam Sastropoetra (1998) mengemukakan
enam jenis partisipasi, sebagai berikut : (1) pikiran (psychological participation),
(2) tenaga (physical participation), (3) pikiran dan tenaga (psycological
participation and physical participation), (4) keahlian (participation with skill),
(5) barang (material participation), dan (6) uang (money participation). Davis
juga menyebutkan macam-macam bentuk partisipasi sebagai berikut : (1)
konsultasi, (2) sumbangan berupa uang atau barang, (3) sumbangan dalam
bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat, (4) aksi massa,
(5) mengadakan pembangunan dikalangan keluarga dari masyarakat setempat,
(6) mendirikan proyek sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat
setempat, (7) mendirikan proyek yang juga dibiayai oleh sumbangan dari luar
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam menyongsong tahun
2000 White dalam Sastropoetra (1998), mengemukakan 10 buah alasan
tentang pentingnya partisipasi, yaitu :
a. Dengan partisipasi banyak hasil yang dapat dicapai.
b. Dengan partisipasi pelayanan diberikan dengan biaya efisien.
c. Dengan partisipasi harga diri diperhitungkan.
d. Partisipasi dapat menjadi katalisator untuk pembangunan berkelanjutan.
e. Dengan partisipasi timbulnya rasa tanggung jawab.
f. Dengan partisipasi aspirasi masyarakat tersalurkan.
g. Dengan partisipasi pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.
h. Dengan partisipasi semua potensi yang dimiliki masyarakat dapat dihimpun
dan dimanfaatkan.
i. Dengan paartisipasi ketergantungan keahlian kepada orang lain dapat
dibebaskan.
j. Dengan partisipasi dapat menyadarkan manusia terhadap penyebab dari
kemiskinan, dan menimbulkan kesadaran untuk mengatasinya.
2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Menurut Slamet (1993), faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
mata pencaharian. Sedangkan menurut Sastropoetro (1998) sebagai berikut :
a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan
sosial dan percaya terhadap diri sendiri.
c. Kecendrungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan
organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang
salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti hanya
terjadi di beberapa Negara.
d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik di luar pedesaan.
e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program
pembangunan.
Adapun persyaratan melaksanakan partisipasi masyarakat secara efektif,
Sastropoertro (1998), berpendapat :
a. Perlu waktu untuk berpartisipasi sebelum berlangsungnya suatu kegiatan.
b. Subjek partisipasi perlu relevan dengan kepentingan manusianya/
masyarakatnya.
c. Orang-orang yang berpartisipasi haruslah mempunyai kemampuan, seperti
halnya kecerdasan dan pengetahuan.
d. Tidak ada salah satu pihak pun yang bias/merasa dirinya terganggu karena
partisipasi.
e. Biaya kegiatan partisipasi tidak boleh melampaui nilai ekonomi atau
sejenisnya.
f. Partisipasi adalah memutuskan untuk melaksanakan kegiatan.
Adapun 4 (empat) hal/kondisi yang mendukung partisipasi masyarakat,
menurut Moeljarto (1997) adalah :
b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa
mempunyai kepentingan yang sama dengan si miskin sendiri atau karena
adanya persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari
mereka yang mewakili kepentingan kaum elit.
c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.
d. NGO-NGO memainkan peranan yang bersifat mendukung.
Sementara itu, menurut Ife (1995), faktor-faktor yang mendorong
masyarakat berpartisipasi adalah :
a. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa masalah atau kegiatan itu
penting baginya (First, people will participated if they feel, he issue or activity
is important).
b. Mereka akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan
adanya nilai tambah bagi dirinya (The second condition for participation is
that people must feel that their action will make a difference).
c. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan
nilai-nilai yang mereka miliki (This implies the third condition for
participation, namely that different forms of participation must be
acknowledged and valued).
d. Masyarakat mungkin berpartisipasi jika mereka mendapatkan dukungan atau
dorongan (The fourth condition for participation is that people must be
e. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang
memungkinkan terjadinya partisipasi (The final condition for participation is
that structures and processes must not be alienating).
Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat
menurut Moeljarto (1997), yaitu :
1. Kurangnya perhatian yang murni terhadap persamaan sosial.
2. Kekhawatiran terhadap aksi bersama
3. Kurangnya akses kesempatan rakyat
4. Pendekatan pembangunan yang terpecah-pecah
Secara umum ada 3 (tiga) hambatan yang terjadi dalam menumbuhkan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, yaitu :
1. Belum dipahaminya akan makna sebenarnya dari konsep partisipasi oleh
pihak perencana dan pelaksana pembangunan. Kesan yang timbul selama ini
adalah bahwa keterlibatan masyarakat, terutama bila telah dilakukan
pertemuan secara formal antara aparat dan kelompok masyarakat maka
partisipasi telah muncul. Padahal untuk mengetahui secara dalam keinginan
mereka (masyarakat), maka tidak cukup hanya dilakukan pertemuan yang
kadangkala hanya dilakukan sekali dengan sekelompok orang, tetapi harus
dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang intensif dan mendalam.
2. Reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari diperlakukannya
pembangunan sebagai ideologi bagi negara kita.
rakyat untuk berpartisipasi. Peraturan perundang-undangan yang pada masa
sebelumnya cenderung membatasi ruang gerak masyarakat untuk
berpartisipasi.
2.3.2. Partisipasi Dalam Pembangunan
Partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan
pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan
terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara
mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam masyarakat.
Menurut Moeljarto (1997), partisipasi menjadi amat penting, terdapat
beberapa alasan pembenar bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
karena :
1. Rakyat adalah focus central dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi
merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
2. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut
serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.
3. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang
sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan
tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya
pembangunan.
4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat
berada dan dari apa yang mereka miliki.
6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh
masyarakat.
7. Partisipasi menopang pembangunan.
8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi
potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.
9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat
untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas
daerah.
10.Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk
dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.
Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam setiap perencanaan,
program dan kegiatan sosial (Adi, 2001), karena :
1. Merupakan suatu sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Tanpa informasi ini, maka program
tidak akan berhasil.
2. Masyarakat akan lebih antusias terhadap program/kebijakan pembangunan,
apabila mereka dilibatkan dalam perencanaan dan persiapan sehingga mereka
akan menganggap bahwa program atau kebijakan tersebut adalah mereka. Hal
ini perlu untuk menjamin program diterima oleh masyarakat, khususnya dalam
program yang bertujuan untuk merubah masyarakat dalam cara berfikir,
merasa dan bertindak.
dilibatkan dalam proses pembangunan dimaksudkan untuk memberi
keuntungan pada manusia.
Menurut Supriatna (2000), tanpa partisipasi pembangunan justru akan
mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan
kemerdekaannya. Pentingnya partisipasi masyarakat juga diungkapkan oleh
Kartasasmita (1997), diperlukan peningkatan partisipasi rakyat dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Pernyataan
tersebut diperkuat dengan oleh Conyers (1994), menyebutkan ada tiga alasan
utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting
dalam pelaksanaan pembangunan yaitu :
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
Kepercayaan semacam ini adalah penting khususnya bila mempunyai tujuan
agar dapat diterima oleh masyarakat.
3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun
mempunyai untuk turut ‘urun rembug’ (memberikan saran) dalam menentukan
Menurut Tjokromidjoyo (1996), ada 4 (empat) aspek penting dalam
rangka partisipasi pembangunan, yaitu :
1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses
politik dalam suatu negara, turut menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan
pembangunan yang dilakukan pemerintah.
2. Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan
terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu yang sebaiknya.
3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan
arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik.
4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam
pembangunan yang berencana.
Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan ini pada
dasarnya dimaksudkan untuk memungkinkan individu, kelompok serta
masyarakat memperbaiki keadaan mereka sendiri, karena mereka sendirilah yang
tahu akan apa yang menjadi kebutuhannya tersebut. Di samping juga mereka
merasa memiliki dan bertanggung jawab tentang apa yang telah mereka hasilkan
dan apa yang telah dimanfaatkan tersebut.
Hal ini terlihat dalam istilah “bottom up planning” (perencanaan dari
bawah), keterlibatan pada “grassroots” (sampai pada masyarakat yang paling
bawah), “democratic planning” (perencanaan demokratis) dan “participatory
planning”. Dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu diketahui
1. Pertukaran informasi, hal ini terutama bertujuan untuk memungkinkan adanya
kebersamaan antara pengambil keputusan dan rakyat untuk memungkinkan
rakyat biasa yang secara bersama mengembangkan ide-ide dan keinginan.
2. Pendidikan, ini berhubungan penyebaran informasi secara terinci dari suatu
rencana sehingga memungkinkan masyarakat mengerti akan rencana tersebut.
3. Bangunan dukungan (support building) ini terutama melibatkan kegiatan yang
bersifat menciptakan suasana yang baik sehingga memungkinkan tidak terjadi
benturan di antara kelompok-kelompok masyarakat dan antara kelompok
masyarakat dan pemerintah.
4. Proses pembuatan keputusan yang terbuka, ini terutama bertujuan untuk
memungkinkan masyarakat biasa memberikan ide-ide baru atau pilihan ide
dalam proses perencanaan.
5. Masukan dari masyarakat, sebagai suatu usaha mengumpulkan dan
mengidentifikasikan sikap dan pendapat dari kelompok masyarakat.
2.4. Pembangunan Masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah suatu aktivitas pembangunan yang
berorientasi pada kerakyatan dengan syarat menyentuh aspek-aspek keadilan,
keseimbangan sumberdaya alam, partisipasi masyarakat, dan jika memungkinkan
berdasarkan prakarsa komunitas (Korten, 1990). Selanjutnya Dharmawan (2006)
mengungkapkan bahwa pengembangan masyarakat merupakan suatu perubahan
yang terencana dan relevan dengan persoalan-persoalan lokal yang dihadapi oleh
sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota komunitas
setempat, dimana prinsip-prinsip resident participation dijunjung tinggi.
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat meliputi pembangunan terpadu,
melawan ketidakberdayaan struktural, Hak Azasi Manusia (HAM), keberlanjutan,
pemberdayaan, kaitan masalah pribadi dan politis, kepemilikan oleh komunitas,
kemandirian, ketidaktergantungan pada pemerintah, keterkaitan, tujuan jangka
pendek dan visi jangka panjang, pembangunan yang bersifat organik, kecepatan
pembangunan, keahlian dari luar, pembangunan komunitas, kaitan proses dan
hasil, intergritas proses, tanpa kekerasan, keinklusifan, konsensus, kerjasama,
partisipasi, dan perumusan tujuan (Gunardi et al, 2006).
Lima karateristik dari pengembangan masyarakat (community
development), yaitu :
1. Berdasarkan pada kondisi dimana pemerintah menjadi terbuka kepada upaya
keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tingkat
keterlibatan masyarakat yang menggambarkan tingkat keterbukaan, secara
efektif diatur oleh pemerintah.
2. Aktivitas pengembangan masyarakat dibangun terutama sekitar
masalah-masalah sosial, dimana orang dalam masyarakat berhubungan secara mudah.
Di lain pihak, melalui manajemen masyarakat, terpadu suatu komponen
ekonomi dan atau teknik yang kuat. Mesipun demikian, proyek manajemen
masyarakat tetap melaksanakan usaha-usaha yang dapat diidentifikasi secara
3. Bercirikan masyarakat lokal yang memiliki keutamaan atau kekuasaan, dapat
diidetifikasi secara jelas dan mengandung muatan diri.
4. Proses pengembangan masyarakat diarahkan kepada kepuasan terhadap
kebutuhan masyarakat.
5. Berpusat pada kegiatan pelatihan yang netral secara politik dan terpisah dari
berbagai pertikaian atau debat politik (Hikmat, 2001)
Kegiatan pengembangan masyarakat ini harus mendasarkan pada
perspektif ekologi dengan prinsip holistik (menyeluruh dari segala aspek
lingkungan), sustainabillity (kelestarian kegiatan), diversity (keanekaragaman),
dan equilibrium (keseimbangan). Konsekuensi dari perspektif ekologikal ini
melukiskan bahwa prinsip holistik akan mengarahkan pada pemikiran untuk
memusatkan pada filosofi lingkungan, menghormati hidup dan alam, menolak
solusi yang linier, dan perubahan yang terus menerus. Prinsip sustainability akan
membawa pada konsekuensi untuk memperhatikan konservasi, mengurangi
konsumsi, tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi, pengendalian
perkembangan teknologi dan anti kapitalis. Prinsip diversity membawa
konsekuensi pada penilaian terhadap perbedaan, jawaban atau alternatif yang
tidak tunggal, desentralisasi, jaringan kerja dan komunikasi lateral serta
penggunaan teknologi tepat guna. Sementara prinsip equilibrium akan membawa
pada perspektif isu-isu global atau lokal, energi yin dan yang, gender, hak dan
pertanggungjawaban, kedamaian dan kooperatif (Ife dalam Hikmat, 2001).
Selain prinsip ekologikal, kegiatan pengembangan masyarakat juga harus