L
La
ap
po
or
ra
an
n
K
Ka
as
su
us
s
MORFEA GENERALISATA
d
dr
r.
.
Ri
R
i
an
a
na
a
M
Mi
i
ra
r
an
n
da
d
a
Si
S
i
na
n
ag
ga
a,
,
S
Sp
pK
KK
K
D
DE
EP
PA
AR
RT
TE
E
ME
M
EN
N
IL
I
LM
M
U
U
K
K
ES
E
SE
EH
HA
AT
TA
AN
N
K
KU
U
LI
L
IT
T
&
&
K
K
EL
E
LA
AM
MI
I
N
N
F
FA
AK
KU
UL
LT
TA
A
S
S
K
K
ED
E
DO
OK
KT
TE
E
RA
R
AN
N
UN
U
NI
IV
VE
ER
RS
SI
I
TA
T
AS
S
S
SU
UM
MA
AT
TE
ER
RA
A
U
U
TA
T
AR
RA
A
R
RS
SU
UP
P
.
.
H.
H
.
AD
A
DA
AM
M
M
M
AL
A
LI
IK
K
M E D A N
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
PENDAHULUAN ...1
LAPORAN KASUS ...2
DISKUSI ...4
MORFEA GENERALISATA
PENDAHULUAN
Morfea generalisata adalah salah satu bentuk dari skleroderma lokalisata (morfea
lokalisata) yang didefinisikan sebagai suatu keadaan sklerosis yang menyebar luas pada kulit
tanpa keterlibatan sistemik.1 Sering terjadi pada usia antara 30-40 tahun dan pada wanita lebih
sering dijumpai dibandingkan pria dengan perbandingan 3:1.1,2
Sampai saat ini penyebab penyakit ini tidak diketahui dan masih berupa spekulasi dimana
diduga sebagai gambaran kerusakan kulit ataupun merupakan gangguan imunologis yang
merangsang produksi kolagen, indurasi dan kekerasan kulit. Namun ada beberapa faktor yang
diduga sebagai pencetus penyakit ini, antara lain : pengobatan dengan radiasi, infeksi
(Epstein-Barr virus, varisela, campak dan borreliosis), imunologis, trauma dan faktor familial.
Gambaran klinis morfea generalisata ditandai dengan plak sklerotik yang berindurasi atau
mencekung dengan keterlibatan kulit yang luas. Lesi berwarna putih kekuningan tanpa disertai
keterlibatan sistemik. Tidak dijumpai adanya phenomena Raynauds, dilatasi kapiler jari dan
talengiektasi yang merupakan gambaran khas dari skleroderma sistemik.
2,3
1,3-5
Secara umum morfea generalisata dapat didiagnosis jika memenuhi 2 kriteria yaitu :
1.
6
jumlah lesi 4 atau lebih dengan diameter > 3 cm
2.
baik dalam bentuk morfea ataupun
bentuk linier.
dua atau lebih area tubuh yang terlibat dari 7 area tubuh (kepala & leher, ekstremitas
atas kanan & kiri, batang tubuh anterior & posterior, ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang menunjukkan hasil yang spesifik. Namun
pernah dilaporkan dapat terjadi peningkatan dari ANA , Anti ds-DNA, rheumatoid factor dari
semua bentuk skleroderma lokalisata.
kanan & kiri).
1,5
Berdasarkan histopatologis morfea generalisata tidak dapat dibedakan dari tipe
skleroderma lokalisata lainnya. Pada stadium awal tampak reaksi inflamasi limfosit, histiosit dan
sel plasma yang terjadi pada jaringan subkutaneus, namun pada stadium lanjut skleroderma
mengalami perubahan pola sehingga sebagian besar bundles tampak terletak paralel di
dermal-epidermal junction. Dan diikuti perubahan jaringan subkutan menjadi jaringan ikat hialin.1,3,5
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain seperti kortikosteroid topikal, intralesi dan
sistemik, obat anti malaria, D-penicillamine, PUVA, plasmapheresis, pembedahan ataupun terapi
fisik. Namun pada kenyataannya belum ada terapi yang spesifik dan menunjukkan hasil yang
memuaskan untuk penyakit ini. Selain itu sebagian besar penderita dikatakan dapat mengalami
remisi spontan secara bertahap (3-5 tahun).
LAPORAN KASUS
1-5,7
Seorang wanita, ibu rumah tangga, berusia 39 tahun datang berobat ke Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan pada tanggal 20 Agustus 2007
dengan keluhan utama kulit mengeras berwarna putih kekuningan dengan bagian tengah yang
mencekung dialami sejak ± 6 tahun yang lalu tanpa disertai rasa nyeri dan gatal pada daerah
dahi, hidung, perut, punggung, tangan sebelah kanan, paha kiri. Awalnya berupa bercak putih
yang muncul pada daerah punggung yang lama kelamaan mengeras dan meluas pada daerah lain
dengan tengah yang mencekung. Sebelumnya penderita pernah mengobati sendiri dengan
mengoleskan salep fungiderm pada lesi namun tidak ada perbaikan. Riwayat penyakit yang sama
pada keluarga tidak dijumpai.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, status
gizi baik, frekuensi nadi 89 x/menit, frekuensi pernafasan 22x/menit, suhu afebris.
Berdasarkan pemeriksaan status dermatologis dijumpai plak sklerotik hipopigmentasi,
multipel pada regio frontalis, nasalis, abdominalis, vetebralis,ante brachii dekstra, femoralis
sinistra.
Pasien didiagnosis banding dengan morfea generalisata, lichen sclerosus et atrophicus dan
lupus eritematosus diskoid. Dengan diagnosis sementara morfea generalisata.
Terapi sementara diberikan krim urea 10 % (Carmed®) yang dioleskan 2 x sehari.
Selanjutnya pada pasien dilakukan penjajakan berupa : 1. Pemeriksaan urin & darah rutin,
fungsi ginjal & hati, Rhematoid Factor dan ANA test, 2. Pemeriksaan histopatologi, 3. Konsul ke
Hasil pemeriksaan laboratorium (22 Agustus 2007) dijumpai darah rutin, urin rutin, fungsi
ginjal dan fungsi hati dalam batas normal. Pada pemeriksaan RA faktor negatif, ANA negatif
(0,31) .
Hasil konsul ke bagian penyakit dalam (23 Agustus 2007) tidak dijumpai kelainan.
Hasil pemeriksaan histopatologis dari jaringan lengan kanan (27 Agustus 2007) dijumpai
jaringan yang terdiri dari pelapis epitel tatah berlapis dengan sub-epidermal terdiri dari jaringan
fibroblast yang tersusun dalam pola striform terdiri dari sel-sel fibroblast berbentuk spindle yang
mengalami proliferasi, dengan pembuluh darah mengalami proliferasi dilatasi dan kongesti.
Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan: suatu skleroderma. Pasien didiagnosis kerja
dengan morfea generalisata.
Pada penatalaksanaan pasien diberi pengobatan dengan ointment desoksimetason
(Inerson®) yang dioleskan 2 x sehari dan pemberian emolien berupa krim urea 10% (Carmed®)
yang dioleskan 2 x sehari.
Pada kontrol 1 bulan kemudian (25 September 2007) tampak plak sklerotik
hipopigmentasi mulai berkurang dan berwarna kecoklatan. Pengobatan tetap diteruskan.
Pada kontrol 2 bulan kemudian (23 Oktober 2007) plak sklerotik hipopigmentasi
menunjukkan perbaikan dan pengobatan tetap diteruskan. Namun setelah itu pasien tidak pernah
berobat kembali.
Prognosis quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, dan quo ad
DISKUSI
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan
histopatologis. Berdasarkan anamnesis pasien seorang wanita berusia 39 tahun dengan keluhan
utama kulit mengeras berwarna putih kekuningan dengan bagian tengah yang mencekung
dialami sejak ± 6 tahun yang lalu tanpa disertai rasa nyeri dan gatal pada daerah dahi, hidung,
perut, punggung, tangan sebelah kanan, paha kiri dan berdasarkan pemeriksaan status
dermatologis dijumpai plak sklerotik hipopigmentasi, multipel, pada regio frontalis, nasalis,
abdominalis, vetebralis,ante brachii dekstra, femoralis sinistra, hal ini sesuai dengan kepustakaan
bahwa pada morfea generalisata secara umum sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
dengan perbandingan 3:1 dan sering terjadi pada usia 30-40 tahun dan secara klinis morfea
generalisata tampak berupa plak sklerotik yang berindurasi atau mencekung berwarna putih
kekuningan serta melibatkan daerah kulit yang luas.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai darah rutin, urin rutin, fungsi ginjal dan fungsi
hati dalam batas normal, RA Factor negatif & ANA negatif (0,31), hasil konsul ke bagian
penyakit dalam tidak dijumpai kelainan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada
pemeriksaan laboratorium tidak ada yang menunjukkan hasil yang spesifik. Namun pernah
dilaporkan dapat terjadi peningkatan dari ANA , Anti ds-DNA, rheumatoid factor dari semua
bentuk skleroderma lokalisata dan berdasarkan kepustakaan pada penyakit ini tidak dijumpai
adanya keterlibatan sistemik.
1-6
1,5
Pada pemeriksaan histopatologis dari jaringan lengan kanan dijumpai jaringan yang terdiri
dari pelapis epitel tatah berlapis dengan sub-epidermal terdiri dari jaringan fibroblast yang
tersusun dalam pola striform terdiri dari sel-sel fibroblast berbentuk spindle yang mengalami
proliferasi, dengan pembuluh darah mengalami proliferasi dilatasi dan kongesti. Tanda-tanda
keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan: suatu skleroderma. Berdasarkan kepustakaan gambaran
histopatologis pada stadium awal tampak reaksi inflamasi limfosit, histiosit dan sel plasma yang
terjadi pada jaringan subkutaneus, namun pada stadium lanjut skleroderma lokalisata tampak
mirip dengan skleroderma sistemik yaitu berupa collagen bundles yang mengalami perubahan
pola sehingga sebagian besar bundles tampak terletak paralel di dermal-epidermal junction. Dan
diikuti perubahan jaringan subkutan menjadi jaringan ikat hialin.
Diagnosis banding lichen sclerosus et atrophicus dapat disingkirkan oleh karena pada
lichen sclerosus et atrophicus tampak berupa plak berwarna putih gading, berbatas jelas dengan
permukaan lesi dapat meninggi atau sama dengan permukaan kulit normal, terutama pada daerah
genitalia. Pada keadaan lanjut lesi menjadi cekung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan
hyperkeratosis, atrofi epidermis, follicular plugging dan homogenisasi kolagen dermis.
Sedangkan lupus eritematosus diskoid dapat disingkirkan oleh karena pada lupus eritematosus
discoid tampak berupa plak eritematosus terutama pada wajah dan kulit kepala, berbatas tegas,
berindurasi dengan skuama yang melekat, berbentuk bulat atau oval. Dan pada pemeriksaan
histopatologis menunjukkan hyperkeratosis ringan, follicular plugging, kerusakan lapisan sel
basal dengan vakuolisasi dan ukuran sel basal yang tidak teratur.
Pada penatalaksanaan pasien diberi pengobatan dengan ointment desoksimetason
(Inerson®) yang dioleskan 2x sehari dan krim urea 10% (Carmed®) yang dioleskan 2x sehari.
Dimana berdasarkan kepustakaan pengobatan dengan kortikosteroid topikal potensi poten
bermanfaat untuk mengurangi inflamasi, mencegah progresi dari sklerosis dan menekan sintesis
kolagen, sedangkan pemberian emolien berfungsi untuk melembabkan kulit. Namun pada
kenyataannya belum ada terapi yang spesifik dan menunjukkan hasil yang memuaskan untuk
penyakit ini. Selain itu dikatakan sebagian besar penderita dapat mengalami remisi spontan
secara bertahap (3-5 tahun).
6
Pasien datang :
a b
[image:8.612.74.499.111.601.2]
c d
Gambar 1: sklerotik pada regio frontalis - nasalis (en coup de sabre) (a),
plak sklerotik hipopigmentasipada regio ante brachii dekstra(b),
plak sklerotik hipopigmentasi pada regio femoralis sinistra(c),
Kontrol I (1 bulan setelah pengobatan) :
a b
c d
Gambar 2 : sklerotik pada regio frontalis - nasalis (en coup de sabre) berkurang (a),
plak sklerotik hipopigmentasipada regio ante brachii dekstra berkurang &
berwarna kecoklatan (b), plak sklerotik hipopigmentasi pada regio femoralis
sinistra berkurang & berwarna kecoklatan(c), plak sklerotik hipopigmentasi
Kontrol II (2 bulan setelah pengobatan):
a b
[image:10.612.74.534.82.595.2]
c d
Gambar 3 : sklerotik pada regio frontalis - nasalis (en coup de sabre) berkurang &
mengalami perbaikan (a), plak sklerotik hipopigmentasipada regio ante brachii
dekstra berkurang &berwarna kecoklatan (b), plak sklerotik hipopigmentasi pada
regio femoralis sinistra berkurang & berwarna kecoklatan(c), plak sklerotik
DAFTAR PUSTAKA
1. Rowell NR, Goodfield MJ. The Connective Tissue Diseases. In : Champion RH, Burton
JL, Burn DA, Breathnaeh SM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling. Textbook of
Dermatology. 6th
2. Hurwitz S. Clinical Pediatric Dermatology A Textbook of Skin Disorders of Childhood
and Adolenscence. 2
ed. Oxford: Blackwell; 1998.p.2501-12
nd
3. Sukanto H, Fauzia M. Skleroderma Lokalisata (Localized Scleroderma). Dep/SMF
Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo. Surabaya, 1990.p.156-63 ed, W.B. Saunders Company, 1993.p.669-71
4. Yu BD, Eisen AZ. Scleroderma. In: Irwin MF, Arthur ZE. Klauss W, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SL, et al, editors. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine.6th
5. Strober BE. Generalized morphea. Dermatology Online Journal . New York.2003;9(4):24
ed. New York: McGraw-Hill; 2003.p.1709-18
6. Takehara K, Sato S. Localized scleroderma is an autoimmune disorder. British Society
for Rheumatology. 2004;44.p.274-79. doi:10.1093/rheumatology/keh487
7. Bergstrom KG, Schaffer JV. Morphea. 2006. Di unduh dari