• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Thohir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Thohir"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

RETORIKA DAKWAH

KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR

OLEH:

SYARIFAH SA'DIYAH

NIM: 103051028601

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

RETORIKA DAKWAH

KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam

OLEH:

Syarifah Sa'diyah

NIM: 103051028601

Pembimbing

Rubiyanah, M.A.

NIP. 150 286 373

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir" telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 5 Desember 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I). Program S1 pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta,5 Desember 2007 Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs.Arif Subhan, MA. Dra. Sukmayeti

NIP.150 262442 NIP. 150 234867

Penguji I, Penguji II,

Drs. Wahidin Saputra, M.A. Umi Musyarrofah, MA

NIP. 150 276299 NIP. 150 281980

Pembimbing Skripsi

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan sripsi telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang, November 2007

(5)

ABSTRAK

Syarifah Sa'diyah

Retorika Dakwah Kh. Habib Ali Alwi Bin Thohir

Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman kepada Allah, baik sekelompok orang maupun bagi setiap individu yang mengerti, memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dakwah akan diterima dengan baik oleh mad'u apabila dalam penyampaiannya seorang da'i dapat menggunakan retorika dengan baik. Salah satunya adalah KH. Habib Ali Bin Thohir, saorang da'i yang mampu menyuguhkan dakwahnya dengan retorika yang baik.

Berdasarkan pernyataan di atas lahirlah pertanyaan apa pandangan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir tentang retorika dalam dakwah dan bagaimana retorika yang KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir.

Setelah mengamati dan mendengarkan secara langsung dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir, penerapan retorika yang digunakan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir dalam pelaksanaan dakwahnya itu tepat pada sasaran dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh mad'unya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan menggunakan metodelogi deskriptif analisis yaitu sebuah metode yang mendeskripsikan gagasan primer yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan narasumber yang akan menghasilkan penafsiran penulis.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahka rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terlaksana. Sholawat dan salam semoga Allah limpah curahkan kepada penghulu alam, baginda Nabi besar Muhmmad SAW yang telah menunjukan jalan yang terang dengan ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia di dunia.

Selanjutnya penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mencapai gelar sarjana sosial Islam (S. Sos. I). Berbagai kendala dalam proses penulisan skripsi ini yang cukup panjang dan melelahkan, namun berkesan.

Terwujudnya sripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak, karena dengan motivasi merekalah skripsi ini dapat terselesaikan, mereka adalah:

1. Dr. Murodi, MA Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta jajarannya.

2. Drs. Wahidin Saputra, MA Selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dra. Ummi Musyarofah, M. Ag. Selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Rubiyanah, MA selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis disela-sela aktivitas beliau agar penulis mendapat skripsi yang baik.

(7)

namun tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih penulis atas didikannya selama ini.

5. Kepada pimpinan dan staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan pelayanan literatur sebagai referensi skripsi penulis.

6. KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir selaku Pimpinan Pondok Pesantren Al-Husainy dan seluruh dewan guru, staff dan karyawan dan tidak lupa pula seluruh santri Pondok Pesantren Al-Husainy yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dalam melengkapi skripsi ini. 7. Uminda tercinta Hj. Karmi dan ayahanda tercinta (alm) Yahya bin

Husein yang selalu ada di hati. Kakanda tersayang Husen bin Yahya, Zulkifli bin Yahya, Fahmi bin Yahya, Helmi bin Yahya, Abdullah Alamudin. Uminda-lah yang selalu mendampingi penulis dikala mendapati kesulitan dan kesenangan. Tanpa mereka tidak banyak yang penulis dapat lakukan dalam menyelesaika skripsi.

(8)

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat memotivasi untuk kelengkapan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya.

Semoga segala kebaikan dan ketulusan pihak-pihak yang telah membantu di dalam proses penyelesaian skripsi di ganjar dengan pahala yang melimpah ruah dari Allah SWT. Amien.

Ciputat, Desember 2007

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...7

D. Metodologi Penelitian ...7

E. Sistematika Penelitian ...9

BAB II LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH A. Ruang Lingkup Retorika ... 10

1. Pengertian Retorika ...10

2. Tujuan dan Fungsi Retorika ...13

B. Ruang Lingkup Dakwah ...15

1. Pengertian Dakwah ...15

2. Unsur-unsur Dakwah ...16

3. Fungsi Retorika dalam Dakwah Bil-Lisan. ...26

C. Konsep Dakwah Bil-Lisan ...28

1. Pengertian Dakwah Bil-Lisan...28

(10)

BAB III PROFIL KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan KH. Habib Ali Alwi Bin

Thohir……… ...33 B. Keterkaitan Pendirian Pondok Pesantren dengan Dakwah

Bil-Lisan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir ...36 BAB IV : ANALISIS RETORIKA DAKWAH BIL LISAN KH. HABIB ALI

ALWI BIN THOHIR

A. Pandangan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir tentang retorika dalam pelaksanaan dakwah Bil-Lisan ...42 B. Penerapan Retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam

pelaksanaan dakwah Bil-Lisan ...46 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...54 B. Saran...55 DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang mempunyai watak dan kecenderungan untuk menjadi suatu agama yang bisa terus tersiar keseluruh penjuru dunia. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan panggilan, ajakan, atau seruan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun sekelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan. Semua itu dapat kita lihat dalam salah satu ajarannya yang mewajibkan pemeluknya untuk menyampaikan risalah atau mengembangkan dakwah kepada siapa pun.

Kemajuan dan kemunduran ummat Islam sangat berkaitan erat dengan dakwah yang dilakukannya, karena itu al-Qur'an dalam menyebutkan kegiatan dakwah dengan Ahsanu Qaula, (ucapan) dan perbuatan yang baik.1

!

"#

$

%

&' (

)

*,-.

/

01

&

34 !

5667

"Dan siapakah yang lebih indah perkataannya dari orang yang menyeru (manusia) ke jalan Allah serta beramal saleh dan ia berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?". (Fushshilat : 33)

1

(12)

Dakwah seperti yang diungkapkan dalam ayat tersebut tidak hanya berdimensi ucapan atau lisan tetapi juga dakwah dengan perbuatan yang baik

(uswah) seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Dakwah adalah senjatanya para Nabi dan Rasul Allah dalam mengembangkan agama Islam kepada umat manusia sejak zaman dulu kala sampai akhir zaman. Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman kepada Allah, baik sekelompok orang maupun bagi setiap individu yang mengerti, memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain mereka yang benar-benar profesional di bidang dakwah dan mengerti tata cara penyampaian dakwah yang baik istilah ini lebih di kenal dengan sebutan da'i atau mubaligh.2

Dalam hal ini Allah SWT. telah menjelaskan tentang kewajiban berdakwah bagi sekelompok orang untuk menyerukan yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar dalam al-Qur'an, Allah berfirman:

89 :34

;89<

=>? @

A $$ B C

D E C3F !

A $E$ GH C

I $EK>.GL

M

A

N

C

5

$

6E 9<

34 !

O

PQ-' 4H @

$;KR

ST

&3U

34 !

5VW7

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar".

(QS. Al-Imran 104)

Sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk berkomunikasi dengan baik dan efektif, karena komunikasi yang baik serta efektif merupakan dasar utama dalam melaksanakan dakwah.

2

(13)

Adapun pengertian dakwah menurut Prof. HM. Toha Yahya Omar yakni, mengajak manusia dengan cara bijaksana pada jalan yang benar sebagaimana perintah Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.3

Sebagaimana tercantum dalam firmanya :

8X !

O

7#Y

Z

[

P

M \

>

9

3F

M

> ^

$

34 !

>

> 3F !

_

` N34

B'

,

*Wab4

M

c\

R

O

?A

PdM \

KR

e` & $

M

?# V

$

f

!Y

Z

[

_

KR

e` & $

0g

B h N

34

M

5Vi

7

"Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. An-Nahl : 125)

Dalam menyampaikan dakwah, tujuan utamanya adalah bagaimana pesan dalam mengajak mad'u kepada yang benar (jalan Allah) dapat diterima dengan baik sehingga dapat dipahami. Oleh karena itu umat muslim harus dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, agar dalam menjalankan kewajiban dakwah dapat berjalan dengan lancar.

Adapun cara penyampaian dakwah dapat dikelompokan dalam tiga kategori, yakni bil-Lisan, bil-Hal dan bil-Qalam.

Dalam dakwah bil-lisan, bahasa memegang peranan penting dan menentukan. Untuk itulah seorang da'i tidak hanya dituntut memiliki kemampuan dan kepandaian dalam pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kepandaian dalam menggunakan bahasa agar mad'u tertarik dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

3

(14)

Dalam pelaksanaan dakwah peran da'i atau mubaligh sangatlah menentukan dalam hasil tersebut, oleh karena itu di perlukan teknik yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat sebagai penerima pesan dakwah Islam.

Dakwah akan diterima dengan baik apabila para da'i mengetahui secara tepat kepada siapa dakwah itu di tunjukan, karena setiap manusia itu tidaklah sama, baik dari segi usia, tingkat kecerdasan, status sosialnya dalam masyarakat dan dalam hal lainnya, yang kesemuanya ini menuntut agar penyeru dakwah arif dan bijaksana akan siapa dan bagaimana ia harus menghadapinya.

Kegagalan pelaksanaan dakwah yang sering terjadi disebabkan ketidakpahaman dan kurang telitinya para da'i atau mubaligh dalam memilih strategi dalam penyampaian pesan-pesan dakwahnya.

PQ-' 4H @

SjgWYb4 !

$; &K C

k

!

0

`

l

M K&K

m6E $ H G

;op $

; N ^

$

#K

;rst

u,

0

;

lI ^U.

v

& M

5

67

"Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari pada mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas kepada jiwa mereka. (Q.S. An-Nisaa: 63").

Pendakwah harus bermata setajam rajawali, harus cermat mengamati gejala dan gejolak masyarakat. Dengan berdakwah berarti memberi jawaban Islam terhadap masalah kehidupan, sehingga dakwah tersebut harus aktual, faktual dan menonjol. tak berbisik kepada orang tuli atau tersenyum kepada orang buta.

(15)

menerimanya, dan mereka yang berpaling darinya tidak mempunyai alasan apa-apa lagi kecuali hawa nafsu dan kekerasan kepada mereka.4

Perubahan zaman yang ada juga merupakan suatu faktor yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan dakwah Islam. Pada dasarnya banyak cara dan upaya maupun strategi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan dakwah Islam salah satunya adalah dengan menggunakan lisan. Salah satu metode yang digunakan untuk menyampaikan dakwah dengan lisan (berbicara) adalah salah satu aktivitas yang sering digunakan dalam bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Dalam bidang keilmuan sosial ada suatu ilmu yang mengajarkan tentang seni berbicara atau biasa disebut dengan retorika.

Seni dan kepandaian bicara dibutuhkan dalam medan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Mulai dari seorang pengacara, jaksa, hakim, pedagang sampai kepada negarawan semuanya membutuhkan retorika.5

Sering kali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk komunikasi lisan yang disampaikan kepada sekelompok orang banyak, tetapi sebenarnya retorika itu tidak hanya sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan merupakan suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau suatu masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasif.6

KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah salah satu seorang muballigh yang cukup di kenal masyarakat dan juga terbilang sukses dalam menyampaikan dakwahnya. Beliau pun berhasil menyampaikan dakwahnya melalui bidang

4

Amin Ahsan Islahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Pustaka , 1982), h. 69.

5

H. Hamzah Ya'qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: CV Diponegoro, 1981), h. 99.

6

(16)

pendidikan yaitu tepatnya di pesantren yang beliau dirikan yaitu Pondok Pesantren Al-Husainy.

Dalam sistem penyampaian dakwah yang baik, beliau dapat merekrut begitu banyak mad'u dari berbagai kalangan dan status sosial masyarakat khususnya pada kalangan santri. Di sinilah ketertarikan penulis pada sosok KH. Habib Ali Alwi bin Thohir yang memiliki cita-cita luhur untuk memajukan Islam dan usahanya untuk menggiring mad'unya agar kembali ke jalan Allah SWT.

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih mendalam tentang cara yang dilakukan oleh KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam menyampaikan dakwah Islam dalam sebuah skripsi yang penulis beri judul Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Allah SWT memberikan kelebihan bagi manusia begitu banyak. Diantaranya adalah kepandaian bicara, mengeluarkan kata-kata untuk bisa dimengerti. Namun berbicara yang baik tidak hanya bicara saja melainkan harus mampu menggunakan bahasa tutur yang baik, menyusun dan mengemasnya hingga apa-apa yang disampaikan bisa dan mudah dimengerti oleh orang yang mendengarnya.

Dalam dunia komunikasi cara berbicara (seni berbicara) disebut retorika, yaitu ilmu yang mengajarkan cara berbicara yang baik, dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu pendukung.

(17)

tidak terlepas dari retorika, beliau selalu memaparkan persoalan umat dengan retorika.

Untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis merumuskan pada masalah-masalah sebagai berikut :

1. Apa pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang retorika dalam dakwah bil-lisan?

2. Bagaimana penerapan retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang retorika dalam dakwah bil-lisan.

b. Mengetahui retorika yang digunakan oleh KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam dakwah bil-lisan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis peroleh dari penelitian ini adalah: a. Akademis

Memberikan wawasan yang memadai tentang tata cara penggunaan retorika dalam pelaksanaan dakwah kepada para Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

(18)

Menambah wawasan bagi para penelitian, pektisi dakwah serta pera pembaca sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan dakwah.

D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu metode prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang memiliki beberapa langkah penerapan. Langkah pertama adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi bahasan utama. Gagasan primer ini diperolah dari hasil wawancara mendalam dengan narasumber. Langkah selanjutnya adalah membahas gagasan primer tersebut yang pada hakikatnya adalah memberikan penafsiran penulis terhadap gagasan yang telah dideskripsikan.7

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini berupa observasi, wawancara, dan telaah kepustakaan:

1. Observasi, penulis mengamati dan mencatat dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan metode ini penulis akan mengetahui langsung kegiatan dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir.

2. Wawancara (Interview), Dalam mengumpulkan data-data dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengadakan wawancara langsung dengan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir. Teknik wawancara berbentuk, wawancara riwayat secara lisan. Maksud wawancara ini adalah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaan, kesenangan,

7

(19)

pergaulan, dan lain-lain. Wawancara semacam ini dilakukan sedemikian rupa, sehingga yang diwawancarai berbicara terus menerus, sedangkan pewawancara duduk mendengarkan dengan baik diselingi dengan sekali-kali mengajukan pertanyaan. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada para jama'ahnya (sebanyak lima orang) dengan tujuan memperoleh data dan fakta yang akurat tentang retorika dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir.

3. Kepustakaan (Library Research), penulis berusaha membaca sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas untuk dijadikan landasan teoritis dalam penulisan skripsi ini.

Adapun teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada buku "pedoman Penulisan karya ilmiah" Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, tujuan dan mapenelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

(20)

Bab III : Profil KH. Habib Ali Alwi bin Thohir meliputi, riwayat hidup danpendidikan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir kiprah dakwah pendirian pondok pesantren.

Bab IV : Apa pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang retorika dalam dakwah bil-lisan, bagaimana penerapan retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan.

(21)

BAB II

Landasan Teoritis Tentang Retorika dan Dakwah

A. Ruang Lingkup Retorika

1. Pengertian Retorika

Retorika dalam artian sempit, yaitu "rede kunst" (seni berpidato) atau kemahiran berbicara dan retorika dalam artian luas, yaitu seni menggunakan bahasa dengan cara mana untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pendengar dan pembaca.8

Ditinjau dari segi bahasa, perkataan retorika berasal dari bahasa Yunani, yaitu "Rhetor yang mengandung arti seorang juru pidato yang mempunyai sinonim Orator",9 Dalam bahasa Inggris "Rhetoric" bersumber dari perkatan "Rhetorica yang berarti ilmu bicara"10 dan dalam bahasa Arab disebut "Fannul Khithaabah".11

Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup:

a. Monologi

Monologi adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.

8

T. A Lathief Rousydiy, Dasar-dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi (Medan: PT. Firma Rimbow, 1989), h. 37.

9

MH. Isror, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), h. 10.

10

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 53.

11

(22)

b.Dialogika

Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.

c.Pembinaan teknik bicara

Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.12

Adapun menurut istilah ada beberapa pendapat yaitu:

a. Gusti Ngurah Oka, mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang menganjurkan tindakan dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat.13

b. Syeh Datuk Tombak Alam, mengatakan bahwa retorika adalah seni mempergunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pendengar dan pembaca.14

c. Wahidin Saputra, mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain

12

P. Rudi Wuwur Hendrikus, Retorika (Jakarta: CV. Firdaus, 1993) h. 16-17

13

I Gusti Ngurah Oka, Retorika sebuah Tinjauan Pengantar (Bandung: Tarate, 1976), h. 44.

14

(23)

dengan sistematis, logis, untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain.15

d. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa retorika adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasai dalam medan pikiran.16

Menurut Aristoteles retorika adalah "the art of persuasion" adalah ilmu kepandaian berpidato atau teknik dan seni berbicara di depan umum,17 lalu dia mengatakan bahwa ada tiga cara untuk mempengaruhi manusia.

"Pertama (ethos), harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat. Kedua (pathos), harus menyentuh hati khalayak: perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka. Ketiga (logos), meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti, di sini mendekati khalayak lewat otaknya".18

Darinya kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan (The Five Connons of Rethoric) yang sering diterjemahkan dengan "Lima hukum retorika", yaitu :

1. Menemukan Bahan (Inventio), pada tahap ini da'i atau mubaligh menggali topik dan meneliti khalayak yang akan hadir mendengarkan ceramah kita, kemudian menentukan metode yang tepat.

15

Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan (Teknik Khithabah) (Buku Ajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 2.

16

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1998), h. v.

17A.H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam kepemimpinan (Surabaya:

PT. Usaha Nasional, 1982). hh. 11-12.

18

(24)

2. Penyusunan bahan/materi yang akan disampaikan (Dispositio), dalam tahap ini da'i atau muabaligh menyusun materi dakwah yang akan disampaikan, misalnya: Pendahuluan, Pembahasan, dan Penutup.

3. Memilih bahasa yang indah (Elocutio), pada tahap ini da'i atau mubaligh memilih kata-kata yang tepat, kalimat yang jelas dan bahasa yang indah sesuai dengan kemampuan khalayak pendengar.

4. Mengingat materi yang akan disampaikan (Memoria), pada tahap ini da'i atau mubaligh harus mengingat-ingat dalam pikiran materi yang akan disampaikan kepada khalayak pendengar sesuai dengan susunan yang telah dibuat sebelumnya.

5. Menyampaikan dakwah lisan (Pronuntiatio), pada tahap ini da'i atau mubaligh menyampaikan materi dakwah lisan, pada saat penyampaian materi perhatikan suara (vocal), gerak tubuh, dan pelihara kontak mata dengan khalayak pendengar.19

2. Tujuan Retorika dan Fungsi Retorika

a. Tujuan Retorika

Ketika Aristoteles di sekitar abad ke-4 SM. Menampilkan retorika sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya adalah persuasi, yang dimaksudkan persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap tutur akan kebenaran gagasan topik tutur

Secara retorika tujuan berbicara kepada massa itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

19

(25)

1. To inform, yaitu untuk memberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.

2. To convince, yaitu menyakinkan atau menginsafkan.

3. To inspire, yaitu untuk menimbulkan inspirasi. Dengan teknik dan sistim penyampaian yang baik dan bijaksana.

4. To entertain, yaitu menggembirakan menghibur atau menyenangkan dan memuaskan.

5. To actuate (to put into action), yaitu menggerakan mereka dan mengarahkan mereka untuk bertindak merealisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.20

b. Fungsi Retorika

I Gusti Ngurah Okamenjelaskan bahwa retorika adalah untuk:

1. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaannya ketika ia terdorong untuk bertutur ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.

2. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang biasa diangkat menjadi topik tutur. Misalnya saja gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.

20

(26)

3. Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur misalnya dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-bagiannya dan sebagainya.

4. Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara-cara memilih topik.

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk menentukan saran ulasan yang persuasive objective.

c. Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

d. Pemilihan materi bahasan serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat yang padu, utuh, mantap dan bervariasi.

e. Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur dalam penampilan tuturnya.21 B. Ruang Lingkup Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dakwah ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab, yang berarti "panggilan, ajakan, atau seruan.22

Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang beraneka ragam. Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat. Untuk lebih jelasnya di bawah akan disajikan beberapa definisi dakwah:

21

I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit., h. 65

22

(27)

a. Pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercayai keyakinan dan hidup Islam.23

b. Pendapat Wardi Bachtiar, dakwah yaitu suatu proses upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu al- Islam.24

c. Pendapat Asmuni Syukir, bahwa istilah dakwah itu dapat diartikan dari dua segi atau dua sudut pandang, yaitu pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan. Pembinaan artinya suatu usaha untuk mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah SWT, dengan menjalankan syariat-Nya sehingga mereka menjadi manusia yang hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Sedangkan pengembangan artinya suatu usaha mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah SWT. agar mentaati syariat Islam (memeluk agama Islam) supaya nantinya dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.25

Jadi, dakwah menurut penulis adalah menyampaikan memanggil serta mengajak manusia ke jalan Allah SWT, untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, sesuai dengan tuntutan al-Qur'an dan Hadist.

2. Unsur-unsur Dakwah

23

H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia)

(Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 26.

24

Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 31.

25

(28)

a. Subjek dakwah atau da'i

Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT, baik secara individu atau kelompok (organisasi) sekaligus sebagai pemberi informasi dan pembawa misi, atau lebih jelas disebut dengan da'i.26

Subjek dakwah (ulama, da'i, muballigh) yaitu orang yang melakukan tugas dakwah.

M. Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah yaitu pengetahuan mendalam tentang Islam dan juru dakwah harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan kebenaran, kegiatan, kesadaran dan kemajuan).27

b. Objek dakwah atau mad'u

Objek dakwah ini disebut juga mad'u atau sasaran dakwah, yaitu orang-orang yang diseru, dipanggil, atau diundang maksudnya ialah orang-orang yang diajak kedalam islam sebagai penerima dakwah.28 sudah jelas bahwa obyek dakwah adalah manusia mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, massa dan umat seluruhnya.

Masyarakat yang beraneka ragam latar belakangnya merupakan sasaran (objek) dakwah. selain itu juga sasaran dakwah harus mampu mencangkup segala aspek kehidupan secara utuh, baik sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial.

26

M. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 179.

27

A. Hasyim, Dasar Dakwah Menurut Al-Qur'an(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 167.

28

(29)

Sasaran dakwah berawal dari diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan dunia.

Sasaran dakwah secara sistematis di bagi menjadi beberapa bagian:

a.individu, sasaran dakwah terhadap diri sendiri (individu) merupakan suatu yang esensial sekali. Sebab, jika seorang da'i menanamkan kebaikan dalam dirinya maka akan mempengaruhi segala tingkah lakunya. Dengan begitu, untuk dapat diterima oleh sasaran dakwah atas apa yang disampaikan da'i dan untuk mengharapkan respon sasaran dakwah mengikuti ajarannya, maka da'i harus memberikan teladan yang baik.

b.Keluarga, didalam keluarga, orang tua merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan ajaran agama kepada anak-anaknya dan orang tualah yang dapat memberikan pengaruh kedalam diri anak dalam pergaulannya sehari-hari.

[image:29.612.113.509.141.513.2]

c. Masyarakat, masyarakat (umat) manusia sebagai sasaran dakwah merupakan kumpulan individu yang beraneka ragam. Oleh karena itu, hendaknya seorang da'i mengadakan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai sasaran dakwah.

M. Natsir dalam bukunya Fiqhud dakwah mengatakan bahwa sasaran dakwah yaitu:

(30)

2. Ada golongan awam, orang yang belum dapat berfikir kritis dan mendalam. Belum dapat menangkap pengertiaan tinggi-tinggi. Mereka ini panggil dengan sebutan mau'idzotul hasanah, dengan ajaran dan didikan yang baik-baik. Dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.

3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini yang dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong agar berpikir secara sehat.29

Kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh sasaran dakwah, karena tanpa adanya sasaran dakwah maka dapat dikatakan dakwah itu pada hakekatnya tidak ada. Dengan demikian, masyarakat sebagai sarana dakwah mencakup berbagai aspek kehidupan yang memiliki strata sosial yang berbeda-beda, yang semuanya harus dihadapi secara proporsional dari para da'i.

c. Materi dakwah

Materi dakwah, tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadist sebagai sumber utama yang meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.30

Menurut Hamzah Yakub, tekanan utama materi dakwah tidak boleh lepas dari aqidah Islam, tauhid dan keimanan, pembentukan pribadi yang sempurna, pembangunan masyarakat adil dan makmur, serta kemakmuran dan kesejahteraan di dunia maupun di akhirat.

Al-Qur'an dan Hadist Nabi adalah ajaran-ajaran yang sarat dengan ketetuan dan ajaran untuk meraih kebahagiaan, keseimbangan, kemajuan, keberhasilan, serta ketentraman hidup di dunia dan akhirat. Dengan kata lain

29

M. Natsir, Fiqhud dakwah, (Solo: Ramadhani, 1987), h. 7

30

(31)

Qur'an dan Hadist mengingatkan umat untuk meninggalkan serta menjauhkan diri dari kemungkaran, kenistaan, kebathilan, kesewenang-wenangan, kebodohan dan keterbelakangan.

Umat Islam memang harus menjadi umat yang berpikir maju, pandai, dinamis dan kreatif, dan peka terhadap segala aspek perkembangan kehidupan yang ada. Dalam pengertian, umat Islam harus mampu memandang dan mengantisipasi perkembangan serta gejolak kehidupan disekitarnya dengan cermat, hati-hati dan mawas diri.31

d. Metode Dakwah

Metode berasal dari bahasa Jerman, methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut Thariq.32

Metode adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.33

Dalam realitas sekarang, pengertian tentang metode dakwah banyak disalahpahami oleh masyarakat dewasa ini. Dakwah biasanya dikesankan sebagai suatu keahlian yang dikuasai oleh seseorang dalam berpidato, ceramah atau khutbah saja. Pemahaman masyarakat seperti itu tentunya belum tepat, karena ceramah, pidato dan sejenisnya adalah merupakan salah satu bagian dari metode

31

Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offet, 1995), hh. 10-11.

32

H. Hasanuddin, Op. Cit., h. 35.

33

(32)

dakwah. Oleh karena itu, pemahaman yang keliru tersebut harus dirubah pada jalur yang sebenarnya.

Berdasarkan bentuk-bentuknya penyampaiannya metode dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni:

1. Bil-Lisan 2. Bil-Hal 3. Bil-Qalam

Pedoman dasar yang dijadikan sandaran dalam penggunaan metode dakwah salah satunya adalah hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim:

ی ﻝ !

"

#ﻥ%

&ی &ﻝ !&

'ﻝ () #" *"

+

,

-.

ی

/

%

0

)

1

Siapa diantara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya (kekuasaanya), jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya (nasehat), jika tidak mampu ubahlah dengan hatinya dan yang terakhir inilah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)34

1). Bil-Lisan

Dakwah bil-lisan adalah suatu bentuk dakwah yang dilaksanakan melalui lisannya, metode ini sangat umum digunakan oleh para da'i di dalam ceramah, pidato, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain.

2). Bil-Hal

Dakwah bil-hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Metode dakwah ini dapat dilakukan oleh setiap individu tanpa harus memiliki keahlian khusus dalam bidang dakwah. Dakwah bi al-hal dapat dilakukan misalnya dengan tindakan nyata yang dari karya nyata

34

(33)

tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat, seperti pembangunan Rumah Sakit atau fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk kemaslahatan umat.

3). Bil-Qalam

Dakwah bil-Qalam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan, dakwah ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan merangkai kata-kata sehingga penerima dakwah tersebut akan tertarik untuk membacanya tanpa mengurangi maksud yang terkandung di dalamnya, dakwah tersebut dapat dilakukan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin maupun lewat internet.

Menurut Slamet Muhaemin Abda, metode dakwah dapat dilihat dari segi cara, jumlah audien dan cara penyampaian.

Metode dakwah dari segi cara, ada dua macam:

1. Cara tradisional, termasuk di dalamnya adalah sistim ceramah umum. Dalam cara ini da'i aktif berbicara, sedangkan komunikan pasif. Komunikasi hanya berlangsung satu arah (one way communication). 2. Cara modern, termasuk di dalamnya adalah diskusi, seminar dan

sejenisnya dimana terjadi komunikasi dua arah (two way communication).

Metode dakwah dari segi jumlah audien, ada dua macam:

1. Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap orang secara langsung.

(34)

Metode dari segi cara, dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:

1. Cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka antara komunikan dan komunikatornya. Cara tidak langsung yaitu dakwah yang dilakukan tanpa tatap muka antara da'i dan audiennya.

2. Cara penyampaian isi secara serentak dan bertahap. Cara serentak dilakukan untuk pokok-pokok bahasan yang praktis dan tidak terlalu banyak kaitannya dengan masalah lain. Cara bertahap dilakukan terhadap pokok-pokok bahasan yang banyak kaitannya dengan masalah lain.

3. Sedangkan cara penyampaian persiapan materi dapat dilakukan dengan tiga cara:

a. Teks book, yaitu dengan membaca materi secara keseluruhan. b. Tanpa teks book, yaitu materi dihafal seluruhnya dan tanpa

membaca.

c. Dengan catatan kecil secara garis besar, disiapkan pokok-pokok materinya saja. 35

e. Media Dakwah

Media dakwah yaitu saluran dakwah (thuruqud dakwah) dengan saluran mana dakwah disampaikan. Ada saluran lisan, tulisan, auditive (yang merangsang pendengaran), visual dan yang audio visual yang merangsang pendengaran dan

35

(35)

penglihatan, bahkan ada saluran uswatun hasanah dan amal usaha maksudnya dakwah dengan perbuatan (dakwah amaliyah).36

Menurut Hamzah Ya'qub media dakwah diklasifikasi menjadi lima jenis yaitu:

1. Lisan, merupakan media yang paling mudah mempergunakannya lidah dan suara.

2. Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da'i dalam peroses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi da'i dan mad'u. 3. Lukisan, gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi sebagai penarik. 4. Audio Visual, media ini dapat merangsang indera penglihatan dan

pendengaran.

5. Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkah laku da'i. 37 Dalam buku "Dustur Dakwah Menurut al-Qur'an" karangan A. Hasjmi, beliau mengatakan bahwa juru dakwah memerlukan medan dan sarana, alat dan medan. Di mana media dan sarana, alat dan medan yang dibutuhkan tersebut adalah sebagai berikut:

1.Mimbar dan Khitabah 2.Kalam dan Kitabah 3.Masrah dan Malhamah 4.Seni suara dan Seni Bahasa 5.Madrasah dan Dayyah 6.Lingkungan Kerja dan Usaha

36T. A Latief Rousydiy, Loc. Cit. 37

Hamzah Yakub, Publisistik Islam : Teknik Dakwah dan Ledership (Bandung: CV.

(36)

Dari berbagai sarana, media dan peralatan tersebut, masing-masing dapat dikembangkan dan dijabarkan lebih luas lagi, sesuai dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman. Pendapat lainnya mengemukakan bahwa sebagai agen pembaharuan, perbaikan, dan perubahan maka dakwah mempunyai sarana yang sama dengan pendidikan, yakni:

a. Keluarga

b. Pendidikan formal c. Lingkungan masyarakat d. Media massa.38

f. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam pelaksanaan dakwah.39

Syekh Ali Manfudz merumuskan, bahwa tujuan dakwah ada 5 perkara yaitu:

1. menyiarkan tuntunan Islam, membetulkan aqidah dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2. memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang baik. 3. membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan di antara kaum

muslimin.

4. menolak faham atheisme, dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja.

38

MH Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), h.10.

39

(37)

5. menolak syubhat-syubhat, bid'ah dan khutafat atau kepercayaan yang tidak bersumber dari agama dengan mendalami ilmu ushuluddin.40

Tujuan dakwah bukanlah sekedar menyuguhkan fakta semata-mata tapi juga menjelaskan fakta tersebut sedemikian rupa sehingga tidak saja ia menjadi jelas bagi sekelompok elit di masyarakat, tapi juga bisa dipahami oleh orang awam.41

Ditinjau dari aspek berlangsungnya suatu kegiatan dakwah, maka tujuan dakwah itu terbagi menjadi dua bagian:

a. Tujuan jangka pendek

Dalam jangka pendek itu adalah untuk memberikan pemahaman Islam kepada masyarakat sasaran dakwah itu. Dengan adanya pemahaman masyarakat tentang Islam maka masyarakat akan terhindar dari sikap perbuatan yang mungkar dan jahat.

b. Tujuan jangka panjang

Sedangkan tujuan jangka panjang dakwah itu adalah untuk mengadakan perubahan sikap masyarakat dakwah itu. Sikap yang dimaksud adalah perilaku-perilaku yang terpuji bagi masyarakat yang tergolong kepada kemaksiatan yang tentunya membawa kepada kemadaratan dan mengganggu ketentraman masyarakat lingkungannya.

40

Ibid., h. 34-35.

41

(38)

Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh keseluruh tindakan dakwah.42

3. Fungsi Retorika dalam Dakwah Bil-Lisan

Setelah mengikuti sekedarnya pengertian retorika dan pengertian dakwah bil-lisan dengan unsur-unsurnya yang merupakan komponen kegiatan dakwah, kiranya sudah agak mudah bagi kita untuk melihat fungsi retorika dalam dakwah lisan. Retorika adalah seni bicara dalam berkomunikasi sedangkan dakwah bil-lisan adalah suatu bentuk dakwah yang dilaksanakan melalui bil-lisan. Jelas di sini unsur bahasa memegang peranan yang menentukan. Kemampuan dan kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan fikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakekat dari retorika. Kemahiran serta kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam menyampaikan dakwah bil-lisan kerena itu antara dakwah bil-lisan dengan retorika tidak bisa dipisahkan. Dimana ada dakwah di sana ada retorika.43

Pemakaian retorika dalam dakwah bil-lisan adalah seiring dengan kedatangan agama islam dan perintah untuk menyebarluaskannya, dimana Rosulullah SAW, juga mempergunakan retorika dalam memberikan keterangan kepada umatnya, hal ini dapat dilihat dari firman Allah Swt yang berbunyi:

G&

[ \

#)

[w\

x

7A

& M

f

Sj

1 P$

4

;r t

_

\#Iy$

G

k

!

z8

{|}

~

B N C

z8

{|}

O

KR

z~C~

K34 !

e`YI9

34 !

57

”Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun, melaikan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan yang terang kepada mereka".(Q.S. Ibrahim: 4).

42

Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: PT. Bulan bintang, 1977), h.21.

43

(39)

Kesuksesan para da'i atau mubaligh dalam khutbahnya lebih banyak di tunjang dan di tentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da'i tersebut. Apabila dakwah belum berhasil menurut yang dicita-citakan mungkin karena cara persuasi (retorika) tidak menjadi perhatian para da'i, dalam hal ini juga diungkapkan oleh T. A Lathief Rousydiy "kurangnya keberhasilan kita, baik dalam menanamkan pengertian dan keyakinan, apalagi dalam mengerakan massa rakyat untuk berbuat, berjuang dan berkorban (sesuai dengan ajaran Islam), salah satu dari penyebabnya adalah karena kelemahan kita dalam memanfaat retorika dakwah dalam penyampaian".44

Dapat diambil pengertian bahwa dakwah bil-lisan itu banyak dipengaruhi oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang da'i. Seorang penceramah haruslah pandai dalam mengatur cara berbicara untuk mempengaruhi mad'unya dengan cara menyakinkan mereka bahwa apa-apa yang dikatakannya bisa masuk akal (logis), memberi pemahaman kepada mereka serta mampu menyakinkan mad'unya bahwa isi pesannya pantas dipercaya. Kesuksesan para da'i di atas podium adalah karena mereka menguasai seni bicara (fannul khitabah) dengan baik, mereka mampu menguasai medan dakwah, mengetahui dengan siapa da'i itu berdakwah dan mampu menyesuaikan isi materi dakwah dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa retorika dan dakwah bil- lisan amatlah erat hubungannya dan dengan kata lain tidak ada dakwah yang tidak menggunakan retorika karena retorika adalah alat penyampaian yang baik.

C. Konsep Dakwah Bil-Lisan

1. Pengertian Dakwah Bil-Lisan

Dakwah bil-lisan adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan ajaran Islam melalui lisan. Dakwah bil-lisan dapat dilakukan dengan cara antara lain:

a. Qaulun ma'rufun: dengan berbicara dalan pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Allah, agama Islam.

44

(40)

b. Mudzakarah: mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam ibadah maupun perbuatan.

c. Nasehatuddin: memberi nasihat orang lain yang tengah dilanda masalah kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik.

d. Majelis ta'lim: penjelasan terhadap bab-bab ajaran agama dengan menggunakan kitab dan diakhiri dengan dialog.

e. Pengajian umum: menyajikan materi dakwah di depan umum. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak menggunakan argumentasi serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik suatu kesimpulan.

f. Mujadalah: berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik kesimpulan.45 Dakwah bil-lisan, bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan, pengajian dalam segala bentuknya. Dalam ceramah tersebut da'i dapat melucu baik melalui kata-kata maupun gerakan badan anggota tubuh dan mimik wajah. Dakwah bil-lisan mempunyai beberapa metode yaitu:

1. Metode bil Lisanil Maqal

Dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Yang paling penting dicatat dari metode ini adalah Nabi tidak pernah menampilkan lelucuan yang berlebihan. Metode ini merupakan dasar acuan dari metode lisan seperti diungkapkan di atas, namun tidak menampilkan aspek humornya.

2. Metode bil Lisanil Maktub

45

Rafiudin, Maman, Abdul Djaliel. Prinsip dan Strategi Dakwah. (Bandung, Pustaka

(41)

Dilaksanakan Nabi Muhammad melalui korespondensi atau penyampaian surat ke berbagai pihak.

3. Metode bil Lisanil Hal

Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan perilaku konkret yang dilakukan secara langsung oleh Rasullulah. Metode ini sebenarnya dapat mencangkup metode "amal-uswah" dan kupon atau penyatunan sebagaimana dilakukan da'i di Indonesia46

Dalam penyampaian dakwah bil-lisan pemakaian kata-kata merupakan hal yang harus diperhatikan, ini berarti bahwa kata-kata yang dipakai tidak boleh menimbukkan arti ganda (ambigues), tetapi harus mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan seperti itu, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:

a. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)

Ada kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang tafsir bermacam-macam. Ada pula kata-kata yang artinya sudah tertentu. Misalnya, "ia mengajar saya bahasa inggris" lebih spesifik dari pada " ia mendidik saya".

b. Gunakan kata-kata yang sederhana

Berpidato adalah berkomunikasi dan bukan "unjuk gigi". Karena nilai komunikasinya, kata-kata yang diucapkan harus dapat dipahami dengan cepat.

c. Hindari istilah-istilah teknik

Ciri dunia modern ialah berkembangnya spesialisasi yang mempertinggi kemampauan, tetapi juga mengkotak-kotakan manusia dalam dunia sendiri. Masing-masing mengembangkan kata-kata yang dipahami oleh mereka sendiri.

46

Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah (ilmu dakwah dan Penerapannya) Jakarta: PT.

(42)

Bila seseorang ahli jiwa berkata "katharsis digunakan dalam usaha terapi dan bukan untuk diagnosa", maka publisis dapat pula berceloteh tentang, "komunikasi yang tidak setara, karena adanya perbedaan kerangka acuan dan medan pengalaman". Untuk khalayak yang sama, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak menjadi persoalan untuk orang lain, ini membingungkan.

d. Berhemat dalam menggunakan kata-kata

Sering kali kalimat yang panjang menjadi jelas setelah kata-kata yang berlebihan dibuang. "adalah suatu keharusan bagi seorang guru untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada siswanya". Kalimat ini menjadi jelas setelah diganti seperti ini. "guru harus memperhatikan sekali siswa-siswanya". Termasuk penghematan kata adalah menghindari gejala kerancuan (kontaminasi).

e. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama

dengan kata yang berbeda

Dalam komunikasi tulisan, orang dapat melihat pokok pembicaraan dari judul atau sub judul. Dalam komunikasi lisan, gagasan utamanya dapat diketahui dari perulangan yang berikut ini adalah contoh perulangan, kemalasan saudara menjengkelkan dosen, mendongkolkan orang tua, dan mengecewakan pimpinan saudara".47

2. Penyusunan Dakwah Bil-Lisan

Pada umumnya pidato disusun dalam empat bagian:

a. Pendahuluan (exordium)

47

(43)

Dalam pendahuluan ini garis merupakan Bara'atul Istihlal yaitu membayangkan isi dan tujuan serta pentingnya pidato yang akan diucapkan itu. Dan dengan exordium ini para pendengar ditarik perhatiannya untuk tahu dan mengetahui kesudahan pidato itu.

b. Protesisi

Yaitu iktisar singkat tentang soal yang akan dikemukakan. Bagian ini mengandung naratio atau uranian yang pendek tentang soal-soal di sekitar soal pokok. Umpamanya riwayat soal itu, keadaan daerah yang bersangkut-paut dengan soal pokok atau peristiwa yang mengelilingi pokok soal itu, dan sebagainya.

c. Proposition

Mengemukakan duduk persoalan yang akan dipecahkan atau problem solvingnya yang bakal dianalisa.

d. Argumen

Mengemukakan dalil-dalil, bukti-bukti, dan pembelaan terhadap soal-soal yang diketengahkan, sehingga para pendengar tidak ragu-ragu dan bimbang lagi akan kebenaran pendirian dan ide yang disampaikan da'i atau mubaligh.

e. Conclusie

Kesimpulan dari seluruh isi ceramah atau pidato yang telah disampaikan serta perlu ditegaskan kembali perlunya melakukan dari apa yang telah disampaikan.48

48

(44)

BAB III

PROFIL KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan

(45)

putra ke 6 dari 7 bersaudara pasangan dari Habib Alwi bin Husein bin Thohir dan Anawiyah binti Utsman, ayahnya seorang pengusaha swasta yang sukses saat itu, dan yang lebih istimewa adalah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah keturunan ke-6 dari seorang ulama besar di Hadramaut Yaman, al-Imam al-Qutubul Irsyad Al-Habib Abdullah Bin Husein bin Thohir, yang bergelar "Dua Pemilik Lautan Ilmu Lahir maupun Batin" dan juga pengarang kitab salaf, Sulam at-Taufik yang menjadi rujukan di Pondok-pondok Pesantren di Indonesia termasuk di Pondok Pesantren Modern al-Husainy yang dipimpinnya saat ini.

"Bib", begitulah panggilan kecilnya. Ia tumbuh sebagai anak yang hyper active dan periang. Metode yang ditanamkan orang tuanya dalam keluarga sebenarnya sama seperti keluarga pada umumya. Akan tetapi disiplin ketat dalam menjalankan kewajiban kepada Allah dan lingkungan yang demokratis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pola hidupnya sejak kecil. Terutama semua ini berkenaan dengan kedisiplinan, sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya diajarkan untuk mencintai ilmu dan mengamalkan ilmu yang di dapat.

Sebagai keturunan dari seorang ulama besar dan da'i di Maluku, Habib Husen bin Ali bin Thohir, sejak kecil beliau memiliki cita-cita tinggi untuk mengembangkan dan memajukan Islam. Pendidikan yang diterima dari orang tuanya, menjadikan beliau seorang yang selalu perihatin pada keadaan di sekelilingnya. Sejak kecil beliau terkenal dengan jiwa sosialnya dan inilah yang membuat beliau kokoh untuk mengembangkan dakwah Islam.49

Genap berusia empat tahun, beliaupun merantau ke Jakarta dan tinggal bersama pamannya Habib Yahya bin Husein bin Thohir di Angke Jakarta Barat

49

(46)

selama satu tahun, setelah itu beliapun pindah ke rumah kakak perempuannya, tepatnya di Kebun Jahe Jakarta. Pertama kali beliau bersekolah di Madrasah Diniyah al-Mansyuriah Jembatan Lima Jakarta Barat, milik seorang ulama besar Betawi, Guru Mansur kakek dari da'i kondang Yusuf Mansur. Setelah satu tahun di Madrasah Diniyah al-Mansyuriah, beliaupun melanjutkan pendidikan dasarnya di MI al-Ittihad Jakarta Pusat, pendidikan dasarnya di MI al-Ittihad hanya ditempuh tidak kurang dari 4 tahun saja, ketika masuk di sekolah tersebut beliau langsung masuk ke kelas 2, kemudian ke kelas 4, 5 dan 6 hal itu karna kecerdasan beliau yang luar biasa.

Empat tahun mengenyam pendidikan dasar di MI al-Ittihad, Pondok Pesantren Tebu Ireng adalah pilihan beliau untuk melanjutkan pendidikannya menengah pertama dan menengah atas, tekad beliau untuk menjadi orang sukses terbukti dengan prestasi-prestasi yang beliau raih serta aktif dalam berbagai organisasi kepesantrenan dan kesiswaan, juara kelas sudah menjadi langganan beliau setiap kali pembagian raport, ketua OSIS, wakil ketua OPI (Organisasi Pelajar Islam) Tebu Ireng, beliau pernah menjabatnya. Di pondok ini keahlian pidatonya semakin mahir dan banyak dikenal orang. Beberapa kali beliau meraih juara pidato baik di Tebu Ireng maupun di luar pesantren. Pada tahun 1981, tepatnya waktu kelas dua aliyah beliau menjadi jurkam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) di Tebu Ireng, Jombang-Jawa Timur .

(47)

Setamatnya dari Aliyah, beliau melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta pada tahun 1985, dan beliau mengambil Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama. Semasa di kampus pun beliau aktif membina lembaga-lembaga dakwah kampus di Universitas Indonesia (UI) kedokteran, Universitas Nasional (UNAS), Universitas Borobudur, instansi pemerintahan dan swasta, beliau juga sering mengikuti perlombaan-perlombaan ceramah.

Pada tahun 1987, beliau juara pertama lomba Khutbah Jum'at se-DKI. Tahun 1988, beliau juara dua perlombaan pidato se-Jabotabek di Pondok Pesantren al-Kamal Jakarta Barat. Tahun 1989, beliau juara satu lomba pidato tingkat Nasional di lembaga dakwah Ibnu Sina. Di tahun yang sama juga beliau menjadi pembina remaja mesjid se-DKI. Pada tahun 1990, beliau mulai membawa rombongan haji sampai dengan sekarang. Gelar S1 pun di peroleh pada tahun 1991.50

Pada tahun 1994, pengagum tokoh Hadrotus Syekh, Hasyim Ashari dan Syekh Nawawi Tanara ini, menyunting seorang gadis Purwakarta yang bernama Dra. Laila Nurlaila Bajri. Gadis cantik berperawakan Arab ini merupakan teman dari adik perempuan beliau. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai tiga putra. Putra pertama beliau bernama Muhammad Husein bin Ali bin Thohir yang berusia dua belas tahun putra kedua bernama Ali Zainal Abidi bin Ali bin Thohir berusia delapan tahun, dan terakhir adalah Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Thohir yang merupakan putra bungsu beliau.

50

(48)

Di dalam berkeluarga beliau memiliki seni keluarga yang romantis dan humoris. Cara beliau bertutur sapa terhadap anak istri sangatlah halus dan lembut. Di tengah-tengah kesibukan beliau dalam melaksanakan dakwah islamiyah beliaupun membagi waktunya untuk keluarga. Kepada putra-putranya beliau sang at menekankan pendidikan agama sejak kecil.51

B. Keterkaitan Pendirian Pondok Pesantren dengan Dakwah Bil Lisan KH.

Habib Ali Alwi Bin Thohir

Di samping aktif dalam berdakwah beliau juga terlibat dan peduli terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat. Sebagai seorang ulama, Habib juga memikirkan dan berkecimpung terhadap problematika hidup yang sedang dihadapi umat dan bangsa Indonesia. Beliau selalu ringan tangan kepada siapapun yang membutuhkan bantuannya.

Hingga saat ini aktivitas dakwah Habib cukup padat, selain melakukan pembinaan terhadap santri, menghadiri undangan-undangan ceramah baik dalam negeri (selain Aceh dan Papua) maupun luar negeri (Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam), aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, melakukan pembinaan terhadap anak-anak yatim dan masyarakat luas. Dalam melakukan aktivitas dakwahnya, Habib tidak pandang bulu, dakwahnya pun beliau lakukan kepada semua lapisan masyarakat dari masyarakat bawah hingga pejabat pemerintahan.

Sebagai seorang Kyai yang relatif muda Habib Ali Alwi Bin Thohir telah menunjukan kesuksesannya dalam membangun sekolah-sekolah untuk orang yang tak mampu dan pembinaan keagamaan umat. Eksistensi dan keberhasilan dakwah itu, beliau tuangkan melalui pembangunan dan pengembangan pondok pesantren. Menurut habib saat di wawancarai penulis di kediamannya di Serpong, pondok

51

(49)

pesantren, sejumlah sekolah, yayasan keagamaan yang beliau bangun di wilayah itu merupakan wujud karya nyata, khususnya dalam bidang dakwah.

Banyak masyarakat baik dari kalangan atas atau kalangan bawah yang tertarik dan mengerjakan apa yang didakwahkan oleh Habib Ali Alwi Bin Thohir, sehingga beliaupun mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan untuk membangun pondok pesantren.

1. Pendirian pondok pesantren Al-Husainy

Berdirinya Pondok Pesantren al-Husainy berawal dari penyerahan tanah wakaf dari H. Sano seluas 6020 meter di kawasan Serpong, Lengkong Wetan pada tanggal 9 September 1991 kepada Habib dan kakak perempuan beliau yang bernama Syarifah Alawiyah yang juga sebagai ketua Yayasan Nur as-Sholihat. Tanggal 7 maret 1994 Habib dengan kakaknya ke notaris Thaif Fauzi Ar, untuk mencatat secara resmi berdirinya Pondok Pesantren Al-Husainy di bawah nawungan yayasan Nur As-Sholihat yang selama ini sudah di bina di Jakarta. Pada saat berdirinya, tanah wakaf tersebut beliau dirikan TK, MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah).

Pada tahun 1993 didirikan asrama santri dan MTS, kemudian pada tahun 1994 berdirinya MA. Kini daerah sekitar Pondok Pesantren al-Husainy berdiri kawasan komplek perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) dan selain itu di sekitar pesantren ini ada sebuah pemukiman warga non muslim dan gereja yang berjarak 100 meter. Namun berkat dukungan masyarakat luas, dan kepiawan Habib dalam pembinaan agama masyarakat, pesantren dengan sistem modern itu tetap tumbuh dan berkembang dalam mempertahankan pendidikan Islam.52

52

(50)

2. Visi dan Misi Pondok Pesantren al-Husainy

a. Visi

Membentuk generasi yang beriman berilmu, beramal dan berakhlak mulia serta berkompetitif.

b. Misi

1. Beriman

Pondok pesantren al-Husainy bertekat untuk meningkatkan dan menambah keimanan para santri, sebab kami menyadari berapapun manusia mengalami kemajuan dalam bidang IPTEK, tetapi bila tidak dilandasi dengan iman, maka hasil kemajuan itu bukan menjadi ni'mat malah menjadi laknat bagi manusia. 2. Berilmu

Pondok Pesantren al-Husainy bertekad untuk mengantarkan santri agar dapat menguasai ilmu pengetahuan dan agama. Dari proses ini diharapkan muncul "Religious Scientist" yang mampu mengaktualisasikan bahasa agama kedalam bahasa Sains dan Teknologi di Era Globalisasi dan Informasi.

3. Beramal

Pondok Pesantren al-Husainy bertekat untuk menanamkan semangat pengabdian dalam mengamalkan ilmu kepada santri, sebab kami menyadari betapapun tinggi ilmu seseorang, namun bila tidak membawa manfaat bagi manusia, maka tidak ada nilainya.

4. Berakhlak mulia

(51)

Dalam upaya menciptakan cita-cita di atas, al-Husainy memiliki beberapa program pendidikan yaitu :

a. Pendidikan formal

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka didirikan beberapa kegiatan pendidikan dan membuka tingkatan sekolah formal yaitu :

1. Pondok Pesantren 2. Taman Kanak-kanak 3. Madrasah Ibtidaiyah 4. Madrasah Tsanawiyah 5. Madrasah Aliyah 6. SMU Plus 7. Takhasus

b. Pendidikan non formal

Dalam rangka mengembangkan serta mempertajam kemampuan santri sesuai bidang masing-masing, maka Pondok Pesantren al-Husainy telah membuka lembaga-lembaga non formal yang terdiri dari :

1. Pendidikan al-Qur'an 2. Pengajian Kitab Kuning

3. Kursus Bahasa Arab dan Inggris 4. Kursus Komputer

(52)

7. Kursus Keterampilan

8. Lembaga Pendidikan Kader Mubalig c. Program kerja bidang dakwah

Untuk mewujudkan program dakwah islamiyah di pondok pesantren al-Husainy, di wilayah serpong, dan sekitarnya, pesantren ini telah membentuk lembaga kader mubaligh al-Husainy, dalam program-program sebagai berikut :

1. Mengadakan dakwah keliling setiap hari jum'at ba'da ashar di sekitar pondok pesantren

2. Mengadakan majlis taklim

3. Menyediakan khotib shalat jum'at dan ceramah agama di mesjid nurul iman dan mesjid di sekitarnya.

4. Mengadakan pesantren kilat setiap bulan puasa ramadhan 5. Mengadakan lomba ceramah antar santri al-Husainy. d. Program bidang ekonomi

Dalam rangka mengejar ketertinggalan dan mewujudkan usaha di bidang ekonomi, maka pondok pesantren al-Husainy, mendirikan berbagai usaha pesantren. Badan-badan usaha itu antara lain :

1. Koperasi pesantren al-Husainy 2. Wartel

3. Baitul Maal Wa Tanwil (BMT)53

Selain kegiatan beliau sebagai pengasuh pondok pesantren al-Husainy, membina anak-anak yatim yang tinggal di lingkungan pesantren al-Husainy,

53

(53)

penasehat dakwah keluarga muslim BSD, dan juga sebagai pembimbing para jama'ah haji dan umroh, di bawah wadah Travel Abi Tour yang beliau miliki sendiri. Bahkan beliau tidak pernah sepi dari para tamu yang ingin bercengkraman berdiskusi seputar Islam ataupun mencurahkan problematika kehidupan yang sedang mereka hadapi.

Pada tahun 1998 menjadi ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kabupaten Tangerang, tahun 1999 menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang, tahun 2003 beliau menjabat sebagai Sekretaris dewan Syuro Propinsi Banten dan dari tahun 2004 sampai dengan sekarang beliau menjadi anggota DPRD Propinsi Banten.54

BAB IV

ANALISIS RETORIKA DAKWAH BIL-LISAN KH. HABIB ALI ALWI

BIN THOHIR

A. Pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang Retorika dalam

Pelaksanaan Dakwah Bil-Lisan

54

(54)

Dalam segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan orang lain atau masyarakat, retorika tetap menjadi suatu hal yang sangat penting, dan sampai kapan pun retorika tetap diperlukan oleh manusia. Berbicara dengan bahasa yang indah, mudah dimengerti, mudah dipahami dan dicerna oleh nalar orang yang mendengarnya, kata demi kata tersusun rapi menyentuh hati dan menghujam ke dalam jiwa manusia memang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan berbagai disiplin ilmu tata bahasa yang mendukung agar setiap kata yang keluar dari bibir mudah dicerna dalam pikiran dan dapat diterima oleh komunikan (khalayak) sehingga mudah dipahami dan dimengerti.

Memahami retorika sangat penting terutama bagi para pemimpin dan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia dakwah. Dalam berdakwah seorang da'i haruslah memiliki seni berbicara (fannul khitabah) yang baik, sehingga pesan-pesan dakwah yang disampaikan diterima dan dicerna oleh

Gambar

gambaran mengenai sasaran dakwah.

Referensi

Dokumen terkait

Metode dakwah (kaifiyah al-da’wah, methode) adalah cara- cara menyampaikan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwah tersebut mudah

tetapi pertimbangan yang menyampaikan sesuatu, misalnya ( da’i menyampaikan pesan dakwah pada waktu malam) bisa benar atau salah di dalam pernyatannya, dengan pertimbangan

Menurut Samsul Munir Amin, yang berpendapat bahwa dakwah nerupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain

dimanfaatkan oleh da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya baik dalam lisan atau tulisan. Media itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu media massa dan non media

Dakwah dalam arti sempit adalah aktivitas untuk mengajak manusia menuju suatu tujuan. Ia memerlukan kiat-kiat khusus agar dapat diterima efektif dan efisien. Serta dakwah

Thariqah (metode dakwah) adalah jalan atau cara yang dipakai oleh juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam penyampaian suatu pesan dakwah,

Poster adalah salah satu media untuk menyampaikan sebuah pesan kepada audience terutama dalam dunia dakwah Islam, poster memberikan peranan besar dalam mengajak orang lain

dituju dalam hal ini mad‟u dapat memahami, menerima, dan melaksanakan pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh dai.44 Komunikasi dakwah adalah proses penyampaian informasi atau pesan