• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Karakteristik Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) Hasil Mutasi Kolkisin M2 pada Kondisi Naungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Karakteristik Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) Hasil Mutasi Kolkisin M2 pada Kondisi Naungan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KARAKTERISTIK BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL MUTASI KOLKISIN M2 PADA PENGARUH PENAUNGAN

SKRIPSI

Oleh :

FITRA RAMADHANI

070307019 / PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRACT

The results showed that the samples were significantly different plant

height, number of branches, flowering, harvest, weight of 100 seeds, production

and production per plot per sample. Progenitas test results between F2 with F1

show the difference in the number of branches on the character of varieties M2V2,

M2V3 and M2V4, number of pods per sample at M2V2, M2V3 and M2V4.

Genotype showed a low diversity criteria, medium, high, diversity criteria penotip

shows low, medium, high and very high, and the heritability of the criteria for

low, medium and high.

(3)

ABSTRAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel berbeda nyata terhadap

karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur panen, bobot 100

biji, produksi per plot dan produksi per sampel. Hasil uji progenitas antara F2

dengan F1 menunjukkan perbedaan pada karakter jumlah cabang pada varietas

M2V2,M2V3 dan M2V4, jumlah polong per sampel pada M2V2,M2V3 dan

M2V4. Keragaman genotip menunjukkan kriteria rendah, sedang, tinggi,

keragaman penotip menunjukkan kriteria rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi,

serta heritabilitas menunjukkan kriteria rendah, sedang dan tinggi.

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan

intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada

stadium pertumbuhan akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai

(Salisbury dan Ross, 1995).

Kedelai merupakan tanaman C3 yang dapat mengalami kehilangan air

lebih banyak dinadingkan tanaman C4 seperti jagung dan sorgum, karena tanaman

C3 memiliki rasio transpirasi yang lebih tinggi dan keadaan stomata yang selalu

terbuka. Tanaman C3 mengalami fotorespirasi yang berdampak pada hasil bersih

fotosintesisnya lebih rendah dari tanaman C4. Hasil respirasi yang tergantung

pada cahaya, tanaman C3 kehilangan jauh lebih banyak CO2 daripada yang terjadi

pada tanaman C4 sehingga berakibat pada laju fotosintesis bersihnya lebih rendah

daripada tanaman C4. Apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan maka

aktifitas fotosintesis tanaman terhambat akibat dari penurunan tekanan turgor sel

dan penghambatan difusi uap air dan CO2 sehingga berakibat pada laju

pertumbuhan dan hasil tanaman berkurang (Roy, 2000).

Besarnya produksi kedelai Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dalam

negeri ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.300.000 ton. Berdasarkan data dari Deptan

pada tahun 2010 baru mampu memenuhi ± 907.031 ton (± 41.22 %) dari

(5)

total kebutuhan, berdasarkan data diketahui produksi kedelai pada tahun 2011

mengalami penurunan dari sebelumnya 2010 (Deptan, 2012).

Upaya peningkatan produksi kedelai dibatasi oleh sempitnya kepemilikan

lahan karena sebagian lahan sawah produktif telah berubah fungsi menjadi lahan

non pertanian. Dibalik terbatasnya sumber daya lahan untuk perluasan areal

pertanian, terdapat lahan yang cukup berpotensi untuk dimanfaatkan, yaitu

dibawah kanopi tanaman perkebunan. Lahan diantara tanaman perkebunan yang

selama ini dibiarkan mengganggur atau hanya ditanami tanaman penutup tanah

(cover crop) pada umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi

sehingga berpotensi untuk ditanami kedelai. Permasalahan yang dihadapi dalam

pembudidayaan kedelai sebagai tanaman sela adalah penaungan yang diakibatkan

tanaman pokok. Intensitas penyinaran dibawah tajuk tanaman karet berkisar

60-80% pada umur 3 tahun, 25-40% pada umur 4 tahun dan makin sedikit bila makin

tua (Sihar, 1997).

Tanaman kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan sinar matahari

penuh. Intensitas cahaya dan lama penaungan mempengaruhi pertumbuhan dan

hasil kedelai. Penurunan intensitas cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan

mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong

dan hasil biji serta kadar protein. Untuk memperoleh produksi kedelai yang

optimal sebagai tanaman sela di areal perkebunan maka dibutuhkan varietas yang

relatif tahan terhadap penaungan (Sihar, 1997)

Cekaman naungan sebesar 50% terhadap tanaman kedelai yang berkriteria

sangat toleran tidak mengakibatkan penurunan signifikan pada jumlah polong,

(6)

Salah satu program pemuliaan tanaman yang dapat digunakan untuk

mendapatkan kultivar atau varietas unggul adalah banyak dilakukan dengan teknik

pemuliaan mutasi. Penggunaan teknik mutasi dalam program pemuliaan tanaman

dilakukan untuk mendapatkan tanaman poliploid. Poliploid dapat menghasilkan

perubahan-perubahan hebat pada perbandingan genetik. Pada poliploidi terjadi

penggandaan set kromosom. Perbandingan ini mungkin dapat terjadi karena

adanya lokus yang diperbanyak pula, seperti terbukti dengan terjadinya kasus

alopoliploid segmental (Welsh,1991).

Untuk berhasilnya pertanaman, perlu dipilih varietas-varietas yang

mampu beradaptasi terhadap kondisi lapangan. Produksi ditentukan oleh interaksi

suatu varietas terhadap kondisi lingkungan. Sebagai contoh jika penyakit

merupakan persoalan, sebaiknya pada tanaman varietas yang resisten akan

penyakit layu bakteri yang menyerang pangkal batang kedelai, tapi jika gulma

yang menjadi faktor pembatas maka varietas mempunyai kanopi yang rimbun

dengan pertumbuhan cepat akan lebih baik (Suprapto, 1989).

Umumnya pemulia tanaman tidak mudah mengakses sumber radiasi yang

efisien. Mutagen kimia memang lebih mudah tersedia dan rasio mutasional

terhadap modifikasi yang tidak diinginkan lebih baik pada mutagen kimia

dibandingkan dengan irradiasi. Dengan demikian, mutagen kimia menjadi lebih

popular dibandingkan dengan yang lain. Aplikasi mutagenesis kimiawi dalam

praktek pemuliaan tanaman relatif agak lambat. Pada tahun 1976 lebih dari 20

(dua puluh) kultivar tanaman telah berhasil dikembangkan dengan penggunaan

(7)

Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai

jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibanding tanaman yang

ditanam dalam kondisi tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada

beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan

lebih dari 25%. Etiolasi yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan

disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi,sehingga

merangsang pemanjangan sel yang mendorong meningkatnya tinggi tanaman

(Gatut, 2001).Genotipe yang toleran naungan mempunyai daun yang lebih lebar

dan tipis,kandungan klorofil b yang lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih

rendah dari pada genotip peka. Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun

tersebut merupakan bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman

naungan. Dengan demikian karakter morfologi daun dapat memberikan faktor

besat dalam perbaikan adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan

(Kisman, 2008).

Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan sterilitas, yaitu hambatan

pertumbuhan sehingga mengalami pembungaan, terbentuknya bunga yang tak

sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, biji terbentuk tetapi

tidak mampu berkecambah, memiliki masa panen yang lambat (Mugiono, 2001).

Dari hasil pengamatan sebelumnya yaitu penelitian Saragih (2011)

diperoleh tinggi tanaman berkisar antara (36.2cm-43.47cm), umur berbunga

berkisar antara (35.33 hari-45.67 hari), jumlah cabang berkisar antara (3.33

cabang-5.83 cabang), luas daun spesifik berkisar antara (222.31 cm2-316.09 cm2),

umur panen berkisar antara (13.33 hst-13.33 hst), jumlah polong per sampel

(8)

(70.83g-109.33g), bobot 100 biji berkisar antara (6.78g-16.75g), produksi per

sampel berkisar antara (13.65g-19.82g), produksi per plot berkisar antara

(37.45g-48.32g).

Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan

menyebabkan timbul perbedaan fenotipik pada setiap tanaman, dan dari

penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan

apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau

lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan

pada generasi selanjutnya.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian guna mengetahui kelanjutan karakter pertumbuhan vegetatif dan

generatif dari tanaman kedelai hasil mutasi yang ditanam pada kondisi naungan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi keragaman fenotip dan genotip beberapa varietas

tanaman kedelai (Glycine max L.) hasil mutasi kolkisin M2 pada pengaruh

penaungan.

Hipotesa Penelitian

Diduga ada pengaruh karakter vegetative dan generative terhadap naungan

pada varietas hasil mutasi M2.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan penelitian ilmiah dalam penyusunan skripsi yang merupakan

salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Adisarwanto (2002) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Family : Leguminosae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.) Merrill.

Pertumbuhan akar cepat, daerah kedalaman kira-kira 90cm, akar lateral

yang baik sebagian besar mencapai kedalaman sampai 20 cm (Tindall, 1983).

Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe pertumbuhan batang, yaitu

determinit dan indeterminit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai

pertambahan umur tanaman, tetapi pada kondisi normal jumlah buku berkisar

antara 15 – 20 buku dengan jarak antar buku berkisar antara 2 - 9 cm. Batang pada

tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada pula yang tidak bercabang,

tergantung dari karakter varietas kedelai, tetapi umumnya cabang pada tanaman

(10)

Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang sekali

mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi,

yakni antara oval dan lanceolate, tetapi untuk praktisnya, diistilahkan dengan

berdaun lebar dan berdaun sempit (Adisarwanto, 2002).

Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi

nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara

2 – 25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga

pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku

yang lebih tinggi (Adisarwanto, 2002).

Polong kedelai muncul pertama kali sekitar 10 – 14 hari masa

pertumbuhan, yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru

tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah berwarna kuning/ cokelat

pada saat dipanen. Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan

dengan bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong

yang beragam yakni 2 – 10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak daunnya

(Adisarwanto, 2002).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Bentuk biji

kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar, atau bulat agak pipih.

Besar biji bervariasi, tergantung varietas (Suprapto, 1989).

Fase tumbuh tanaman kedelai stadia vegetative (V) dan generatif (R)

pada pertumbuhan kedelai. Keterangan stadia vegetatif dan generatif dapat dilihat

(11)

Stadium Tingkatan Stadium Uraian

V1 Stadium buku pertama Daun terurai penuh pada buku foliolat.

V2 Stadium buku kedua Daun bertiga yang terurai penuh pada buku diatas buku unifoliolat.

V3 Stadium buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. V4 Stadium buku keempat Empat buah buku pada batang utama dengan daun

terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. V5 Stadium buku kelima Lima buah buku pada batang utama dengan daun

terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat.

V6 Stadium buku keenam Enam buah buku pada batang utama dengan daun

terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R3 Mulai berpolong Polong sepanjang 5 mm pada salah satu diantara 4

buku teratas pada batang utama dengan daun diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R6 Berbiji penuh Polong berisikan 1 biji hijau yang mengisi rongga

polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R7 Mulai matang Satu polong pada batang utama telah mencapai

warna polong matang.

R8 Matang penuh Polong telah mencapai warna polong matang lebih

kurang 95%.

(12)

Syarat Tumbuh

Iklim

Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila

suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan

rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai menjadi berkurang. Suhu yang

terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses

pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu optimal untuk pembentukan

bunga yaitu 24 – 250 C (Tindall, 1983).

Kebutuhan cahaya bagi tanaman kedelai untuk mencapai fotosintesis

maksimal adalah berkisar antara 0.3 – 0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan

432 – 1152 kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1992).

Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung kondisi iklim,

namun demikian pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar

350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai (Adisarwanto, 2002).

Tanah

Toleransi keasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8 – 7.0.

Namun, pada pH 4.5 kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5.5,

pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Selain itu,

pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak

menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik

(13)

Dengan drainase dan aerase yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada

tanah – tanah Alluvial, Regosol, Grumusol, Latosol, dan Andosol. Untuk dapat

tumbuh baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya akan

humus atau bahan organik (Suprapto, 1989).

Mutasi Kolkisin

Mutasi adalah perubahan yang terjadi secara struktural pada material

genetik yang merupakan bagian dari fenomena dasar kehidupan. Bila mutasi tidak

pernah terjadi, maka material kehidupan tidak akan mengalami perkembangan dan

beradaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis yang ada. Berdasarkan sejarah,

mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh sejumlah fenomena

alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet (Nasir, 2002).

Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan

tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan

pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat

dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence)

nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada

protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).

Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas

tanaman yang unggul. Istilah pemuliaan mutasi kadang-kadang digunakan untuk

menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk

menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan

(14)

keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan

hibridisasi (Crowder, 1997).

Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkoloid yang berasal dari umbi

dan biji Autumn crocus (Colchicum autumnale Linn) yang termasuk dalam famili

Liliaceae. Nama Colchicum diambil dari nama Colchis, ialah seorang raja yang

menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di daerah itulah ditemukan banyak

sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga dalam musim gugur ini banyak

diperlihatkan bunga-bunganya saja diatas permukaan tanah. Dalam musim semi

tanaman ini memiliki daun, buah dan biji (Suryo, 1995).

Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara species

tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda

pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan

waktunya. Untuk biji yang cepat berkecambah, biji direndam dalam larutan

selama 1 – 5 hari sebelum tanam. Perendaman jangan terlalu dalam agar

dimungkinkan adanya aerasi (Poespodarsono, 1988).

Larutan kolkisin efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 ppm dengan lama

perlakuan 3-24 jam, tetapi pada benih yang berkulit keras seperti benih

kacang-kacangan, jagung, dan sebagainya konsentrasi 0,2 ppm lebih dianjurkan.

Konsentrasi 0,2 ppm yang lebih umum dipakai untuk semua tanaman dengan lama

perlakuan antara 24-96 jam (Haryanti dkk,2009).

Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah

kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang

(15)

dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada

konsentrasi 0.01-1 ppm untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman

memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).

Kolkisin berfungsi sebagai mutagen untuk individu poliploid. Adapun cara

kerja kolkisin yaitu kolkisin akan masuk kedalam biji (2n), lalu menyebabkan

terhambatnya kerja mikrotubulus. Karena kerja mikrotubulus terhambat, berarti

menghambat terbentuknya benang spindle dan kromosom yang siap membelah

akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan.

Hal ini menyebabkan biji mempunyai genom 4n (Sadida dkk, 2010).

Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian

tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Tanaman

poliploid juga memiliki ukuran sel yang lebih besar, intisel besar, buluh-buluh

pengangkutan berdiameter lebih besar, dan ukuran stomata yang lebih

besar. Bertambahnya diameter buluh-buluh pengangkutan, sebagai akibat

pemberian kolkisin, menyebabkan diameter batang tanaman yang lebih besar pula

(Suryo, 1995).

Secara umum pengaruh poliploid bagi tanaman adalah sebagai berikut :

1. Inti dan isi sel lebih besar (stomata dan tepung sari)

2. Daun dan bunga bertambah besar. Pertambahan ukuran ini ada batasnya,

sehingga bila terjadi penambahan terus pada jumlah kromosom tidak

menyebabkan penambahan secara berlanjut.

3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan

(16)

4. Laju pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding dengan tanaman diploid dan

berbunganya juga terlambat.

5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom yang tidak

berpasangan.

6. Menurunnya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan

pada pemuliaannya. Penurunan ini dapat terjadi pada daya hidup butir

tepung sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesies

(Poespodarsono, 1988).

Varietas

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang

ditandai oleh bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan

ekspresi karakteristik genotipe atau spesies yang sama oleh sekurang-krangnya

satu sifat yang menentukan,apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan

(http://shvoong.com, 2012).

Varietas mempunyai peranan penting dalam perkembangan tanaman

kedelai karena untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh

potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di

lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan

pengelolaaan kondisi lingkungan tumbuh (Adisarwanto, 2008).

Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis

varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah,

ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang

(17)

terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas

unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan

penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan

hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan

yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar

memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan

varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi,

dan tepat harga) (Gani, 2000).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu

lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada

umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap

genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam

penampilan fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).

Naungan

Intensitas cahaya ialah jumlah cahaya yang diterima tanaman yang

berfungsi untuk pertumbuhan dan pembentukan organ-organ tanaman. Intensitas

cahaya makin tinggi saat matahari siang dan mengakibatkan kenaikan kegiatan

photosintesa, hingga pada suatu kenaikan tertentu photosintesa akan terhenti.

Peristiwa ini disebut Light Saturation Point, kelebihan Intensitas cahaya tidak

dimanfaatkan untuk photosintesa ( luxurius light intensity ). Light Saturation

didaerah beriklim tropis mencapai 40-50% intensitas cahaya. Umumnya

transpirasi melebihi Karbon assimilasi dalam kebutuhan air, akibatnya turgor

(18)

fotosintesa terhenti dan dapat juga timbul kelayuan daun, dimana daun yang layu

akan menutup daun dibawahnya, sehingga fotosintesa terhambat bagi daun yang

belum mencapai titik light saturation (http://heabron.blog.friendster.com, 2009).

Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah

peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan

meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah

tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3

lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga

pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas, percabangan, bibit

dan jumlah dan berat buah. Ukuran tubuh meningkat seiring rasio akar-batang.

Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat. Terutama

pada kentang, ubi jalar, kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua

kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai

32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan

produksi pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2

terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal luas

(Munawar, 2008).

Pemberian naungan akan mempengaruhi morfologi tanaman. Morfologi

tanaman kedelai yang dinaungi adalah batang tidak kokoh karena garis tengah

batang lebih kecil, akibatnya tanaman mudah rebah. Diduga tanaman yang toleran

naungan lebih efisisen dalam pemanfaatan cahaya, pada batas naungan tertentu

proses fisiologis didalam tanaman tidak terlalu dipengaruhi, sehingga tanaman

tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan kerebahan yang tentunya tidak

(19)

a. peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan metabolit

b. penurunan jumlah transmisi dan refleksi cahaya.

Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis tetapi permukaan daunnya lebih

luas. Penurunan intensitas cahaya akibat naungan akan menurunkan rasio klorofil

a/b, akibat meningkatnya jumlah relatif klorofil (Sihar, 1997).

Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada

tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi, yaitu:

1. Keuntungan

- Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin

dengan hembusan udara panas dapat meningkatkan transpirasi dan berbahaya bagi

tanaman.

- Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah naungan.

- Kelembaban relatif tinggi.

- Kelembaban permukaan tanah rendah dan sangat pentig bagi tanaman pada

saat musim kering.

- Penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan.

2. Kerugian

- Naungan akan mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga mengganggu

pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas penuh.

- Penaung menyebabkan intensitas cahaya yang diterima kanopi daun menjadi

lebih kecil.

Akibatnya berpengaruh terhadap proses metabolisme tanaman seperti

(20)

Klorofil a dan b berperan dalam proses fitosintesis tanaman. Klorofil b berfungsi

sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya kemudian ditransfer ke

pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan diubah

menjadi energi kimia dipusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk proses

reduksi dalam fotosintesis (Nintya dan Yulita, 2008).

Sel penutup memiliki klorofil di dalam selnya sehingga cahaya matahari

akan sangat berpengaruh buruk pada klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan

pada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Daun-daun yang terkena

langsung umumnya akan tampak kekuning-kuningan, salah satu cara untuk dapat

menentukan kadar klorofil adalah dengan metoda spektofotometri

(Dwijiseputro, 1981).

Kandungan klorofil pada tanaman sangat dipengaruhi oleh intensitas

cahaya. Tanaman yang ternaungi mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan

tanaman yang tidak ternaungi. Hasil penelitian pada kedelai menunjukkan bahwa

tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil

lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Wirnas, 2005).

Intensitas dan kualitas radiasi matahari yang diterima oleh kanopi kedelai

selama masa reproduksi merupakan faktor lingkungan penting dan dapat

menentukan hasil produksi kedelai. Peningkatan hasil biji kedelai melalui jarak

tanam, dapat dikaitkan dengan peningkatan intersepsi cahaya selama periode

reproduktif. Pengurangan cahaya dimulai pada tahap awal produktif berbunga ,

jumlah polong menghasilkan peningkatan 144-252% pada produksi biji.

Sebaliknya, mengurangi sumber cahaya melalui naungan selama benih mengisi

(21)

Tingkat intensitas cahaya 60 – 80 % dihasilkan bobot 100 biji kedelai yang

semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengurangan tingkat intensitas cahaya

matahari dibawah 60% dapat mendukung pertumbuhan vegetatif kedelai, tetapi

pengurangan intensitas cahaya tersebut akan menyebabkan berkurangnya serapan

unsur hara N, P, dan K. Berkurangnya serapan unsur hara tersebut akan

mengurangi tingkat alokasi bahan kering, dimana tingkat alokasi bahan kering

selama pertumbuhan sangat menentukan besarnya tingkat produksi yang

dihasilkan (Sihar, 1997).

Berdasarkan penelitian Soeverda, dkk (2009) menyatakan bahwa

pemberian naungan 50% pada tanaman memberikan pengaruh pada parameter

tinggi tanaman, umur berbunga, dan produksi tanaman. Dapat dilihat pada varietas

Cikurai bahwa pemberian perlakuan naungan 50% memberikan peningkatan pada

tinggi tanaman (47%) dan penurunan jumlah polong per sampel (30-59%). Pada

varietas Tidar terjadi peningkatan tinggi tanaman (118%) dan penurunan jumlah

polong (30-59%). Pada varietas Tanggamus terjadi peningkatan tinggi tanaman

(75%) dan penurunan produksi (30-59%). Pada varietas Anjasmoro terjadi

peningkatan tinggi tanaman (67%) dan penurunan produksi (30-59%).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Genotipe adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik

dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Genotipe dapat merujuk

pada keadaan genetik suatu lokus maupun keseluruhan bahan genetik yang

dibawa oleh kromosom (genom). Genotipe dapat berupa homozigot atau

(22)

Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis,

dan perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe

dan lingkungan serta interaksi keduanya. Fenotipe ditentukan sebagian oleh

genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu,

dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan lingkungan. Pengamatan

fenotipe dapat sederhana (misalnya warna bunga) atau sangat rumit hingga

memerlukan alat dan metode khusus (http://id.wikipedia.org, 2010).

Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat

ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen

tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa

genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan

poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih

genom dari genom normal 2n=2x (Hetharie, 2003).

Heritabilitas

Heritabilitas merupakan salah satu tongkat pengukur yang banyak dipakai

dalam pemuliaan tanaman. Secara sederhana, heritabilitas dari sesuatu

karakter dapat didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara besaran ragam

genotipe terhadap besaran total ragam fenotip dari suatu karakter

(http://pttipb.wordpress.com, 2010).

Heritabiltas yang sedang tidak sesuai dengan yang umum terjasi pada

karakter kuantitatif dengan nilai heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi karena

nilai hertabilitas bukanlah suatu konstanta sehingga untuk karakter yang sama

(23)

heritabilitas suatu karakter tidak selalu persis sama. Pihak lain, walaupun

pendugaan berbeda, mungkin saja diperoleh heritabilitas yang sama untuk

karakter tertentu (Namkoong, 1979).

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi.

Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu

dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang

diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi

menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan

fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut

lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat

diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya

(Mardjono dan Sudarmo, 2007).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi

genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang

penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini

diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang

disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti

yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.

Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh

variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila

seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas

akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas

(24)

perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan

yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas

dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh

pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga heritabilitas

berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa

semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor

genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun

dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor

(25)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pertanian USU, Medan dengan

ketinggian tempat + 25 m diatas permukaan laut, penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Februari 2012 sampai Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah benih kedelai hasil

Mutasi dan benih kedelai kontrol Varietas Cikurai, Varietas Malikka, Varietas

Tidar, Varietas Tanggamus, dan Varietas Anjasmoro sebagai objek yang diamati,

tanah top soil dan kompos sebagai media tanam, pupuk urea, TSP dan KCL,

insektisida decis 2.5 EC dan fungisida dithane M-4.5.

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang,

meteran, handspryer, papan nama, papan perlakuan,pacak sample, timbangan,

buku tulis, kalkulator, penggaris, paranet 50 %, dan polybag.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok)

non faktorial.

Varietas yang diuji yaitu: 5 mutan dan 5 varietas control

Varietas mutasi yaitu:

(26)

M2V3 : Varietas Tidar

M2V4 : Varietas Tanggamus

M2V5 : Varietas Anjasmoro

Varietas kontrol yaitu:

M0V1 : Varietas Cikurai

M0V2 : Varietas Malikka

M0V3 : Varietas Tidar

M0V4 : Varietas Tanggamus

M0V5 : Varietas Anjasmoro

Jumlah ulangan (blok) : 6 ulangan

Jumlah plot : 30 plot

Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman

Jumlah sample per plot : 2 tanaman

Jumlah seluruh sample : 60 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 120 tanaman

Ukuran plot : 80 cm x 60 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Jarak tanam : 40 cm x 30 cm

Luas lahan seluruhnya : 10,4 m x 8,8 m

Data yang dikumpulkan , dianalisis dengan sidik ragam linear Rancangan

(27)

Yij = µ + αi+ βj + εij

εij = Efek galat percobaan pada blok ke-i terhadap perlakuan varietas ke-j.

Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berpengaruh nyata, maka

dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) (Steel and Torrie, 1995).

Keragaman Genetik

Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip

(σ2P) dan varians genotip (σ2G). Untuk menghitung varians fenotip (σ2P) dan

varians genotip (σ2G) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah

(28)

Dari hasil analisis varians genotipe dan varians antar genotipe didapat :

Koefisien Varians Genotipe (KVG) dan Koefisien Varians Penotip (KVP) dengan

menggunakan rumus :

Murdaningsih dkk (1990) mengatakan bahwa Koefisien Varians Genotipe

(KVG) yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dan hasil dapat

diklasifikasikan rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Kriteria rendah < 25% dari KVG yang terbesar

Kriteria sedang ≥ 25% - ≤ 50% dari KVG yang terbesar

Kriteria tinggi ≥ 50% - ≤ 75% dari KVG yang terbesar

Kriteria sangat tinggi ≥ 75% dari KVG yang terbesar

Untuk menentukan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yang

mempunyai koefisien variasi genetik relatif yang rendah dan sedang digolongkan

sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, sedangkan koefisien variasi genetik

tinggi dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sedang.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(29)

σ2p = σ2g + σ2e

- sedang --- bila nilai H terletak antara 20%-50%, dan - rendah --- bila nilai H < 20%.

Uji Progenitas

Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan (uji

beda rata-rata) umumnya dilakukan uji t (t test) pada prinsipnya berbeda nyata

atau tidaknya perlakuan tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung

(30)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 80cm

x 60cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar

ulangan 50 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 30 x 40 cm .

Polybag diisi dengan tanah top soil dan kompos dengan perbandingan 2 : 1.

Penanaman

Penanaman dilakukan setelah aplikasi kolkisin. Benih kacang kedelai

dimasukkan kedalam lubang tanam sedalam 3 cm sebanyak dua butir perlubang

kemudian ditutup dengan tanah.

Persiapan Naungan

Naungan yang digunakan yaitu paranet 50%, dengan ketinggian naungan

2 m dan total paranet yang dibutuhkan adalah 45.76 m3. Naungan di aplikasikan

pada saat tanaman berumur 21 hst selama 5 hari.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk

kedelai yaitu 50 kg Urea/ha (0.6 g/lubang tanam), 100 Kg SP-36/ha (1.2 g/lubang

(31)

dalam 2 tahap yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan

setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam

(hst) sedangkan pupuk SP-36 dan KCL diberikan pada saat penanaman.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman

dilakukan pagi atau sore hari. Apabila terjadi hujan maka tanaman tidak perlu

disiram.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan

tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman

berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan tujuan mengurangi tanaman yang lebih dari

satu pada setiap lobang tanam dengan mencabut tanaman tersebut. Penjarangan

dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antara

gulma dengan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau

menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian.

(32)

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan

insektisida Decis 2.5 EC dengan dosis 0.5 cc/liter air, sedangkan pengendalian

penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-4.5 dengan

dosis 1 cc/liter air. Masing- masing disemprotkan pada tanaman yang terserang.

Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman tersebut

dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah sebagian besar

daun telah menguning dan gugur, polong telah terisi penuh, umur tanaman 90-95

hari.

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh

dengan menggunakan meteran, pengamatan tinggi tanaman kedelai ini di mulai

setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Jumlah Cabang (cabang)

Jumlah cabang ditetapkan dengan cara menghitung seluruh cabang utama

yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan jumlah cabang dimulai setelah

tanaman berumur 4 MST sampai tanaman mulai berbunga.

Umur Berbunga (HST)

Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu

(33)

Warna Daun

Perubahan warna daun pada tanaman kedelai diamati pada saat tanaman

mulai berbunga. Perubahan warna daun diamati secara visual dengan

menggunakan leaf chart color.

Jumlah Klorofil a dan b (g/ml)

Jumlah klorofil dianalisis pada saat tanaman mulai berbunga. Jumlah

klorofil dihitung dengan menggunakan spektro fotometer.

Luas Daun Spesifik (LDS) (cm2/g)

Luas daun spesifik (LDS) dihitung dengan cara membagikan luas daun

dengan berat kering daun yang di ukur dengan menggunakan leaf area meter.

Umur Panen (mst)

Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman telah mencapai warna

polong matang ± 95% yang ditandai dengan warna kecokelatan pada polong.

Jumlah Polong Persampel (polong)

Perhitungan jumlah polong dilakukan dengan menghitung semua polong

pada masing-masing tanaman sampel yang dilakukan setelah tanaman tersebut

dipanen.

Jumlah Polong Berisi Per sampel (polong )

Dihitung jumlah polong berisi tiap tanaman, yaitu polong yang berisi biji,

pada saat tanaman telah matang penuh, dihitung setelah panen.

Bobot 100 biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing masing

(34)

Produksi per Sampel (g)

Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot

buah per tanaman sampel setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan

analitik.

Produksi per Plot (g)

Perhitungan produksi per plot dilakukan dengan cara menimbang bobot

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tinggi Tanaman

Data pengamatan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST (cm) selang waktu 2 minggu

sekali dan hasi sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5 s/d 13. Dari hasil

analisis sidik ragam diketahui bahwa hasil mutasi M2 untuk karakter tinggi

tanaman 4 s/d 7 MST tidak berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan

tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, 6 MST dan 7 MST (cm)

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa varietas tidak berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman. Pada 2 MST rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu pada

M2V5 (16.72 cm) dan terendah pada M2V4 (15.52 cm). Pada 4 MST rataan tinggi

tanaman tertinggi yaitu pada M2V5 (43.35 cm) dan terendah pada M2V4 (37.65

cm). pada 6 MST rataan tetinggi tanaman yaitu pada M2V5 (60.95 cm) dan

terendah pada M2V4 (53.10 cm). pada 7 MST rataan tinggi tanaman tertinggi

yaitu pada M2V5 (69.90 cm) dan terendah pada M2V4 (61.42 cm).

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji progenitas) menunjukkan

bahwa karakter tinggi tanaman dari mutan M2 tidak berbeda nyata dengan tinggi

Varietas Rataan Tinggi Tanaman

2 MST 4MST 6 MST 7 MST

M2V1 16.32 43.08 59.08 67.63

M2V2 16.53 42.13 57.12 68.47

M2V3 16.15 39.95 54.71 63.43

M2V4 15.52 37.65 53.10 61.42

(36)

tanaman dari mutasi M1. Perbandingan tinggi tanaman antara M1 dengan M2

berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji prognesitas tinggi tanaman M2 dengan M1

Perlakuan M1 M2 M1-M2 thit t05 Ket

M2V1 36.20 67.63 -31.43 -14.9068 2.306 tn

M2V2 36.45 67 -30.55 -14.4895 tn

M2V3 39.98 63.43 -23.45 -11.122 tn

M2V4 41.70 61.42 -19.72 -9.35294 tn

M2V5 43.47 69.9 -26.43 -12.5354 tn

Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak berada Pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Jumlah Cabang

Data rata-rata jumlah cabang dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat

pada Lampiran 14 s/d 16. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa

perlakuan bebeberapa varietas hasil mutasi M2 untuk jumlah cabang tidak

berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah cabang (cabang)

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah cabang tidak

berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Nilai tertinggi terdapat pada M2V1

yaitu 4.50 dan yang terendah pada M2V4 yaitu 3.33

Varietas Rataan

M2V1 4.50

M2V2 4.33

M2V3 4.16

M2V4 3.33

(37)

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji Progenitas) menunjukkan

bahwa karakter jumlah cabang dari M2 berbeda nyata dengan jumlah cabang dari

M1. Perbandingan jumlah cabang antara M2 dengan M1 berdasarkan uji

dilihat pada Lampiran 17 s/d 19. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan varietas

berbeda nyata untuk pengamatan umur berbunga hasil mutasi M2. Rataan tinggi

tanaman dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur berbunga (HST)

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 0.05.

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan umur berbunga yang tertinggi

terdapat pada M2V4 yaitu 43.83 dan yang terendah pada M2V1 yaitu 38.33.

(38)

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji progenitas) menunjukkan

bahwa karakter umur berbunga M2 tidak berbeda nyata dengan umur berbunga

M1. Perbandingan jumlah cabang antara M2 dan M1 berdasarkan uji Progenitas

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji prognesitas umur berbunga M2 dengan M1

Perlakuan M1 M2 M1-M2 thit t05 Ket

M2V1 35.33 38.33 -3.00 -7.11512 2.306 tn

M2V2 38.00 39.17 -1.17 -2.7749 2.306 tn

M2V3 38.00 39.5 -1.50 -3.55756 2.306 tn

M2V4 45.67 43.83 1.84 4.363943 2.306 *

M2V5 37.67 39.33 -1.66 -3.93704 2.306 tn Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Warna Daun

Pengamatan visual dengan menggunakan leaf chart colour yaitu warna daun

antara Mutan (M2) dan Mutasi (M1) dapat dilihat pada Lampiran 20. Warna daun

dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil analisis pengamatan warna daun secara visual pada gambar

diatas menunjukkan warna daun varietas (V1) pada M1 dan M2 memiliki

warna daun yang sama,varietas (V2) pada M1 memiliki warna daun hijau

muda kuningan dan M2 memiliki warna hijau tua

kekuning-kuningan,varietas (V3) pada M1 memiliki warna daun hijau muda dan M2

memiliki warna daun hijau tua kekuning-kuningan, variatas (V4) pada M1

memiliki warna daun Hijau Muda dan M2 memiliki warna daun hijau

(39)

Tabel 7. Warna daun

Varietas M1 M2 Keterangan Warna

V1

M1V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan

M2V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan

V2

M1V1.1.Hijau muda kekuning-kuningan

M2V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan

V3

V4

V5

M1. 2. Hijau Muda

M2.3.Hijau tua kekuning-kuningan

M1. 2. Hijau muda

M2.1.Hijau muda kekuning-kuningan

M1. 2. Hijau muda

(40)

Jumlah Klorofil a dan b

Data rata-rata jumlah klorofil a dan b dan sidik ragam dapat dilihat

pada Lampiran 21 s/d 24. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan bebeberapa varietas M2 untuk klorofil a dan b tidak berbeda

nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan klorofil a dan b dapat dilihat

pada tabel

Tabel 8. Rataan klorofil a dan b (g/ml)

Varietas Rataan

Klorofil a Klorofil b

M2V1 9.55 9.55

M2V2 9.23 8.89

M2V3 10.80 9.02

M2V4 11.92 11.73

M2V5 11.80 13.39

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah klorofil a yang

tertinggi terdapat pada M2V4 yaitu 11.92 dan yang terendah pada M2V2

yaitu 9.23,dan pada rataan klorofil b yang tertinggi terdapat pada M2V5

yaitu 13.39 dan yang terendah pada M2V2 yaitu 8.89.

Luas Daun Spesifik

Data rata-rata luas daun spesifik dan hasil sidik ragam dapat dilihat

pada Tabel Lampiran 25 s/d 27. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan bebeberapa varietas M2 untuk luas daun spesifik tidak

berbeda nyata. Rataan luas daun spesifik dapat dilihat pada Tabel 9.

Pada tabel menunjukkan luas daun spesifik yang tertinggi terdapat pada

(41)

Tabel 9. Luas daun spesifik (cm2/g)

Varietas Luas Daun

M2V1 329.29

M2V2 272.99

M2V3 328.54

M2V4 298.10

M2V5 322.98

Hasil analisis dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa karakter

luas daun spesifik dari M2 tidak berbeda nyata dengan luas daun spesifik dari M1.

Pada M2 varietas M2V2 dan M2V4 lebih rendah dibandingkan dengan M1 dan

varietas M2V1,M2V3,dan M2V5 lebih tinggi dari M1. Perbandingan luas daun

spesifik antara M2 dengan M1 berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Uji prognesitas luas daun spesifik M2 dengan M1

Perlakuan F1 P F1-P thit t05 Ket

M2V1 222.31 329.29 -106.98 -2.52257 2.306 tn M2V2 298.51 272.99 25.52 0.601757 2.306 * M2V3 307.05 328.54 -21.49 -0.50673 2.306 tn

M2V4 309.31 298.10 11.21 0.26433 2.306 *

M2V5 316.09 322.98 -6.89 -0.16246 2.306 tn Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Umur Panen

Data rata-rata umur panen dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada

Tabel Lampiran 28 s/d 30. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas

M2 untuk karakter Umur panen berbeda nyata. Rataan umur panen dapat

(42)

Tabel 11. Rataan umur panen (HST)

pada M2V4 yaitu 116.67 dan yang terendah pada M2V1 yaitu 100.33.

Data rata-rata menggunakan uji t menunjukkan bahwa karakter umur

panen dari M2 tidak berbeda nyata dengan umur panen dari M1. Perbandingan

umur panen antara M2 dengan M1 berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Uji prognesitas umur panen M2 dengan M1

Perlakuan M1 M2 M1-M2 thit t05 Ket tidak berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Jumlah Polong per Sampel dan Jumlah Polong Berisi Per Sampel

Data rata-rata jumlah polong per sampel, jumlah polong berisi per

sampel dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 31 s/d 36. Data

rata-rata menunjukkan bahwa perlakuan bebeberapa varietas M2 untuk

jumlah polong per sampel dan jumlah polong berisi per sampel tidak

(43)

Tabel 13. Rataan jumlah polong dan jumlah polong berisi (polong)

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah polong per sampel yang

tertinggi terdapat pada M2V1 yaitu 72.67 dan yang terendah terdapat pada

M2V4 yaitu 61.00. Jumlah polong berisi per sampel yang tertinggi terdapat

pada M2V3 yaitu 55.66 dan yang terendah pada M2V2 yaitu 52.17. Jumlah

polong hampa yang tertinggi terdapat pada M2V1 yaitu 19.34 dan yang

terendah terdapat pada M2V5 yaitu 1.70.

Bobot 100 Biji (g)

Data rata-rata bobot 100 biji dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 37 s/d 39. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

beberapa varietas M2 pada kondisi naungan berbeda nyata pada 5 varietas yang

diamati, rataan jumlah bobot 100 biji dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan jumlah bobot 100 biji (g)

Keterangan: angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 0.05.

Tabel diatas menunjukkan bahwa bobot 100 biji yang tertinggi terdapat

pada M2V5 yaitu 17.57 dan yang terendah pada M2V3 yaitu 7.08.

(44)

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji progenitas) menunjukkan

bahwa karakter bobot 100 biji dari M2 tidak berbeda nyata dari M1. Pada M2

semua varietas lebih rendah dibandingkan dengan M1. Berdasarkan uji

progenitas dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji prognesitas bobot 100 biji M2 dengan M1

Perlakuan M1 M2 M1-M2 thit t05 Ket

Produksi Per Plot (g) dan Produksi Per Sampel (g)

Data rata-rata jumlah produksi per plot dan jumlah produksi per sampel

beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 40 s/d 45. Hasil analisis

sidik ragam menunjukkan bahwa produksi per plot dan produksi per sampel

varietas M2 pada kondisi naungan berbeda nyata terhadap produksi per sampel

(g) pada 5 varietas yang diamati,dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Rataan jumlah produksi per sampel (g)

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 0.05.

Tabel diatas menunjukkan bahwa produksi per plot tertinggi terdapat

(45)

Produksi per sampel tertinggi terdapat pada M2V5 yaitu (19.72 g) dan yang

terendah terdapat pada M2V3 yaitu (8.93 g).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Hasil perhitungan variabilitas genetik (2g), variabilitas fenotip (2p),

koefisian variabilitas genotip (KVG) dan koefisian variabilitas fenotip (KVP)

dapat dilihat pada Tabel 15 . Nilai KVG berkisar antara 4.78 – 33.99 dan nilai

KVP berkisar antara 5.78 – 34.94.

Tabel 15. Variabilitas Genotip (2g), Variabilitas Fenotip (2p), Koefisien Variabilitas

Genotip (KVG) dan Koefisien Variabilitas Fenotip (KVP).

Jumlah Polong per Sampel(Polong) 16.98 46.28 6.20 r 10.23s

Jumlah Polong Berisi per Sampel

antara 0.22 – 1. Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh empat parameter

yang mempunyai nilai heritabilitas sedang dan delapan parameter yang lain

(46)

Tabel 14. Nilai duga heritabilitas (h2) masing-masing parameter.

Parameter Tanaman Heritabilitas

(h2) I II III

Tinggi Tanaman (cm) 0.58 s 0.98 t 0.99 t 0.99 t

Jumlah Cabang (cabang) 0.57 s 0.99 t 0.99 t 0.99 t

Umur Berbunga (hari) 0.95 t 0.99 t 0.99 t 0.99 t

Jumlah Klorofil a (g/ml) 0.12 s 0.97 t 0.98 t 0.98 t Jumlah Klorofil b (g/ml) 0.46 s 0.98 t 0.98 t 0.98 t Luas Daun Spesifik (cm/g) 0.13 r 0.98 t 0.98 t 0.98 t

Umur Panen (hari) 0.70 t 0.99 t 0.99 t 0.99 t

Jumlah Polong Per Sampel(Polong) 0.37 t 0.99 t 0.99 t 0.99 t Jumlah Polong Berisi Per Sampel (Polong) 0.28 r 0.99 t 0.99 t 0.99 t

Berat 100 Biji (g) 0.98 t 0.99 t 0.99 t 0.99 t

Produksi Per Sampel (g) 0.97 t 0.99 t 0.99 t 0.99 t Produksi Per Plot (g) 0.72 t 0.98 t 0.99 t 0.99 t

Keterangan : r = rendah s = sedang t = tinggi

Tabel 13 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada

parameter bobot 100 biji yaitu 0.98 sedangkan nilai heritabilitas terendah

terdapat pada parameter jumlah klorofil a yaitu 0.12.

Korelasi

Hasil perhitungan korelasi pada setiap parameter dapat dilihat pada

Lampiran 38. Koefisien korelasi antara parameter umur berbunga dengan umur

panen, jumlah klorofil dengan luas daun spesifik, jumlah polong berisi dengan

produksi per sampel, dan jumlah cabang dengan jumlah polong berisi dapat

(47)

Tabel 16. Nilai koefisien korelasi pada beberapa parameter

Pembahasan

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 5 s/d 16 dan lampiran 18 s/d 20)

dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman

dan jumlah cabang, dimana tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman

pada lingkungan tanpa naungan,dan jumlah cabang juga lebih sedikit

dibandingkan tanpa naungan. Diduga perbedaan jumlah tinggi tanaman dan

jumlah cabang ini dikarenakan dari faktor kurangnya penyerapan sinar matahari

yang menyebabkan tanaman mengalami pemanjanagan sel. Hal ini sesuai

dengan Gatut (2011) yang menyatakan bahwa Tanaman yang mendapat

cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang

lebih tinggi dibanding tanaman yang ditanam dalam kondisi tanpa naungan.

Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa tanaman akibat naungan sudah

tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih dari 25%. Etiolasi yang terjadi

pada sebagian besar tanaman akibat naungan disebabkan karena adanya produksi

(48)

dan distribusi auksin yang tinggi,sehingga merangsang pemanjangan sel yang

mendorong meningkatnya tinggi tanaman.

Berdasarkan pengamatan fisual (Lampiran 15) dapat dilihat bahwa warna

daun dari setiap varietas berbeda,terdapat tiga varietas yang memiliki warna

daun tua yaitu M2V1,M2V2 dan M2V3 dan dua varietas memiliki warna daun

muda yaitu M2V4 dan M2V5. Perbedaan warna daun ini terjadi karena varietas

tanaman yang peka terhadap intensitas cahaya rendah sehingga memiliki warna

daun hijau muda dengan jumlah daun sedikit sedangkan varietas tanaman yang

toleran terhadap intensitas cahaya rendah sehingga memiliki warna daun hijau

tua dengan jumlah klorofil yang banyak. Hal ini sesuai dengan Wirnas (2005)

yang menyatakan bahwa hasil penelitia pada kedelai menunjukkan bahwa

tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil

lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka.

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 41 s/d 43)

menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tiap varietas berpengaruh

nyata terhadap parameter 100 biji,dimana bobot 100 biji tertinggi terdapat pada

M2V5 yaitu 17.57 yang berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan dan terendah

pada M2V3 yaitu 7.08. Bobot 100 biji pada kelima varietas ini berbeda dengan

deskropsi dari masing-masing varietas,dimana pada M2V1,M2V2 dan M2V3

tidak mengalami perubahan tetapi pada M2V4 mengalami penurunan dan pada

M2V5 mengalami peningkatan bobot 100 biji, sedangkan perbandingan bobot

100 biji dengan penelitian sebelumnya Yuliana (2011) pada M2V1,M2V3 dan

M2V5 mengalami Peningkatan,pada M2V2 memiliki nilai yang sama dan pada

(49)

respon dari setiap varietas berbeda terhadap lingkungannya,dan dipenelitian ini

lingkungan berada dibawah paranet 50% selama 7 hari dan hasil Mutasi. Sesuai

dengan literatur Adisarwanto (2005) yang menyatakan hasil potensi biji

dilapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas

dengan pengelolaan kondisi lingkungan tumbuh dan didukung penelitian sihar

(1997) bahwa penguranagan tingkat intensitas cahaya matahari dibawah 60%

dapat mendukung pertumbuhan vegetatif kedelai,tetapi penguranagan intensitas

cahaya tersebut akan menyebabkan berkurangnya serapan unsur hara N,P dan K.

Berkurangnya unsur hara tersebut akan mengurangi tingkat alikasi bahan kering,

dimana tingkat alokasi baha kering selama pertimbuhan sangat menentukan

besarnya tingkat produksi yang dihasilkan dan didukung juga penelitian Soverda

dkk (2009) bahwa cekaman naungan sebesar 50% terhadap tanaman kedelai

yang berkriteria sangat toleran tidak mengakibatkan penurunan signifikan pada

jumlah polong, ukuran biji, maupun hasil biji tanaman.

Dari hasil analisis uji t atau uji progenitas antara generasi mutasi M1

dengan M2 berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga, luas

daun spesifik, umur panen, jumlah polong, jumlah polong berisi, produksi per

sampel,produksi per plot, dan produksi per hektar. Perbedaan ini dapat dilihat

pada tabel uji t yang mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa

populasi M2 hasil Mutasi dapat mempengaruhi proses pertumbuhan pada setiap

fasenya. Hal ini juga dinyatakan oleh oeliem,dkk (2008) yang menyatakan

bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan

(50)

Dari hasil analisis uji t progenitas antara turunan M1 dan M2 berbeda

nyata pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, luas daun

spesifik, umur panen dan bobot 100 biji. Perbedaan ini ditunjukkan tanda negatif

(-) pada uji t yang berarti terjadi penurunan hasil. Diduga penyebab terjadi hal

ini yaitu akibat kondisi lingkungan, dimana penelitian ini berada dibawah

naungan paranet 50% dan lokasi penelitian ini tidak sama dengan lokasi

penelitian sebelumnya dan benih yang dipakai merupakan mutasi turunan kedua

(M2) yang kemungkinan besar mengalami peningkatan dan penurunan hasil dari

turunannya. Sesuai dengan Liu dkk (2010) dimana intensitas dan kualitas radiasi

matahari yang diterima oleh kanopi kedelai selama masa reproduksi merupakan

faktor lingkungan dan menentukan hasil produksi kedelai.peningkatan hasil biji

kedelai melalui jarak tanam, dapat dikaitkan dengan peningkatan intersepsi

cahaya selama periode reproduktif. Penguranagan cahaya dimulai pada tahap

awal reproduktif berbunga, jumlah polong menghasilkan peningkatan pada

produksi biji. Sebaliknya,mengurangi sumber cahaya melalui naungan selama

benih mengisi dapat mengurangi produksi biji dan Oelem juga mengatakan

bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan

tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan

pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada karakter umur berbunga dan

umur panen (M2) berbeda dengan penelitian sebeumnya (M1) yaitu mengalami

penurunan, dimana pada (M2) lebih lama Munculnya bunga dan Lebih lama

umur panennya yaitu pada (M1) umur berbunga memiliki rataan (38.93) dan

(51)

(40.03) dan umur panen (105.93). Perbedaan ini diduga karena benih hasil

mutasi yang digunakan,yang menyebabkan perbedaan gen yang dimilikinya

sesuai dengan pernyataan Mugiono (2001) perlakuan dengan mutagen dapat

menyebabkan sterilitas, yaitu hambatan pertumbuhan sehingga mengalami

pembungaan, terbentuknya bunga yang tak sempurna, terbentuknya bunga

dengan tepung sari mandul, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah,

memiliki masa panen yang lambat.

Nilai variabilitas genetik untuk masing-masing parameter dapat dilihat

pada tabel 15. Nilai variabilitas yang diperoleh berkisar antara 3.64 – 37.36.

criteria variabilitas genetic menurut Murdaningsih dkk(1990) adalah rendah jika

nilainya berkisar antara 0 – 25% dari KVG tertinggi, sedang jika nilainya

berkisar antara 25 – 50% dari KVG tertinggi, tinggi jika nilainya berkisar antara

50 – 75% dari KVG tertinggi dan sangat tinggi jika nilainya 75 – 100% dari

KVG tertinggi.

Nilai duga heritabilitas (h2) pada Tabel 14 berkisar antara 0.12 0.98.

Dari data diperoleh satu komponen hasil mempunyai nilai heritabilitas sedang

yaitu bobot 100 biji (0.98), sedangkan sembilan komponen hasil mempunyai

nilai heritabilitas rendah yaitu tinggi tanaman (0.58), umur berbunga (0.95),

jumlah cabang (0.57), umur panen (0.70), jumlah polong per sampel (0.37),

produksi per sampel (0.97), produksi per plot (0.69), jumlah klorofil b (0.46) dan

jumlah klorofil a (0.12). Berdasarkan pernyataan Stansfield (1991) merumuskan

kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0.5,

heritabilitas sedang = 0.2 – 0.5, dan heritabilitas rendah < 0.2. Kemudian dari

(52)

diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Welsh

(2005) bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0

ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan,

sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan

demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut.

Dari hasil data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa heritabilitas klorofil

b lebih tinggi dibandingkan dengan klorofil a (tabel 15). Hal ini diduga karena

faktor mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan. Hal ini sesuai

dengan Pernyataan Kisman (2008) yang menyatakan bahwa genotip yang toleran

naungan mempunyai daun yang lebih lebar dan tipis,kandungan klorofil b yang

lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih rendah dari pada genotip peka.

Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun tersebut merupakan bentuk

mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan. Dengan demikian,

karakter morfologi daun dapat memberikan faktor besar dalam perbaikan

adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan.Dari hasil yang diperoleh dapat

dilihat perbandingan karakter vegetatif dan generatif antara tanaman yang

ternaungi dengan tanaman yang tidak ternaungi.

- Jumlah Polong Berisi per Sampel (g) 53.53 82.38

- bobot 100 Biji (g) 11.07 11.58

-Produksi per Sampel (g) 12.99 16.44

Gambar

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, 6 MST dan 7 MST (cm)
Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan umur berbunga yang tertinggi
Tabel 7. Warna daun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan kemasan dengan ukuran rongga udara yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan kadar lemak, tetapi memberikan pengaruh yang nyata

Okratoksin merupakan mikotoksin yang banyak mengkontaminasi komoditas pertanian dan pakan terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu

The Use of Corse Review Horay To Increase Students’ Writing Ability in Simple Present Tense (A Classroom Action Research at the Eleventh Grade Students of SMK

Berdasarkan perbedaan lokasi dan waktu mencari makan, jumlah dan variasi pola mencari makan yang tampak pada Bubulcus ibis adalah sebagai berikut variasi pola

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Pajak yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah mengenai Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak

Dalam mensosialisasikan kampanye yang penulis buat untuk mengajak para pengguna jalan tol untuk beralih dari transaksi manual pindah menggunakan transaksi otomatis dengan kartu

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.. I Dengan Efusi Pleura