• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN UNIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH PENGOLAHAN KEDELAI DI KABUPATEN BOGOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Modernitas Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

(4)

ABSTRAK

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Unit UMKM Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI DARYANTO.

Kewirausahaan telah dikenal secara luas sebagai pendorong munculnya sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan memiliki kaitan yang erat dengan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM diklasifikasikan menurut jenis usahanya, salah satunya adalah UMKM pengolahan kedelai. Bogor memiliki UMKM berbasis kedelai yang cukup banyak. Para pelaku usaha harus memiliki modernitas sikap kewirausahaan untuk mengembangkan usaha. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit UMKM pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor. Penentuan sampel dengan metode simple random

sampling secara proporsional. Hasil menunjukan bahwa atribut modernitas sikap

kewirausahaan yang terlihat pada pelaku usaha pembuatan tempe adalah keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, dan tanggung jawab individual, sedangkan untuk pelaku usaha pembuatan tahu adalah keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri dan tanggung jawab individual. Atribut keberhasilan usaha yang terlihat dari usaha pembuatan tempe dan tahu adalah peningkatan jumlah konsumen dan profit. Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tempe dan tahu berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha dengan menggunakan alat analisis Partial Least Square. Kata kunci: kedelai, kewirausahaan, modernitas, sikap, UMKM

ABSTRACT

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA Influence of Modernity Entrepreneurship Attitude Towards Success of Soybean SMEs Unit in Bogor Regency. Supervised by HENY KUSWANTI DARYANTO.

Entrepreneurship well known which provide to make competent human resources. Entrepreneurship has relation with developing SMEs. SMEs is classified according to the kind, such as soybean products SMEs. Bogor has many soybean products SMEs. The entrepreneurs must have modernity entrepreneuship attitude to develop the business. The purpose of this study is to analyze the influence of modernity entrepreneurship attitude towards the success of soybean SMEs unit in Bogor Regency. Simple random sampling in proportional is used. The results showed that the attributes of modernity entrepreneurship attitude that are reflected on the entrepreneurs who make tempe are innovative, hardwork, respect for time, and individual responsibility, besides for the entrepreneurs who make tofu are innovative, hardwork, respect for time, achievement motivation, self-confidence, and individual responsibility. Attribute the success of the business that are reflected in the entrepreneurs who make tempe and tofu are increasing of consumer and profit. Modernity entrepreneurship attitude significantly influenced on the success of the business by using Partial Least Square analysis tools.

(5)

KEBERHASILAN UNIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH PENGOLAHAN KEDELAI DI KABUPATEN BOGOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor

Nama : Andina Dyah Rahmadhani Aditya

NIM : H34100044

Disetujui oleh

Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT atas kuasa dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir yang berjudul Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Penelitian ini dilaksanakan di 14 wilayah pelayanan (kecamatan), Kabupaten Bogor bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa memberikan perhatian, dorongan semangat dan kasih sayang selama penulis belajar, Dr Ir Rachmat Pambudy selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, ajaran dan didikannya selama ini, Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen pembimbing skripsi atas perhatian, bantuan, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi sebagai tugas akhir ini, serta semua pihak yang telah memberikan semangat dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 5

Manfaat 5

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Wirausaha 6

Modernitas Sikap Kewirausahaan 7

Partial Least Square 7

Usaha Mikro Kecil dan Menengah 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Metode Penentuan Sampel 15

Desain Penelitian 15

Data dan Instrumentasi 15

Metode Pengumpulan Data 16

Metode Pengolahan Data 16

Definisi Operasional 18

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 19

Gambaran Umum KOPTI Kabupaten Bogor 19

Gambaran Umum Industri Pengolahan Kedelai 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Karakteristik Responden 25

Karakteristik Usaha 29

Uji Validitas dan Reliabilitas Model 31

(10)

Atribut Keberhasilan Usaha 43 Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Usaha 48

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 52

(11)

1 Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan

usaha besar RI tahun 2009-2012 2

2 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah

dan nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku 2 3 Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan

tahun 2012 4

4 Ciri-ciri sikap kewirausahaan dan manusia modern 11

5 Perbandingan PLS dengan CBSEM 17

6 Atribut yang mencerminkan modernitas sikap kewirausahaan 18 7 Atribut yang mencerminkan keberhasilan usaha 18 8 Anggota KOPTI yang berada di wilayah Kabupaten Bogor 20 9 Jumlah responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

berdasarkan wilayah pelayanan (kecamatan) di Kabupaten Bogor 26 10 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

berdasarkan jenis kelamin 27

11 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

berdasarkan usia responden 28

12 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

berdasarkan pendidikan 28

13 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

berdasarkan lama menjalankan usaha 29

14 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan

jumlah tenaga kerja 30

15 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan

jumlah konsumen 43

16 Sebaran pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan jumlah

konsumen yang membeli produk setiap hari 44

17 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan

jumlah omset 45

18 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan

laba yang dihasilkan 45

19 Sebaran pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan jumlah

konsumen 46

20 Sebaran pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan jumlah

konsumen yang membeli produk setiap hari 46

21 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan

(12)

22 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan

laba yang dihasilkan 48

23 Hasil uji-t pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu 49

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan dari kerangka pemikiran operasional 14

2 Model Path Modelling Partial Least Square 17

3 Proses Pembuatan Tempe 22

4 Proses Pembuatan Tahu 24

5 Hasil model awal Smart PLS pelaku usaha pembuatan tempe 31 6 Hasil model awal Smart PLS pelaku usaha pembuatan tahu 32 7 Hasil model akhir Smart PLS pelaku usaha pembuatan tempe 32 8 Hasil model akhir Smart PLS pelaku usaha pembuatan tahu 33

9 Tempe daun 35

10 Tempe plastik 35

11 Tempe putih 36

12 Tempe kuning 36

13 Tahu mentah 39

14 Tahu goreng 39

15 Pelaku usaha pembuatan tahu yang ikut dalam kegiatan produksi 40

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 52

2 Hasil output Partial Least Square (PLS) 54

(13)

Latar Belakang

Era globalisasi yang penuh dengan persaingan menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan telah dikenal secara luas sebagai pendorong munculnya sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan memiliki peranan yang penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Hal tersebut memiliki hubungan atau keterkaitan bahwa kewirausahaan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, inovasi, kreativitas, penyedia lapangan kerja yang berdampak pada pendapatan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Schumpeter (1934) dalam Casson et al. (2008) mengatakan bahwa jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut pertumbuhan ekonominya tinggi, yang akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi. Menurut data dari Kementrian Koperasi dan UKM jumlah wirausaha Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1.90% dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia, rasio tersebut sangat kecil dibandingkan dengan negara Asia yang lain.1 Peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia perlu dilakukan melalui upaya-upaya atau program pemerintah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari Indonesia.

Membangun kemandirian ekonomi melalui kewirausahan merupakan suatu hal yang sangat penting. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 241.547 juta dengan jumlah angkatan kerja mencapai 120.410 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 112.800 juta orang, sedangkan 7.610 juta orang atau sekitar 6.32% dari total angkatan kerja masih menganggur. Untuk mengatasi keterbatasan penyerapan tenaga kerja, berbagai upaya dilakukan antara lain pengembangan sikap kewirausahaan yang merupakan pola tingkah laku dalam menjalankan usaha dengan tujuan mencapai suatu keberhasilan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan potensi kewirausahaan adalah melalui program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Apabila program tersebut berhasil, maka penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.2

Kewirausahaan memiliki kaitan yang erat dengan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, jumlah UMKM yang ada di Indonesia

1

Adiatmaputra FP. 2013. Jumlah wirausahawan hanya 1.9% di Indonesia [internet]. [diunduh pada 23 April 2013]. Tersedia pada: tribunnews.com.

2

Jurnal Nasional. 15 Agustus 2012. Pengembangan kewirausahan melalui pemberdayaan koperasi [internet].[diunduh pada 25 November 2013]. Tersedia pada:

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=958:pengemba

(14)

mengalami perkembangan yang cukup bagus dan data perkembangan jumlah UMKM di Indonesia tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan usaha besar Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2013 (diolah)3. (*) = Data sementara

UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, UMKM kurang lebih memberikan kontribusi sebesar 50% terhadap PDB nasional dan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Data kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia dari tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku

Uraian 2009 2010 2011 2012

PDB UMKM (Milyar Rupiah) 2 993 3 466 4 304 4 869 PDB Nasional (Milyar Rupiah) 5 295 6 069 7 427 8 241 Persentase PDB UMKM (%) 56.52 57.11 57.95 59.08

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)4

Era bordelest world merupakan era yang menuntut adanya perkembangan

dari zaman tradisional menjadi modern di berbagai sektor, begitu juga dengan sektor UMKM. Perkembangan dan potensi UMKM yang cukup bagus harus didukung dengan pelaku usaha yang memiliki kompetensi kewirausahaan yang modern seperti keinovatifan, motivasi berprestasi, dan percaya diri. Hal tersebut akan berguna dalam menjalankan usahanya termasuk saat mengalami permasalahan dan mencapai suatu target usaha.

(15)

pelaku UMKM di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, UMKM memberikan kontribusi terbesar bagi penyerapan tenaga kerja yaitu mencapai 87.12% dari total pekerja. Hal tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat yang mencapai 60.32% (Dinas KUMKM Jabar 2011).5

UMKM diklasifikasikan menurut jenis usahanya. Salah satunya adalah UMKM pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak diminati masyarakat Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2013 sebesar 2.250 juta ton per tahun (Setkab 2013).6 Konsumsi masyarakat Indonesia akan kedelai dalam bentuk produk olahan. Produk olahan kedelai antara lain tempe dan tahu yang merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. UMKM tempe dan tahu pada umumnya masih bersifat tradisional, maka diperlukan identifikasi mengenai sikap kewirausahaan yang dimiliki pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dalam menjalankan usahanya. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra UMKM tempe dan tahu di Jawa Barat. Berdasarkan data dari KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah UMKM tempe dan tahu di Kabupaten Bogor pada tahun tersebut sebanyak 915 unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3 932 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa industri tempe dan tahu mampu menjadi motor penggerak perekonomian Kabupaten Bogor. Apabila dibandingkan dengan industri sejenis di wilayah Kota Bogor, jumlah UMKM tempe dan tahu di Kota Bogor lebih sedikit dibandingkan di Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 255 (PRIMKOPTI 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka dipilihlah wilayah Kabupaten Bogor sebagai lokasi pada penelitian ini yang didasarkan pada frame sampling dari KOPTI Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat strategis karena merupakan bahan baku tempe dan tahu yang dijadikan sebagai sumber lauk-pauk utama sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun Indonesia mengalami berbagai permasalahan seperti ketersediaan dalam negeri yang belum mencukupi, sehingga untuk memenuhi kekurangan kebutuhan dalam negeri harus melakukan impor. Selain itu, tataniaga kedelai yang didominasi pengusaha importir sering berdampak pada instabilitas harga kedelai di tingkat masyarakat, baik produsen dalam hal ini pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu, maupun konsumen atau masyarakat luas. Ketergantungan kedelai terhadap produk impor juga berpengaruh

(16)

terhadap harga di dalam negeri akibat fluktuasi harga kedelai di pasar internasional (BKP Pertanian 2013).7

Selama periode 2002-2012, harga kedelai dalam negeri baik kedelai lokal ataupun kedelai impor terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dengan perubahan kenaikan sekitar 11.46% per tahun. Lonjakan kenaikan harga kedelai yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2008, sebesar 58.41% dari Rp5 389 per kilogram menjadi Rp8 536 per kilogram, yang diakibatkan kenaikan harga kedelai di pasar internasional sebesar 48.16%. Sampai dengan tahun 2012 harga kedelai masih sekitar Rp8 000 per kilogram, akan tetapi pada tahun 2013 kenaikan harga kedelai terjadi yaitu di atas Rp9 000 per kilogram (BKP Pertanian 2013)8.

Unit usaha mikro, kecil, dan menengah pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor merupakan salah satu sektor industri yang cukup banyak dan diberikan perhatian khusus oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Para pelaku UMKM pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor berjumlah 915 yang terdaftar di KOPTI (Tabel 5).

Tabel 3 Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan tahun 2012

Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor 2012 (diolah)

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengurus KOPTI Kabupaten Bogor, diketahui bahwa ketika terjadi lonjakan harga kedelai, beberapa pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang ada di Kabupaten Bogor berhenti melakukan produksi secara sementara karena biaya produksi yang dikeluarkan tinggi dan tidak sesuai dengan penerimaan yang didapatkan. Selain itu, beberapa

7

BKP Pertanian. 2013. Kebijakan stabilisasi harga pangan 2002-2012 [internet]. [diunduh pada tanggal 20 Desember 2013]. Tersedia pada: http://bkp.pertanian.go.id/berita-198-kebijakan-stabilisasi-harga-pangan-20022012.html

8

Ibid

No Wilayah Palayanan Jumlah Anggota Jumlah Tenaga Kerja

(17)

target yang ingin dicapai oleh para pelaku UMKM ini antara lain adalah para pelaku usaha tempe dan tahu dengan mudah mendapatkan bahan baku kedelai yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, bentuk kemasan tempe dan tahu yang lebih menarik, mempunyai diferensiasi produk tempe dan tahu dibandingkan dengan produk tahu tempe daerah lain, dan memiliki brand khusus.

Usaha tempe dan tahu memiliki beberapa perbedaan, utamanya adalah teknologi yang digunakan. Implikasi dari perbedaan teknologi yang digunakan adalah adanya pengaruh terhadap pola tingkah laku dari pelaku usaha yang menjalankannya. Maka dari itu untuk menganalisis modernitas sikap kewirausahaan perlu dibedakan antara pelaku usaha tempe dan tahu, sehingga dapat dibandingkan hasilnya.

Pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu memiliki karakteristik yang berbeda dalam menjalankan usahanya, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap karakteristik masing-masing individu pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor. Sikap kewirausahaan yang modern merupakan ciri-ciri yang melekat pada wirausaha yang berhasil. Pengalaman para pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu selama beberapa tahun ini dan pelatihan serta pembinaan akan mempermudah anggota untuk mengadopsi modernitas sikap kewirausahaan. Modernitas sikap kewirausahaan diharapkan dapat menunjang keberhasilan dari usaha yang dijalankan, mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan usaha yang dijalankan dan pencapaian target yang diharapkan oleh para pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana karakteristik pelaku usaha pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor dengan keberhasilan dalam usaha?

Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan karakteristik wirausaha pelaku UMKM pengolahan

kedelai di Kabupaten Bogor.

2) Menganalisis pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku UMKM pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor dengan keberhasilan dalam usaha.

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1) Peneliti, merupakan kesempatan untuk melatih kemampuan analisis dan aplikasi konsep-konsep ilmu yang diperoleh dengan melihat kondisi lapang secara langsung.

(18)

kewirausahaan untuk mengembangkan usaha dan mewujudkan target atau ekspektasi dari pelaku usaha.

3) Kalangan akademisi, sebagai bahan kajian atau referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

4) Instansi terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengembangkan modernitas sikap kewirausahaan pelaku UMKM pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup

Penelitian ini menganalisis pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha kecil dan menengah pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor dengan keberhasilan dalam usaha. Pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu pada penelitian ini adalah anggota dari KOPTI Kabupaten Bogor yang berada pada 14 wilayah pelayanan (kecamatan). Terdapat delapan atribut modernitas sikap kewirausahaan yang akan diukur yaitu mengetahui prioritas utama, bersedia menanggung risiko, keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri, dan tanggung jawab individual. Sedangkan atribut keberhasilan usaha yang diukur adalah kepuasan, loyalitas, dan profit. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Statistika Deskriptif dan PLS (Partial Least Square).

TINJAUAN PUSTAKA

Wirausaha

Schumpeter, Hoselitz, Leibenstein, Kirzner, Bygrave dan Hover dalam Misra dan Kumar (2000) merumuskan definisi wirausaha, yaitu wirausaha adalah individu yang menghasilkan kombinasi baru akibat dari diskontinuitas. Kombinasi baru yang dihasilkan antara lain adalah hasil produk baru, kualitas produk yang berbeda, metode produksi baru, pembukaan pasar baru, industri pengolahan bahan baku baru (Schumpeter 1934). Hoselitz (1960) mengartikan wirausaha adalah individu yang membeli sesuatu dengan harga pada kondisi yang pasti dan menjual dengan harga pada kondisi yang tidak pasti. Wirausaha adalah individu yang mengalokasikan seluruh kebutuhan sumberdaya untuk kegiatan produksi dan pemasaran produk sebagai wujud dari pasar defisiensi (Leibenstein 1968).

(19)

Casson et al. (2008) yaitu membentuk model bisnis yang berbeda dari kemampuannya memimpin dan memastikan seluruh anggota perusahaan menjalani kerja dan perannya masing-masing sesuai kerangka kerja yang ada.

Modernitas Sikap Kewirausahaan

Warnaningsih (2010) menganalisis karakteristik modernitas sikap kewirausahaan dan hubungannya dengan keberhasilan usaha pada KWT Tahu Bandungan di Kabupaten Semarang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah uji Chi Square. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha pada studi kasus yang telah dilakukan.

Pakpahan (2009) mendefinisikan modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menganalisis modernitas sikap kewirausahaan pada pengurus koperasi di Kabupaten Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah uji Rank Spearman. Hasil yang didapatkan adalah tidak terdapat hubungan korelasi antara modernitas sikap kewirausahaan pada pengurus koperasi dengan keberhasilan usaha dilihat dari SHU yang didapatkan.

Penelitian yang dilakukan Pakpahan (2009) dan Warnaningsih (2010) menggunakan atribut modernitas sikap kewirausahaan yaitu mengetahui prioritas utama, bersedia menanggung risiko, keinovatifan, bekerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri, dan tanggung jawab individual. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha, akan tetapi atribut modernitas sikap kewirausahaan yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square.

Partial Least Square

Fatmawati (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh unsur unsur penilaian kinerja DP3 terhadap disiplin kerja pegawai pada balai pengelolaan daerah aliran sungai Citarum-Ciliwung. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Partial Least Square. Hasil yang didapatkan adalah unsur-unsur penilaian kinerja DP3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin keja dan berada pada tingkat goodness of fit.

Ulfah dan Ikbal (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis sebuah model mengontrol orientasi (Penelitian ini menguji pengaruh moderating dari

Total Quality Manajemen Lingkungan Hidup (TQEM) pada hubungan antara

(20)

peneliti dan praktisi, karena dapat memberikan rekomendasi kebutuhan akan satu usaha perencanaan terhadap program ini.

Angraini (2010) melakukan penelitian untuk mengukur indeks kepuasan pelanggan dengan pendekatan Partial Least Square pada studi kasus pelanggan IM3. Hasil yang didapatkan adalah terdapat pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan IM3.

Berdasarkan beberapa penelitian yang menggunakan alat analisis Partial

Least Square, alat analisis tersebut digunakan untuk menganalisis pengaruh antar

variabel laten dengan orientasi prediksi dari suatu model yang dibuat. Begitu juga dengan penelitian ini bertujuan untuk memprediksi adanya pengaruh modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha pada UMKM pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendefinisikan UMKM dan memberikan kriteria mengenai UMKM. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro yaitu jumlah aset maksimal Rp50 000 000 dan omset maksimal Rp300 000 000. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria. Adapun kriteria dari usaha kecil yaitu memiliki aset sejumlah > Rp50 000 000-Rp500 000 000 dan omset sejumlah > Rp300 000 000-Rp2 500 000 000 000. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar. Adapun kriteria usaha menengah yaitu jumlah aset > Rp500 000 000-Rp10 000 000 000 dan jumlah omset > Rp2 500 000 000-Rp50 000 000 000.

UMKM merupakan sektor yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Eksistensi dari UMKM tidak dapat diragukan karena telah memberikan kontribusi dan penggerak perekonomian negara. Akan tetapi UMKM di Indonesia mengalami permasalahan yang cukup banyak, antara lain adalah terbatasnya modal kerja, sumber daya manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Menurut Sudaryanto dan Hanim dalam BKF (2013)9, umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana,

9

(21)

kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis Sikap

Louis Thurstone et al. dalam Azwar (1998) mengartikan sikap sebagai suat bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut menurut Berkowitz dalam Azwar (1998).

Nilai dan opini merupakan hal yang berkaitan dengan sikap. Nilai bersifat lebih mendasar dan stabil sebagai bagian dari ciri kepribadian, sikap bersifat evaluatif dan berakar pada nilai yang dianut dan terbentuk dalam kaitannya dengan suatu objek, sedangkan opini merupakan sikap yang lebih spesifik dan sangat situasional serta lebih mudah berubah.

Konthandapani dalam Azwar (1998) merumuskan tiga komponen yang membentuk sikap adalah komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap, sekali kepercayaan terbentuk maka akan menjadi dasar pengetahuan sesorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Komponen selanjutnya adalah afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Perilaku atau konatif yang merupakan komponen sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Kewirausahaan

Peter F. Drucker dalam Ifham dan Helmi (2002) mendefinisikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap, perilaku individu dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Richard Cantillon dalam Casson et al. (2008), kewirausahaan diartikan sebagai bekerja sendiri (self-employment).

(22)

Sikap Kewirausahaan dan Manusia Modern

Sikap menurut para ahli seperti Chave et al. dalam Azwar (1992) adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Heron dalam Misro dan Kumar (2000) mendefinisikan kewirausahaan adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk bersikap dan berperilaku dengan memanfaatkan sumberdaya ekonomi untuk menciptakan nilai. Sikap kewirausahaan menurut Tawardi (1999) merupakan kesiapan untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki wirausaha.

McClelland dalam Alma Buchari (2008) mengemukakan bahwa beberapa sikap dan tingkah laku manusia, dipenuhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam dirinya. Pada konsepnya mengenai motivasi, dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya. Konsep tingkah laku dikenal dengan Social Motives Theory. Kebutuhan yang dimaksudkan teori tersebut adalah need for achievement, need for affiliation, need for power.

Menurut McClelland dalam Tawardi (1999), ciri sikap kewirausahaan mempunyai kemiripan dengan orang yang memiliki motif berprestasi (need of

achievement) yaitu senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang baik, berani

mengambil risiko pada taraf rata-rata, mempunyai tanggung jawab pribadi, dan senantiasa menginginkan segera umpan balik hasil pekerjaannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki tindakannya di masa depan. Selanjutnya menjelaskan bahwa ciri orang yang memiliki sikap kewirausahaan salah satu diantaranya penuh semangat dan kreatif.

Menurut Meredith et al. (1989), ciri-ciri individu yang memiliki sikap kewirausahaan yaitu fleksible dan supel dalam bergaul, mampu dan dapat memanfaatkan peluang yang ada, memiliki pandangan ke depan, cerdik dan lihai, tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, mempunyai pandangan yang optimis, dinamis, serta mempunyai jiwa kepemimpinan, mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dan teguh dalam pendiriannya, sangat mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan faktor penunjang, memiliki disiplin diri yang tinggi, berani mengambil risiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya.

Teori modernisasi klasik banyak membahas mengenai manusia modern salah satunya adalah yang diungkapkan oleh Inkeles dalam Suwarsono dan So (1994). Ciri-ciri manusia modern adalah terbuka terhadap pengalaman baru yang berarti manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru, memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, percaya terhadap ilmu pengetahuan termasuk percaya pada kemampuan diri, memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi, memiliki rencana jangka panjang, dan ikut berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

(23)

kini dan masa mendatang, menyadari potensi-potensi yang ada pada dirinya dan yakin bahwa potensi tersebut akan dapat dikembangkan, memiliki kepekaan terhadap perencanaan, tidak pasrah pada nasib, percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatan kesejahteraan umat manusia, menyadari dan menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta kehormatan pihak lain.

Ciri-ciri sikap kewirausahaan yang telah dijelaskan oleh McClelland dalam Tawardi (1999) dan Meredith (1989) memiliki kesamaan dengan ciri-ciri manusia modern yang dijelaskan oleh Inkeles dalam Suwarsono dan So (1994). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Ciri-ciri sikap kewirausahaan dan manusia modern

Ciri-ciri sikap kewirausahaan Ciri-ciri manusia modern McClelland (1987) dan

Motivasi berprestasi Motivasi dan semangat berprestasi

Percaya diri Percaya diri

Tanggung jawab pribadi Tanggung jawab individu

Terbuka Aktif dan memiliki kepekaan

Optimis Mandiri

Sumber: Meredith (1989), Soekanto Soerjono (1982), Suwarsono dan So (1994), Tawardi (1999)

Pada Tabel 4 terdapat kesamaan antara ciri-ciri sikap kewirausahaan dengan manusia modern. Adapun kesamaan tersebut adalah berprioritas, berani berisiko, inovatif,kerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri, tanggung jawab. Maka dapat dikatakan bahwa kesamaan dari kedua hal tersebut merupakan modernitas sikap kewirausahaan.

Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha menurut penelitian Dirlanudin (2010) bukanlah sesuatu yang dapat diraih dalam waktu yang sesaat namun memerlukan upaya yang keras, ketekunan, dan kecekatan dalam mengelola usaha tersebut dengan terus membaca lingkungan eksternal sejalan dengan perubahan dan tuntutan para konsumen. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan para pengusaha kecil agro antara lain adalah jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing, keuntungan.

(24)

(jumlah pelanggan), proses bisnis internal (tingkat produksi dan perluasan usaha), dan proses pertumbuhan (kepuasan kerja karyawan).

Steam et al. dalam Burhanudin (2014) yang menggunakan data dari

Global Enterpreneurship Monitor menyimpulkan bahwa wirausaha yang ambisius

memberikan kontribusi lebih kuat untuk pertumbuhan makro ekonomi daripada aktivitas kewirausahaan lainnya. Beragam bagian dari kewirausahaan mulai dari karakterisitik, sikap, dan perilaku dimana kemampuan kewirausahaan yang semakin berkembang akan mempengaruhi keberhasilan usaha yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Steinhoff & Burgess dalam Wijayanto10 mengemukakan bahwa keberhasilan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah memiliki visi dan tujuan bisnis, berani mengambil risiko dan uang, mampu menyusun perencanaan usaha, mengorganisir sumber daya, dan implementasinya, sanggup bekerja keras, mampu membangun hubungan dengan pelanggan, tenaga kerja, pemasok, dan sebagainya, serta memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Pengangguran merupakan salah satu problematika besar yang terjadi di negara berkembang khususnya di Indonesia pada sektor ekonomi. Hal ini disebabkan karena jumlah populasi penduduk Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang disediakan. Jumlah lapangan kerja di Indonesia semakin terbatas sehingga menyebabkan peningkatan pada jumlah pengangguran. Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha yang akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Kewirausahaan tidak terlepas kaitannya dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor UMKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UMKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UMKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan keberhasilan usaha.

Salah satu UMKM sektor pengolahan yang berperan dalam menyumbang pendapatan daerah Kabupaten Bogor adalah tempe dan tahu. Ketika terjadi lonjakan harga kedelai, beberapa pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang ada di Kabupaten Bogor berhenti melakukan produksi secara sementara. Hal tersebut dikarenakan tingginya biaya produksi tidak sesuai dengan penerimaan yang didapatkan dan jumlah produksi yang menurun. Permasalahan tersebut disebabkan karena pengelolaan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha masih

10

(25)

belum optimal ketika mengalami perubahan harga bahan baku produksi. Keadaan itu didukung dengan sistem usaha yang masih konvensional, kemampuan kewirausahaan dari pelaku usaha yang masih belum optimal, dan kesulitan mendapatkan bahan baku dengan harga yang sesuai.

Kemampuan kewirausahaan dari para pelaku UMKM harus ditingkatkan. Ketika terjadi lonjakan harga bahan baku, permintaan yang fluktuatif maupun permasalahan internal dalam usahanya, pelaku usaha dapat mengatasi secara cepat dan tepat. Wujud dari kemampuan kewirausahaan adalah sikap yang dimiliki oleh pelaku usaha. Sikap kewirausahaan merupakan faktor internal dari seorang wirausaha. Faktor internal ini mempengaruhi perilaku dalam mewujudkan keberhasilan usaha yang terdiri dari kemauan dan kemampuan. Sedangkan, kesempatan dan peluang merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi faktor internal yang berujung pada keterkaitan dalam pencapaian keberhasilan suatu unit usaha, begitu juga pada UMKM pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu di Kabupaten Bogor.

Pada penelitian ini menganalisis modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu. Modernitas sikap kewirausahaan merupakan suatu pola perilaku modern yang dimiliki oleh seorang wirausaha dengan mengacu pada pandapat beberapa ahli yaitu McClelland dalam Tawardi (1999), Meredith (1989), Inkeles dalam Suwarsono dan So (1994), Soekamto Soerjono (1982). Berdasarkan kesamaan ciri-ciri sikap kewirausahaan dengan manusia modern, dapat dikatakan bahwa modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari beberapa atribut yaitu:

Keberhasilan usaha dijelaskan dari ada atau tidaknya konsumen yang komplain kepada pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dari, kesetiaan konsumen membeli produk tempe dan tahu setiap harinya, dan usaha tersebut memberikan keuntungan atau tidak dari kisaran jumlah profit yang didapatkan setiap bulannya. Pengaruh modernitas sikap kewirausahaan dari pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu terhadap keberhasilan usaha dianalisis menggunakan

Partial Least Square.

Hipotesis

H0 : Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tempe tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil menengah.

(26)

H0 : Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tahu tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil menengah.

H2 : Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tahu berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil menengah.

Gambar 1 Bagan dari kerangka pemikiran operasional Kewirausahaan pada sektor UMKM dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

UMKM pengolahan kedelai (tahu dan tempe) sebagai penyumbang PDB Kabupaten Bogor.

UMKM pengolahan kedelai (tahu dan tempe) mengalami permasalahan dalam menjalankan usahanya seperti kenaikan harga kedelai dan pencapaian target usaha.

Sikap kewirausahaan yang modern dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan dan pencapaian target usaha.

(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 14 wilayah pelayanan (kecamatan) di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Bogor banyak terdapat

UMKM pembuatan tempe dan tahu menurut data dari KOPTI Kabupaten Bogor 2012. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan dari bulan Desember sampai dengan Februari 2013.

Metode Penentuan Sampel

Responden dari penelitian ini adalah 65 unit UMKM pembuatan tempe dan tahu yang terdiri dari 32 pelaku usaha pembuatan tempe dan 33 pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel atau pemilihan responden dengan menggunakan metode simple random sampling secara proporsional. Jumlah sampel didapatkan dari jumlah pelaku usaha tempe dan tahu di setiap wilayah pelayanan (kecamatan) dibandingkan dengan jumlah seluruh populasi pelaku usaha tempe dan tahu dikalikan dengan jumlah minimal sampel statistik. Teknik tersebut sudah tepat karena pengambilan sampel secara acak dan proporsional di setiap wilayah pelayanan (kecamatan) dapat menggambarkan modernitas sikap kewirausahaan dari para pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor serta pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha.

Desain Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dapat memberikan gambaran mengenai modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha, serta membantu dalam melihat pengaruhnya dengan keberhasilan usaha. Selain itu, prosedur dan teknik penelitian menggunakan metode kasus. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara rinci tentang modernitas sikap kewirausahaan serta pengaruhnya dengan keberhasilan usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor.

Data dan Instrumentasi

(28)

(internet). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, penyimpan data elektronik, dan alat pencatat.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi wawancara dan observasi lapang yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner untuk memperoleh data secara utuh yang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Selain itu, kuesioner digunakan untuk mendapatkan data dari pelaku usaha terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki. Setiap pengisian kuesioner peneliti melakukan pendampingan untuk mengantisipasi adanya kesulitan atau kesalahpahaman dalam mengartikan pertanyaan kuesioner. Pendampingan yang dilakukan dalam setiap pengisian kuesioner juga dimaksudkan untuk mencari informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner.

Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi selama penelitian. Sedangkan data kuantitatif diperoleh berupa data anggota pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu, data profit dan nilai penjualan serta data penilaian modernitas sikap kewirusahaan yang dimiliki masing-masing pelaku usaha.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan modernitas sikap kewirausahaan yang ada pada diri pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor serta bagaimana kondisi UMKM tersebut. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah menggunakan software computer Microsoft Excel dan Partial Least

Square.

Data yang diperoleh melalui penelitian terlebih dahulu melewati proses

scoring dan codding. Codding adalah proses pemberian kode atau simbol pada

setiap kategori jawaban responden untuk menyederhanakan jawaban responden dalam bentuk simbol atau kode tertentu agar lebih mudah dalam menganalisisnya.

Scorring meliputi proses penyederhanaan jawaban responden yang dibuat

konsisten dalam bentuk ordinal pada masing-masing jawaban pertanyaan.

Analisis Deskriptif

(29)

Analisis PLS (Partial Least Square)

Pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan usaha dapat dianalisis menggunakan PLS (Partial Least Square). Menurut Latan dan Ghozali (2012), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. PLS merupakan metode analisis yang tidak didasarkan pada banyak asumsi, misalnya data harus terdistrbusi normal dan sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif. Apabila dibandingkan dengan CBSEM (Covariance Based Structural Equation

Model), PLS menghindari dua masalah serius yaitu inadminisable dan factor

indeterminancy. Perbandingan antara PLS dengan CBSEM dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan PLS dengan CBSEM

Kriteria PLS CBSEM

Menurut Latan dan Ghozali (2012) tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model Path Modelling Partial Least Square pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(30)

Path Modelling Partial Least Square dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel laten. Atribut-atribut yang mencerminkan modernitas sikap kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Atribut yang mencerminkan modernitas sikap kewirausahaan

Variabel Laten Indikator Keterangan

Modernitas Sikap Kewirausahaan X1 Mengetahui prioritas utama X2 Bersedia menanggung risiko X3 Keinovatifan

X4 Kerja keras

X5 Menghargai waktu X6 Motivasi berprestasi X7 Percaya Diri

X8 Tanggung jawab individual

Keberhasilan usaha pada penelitian ini merupakan variabel laten yang terdiri dari beberapa atribut. Atribut-atribut yang mencerminkan keberhasilan usaha dari model Path Modelling Partial Least Square penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Atribut yang mencerminkan keberhasilan usaha

Variabel Laten Indikator Keterangan

Keberhasilan Usaha Y1 Kepuasan

Y2 Peningkatan jumlah konsumen

Y3 Profit

Definisi Operasional

Modernitas sikap kewirausahaan merupakan suatu pola perilaku modern yang dimiliki oleh seorang wirausaha. Atribut dari modernitas sikap kewirausahaan adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui prioritas utama adalah sikap yang mengacu pada kemampuan dalam mengetahui prioritas utama yang dianggap lebih penting dalam menjalankan usahanya.

2) Bersedia menanggung risiko adalah sikap yang mengacu pada kemampuan dalam mengambil risiko usaha dengan mengetahui peluang keberhasilan dan kegagalan dalam menjalankan usahanya.

3) Keinovatifan adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang terbuka dengan hal-hal yang baru, berusaha mencari tahu mengenai hal yang dianggap baru mengenai usaha yang dijalankan.

(31)

semua pekerjaan selesai dilakukan dan tidak hanya mengandalkan keberuntungan saja.

5) Menghargai waktu adalah sikap yang mengacu pada kemampuan dalam menggunakan dan memanfaatkan waktu untuk kegiatan yang bermanfaat serta berhubungan dengan kegiatan usahanya.

6) Motivasi berprestasi adalah sikap yang mengacu pada keinginan mencapai suatu prestasi khususnya dalam pencapaian keberhasilan usaha dan menghindari suatu kegagalan.

7) Percaya diri adalah sikap yang mengacu pada sikap percaya terhadap kemampuan dan keahlian yang ada pada diri sendiri, tidak memiliki keraguan dalam melakukan suatu hal khususnya dalam menjalankan usaha dan selalu optimis bahwa usaha yang dijalankan akan mencapai keberhasilan.

8) Tanggung jawab individual adalah sikap yang mengacu pada kemampuan individu yang sadar akan tingkah laku yang dilakukan dengan menanggung segala sesuatu mengenai kebaikan dan keburukan yang akan didapatkan.

9) Kepuasan adalah pengukuran terhadap tingkat pelayanan barang maupun jasa yang diberikan kepada konsumen dari sudut pandang pelaku usaha. 10)Peningkatan jumlah konsumen adalah jumlah konsumen yang meningkat

dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa yang diperjual belikan oleh pelaku usaha.

11)Profit adalah hasil yang didapatkan dari penjualan barang maupun jasa oleh pelaku usaha.

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum KOPTI Kabupaten Bogor

KOPTI merupakan singkatan dari Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia. KOPTI Kabupaten Bogor didirikan pada tanggal 2 November 1980 yang memiliki visi menjadi koperasi yang andal dan tangguh yang memiliki hubungan erat dengan anggotanya, sedangkan misinya adalah menjalankan usaha dengan cermat dan saling memberikan manfaat serta melayani dengan kesungguhan hati serta menjadi panutan dalam melaksanakan tata kelola yang baik.

(32)

Tabel 8 Anggota KOPTI yang berada di wilayah Kabupaten Bogor

No Wilayah Palayanan Jumlah Anggota Presentase (%)

1 Ciseeng 101 11.00

Sumber: KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2012 (diolah)

Berdasarkan daftar anggota pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu tersebut, KOPTI Kabupaten Bogor menyalurkan kedelai kurang lebih sebanyak 500 ton kedelai per bulan. Aktivitas bidang usaha KOPTI Kabupaten Bogor memiliki unit usaha produktif yaitu sebagai penyedia kacang kedelai bagi pelaku usaha pengolahan kedelai, penyedia layanan simpan pinjam bagi anggota KOPTI, penyedia peralatan produksi bagi pelaku usaha tempe dan tahu (antara lain adalah mesin pemecah kedelai dan dandang perebusan kedelai), penyedia jasa angkutan barang yang digunakan untuk mendistribusikan kedelai, penyedia layanan usaha sewa tempat yaitu lahan kosong yang disewakan untuk dibangun minimarket dan kios. Selain unit usaha, KOPTI juga melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kualitas dari hasil produksi tempe dan tahu para pengrajin diantaranya adalah memberikan penyuluhan kepada pelaku usaha tempe dan tahu bagaimana cara memproduksi tempe dan tahu dengan baik, membuat kemasan plastik yang menarik untuk menarik para pelanggan karena para pelaku usaha tempe dan tahu banyak mengeluh terhadap ketersediaan plastik yang digunakan untuk membungkus tempe dan tahu.

KOPTI Kabupaten Bogor membangun Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang merupakan pabrik percontohan tempe yang memiliki standar HACCP

(Hazard Analysis and Critical Control Points). RTI KOPTI Kabupaten Bogor

(33)

Gambaran Umum Industri Pengolahan Kedelai

Kedelai dapat diolah menjadi dua jenis produk yaitu produk olahan fermentasi dan non-fermentasi. Produk pangan olahan kedelai yang utama dan populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk non-fermentasi seperti tahu, susu, daging tiruan

(meat analog).

Secara umum industri pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor didominasi dengan pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu. Pengolahan tempe dan tahu dilakukan di pabrik-pabrik kecil yang sering disebut dengan industri rumah tangga yang tidak terlalu besar, tenaga kerja yang tidak terlalu banyak maksimal 8 orang pekerja, teknologi yang tidak terlalu modern karena masih menggunakan cara tradisional dalam melakukan pembuatan tempe dan tahu.

Industri Pembuatan Tempe

Industri pembuatan tempe merupakan industri yang mampu menyerap tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun pemasaran. Industri pebuatan tempe di Kabupaten Bogor secara keseluruhan merupakan industri skala rumah tangga. Berdasarkan data dari KOPTI Kabupaten Bogor (2012), jumlah pelaku usaha pembuatan tempe yang terdaftar sejumlah 588 orang yang tersebar di 14 wilayah pelayanan (kecamatan). Pada umumnya bentuk usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor merupakan usaha perseorangan. Pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor menggunakan teknologi yang masih konvensional. Tenaga kerja yang dipekerjakan maksimal adalah delapan orang untuk usaha yang cukup besar. Akan tetapi, sebagian besar untuk usaha pembuatan tempe memiliki tenaga kerja 2-4 orang.

Berdasarkan penelitian di lapang, industri pembuatan tempe menggunakan peralatan yang sederhana yaitu sebagai berikut :

1) Kompor minyak atau tungku tanah liat

Kompor atau tungku ini digunakan untuk merebus kedelai. Pemilihan kompor dan tungku disesuaikan dengan ketersediaan bahan bakar dan jenis produksi. Pelaku usaha pembuatan tempe skala rumah tangga lebih memilih menggunakan tungku bakar yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya akan lebih hemat dan dapat menekan biaya produksi dibandingkan menggunakan kompor minyak tanah atau gas. 2) Panci besar atau drum

Panci atau drum digunakan untuk tempat merebus kedelai. Pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor menggunakan drum dengan ukuran yang disesuaikan dengan jumlah produksi tempe yang akan dihasilkan. 3) Mesin penggiling atau pemecah kedelai

Mesin penggiling atau pemecah kedelai digunakan untuk mengupas kulit dan memecah kedelai bahan pembuatan tempe. Pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor menggunakan mesin penggiling yang masih sederhana dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.

4) Sendok kayu besar dan tampah

(34)

peragian, yaitu setelah kedelai direbus dan didiamkan terlebih dahulu untuk ditaburi ragi.

5) Keranjang bambu

Keranjang bambu digunakan sebagai saringan ketika hendak menyaring dan memisahkan kedelai dari kulitnya. Pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor menggunakan keranjang bambu yang rapat, sehingga kedelai tidak lolos atau keluar dari keranjang bambu tersebut ketika digunakan untuk menyaring.

Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan tempe adalah kacang kedelai, ragi tempe, plastik atau daun yang digunakan pada waktu membungkus atau mencetak tempe yang sudah melalui tahap peragian. Berdasarkan penelitian di lapang, pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor melakukan tahapan pembuatan tempe dengan proses yang sama. Tahapan pembuatan tempe tidak terlalu sulit dilakukan, yang terdiri dari beberapa langkah yaitu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses Pembuatan Tempe

Proses produksi pembuatan tempe diawali dengan membersihkan kedelai dengan melakukan perendaman untuk menyeleksi kotoran, kerikil, maupun kedelai yang rusak. Setelah kedelai dicuci bersih, kedelai direbus selama kurang lebih 4-6 jam. Kemudian kedelai tersebut direndam selama 24 jam agar kedelai mengembang dan terlepas dari kulitnya. Pelaku usaha pembuatan tempe di Kabupaten Bogor yang memiliki mesin penggiling melakukan pengelupasan kulit dengan menggunakan mesin tersebut. Selanjutnya dilakukan perebusan kedelai untuk kedua kalinya untuk menghilangkan kotoran, bau, dan bakteri yang mungkin masuk ketika proses perendaman atau penggilingan. Setelah tahap tersebut, langkah yang dilakukan adalah menyaring kedelai dari air rebusan dan ditempatkan di tampah secara merata kemudian dilakukan proses peragian pada kondisi kedelai mulai mengering dan dalam kondisi hangat. Kemudian dilakukan proses pencetakan dan pengemasan kedelai dalam plastik maupun daun. Proses terakhir yaitu pemeraman dengan meletakkan kedelai yang telah dikemas dalam kotak berukuran 50x50 cm yang sisi-sisinya tertutup selama 24 jam.

Sejumlah 29 orang pelaku usaha pembuatan tempe memproduksi tempe dengan kemasan plastik, sedangkan tiga orang pelaku usaha pembuatan tempe yang memproduksi tempe dengan kemasan daun dan plastik. Penggunaan daun

Mencuci bersih kedelai Merebus kedelai

Merendam kedelai yang sudah direbus menggunakan air bersih selama 24 jam

Proses peragian

Merebus kedelai untuk kedua kalinya dan menyaring kedelai tersebut

(35)

sebagai kemasan masih digunakan karena didasarkan pada permintaan dari konsumen.

Industri Pembuatan Tahu

Industri pembuatan tahu merupakan industri pengolahan yang umumnya berskala kecil atau rumah tangga. Terdapat 327 usaha pembuatan tahu yang terdaftar pada KOPTI Kabupaten Bogor (2012). Sama seperti industri pembuatan tempe, industri pembuatan tahu hampir keseluruhan merupakan usaha perseorangan. Perbedaannya adalah tenaga kerja yang dipekerjakan maksimal sejumlah sepuluh orang, tetapi rata-rata jumlah pekerja yang bekerja dalam usaha pembuatan tahu berkisar antar 4-7 orang. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan pada usaha pembuatan tempe.

Perbedaan yang dapat dilihat antara usaha pembuatan tempe dengan tahu adalah alat atau teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan penelitian di lapang, alat yang digunakan untuk proses pembuatan tahu di Kabupaten Bogor secara keseluruhan adalah sebagai berikut :

1) Timbangan dan takaran

Timbangan digunakan untuk mengukur berat kedelai yang akan digunakan. Alat yang termasuk takaran adalah gelas ukur yang digunakan untuk menakar air.

2) Alat untuk menjemur

Alat yang digunakan untuk menjemur kedelai adalah pelat alumunium dan tampah. Alumunium banyak dipakai untuk menjemur kedelai karena alumunium termasuk logam penghantar serta pemantul panas yang baik. Lamanya penjemuran kedelai sekitar 2-3 hari. Kedelai yang dijemur akan cepat mengering. Hal ini disebabkan kedelai mendapat panas dari semua penjuru hingga lebih cepat kering.

3) Bak perendaman kedelai

Sebelum digiling, biasanya kedelai direndam terlebih dahulu di dalam bak. Hal ini dilakukan agar kedelai lebih lunak, sehingga mempermudah dalam penggilingan. Bak perendaman kedelai terbuat dari semen. Selain itu, dapat juga digunakan bak plastik berukuran besar. Bak plastik banyak digunakan karena dapat dengan mudah dipindahkan.

4) Penggiling kedelai

Pelaku usaha pembuatan tahu pada umumnya telah memiliki mesin penggiling kedelai. Penggunaan mesin penggiling kedelai bertujuan untuk menghasilkan kedelai yang halus.

5) Bak penampung

Bak penampung dipakai guna menampung bubur kedelai hasil penggilingan. Bak ini umumnya dilengkapi dengan pengukur isi. Oleh sebab itu, semua bubur kedelai hasil penggilingan bisa diketahui isinya. 6) Alat perebus bubur kedelai

(36)

7) Bak penggumpalan protein

Bak ini biasa dipakai berdekatan dengan bak perebusan supaya kerjanya lebih cepat dan mudah. Bak ini terbuat dari semen dan ukuran volumenya sama dengan bak perebusan bubur kedelai. Bagian bawah bak penggumpalan protein bentuknya menyerupai wajan.

8) Bak penyimpanan cairan bekas

Bak penyimpanan cairan bekas bisa dibuat dari semen atau dari plastik seperti jerigen plastik. Letak bak penyimpanan cairan bekas harus berdekatan dengan bak penggumpalan protein.

9) Kain saring

Kain saring yang digunakan dapat berupa kain putih yang ditenun jaring. Tujuan penggunaan kain saring untuk memisahkan cairan sari kedelai dengan ampasnya. Setiap ujung kain dipasang kawat gantungan, lalu dikaitkan pada ujung-ujung kayu yang bersilangan. Pasangan kayu silang dan kain tersebut digantungkan menggunakan rantai besi, letaknya tepat di atas bak penggumpal tahu.

10)Cetakan tahu

Cetakan tahu berbentuk lempengan dan petak-petak kecil. Cetakan ini digunakan pada saat menuangkan bubur kedelai.

Bahan yang dibutuhkan untuk proses pembuatan tahu adalah kedelai, biang tahu, asam cuka, garam, kunyit. Berdasarkan penelitian di lapang, tahapan pembuatan tahu yang dilakukan oleh pelaku usaha di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu diawali dengan mencuci kedelai menggunakan air bersih untuk memisahkan kedelai dari kotoran. Setelah melalui proses pencucian, maka kedelai harus direndam dalam air bersih selama 3-4 jam. Kemudian dilakukan proses pembilasan, lalu penggilingan dengan menggunakan mesin penggiling hingga kedelai tersebut halus. Kedelai yang sudah digiling selanjutnya

(37)

direbus hingga matang. Setelah melalui proses perebusan maka akan terbentuk bubur kedelai cair. Langkah berikutnya adalah mengambil sari tahu dari bubur kedelai cair dengan memindahkannya ke wadah lain yang telah dilapisi kain saringan. Sari tahu yang merupakan hasil dari proses penyaringan dieendapkan dengan menggunakan air cuka dan batu tahu. Setelah sari tahu mengendap, dilakukan pembentukan tahu menggunakan alat cetak. Tahu yang dihasilkan adalah tahu putih.

Terdapat 15 pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor yang memproduksi tahu kuning, maka dari itu dilakukan proses tambahan dengan merendam tahu dalam air kunyit. Setelah tahu dicetak, dapat dilakukan proses pengemasan sesuai kemasan yang diinginkan. Pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor sekitar sepuluh orang menghasilkan tahu yang sudah digoreng bukan berupa tahu mentah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden berisi mengenai gambaran umum identitas responden. Adapun objek penelitian yang ditetapkan adalah usaha mikro dan kecil pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor yang merupakan anggota KOPTI Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara tatap muka kepada 65 responden yang terdiri dari 32 orang pelaku usaha pembuatan tempe dan 33 orang pelaku usaha pembuatan tahu. Berdasarkan 65 kuesioner yang terkumpul, dapat dilihat identitas responden berdasarkan wilayah, jenis kelamin, usia, dan pendidikan.

Sebaran Responden Berdasarkan Wilayah

Penyajian sebaran responden dibagi menjadi 14 kategori berdasarkan wilayah pelayanan (kecamatan) di Kabupaten Bogor yang terdapat usaha pembuatan tempe dan tahu. Berdasarkan frame sampling dari KOPTI Kabupaten Bogor 2012, responden untuk pelaku usaha pembuatan tempe adalah 32 orang, sedangkan untuk pelaku usaha pembuatan tahu berjumlah 33 orang yang tersebar di 14 wilayah pelayanan (kecamatan) dengan proporsi yang berbeda. Proporsi tersebut didasarkan pada jumlah pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di setiap wilayah pelayanan (kecamatan) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu.

(38)

Tabel 9 Jumlah responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu berdasarkan wilayah pelayanan (kecamatan) di Kabupaten Bogor

Daerah

Berdasarkan tabel jumlah responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor, dapat dilihat sebaran jumlah responden setiap wilayah pelayanan (kecamatan) yang dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor. Hal tersebut dilakukan agar sebaran respondennya merata, karena di setiap wilayah pelayanan memiliki jumlah pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang berbeda-beda.

Jumlah responden pelaku usaha tempe terbanyak diambil dari wilayah pelayanan (kecamatan) Citeureup yaitu sejumlah sepuluh orang, karena jumlah pelaku usaha pembuatan tempe di wilayah tersebut memiliki jumlah terbanyak secara keseluruhan dibandingkan wilayah pelayanan lainnya. Cibungbulang merupakan wilayah pelayanan (kecamatan) yang tidak terdapat pelaku usaha pembuatan tempe karena pada wilayah pelayanan (kecamatan) tersebut hanya terdapat pelaku usaha pembuatan tahu saja. Jumlah responden pelaku usaha pembuatan tahu terbanyak diambil dari wilayah pelayanan (kecamatan) Ciseeng yaitu sejumlah tujuh orang. Rata-rata jumlah responden yang diambil setiap wilayah pelayanan (kecamatan) sekitar 1-5 orang untuk responden pelaku usaha pembuatan tempe dan 1-4 orang untuk responden pelaku usaha pembuatan tahu.

Jenis Kelamin

(39)

sebagian besar juga didominasi oleh laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembuatan tempe dan tahu banyak dimiliki oleh pelaku usaha berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Jumlah responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu berdasarkan jenis kelamin

Jenis

Kelamin Pelaku usaha pembuatan tempe Pelaku usaha pembuatan tahu

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zimmerer dalam Alma Buchori (2009), laki-laki memiliki sekitar 2/3 dari semua bentuk usaha di Amerika. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan hasil penelitian di lapang bahwa lebih dari 2/3 usaha pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu dimiliki oleh pelaku usaha laki-laki. Maka dari itu dapat diindikasikan bahwa pelaku usaha laki-laki lebih memiliki modernitas sikap kewirausahaan dalam menjalankan suatu usaha dibandingkan dengan perempuan.

Usia Responden

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden memiliki usia yang beragam. Sebanyak setengah dari jumlah keseluruhan pelaku usaha pembuatan tempe berada pada kisaran umur 41-50 tahun. Hanya sebagian kecil usaha tempe dimiliki oleh responden pada kisaran umur 20-30 tahun dan 51-60 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pembuatan tempe banyak dimiliki oleh pelaku usaha pada kisaran umur 41-50 tahun.

Pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor memiliki umur yang beragam. Berbeda pada usaha pembuatan tempe, pelaku usaha pembuatan tahu sebagian besar memiliki umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun. Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dapat dilihat pada Tabel 11.

(40)

Tabel 11 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu berdasarkan usia responden

Usia Pelaku usaha pembuatan tempe Pelaku usaha pembuatan tahu Jumlah (orang) Presentase (%) Jumlah (orang) Presentase (%)

20-30 2 6.00 4.00 12.00

31-40 12 38.00 9.00 28.00

41-50 16 50.00 9.00 28.00

51-60 2 6.00 7.00 21.00

61-70 0 0.00 3.00 9.00

71-80 0 0.00 1.00 2.00

Total 32 100.00 33 100

Pendidikan

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor diklasifikasikan menjadi tiga jenjang pendidikan yaitu SD, SMP, dan SMA. Berdasarkan penelitian di lapang, pelaku usaha pembuatan tempe hanya sebagian kecil berpendidikan lulusan SMA. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha pembuatan tempe berpendidikan lulusan SD dan SMP.

Terdapat perbedaan dengan usaha pembuatan tempe, pelaku usaha pembuatan tahu sebagian besar berpendidikan SMP. Dibandingkan dengan pelaku usaha pembuatan tempe, pelaku usaha pembuatan tahu memiliki pendidikan lulusan SMP lebih banyak. Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu berdasarkan pendidikan

Pendidikan Pelaku usaha pembuatan tempe Pelaku usaha pembuatan tahu Jumlah (orang) Presentase (%) Jumlah (orang) Presentase (%)

SD 14 44.00 14 42.00

SMP 14 44.00 15 46.00

SMA 4 12.00 4 12.00

Total 32 100.00 33 100.00

Gambar

Tabel 1  Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan usaha besar
Tabel 3  Anggota KOPTI Kabupaten Bogor  per wilayah pelayanan tahun 2012
Tabel 4  Ciri-ciri sikap kewirausahaan dan manusia modern
Gambar 1  Bagan dari kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efendi ± Rohidin Mersyah sebagai pasangan calon bupati dan calon wakil bupati dalam pemungutan suara ulang Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2010. h)

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menguji besarnya setiap hubungan kausal antara variabel pengaruh kompetensi etika dan kemampuan pengguna sistem informasi akuntansi

Hasil evaluasi kualitas sediaan gel menunjukkan bahwa kedua formula gel dari bahan aktif yang berbeda memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan sebagai sediaan gel yang

Perilaku penggunaan sabuk keselamatan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Health Belief Model yang memandang penggunaan sabuk keselamatan sebagai tindakan pencegahan kecela-

Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian  pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang. ditetapkan dalam perjanjian

Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P & K juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan PLH di

Manajemen waktu yang terdapat dalam proyek ini dapat dikatakan masih belum begitu baik, hal ini dapat dilihat dari adanya kesimpangan antara jadwal yang direncanakan dengan

Rafa Mandiri yang berjalan saat ini dimulai karyawan mendatangi bagian personalia untuk meminta kertas absen untuk melakukan absen masuk, karyawan mengisi data di kertas absen