• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU

YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN

PENYEBERANGAN MERAK

MELANI WAHYU ADININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Melani Wahyu Adiningsih

(3)

ABSTRACT

MELANI WAHYU ADININGSIH. Microbiological Aspect of Frozen Chicken Meat Transported through Merak Port. Under direction of TITIEK SUNARTATIE and USAMAH AFIFF

Chicken meat was an ideal medium for many organisms especially bacterias, perishable food and potentially hazardous food. The research was conducted to determine microbiological quality of frozen chicken meat transported through Merak Port. Referring to the technical requirements of microbial contamination in frozen chicken meat issued by National Standardization Agency, the microbial contamination should below 1 x 104 cfu/g for total plate count,5 x 101 mpn/g for

Escherichia coli, 1 x 102 cfu/g for Staphylococcus aureus and should be negative for

Salmonella. Fifty three samples of frozen chicken meat were collected during the survey. All samples were subjected to the following examinations: total plate count (TPC), enumerations of E. coli, S. aureus and the presence of Salmonella. The result of this investigations showed that most of the frozen chicken meat transported through Merak Port have average 80.125% greater than standard for TPC, 24.725% for E. coli, 76.125% for S. aureus and 2.775% for Salmonella sp. The result also showed that there was indirect correlation between driver education with E. coli dan

S. aureus and vehicle cleanness with E. coli dan Salmonella.

Key words : microbial contamination, frozen chicken meat, total plate count, E. coli,

(4)

RINGKASAN

MELANI WAHYU ADININGSIH. Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Dibimbing oleh TITIEK SUNARTATIE dan USAMAH AFIFF

Perkembangan perekonomian dewasa ini makin meningkat, sehingga permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga makin meningkat. Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di masyarakat. Selain itu, daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik dan mempunyai banyak kelebihan. Frekuensi daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak sangat tinggi. Selama tahun 2007, jumlah daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah sejumlah 3.035.753 kg dengan frekuensi 459 kali.

Bahan pangan asal hewan (daging, telur, susu) serta olahannya merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya sebagai bahan pangan yang mudah rusak. Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena agen infeksi dan atau toksin yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan.

Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus,

Escherichia coli, Clostridium botulinum, Camphylobacter sp.

Dalam proses produksi daging ayam, dapat dipastikan setiap perusahaan menerapkan standar mutu sehingga diharapkan daging ayam yang dihasilkan bebas dari mikroba yang dapat mencemarinya. Tetapi selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan, penyimpanan dan penyajian, daging ayam mungkin terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 tahun 2001 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, disebutkan bahwa jumlah total kuman (Total Plate Count) pada daging ayam beku adalah 1 x 104 cfu/g, jumlah bakteri E. coli 5 x 101 mpn/g, jumlah bakteri S. aureus

1 x 102 cfu/g dan bakteri Salmonella pada daging harus negatif.

Semua komoditi pertanian dalam hal ini hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan antar area di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan salah satu tugas karantina di bidang keamanan hayati (pangan) asal hewan. Sehubungan dengan hal itu, penentuan tentang aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif perlu dibuktikan dengan uji laboratorium.

(5)

Medik Departemen IPHK Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP).

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kuantitatif dan kualitatif yang mengacu kepada Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration, AOAC International. Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji asosiasi x2 (chi–square) untuk mengetahui adanya asosiasi antara aspek mikrobiologis dengan data kondisi daging ayam beku, alat angkut dan profil pengemudi.

Daging ayam beku yang diambil sebagai sampel asal dari Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang menunjukkan kemasan yang utuh, rapi dan bersih (100%). Semua sampel dikemas dengan plastik tertutup. Sampel daging ayam beku yang diambil mempunyai warna dan bau khas daging ayam (100%). Alat angkut yang digunakan berupa mobil boks berpendingin dengan suhu rata-rata -200C. Delapan puluh persen alat angkut yang digunakan dalam kondisi bersih.

Pengemudi alat angkut daging ayam beku rata-rata berpendidikan SMP (46.67%), SD (26.67%) dan lulusan SMA (26.67%). Pengetahuan tentang higiene daging, pengemudi dari ke-4 daerah asal 73.33% menyatakan tidak tahu, sementara yang mengaku tahu sebanyak 26.67%.

Sampel dari daerah Bogor memiliki rata-rata jumlah total kuman tertinggi, yaitu 1.00 x 108 ± 1.50 x 107 cfu/g dan jumlah total kuman terendah berasal dari daerah Jakarta yaitu sebesar 3.19 x 106 ± 2.13 x 106 cfu/g. Berdasarkan standar SNI 01-6366-2000, rata-rata jumlah total kuman(TPC) sampel daging ayam yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang semuanya melebihi batas cemaran mikroba yang diperbolehkan ada dalam bahan makanan asal hewan yaitu sebesar 1 x 104 cfu/g.

Hasil pengujian E. coli dalam daging ayam beku menunjukkan bahwa sampel dari daerah Serang memiliki rata-rata tingkat cemaran tertinggi yaitu sebesar 6.45 ± 2.25 Mpn/g. Sampel dari ke 4 daerah asal secara rata-rata memiliki tingkat cemaran

E. coli di bawah batas SNI 01-6366-2000.

Hasil analisis terhadap cemaran S. aureus menunjukkan bahwa sampel dari daerah Jakarta memiliki rata-rata tingkat cemaran tertinggi, yaitu sebesar 1.00 x 108 ± 2.50 x 107 cfu/g dan yang terendah adalah sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Serang yaitu sebesar 9.64x102 ± 3.32x102 cfu/g. Namun secara rata-rata sampel dari setiap daerah melebihi batas SNI 01-6366-2000 yaitu sebesar 1 x 102 cfu/g.

Sementara pengujian terhadap keberadaan Salmonella menunjukkan bahwa hanya 2 sampel yang berasal dari daerah Serang yang tercemar Salmonella.

Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Bogor memiliki jumlah total kuman (TPC) di atas standar SNI 01-6366-2000, kemudian berturut-turut diikuti dengan sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Serang (94.4%), Bekasi (63.6%) dan Jakarta (62.5%).

(6)

Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari Serang memiliki cemaran S. aureus melebihi batas yang diperbolehkan berdasarkan SNI 01-6366-2000. Kemudian diikuti sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Jakarta 87.55%, Bogor 62.5% dan Bekasi 54.5%. Sementara sampel daging ayam beku yang tercemar Salmonella hanya berasal dari daerah Serang yaitu sebesar 11.1%.

Hubungan antara tingkat cemaran mikroba dengan kondisi daging ayam beku, alat angkut dan profil pengemudi menunjukkan adanya hubungan (p<0.05) antara pendidikan dengan tingkat cemaran E. coli, namun hubungan yang terjadi tidak terlalu besar (0.395). Selain itu dapat juga dilihat adanya hubungan (p<0.05) antara peubah pendidikan dengan jumlah cemaran S. aureus, namun hubungan yang terjadi juga tidak kuat yaitu sebesar 0.100. Sementara pada peubah pengetahuan tentang higiene daging tidak ditemukan adanya hubungan dengan TPC, E. coli, S. aureus

maupun dengan Salmonella, selain itu, terlihat adanya hubungan antara peubah kebersihan alat angkut dengan tingkat cemaran E. coli namun hubungan yang terjadi tidak terlalu besar (- 0.342). Didapatkan juga hubungan (p<0.05) antara peubah kebersihan alat angkut dengan cemaran Salmonella, namun hubungan yang terjadi kurang kuat yaitu sebesar 0.347.

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU

YANG DILALULINTASKAN MELALUI

PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK

MELANI WAHYU ADININGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak

Nama : Melani Wahyu Adiningsih NIM : B251064044

Disetujui Komisi Pembimbing

drh. Titiek Sunartatie, M.S. drh. Usamah Afiff, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2008 ini adalah cemaran mikroba pada daging ayam, dengan judul Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak.

Penghargaan yang setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu drh. Titiek Sunartatie, M.S. dan bapak drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku komisi pembimbing serta bapak Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak drh. Bambang Haryanto, M.M. (Kepala SKH Kelas II Merak) dan bapak drh. Agus Sunanto, M.P. (Kepala BKP Cilegon) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman di BKP Cilegon yang penuh pengertian dengan kesibukan penulis selama kuliah di IPB, serta rekan-rekan ”seperjuangan” kelas khusus karantina hewan atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu dan Ibu Mertua atas segala doanya. Suamiku tercinta mas Aat, permata-permata hatiku Nauval, Nafis dan Shafin atas segala pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

(12)

RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR ISI

Hubungan Tingkat Cemaran Mikroba dengan Kondisi Daging Ayam, Alat Angkut dan Profil Pengemudi ... 42

SIMPULAN DAN SARAN ... .. 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba daging... 6

2 Hasil uji Salmonella sp. pada TSIA dan LIA ... 21

3 Pembacaan total plate count (TPC)/angka lempeng total (ALT ) ... 29

4 Hasil reaksi IMVIC, TSIA dan Urea ...

30

5 Reaksi biokimia Salmonella spp

...

31

6 Kriteria penentuan non-Salmonella spp ... 32

7 Kondisi daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi ... 34

8 Rata-rata jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella

dalam daging ayam beku berdasarkan daerah asal ... 36

9 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01 – 6366 – 2000 ... 37

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Escherichia coli. Pewarnaan Gram ... 7 2 Staphylococcus aureus.Pewarnaan Gram ... 10

3 Salmonella. Pewarnaan Gram ... 11 4 Rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella per

daerah asal ...

36

5 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01-6366-2000 ... 38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuisioner aspek mikrobiologis daging ayam yang dilalulintaskan

melalui pelabuhan penyeberangan Merak ... 52

2 Analisa statistik deskriptif prevalensi total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella per daerah asal ... 53

3 Analisa statistik deskriptif rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella per daerah asal ... 54

4 Crosstab pendidikan terhadap TPC ... 55

5 Crosstab pendidikan terhadap E. coli ... 56

6 Crosstab pendidikan terhadap Salmonella ... 57

7 Crosstab pendidikan terhadap S. aureus ... 58

8 Crosstab pengetahuan terhadap TPC ... 59

9 Crosstab pengetahuan terhadap E. coli ... 61

10 Crosstab pengetahuan terhadap Salmonella ... 63

11 Crosstab pengetahuan terhadap S. aureus ... 65

12 Crosstab kebersihan terhadap TPC ... 67

13 Crosstab kebersihan terhadap E. coli ... 69

14 Crosstab kebersihan terhadap Salmonella ... 71

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dewasa ini makin meningkat, sehingga permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga makin meningkat (Soedjana 1996). Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di masyarakat. Daging unggas (ayam) merupakan sumber protein hewani yang baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain: mengandung asam amino lebih komplit daripada daging sapi, termasuk daging putih dan disukai oleh banyak konsumen, harganya relatif lebih murah dibandingkan daging sapi sehingga lebih terjangkau masyarakat, dan lebih sedikit mengandung kolesterol (Palupi 1986).

Frekuensi daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak sangat tinggi, terutama dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Selama tahun 2007, jumlah daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah sejumlah 3.035.753 kg dengan frekuensi 459 kali. Daging ayam tersebut berasal dari daerah Bekasi, Bogor, Cianjur, Cibitung, Jakarta dan Serang. Sementara daerah tujuannya adalah Jambi, Lampung, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Aceh, Bangka, Bengkulu dan kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera (Anonim 2007).

Bahan pangan asal hewan (daging, telur, susu) serta olahannya merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya bahan pangan yang mudah rusak. Cemaran mikroba dalam bahan pangan asal hewan serta olahannya merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dari konsumen, baik di negara maju maupun di negara berkembang (Syukur 2006).

(18)

Dalam proses produksi daging ayam, dapat dipastikan setiap perusahaan menerapkan standar mutu sehingga diharapkan daging ayam yang dihasilkan bebas dari mikroba yang dapat mencemarinya. Tetapi selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyimpanan, penyiapan dan penyajian, daging ayam mungkin terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Pencemaran mikroba selama proses pendistribusian dapat terjadi karena faktor-faktor seperti: tidak dihidupkannya pendingin udara pada angkutan pembawa ataupun suhu yang tidak sesuai, alat angkut yang kurang bersih, kemasan yang tidak tertutup rapat atau kotor, sehingga mengakibatkan daging ayam tersebut mudah tercemar mikroba patogen.

Rumusan Masalah

Berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 tahun 2001 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, disebutkan bahwa jumlah total kuman (Total Plate Count) pada daging ayam adalah 1 x 104 cfu/g, jumlah bakteri E. coli 5 x 101 mpn/g, jumlah bakteri S. aureus 1 x 102 cfu/g dan bakteri Salmonella pada daging harus negatif.

Semua komoditi pertanian dalam hal ini hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan antar area di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan salah satu tugas karantina di bidang keamanan hayati (pangan) asal hewan. Sehubungan dengan itu, penentuan tentang aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif perlu dibuktikan dengan uji laboratorium.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak secara kuantitatif yang meliputi penghitungan jumlah total kuman (TPC), jumlah E. coli dan jumlah

(19)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap kegiatan lalu lintas daging ayam beku antar area.

Hipotesis Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam

Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulunya, tanpa kepala, leher, kaki dan jerohan (Siregar et al. 1982). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (SNI 1995).

Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon) dan anak ayam (chick). Berdasarkan penanganannya, karkas ayam dapat dibedakan menjadi karkas segar, karkas dingin segar dan karkas beku (Soeparno 1992).

SNI (1995) menyatakan bahwa menurut cara pemotongannya, dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang. Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar (karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut), karkas dingin segar (karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 40-50C) dan karkas beku (karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara -120C sampai dengan -180C.

Komposisi Daging Ayam

(21)

abu. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, sulfur, klorida dan yodium.

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam

Bahan mentah asal unggas seringkali terkontaminasi oleh mikroba patogen penyebab foodborne diseases seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Campylobacter fetus subsp. jejuni dan Yersinia enterocolitica. Beberapa laporan surveilans penyakit menyebutkan bahwa daging unggas berperan sebagai

vehicles dalam outbreaks salmonellosis, staphylococcal food poisoning, C. perfringens enteritis dan gangguan pencernaan lainnya (ICMFS 1986).

Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung organisme hidup yang mampu berkembang biak di dalam usus, dan menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi C. perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella.

Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi

S. aureus, C. botulinum, dan Bacillus cereus.

(22)

Kontaminasi selanjutnya terjadi melalui permukaan daging selama proses mempersiapkan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan dan pemasarannya (Soeparno 1992).

Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan bagi kontaminasi bakteri baik dari usus maupun feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, peralatan lain (kapak), dan tangan pekerja. Kontaminan tidak hanya terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga pada permukaan rongga karkas (Dirjennak 1992).

Batas Cemaran

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000 tahun 2001 menyebutkan tentang Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging yang diperbolehkan ada dalam daging seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging

Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) (cfu/g) Daging Segar/Beku Daging Tanpa Tulang

a. Jumlah Total Kuman (Total Plate Count)

b. Coliform c. Escherichia coli d. Enterococci

(23)

E. coli pertama kali diuraikan oleh seorang ilmuwan bernama Theodor Escherich pada tahun 1885 dengan nama Bacterium coli commune yang diisolasi dari feses seorang bayi (Todar 2008a). E. coli merupakan bakteri Gram negatif, dapat tumbuh dalam non-enriched media, bersifat oksidase positif, fakultatif anaerob, memfermentasi glukosa dan mengubah nitrat menjadi nitrit. Selain itu, E. coli

kebanyakan motil dilengkapi dengan peritrichous flagella dan kadang fimbriae. E. coli memfermentasi laktosa dengan menghasilkan koloni berwarna merah muda pada agar Mac Conkey dan menghasilkan reaksi biokimia yang karakteristik pada tes IMViC (Quinn et al. 2002). Strain enteroinvasive E. coli (EIEC) memfermentasi laktosa dengan lambat atau tidak memfermentasi laktosa dan tidak motil.

Gambar 1 Escherichia coli. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008a)

Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau hewan, karena bakteri-bakteri tersebut lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi adanya bakteri tersebut pada pangan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan pangan tersebut pernah mengalami kontak dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan hewan. Sampai saat ini ada 3 jenis bakteri yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi yaitu E. coli, kelompok

(24)

Menurut Brooks et al. (2005), E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enteropathogenic E. coli (EPEC) enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive

E. coli (EIEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC).

EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Faktor yang berhubungan dengan kromosom mendukung perlekatan yang erat. Terjadi kehilangan mikrovili (effacement), pembentukan filamentous actin atau struktur seperti cangkir dan biasanya EPEC masuk ke dalam mukosa usus. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, yang biasanya susah diatasi namun tidak kronis. Diare yang disebabkan oleh EPEC berhubungan dengan berbagai serotipe spesifik dari E. coli.

ETEC merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya. Selain itu juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara berkembang. Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil terhadap panas (LT, BM 80.000) di bawah kontrol plasmid. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin yang stabil terhadap panas (Sta, BM 1.500-4.000) di bawah kontrol genetika dari beragam kelompok plasmid.

EHEC memproduksi verotoksin. Nama toksin didasarkan pada efek sitotoksik pada sel vero, yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. EHEC

banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah diare yang parah dengan sindroma uremic hemolytic, sebuah penyakit akibat kegagalan ginjal akut,

microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocopenia. E. coli 0157:H7 akhir-akhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab foodborne disease.

EIEC menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit yang terjadi umumnya pada anak di negara berkembang. EIEC menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epitelial mukosa usus.

(25)

dapat menyebabkan foodborne disease di negara industri. Patogenesis EAEC sebagai penyebab diare disebabkan karena EAEC melekat pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah pengeluaran sejumlah besar mukus dan terjadinya diare.

Staphylococcus aureus

S. aureus ditemukan pertama kali di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1880 oleh seorang ahli bedah yang bernama Sir Alexander Ogston (Todar 2008c). S. aureus

merupakan salah satu mikroflora normal pada unggas dan ternyata praktek pengolahan yang baik tidak sepenuhnya menjamin dapat mencegah kontaminasi oleh

S. aureus. Meskipun demikian, Staphylococci tidak mampu bersaing dengan baik melawan mikroba pembusuk normal lainnya yang terdapat pada unggas dan tidak mungkin berkembangbiak pada karkas beku. Adanya S. aureus dalam daging ayam menunjukkan kontaminasi melalui alat/mesin pencabut bulu(ICMFS 1986).

S. aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus yang tersusun dalam kluster yang tidak teratur jika ditumbuhkan dalam media padat. Menurut Todar (2008c), S. aureus bersifat fakultatif anaerob dan berbentuk kluster seperti anggur, besar, bulat, koloni berwarna kuning keemasan, kadang menyebabkan hemolisis jika ditumbuhkan pada agar darah dan bersifat katalase positif.

S. aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan, dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, berpotensi terkontaminasi S. aureus. Jenis makanan lain yang sering terkontaminasi oleh S. aureus adalah daging dan produk daging, ayam, telur, salad (telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni), produk bakery, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu (Calnek et al.

(26)

Gambar 2 Staphylococcus aureus. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008c)

Staphylococcal food poisoning (SFP) merupakan penyebab utama gastroenteritis di seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah genus Staphylococcus

terutama S. aureus yang menghasilkan staphylococcal enterotoxins (SEs) yang tahan panas dalam makanan yang terkontaminasi oleh S. aureus (Doyle et al. 2001). Menurut Shah (2003), S. aureus menghasilkan 2 tipe toksin yaitu enterotoksin (6 serotipe; A, B, C, D, E, dan G) serta toxic shock syndrome toxin (TSSI-1). Enterotoksin bertanggung jawab terhadap SFP, sementara TSST-1 bertanggung jawab terhadap toxic shock syndrome (TSS).

Salmonella

(27)

menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia, sedangkan

S. pullorum dan S. gallinarum menyerang ayam (Anonim 2004).

Gambar 3 Salmonella. Pewarnaan Gram. Sumber: Todar (2008)

Menurut Hariyadi (2005), Salmonella merupakan bakteri indikator keamanan pangan, artinya karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam pangan dianggap membahayakan kesehatan.

Selain bahan makanan, Salmonella memerlukan kondisi seperti suhu, pH dan kelembaban yang sesuai untuk hidup dan berkembang biak. Salmonella dapat tumbuh antara suhu 6,70 C – 450 C, sedangkan suhu optimum untuk berkembang biak adalah 370 C (Frazier 1978). Menurut Christie dan Christie (1977) kuman Salmonella

berhenti berkembang biak pada suhu 50C, sedangkan pada suhu 550 C masih dapat hidup selama 1 jam dan pada suhu 600 C selama 15-20 menit, kecuali S. senftenberg

baru akan mati pada suhu 71,10 C. Frazier (1978) menyatakan bahwa Salmonella

dalam daging ayam tidak berkembang biak pada suhu 6.70C – 7.80C, sedangkan pada masakan salad daging babi dan dalam “custard” (campuran susu, telur dan gula yang dimasak) Salmonella masih dapat berkembang biak pada suhu di atas 100C.

(28)

1.400 grup I serotipe Salmonella. Delapan sampai 48 jam sesudah menelan

Salmonella, ada nausea (mual), sakit kepala, muntah dan diare.

Habitat utama kuman Salmonella pada tubuh penderita adalah di dalam saluran pencernaan. Selain dari pada itu kuman Salmonella juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Kuman Salmonella yang menyerang alat reproduksi pada hewan dapat menyebabkan abortus khususnya pada unggas akan menginfeksi ovarium dan ovanya (Hoeden 1973).

Menurut Todar (2008b), habitat utama Salmonella adalah di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Serovar Salmonella lebih sering ditemukan pada

host tertentu tapi dapat pula ubiquitous (non-host adapted). Typhi dan Parathypi A merupakan serovar yang secara tegas menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit serius yang sering dihubungkan dengan serangan pada pembuluh darah. Pada kasus ini salmonellosis ditularkan melalui kontaminasi feses dalam air ataupun makanan.

Kuman Salmonella yang menyerang unggas adalah S. pullorum, S. gallinarum

dan S. Typhimurium. Infeksi Salmonella pada manusia bervariasi tergantung oleh serovar, strain, dosis infeksi, jenis makanan yang terkontaminasi dan status host. Beberapa serovar sangat patogen namun beberapa serovar tidak diketahui virulensinya. Dosis infeksi oral sekurang-kurangnya 105 sel S. Typhi untuk menimbulkan typhoid pada 50% penderita, sedangkan sedikitnya 109 sel S.

Typhimurium dibutuhkan untuk dapat menimbulkan gejala infeksi (Todar 2008b). Sumber penularan dan penyebaran Salmonella terutama dari penderita baik hewan maupun manusia. Penderita salmonellosis akan menyebarkan kuman

Salmonella lewat ekskresi berupa tinja yang selanjutnya akan menyebar dan mencemari lingkungan, alat pakan, benda-benda lain di sekitar unggas dan bahan makanan tersebut.

Foodborne Salmonella toxic infections disebabkan oleh serovar Salmonella

(29)

akan muncul (diare, muntah dan demam) dan akan berakhir 2-5 hari. Salmonella

(30)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Oktober 2008. Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen IPHK Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP).

Desain Penelitian

Bahan penelitian berupa daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon-Banten.

Untuk memperoleh informasi tentang kondisi daging ayam beku, alat angkut dan profil pengemudi dilakukan wawancara (kuesioner) dan pengamatan langsung pada saat pengambilan sampel (Lampiran 1). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan tentang higiene daging, daerah asal daging, kemasan, warna daging, bau daging, kebersihan alat angkut dan suhu ruangan dalam alat angkut.

Pendidikan pengemudi dikategorikan sebagai tamat SD, SMP dan SMA. Pengetahuan higiene daging dikategorikan sebagai tahu dan tidak tahu. Daerah asal daging dikategorikan berasal dari Bekasi, Jakarta, Bogor dan Serang. Warna daging dikategorikan sebagai warna yang menyimpang dan warna normal daging ayam. Bau daging dikategorikan sebagai bau yang menyimpang dan bau normal daging ayam. Kebersihan ruang pendingin dikategorikan bersih atau tidak. Suhu ruangan alat angkut dikategorikan suhu yang dipersyaratkan untuk menyimpan daging ayam beku atau tidak.

(31)

n = 4 PQ L2

Keterangan:

n = besaran sampel yang digunakan P = asumsi prevalensi

Q = (1 – P)

L = galat yang diinginkan (Thrusfield 2005)

Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 0,05 serta asumsi prevalensi untuk TPC 98.2%, E. coli 3.4%, Salmonella 3.4% dan S. aureus 2%, maka didapat:

• n = 4 x 0.982 x 0.018 (0.05) 2

= 28 sampel untuk pemeriksaan TPC

• n = 4 x 0.034 x 0.966 (0.05) 2

= 53sampel untuk pengujian E. coli

n = 4 x 0.034 x 0.966

(0.05) 2

= 53 sampel untuk pengujian Salmonella

• n = 4 x 0.02 x 0.98 (0.05) 2

= 31 sampel untuk pemeriksaan S. aureus

Alat-Alat Penelitian

(32)

Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan berupa Plate Count Agar (PCA), Buffered Peptone Water (BPW), Triphenil Tetrazolium Chloride (TTC)1%, Lauryl Trypthose Broth (LTB), Escherichia coli Broth (EC Broth), Eosin Methylen Blue Agar

(EMBA), Baird Parker Agar (BPA), Rappaport Vassiliadis Broth (RVB), Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA), Lactose Broth (LB), Bismuth Sulfite Agar (BSA), Hektoen Enteric Agar (HEA), Lysine Iron Agar (LIA), Simmons Citrate Agar

(SCA) , Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Tetrathionate Broth (TTB), Urea Broth,

Indikator Methyl Red, Sulphite Indol Motility (SIM) Medium, Methyl Red-Voges Proskauer(MR-VP) Broth, Reagents Kovacs, α-naphtol, KOH 40%, kreatinin, kapas,

zat warna Gram, NaCl fisiologis dan Alkohol 70%.

Metode Pengujian

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kuantitatif dan kualitatif yang mengacu kepada Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration, AOAC International (BAM 2006).

Cara Kerja

Penghitungan Angka Lempeng Total (ALT)

Prinsip :

Sampel daging ayam ditumbuhkan pada media agar, maka apabila sampel tersebut mengandung mikroorganisme akan tumbuh koloni yang dapat dihitung. Cara Kerja :

25 gram sampel ditimbang secara aseptik kemudian dimasukkan dalam plastik steril dan ditambahkan 225 ml larutan BPW dan di stomacher selama 1-2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

(33)

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan menggunakan pipet steril dari setiap pengenceran di atas, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Dilakukan duplo untuk setiap pengenceran.

Ditambahkan 18 – 20 ml PCA yang sudah didinginkan sampai suhu 55 – 560C dan telah ditambahkan 1% larutan TTC ke masing-masing cawan yang sudah berisi larutan sampel. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya dilakukan pemutaran cawan membentuk angka delapan.

Dibiarkan sampai memadat.

Diinkubasikan pada suhu 36 ± 1 0C selama 24 – 48 jam dengan meletakkan cawan petri pada posisi terbalik.

Kemudian dihitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 – 250.

Pengujian Escherichia coli Prinsip

Bakteri Coliform termasuk bakteri Gram negatif, aerob sampai fakultatif anaerob, dapat memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas pada suhu 36 ±10C selama 48 jam.

Cara Kerja Uji Dugaan :

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang secara aseptik, kemudian dimasukkan dalam plastik steril. Ditambahkan 225 ml larutan BPW dan di stomacher selama 1-2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3.

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan pipet steril dari setiap pengenceran 10-1 s/d 10-3 . Dimasukkan ke dalam tabung LTB yang berisi tabung Durham. Setiap pengenceran dimasukkan ke dalam 3 tabung LTB (triplo).

(34)

Cara Kerja Uji Penegasan E. coli :

Biakan positif pada uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung LTB ke dalam tabung EC Broth yang berisi tabung Durham. Kemudian EC Broth yang telah diinokulasi diinkubasikan suhu 450C 48 ± 2 jam.

Gas yang terbentuk diperhatikan selama 48 ± 2 jam.

Dari tabung EC Broth yang positif, dibuat goresan pada agar L-EMB dengan menggunakan jarum inokulasi diameter 3 mm.

Biakan pada agar L-EMB diinkubasikan pada suhu 36 ± 10C selama 18 – 24 jam. Koloni tersangka diperhatikan yaitu warna hitam/gelap pada bagian pusat koloni dengan/tanpa warna metalik kehijauan. Dengan menggunakan jarum inokulasi, koloni tersangka diambil dari masing-masing Agar L-EMB dan dipindahkan ke PCA (agar miring) yang digunakan untuk uji biokimia.

Agar miring tersebut diinkubasikan pada suhu 36 ± 10C selama 18 – 24 jam. Dilakukan uji biokimia berupa uji IMVIC, TSIA dan Urea.

Uji Biokimia Uji Indol

a) Tabung SIM diinokulasikan dengan biakan dari tabung PCA dan diinkubasikan pada suhu 35 ± 1 ºC selama 24 jam ± 2 jam.

b) Uji Indol dengan ditambahkan 0,2 - 0,3 ml Reagen Kovacs.

c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.

d) Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.

Uji Voges-Proskauer (VP)

a) Biakan dari tabung PCA diinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan inkubasi pada temperatur 35 ± 1ºC selama 48 jam ± 2 jam. b) Sebanyak 5 ml MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan ditambahkan 0.6

ml larutan α-naphthol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyang

(35)

c) Hasil uji positif apabila ada warna merah muda eosin dalam waktu 2 jam.

Uji Methyl Red (MR)

a) Sebanyak 5 ml media MR-VP diinkubasikan kembali pada suhu 36 ± 1ºC selama 48 jam ± 2 jam.

b) Ditambahkan 2 tetes indikator Methyl Red pada setiap tabung. c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya warna merah.

d) Hasil uji negatif ditandai dengan adanya warna kuning.

Uji Citrat (Simmons Citrate Agar)

a) Tabung media Simmons Citrate Agar diinokulasikan dengan biakan dari tabung PCA dengan menggunakan jarum inokulasi.

b) Diinkubasi pada temperatur 36 ± 1ºC selama 96 jam.

c) Penggunaan inokulum terlalu banyak akan menyebabkan nutrien lain terbawa.

d) Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna media menjadi biru. d) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna media.

Pengujian Salmonella Prinsip

Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan ( pre-enrichment), dan pengayaan (enrichment) dan dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi.

Pra-pengayaan

a) Sebanyak 25 g sampel ditimbang, kemudian dimasukkan dalam plastik steril dan ditambahkan 225 ml Lactose Broth (LB) kemudian di stomacher selama ± 2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

b) pHnya dicek, bila < 6,6 sesuaikan sampai 6,8 ± 2 dengan menambahkan NaOH 1 N steril.

(36)

Pengayaan

a) Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan kemudian diambil dan dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, sedangkan untuk media RV dipindahkan 0,1 ml ke dalam 10 ml media RV.

b) Sampel dengan dugaan cemaran Salmonellaspp. tinggi (high microbial load) : Media RV diinkubasikan pada temperatur 42 0C ± 0.2 ºC selama 24 jam ± 2 jam. Untuk media TTB diinkubasikan pada temperatur 43 ºC ± 0.2 ºC selama 24 jam ± 2 jam.

c) Sampel dengan dugaan cemaran Salmonellaspp. rendah (low microbial load):

Media RV diinkubasikan pada temperatur 42 0C ± 0.2 ºC selama 24 jam ± 2 jam. Untuk media TTB diinkubasikan pada temperatur 35 0C ± 2 ºC selama 24 jam ± 2 jam.

Isolasi dan Identifikasi

a) Masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasikan diambil dengan menggunakan jarum ose dan diinokulasikan pada media HE, XLD dan BSA. Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 24 jam ± 2 jam. Untuk BSA apabila belum jelas dapat dinkubasikan lagi selama 24 jam ± 2 jam.

b) Koloni Salmonella diamati pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H2S).

c) Pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam.

d) Pada media BSA koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.

e) Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media tersebut. Masing-masing diinokulasikan ke TSIA dan LIA dengan cara menusukkan ke dasar media agar, selanjutnya digores pada bagian miring.

c) Diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 24 jam ± 2 jam. Koloni spesifik

(37)

Tabel 2 Hasil Uji Salmonella pada TSIA dan LIA

Media Bagian Miring (Slant)

a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella diinokulasi dengan ose ke

Urea Broth.

b) Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 24 jam ± 2 jam. c) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease.

Uji Indol

a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan 1 ose ke dalam media SIMdan diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 24 jam ± 2 jam.

b) Ditambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml Reagen Kovacs.

c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. d) Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.

e) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji Indol.

a. Uji Voges-Proskauer (VP)

a) Dari media TSIA yang menciri Salmonella diambil biakan dengan ose lalu diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada temperatur 350C selama 48 jam ± 2 jam.

(38)

sampai tercampur dan didiamkan.

c) Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil dibaca setelah 4 jam.

d) Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna pink sampai merah delima. e) Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi

perubahan warna pada media).

Uji Methyl Red (MR)

a) Sebanyak 5 ml media MR-VP yang telah diinokulasi dengan biakan dari media TSIA yang menciri Salmonella diinkubasikan kembali pada temperatur 350C selama 48 jam ± 2 jam.

b) Ditambahkan 5 - 6 tetes indikator Methyl Red pada tabung.

c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media. d) Hasil uji negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. e) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.

Uji Citrate

a) Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam

Simmons Citrate Agar dengan osé.

b) Diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 96 jam ± 2 jam.

c) Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru.

d) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna.

e) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif pada uji citrate.

Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)

(39)

b) Diinkubasikan pada temperatur 350C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam.

c) Salmonella memberikan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning.

d) Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning) ditambahkan beberapa tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan diamati perubahan warnanya.

Uji Kalium Cyanida (KCN)

a) Satu ose biakan dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke media TB.

b) Diinkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 24 jam ± 2 jam. c) Satu ose koloni dari TB diambil dan inokulasi ke dalam KCNB. d) Diinkubasi pada temperatur 35 ºC selama 48 jam ± 2 jam.

e) Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang ditandai dengan kekeruhan.

f) Hasil uji negatif ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan pada media.

g) Salmonella memberikan hasil negatif pada uji KCN.

Uji Gula-Gula

a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5% Dulcitol

- Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diambil dan inokulasikan pada médium dulcitol broth.

- Diinkubasikan pada temperatur 35 ºC dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam.

(40)

- Hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.

b) Uji Malonate Broth

- Satu ose dari TSIA yang menciri Salmonella dipindahkan ke dalam

malonate broth.

- Diinkubasikan pada temperatur 350C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam.

- Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru.

- Salmonella memberikan reaksi negatif yang ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna.

c) Uji Phenol Red Lactose Broth

- Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam

Phenol red lactose broth.

- Diinkubasikan pada temperatur 35 ºC dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam.

- Hasil reaksi positif ditandai dengan produksi asam (warna kuning) dengan atau tanpa gas

- Salmonella memberikan hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.

d) Uji Phenol Red Sucrose Broth

- Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam

Phenol red sucrose broth.

(41)

- Hasil uji positif ditandai dengan adanya perubahan warna (kuning) dan dengan atau tanpa pembentukan gas.

- Salmonella memberikan hasil uji negatif ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.

Uji Serologis

Uji Polyvalent Somatic (O)

a) Satu ose koloni dari TSIA atau LIA yang menciri Salmonella diletakkan pada gelas preparat dan ditambahkan satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril.

b) Diberikan satu tetes Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum di samping suspensi koloni.

c) Suspensi koloni dicampurkan ke antiserum sampai tercampur sempurna. d) Gelas preparat tersebut dimiringkan ke kiri dan ke kanan dengan latar

belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.

e) Kontrol disiapkan dengan mencampur larutan garam fisiologis dan antiserum.

f) Dilakukan uji somatik (O) grup monovalent antisera Vi seperti uji polyvalent diatas.

Uji Polyvalent Flagelar (H)

a) Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasi ke dalam BHIB dan diinkubasi pada temperatur 350C selama 4 jam sampai dengan 6 jam atau ke dalam TSTB dan inkubasi pada temperatur 350C selama 24 jam + 2 jam. b) Ditambahkan 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized

physiological saline) ke dalam 5 ml dari salah satu kultur diatas.

(42)

e) Larutan garam fisiologis kontrol disiapkan dengan mencampurkan 0,5 ml larutan garam fisiologis berformalin dengan 0,5 ml antigen berformalin (formalinized antigen).

f) Kedua campuran tersebut diinkubasikan ke dalam penangas air pada temperatur 480C sampai dengan 500C.

g) Diamati adanya penggumpalan setiap 15 menit selama 1 jam.

h) Hasil uji positif ditandai dengan adanya penggumpalan, sedangkan pada kontrol tidak terjadi penggumpalan.

Pengujian Staphylococcus aureus Prinsip

Metode untuk menghitung S. aureus menggunakan metode cawan hitung. Koloni S. aureus pada Baird Parker Agar mempunyai ciri : bundar, licin halus, cembung, abu-abu hingga kehitaman, tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang.

Cara Kerja :

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang secara aseptik kemudian dimasukkan dalam plastik steril. Ditambahkan 225 ml larutan BPW steril dan di stomacher selama 1 - 2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan BPW steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan pipet steril dari setiap pengenceran di atas dan dimasukkan ke dalam 3 cawan petri berisi Baird Parker Agar Medium

(BPA) + Egg Yolk 5 % (yakni : 0,4 ml untuk cawan 1, 0,3 ml untuk cawan 2 dan 0,3 ml untuk cawan 3).

Kemudian disebarkan pada permukaan agar/medium dengan menggunakan batang gelas bengkok (hockey stick).

Dibiarkan hingga meresap selama ± 30 menit pada suhu ruang.

(43)

Koloni S. aureus pada BPA mempunyai ciri : bundar, licin/halus, cembung diameter 2-3 mm, warna abu-abu sampai kehitaman, tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang.

Kuman standar S. aureus ditanam pada media BPA sebagai kontrol positif.

Interpretasi Hasil ALT/TPC

Ketentuan Penghitungan Koloni : a. Cawan Kurang dari 25 Koloni

Bila cawan duplo dari pengenceran terendah hasil koloni < 25, dihitung jumlah koloni yang ada pada cawan dari setiap pengenceran.

Untuk menentukan angka TPC yaitu rata-rata jumlah koloni per cawan dikalikan dengan faktor pengencerannya. Angka TPC ditandai dengan bintang (Tabel 3 No. 3).

Untuk menandakan bahwa perhitungan di luar 25 – 250 koloni per cawan. b. Cawan Lebih dari 250 Koloni

Bila jumlah koloni per cawan > 250, dihitung koloni-koloni untuk memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif.

Perhitungan angka TPC ditandai dengan bintang untuk menandakan perhitungan di luar 25 – 250 koloni per cawan (Tabel 3 No. 4).

c. Cawan Tanpa Koloni

Bila cawan dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, angka ALT dilaporkan sebagai kurang 1 kali pengenceran terendah. Angka ALT ditandai dengan tanda bintang bahwa perhitungannya di luar 25 – 250 koloni (Tabel 3 No. 6).

(44)

Cawan duplo kedua dari satu pengenceran dengan 25 – 250 koloni, hanya 1 cawan dari pengenceran yang lain dengan 25 – 250 koloni. Bila kedua cawan dari satu pengenceran menghasilkan 25 – 250 koloni, ke empat cawan dihitung termasuk cawan < 25 atau > 250 koloni dalam perhitungan angka TPC (Tabel 3 No. 9).

Ketentuan Penulisan Hasil Perhitungan :

Dibulatkan menjadi 2 angka sesuai, bila angka ketiga 6 atau di atasnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 465 menjadi 470.

Bila angka ketiga 4 atau dibawahya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua tetap, misalnya 454 menjadi 450.

Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka kedua adalah angka genap, misalnya 445 menjadi 400.

(45)

Tabel 3 Pembacaan angka lempeng total/TPC batas sesuai, hitung jumlah masing-masing dari pengenceran sebelum merata-ratakan jumlah sebenarnya tetapi ada spreader, hitung jumlah dan kalikan dengan faktor pengenceran, untuk spreader tidak dihitung pengenceran terendah yang digunakan, beri tanda * (diluar 25 – 250) rata-rata jumlah yang sebenarnya

8 = = = rata jumlah yang sebenarnya

9 Kemudian rata-ratakan jumlah sebenarnya. Perbandingan 41000/29300 = 2,3 (>2), maka hasilnya dilaporkan pengenceran tertinggi, 41000

1. Koloni yang dihitung dalam batas 25 – 250. 2. Pembulatan angka :

(46)

Interpretasi E. Coli

Tabel 4 Hasil reaksi IMVIC, TSIA dan UREA

No. Tipe Organisme TSIA Indol MR VP Citrat

1 E. coli spesifik +/gas + + - -

2 E. coli nonspesifik + - + - -

3 Typical Intermediate - - + - +

4 Atypical Intermediate - - + - +

5 Typical Enterobacter

aerogenes - - - + +

6 Atypical Enterobacter

aerogenes - + - + +

Klarifikasi E. coli apabila :

a. Reaksi IMVIC adalah + + - -

b. Membentuk gas di LTB pada inkubasi selama 48 ± 2 jam.

c. Pewarnaan gram menunjukkan Gram negatif, tidak berspora dan berbentuk batang pendek.

(47)

Interpretasi hasil Salmonella spp.

Interpretasi hasil uji biokimia Salmonella dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Reaksi biokimia Salmonella

No Uji substrat

Hasil reaksi

Positif Negatif Salmonella

1 Glukosa (TSI)

6 Phenol Red Dulcitol

Broth

Warna kuning dan atau dengan gas

Tanpa berubah warna

dan tanpa terbentuk gas + a) 7 KCN Broth Ada pertumbuhan Tidak ada pertumbuhan -8 Malonate Broth Warna biru Tidak berubah warna -b

Flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi +

11 Uji Polyvalent

Somatic Aglutinasi Tidak aglutinasi +

12 Phenol Red Lactose

Broth

Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

warna

-14 Uji Proskauer Voges- pink sampai merah Tidak berubah warna -

15 Uji Methyl Red Merah menyebar Warna kuning

menyebar +

16 Simmon’s Citrate Pertumbuhan warna

(48)

Tabel 6 Kriteria penentuan non Salmonella spp.

6 Phenol Red Dulcitol

Broth

8 Malonate Broth Warna biru Tidak berubah

warna

-Flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi -

11 Uji Polyvalent

Somatic Aglutinasi Tidak aglutinasi -

12 Phenol Red Lactose

Broth

Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

warna

-14 Uji Voges-Proskauer pink sampai merah Tidak berubah

warna -

15 Uji Methyl Red Merah menyebar Warna kuning

menyebar -

(49)

Interpretasi Staphylococcus aureus

a. Perhitungan jumlah koloni S. aureus pada cawan dengan 20 – 200 koloni. b. Jika tidak ada koloni S. aureus dengan 20 – 200 koloni, dihitung cawan yang

mempunyai ciri koloni > 200. Jika cawan pada pengenceran lebih tinggi tidak mempunyai ciri koloni S. aureus.

c. Jika tidak ada No (a) dan (b), dihitung jumlah koloni S. aureus pada pengenceran paling rendah yang mempunyai koloni < 20.

d. Jumlah koloni yang memberikan hasil positif dari kedua cawan tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran.

e. Dicatat sebagai hasil jumlah S. aureus per gram produk bahan makanan.

Analisis Data

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Daging Ayam Beku, Alat Angkut dan Profil Pengemudi

Sebanyak 53 sampel daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon Banten telah diambil sebagai bahan penelitian. Daerah asal sampel tersebut adalah Jakarta (16 sampel), Bekasi (11 sampel), Bogor (8 sampel) dan Serang (18 sampel).

Berdasarkan pengamatan pada kemasan, sampel dari 4 daerah asal menunjukkan kemasan yang utuh, rapi dan bersih (100%). Semua sampel dikemas dengan plastik tertutup. Sampel daging ayam beku yang diambil mempunyai warna dan bau khas daging ayam (100%). Alat angkut yang digunakan berupa mobil boks berpendingin dengan suhu rata-rata -200C. Delapan puluh persen alat angkut yang digunakan dalam kondisi bersih.

Tabel 7 Kondisi daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi

Kondisi Daging Ayam Alat Angkut Profil Pengemudi

Kemasan Warna Bau Suhu Kebersihan Pendidikan Pengetahuan Higiene N TN N TN N TN N TN N TN SD SM

N : normal (kemasan bersih & tertutup rapat, bau & warna khas daging, suhu -18 s/d -400C, alat angkut bersih)

TN : menyimpang/tidak normal T : tahu

TH : tidak tahu

(51)

lebih mengetahui secara lengkap kondisi daging ayam, alat angkut serta profil pengemudi dapat dilihat pada Tabel 7.

Pengujian Mikrobiologis

Hasil pengujian jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan

Salmonella dalam daging ayam beku ditampilkan pada Tabel 8. Sampel dari daerah Bogor memiliki rata-rata jumlah total kuman tertinggi, yaitu 1.00 x 108 ± 1.50 x 107 cfu/g dan jumlah total kuman terendah berasal dari daerah Jakarta yaitu sebesar 3.19 x 106 ± 2.13 x 106 cfu/g. Berdasarkan standar SNI 01-6366-2000, rataan jumlah total kuman(TPC) sampel daging ayam beku yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang semuanya melebihi batas cemaran mikroba yang diperbolehkan ada dalam bahan makanan asal hewan yaitu sebesar 1 x 104 cfu/g.

Hasil pengujian E. coli dalam daging ayam beku menunjukkan bahwa sampel dari daerah Serang memiliki rataan tingkat cemaran tertinggi yaitu sebesar 6.45 ± 2.25 mpn/g. Sampel dari ke 4 daerah asal secara rata-rata memiliki tingkat cemaran

E. coli di bawah batas SNI 01-6366-2000.

Hasil analisis terhadap cemaran S. aureus menunjukkan bahwa sampel dari daerah Jakarta memiliki rataan tingkat cemaran tertinggi, yaitu sebesar 1.00 x 108 ± 2.50 x 107 cfu/g dan yang terendah adalah sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Serang yaitu sebesar 9.64x102 ± 3.32x102 cfu/g. Namun secara rataan sampel dari setiap daerah melebihi batas SNI 01-6366-2000 yaitu sebesar 1 x 102 cfu/g.

(52)

Tabel 8 Rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan

Salmonella dalam daging ayam berdasarkan daerah asal

Daerah

Asal

Jumlah Total Kuman

(cfu/g)

Jumlah E. coli

(mpn/g)

Jumlah S. aureus

(cfu/g)

Keberadaan

Salmonella

Jakarta 3.19x106 ± 2.13x106 4.28 x 100 ± 7.00 x 10-1 1.00x108 ± 2.50x107 negatif

Bekasi 1.00x107 ± 7.72x106 4.40 x 100 ± 1.92 x 100 1.10x106± 9.00x105 negatif

Bogor 1.00x108 ± 1.50x107 2.80 x 100 ± 8.00 x 10-1 3.90x104 ± 2.50x104 negatif

Serang 3.64x106 ± 1.63x106 6.45 x 100 ± 2.25 x 100 9.64x102 ± 3.32x102 2

Keterangan : batas maksimal menurut SNI

TPC: < 1 x 104 cfu/g Salmonella : negatif

E. coli: < 5 x 101 mpn/g S. aureus : <1 x 102 cfu/g

Rataan jumlah total kuman, E. coli, S. aureus dan keberadaan Salmonella

berdasarkan daerah asal diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Log rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan

Salmonella per daerah asal

(53)

Tabel 9 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01 – 6366 – 2000

Asal N

Pengujian

TPC E. coli S. aureus Salmonella

Jakarta 16 62.5 31.3 87.5 0

Bekasi 11 63.6 27.3 54.5 0

Bogor 8 100 12.5 62.5 0

Serang 18 94.4 27.8 100 11.1

Rata-Rata 80.125 24.725 76.125 2.775

Prevalensi sampel daging ayam beku asal daerah Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang dengan cemaran E. coli melebihi batas standar yang diperbolehkan berdasar SNI 01-6366-2000 berturut-turut masing-masing sebesar 31.3% ; 27.3% ; 12.5% dan 27.8%.

Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari Serang memiliki cemaran S. aureus melebihi batas yang diperbolehkan berdasar SNI 01-6366-2000. Kemudian diikuti sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Jakarta sebesar 87.55%, dari Bogor sebesar 62.5% dan dari Bekasi sebesar 54.5%. Sementara sampel daging ayam beku yang tercemar Salmonella hanya berasal dari daerah Serang yaitu sebesar 11.1%.

(54)

Gambar 5 Prevalensi jumlah sampel daging ayam beku yang mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01 – 6366 - 2000

Pengujian makanan yang kita konsumsi terhadap keberadaan cemaran mikroba sangat penting, karena banyak kasus keracunan akibat mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar mikroba penyebab penyakit. Menurut Kozacinski et al. (2006), jumlah total kuman yang ditemukan pada daging ayam adalah selalu tinggi, hal ini mengakibatkan tingginya resiko pembusukan yang menyebabkan pangan tidak layak dikonsumsi. Sebuah penelitian yang dilakukan di Malang menunjukkan jumlah bakteri pada daging ayam yang dijual di Pasar Dinoyo adalah 2.35x 109 koloni/gram, sedangkan jumlah bakteri pada daging ayam yang dijual di Pasar Besar Malang adalah 36,4 x 106 koloni/gram (Wahyudi 2004).

(55)

jumlah total kuman yang <102 cfu/g sebanyak 18.2%, 103-104 cfu/g sebanyak 59.4% dan 104–105 cfu/g sebanyak 22.4%.

Menurut Nugroho (2004), tahap-tahap yang berpotensi terjadinya pencemaran silang mikroba pada pemrosesan karkas ayam di RPA dapat terjadi pada saat penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan, scalding dan pencabutan bulu, pengeluaran jerohan, pendinginan, grading serta pemotongan.

Dalam bidang mikrobiologi pangan dikenal istilah bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia atau hewan, karena bakteri-bakteri tersebut umumnya adalah bakteri yang lazim hidup pada usus manusia dan hewan. Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah E. coli karena bakteri ini adalah bakteri komensal pada usus manusia dan hewan dan umumnya bukan patogen. E. coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora dan merupakan flora normal di usus. Meskipun demikian, beberapa jenis E. coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe E. coli Enteropatogenik, E. coli Enteroinvasif, E. coli Enterotoksigenik dan

E. coli Enterohemoragik.

Menurut Sudarwanto (2007), E. coli selalu diperiksa dalam bidang higiene pangan karena E. coli merupakan mikroorganisme yang keberadaannya dalam makanan menjadi parameter penanganan yang tidak higienis.

Hasil pengujian sampel daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak terhadap cemaran S. aureus tidak jauh berbeda dengan penelitian Harmayani et al. (1996) dalam Djaafar dan Rahayu (2007) yang menyebutkan daging ayam mentah yang digunakan sebagai bahan sate pada suatu industri jasa boga telah tercemar S. aureus sebanyak 1.60 x 106 cfu/g. Selain itu, Kozacinski et al. (2006) dalam penelitiannya mengenai kualitas mikrobiologis daging ayam di Kroasia menemukan prevalensi S. aureus sebesar 30.30%.

Gambar

Tabel 1  Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging
Gambar 1  Escherichia coli. Pewarnaan Gram.                                                     Sumber: Todar (2008a)
Gambar 2  Staphylococcus aureus. Pewarnaan Gram.                                                Sumber: Todar (2008c)
Gambar 3  Salmonella. Pewarnaan Gram.                                             Sumber: Todar (2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari porsentase tersebut secara kumulatif bahwa porsentase paling tinggi pada tingkat manfaat yang dirasakan masyarakat dari enam bidang program diatas adalah bidang

: Yesus datang untuk melayani bukan dilayani. Sebagai murid kristus maka kita juga harus mengambil sikap untuk melayani, bukan dilayani. : Saling melayani,prinsip dasar

Prognosis pada pasien ini adalah baik, karena penegakkan diagnosis sudah tepat, penatalaksanaan penyakit menggunakan obat yang efektif dan pada pasien ini tidak

Bahwa Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 yang menyatakan, “Uji kompetensi dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh fakultas

Toryum oksit ala ş ımlı elektrodlar ile yapılan kaynak diki ş inin nüfuziyetinin derinli ğ i, aynı akım ş iddeti ve aynı ark boyu halinde saf tungsten elektrod ile

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan ide atau gagasan melalui proses berpikir kreatif

Dalam hal ini pemilih juga harus memilih Calon Kepala Daerah sesuai dengan hati dan nurani, yang membuat masyarakat tidak menggunakan hak suaranya karena kurangnya Sosialisasi

Dalam upaya perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal