• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh nisbah metanol, suhu, dan waktu reaksi pada rendemen biodiesel dalam transesterifikasi in situ biji bintaro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh nisbah metanol, suhu, dan waktu reaksi pada rendemen biodiesel dalam transesterifikasi in situ biji bintaro"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH NISBAH METANOL, SUHU, DAN WAKTU

REAKSI PADA RENDEMEN BIODIESEL DALAM

TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

BIJI BINTARO

IRWAN FAUZI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Nisbah Metanol, Suhu, dan Waktu Reaksi pada Rendemen Biodiesel dalam Transesterifikasi In situ Biji Bintaro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Irwan Fauzi

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

IRWAN FAUZI Pengaruh Nisbah Metanol, Suhu, dan Waktu Reaksi pada Rendemen Biodiesel dalam Transesterifikasi In Situ Biji Bintaro. Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan RUDI HERYANTO.

Cerbera odollam yang dikenal dengan nama bintaro berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena kandungan minyaknya yang dapat mencapai 68% basis kering. Tujuan penelitian ini adalah menentukan kondisi produksi terbaik pada proses pembuatan biodiesel dari biji buah bintaro dengan transesterifikasi in situ menggunakan rancangan percobaan faktorial dan menentukan mutu biodiesel yang dihasilkan. Parameter proses yang dipelajari adalah pengaruh nisbah methanol:bahan, waktu dan suhu reaksi pada rendemen biodiesel yang dihasilkan. Faktor nisbah dan waktu reaksi berpengaruh dominan pada rendemen dan hasil pengujian ragam, kedua faktor tersebut berpengaruh nyata pada rendemen, sedangkan faktor suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata pada rendemen. Kondisi optimum yang diperoleh adalah nisbah metanol: bahan 7:1, waktu reaksi 4 jam dan suhu reaksi 40 oC rendemen tertinggi sebesar 36.97%. Mutu biodiesel yang diperoleh menunjukkan kualitas yang memenuhi standar mutu biodiesel yang disyaratkan dalam SNI 04-7182-2006.

Kata kunci: bintaro, biodiesel, faktorial, transesterifikasi in situ

ABSTRACT

IRWAN FAUZI. The Effect of Methanol Ratio, Temperature, and Reaction Time toward Biodiesel Yield through In Situ Transesterification of Bintaro Seeds. Advised by Latifah K. Darusman and Rudi Heryanto.

Cerbera odollam, known as bintaro, is potentially use for raw material in production of biodiesel because it has oil content until 68% dry basis. The purpose of research is to determine the best condition in producing biodiesel that made from bintaro seed through in situ transesterification of bintaro seed. It uses factorial experimental design and it determines the quality of biodiesel that has produced. The parameters of research are methanol ratio influence of the material, time, and reaction temperature toward the biodiesel yield that has produced. The ratio factor and time reaction are dominantly influence toward biodiesel yield that has produced and toward test result variety. Those two factors are significantly

influence the yield. Meanwhile the temperature factor doesn’t give significant

influence toward the yield. The optimum conditions that has acquired are 7:1 methanol: materials, 4 hours of time reaction, and 40 oC temperature reaction. Also the highest yield is 36.97%. The quality of biodiesel that acquired indicates the qualified biodiesel that regulated by SNI 04-7182-2006.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

PENGARUH NISBAH METANOL, SUHU DAN WAKTU

REAKSI PADA RENDEMEN BIODIESEL DALAM

TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

BIJI BINTARO

IRWAN FAUZI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Nisbah Metanol, Suhu, dan Waktu Reaksi pada

Rendemen Biodiesel dalam Transesterifikasi In Situ Biji Bintaro Nama : Irwan Fauzi

NIM : G44080014

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Pembimbing I

Rudi Heryanto, S.Si. M.Si. Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah biodiesel, dengan judul Pengaruh Nisbah Metanol, Suhu, dan Waktu Reaksi pada Rendemen Biodiesel dalam Transesterifikasi In Situ Biji Bintaro.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K Darusman MS dan Bapak Rudi Heryanto SSi MSi selaku pembimbing. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Persiapan Bahan Baku 3

Rancangan Percobaan 3

Pengujian Respon 3

Pengujian Kualitas Biodiesel 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Pemilahan Bahan Baku Berdasarkan Kadar Minyak 5

Pengaruh Parameter Kondisi Operasi terhadap Rendemen Biodiesel 6 Kondisi Optimum Teoritis Transesterifikasi in situ 8

Komposisi Metil Ester dan Kualitas Biodiesel 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(12)

DAFTAR TABEL

1. Rancangan percobaan faktorial optimasi proses produksi biodiesel 4 2. Kandungan minyak biji bintaro dari berbagai daerah (basis kering) 6 3. Rendemen yang dihasilkan pada tiap kondisi percobaan 7 4. Komposisi metil ester dominan dalam biodiesel biji bintaro 11

5. Hasil uji kualitatif biodiesel 12

DAFTAR GAMBAR

1. Bagian-bagian dari pohon bintaro. 2

2. Persamaan reaksi transesterifikasi trigliserida (Knothe et al. 2005). 7

3. Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 40 oC. 9

4. Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 50 oC. 9

5. Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 60 oC 9 6. Kromatogram biodiesel biji bintaro hasil analisis GC-MS. 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rendemen Minyak Biji Bintaro dan Analisis Ragamnya (ANOVA) 16 2. Keluaran Analisis Ragam (ANOVA) dan Penentuan Model Tingkat

Pengaruh Faktor Program Design Expert 8.0.8 trial version 18 3. Keluaran Optimasi Design Expert 8.0.8 trial version 21

4. Syarat Mutu Biodiesel (SNI 04-7182-2006) 22

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini tumbuh semakin pesat, terutama teknologi transportasi dan mesin industri. Hal ini membutuhkan energi yang besar untuk menggerakkannya. Kebutuhan energi nasional sebagian besar berasal dari bahan bakar minyak, yaitu 49% dari total kebutuhan energi nasional pada tahun 2010 (KESDM 2011). Salah satu langkah kebijakan pemerintah untuk menurunkan konsumsi bahan bakar minyak adalah menerapkan diversifikasi bahan bakar, yaitu dengan mulai menggunakan bahan bakar nabati sebagai campuran bahan bakar fosil. Bahan bakar campuran ini salah satunya adalah biosolar, yaitu campuran petrodiesel 95% dan biodiesel 5%. Namun penggunaannya masih belum maksimal. Pada tahun 2010 penggunaan biosolar baru sekitar 13% dari total kebutuhan solar nasional (KESDM 2011).

Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat dijadikan alternatif pengganti petrodiesel. Biodiesel memiliki berbagai kelebihan dibandingkan petrodiesel. Baik sebagai campuran dengan petrodiesel, maupun sebagai bahan bakar murni. Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari bahan yang terbarukan, seperti minyak tumbuhan maupun lemak hewan, sehingga sangat berpotensi sebagai bahan bakar alternatif, yang ketersediaannya lebih terjamin dan dapat terus ditingkatkan (Leung et al. 2010). Biodiesel juga memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan petrodiesel sehingga dapat digunakan tanpa modifikasi mesin (Kartika et al. 2011). Biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan karena dapat terurai di alam, nontoksik, efisiensi tinggi, emisi buang lebih kecil, serta kandungan sulfur dan aromatik rendah (Demirbas 2007).

Proses produksi biodiesel dari sumber nabati umumnya dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap ekstraksi minyak dari biji dan tahap transesterifikasi minyak menjadi biodiesel (Kartika et al. 2012). Panjangnya proses pembuatan biodiesel membuat biaya produksinya pun tidak efisien. Wahlen et al. (2011) melaporkan, biaya pembuatan biodiesel dari mikroalga, 90%-nya merupakan biaya ekstraksi minyak mikro alga. Begitupun dengan penelitian Haas et al. (2004), proses produksi minyak dari biji jarak pagar, biaya ekstraksi membebani 70% dari biaya proses produksi biodiesel. Proses produksi dilakukan secara terpisah dan diskontinyu membuat proses pembuatan biodiesel secara konvensional menjadi kurang efisien serta mengkonsumsi banyak energi dan biaya.

Penelitian untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi biodiesel saat ini melonjak pesat sejalan dengan kebutuhan energi murah yang semakin meningkat. Salah satu metode yang banyak dikembangkan adalah transesterifikasi in situ, yaitu metode pembuatan biodiesel dengan esterifikasi langsung bahan yang menjadi sumber trigliserida tanpa melalui proses ekstraksi minyak secara terpisah. Biaya produksi biodiesel akan lebih murah karena tidak diperlukannya biaya untuk ekstraksi dan pemurnian minyak (Qian et al. 2008).

(14)

2

berpotensi sebagai bahan baku biodiesel karena memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi (Utami 2011), dapat tumbuh di lahan kritis, mudah dibudidayakan, dan bukan tanaman pangan karena mengandung senyawa yang bersifat toksik bagi manusia dan hewan (Hasan et al. 2011). Tanaman bintaro belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Pemanfaatannya baru sekedar sebagai tanaman penaung di komplek perumahan, taman kota, maupun di pinggir jalan raya, sehingga sangat berpotensi sebagai sumber bahan baku biodiesel yang murah (Utami 2010). Pohon dan bagian-bagian tanaman bintaro disajikan dalam Gambar 1 (Utami 2011).

Gambar 1 Bagian-bagian dari pohon bintaro, (a) daun, (b) bunga, (c) buah matang, (d) buah tanpa kulit, (e) biji dan kulitnya (f) biji tanpa kulit dan (g) pohon

bintaro.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi faktor produksi terbaik pada proses pembuatan biodiesel dari biji buah bintaro dengan transesterifikasi in situ

menggunakan rancangan percobaan faktorial dan menentukan kualitas biodiesel yang dihasilkan.

METODE

Bahan dan Alat

(15)

3 (Kota Bogor Tengah), dan Cililitan (Jakarta Timur), n-heksana, metanol, NaOH, KOH, etanol, fenolftalein, dan aquades.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, radas Soxhlet, hot plate, water bath, labu leher dua, peralatan gelas, oven, penguap putar, neraca analitik, viskometer Ostwald, piknometer, dan GC-MS.

Persiapan Bahan Baku

Bahan baku transesterifikasi in situ yang digunakan adalah bintaro yang memiliki kandungan minyak tertinggi. Penapisan sampel bertujuan menyeleksi sampel dengan kandungan minyak terbesar. Biji buah bintaro yang telah dikupas dan dibersihkan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 48 jam. Biji yang telah kering kemudian digiling untuk memperbesar luas permukaannya. Rendemen minyak dalam biji bintaro ditentukan menggunakan radas Sokhlet dengan pelarut n -heksana. Sebanyak 20 gram contoh dimasukkan ke dalam timbel Sokhlet, kemudian ekstraksi dilakukan selama 5 jam. Setelah waktu ekstraksi tercapai, ekstrak dipisahkan dengan pelarutnya menggunakan penguap putar. Selanjutnya ekstrak dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam untuk memastikan pelarutnya benar-benar hilang dari ekstrak. Labu kemudian ditimbang dan dihitung rendemen yang diperoleh dalam % (b/b). Contoh dengan rendemen minyak tertinggi selanjutnya digunakan pada proses transesterifikasi in situ untuk memproduksi biodiesel.

Rancangan Percobaan

Optimasi proses transesterifikasi in situ contoh bintaro menggunakan rancangan percobaan faktorial 23 menggunakan perangkat lunak Design Expert 8.0.8 trial version. Respon dihitung sebagai rendemen biodiesel dengan 3 variabel kondisi produksi. Masing-masing variabel terdiri atas 2 level (minimum dan maksimum). Faktor-faktor yang dioptimasi adalah nisbah metanol terhadap sampel, suhu reaksi dan waktu reaksi. Nisbah metanol terhadap sampel diuji pada rentang 5:1-7:1(v/b), suhu reaksi diuji pada rentang 40-60oC dan waktu reaksi diuji pada rentang waktu 4-6 jam. Matriks rancangan percobaan ditampilkan pada Tabel 1. Rancangan percobaan digunakan untuk menghimpun dan menganalisa informasi efek yang timbulkan dari variabel proses produksi terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan dengan cepat dan lebih efisien. Optimasi dilakukan untuk mendapatkan variabel proses yang menghasilkan rendemen biodiesel yang optimum (Yee et al. 2011).

Pengujian Respon

Respon dihitung sebagai rendemen biodiesel dengan metode transesterifikasi

(16)

4

Rendemen % = bobot biodieselg

bobot minyak dalam contohg ×100

(Kartika et al. 2011)

Pengujian Kualitas Biodiesel

Biodiesel yang dihasilkan diuji komposisi metil esternya menggunakan GC-MS di PUSLABFOR MABES POLRI, dan diuji kualitasnya meliputi viskositas kinematik, densitas, bilangan asam, dan kadar air. Metode uji untuk densitas, bilangan asam dan kadar air berbeda dengan metode acuan SNI 04-7182-2006, namun secara prinsip percobaan relatif sama.

Viskositas kinematik (ASTM D445)

Prinsip pengukuran viskositas (metode Ostwald) adalah viskositas biodiesel merupakan perbandingan antara waktu alir biodiesel dengan waktu alir air dikalikan viskositas air pada suhu tertentu. Tabung Ostwald dibersihkan dengan metanol (pelarut biodiesel) dan dikeringkan. Sampel dimasukkan ke dalam tabung Ostwald dan dicelupkan ke dalam termostat air bersuhu 40oC. Setelah lima menit, sampel dipompa ke dalam pipa kapiler sampai melewati tanda tera atas. Sampel dibiarkan turun dan dihitung waktu yang diperlukan sampel melewati dua tanda tera. Hal yang sama dilakukan pada air.

viskositas kinematik (cSt)= � � � × � � �

� �

Kadar Air (Metode Oven)

Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven 105oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. Sebanyak 2 gram contoh ditimbang dalam cawan aluminium kemudian dipanaskan

Tabel 1. Rancangan percobaan faktorial optimasi proses produksi biodiesel

(17)

5 dalam oven pada suhu 105oC selama 1-2 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Prosedur diulang hingga mendapat bobot konstan.

Densitas (AOAC 2005)

Piknometer kosong ditimbang (m) kemudian diisi dengan akuades dan dimasukan kedalam penangas air pada suhu kamar (27oC) selama 30 menit. Piknometer dikeringkan dengan kertas tissue kemudian ditimbang (ma). Prosedur

diulangi untuk biodiesel (mb).

densitas = −

− ×� � (� / )

Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)

Contoh ditimbang sebanyak 2-5 gram dalam Erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml etanol 95%. Kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator PP dan dititar dengan standar NaOH 0.1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Percobaan dilakukan triplo.

bilangan asam(mg KOH/gram lemak) = � �× � �×56,1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilahan Bahan Baku Berdasarkan Kadar Minyak

Tahap awal penelitian merupakan penapisan sampel bintaro. Sampel bintaro berasal dari lima daerah disekitar Kampus IPB Darmaga. Daerah-daerah tersebut antara lain, halaman Kampus IPB Darmaga, Kompleks Perumahan Bogor Baru, Kompleks Perumahan Citra Raya Cikupa Tangerang, sekitar bahu jalan tol lingkar luar Jakarta (daerah Ciputat), dan simpang jalan Cilitan Jakarta Timur. Penapisan ini bertujuan mengetahui pengaruh asal daerah terhadap rendemen minyak dan mencari sampel dengan rendemen minyak yang tertinggi sehingga proses transesterifikasi in situ bisa lebih optimal.

Kandungan minyak biji bintaro yang diperoleh cukup tinggi jika dibandingkan dengan kandungan minyak jarak pagar yang diperoleh Kartika et al.

(2011) yang hanya sekitar 39%. Rendemen minyak biji bintaro pada penelitian ini didapat antara 58% hingga 68.54% basis kering (Tabel 2). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya. Utami (2011) melaporkan, kandungan minyak dalam biji bintaro adalah sebesar 58.73% dengan metode ekstraksi yang sama. Perbedaan ini diduga karena perbedaan asal daerah bintaro yang digunakan, varietas, dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya tanaman.

(18)

6

kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa asal daerah berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak. Hasil uji lanjut Duncan terhadap asal daerah bintaro menunjukkan bahwa rendemen minyak yang dihasilkan oleh bintaro yang berasal dari Kampus IPB tidak berbeda nyata dengan bintaro yang berasal dari Ciputat, Cikupa, dan Bogor Baru namun berbeda nyata dengan bintaro yang berasal dari Jakarta (Lampiran 1). Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tanaman bintaro tersebut tumbuh, umur tanaman, unsur hara dalam tanah, air, sinar matahari, dan faktor lain yang mempengaruhi perkembangan tanaman yang akhirnya mempengaruhi kandungan minyak dalam biji buah.

Hasil ekstraksi minyak bintaro pada Tabel 2 menunjukkan, kadar minyak bintaro cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Bintaro juga berpotensi sebagai bahan baku yang murah dan tidak mengganggu ketersediaan pangan. Hal ini terlihat dari kandungan minyak yang ada dalam biji bintaro walaupun tanaman tersebut tidak mendapat perawatan yang memadai dan tumbuh tidak pada lahan pertanian. Sebagai bahan baku alternatif, bintaro dapat di budidayakan sepanjang jalan tol, tanaman penahan abrasi pantai atau pada kompleks-kompleks perumahan, atau taman-taman sebagai tanaman penaung. Sehingga, selain sebagai bahan baku biodiesel, juga memiliki fungsi lain dan tidak mengganggu lahan pertanian maupun areal hutan.

Pengaruh Parameter Kondisi Operasi terhadap Rendemen Biodiesel

Tingkat pengaruh parameter kondisi operasi transesterifikasi in situ biji bintaro ditentukan dengan rancangan percobaan faktorial 23 menggunakan perangkat lunak Design Expert 8.0.8 trial version (Lampiran 2). Respon dihitung sebagai persen rendemen biodiesel yang dihasilkan pada transesterifikasi in situ

biji bintaro. Rendemen yang dihasilkan dari tiap kondisi percobaan ditampilkan dalam Tabel 3.

Hasil pengolahan data pada Tabel 3 diperoleh suatu persamaan tingkat pengaruh antara faktor produksi dan interaksinya terhadap rendemen biodiesel (Lampiran 2). Persamaan yang terkait dengan respon rendemen biodiesel, yaitu :

log Y=-0,5606+0,4578A+0,4574B+0,0508C-0,0982AB-0,0103AC-0,0121BC+2,3475×10-3ABC Y adalah respon rendemen biodiesel, A adalah nisbah metanol terhadap bahan, B adalah waktu reaksi dan C adalah suhu reaksi.

Tabel 2. Kandungan minyak biji bintaro dari berbagai daerah (basis kering) Daerah Rerata Rendemen Minyak (%)

Kampus IPB 68.54 a

Ciputat 66.62 a

Bogor Baru 62.98 a

Cikupa 60.35 a,b

Jakarta 58.00 b

(19)

7

Metanol merupakan pereaksi kunci pada proses transesterifikasi. Secara teoritis, 3 mol metanol dibutuhkan untuk bereaksi dengan 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserida (Gambar 2). Pada produksi biodiesel, metanol dibuat berlebih agar reaksi terus mengarah pada produk (Leung

et al. 2010). Pada penenelitian ini metanol diuji pada rentang nisbah 5:1-7:1 (ml metanol:gram simplisia biji bintaro). Persamaan tingkat pengaruh faktor produksi menggambarkan bahwa nisbah metanol memiliki pengaruh yang besar terhadap rendemen yang dihasilkan dengan nilai koefisien sebesar 0.4578. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan, nisbah metanol terhadap bahan memiliki pengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. Artinya, semakin besar nisbah metanol terhadap bahan, akan menaikkan rendemen biodiesel jika faktor lain dibuat tetap.

Faktor lain yang berpengaruh dominan terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan pada transesterifikasi in situ bintaro adalah waktu reaksi. Waktu reaksi diuji pada rentang 4-6 jam. Berdasarkan persamaan yang diperoleh, waktu reaksi merupakan salah satu faktor yang dominan memengaruhi besarnya rendemen, yaitu dengan nilai koefisien 0.4574. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan, waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen. Seperti halnya nisbah metanol, kenaikan waktu reaksi akan menaikkan rendemen biodiesel jika faktor lain dibuat tetap. Menurut Leung et al.

(2010) reaksi transesterifikasi akan berjalan lambat pada awal reaksi dan mencapai puncaknya pada waktu tertentu. Setelah waktu reaksi dengan kecepatan reaksi maksimum tercapai (diperoleh rendemen maksimum), rendemen akan relatif Gambar 2 Persamaan reaksi transesterifikasi trigliserida (Knothe et al. 2005).

Tabel 3. Rendemen yang dihasilkan pada tiap kondisi percobaan

(20)

8

konstan. Namun jika reaksi berjalan terlalu lama, maka rendemen akan turun kembali karena kesetimbangan akan mengarah ke pembentukan trigliserida kembali dan terjadinya reaksi penyabunan.

Faktor produksi selanjutnya yang diuji adalah suhu reaksi. Suhu reaksi diuji pada rentang 40-60 ℃. Hasil pengujian menunjukkan, suhu reaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Suhu reaksi memiliki pengaruh yang relatif rendah, yaitu dengan nilai koefisien sebesar 0.0508. Analisis ragam (ANOVA) terhadap suhu dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan, suhu tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen (P>0.05). Kenaikan suhu pada dasarnya akan menaikkan laju reaksi akibat kenaikan energi kinetik sistem. Namun, suhu reaksi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi yang menyebabkan rendemen yang dihasilkan rendah (Leung et al. 2010).

Interaksi antar 2 faktor (nisbah dan waktu, nisbah dan suhu maupun waktu dan suhu) menunjukkan pengaruh negatif terhadap rendemen, sedangkan interaksi ketiga faktor menunjukkan pengaruh positif terhadap rendemen. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan interaksi-interaksi antar 2 faktor maupun interaksi-interaksi 3 faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan rendemen biodiesel (P>0.05). Berdasarkan persamaan tingkat pengaruh faktor produksi diketahui bahwa, kondisi optimum tidak selalu dihasilkan pada kondisi semua faktor pada limit maksimumnya (batas atas pengujian).

Kondisi Optimum Teoritis Transesterifikasi in situ

Kondisi yang diharapkan dalam proses transesterifikasi in situ biji bintaro adalah dihasilkan rendemen dengan nilai maksimal. Rendemen yang tinggi akan semakin menurunkan biaya produksi sihingga lebih efisien. Kondisi optimal yang menghasilkan rendemen tertinggi dipilih pada kondisi suhu minimum untuk memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi saponifikasi antara asam lemak bebas yang terkandung dalam biji bintaro dengan katalis basa yang digunakan akibat suhu tinggi. Reaksi saponifikasi yang terjadi dapat menyulitkan pemisahan biodiesel dengan pengotornya sehingga dapat menurunkan rendemen yang diperoleh. Kondisi yang memenuhi persyaratan tersebut adalah nisbah metanol 7:1, waktu reaksi 4 jam dan suhu reaksi 40 oC. Secara teoritis, kondisi tersebut akan menghasilkan rendemen sebesar 36.97% (Gambar 3).

(21)

9

Contur plot faktor nisbah metanol dan waktu reaksi terhadap rendemen pada. Gambar 3 Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 40 oC.

Gambar 4 Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 50 oC.

Gambar 5 Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 60 oC

(22)

10

waktu reaksi yang dibutuhkan lebih lama dan suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya produksi biodiesel. Secara teoritis, diperoleh 22 kondisi optimum produksi biodiesel dengan rendemen yang maksimal (Lampiran 3). Kondisi produksi terbaik yang diperoleh adalah nisbah metanol terhadap bahan 7:1, waktu reaksi 4 jam dan suhu reaksi 40 oC dengan nilai rendemen teoritis tertinggi, yaitu 36.97%. (Lampiran 3). Pengujian di laboratorium terhadap kondisi optimum yang diperoleh dihasilkan rendemen biodiesel sebesar 38.54%. Nilai ini lebih tinggi 4.24% dari nilai rendemen teoritis, yaitu 36.97%.

Rendemen biodiesel merupakan parameter penting dalam produksi biodiesel. Rendemen tertinggi dari biji bintaro yang diperoleh melalui proses transesterifikasi

in situ dengan katalis NaOH 0.075 M adalah sebesar 36.96% pada kondisi nisbah metanol, waktu dan suhu masing-masing 7:1, 4 jam dan 40 oC (Tabel 3). Hasil ini relatif lebih rendah dibandingkan metode konvensional. Utami (2011) melaporkan, biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak bintaro adalah sebesar 96.22% dengan katalis NaOH 0.5% terhadap bobot minyak, nisbah metanol terhadap minyak 9:1, waktu reaksi 1 jam dan pada suhu 60 oC. Sedangkan Hidayatullah (2009) memperoleh rendemen metil ester sebesar 83% dengan katalis KOH 1,5% terhadap bobot minyak dan nisbah metanol terhadap minyak 7:1, waktu reaksi 1 jam dan suhu 50 oC. Hasil ini juga lebih rendah dari yang diperoleh Kartika et al. (2011) pada transesterifikasi in situ jarak pagar dengan katalis NaOH 0.075M, waktu reaksi 5 jam, nisbah metanol 6:1 dan suhu reaksi 50 oC diperoleh rendemen sebesar 82,2% dengan menggunakan n-heksana sebagai co-solvent.

Rendemen yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini, proses produksi biodiesel dari biji bintaro menggunakan metode transesterifikasi in situ. Pada metode ini, metanol berfungsi sebagai ekstraktor sekaligus sebagai pereaksi pada proses transesterifikasi in situ biji bintaro. Kemampuan ekstraksi minyak oleh metanol yang rendah diduga menjadi faktor utama rendahnya rendemen biodiesel yang dihasilkan. Pada dasarnya metanol memiliki kemampuan ekstraksi minyak yang rendah, sehingga kurang efisien untuk mengekstrak minyak dari suatu bahan. Penambahan co-solvent seperti n-heksana dapat digunakan untuk mengefektifkan proses transesterifikasi in situ

(Qian et al. 2010). Kartika et al. (2012) melaporkan penambahan n-heksana sebagai co-solvent 100% basis volume metanol efektif meningkatkan rendemen biodiesel yang dihasilkan pada transesterifikasi in situ jarak pagar dengan rendemen sebesar 89%. Selain itu, kandungan gum dan lendir yang tinggi pada biji bintaro diduga turut menurunkan rendemen yang dihasilkan karena dapat mempersulit pengeluaran minyak dari biji.

(23)

11 yang tepat untuk memaksimalkan perolehan biodiesel pada transesterifikasi in situ

biji bintaro.

Komposisi Metil Ester dan Kualitas Biodiesel

Komposisi asam lemak bahan baku biodiesel sangat mempengaruhi komposisi biodiesel yang dihasilkan. Kasendo & Lee (2012) melaporkan, minyak biji bintaro yang diperoleh dari Penang, Malaysia didominasi oleh asam oleat dan asam palmitat masing-masing sebesar 52.82% dan 24.86%. Asam lemak lainnya adalah asam linoleat, asam stearat dan asam arakidat masing-masing sebesar 13.65%, 5.79% dan 1.09%. Komposisi metil ester dalam biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini dianalisis menggunakan GC-MS di Pusat Laboratorium Forensik POLRI. Kromatogram GC-MS hasil analisis komposisi biodiesel ditunjukkan pada Gambar 5. Terdapat beberapa puncak serapan yang menunjukkan metil ester dominan dalam biodiesel. Metil ester yang dihasilkan didominasi oleh metil oleat, metil palmitat, metil stearat, metil arakidat, metil behenat dan metil palmitoleat (Tabel 4). Hasil analisis lengkap disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 4. Komposisi metil ester dominan dalam biodiesel biji bintaro

Metil ester Hasil analisis (%)

(Metode in situ)

Gambar 6. Kromatogram biodiesel biji bintaro hasil analisis GC-MS

(24)

12

Komposisi metil ester yang diperoleh dengan metode transesterifikasi in situ

tidak jauh berbeda dengan cara konvensional yang dilakukan Utami (2011). Metil ester yang diperoleh didominasi oleh metil oleat dan metil palmitat sesuai dengan asam lemak dominan penyusun minyak bintaro yang diperoleh Kesendo & Lee (2012). Bahan baku biodiesel di Indonesia saat ini masih didominasi oleh kelapa sawit (KESDM 2011). Kelapa sawit merupakan bahan baku utama pada pembuatan minyak goreng, sehingga penggunaan minyak kelapa sawit dalam produksi biodiesel dapat menyebabkan kelangkaan bahan pangan yang berakibat semakin mahalnya harga minyak kelapa sawit. Komposisi metil ester biodiesel yang dihasilkan dari biji bintaro mirip dengan komposisi biodiesel yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit, sehingga bintaro berpotensi sebagai bahan baku pengganti kelapa sawit untuk produksi biodiesel yang murah (Kasendo & Lee 2012).

Kualitas biodiesel telah distandardisasi oleh Badan Standardisasi Nasional pada tahun 2006 dengan diterbitkannya SNI 04-7182-2006 (Lampiran 4). Biodiesel yang dihasilkan harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Pada penelitian ini, ditentukan komposisi metil ester dalam biodiesel dan beberapa parameter kunci kualitas biodiesel. Parameter kunci kualitas biodiesel yang diukur adalah densitas, kadar air, bilangan asam, dan viskositas kinematik biodiesel (Tabel 5).

Densitas berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin persatuan volume bahan bakar. Densitas dapat menunjukkan sifat dan kinerja bahan bakar seperti kualitas penyalaan, daya konsumsi, sifat-sifat pada suhu rendah, dan pembentukan asap (Sundaryono 2011). Densitas ditentukan dengan menggunakan piknometer (AOAC 2005). Densitas biodiesel dihitung sebagai nisbah massa biodiesel dengan massa air pada suhu dan volume yang sama dikalikan densitas air pada suhu tersebut. Densitas biodiesel yang dihasilkan pada transesterifikasi in situ biji bintaro adalah sebesar 867 kg/m3. Nilai tersebut memenuhi standar mutu biodiesel yang disyaratkan SNI, yaitu antara 850-890 kg/m3.

Kadar air biodiesel diukur dengan metode oven, mengacu pada uji minyak dan lemak (SNI 01-3555-1998) yang disempurnakan dengan AOAC 2007. Batas kadar air pada biodiesel yang ditetapkan SNI adalah 0.05%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korosi pada mesin, memperpendek masa simpan biodiesel, dan pada suhu dingin dapat membentuk kristal-kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar (Sundaryono 2011). Kadar air yang diperoleh pada penelitian adalah sebesar 0.04%. Nilai ini masih berada dibawah batas yang disyaratkan SNI sehingga memenuhi syarat sebagai biodiesel.

Tabel 5. Hasil uji kualitas biodiesel

(25)

13 Bilangan asam berkaitan dengan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak. Bilangan asam dinyatakan dengan banyaknya miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam satu gram minyak (SNI 1998). Keberadaan asam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada mesin karena bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak pada injektor (Sundaryono 2011). Biodiesel yang dihasilkan pada penelitian memiliki bilangan asam sebesar 0.95 mg/g. Nilai ini lebih tinggi dari ambang batas yang ditentukan SNI, yaitu maksimal 0.8 mg/g. Sehingga bilangan asam dari biodiesel yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang ditetapkan SNI. Hal ini diduga disebabkan oleh keberadaan asam lemak bebas yang masih tinggi dalam biodiesel. Keberadaan asam lemak bebas dalam biodiesel ini dapat disebabkan kurang sempurnanya proses esterifikasi (Kartika et al. 2011).

Viskositas berkaitan dengan daya alir suatu fluida. Viskositas yang tinggi merupakan alasan utama mengapa minyak nabati tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel (Kartika et al. 2011). Viskositas yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya injektor mesin kendaraan dan cenderung menghasilkan deposit pada tangki pembakaran (Knothe 2004). Tingginya viskositas ini dapat diturunkan dengan mengkonversi minyak nabati menjadi alkil ester sehingga dapat digunakan langsung pada mesin tanpa harus memodifikasinya (Sundaryono 2011). Viskositas biodiesel menurut SNI adalah sebesar 2.3-6.0 cSt. Viskositas yang terlalu rendah dapat menyebabkan kebocoran pada pompa injeksi, sedangkan jika terlalu tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada injektor dan pembakaran menjadi tidak sempurna (Sundaryono 2011). Viskositas biodiesel yang diperoleh pada penelitian adalah 4.48 cSt. Nilai tersebut berada pada rentang nilai viskositas yang disyaratkan SNI sehingga memenuhi standar sebagai biodiesel dan dapat diaplikasikan tanpa memodifikasi mesin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi terbaik hasil pengoptimuman adalah nisbah metanol terhadap bahan 7:1, suhu reaksi 40 oC dan waktu reaksi 4 jam dengan rendemen teoritis sebesar 36.97%. Nisbah metanol terhadap bahan dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan pada transesterifikasi in situ biji bintaro. Faktor suhu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan rendemen. Kadar air, bilangan asam, viskositas, dan densitas biodiesel yang dihasilkan masing-masing berturut-turut, 0.04%, 0.95 mg KOH/g, 4.48 cSt dan 867 Kg/m3. Selain bilangan asam, kualitas tersebut memenuhi standar mutu yang disyaratkan SNI.

Saran

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analitical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition. Horwitz W, editor. Maryland (US). AOAC International Inc.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Biodiesel. Standar Nasional Indonesia (SNI) 04-7182-2006. Jakarta (ID): BSN.

Chang LC, Gills JJ, Bhat KPL, Luyengi L, Farnsworth NR, Pezzuto JM, Kinghorn AD. 2000. Activity guide isolation of constituent of Cerbera Manghas with anti proliferative and antiestrogenic activities. J.Bioorg.medc.chem. 10:2431-2434. Demirbas A. 2007. Importance of Biodiesel as Transportation Fuel. En.Pol.

35:4661-4670.

Hasan CM, Kuddus MR, Rumi F, Masud MM. 2011. Phytochemical screening and antioxidant activity studies of Cerbera Odollam Gaertn. J.Pharm.Bioscience.

vol 2/issue 11.

Hidayatullah MR. 2009. Pembuatan metil ester minyak biji bintaro (cerbera odollam G) serta karakteristiknya sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel. [skripsi] Padang (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.

Kartika IA, Yani M, Hermawan D. 2011. Transesterifikasi in situ biji jarak pagar: pengaruh jenis pereaksi, kecepatan pengadukan, dan suhu reaksi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel. J.Tek. Ind. Pert. Vol.21 (1) 24-33.

Kasendo J, Lee KT. 2012. Transesterification of palm oil and crude sea mango (cerbera odollam) oil: the active role of simplified sulfated zirconia catalyst.

Biomass and Bioenergy. 40: 96-104

[KESDM] Kementrian Energi Sumber Daya Mineral. 2011. Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia. Jakarta (ID): Pusdatin ESDM.

[KESDM] Kementrian Energi Sumber Daya Mineral. 2011. Indikator dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Jakarta (ID): Pusdatin ESDM.

Knothe G, Gerpen JV, Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook. USA (US): AOAC pr.

Laphookhieo S, Cheenpracha S, Karalai C, Chantrapromma S, Yanisa R, Ponglimanont C, Chantrapromma K. 2004. Cytotoxic cardenolide glycoside from the seed of Cerbera Odollam. J.Phyto.chem. 65: 507-510.

Leung DYC, Wu X, Leung MKH. 2010. A review on biodiesel production using catalyzed transesterification. J.App.Energy. 87: 1083-1095.

Qian J, Wang F, Liu S, Yun Z. 2008. In situ alkalin transesterification of cotton seed oil for production of biodiesel an non toxic cotton seed meal. J. Bio.tech.

vol. 99 (18) 9009-9012.

Sundaryono A. 2011. Karakteristik biodiesel dan blending biodiesel dari oil losses

limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. J.Tek.Ind.Pert. 21 (1): 34-40.

(27)

15 Utami S. 2010. Aktivitas insektisida bintaro (cerbera odollam gertn) terhadap hama eurema sp. pada skala laboratorium. J.Pen.Hut.Tanaman. 4 (7): 211-220. Wahlen BD, Willis RM, Seeefeldt LC. 2011. Biodiesel production by

simultaneous extraction and conversion of total lipid from microalgae, cyanobacteria and wild mixedcultures.J.Bio.tech.vol. 102 (3) 2724-2730.

Yee KF, Lee KT, Ceccato R, Abdullah AZ. 2011. Production of Biodiesel from

Jatropha curcas L. Oil Catalized by SO4-2/ZrO2 Catalyst: Effect of Interaction

(28)

16

Lampiran 1 Rendemen Minyak Biji Bintaro dan Analisis Ragamnya (ANOVA)

sampel ulangan bobot labu kosong

Test of Homogeneity of Variances

(29)

17

Homogeneous Subsets

Rendemen

asal daerah N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana jakarta 3 5.112157E1

cikupa 3 6.034697E1 6.034697E1

bogor baru 3 6.297693E1

ciputat 3 6.661837E1

kampus 3 6.853697E1

Sig. .070 .124

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(30)

18

Lampiran 2 Keluaran Analisis Ragam (ANOVA) dan Penentuan

Model Tingkat Pengaruh Faktor Program

Design

Expert 8.0.8 trial version

Design Actual

Run Nisbah Metanol Waktu Suhu Rendemen

1 7.00 6.00 40.00 28.445

2 7.00 4.00 60.00 30.913

3 7.00 4.00 40.00 36.9646

4 5.00 4.00 40.00 32.315

5 5.00 6.00 60.00 22.7272

6 5.00 6.00 40.00 25.8796

7 6.00 5.00 50.00 31.2508

8 6.00 5.00 50.00 28.71

9 7.00 6.00 60.00 35.4565

10 5.00 4.00 60.00 29.3396

Response 1 rendemen

Transform: Base 10 Log Constant: 0 ANOVA Summary

Adjusted Model Unadjusted Model

F-value p-value F-value p-value

Model 7.16 0.2804 14.31 0.0669

Curvature 4.742E-004 0.9861

Lack of Fit 4.742E-004 0.9861

Model Summary

Adjusted Model Unadjusted Model

Coefficient Coefficient

FactorEstimate p-value Estimate p-value

Intercept 1.48 1.48

A 0.039 0.1461 0.039 0.0262

B -0.033 0.1747 -0.033 0.0374

C -0.010 0.4725 -0.010 0.2631

AB 0.019 0.2854 0.019 0.0989

AC 0.015 0.3591 0.015 0.1550

BC 0.020 0.2764 0.020 0.0928

ABC 0.023 0.2380 0.023 0.0691

Center Point 4.483E-004 0.9861

The following ANOVA is for a model that adjusts for curvature. This is the default model used for the diagnostic plots.

(31)

19 ANOVA for selected factorial model

Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F

Model 0.034 7 4.853E-003 7.16 0.2804

A-Nisbah 0.012 1 0.012 18.32 0.1461

B-waktu 8.553E-003 1 8.553E-003 12.61 0.1747

C-suhu 8.063E-004 1 8.063E-004 1.19 0.4725

AB 2.931E-003 1 2.931E-003 4.32 0.2854

AC 1.694E-003 1 1.694E-003 2.50 0.3591

BC 3.155E-003 1 3.155E-003 4.65 0.2764

ABC 4.408E-003 1 4.408E-003 6.50 0.2380

Curvature 3.216E-007 1 3.216E-007 4.742E-004 0.9861 Pure Error 6.781E-004 1 6.781E-004

Cor Total 0.035 9

The following ANOVA is for a model that does not adjust for curvature. This is the default model used for prediction and model plots.

ANOVA for selected factorial model

Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F

Model 0.034 7 4.853E-003 14.31 0.0669 not

significant

A-Nisbah 0.012 1 0.012 36.62 0.0262

B-waktu 8.553E-003 1 8.553E-003 25.21 0.0374

C-suhu 8.063E-004 1 8.063E-004 2.38 0.2631

AB 2.931E-003 1 2.931E-003 8.64 0.0989

AC 1.694E-003 1 1.694E-003 4.99 0.1550

BC 3.155E-003 1 3.155E-003 9.30 0.0928

ABC 4.408E-003 1 4.408E-003 13.00 0.0691

Residual 6.785E-004 2 3.392E-004

Lack of Fit 3.216E-007 1 3.216E-007 4.742E-004 0.9861 not significant

Pure Error 6.781E-004 1 6.781E-004

Cor Total 0.035 9

The Model value of 14.31 implies there is a 6.69% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise.

Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case A, B are significant model terms.

Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.

If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),

model reduction may improve your model.

(32)

20

error. There is a 98.61% chance that a "Lack of Fit F-value" this large could occur due

to noise. Non-significant lack of fit is good -- we want the model to fit.

Std. Dev. 0.018 R-Squared 0.9804

Mean 1.48 Adj R-Squared 0.9119

C.V. % 1.25 Pred R-Squared 0.9729

PRESS 9.404E-004 Adeq Precision 12.823

The "Pred Squared" of 0.9729 is in reasonable agreement with the "Adj R-Squared" of 0.9119.

"Adeq Precision" measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable.

Your ratio of 12.823 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.

Coefficient Standard 95% CI 95% CI

Factor Estimate df Error Low High VIF

Intercept 1.48 1 5.824E-003 1.45 1.50

A-Nisbah 0.039 1 6.512E-003 0.011 0.067 1.00 B-waktu -0.033 1 6.512E-003 -0.061-4.679E-003 1.00 C-suhu -0.010 1 6.512E-003 -0.038 0.018 1.00 AB 0.019 1 6.512E-003 -8.877E-003 0.047 1.00 AC 0.015 1 6.512E-003 -0.013 0.043 1.00 BC 0.020 1 6.512E-003 -8.159E-003 0.048 1.00 ABC 0.023 1 6.512E-003 -4.544E-003 0.051 1.00 Final Equation in Terms of Coded Factors:

Log10(rendemen) =

+1.48

+0.039 * A

-0.033 * B

-0.010 * C

+0.019 * A * B

+0.015 * A * C

+0.020 * B * C

+0.023 * A * B * C

Final Equation in Terms of Actual Factors: Log10(rendemen) =

-0.56062

+0.45781 * Nisbah +0.45740 * waktu +0.050760 * suhu

-0.098232 * Nisbah * waktu -0.010282 * Nisbah * suhu -0.012099 * waktu * suhu

(33)

21

Lampiran 3 Keluaran Optimasi Design Expert 8.0.8 trial version

Constraints

Lower Upper Lower Upper

Name Goal Limit Limit Weight Weight

A:Nisbah is in range 5 7 1 1

B:waktu is in range 4 6 1 1

C:suhu is in range 40 60 1 1

rendemen maximize 22.7272 36.9646 1 1

Solutions

Number Nisbah(A) waktu(B) suhu (C) rendemen esirability

1 7.00 4.00 40.00 36.9722 1.000

2 6.99 4.00 40.00 36.9325 0.998

3 7.00 4.00 40.12 36.9238 0.997

4 7.00 4.01 40.00 36.913 0.996

5 6.97 4.00 40.00 36.9084 0.996

6 6.94 4.00 40.00 36.8227 0.990

7 7.00 4.00 40.51 36.8036 0.989

8 6.93 4.00 40.00 36.7994 0.988

9 7.00 4.01 40.55 36.754 0.985

10 7.00 4.10 40.00 36.5131 0.968

11 6.81 4.00 40.00 36.5094 0.968

12 7.00 4.13 40.00 36.3696 0.958

13 7.00 4.16 40.00 36.205 0.947

14 7.00 4.00 42.85 36.0427 0.935

15 7.00 4.00 42.99 35.9967 0.932

16 7.00 4.23 40.00 35.8616 0.923

17 7.00 6.00 60.00 35.4638 0.895

18 7.00 4.25 45.74 34.4828 0.826

19 7.00 4.37 49.42 33.5251 0.758

20 7.00 4.49 50.34 33.2513 0.739

21 7.00 4.00 52.34 33.1114 0.729

(34)

22

Lampiran 4 Syarat Mutu Biodiesel (SNI 04-7182-2006)

Parameter Satuan Nilai

Massa jenis (40 OC)

Viskositas kinematik (40 OC)

(35)

23

Lampiran 5 Data GC-MS Biodiesel Biji Bintaro

Library Search Report

Data Path : C:\MSDChem\1\data\

Data File : SAMPLE.D Acq On : 22 Jan 2013 10:26

Operator : IRWAN FAUZI

Sample : BIODESEL ( BIJI BINTARO) Misc : S1 IPB

ALS Vial : 1 Sample Multiplier: 1

Search Libraries: C:\Database\wiley7n.l Minimum Quality: 0

C:\Database\wiley7n.l Minimum Quality: 0

C:\Database\wiley7n.l

Unknown Spectrum: Apex

Integration Events: Chemstation Integrator - VINA.E

Pk# RT Area% Library/ID Ref# CAS# Qual ____________________________________________________________ 1 7.46 0.06 C:\Database\wiley7n.l

Hexanal 8193 000066-25-1 53 Hexanal (CAS) $$ n-Hexanal $$ Hexa 8197 000066-25-1 53 ldehyde $$ Caproaldehyde $$ Capron

aldehyde $$ n-Caproaldehyde $$ Cap roic aldehyde $$ Hexylaldehyde $$ n-Capronaldehyde $$ 1-hexanal $$ n -C5H11CHO $$ n-Hexaldehyde $$ n-Ca proylaldehyde $$ Aldehyde C-6 $$ K apronaldehyd $$ U

Cyclohexane, (1,1-dimethylethyl)- 36523 003178-22-1 47

2 9.41 0.04 C:\Database\wiley7n.l

Heptanoic acid, methyl ester (CAS) 40216 000106-73-0 91 $$ Methyl heptanoate $$ Methyl n-

heptanoate $$ Methyl heptoate $$ M ethyl enanthate $$ Methyl n-heptyl ate $$ Methyl oenanthylate $$ Meth yl ester of heptanoic acid $$ HEPT ANOIC ACID-METHYL ESTER

Heptanoic acid, methyl ester (CAS) 40223 000106-73-0 90 $$ Methyl heptanoate $$ Methyl n-

heptanoate $$ Methyl heptoate $$ M ethyl enanthate $$ Methyl n-heptyl ate $$ Methyl oenanthylate $$ Meth yl ester of heptanoic acid $$ HEPT ANOIC ACID-METHYL ESTER

(36)

24

3 10.26 0.03 C:\Database\wiley7n.l

Nonanal 38511 000124-19-6 90

4 10.41 0.18 C:\Database\wiley7n.l

Octanoic acid, methyl ester (CAS) 57744 000111-11-5 97

5 11.86 0.06 C:\Database\wiley7n.l

(37)

25

2,4-Decadienal, (E,Z)- (CAS) $$ tr 49386 025152-83-4 93 ans,cis-2,4-Decadienal $$ (E,Z)-2,

4-Decadienal $$ trans-2,cis-4-Deca dienal $$ 2-trans,4-cis-Decadienal $$ (2E,4Z)-Decadienal $$ (2E,4Z)- 2,4-Decadienal

2,4-Decadienal, (E,E)- (CAS) $$ tr 49392 025152-84-5 72 ans,trans-2,4-Decadienal $$ (E,E)-

2,4-Decadienal $$ 2,4-trans,trans- Decadienal $$ 2-trans-4-trans-Deca dienal $$ trans-2, trans-4-Decadie nal $$ trans,trans-2,4-Decadien-1- al $$ E,E-2,4-decadienal $$ (2E,4E )-2,4-decadienal

2,4-Decadienal, (E,E)- 49393 025152-84-5 72 7 12.41 0.08 C:\Database\wiley7n.l

2,4-Decadienal, (E,E)- (CAS) $$ tr 49395 025152-84-5 95 ans,trans-2,4-Decadienal $$ (E,E)-

2,4-Decadienal $$ 2,4-trans,trans- Decadienal $$ 2-trans-4-trans-Deca dienal $$ trans-2, trans-4-Decadie nal $$ trans,trans-2,4-Decadien-1- al $$ E,E-2,4-decadienal $$ (2E,4E )-2,4-decadienal

2,4-Decadienal, (E,E)- (CAS) $$ tr 49392 025152-84-5 95 ans,trans-2,4-Decadienal $$ (E,E)-

2,4-Decadienal $$ 2,4-trans,trans- Decadienal $$ 2-trans-4-trans-Deca dienal $$ trans-2, trans-4-Decadie nal $$ trans,trans-2,4-Decadien-1- al $$ E,E-2,4-decadienal $$ (2E,4E )-2,4-decadienal

2,4-Decadienal 49394 002363-88-4 91 8 12.48 0.05 C:\Database\wiley7n.l

Methyl 4-oxooctanoate 76008 003884-92-2 80 (E)-1-cyclooctatetraenylprop-1-ene 40959 075646-44-5 47 $$ 1,3,5,7-Cyclooctatetraene, 1-(

1-propenyl)-, (E)- (CAS)

Octadecanoic acid, methyl ester (C 247751 000112-61-8 43 AS) $$ Methyl stearate $$ Methyl o

ctadecanoate $$ Methyl n-octadecan oate $$ Stearic acid methyl ester $$ Kemester 9718 $$ Stearic acid, methyl ester $$ n-Octadecanoic aci d methyl ester $$ Methyl-octadecan oate $$ Methyl es

9 12.81 0.06 C:\Database\wiley7n.l

3-DODECEN-1-AL 90255 000000-00-0 87 Undecenal (CAS) $$ Undecenoic alde 71097 001337-83-3 80 hyde $$ Undecylene aldehyde

2-DOCECEN-1-AL 90254 004826-62-4 72 10 13.06 0.03 C:\Database\wiley7n.l

(38)

26

methyl 8-hydroxyoctanoate $$ Octan 78541 020257-95-8 64 oic acid, 8-hydroxy-, methyl ester

Pentanoic acid, 4-methyl-, methyl 26391 002412-80-8 52 ester $$ Valeric acid, 4-methyl-,

methyl ester $$ Methyl 4-methylpen tanoate $$ Methyl 4-methylvalerate $$ Isohexanoic acid, methyl ester $$ Methyl 2-methyl pentanoate 11 13.41 0.28 C:\Database\wiley7n.l

Nonanoic acid, 9-oxo-, methyl este 95128 001931-63-1 91 r $$ Azelaaldehydic acid, methyl e

ster $$ Methyl azelaaldehydate $$ Methyl azelaaldehydrate $$ Methyl 8-formyloctanoate $$ Methyl 9-oxon onanoate $$ 9-Oxononanoic acid met hyl ester

Nonanoic acid, 9-oxo-, methyl este 95130 001931-63-1 72 methyl 8-formyloctanoate 92323 000000-00-0 59 12 14.27 0.02 C:\Database\wiley7n.l

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, 211105 001120-25-8 70 (Z)-10-Oxodecanoic acid,

methyl ester 115169 000000-00-0 53

17-Octadecenoic acid, methyl ester 245522 018654-84-7 43 (CAS) $$ METHYL OCTADEC-17-ENOATE

$$ METHYL CIS-OCTADECA-17-ENOATE 13 14.79 0.10 C:\Database\wiley7n.l

(s)(+)-Z-13-Methyl-11-pentadecen-1 228745 000000-00-0 30 -ol acetate

Cyclopropane, nonyl- 71520 074663-85-7 30 Cyclopropane, octyl- $$ Octane, 1- 53684 001472-09-9 30 cyclopropyl- $$ Octylcyclopropane

14 15.60 0.10 C:\Database\wiley7n.l

9-Octadecenoic acid, methyl ester, 245486 001937-62-8 49 (E)- $$ Elaidic acid, methyl este

r $$ Methyl elaidate $$ Methyl tra ns-9-octadecenoate $$ (E)-9-Octade cenoic acid methyl ester

7-Octadecenoic acid, methyl ester 245462 057396-98-2 49 METHYL 9,9-DIDEUTERO-OCTADECANOATE 247810 019905-64-7 46 15 15.71 0.16 C:\Database\wiley7n.l

Tetradecanoic acid, methyl ester ( 176778 000124-10-7 98 CAS) $$ Methyl myristate $$ Methyl

tetradecanoate $$ Methyl n-tetrad ecanoate $$ Myristic acid methyl e ster $$ Uniphat A50 $$ Metholeneat 2495 $$ Myristic acid, methyl est er $$ Tetradecanoic acid methyl es ter $$ MYRISTIC A

Tetradecanoic acid, methyl ester ( 176765 000124-10-7 98 CAS) $$ Methyl myristate $$ Methyl

(39)

27

2495 $$ Myristic acid, methyl est er $$ Tetradecanoic acid methyl es ter $$ MYRISTIC A

Tetradecanoic acid, methyl ester ( 176770 000124-10-7 97 CAS) $$ Methyl myristate $$ Methyl

tetradecanoate $$ Methyl n-tetrad ecanoate $$ Myristic acid methyl e ster $$ Uniphat A50 $$ Metholeneat 2495 $$ Myristic acid, methyl est er $$ Tetradecanoic acid methyl es ter $$ MYRISTIC A

16 15.86 0.04 C:\Database\wiley7n.l

9-Octadecene, 1,1-dimethoxy-, (Z)- 263386 015677-71-1 47 1-Methylcycloheptanol $$ 1-Methylc 25071 003761-94-2 46 ycloheptanol-1 $$ Cycloheptanol, 1

-methyl-

2-Nonadecanone (CAS) $$ Methyl hep 228906 000629-66-3 43 tadecyl ketone $$ 2-NONADECANON

17 16.32 0.03 C:\Database\wiley7n.l

1H-Indole, 2-methyl-3-phenyl- (CAS 125873 004757-69-1 49 ) $$ 3 PHENYL-2-METHYLINDOLE $$ 2-

Methyl-3-phenylindole $$ Indole, 2 -methyl-3-phenyl-

Methyl Z-11-tetradecenoate 174168 000000-00-0 38 Hexahydropyridine, 1-methyl-4-[4,5 125674 094427-47-1 30 -dihydroxyphenyl]-

18 16.48 0.04 C:\Database\wiley7n.l

Pentadecanoic acid, methyl ester ( 195447 007132-64-1 95 CAS) $$ Methyl pentadecanoate $$ P

ENTADECANOIC ACID-METHYL ESTER $$ Methyl n-pentadecanoate $$ Pentade canoic acid methyl ester $$ Methyl 2-ethyltridecanoate $$ methyl pen decanoate $$ n-Pentadecanoic acid methyl ester

Methyl 9-methyltetradecanoate 195519 000000-00-0 94 Pentadecanoic acid, methyl ester 195449 007132-64-1 94 19 17.15 1.98 C:\Database\wiley7n.l

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, 211106 001120-25-8 99 (Z)- (CAS) $$ Methyl palmitoleate

$$ Methyl palmitoleinate $$ Palmi toleic acid, methyl ester

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, 211104 001120-25-8 99 (Z)- $$ Methyl palmitoleate $$ Me

thyl palmitoleinate $$ Palmitoleic acid, methyl ester

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, 211101 001120-25-8 99 (Z)- (CAS) $$ Methyl palmitoleate

$$ Methyl palmitoleinate $$ Palmi toleic acid, methyl ester

20 17.38 23.44 C:\Database\wiley7n.l

(40)

28

hexadecanoate $$ Methyl n-hexadeca noate $$ Uniphat A60 $$ Metholene 2216 $$ Palmitic acid methyl ester $$ Palmitic acid, methyl ester $$ n-Hexadecanoic acid methyl ester $$ PALMITIC ACID-

Hexadecanoic acid, methyl ester (C 213888 000112-39-0 99 AS) $$ Methyl palmitate $$ Methyl

hexadecanoate $$ Methyl n-hexadeca noate $$ Uniphat A60 $$ Metholene 2216 $$ Palmitic acid methyl ester $$ Palmitic acid, methyl ester $$ n-Hexadecanoic acid methyl ester $$ PALMITIC ACID-

Hexadecanoic acid, methyl ester $$ 213890 000112-39-0 99 Palmitic acid, methyl ester $$ n-

Hexadecanoic acid methyl ester $$ Metholene 2216 $$ Methyl hexadecan oate $$ Methyl n-hexadecanoate $$ Methyl palmitate $$ Uniphat A60 21 17.75 0.18 C:\Database\wiley7n.l

3-Oxatricyclo[4.2.0.0(2,4)]octan-7 20972 000000-00-0 43 -one

Cyclohexene, 4-methyl- 6468 000591-47-9 43 Bicyclo[2.2.1]heptan-2-ol, 1,3,3-t 53073 001632-73-1 38 rimethyl-

22 17.95 0.17 C:\Database\wiley7n.l

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl e 245467 000112-62-9 83 ster (CAS) $$ Methyl oleate $$ Met

Cyclopropaneoctanoic acid, 2-hexyl 228710 010152-61-1 81 -, methyl ester

11-Hexadecenoic acid, 15-methyl-, 228701 055044-54-7 78 methyl ester

23 18.08 0.34 C:\Database\wiley7n.l

Hexadecanoic acid, 15-methyl-, met 231378 006929-04-0 99 hyl ester $$ Methyl isoheptadecano

ate $$ Methyl 15-methylhexadecanoa te

Heptadecanoic acid, methyl ester $ 231337 001731-92-6 98 $ Margaric acid methyl ester $$ Me

thyl heptadecanoate $$ Methyl marg arate $$ n-Heptadecanoic acid meth yl ester

Heptadecanoic acid, methyl ester ( 231335 001731-92-6 97 CAS) $$ Methyl heptadecanoate $$ M

(41)

29

d methyl ester $$ HEPTADECANCARBON SAEUREMETHYLESTER

24 19.03 47.81 C:\Database\wiley7n.l

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl e 245469 000112-62-9 99 ster (CAS) $$ Methyl oleate $$ Met

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl e 245475 000112-62-9 99 ster (CAS) $$ Methyl oleate $$ Met

7-Octadecenoic acid, methyl ester 245462 057396-98-2 99 25 19.11 11.05 C:\Database\wiley7n.l

Octadecanoic acid, methyl ester (C 247763 000112-61-8 99 AS) $$ Methyl stearate $$ Methyl o

ctadecanoate $$ Methyl n-octadecan oate $$ Stearic acid methyl ester Octadecanoic acid, methyl ester (C 247777 000112-61-8 99 AS) $$ Methyl stearate $$ Methyl o

ctadecanoate $$ Methyl n-octadecan oate $$ Stearic acid methyl ester $$ Kemester 9718 $$ Stearic acid, methyl ester $$ n-Octadecanoic aci d methyl ester $$ Methyl-octadecan oate $$ Methyl es

26 19.59 0.14 C:\Database\wiley7n.l

9,12-Octadecadienoic acid, methyl 243102 002566-97-4 90 ester, (E,E)-

10,13-Octadecadienoic acid, methyl 243109 056554-62-2 78 ester (CAS)

8,11-Octadecadienoic acid, methyl 243098 056599-58-7 78 ester

27 19.73 0.11 C:\Database\wiley7n.l

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl e 245468 000112-62-9 70 ster $$ Oleic acid, methyl ester $

(42)

30

, methyl ester $$

Cyclopropaneoctanoic acid, 2-octyl 261100 010152-62-2 50 -, methyl ester

HEPTADECENE-(8)-CARBONIC ACID-(1) 228686 000000-00-0 48 28 19.92 0.08 C:\Database\wiley7n.l

Octadecanoic acid, 11-methyl-, met 263398 074484-77-8 90 hyl ester

Octadecanoic acid, 17-methyl-, met 263339 055124-97-5 86 hyl ester

Hexadecanoic acid, methyl ester (C 213899 000112-39-0 64 AS) $$ Methyl palmitate $$ Methyl

hexadecanoate $$ Methyl n-hexadeca noate $$ Uniphat A60 $$ Metholene 2216 $$ Palmitic acid methyl ester $$ Palmitic acid, methyl ester $$ n-Hexadecanoic acid methyl ester $$ PALMITIC ACID-

29 20.39 0.11 C:\Database\wiley7n.l

Z-6-Pentadecen-1-ol acetate 211152 000000-00-0 44 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 146455 001873-88-7 30 ne $$ Bis(trimethylsiloxy)methylsi

lane $$ Hydromethylsiloxane $$ Tri siloxane, 1,1,1,3,5,5,5-heptamethy l-

1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene 125886 000000-00-0 25 30 20.47 0.08 C:\Database\wiley7n.l

HEPTADECENE-(8)-CARBONIC ACID-(1) 228686 000000-00-0 62 9-Octadecenoic acid, (E)- 228774 000112-79-8 62 9-Octadecenoic acid, (E)- $$ trans 228773 000112-79-8 45 -.delta.(sup 9)-Octadecenoic acid

$$ trans-.delta.9-Octadecenoic aci d $$ trans-Octadec-9-enoic acid $$ trans-Oleic acid $$ trans-9-Octad ecenoic acid $$ Elaidic acid

31 20.59 1.25 C:\Database\wiley7n.l

Oxiraneoctanoic acid, 3-octyl-, me 263158 006084-76-0 64 thyl ester, trans- (CAS) $$ Methyl

trans-9,10-epoxystearate $$ Methy l trans-9,10-epoxyoctadecanoate $$ Octadecanoic acid, 9,10-epoxy-, m ethyl ester, trans-

Cyclohexanone, 2,2-dimethyl-5-(3-m 89908 141033-65-0 56 ethyloxiranyl)-, [2.alpha.(R@),3.a

lpha.]-(.+-.)-

Oxiraneoctanoic acid, 3-octyl-, me 263154 002566-91-8 53 thyl ester, cis- $$ Octadecanoic a

cid, 9,10-epoxy-, methyl ester, ci s- $$ cis-9,10-Ethoxystearic Acid, methyl ester $$ Methyl cis-9,10-e poxyoctadecanoate $$ Methyl cis-9, 10-epoxystearate

32 20.79 1.95 C:\Database\wiley7n.l

(43)

31

Cyclopropaneoctanoic acid, 2-hexyl 228710 010152-61-1 50 -, methyl ester

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, 211101 001120-25-8 49 (Z)- (CAS) $$ Methyl palmitoleate

$$ Methyl palmitoleinate $$ Palmi toleic acid, methyl ester

33 21.04 4.82 C:\Database\wiley7n.l

Eicosanoic acid, methyl ester 277450 001120-28-1 99 Eicosanoic acid, methyl ester 277452 001120-28-1 99 Eicosanoic acid, methyl ester $$ M 277451 001120-28-1 99 ethyl arachate $$ Methyl eicosanoa

te $$ Arachidic acid methyl ester 34 21.20 0.09 C:\Database\wiley7n.l

1H-Indole, 2-methyl-3-phenyl- 125874 004757-69-1 64 1H-Indole, 2-methyl-3-phenyl- (CAS 125873 004757-69-1 64 ) $$ 3 PHENYL-2-METHYLINDOLE $$ 2-

Methyl-3-phenylindole $$ Indole, 2 -methyl-3-phenyl-

N-ethyl-1,3-dithioisoindoline $$ 1 125287 035373-06-9 58 H-Isoindole-1,3(2H)-dithione, 2-et

hyl- (CAS)

35 21.31 0.08 C:\Database\wiley7n.l

Brallobarbital $$ 2,4,6(1H,3H,5H)- 232578 000561-86-4 35 Pyrimidinetrione, 5-(2-bromo-2-pro

penyl)-5-(2-propenyl)- $$ Barbitur ic acid, 5-allyl-5-(2-bromoallyl)- $$ Allylbromoallylbarbituric acid $$ U. C. B. 5033 $$ Ucedorm $$ Ve sperone $$ 5-(2'-Bromallyl)-5-Ally lbarbituric acid

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- (CAS 146397 000541-05-9 35 ) $$ 1,1,3,3,5,5-HEXAMETHYL-CYCLOH

EXASILOXANE $$ Hexamethylcyclotris iloxane $$ HEXAMETHYL-CYCLOTRISILO XANE $$ Dimethylsiloxane cyclic tr imer

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- 146391 000541-05-9 35 36 21.48 0.69 C:\Database\wiley7n.l

2,4-METHANO-4H-INDEN-3-D-4-OL, OCT 50421 098640-06-3 30 AHYDRO-, (2.ALPHA.,3.ALPHA.,3A.BET

A.,4.BETA.,7 $$ 2,4-Methano-4H-ind en-3-d-4-ol, octahydro-, (2.alpha. ,3.alpha.,3a.beta.,4.beta.,7a.beta .)- (CAS)

(44)

32

dimethyl- $$ .alpha.4-Norpyridoxin e $$ Adermine, 4-deoxy- $$ Deoxypy ridoxine $$ Desoxypyridoxine $$ 4- Deoxypyridoxal $$ 4-Deoxypyridoxin e $$ 4-Deoxypyridoxol $$ 3-Pyridin emethanol, 4,6-dimethyl-5-hydroxy- 37 21.79 0.18 C:\Database\wiley7n.l

N-ethyl-1,3-dithioisoindoline $$ 1 125287 035373-06-9 43 H-Isoindole-1,3(2H)-dithione, 2-et

hyl- (CAS)

6-Nonenal, 3,7-dimethyl- 71282 000000-00-0 30 2-Oxy-[(1-methyl-2-ethoxycarbonyl) 204608 000000-00-0 18 vinyl]-2-oxo-4-methyl-1,3,2-dioxap

hosphorinan

38 21.99 0.05 C:\Database\wiley7n.l

Silane, 1,4-phenylenebis[trimethyl 147366 013183-70-5 47 - $$ Silane, p-phenylenebis[trimet

hyl- $$ p-Bis(trimethylsilyl)benze ne $$ Benzene, p-bis(trimethylsily l)- $$ Silane, p-biphenylylenebis[ trimethyl- $$ 1,4-Bis(trimethylsil yl)benzene $$ p-Phenylenebis(trime thylsilane) $$ Si

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- 146391 000541-05-9 43 1,3-Bis(trimethylsilyl)benzene 147371 002060-89-1 43 39 22.28 0.08 C:\Database\wiley7n.l

Heneicosanoic acid, methyl ester $ 290436 006064-90-0 98 $ Methyl heneicosanoate $$ Methyl

henelcosanoate

Heneicosanoic acid, methyl ester 290437 006064-90-0 93 Octadecanoic acid, methyl ester (C 247754 000112-61-8 91 AS) $$ Methyl stearate $$ Methyl o

ctadecanoate $$ Methyl n-octadecan oate $$ Stearic acid methyl ester

N-Methyl-1-adamantaneacetamide 125790 000000-00-0 45 2,4,6-Cycloheptatrien-1-one, 3,5-b 186568 000000-00-0 43 is-trimethylsilyl-

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- (CAS 146393 000541-05-9 38 ) $$ 1,1,3,3,5,5-HEXAMETHYL-CYCLOH

EXASILOXANE $$ Hexamethylcyclotris iloxane $$ HEXAMETHYL-CYCLOTRISILO XANE $$ Dimethylsiloxane cyclic tr imer

41 22.69 0.08 C:\Database\wiley7n.l

Naphthalene, decahydro-1,6-dimethy 68497 001750-51-2 70 l- (CAS) $$ 1,6-DIMETHYL DECALIN $

$ 1,6-DIMETHYLDECAHYDRONAPHTHALENE

(45)

33

H-Isoindole-1,3(2H)-dithione, 2-et hyl- (CAS)

Naphthalene, decahydro-2,6-dimethy 68499 001618-22-0 43 l- $$ Decahydro-2,6-dimethylnaphth

alene $$ 2,6-Dimethyldecalin

42 22.72 0.07 C:\Database\wiley7n.l

1H-Benzocyclohepten-7-ol, 2,3,4,4a 148493 006892-80-4 58 ,5,6,7,8-octahydro-1,1,4a,7-tetram

ethyl-, cis-

Silicic acid, diethyl bis(trimethy 244286 003555-45-1 35 lsilyl) ester

Anthracene, 9-ethyl-9,10-dihydro-1 206156 000000-00-0 30 0-t-butyl-

43 23.20 0.04 C:\Database\wiley7n.l

1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 146455 001873-88-7 30 ne $$ Bis(trimethylsiloxy)methylsi

lane $$ Hydromethylsiloxane $$ Tri siloxane, 1,1,1,3,5,5,5-heptamethy l-

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- (CAS 146397 000541-05-9 27 ) $$ 1,1,3,3,5,5-HEXAMETHYL-CYCLOH

EXASILOXANE $$ Hexamethylcyclotris iloxane $$ HEXAMETHYL-CYCLOTRISILO XANE $$ Dimethylsiloxane cyclic tr imer

Cyclotrisiloxane, hexamethyl- (CAS 146393 000541-05-9 27 ) $$ 1,1,3,3,5,5-HEXAMETHYL-CYCLOH

EXASILOXANE $$ Hexamethylcyclotris iloxane $$ HEXAMETHYL-CYCLOTRISILO XANE $$ Dimethylsiloxane cyclic tr Tricosanoic acid, methyl ester $$ 312424 002433-97-8 89 Methyl tricosanoate

46 27.83 0.89 C:\Database\wiley7n.l

Tetracosanoic acid, methyl ester $ 321681 002442-49-1 99 $ Methyl lignocerate $$ Methyl tet

racosanoate $$ Lignoceric acid met hyl ester

Tetracosanoic acid, methyl ester 321683 002442-49-1 99 Tetracosanoic acid, methyl ester 321680 002442-49-1 99 47 30.52 0.09 C:\Database\wiley7n.l

Pentacosanoic acid, methyl ester 330270 055373-89-2 78 Pentacosanoic acid, methyl ester 330272 055373-89-2 70 Docosanoic acid, methyl ester (CAS 302036 000929-77-1 70 ) $$ Methyl behenate $$ Methyl doc

(46)

34

ter $$ Behenic acid, methyl ester $$ n-Docosanoic acid methyl ester 48 30.82 0.17 C:\Database\wiley7n.l

2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 337963 007683-64-9 95 2,6,10,15,19,23-hexamethyl- (CAS)

$$ Squalene $$ Skvalen $$ Supraene $$ Spinacene $$ 2,6,10,15,19,23-H EXAMETHYL-2,6,10,14,18,22,-TETRACO SAHEXAENE $$ 2,6,10,14,18,22,-TETR ACOSAHEXAEN, 2,6,10,15,19,23-HEXAM ETHYL-

Squalene 337959 007683-64-9 92 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 337962 007683-64-9 92 2,6,10,15,19,23-hexamethyl- (CAS)

$$ Squalene $$ Skvalen $$ Supraene $$ Spinacene $$ 2,6,10,15,19,23-H EXAMETHYL-2,6,10,14,18,22,-TETRACO SAHEXAENE $$ 2,6,10,14,18,22,-TETR ACOSAHEXAEN, 2,6,10,15,19,23-HEXAM ETHYL-

49 33.87 0.20 C:\Database\wiley7n.l

Hexacosanoic acid, methyl ester 337821 005802-82-4 89 Hexacosanoic acid, methyl ester $$ 337820 005802-82-4 78 Methyl hexacosanoate $$ Cerotic a

cid methyl ester

Tricosanoic acid, methyl ester $$ 312424 002433-97-8 78 Methyl tricosanoate

UMUM.M Thu Jan 24 21:40:42 2013 UMUM

(47)

35

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Bagian-bagian dari pohon bintaro, (a) daun, (b) bunga, (c) buah matang,
Gambar 2 Persamaan reaksi transesterifikasi trigliserida (Knothe et al. 2005).
Gambar 3 Contur plot rendemen biodiesel pada suhu 40 oC.

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan komunikasi dengan karya sastra, sebenarnya pembaca dituntut untuk menemukan makna secara kreatif dan dinamis, karena pembaca merupakan satu- satunya

Dalam hal ini meningkatnya kekuatan bending pada komposit dengan fraksi berat abu terbang dari 0% sampai 5% adalah akibat menurunnya porositas AMC seperti yang ditunjukan

Kuesioner yang diajukan merupakan alat untuk mengukur preferensi konsumen terhadap atribut-atribut mutu yang terdapat pada produk pangan kemasan secara umum dan produk

Distribusi hubungan anatra pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS menunjukkan bahwa siswa yang pengetahuannya baik mempunyai sikap positif (97,2%) lebih baik

Pada hari 1 dimana intensitas matahari rendah di awal waktu pemanasan tetapi setelah ini mengikuti kondisi normal, hingga akhir waktu pendinginan diperoleh penggunaan

Perencanaan struktur gedung rumahsakit Teluk Bayur yang terletak di zona gempa 5 ini menggunakan beton bertulang, memakai mutu beton f’c 25 MPa untuk setiap elemen struktur

Pada penelitian sebelumnya di Nigeria diperoleh lima faktor yang mempengaruhi kinerja proyek konstruksi yaitu ketersediaan personil yang memiliki pengalaman dan kualifikasi

Muhammad Abduh bukan saja mencela taqlid sebagai suatu prinsip, tetapi juga karena taqlid pada masanya telah mencapai bentuk sedemikian rupa, yaitu ketundukan bulat-bulat