• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Crossing on Physiological Quality of Hybrid Corn (Zea mays L ) Seed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effect of Crossing on Physiological Quality of Hybrid Corn (Zea mays L ) Seed"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP MUTU

FISIOLOGIS BENIH JAGUNG (

Zea mays

L.) HIBRIDA

TAUFIK DIKTYA WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013 Taufik Diktya Wibowo NIM A251100134

(4)

RINGKASAN

TAUFIK DIKTYA WIBOWO. Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN, ENDAH RETNO PALUPI dan YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO.

Mutu fisiologis benih merupakan faktor penting suatu varietas jagung hibrida dapat diterima oleh petani. Mutu fisiologis yang tinggi dapat menjadi nilai tambah bagi keunggulan agronomis varietas hibrida yang terdiri atas hibrida silang tunggal, silang ganda, dan silang tiga galur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tipe persilangan terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida.

Empat galur murni terdiri atas dua galur dengan daya berkecambah tinggi (BS07 dan BS30) dan dua galur dengan daya berkecambah rendah (BS50 dan BS32) ditanam dengan rancangan acak lengkap empat ulangan untuk memproduksi 2 hibrida silang ganda, 8 hibrida silang tiga galur, dan 10 hibrida silang tunggal. Mutu fisiologis benih dievaluasi dengan menganalisis indeks vigor, daya berkecambah, vigor daya simpan, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, bobot kering sepuluh kecambah normal, panjang plumula, panjang akar primer, dan jumlah akar seminal. Uji t dan analisis ragam digunakan untuk menganalisis pengaruh tetua betina dan tipe persilangannya terhadap mutu fisiologis benih hibrida yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tetua betina pada hibrida dipengaruhi oleh kombinasi tetua yang digunakan. Vigor daya simpan, bobot kering sepuluh kecambah normal, dan panjang akar primer tidak dipengaruhi oleh tetua betina, sedangkan peubah lainnya dipengaruhi oleh tetua betina pada minimal sepasang tetua. Mutu fisiologis benih tetua berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih hibrida yang dihasilkan. Pengaruh mutu fisiologis benih tetua hibrida terdapat baik pada hibrida silang tunggal maupun hibrida silang tiga galur. Tetua yang mutu fisiologis benihnya rendah akan menghasilkan hibrida dengan mutu fisiologis benih rendah.

Pada hibrida silang tunggal, persilangan dua tetua bermutu fisiologis tinggi atau persilangan antar tetua bermutu fisiologis benih tinggi dan rendah menghasilkan benih hibrida bermutu fisiologis yang tinggi. Akan tetapi persilangan dua tetua bermutu fisiologis rendah menghasilkan benih hibrida bermutu fisiologi rendah. Pada hibrida silang tiga galur, persilangan tiga tetua yang minimal satu tetua bermutu fisiologis benih tinggi menghasilkan benih hibrida dengan mutu fisiologis benih lebih tinggi dibandingkan hasil persilangan tiga galur bermutu fisiologis benih rendah. Pada hibrida silang ganda, persilangan tetua F1 bermutu fisiologis benih tinggi dan rendah dengan hibrida resiproknya menghasilkan benih dengan mutu fisiologis tidak berbeda nyata.

(5)

SUMMARY

TAUFIK DIKTYA WIBOWO. Effect of Crossing on Physiological Quality of Hybrid Corn (Zea mays L.) Seed. Supervised by MEMEN SURAHMAN, ENDAH RETNO PALUPI and YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO.

Seed physiological quality is an important factor in farmer acceptance of a hybrid variety. High physiological quality can be an added value to agronomic advantage of hybrid variety that consist of single cross, double cross, and three-way cross. The aim of this research was to investigate whether type of crossing affect the physiological quality of the hybrid corn seed.

Four corn purelines each of high germination lines (BS07 and BS30) and low germination lines (BS32 and BS50) was planted. Completely randomized design with four replications was employed to perform 2 double cross, 8 three-way cross, and 10 single cross. Seed physiological quality was evaluated based on vigor index, germination percentage, storability, germination speed, uniformity of germination, ten normal seedlings dry weight, plumule length, primary root length, and number of seminal root. T-student and analysis of varians were used to analize the effect of maternal and crossing type on physiological quality of produced hybrid seed.

The results showed that the maternal effect on physiological quality was depended on parents combination. Storability, ten normal seedlings dry weight, and primary root length were not affected by maternal effect, whereas other variables were affected on at least a pair of parents. Parent seed physiological quality significantly affected to its hybrid seed physiological quality. The effect was present on single cross and three-way cross hybrids. Low physiological quality seed parent produced low physiological quality hybrid seed.

In single cross, crossing of two high physiological quality parents or crossing of high and low quality parents produced high physiological quality hybrid seeds. However, crossing of two low physiological quality parents produced low physiological hybrid seed. In three-way cross, crossing of parents that consist of at least one high physiological quality line produced a higher physiological quality hybrid seed than hybrid seed of three low physiological quality parents. In double cross, crossing of high and low physiological quality F1 parents with its reciprocal crossing produced not different physiological quality hybrid seed.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP MUTU

FISIOLOGIS BENIH JAGUNG (

Zea mays

L.) HIBRIDA

TAUFIK DIKTYA WIBOWO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida

Nama : Taufik Diktya Wibowo NIM : A251100134

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr Ketua

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Anggota

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Tanggal Ujian: 17 Juli 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian dengan tema mutu benih dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 hingga Februari 2013 di Kediri dengan judul Studi Pengaruh Tipe Persilangan terhadap Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Penelitian ini sepenuhnya dibiayai oleh PT BISI International, Tbk., perusahaan dimana saat ini penulis mengabdikan diri.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr, Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc, dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan kritikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji luar komisi.

3. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.

4. PT. BISI International Tbk. yang telah memberikan beasiswa pendidikan Program Magister di IPB.

5. Para pengajar IPB yang telah memberikan banyak ilmu selama kegiatan perkuliahan Program Magister di IPB.

6. Field Crop Research and Development Department dan Foundation Seed Department, PT BISI International, Tbk. yang telah membantu menyediakan bahan dan membantu proses pelaksanaan penelitian.

7. Staf dan asisten Field Crop Quality Control Laboratorium, PT. BISI International, Tbk. atas dukungan dan bantuan selama proses studi dan penelitian.

8. Rekan-rekan sesama penerima beasiswa dari PT. BISI International, Tbk. yang telah membantu selama kegiatan studi dan penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta (Supardi dan Jumini), istri tercinta (Harnani), anak-anak (IzzDzaka dan Izzam), serta kakak-kakakku atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya yang tulus.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Jagung Hibrida 3

Benih Hibrida 4

Pengujian Mutu Benih 5

3 METODE PENELITIAN 6

Bahan Penelitian 6

Peralatan Penelitian 6

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 6

Prosedur Percobaan 6

Pembentukan Materi Genetik 6

Persilangan Hibrida 6

Pemrosesan Benih 7

Pelaksanaan Percobaan 7

Pengujian Benih 11

Pengamatan 12

Prosedur Analisis Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Mutu Benih Galur Tetua 14

Pengaruh Tetua Betina 15

Persilangan Hibrida 17

Hibrida Silang Tunggal (Single Cross) 17

Hibrida Three-way Cross 19

Hibrida Silang Ganda (Double Cross) 22

Perbandingan Tipe Persilangan 23

Pembahasan Umum 24

5 KESIMPULAN DAN SARAN 25

Kesimpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(13)

DAFTAR TABEL

1 Hibrida jagung yang dihasilkan dalam percobaan 7

2 Mutu benih empat galur tetua jagung hibrida 15

3 Rekapitulasi uji t jagung hibrida silang tunggal dengan resiproknya 16 4 Mutu benih jagung hibrida silang tunggal (single cross) 18 5 Mutu benih jagung hibrida silang tiga galur (three-way cross) 21 6 Mutu benih jagung hibrida silang ganda (double cross) 23 7 Mutu fisiologis benih tiga tipe jagung hibrida 24

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi benih jagung BS5032 pada musim tanam pertama 8

2 Tanaman jagung pada pertanaman kedua 9

3 Tahapan penyerbukan terkendali pada tanaman jagung 10 4 Proses coating benih jagung menggunakan seed treater 11 5 Persilangan hibrida silang tunggal(single cross) yang melibatkan empat

galur murni jagung 17

6 Persilangan hibrida three-way cross yang melibatkan empat galur murni

jagung 20

7 Persilangan hibridasilang ganda (double cross) yang melibatkan empat

galur murni jagung 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung tetua galur murni 28 2 Analisis ragam indeks vigor benih jagung tetua galur murni 28 3 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung tetua galur murni 28 4 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung tetua galur murni 28 5 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung tetua galur murni 28 6 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung

tetua galur murni 28

7 Analisis ragam panjang plumula benih jagung tetua galur murni 29 8 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung tetua galur murni 29 9 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung tetua galur murni 29 10 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan

BS07xBS32 dengan BS32xBS07 29

11 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan

BS07xBS50 dengan BS50xBS07 30

12 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan

BS30xBS32 dengan BS32xBS30 30

13 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan

(14)

14 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung hasil persilangan

tunggal (single cross) 31

15 Analisis ragam indeks vigor benih jagung hasil persilangan tunggal

(single cross) 31

16 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung hasil persilangan

tunggal (single cross) 31

17 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung hasil persilangan tunggal

(single cross) 32

18 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung hasil persilangan

tunggal (single cross) 32

19 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung

hasil persilangan tunggal (single cross) 32

20 Analisis ragam panjang plumula benih jagung hasil persilangan tunggal

(single cross) 32

21 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung hasil persilangan

tunggal (single cross) 32

22 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung hasil persilangan

tunggal (single cross) 33

23 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 33

24 Analisis ragam indeks vigor benih jagung hasil persilangan tiga galur

(three-way cross) 33

25 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 33

26 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 33

27 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung hasil persilangan

tiga galur (three-way cross) 34

28 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung

hasil persilangan tiga galur (three-way cross) 34 29 Analisis ragam panjang plumula benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 34

30 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 34

31 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung hasil persilangan tiga

galur (three-way cross) 34

32 Uji t student sembilan peubah mutu benih jagung hasil persilangan

BS30xBS50 dengan BS50xBS30 35

33 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap daya

berkecambah benih jagung hibrida 35

34 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap indeks vigor

benih jagung hibrida 35

35 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap vigor daya

simpan benih jagung hibrida 36

36 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap kecepatan

tumbuh benih jagung hibrida 36

37 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap keserempakan

(15)

38 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap bobot kering

sepuluh kecambah normal benih jagung hibrida 37

39 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap panjang

plumula benih jagung hibrida 37

40 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap panjang akar

primer benih jagung hibrida 37

41 Hasil analisis ragam pengaruh tipe persilangan terhadap jumlah akar

seminal benih jagung hibrida 38

42 Data suhu (°C) ruang pengecambah Laboratorium Quality Control,

PT BISI International, Tbk. 39

43 Data kelembaban (%) ruang pengecambah Laboratorium Quality

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman penting bagi penduduk Indonesia. Produksi nasional jagung pada tahun 2008 adalah 16.317 juta ton dari lahan produksi seluas 4 001 724 ha dan tahun 2012 produksi nasional jagung meningkat menjadi 19.377 juta ton dari lahan produksi 3 959 909 ha (BPS 2013). Menggunakan asumsi kebutuhan benih per hektar 20 kg, maka jumlah benih yang dibutuhkan untuk luas tanam tersebut mencapai 80 ribu ton per tahun.

Produktivitas jagung nasional mengalami kenaikan, namun hal tersebut juga diikuti dengan penurunan luas lahan. Strategi peningkatan produktivitas tanaman jagung harus terus dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Jumlah kebutuhan benih yang besar setiap tahunnya merupakan peluang yang mendorong industri benih jagung untuk terus berkembang. Persaingan antar produsen benih yang semakin dinamis akan menghasilkan varietas unggul dan benih bermutu tinggi.

Mutu benih jagung hibrida menjadi kunci utama dalam penerimaan petani terhadap suatu varietas. Persaingan antar varietas telah berkembang dari kompetisi atas keunggulan karakter agronomis pada mutu benih, terutama daya berkecambah. Usaha peningkatan mutu benih menjadi bagian penting dalam meningkatkan daya saing produk benih jagung hibrida.

Produksi jagung yang cukup besar membutuhkan dukungan benih bermutu dalam jumlah yang cukup. Purwanto (2007) menyatakan peningkatan mutu benih jagung hibrida menjadi bagian dari salah satu strategi peningkatan produktivitas jagung nasional. Penggunaan benih bermutu dapat mendorong industri benih karena dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi serta meningkatkan produktivitas dan mutu benih (Hasanah 2002). Selain itu penggunaan varietas hibrida dapat meningkatkan produktivitas (Edgerton 2009). Kombinasi benih unggul dengan varietas hibrida menjadi daya tarik bagi perusahaan benih swasta yang berperan memperbanyak dan menyebarluaskan benih bermutu sehingga jumlah yang cukup dapat terpenuhi. PT BISI International, Tbk. merupakan salah satu perusahaan yang menghasilkan benih jagung hibrida bermutu.

Varietas jagung hibrida yang diproduksi perusahaan dihasilkan melalui persilangan antar galur murni. Persilangan antar galur murni dalam membentuk hibrida dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berkaitan dengan jumlah galur yang digunakan, yaitu dua galur (single cross), tiga galur (three-way cross), dan empat galur (double cross). Peneliti tanaman jagung menentukan tipe persilangan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain efisiensi biaya produksi (Sobrinho et al. 2002), kestabilan performa tanaman (Balestre et al. 2009), atau ketahanan terhadap suatu penyakit (Sun et al. 2012). Persilangan hibrida dapat berubah dari hibrida single cross menjadi tipe persilangan lainnya jika dibutuhkan.

(17)

2

penyakit tertentu sehingga perlu diperbaiki sifat ketahanannya dengan disilangkan dengan galur lain terlebih dahulu sebelum disilangkan dengan galur jantan. Pemulia juga dapat menukar posisi galur jantan dan betina sehingga hibrida yang dihasilkan merupakan hasil persilangan resiprok.

Perubahan tipe persilangan jagung hibrida dapat memperbaiki keragaan tanaman di lapangan produksi, namun belum diketahui apakah dapat berpengaruh terhadap mutu benih khususnya mutu fisiologis benih dan daya simpan benih. Hal lain yang perlu diperhatikan pemulia adalah beberapa parameter mutu benih dikendalikan oleh gen. Kollipara et al. (2002) mempelajari perkecambahan benih jagung F1 dan F1R pada cekaman suhu dingin dan perlakuan desikasi. Kedua parameter tersebut menunjukkan perbedaan antara benih jagung F1 dengan F1R. Hal ini menunjukkan persilangan dapat menyebabkan perubahan mutu benih.

Penelitian ini mempelajari pengaruh tipe persilangan hibrida terhadap mutu fisiologis dan daya simpan benih jagung hibrida. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan persilangan jagung hibrida yang sesuai.

Perumusan Masalah

Benih hibrida dihasilkan dari beberapa tipe persilangan, diantaranya single cross, three-way cross, dan double cross. Masing-masing tipe persilangan melibatkan jumlah tetua yang berbeda, diduga akan menghasilkan mutu fisiologis benih yang berbeda. Pemulia tanaman jagung pada umumnya menentukan tipe persilangan berdasarkan keragaan tanaman di lapangan. Pemulia dapat mengganti tipe persilangan jika belum sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dituju, namun belum memperhatikan mutu fisiologis benih yang dihasilkan.

Pengujian mutu benih jagung hibrida yang dihasilkan dari beberapa tipe persilangan merupakan hal penting yang perlu dilakukan. Pengujian tiga tipe hibrida dengan tetua empat galur yang sama dapat memberikan informasi pengaruh persilangan terhadap mutu benih jagung hibrida. Kombinasi dari empat galur akan menghasilkan beberapa hibrida single cross, three-way cross, dan double cross.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah meminimalkan faktor lingkungan produksi benih dan keragaman umur benih yang diuji. Benih jagung hibrida yang diuji harus diproduksi dari lokasi tanam yang sama, pada waktu yang sama, dan dengan budidaya yang sama. Penanganan benih pasca panen sampai benih siap diuji mutu fisiologisnya juga harus dibuat seragam, sehingga faktor yang berpengaruh hanya persilangan saat benih diproduksi.

Proses produksi benih hibrida three-way cross dan double cross membutuhkan tetua F1, yaitu persilangan antara dua galur murni. Tetua F1 harus diproduksi terlebih dahulu sebelum memproduksi benih jagung hibrida. Oleh karena itu, penanaman materi genetik dilakukan dua kali, yaitu penanaman induk F1 dan perbanyakan tetua pada musim tanam pertama dan produksi benih pada musim tanam kedua.

(18)

3 waktu yang sama dengan memperhatikan prosedur kerja dapat meningkatkan akurasi data pengamatan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tipe persilangan terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan persilangan jagung hibrida yang sesuai agar dihasilkan benih jagung hibrida bermutu fisiologis tinggi. Informasi mutu fisiologis benih jagung hibrida dikendalikan secara genetik merupakan informasi penting yang dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan maupun produksi benih jagung hibrida.

Ruang Lingkup Penelitian

Benih jagung yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benih yang diproduksi dari empat galur murni, yaitu BS07, BS30, BS32, dan BS50. Hibrida yang dihasilkan dari kombinasi empat galur murni tersebut terdiri atas sepuluh hibrida single cross, delapan hibrida three-way cross, dan dua hibrida double cross. Seluruh hibrida diproduksi di desa Kambingan, Kec. Pagu, Kab. Kediri pada bulan Agustus – November 2012. Benih dipanen pada umur 106 hari setelah tanam. Penelitian ini khusus menganalisis mutu fisiologis benih dua puluh hibrida dan empat tetua jagung.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jagung Hibrida

Hibrida adalah persilangan antara dua tanaman yang memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Perbedaan ini pada tingkat spesies, ras, atau dibawah spesies (Kingsbury 2009). Persilangan tersebut menghasilkan varietas hibrida, yaitu varietas yang diproduksi dari persilangan dua galur murni dengan sifat gabungan yang menguntungkan, anakan yang homogen dan heterozigot (Schlegel 2010). Jagung hibrida mulai dikenalkan pada tahun 1909 oleh Dr. Shull. Pada tahun tersebut dimulai memproduksi galur murni melalui persilangan sendiri (selfing) dan menyilangkan galur murni untuk mendapatkan kombinasi hibrida silang tunggal yang seragam.

(19)

4

hibrida silang ganda (double cross), dan (5) persilangan lainnya. Hibrida silang tunggal adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan dua galur murni yang tidak berkerabat. Hibrida silang tunggal dimodifikasi adalah hibrida hasil persilangan antara anakan persilangan dua galur yang berkerabat sebagai tetua betina dengan galur lain yang tidak berkerabat sebagai tetua jantan. Hibrida persilangan tiga galur adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan hibrida silang tunggal dengan galur murni. Hibrida silang ganda yaitu hibrida yang dihasilkan dari persilangan dua progeny silang tunggal. Hibrida persilangan lain dihasilkan dari persilangan galur murni dengan varietas dan persilangan lebih dari empat galur.

Benih Hibrida

Varietas hibrida tidak dapat dipisahkan dengan tetua hibrida dimana karakteristik tetua yang berbeda menunjukkan keragaman genetik yang berbeda, termasuk mutu benihnya. Saeidi (2008) menyatakan benih flax yang berwarna kuning memiliki variasi genetik pengendali vigor dan daya tumbuh yang lebih luas dibandingkan dengan benih warna coklat. Perbedaan karakter tersebut dikendalikan oleh gen. Gen yang mengendalikan vigor benih dikemukakan oleh Holdsworth et al. (2001) yang menyatakan bahwa penghambatan perkecambahan oleh gen ABI3 dan lokus lain pada tanaman arabidobsis menunjukkan adanya interaksi antar lokus yang menghambat dan mendorong potensi perkecambahan. Identifikasi lokus CTS menunjukkan lokus ini mengendalikan potensi perkecambahan dengan mendorong pemasakan setelah panen, sensitifitas terhadap hormon giberelin dan menekan aktivitas lokus yang mengaktifkan pemasakan embrio. Perkecambahan benih padi pada cekaman media salin menurut Wang et al. (2010) juga dikendalikan oleh gen, yaitu dua atau tiga gen mayor dengan poligen dengan nilai heritabilitas tinggi.

Persilangan antar tetua akan menghasilkan benih yang berbeda mutunya dengan tetuanya. Benih hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan benih galur murni atau tetuanya karena terdapat efek heterosis. Virmani (2004) mengindikasikan heterosis bobot kering embrio benih padi menunjukkan keunggulan pertumbuhan vegetative dibanding tetuanya. Cuthbert et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan pembentukan benih hibrida merupakan cara efektif meningkatkan mutu benih.

(20)

5 Kollipara et al. (2002) meneliti jagung hibrida dan menyatakan analisis fenotipik benih dari tongkol hasil persilangan sendiri F1R, menunjukkan hasil yang mirip dengan dengan tetuanya, namun panjang akar kecambah antara F1 dan F1R menunjukkan perbedaan. Lazuriaga et al. (2006) mempelajari perilaku benih dari famili Cruciferae dan menyimpulkan bahwa perkecambahan benih dikendalikan oleh genetik tanaman betina. Goggi et.al. (2007) menyatakan seleksi inbrida yang memiliki karakter mutu benih tinggi pada tahap awal program pemuliaan sangat penting dan bermanfaat untuk meningkatkan daya berkecambah dan keragaan di lapang. Goggi et.al. (2008) juga menyatakan pemulia tanaman jagung tertarik untuk mengevaluasi mutu benih galur-galur mereka karena mutu benih berhubungan dengan daya tumbuh di lapang.

Pengujian Mutu Benih

Benih merupakan sarana produksi yang harus dijamin dan dijaga mutunya. Mutu benih adalah faktor penentu keberhasilan pertanaman secara ekonomis.

Penelitian Tumbelaka et al. (1997) menyatakan penggunaan benih kacang tanah yang telah terinfeksi virus PStV mengalami penurunan hasil sebesar 17.8% dibandingkan penggunaan benih yang sehat. Hal ini menunjukkan benih bermutu berperan dalam meningkatkan keberhasilan petani.

Pengujian mutu benih merupakan bagian yang sangat penting dalam produksi benih, berupa aktivitas penilaian terhadap mutu suatu lot benih. Mutu benih meliputi mutu genetik, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetik ditunjukkan dengan kemurnian varietas dari suatu lot benih. Pengujian mutu genetik dilakukan untuk menjamin terjaganya keaslian komposisi genetik dari suatu asesi. Mutu fisik meliputi kadar air, keseragaman ukuran, warna, dan bobot, serta kebersihan dari kotoran. Pengujian mutu fisik benih dilakukan untuk menjamin lot benih tidak mengalami kerusakan mekanis yang dapat berpengaruh terhadap daya simpan benih dan juga material lain yang tidak diharapkan. Mutu fisiologis ditunjukkan oleh daya berkecambah dan vigor benih. Miloševic et al. (2010) menyatakan pengujian vigor benih dapat menunjukkan viabilitas benih. Pengujian mutu fisiologis dilakukan untuk menjamin kondisi fisiologis benih dalam keadaan optimum untuk penyimpanan benih. Mutu patologis berkaitan dengan kesehatan benih, yaitu kondisi benih terhadap patogen-patogen benih dimana pengujian ini sangat dibutuhkan untuk menjamin lot benih tidak membawa infeksi penyakit, hama, dan benih gulma.

(21)

6

3 METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan adalah empat galur tetua jagung hibrida yaitu BS07, BS30, BS50, BS32. Galur-galur tersebut merupakan galur koleksi PT BISI International, Tbk. Sarana produksi yang digunakan antara lain pupuk kimia urea, pupuk NPK, fungisida (thiram, mankozeb, dimetomorf, dan metil-metalaksil), insektisida (imidakloprid, dan betasifultrin), serta pupuk daun.

Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pembentukan materi genetik adalah peralatan budidaya jagung beserta sarana produksinya dan perlengkapan penyerbukan terkendali seperti kantung polen dan kantung tongkol. Alat-alat yang digunakan saat pemrosesan benih dan pengujian mutu benih adalah bak pengering ukuran 1 m x 1 m x 1.2 m, perlengkapan pengujian benih, alat pengecambah benih, dan alat pengusangan benih. Peralatan pendukung yang lain adalah oven, timbangan, dan desikator untuk pengukuran kadar air benih.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dua tahap, yaitu (1) pembentukan materi genetik di Kebun Pengujian Genetic Purity dan farm Research and Development, serta instalasi pemrosesan benih induk PT BISI International, Tbk., Kediri; dan (2) pengujian benih di Laboratorium Quality Control PT BISI International, Tbk., Kediri. Pembentukan materi genetik dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2012, sedangkan pengujian benih dilakasanakan pada bulan Desember 2012 – Februari 2013.

Prosedur Percobaan

Pembentukan Materi Genetik

Persilangan Hibrida

(22)

7

Tabel 1 Hibrida jagung yang dihasilkan dalam percobaan

Musim tanam Hibrida yang dibentuk

Pertama Selfing BS07

Kedua BS0730 x BS5032

BS5032 x BS0730

Benih yang dihasilkan diproses secara manual. Tongkol per ulangan pada masing-masing populasi dipisahkan dan diberikan kode. Benih dikeringkan dalam tongkol hingga kadar air ± 12% dengan bak pengering. Benih jagung kemudian dipipil secara manual untuk menghindari kerusakan mekanis yang disebabkan mesin pipil. Benih yang kadar airnya masih di atas 12% dikeringkan dengan oven. Benih dibersihkan dan dipilah kemudian dikemas dalam plastik kedap udara dan ditutup dengan alat laminating.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan pertama terdiri atas dua kali tanam yaitu penanaman tetua untuk tujuan perbanyakan benih induk dan membentuk tetua F1 untuk digunakan sebagai tetua hibrida three-way cross dan hibrida silang ganda (double cross) dan musim tanam kedua untuk memproduksi benih hibrida. Musim tanam pertama, benih ditanam dengan budidaya olah tanah minimum dengan pupuk dasar berupa pupuk urea 100 kg/ha, SP36 200kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Benih diberi perlakuan

sebelum tanam dengan kombinasi pestisida thiram, mankozeb, metil-metalaxyl, dimetomorf, dan perekat.

Dua butir benih ditanam pada setiap lubang tanam, ditaburi insektisida Imidakloprid dan ditutup dengan kompos kering. Penyemprotan pestisida dilakukan dua kali seminggu selama masa vegetatif, bertujuan untuk mencegah serangan lalat bibit, ulat, serangga penyerang tunas, penyakit bulai, dan busuk pelepah daun. Pestisida yang digunakan yaitu imidakloprid, betasifultrin, metil-metalaxyl, dimetomorf, mankozeb, dan perekat dengan dosis sesuai anjuran.

(23)

8

Pemupukan susulan kedua dilakukan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (Gambar 1). Pupuk yang diberikan pada pemupukan kedua adalah urea 150 kg/ha. Pengairan tanaman dilakukan berdasarkan kondisi cuaca dan tanaman.

Gambar 1 Produksi benih jagung BS5032 pada musim tanam pertama Bunga jantan disungkup dengan kertas tahan air untuk memanen polen, sedangkan bunga betina disungkup dengan plastik tembus pandang. Tanaman galur BS32 mulai mengeluarkan bunga jantan pada umur 48 hari setelah tanam, sedangkan galur lain menyusul 4-5 hari berikutnya. Penyerbukan dilakukan pada tanaman betina yang sudah siap dengan polen dari tanaman jantan pasangannya. Ciri bunga betina siap dibuahi adalah rambutnya sudah keluar cukup banyak dengan panjang kurang lebih lima sentimeter, sedangkan polen yang bisa digunakan adalah polen yang sudah pecah dan terkumpul pada selubung penyungkup. Hambatan yang dihadapi dalam penyerbukan adalah ketidaktepatan waktu berbunga jantan dengan kesiapan bunga betina menerima polen (masa reseptif). Hal ini dapat diatasi dengan mengambil polen dari tanaman jantan yang terlambat tumbuh atau mempercepat pertumbuhan rambut tongkol dengan memotong ujung tongkol ±5 cm.

Tongkol yang sudah diserbuk kemudian ditutup dengan kertas tahan air untuk mencegah terkontaminasi polen lain dan diberi keterangan. Pemanenan dilakukan ketika tanaman sudah berumur 104 hari setelah tanam yang menunjukkan tanda-tanda siap panen. Tongkol dikeringkan dengan alat pengering. Pada tingkat kekeringan yang cukup, tongkol dipipil manual dan dibersihkan dengan ayakan. Benih hasil ayakan dipilah secara manual untuk memisahkan benih bagus (good seed) dan benih kurang bagus (bercendawan, pecah, tumbuh) serta kotoran yang tidak terpisah ketika diayak. Benih tersebut disimpan dalam kemasan plastik yang kedap udara dan air.

(24)

9 laju angin. Benih hasil tanam musim pertama diberi perlakuan pestisida seperti musim tanam sebelumnya. Setiap lubang tanam diberi satu butir benih dan ditabur dengan insektisida imidakloprid dan diberi pupuk dasar NPK 1.5 g/lubang tanam disebelahnya. Pengairan dilakukan secara rutin sepuluh hari sekali. Pengendalian penyakit khususnya bulai, dilakukan dengan penyemprotan pestisida dan pencabutan tanaman terserang.

Penanaman tanaman utama dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penanaman sumber polen I, penanaman induk betina bersamaan dengan sumber polen II, serta penanaman sumber polen III. Jarak antar penanaman lima hari, menghasilkan pertumbuhan pertanaman yang beragam (Gambar 2). Pengaturan waktu tanam ini ditujukan untuk memperoleh kesesuaian waktu antara pemasakan polen dan masa reseptif bunga betina. Ketersediaan polen dari tiga kelompok tanaman jantan (sumber polen) dapat menyediakan polen bagi bunga betina dalam rentang waktu yang lebih panjang.

Penyerbukan pada pertanaman kedua bertujuan untuk menghasilkan benih hibrida. Desain persilangan dibuat untuk menghasilkan hibrida silang tunggal (single cross), hibrida tiga galur (three-way cross), dan hibrida silang ganda (double cross).

Gambar 2 Tanaman jagung pada pertanaman kedua

(25)

10

Gambar 3 Tahapan penyerbukan terkendali pada tanaman jagung

Penyerbukan yang berhasil dicirikan dengan tongkol yang membesar dan berisi dipelihara hingga siap panen. Benih dikeringkan pada tongkol hingga kadar air ± 12% dengan bak pengering bersuhu 40 °C. Benih jagung dipipil secara manual untuk menghindari kerusakan mekanis. Benih yang kadar airnya masih di atas 12% dikeringkan dengan oven bersuhu 42 °C. Benih dibersihkan dan dipilah menggunakan ayakan, kemudian dikemas dalam plastik kedap udara dan siap diuji. Kadar air benih harus berada diantara 11% - 12% pada saat diuji. Benih yang kadar airnya diluar rentang tersebut harus disesuaikan. Lot yang sudah sesuai kadar airnya dilanjutkan dengan uji mutu fisiologis.

Benih diberi perlakuan sebelum diuji mutu fisiologinya, dengan coating menggunakan campuran fungisida untuk mencegah serangan cendawan saat pengujian benih. Perlakuan benih selain mencegah serangan cendawan juga dapat meningkatkan populasi dan hasil tanaman jagung (Solorzano dan Malvick 2011). Perlakuan coating benihmenggunakan seed treater (Gambar 4).

Pengujian Benih

Pengujian mutu benih meliputi uji viabilitas potensial direpresentasikan dengan uji daya berkecambah dan uji vigor benih terdiri atas vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan (Sadjad et al. 1999). Pengujian vigor kekuatan tumbuh menggunakan peubah kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh

(KST), panjang akar primer (PAP), panjang plumula (PP), dan bobot kering

sepuluh kecambah normal (BK10KN). Pengujian vigor daya simpan menggunakan

metode pengusangan cepat dengan penderaan fisik.

Uji daya berkecambah dilakukan dengan uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) dengan media tumbuh kertas CD plano. Pengukuran suhu dan kelembaban germinator dilakukan secara berkala (Lampiran 1). Kelembaban media dipertahankan dengan disiram pada hari kedua dan setelah pengamatan

(26)

11

Gambar 4 Proses coating benih jagung menggunakan seed treater

pertama. Indeks vigor dan daya berkecambah diuji dengan empat ulangan masing-masing 50 butir benih. Kecambah dikategorikan sebagai kecambah normal apabila ukuran plumula dan akarnya proporsional, memiliki akar seminal, dan tidak ada struktur yang rusak. Kecepatan tumbuh (KCT) dan keserempakan tumbuh (KST)

diuji dengan empat ulangan masing-masing 50 butir benih.

Panjang plumula, panjang akar primer, jumlah akar seminal, dan bobot kering sepuluh kecambah normal (BK10KN) diuji dengan tiga ulangan

masing-masing 25 butir benih. Kecambah yang sudah selesai diamati dipisahkan dari endosperm yang masih tersisa. Kecambah tanpa endosperm dimasukkan dalam amplop kertas CD plano yang sudah ditimbang terlebih dahulu dan dimasukkan dalam oven bersuhu 80 °C selama 24 jam. Amplop dan kecambah yang sudah kering dimasukkan ke dalam desikator untuk proses pendinginan. Amplop beserta kecambah kering ditimbang dan dikurangi dengan berat amplop kosong. Berat akhir yang didapatkan merupakan bobot kering sepuluh kecambah normal.

Pengujian vigor daya simpan menggunakan benih yang didera secara fisik, yaitu dengan menyimpan benih pada lingkungan bersuhu 45°C selama 42 jam. Benih yang akan didera dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan bahan coating yang menyelimutinya. Pencucian ini untuk mencegah kemungkinan benih teracuni oleh bahan coating saat penderaan. Benih yang sudah dicuci dimasukkan dalam kantong kasa, diberi label dan ditutup rapat. Kantong-kantong benih dimasukkan dalam AAT chamber untuk penderaan. Benih yang sudah selesai didera segera diuji dengan metode UKDdp, diamati pada umur empat dan tujuh hari setelah pengecambahan.

Rancangan pengujian benih ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan empat ulangan. Model linier pengujian mutu benih adalah sebagai berikut:

Yi = μ + Hi + ɛij

(27)

12

μ = Nilai tengah umum

Hi = Pengaruh tipe persilangan hibrida ke-i

ɛij = Galat percobaan pada tipe persilangan hibrida ke-I ulangan ke-j

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Daya berkecambah benih (DB)

Daya berkecambah dihitung berdasarkan perbandingan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dan kedua dengan jumlah total benih yang dikecambahkan. Hitungan pertama pada 4 hari setelah pengecambahan dan hitungan kedua pada 7 hari setelah pengecambahan, dengan rumus sebagai berikut :

DB % = kecambah normal hitungan I+hitungan II

benih yang dikecambahkan x 100% 2. Indeks vigor benih (IV)

Indeks vigor benih merupakan perbandingan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama terhadap jumlah total benih yang dikecambahkan. Indeks vigor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

IV % = kecambah normal hitungan I

benih yang dikecambahkan x 100% 3. Vigor daya simpan (VDS)

Pengamatan vigor daya simpan diekspresikan dengan pengamatan kecambah normal dari benih yang sudah diusangkan. Benih yang telah diusangkan diuji dengan metode yang sama dengan pengujian daya berkecambah. Pengamatan kecambah dilakukan pada 4 dan 7 hari setelah pengecambahan. Vigor daya simpan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

VDS % =

kecambah normal hitungan I+hitungan II

benih yang dikecambahkan x 100% 4. Kecepatan tumbuh (KCT)

Persentase kecambah normal dihitung setiap hari selama perkecambahan. Perhitungan kecepatan tumbuh mengikuti rumus (Sadjad 1999) sebagai berikut:

KCT % etmal-l =

N t

tn

n=0

Keterangan: tn = waktu akhir pengamatan

(28)

13 5. Keserempakan tumbuh (KST)

Keserempakan tumbuh adalah tumbuhnya benih secara homogen, serempak berkecambah, dan mewujudkan kinerja kecambah yang seragam. Pengamatan keserempakan tumbuh pada hari antara, diantara pengamatan pertama (first count) dan pengamatan kedua (final count), yaitu hari ke-5.

KST % =

kecambah normal pada hari antara hitungan I dan hitungan II

benih yang dikecambahkan x 100% 6. Bobot kering sepuluh kecambah normal (BK10KN)

Kecambah normal yang diamati pada hari ke-7 dikeringkan pada suhu 80 °C selama 24 jam. Kecambah yang digunakan adalah kecambah yang dipakai dalam pengukuran panjang akar primer, panjang plumula, dan jumlah akar seminal, berjumlah sepuluh kecambah. Endosperm yang masih tersisa dibuang sebelum kecambah dikeringkan.

7. Panjang plumula

Pengukuran panjang plumula dilakukan pada sepuluh kecambah normal pada hari ke-5, dipilih secara acak. Pengukuran panjang plumula dimulai dari pangkal plumula hingga ujung titik tumbuh.

8. Panjang akar primer

Pengukuran panjang akar primer dilakukan pada sepuluh kecambah normal pada hari ke-5, dipilih secara acak. Panjang akar primer diukur dari pangkal akar hingga ujung akar primer atau akar seminal terpanjang.

9. Jumlah akar seminal

Penghitungan akar seminal dilakukan pada sepuluh kecambah normal pada hari ke-5, dipilih secara acak. Akar seminal yang dihitung adalah seluruh akar seminal yang tumbuh pada kecambah, baik dalam kondisi normal ataupun tidak, utuh maupun patah.

Prosedur Analisis Data

1. Hibrida Terbaik

Hibrida yang menghasilkan benih dengan mutu tertinggi dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah pengamatan dianalisis dengan uji lanjut nilai tengah Duncan.

(29)

14

2. Pengaruh tetua betina terhadap keragaan karakter.

Pengaruh tetua betina terhadap keragaan karakter dapat dilakukan dengan membandingkan rata-rata dari generasi F1 dan resiprokalnya (F1R) dengan menggunakan uji-t menurut Strickberger (1976).

t =

Y

F1

Y

F1R

S

YF1 - YF1R

Keterangan: YF1 = Nilai tengah populasi F1

YF1R = Nilai tengah populasi F1R

SYF1 - YF1R = Simpangan baku populasi selisih F1 – F1R

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutu Benih Galur Tetua

Tetua benih hibrida menggunakan galur murni yang homogen homozigot. Galur murni yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua kelompok yang berbeda daya berkecambahnya. Tetua dari latar belakang yang berbeda berpengaruh terhadap mutu benih jagung komposit yang dihasilkan (Munamava et al. 2004). Tetua mewariskan sifat yang dimiliki kepada turunannya dengan proporsi seimbang, 50% dari tetua jantan dan 50% dari tetua betina, selama sifat tersebut dikendalikan secara genetik oleh gen dalam inti sel. Pengamatan mutu benih tetua penting untuk diketahui sebagai pembanding hibrida.

Berdasarkan mutu fisiologisnya, tetua dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok tetua yang bermutu fisiologis tinggi dan kelompok yang bermutu fisiologis rendah. Peubah-peubah penting seperti daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, bobot kering sepuluh kecambah normal, dan vigor daya simpan menunjukkan BS07 dan BS30 lebih tinggi dibandingkan BS50 dan BS32 (Tabel 2).

(30)

15

Pengaruh Tetua Betina

Persilangan antar tetua mewariskan sifat-sifat yang dimiliki kepada zuriatnya. Sifat-sifat yang diwariskan merupakan sifat yang dikendalikan oleh gen dalam inti sel dan atau gen dalam sitoplasma. Pewarisan sifat yang dikendalikan oleh gen dalam inti sel, menghasilkan zuriat yang memiliki sifat gabungan dari kedua tetuanya. Sifat yang dikendalikan oleh gen dalam sitoplasma akan mewaris dari tetua betina kepada zuriatnya.

Peubah-peubah pengamatan memiliki respon yang berbeda terhadap persilangan antar tetua. Uji t menunjukkan nilai tengah peubah-peubah pada hibrida tertentu berbeda dengan hibrida resiproknya. Peubah-peubah yang nilai tengahnya berbeda antara hibrida dan hibrida resiproknya mengindikasikan peubah itu dikendalikan oleh gen diluar inti (Tabel 3).

Persilangan dua tetua yang memiliki daya berkecambah tinggi (BS07 dan BS30) disilangkan dengan dua tetua lain yang memiliki daya berkecambah relatif rendah (BS50 dan BS32). Berdasarkan uji t, tetua betina (efek maternal) berpengaruh terhadap beberapa peubah, namun tidak konsisten pada seluruh pasangan tetua. Daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, panjang plumula, dan jumlah akar seminal sebagian pasangan tetua dipengaruhi oleh tetua betina. Peubah vigor daya simpan, bobot kering sepuluh kecambah normal, dan panjang akar primer tidak dipengaruhi oleh tetua betina (Tabel 3).

(31)

16

Pengaruh tetua betina pada benih dipengaruhi oleh pasangan tetuanya dan hanya muncul pada beberapa peubah pengamatan. Daya berkecambah benih dipengaruhi oleh tetua betina pada benih jagung hibrida pasangan BS07xBS50, BS30xBS32, dan BS30xBS50. Ketidak konsistenan pengaruh tetua betina terhadap hibrida yang dihasilkan menunjukkan komposisi tetua ikut berperan dalam analisis ini. Perbedaan komposisi tetua menunjukkan keragaman sumber genetik suatu hibrida, menghasilkan hibrida yang sebagian dipengaruhi oleh tetua betina dan sebagian lainnya tidak. Perbedaan pengaruh tetua betina ini diduga disebabkan oleh adanya interaksi gen-gen yang berperan dalam ekspresi daya berkecambah benih.

Peubah indeks vigor, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, panjang plumula, dan jumlah akar seminal menunjukkan respon yang sama dengan daya berkecambah. Tetua betina berpengaruh terhadap peubah-peubah tersebut, namun hanya pada sebagian pasangan tetua. Peubah-peubah yang tidak dipengaruhi oleh tetua betina yaitu vigor daya simpan, bobot kering sepuluh kecambah normal, dan panjang akar primer.

Hibrida yang dihasilkan pada pengujian ini memiliki kaitan yang erat dengan tetuanya. Analisis pengaruh tetua betina pada hibrida yang dihasilkan dari persilangan tetua BS07 dengan BS32 dan BS50 menunjukkan hampir seluruh peubah tidak dipengaruhi oleh tetua betina. Analisis yang sama terhadap pasangan

Tabel 3 Rekapitulasi uji t jagung hibrida silang tunggal dengan resiproknya Hibrida

tn = nilai tengah kedua tetua tidak berbeda pada α 0.05; * = nilai tengah kedua tetua berbeda pada

(32)

17 tetua BS30 dengan BS32 dan BS50 menunjukkan sebagian peubah dipengaruhi tetua betina dan sebagian lainnya tidak. Hal ini menunjukkan adanya interaksi gen antara tetua betina dengan tetua jantan yang dapat mempengaruhi hibrida yang dihasilkan.

Persilangan Hibrida

Hibrida Silang Tunggal (Single Cross)

Hibrida silang tunggal melibatkan dua galur jantan dan betina. Skema persilangan hibrida silang tunggal (Gambar 5) menghasilkan beberapa hibrida yang mengkombinasikan tetua bermutu fisiologis tinggi dengan tetua bermutu fisiologis rendah. Hasil kombinasi persilangan tersebut diantaranya satu hibrida hasil persilangan dua tetua bermutu fisiologis tinggi (BS07xBS30), satu hibrida hasil persilangan dua tetua bermutu fisiologis rendah (BS50xBS32), dan delapan hibrida hasil persilangan tetua bermutu fisiologis tinggi dan rendah. Hibrida hasil kombinasi tetua bermutu fisiologis tinggi dan rendah dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu hibrida yang tetua betinanya bermutu fisiologis tinggi (BS07xBS50, BS07xBS32, BS30xBS50, dan BS30xBS32) dan hibrida yang tetua betinanya bermutu fisiologis rendah (BS50xBS07, BS32xBS30, BS50xBS07, dan BS32xBS30)

(33)

18

Pengujian benih jagung hibrida silang tunggal menunjukkan komposisi tetua hibrida berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah. Hibrida hasil persilangan tetua bermutu rendah memiliki daya berkecambah sekitar 85%, sedangkan hibrida lain yang mempunyai minimal satu tetua bermutu fisiologis tinggi memiliki daya berkecambah diatas 90%. Daya berkecambah kelompok hibrida persilangan tetua betina bermutu fisiologis rendah dengan tetua jantan bermutu fisiologis tinggi berkisar 92.13% - 94.63%, sedangkan hibrida resiproknya berkisar 92.13% - 99.25% (Tabel 4).

Tabel 4 Mutu benih jagung hibrida silang tunggal (single cross) Hibrida

BS07xBS30 99.00a 83.38a 75.00a 23.54b 92.13abc BS07xBS32 92.13b 83.88a 52.25abc 24.81ab 89.50abc BS07xBS50 97.50ab 88.13a 57.63abc 25.60ab 92.00abc BS30xBS32 98.25ab 86.63a 68.75ab 26.81a 94.25ab BS30xBS50 99.25a 90.00a 71.88ab 27.54a 95.25a BS32xBS07 92.13b 84.50a 79.00a 24.49ab 86.63bc BS32xBS30 93.88ab 81.75a 73.13ab 23.23b 84.75c BS50xBS07 93.38ab 84.63a 46.38bc 24.85ab 88.88abc BS50xBS30 94.63ab 83.25a 71.50ab 23.16b 86.63bc

BS50xBS32 85.38c 59.13b 32.38c 17.13c 58.63d

BS30xBS50 0.49a 10.62abc 13.26a 2.66bcd

BS32xBS07 0.48a 12.41a 14.60a 3.39a

BS32xBS30 0.41a 9.05cd 12.39ab 2.50cd

BS50xBS07 0.47a 10.65abc 13.78a 2.59cd

(34)

19 Indeks vigor benih hibrida silang tunggal menunjukkan perbedaan antara hibrida hasil persilangan dua tetua bermutu rendah dengan hibrida lainnya. Hibrida-hibrida yang dihasilkan dari tetua yang bermutu fisiologis tinggi maupun kombinasi memiliki indeks vigor diatas 80%, lebih tinggi dari hibrida hasil persilangan tetua bermutu fisiologis rendah yang bernilai 59%. Perbedaan nilai indeks vigor dapat mempengaruhi daya berkecambah. Taliroso (2008) menyatakan indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang tinggi akan membuat benih berkecambah lebih cepat.

Vigor daya simpan benih hibrida silang tunggal berkisar antara 32.38% - 79.00% (Tabel 4). Hibrida-hibrida tersebut memiliki dugaan daya simpan yang beragam, namun tidak berbeda nyata. Hibrida BS50xBS32 memiliki vigor daya simpan rendah dan tidak berbeda nyata dengan BS50xBS07, BS07xBS50, dan BS07xBS32. Sedangkan hibrida yang memiliki vigor daya simpan tinggi (diatas 70%) diantara hibrida lainnya yaitu BS07xBS30, BS30xBS50, BS32xBS07, BS32xBS30, dan BS50xBS30. Vigor daya simpan hibrida dipengaruhi oleh vigor galur tetuanya. Hibrida BS50xBS32 dihasilkan dari tetua BS50 dan BS32 yang pada pengujian benih tetua menunjukkan vigor daya simpan yang rendah (Tabel 2).

Pengujian kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh dalam percobaan ini menunjukkan pengaruh tetua terhadap mutu fisiologis benih hibridanya. Kedua peubah menunjukkan tetua yang mutu benihnya rendah akan menghasilkan benih hibrida yang mutunya juga rendah. Kecepatan tumbuh hibrida BS50xBS32 paling rendah serta tumbuh kurang serempak dibandingkan hibrida yang lainnya. Pasangan BS30 dengan BS50 dan BS32 akan mengahasilkan hibrida yang kecepatan tumbuhnya lebih baik jika BS30 berposisi sebagai betina. Berbeda dengan BS30, BS07 jika disilangkan dengan BS50 maupun BS32 baik sebagai jantan atau sebagai betina akan menghasilkan benih yang sama kecepatan tumbuhnya.

Pengamatan peubah-peubah yang berkaitan dengan fisik kecambah menunjukkan hubungan yang erat antara benih tetua dengan benih hibrida yang dihasilkan, terutama pada peubah bobot kering sepuluh kecambah normal dengan panjang akar primer. Hibrida hasil persilangan tetua kombinasi dan persilangan tetua bermutu tinggi memiliki bobot kering sepuluh kecambah normal yang lebih tinggi dan akar primer yang lebih panjang dibandingkan hibrida BS50xBS32. Jumlah akar seminal hibrida-hibrida tersebut rata-rata minimal 2.5, sedangkan hibrida BS50xBS32 rata-rata hanya dua akar seminal.

Hibrida Three-way Cross

(35)

20

Pengamatan peubah daya berkecambah benih hibrida silang tiga galur menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Hibrida BS5032xBS32 memiliki daya berkecambah terendah diantara hibrida yang lain yaitu 77.13%, sedangkan hibrida lainnya berkisar antara 89.25% - 97.88% (Tabel 5). Tetua betina BS0730 menghasilkan benih dengan daya berkecambah yang tinggi baik disilangkan

dengan galur bermutu tinggi maupun rendah, sedangkan daya berkecambah benih hibrida hasil dari tetua F1 BS5032 ditentukan oleh pasangan tetua jantannya. Tetua BS5032 menghasilkan mutu fisiologis yang tinggi ketika disilangkan dengan galur bermutu tinggi dan menghasilkan mutu fisiologis yang relatif lebih rendah jika disilangkan dengan galur yang mutunya rendah.

Galur bermutu fisiologis tinggi berperan dalam peningkatan mutu fisiologis benih hibrida silang tiga galur. Hibrida yang dihasilkan oleh tetua F1 BS0730 dengan pesangannya dan BS5032 yang disilangkan dengan galur BS07 dan galur BS30 memiliki indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh

(36)

21 tinggi. Dua hibrida lain yaitu BS5032xBS50 dan BS5032xBS32 memiliki nilai yang lebih rendah untuk ketiga peubah tersebut. Hibrida BS5032xBS50 dan BS5032xBS32 merupakan hasil persilangan tetua yang bermutu rendah, sedangkan hibrida lainnya merupakan hasil persilangan tiga galur yang minimal satu diantaranya bermutu fisiologis tinggi.

Peran tetua jantan terhadap vigor daya simpan benih jagung hibrida silang tiga galur terlihat nyata pada tetua F1 yang merupakan hasil silangan dua tetua bermutu fisiologis rendah. Tetua BS5032 menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang lebih tinggi jika disilangkan dengan tetua jantan BS07 atau BS30 dibandingkan dengan tetua BS50 dan BS32. Kecenderungan ini juga ditemukan pada tetua betina BS0730, walaupun tidak berbeda nyata.

Pengamatan bobot kering sepuluh kecambah normal, panjang akar primer dan jumlah akar seminal menunjukkan hibrida hasil persilangan BS5032 dengan dua galur bermutu rendah menghasilkan mutu benih yang rendah. Hibrida dengan bobot kering sepuluh kecambah normal tertinggi adalah BS0730xBS50, sedangkan

Tabel 5 Mutu benih jagung hibrida silang tiga galur (three-way cross) Hibrida

BS0730xBS07 94.63abc 79.75a 63.00ab 24.98a 92.13a BS0730xBS30 97.88a 80.88a 70.63a 25.30a 93.38a BS0730xBS50 93.50abc 82.25a 48.00bcd 25.63a 88.13a BS0730xBS32 89.63bc 78.13a 52.25abc 24.97a 83.88a BS5032xBS07 97.63ab 90.00a 69.63a 28.02a 96.25a BS5032xBS30 96.00abc 86.63a 66.75a 24.20a 86.38a BS5032xBS50 89.25c 56.25b 32.00d 17.46b 61.00b BS5032xBS32 77.13d 31.00c 38.00cd 15.25b 37.75c Koefisien

BS0730xBS07 0.50bc 9.81b 14.44abc 3.29a

BS0730xBS30 0.40d 7.97bc 13.15bc 2.62bc

BS0730xBS50 0.63a 11.82a 16.18a 3.07ab

BS0730xBS32 0.53bc 11.58a 14.18abc 3.18a

BS5032xBS07 0.55b 11.84a 15.21ab 2.98abc

BS5032xBS30 0.46cd 8.76b 13.27bc 2.45c

BS5032xBS50 0.31e 6.84c 10.23d 1.69d

BS5032xBS32 0.39de 8.36bc 12.33cd 1.66d

Koefisien

keragaman 11.08 12.18 11.13 13.42

a

(37)

22

yang terendah adalah BS5032xBS50, namun tidak berbeda nyata dengan BS5032xBS32. Peran galur bermutu tinggi terlihat pada jumlah akar seminal dimana hibrida BS5032xBS50 dan BS5032xBS32 lebih rendah dibandingkan hibrida lain yang dalam pembentukannya mengikut sertakan tetua BS30 dan atau BS07.

Hibrida Silang Ganda (Double Cross)

Hibrida silang ganda dihasilkan dari persilangan dua tetua F1, masing-masing merupakan hasil persilangan dua galur murni. Hibrida BS0730 dan BS5032 disaling silangkan untuk menghasilkan dua hibrida silang ganda BS0730xBS5032 dan BS5032xBS0730. Persilangan antara kedua hibrida menghasilkan dua hibrida silang ganda (Gambar 7).

(38)

23 Pengamatan mutu fisiologis benih hibrida silang ganda ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan pengamatan, tidak terdapat perbedaan mutu fisiologis benih jagung yang nyata antara hibrida BS0730xBS5032 dan BS5032xBS0730. Hasil pengamatan ini menunjukkan tetua bermutu tinggi dapat memperbaiki keragaan mutu fisiologis benih hibrida yang dihasilkan, baik sebagai tetua jantan maupun sebagai tetua betina.

Perbandingan Tipe Persilangan

Pemilihan tipe persilangan mempertimbangan beberapa hal, salah satunya adalah mutu fisiologis benih. Tabel 7 menunjukkan sebagian besar peubah pengamatan tidak berbeda nyata diantara tiga tipe persilangan. Hibrida single cross, three-way cross, dan double cross tidak berbeda nyata pada peubah daya berkecambah, vigor daya simpan, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, panjang plumula, dan panjang akar primer. Indeks vigor hibrida single cross lebih tinggi dibandingkan hibrida three-way cross. Bobot kering sepuluh kecambah normal hibrida double cross lebih tinggi dibandingkan hibrida single cross. Jumlah akar seminal hibrida double cross lebih banyak dibandingkan three-way cross.

Berdasarkan percobaan ini, secara umum tipe persilangan tidak banyak berpengaruh terhadap mutu fisiologis benih. Mutu fisiologis benih yang dihasilkan dari ketiga tipe persilangan, khususnya daya berkecambah benih termasuk tinggi, yaitu diatas 90%. Dengan demikian, pertimbangan untuk menentukan tipe persilangan dapat diarahkan pada efisiensi produksi atau perbaikan karakter agronomis hibrida yang dihasilkan.

Tabel 6 Mutu benih jagung hibrida silang ganda (double cross) Hibrida

BS0730xBS5032 89.50a 79.00a 54.38a 24.52a 85.50a BS5032xBS0730 98.75a 88.88a 57.38a 27.13a 95.75a

Koef. keragaman 7.92 10.70 25.53 12.48 9.97

BS0730xBS5032 0.55a 10.10a 13.81a 2.98a

BS5032xBS0730 0.51a 10.67a 14.94a 3.20a

Koef. keragaman 13.85 6.71 12.26 8.58

a

(39)

24

Pembahasan Umum

Perkecambahan benih dipengaruhi oleh latar belakang genetik dan lingkungan selama benih diproduksi dan disimpan (Sun et al. 2007). Benih yang diproduksi dengan standar operasional tertentu dan disimpan dalam lingkungan terkendali, maka peran faktor genetik dalam ekspresi perkecambahan benih akan menjadi dominan. Pada percobaan ini, seluruh tetua dan hibrida diproduksi pada lokasi yang sama, diproses dengan mesin dan perlakuan yang sama, serta diuji mutu fisiologis pada waktu dan metode yang sama sehingga keragaman mutu benih yang dihasilkan didominasi oleh pengaruh genetik.

Tipe persilangan hibrida memungkinkan adanya keragaman genetik terkait mutu benih pada hibrida yang dihasilkan. Segregasi dan rekombinasi gen saat persilangan diduga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan. Dalam percobaan ini, secara umum tipe persilangan tidak berpengaruh terhadap mutu benih. Hibrida silang tunggal, hibrida silang ganda, dan hibrida silang tiga galur memiliki mutu benih yang relatif sama, terutama pada beberapa peubah penting seperti daya berkecambah dan vigor daya simpan (Tabel 7).

Pengaruh tetua betina terhadap mutu benih bervariasi dan dipengaruhi oleh pasangan tetua hibridanya. Pasangan BS07 dengan BS50 dan BS32 lebih konsisten tidak dipengaruhi oleh tetua betina dibandingkan pasangan BS30 dengan BS50 dan BS32. Pengaruh tetua betina pada percobaan ini tidak berdampak besar pada mutu benih yang dihasilkan.

Tabel 7 Mutu fisiologis benih tiga tipe jagung hibrida Tipe hibrida

(40)

25 Kombinasi tetua pada masing-masing tipe hibrida berpengaruh nyata terhadap mutu benih. Tetua yang memiliki mutu benih yang tinggi akan menghasilkan benih hibrida yang bermutu tinggi, baik sebagai hibrida silang tunggal, hibrida silang ganda, maupun hibrida silang tiga galur. Tetua yang memiliki mutu tinggi (BS07 dan BS30) menghasilkan mutu benih hibrida yang lebih tinggi dibandingkan hibrida lain yang tetuanya hanya terdiri dari galur bermutu rendah (BS50 dan BS32). Tetua BS50 dan BS32 menghasilkan benih bermutu tinggi jika dikombinasikan dengan tetua BS07 dan atau BS30. Pada hibrida silang tunggal, hibrida BS50xBS32 menunjukkan nilai pengamatan terendah pada hampir seluruh peubah pengamatan. Pada hibrida silang tiga galur, hibrida BS5032xBS50 dan BS5032xBS32 juga memiliki nilai pengamatan yang lebih rendah dibandingkan hibrida lainnya.

Peningkatan mutu benih jagung hibrida dapat dilakukan dengan menyertakan tetua bermutu tinggi sebagai bagian dari tetuanya. Tetua yang bermutu tinggi tentunya harus diupayakan sehingga seluruh tetua memilikinya.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tipe persilangan hibrida tidak berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih. Mutu fisiologis benih jagung hibrida dipengaruhi oleh mutu fisiologis benih tetua, baik tetua F1 dalam persilangan hibrida three-way cross dan hibrida double cross maupun tetua galur murni. Pengaruh tetua betina terhadap mutu benih ditentukan oleh pasangan tetua hibrida.

Galur tetua dengan mutu fisiologis tinggi berperan dalam menghasilkan benih jagung hibrida bermutu fisiologis tinggi. Persilangan hibrida dapat menghasilkan hibrida dengan mutu fisiologis benih yang tinggi dengan melibatkan galur tetua bermutu tinggi.

Saran

(41)

26

DAFTAR PUSTAKA

Balestre M, Souza JC, VonPinho RG, Oliveira RL, Paes JMV. 2009. Yield stability and adaptability of maize hybrids based on GGE biplot analysis characteristics. Crop Breeding Appl Biotechnol. 9: 219-228.

Cuthbert RD, Crow G, McVetty PBE. 2011. Assessment of seed quality performance and heterosis for seed quality traits in hybrid high erucic acid rapeseed (HEAR). Can J Plant Sci. 91: 837-846.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. [internet] [diacu: 2013 Maret 24]. tersedia dari: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.

Edgerton MD. 2009. Increasing crop productivity to meet global needs for feed, food, and fuel. Plant Physiol. 149:7-13.

Goggi AS, Caragea P, Pollak L, McAndrews G, DeVries M, Montgomery K. 2008. Seed quality assurance in maize breeding programs: tests to explain variations in maize inbreds and populations. Agron J. 100:337–343.

Goggi AS, Pollak L, Golden J, DeVries M, McAndrews G, Montgomery K. 2007. Impact of early seed quality selection on maize inbreds and hybrids. Maydica 52: 223-233.

Hasanah M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan pengembangan industri benih tanaman industri. J Litbang Pertanian 21(3):84-91.

Holdsworth M, Lenton J, Flintham J, Gale M, Kurup S, McKibbin R, Bailey P, Larner V, Russell L. 2001. Genetic control mechanisms regulating the initiation of germination. J Plant Physiol. 158:439–445.

[ISTA] International Seed Testing Association. 2012. International Rules for Seed Testing. Bassersdorf (CH).

Kingsbury N. 2009. Hybrid: The History and Science of Plant Breeding. Chicago (US): Univ Chicago Pr.

Kollipara KP, Saab IN, Wych RD, Lauer MJ, Singletary GW. 2002. Expression profiling of reciprocal maize hybrids divergen for cold germination and desiccation tolerance. Plant Physiol. 129:974-992.

Lazuriaga AL, Escudero A, Garcia FP. 2006. Environmental maternal effects on seed morphology and germination in Sinapis arvensis (Cruciferae). Weed Res. 46(2):163-174.

Miloševic M, Vujakovic M, Karagic D. 2010. Vigour tests as indicators of seed

viability. Genetika 42(1):103-118.

Munamava MR, Goggi AS, Pollak L. 2004. Seed quality of maize inbred lines with different composition and genetic backgrounds. Crop Sci. 44:542–548. Poehlman JM. 1979. Breding Fields Crops. Connecticut (US): Avi Pub Co. Inc.

Westport.

Purwanto S. 2007. Perkembangan produksi dan kebijakan dalam penigkatan produksi jagung. Di dalam: Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (ID). hlm 456-461.

Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta (ID): PT Grasindo.

(42)

27 Santipracha W, Santipracha Q, Wongvarodom V. 1997. Hybrid corn seed quality

and accelerated aging. Seed Sci Technol. 25:203-208.

Schlegel RHJ. 2010. Dictionary of Plant Breeding. Ed ke-2. Florida (US): CRC Pr.

Sobrinho FDS, Ramalho MAP, Souza JC. 2002. Alternatives for obtaining double cross maize hybrids. Revista Brasileira de Milho e Sorgo 1(1):70-76.

Solorzano CD, Malvick DK. 2011. Effects of fungicide seed treatments on germination, population, and yield of maize grown from seed infected with fungal pathogens. Field Crops Res. 122:173–178.

Strickberger MW. 1976. Genetics. 2nd Ed. New York (US): Macmillan Publ. Co. Sun Q, Wang JH, Sun BQ. 2007. Advances on seed vigor physiological and

genetic mechanisms. Agri Sci China 6(9): 1060-1066.

Sun Q, Zhang D, Li X, Jin Q, Guo X, Weng J, Ci X, Hao Z, Bai L, Li M, Zhang S. 2012. Comparison of disease resistance of maize varieties from the 1950s to the 2000s in China. Maydica 57:236-243.

Taliroso D. 2008. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Uji Daya Hantar Listrik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tumbelaka S, Ilyas S, Sudarsono. 1997. Peanut seed quality due to stripe virus and its subsequent effects on yield. Hayati 4(3):62-66.

Virmani SS. 2004. Heterosis and Hybrid Rice Breeding. Berlin Heidelberg (DE): Springer-Verlag.

(43)

28

Lampiran 1 Analisis ragam daya berkecambah benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 6986.17 2328.72 385.78 0.00

Galat 12 72.44 6.04

Total terkoreksi 15 7058.61

Kk = 3.13%

Lampiran 2 Analisis ragam indeks vigor benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 16104.67 5368.22 276.25 0.00

Galat 12 233.19 19.43

Total terkoreksi 15 16337.86

Kk = 8.88%

Lampiran 3 Analisis ragam vigor daya simpan benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 11059.56 3686.52 27.88 0.00

Galat 12 1586.88 132.24

Total terkoreksi 15 12646.44

Kk = 23.93%

Lampiran 4 Analisis ragam kecepatan tumbuh benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 630.48 210.16 71.35 0.00

Galat 12 35.35 2.95

Total terkoreksi 15 665.82

Kk = 10.05%

Lampiran 5 Analisis ragam keserempakan tumbuh benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 15689.92 5229.97 159.92 0.00

Galat 12 392.44 32.70

Total terkoreksi 15 16082.36 Kk = 9.83%

Lampiran 6 Analisis ragam bobot kering sepuluh kecambah normal benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 0.05 0.02 9.26 0.00

Galat 12 0.02 0.00

Total terkoreksi 15 0.08

(44)

29

Lampiran 7 Analisis ragam panjang plumula benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 21.25 7.08 5.10 0.02

Galat 12 16.66 1.39

Total terkoreksi 15 37.92

Kk = 14.99%

Lampiran 8 Analisis ragam panjang akar primer benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 20.94 6.98 3.65 0.04

Galat 12 22.93 1.91

Total terkoreksi 15 43.87

Kk = 12.82%

Lampiran 9 Analisis ragam jumlah akar seminal benih jagung tetua galur murni

Sumber db JK KT F hitung Pr>F

Hibrida 3 7.80 2.60 34.35 0.00

(45)

Gambar

Gambar 1  Produksi benih jagung BS5032 pada musim tanam pertama  Ciri bunga betina siap dibuahi adalah rambutnya sudah keluar cukup banyak dengan panjang kurang lebih lima sentimeter, sedangkan polen yang bisa digunakan adalah polen yang sudah pecah dan te
Gambar 2  Tanaman jagung pada pertanaman kedua
Gambar 3  Tahapan penyerbukan terkendali pada tanaman jagung
Gambar 4  Proses coating benih jagung menggunakan seed treater
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan narasi kecil tersebut dilakukan melalui tiga model analisis: (1) proses reintepretasi mitos pada masyarakat kontemporer dalam film di Indonesia, (2) model

“Persoalan Dalam Keluarga Sebagai Tema Penciptaan Seni Lukis” yang dimaksud adalah, tentang keluarga yang diulas dan dibahas dari berbagai permasalahannya,

1) Bagi pelaku bisnis dalam meningkatkan ekspor dan impor. Model yang dihasilkan akan berguna untuk membuat strategi posisioning komoditas unggulan non-migas

Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) tentang Gambaran Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada

• Receiving/attending , yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala. Dalam tipe

Segala p uji dan sy ukur p enulis p anjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hiday ah-Nya serta sholawat dan salam kep ada Nabi M uhammad SAW sehingga p

Saat ini banyak Perguruan Tinggi sudah membuka berbagai bidang keahlian atau suatu bidang studi yang lebih tajam arah pendidikannya seperti Rekayasa Perangkat

Minusnya pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan PMTB yang masing-masing turun sebesar