KONSERVASI TANAH DAN AIR
PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.) PT SARI LEMBAH SUBUR,
PELALAWAN, RIAU
ZENYFERD SIMANGUNSONG
A24061052
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ZENYFERD SIMANGUNSONG. Konservasi Tanah dan Air pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT Sari Lembah Subur, Pelalawan, Riau. (dibimbing oleh SUDIRMAN YAHYA)
Magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan baik teori maupun
teknis, pengalaman lapang, keterampilan kerja dalam pengawasan dan
administrasi kegiatan kebun serta sebagai bahan perbandingan antara teori yang
didapat di kuliah dengan praktik langsung di lapangan dalam budidaya tanaman
kelapa sawit. Selain itu, untuk mengetahui secara khusus upaya peningkatan
produktivitas lahan dan sumber daya air pada kelapa sawit melalui kegiatan
konservasi tanah dan air di kebun. Magang telah dilaksanakan di PT Sari Lembah
Subur 2 (SLS 2), PT Astra Agro Lestari Tbk, Kabupaten Pelalawan, Provinsi
Riau. Kegiatan magang berlangsung selama empat bulan, mulai tanggal 15
Februari 2010 sampai dengan 15 Juni 2010.
Kegiatan magang dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder yang dilakukan dengan metode langsung dan tidak langsung. Data
primer akan diambil dengan bekerja langsung di lapangan mulai dari karyawan
harian, pendamping mandor hingga pendamping asisten atau kepala afdeling. Data
yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air diperoleh dari survei pelaksanaan
kegiatan konservasi kebun. Data sekunder diperoleh dengan menelaah pustaka
dan arsip kebun yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan.
Wilayah SLS 2 mempunyai iklim tipe A (sangat basah) menurut
perhitungan Schmidth-Ferguson. Jumlah curah hujan 2 430 mm dengan 95 hari
hujan dalam setahun serta memiliki sembilan bulan basah dan satu bulan kering.
Wilayah kebun inti I (Kampar) khususnya afdeling OS terdiri atas 48.1% tanah
mineral, 33.6 % tanah pasir, dan 17.5 % gambut. Tanah pasir sulit untuk
menangkap air dan unsur hara sehingga diperlukan tindakan konservasi untuk
memperbaiki struktur tanah ini. Aplikasi pupuk kandang dan tandan kosong akan
membantu memperbaiki daya serap tanah dan menambah unsur hara tanah itu
tanaman pada saat diapliksikan sebagai mulsa. Rorak dan bangunan air pada
umumnya bermanfaat untuk memanen air hujan, menampungnya serta membuat
air menjadi lebih banyak tersedia bagi tanah. Rorak dan bangunan air juga
bermanfaat mengubah run-off menjadi perkolasi pada tanah. Bulan kering biasa
terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, sehingga dibutuhkan bangunan air
sebagai tindakan konservasi untuk menjaga ketersediaan air dan mengurangi air
terbuang keluar.
Tindakan konservasi tanah dan air bermanfaat untuk meningkatkan
produksi melalui perbaikan-perbaikan lingkungan tumbuh kelapa sawit sehingga
dapat memanfaatkan nutrisi hara yang dibutuhkan dengan efektif. Manajemen
yang baik dari pengelola kebun sangat diperlukan baik dalam pembuatan serta
KONSERVASI TANAH DAN AIR
PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.) PT SARI LEMBAH SUBUR,
PELALAWAN, RIAU
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH
ZENYFERD SIMANGUNSONG A24061052
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PT SARI LEMBAH SUBUR, PELALAWAN, RIAU
Nama : ZENYFERD SIMANGUNSONG
NRP : A24061052
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc (NIP: 19490119 197412 1 001)
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr (NIP. 19611101 198703 1 003)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 April 1988. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Sudirman
Simangunsong dan Ibu Melva Sitorus.
Pada tahun 1994 penulis memulai pendidikan di SD Katholik Xaverius 9,
Kota Palembang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 27, Kota Palembang dan lulus pada tahun 2003. Pada
tahun 2003 penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 3, Kota Palembang dan
lulus pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menempuh masa Tingkat
Persiapan Bersama (TPB) selama dua semester, penulis memilih mayor Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB dan minor Ekonomi Pertanian, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Skripsi magang yang disusun oleh penulis untuk
meraih gelar sarjana pertanian diperoleh melalui pengalaman magang selama
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
kekuatan dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan
penulisan skripsi yang berjudul “Konservasi Tanah dan Air pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT Sari Lembah Subur-2, Pelalawan, Riau.
Skripsi ini merupakan tugas akhir akademik sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua dan kedua saudaraku terkasih atas dukungan doa, semangat
dan materi yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, Msc selaku dosen pembimbing
3. Bapak Ir. Pande Nyoman selaku Administratur PT SLS dan Bapak Dwi Setyadi
selaku kepala kebun Kampar (Inti I).
4. Bapak Teguh Suharijono selaku Kepala Afdeling OS, Bapak Dedy, Bapak
Kalvinus Hutabarat, Bapak Kasman, Bapak Hendra selaku mandor panen dan
rawat yang telah memberikan nasehat serta arahan selama kegiatan magang.
5. Seluruh staf dan non-staf PT Sari Lembah Subur.
6. Saudara-saudaraku pelayanan YoNM yang terkasih. (Filemon 1:4)
7. Semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.
Bogor, Februari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit ... 3
Faktor Iklim ... 3
Faktor Tanah ... 3
Infiltrasi ... 5
Drainase dan Irigasi ... 5
Evapotranspirasi dan Curah Hujan ... 6
Teknik Konservasi Tanah dan Air ... 6
METODE MAGANG ... 9
Tempat dan Waktu ... 9
Metode Pelaksanaan ... 9
Pengumpulan Data dan Informasi ... 10
Analisis Data dan Informasi ... 10
KEADAAN UMUM ... 12
Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 12
Keadaan Iklim dan Tanah ... 12
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan ... 13
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 14
Keadaan Tanaman dan Produksi ... 16
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 18
Aspek Teknis ... 18
Pengendalian Gulma ... 18
Pengelolaan Tajuk ... 20
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
Satuan Contoh Daun ... 24
Pemupukan ... 25
Sensus Produksi ... 27
Pemanenan ... 28
Konservasi Air dan Tanah ... 31
Aspek Manajerial ... 35
Mandor Panen ... 35
Mandor Rawat ... 36
Mandor Hama-Penyakit Tanaman ... 37
Mandor I ... 38
Pendamping Asisten ... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
Konservasi Tanah ... 41
Aplikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 41
Pembuatan Rorak Organik ... 43
Aplikasi Pupuk Kandang ... 44
Penanaman Penutup Tanah ... 45
Pembuatan Tapak Timbun ... 46
Konservasi Air ... 47
Rorak Tadah Hujan ... 49
Bangunan Penahan Air (Long-Storage)dan Parit Irigasi .... 50
KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
Kesimpulan ... 53
Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Karyawan di PT SLS-2, Pelalawan, Riau Tahun
2010 ... 15
2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit tiap Tahun Tanam di SLS-2 ... 16
3. Data Produksi (Ton) Afdeling OS Lima Tahun Terakhir ... 17
4. Standar Jumlah Pelepah pada Kelapa Sawit ... 20
5. Spesifikasi Ukuran Bangunan Konservasi ... 33
6. Rencana dan Realisasi Pembuatan Rorak Organik Afdeling OS Tahun 2010 ... 44
7. Perhitungan Keseimbangan Air PT SLS-2 Tahun 2009 ... 48
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Dongkel Anak Kayu ... 19
2. Pengendalian Hayati ... 23
3. Alat dan Penaburan Pupuk ... 27
4. Tomasun dan Cangkem Kodok ... 29
5. Abu Boiler ... 31
6. Tanggul (Over-Flow) ... 33
7. Peralatan Aplikasi Tankos ... 34
8. Penempatan Tankos sebagai Mulsa dan Akar yang Tumbuh di Bawah Tankos ... 42
9. Tanaman Penutup Tanah pada TM dan TBM ... 46
10. Keadaan Sebelum Dibuat Tapak Timbun ... 47
11. Posisi Rorak pada Areal Datar dan Miring ... 49
12. Distribusi Air dari Long-storage Lewat Parit Irigasi ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jurnal Harian sebagai Karyawan Harian Lepas ... 57
2. Jurnal Harian sebagai Pendamping Mandor ... 59
3. Jurnal Harian sebagai Pendamping Asisten ... 60
4. Data Curah Hujan dan Hari Hujan SLS Tahun 2000-2009 ... 61
5. Data Target dan Realisasi Produksi OS (2006-2010) ... 62
6. Jenis Tanah dan Pelaksanaan Konservasi Tiap Blok OS ... 63
7. Peta Lokasi Kebun PT SLS - 2, Pelalawan, Riau ... 64
7. Kupon Pemanen ... 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman industri penting penghasil minyak
masak, industri maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan
keuntungan besar dan merupakan komoditas unggulan dalam penerimaan devisa
Negara. Yahya (1990) menyatakan, selain sebagai sumber devisa Negara, kelapa
sawit juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani sekaligus
memberikan kesempatan kerja yang lebih luas. Kelapa sawit mempunyai
beberapa keunggulan komparatif dibanding tanaman penghasil minyak nabati
lainnya. Beberapa keunggulan kelapa sawit yaitu produksi per hektar yang tinggi,
umur ekonomis yang panjang, daya adaptasi terhadap cekaman lingkungan yang
baik, serta pengolahan dan pemanfaatan yang luas baik di bidang pangan maupun
non-pangan.
Perkembangan areal pertanaman kelapa sawit di Indonesia mengalami
peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 areal pertanaman
kelapa sawit mencapai 294 560 hektar dengan total produksi sebesar 721 172 ton
minyak sawit. Kemudian tahun 1990 meningkat menjadi 1 126 677 hektar dengan
total produksi sebesar 2 412 612 ton minyak sawit dan sampai tahun 2000 terus
meningkat menjadi 3 174 726 hektar dengan total produksi sebesar 7 001 000 ton.
Bahkan Indonesia menjadi Negara produsen kelapa sawit terbesar dengan luas
areal sebesar 7.07 juta hektar dan produksi CPO mencapai 18.46 juta ton pada
tahun 2009 dengan perincian adalah sebagai berikut 2 565 000 hektar merupakan
perkebunan rakyat (PR) dengan produksi 5 085 000 ton minyak sawit, 687 000
hektar merupakan perkebunan besar Negara (PBN) dengan produksi sebesar 2 314
000 ton minyak sawit, serta 3 358 000 hektar perkebunan besar swasta (PBS)
dengan produksi sebesar 8 990 000 ton minyak sawit (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2009).
Keberhasilan budidaya kelapa sawit pada umumnya ditentukan oleh lima
faktor utama yaitu kesesuaian lahan, sarana produksi, manajemen, sumber daya
manusia dan masalah sosial. Faktor kesesuaian lahan mencangkup kondisi tanah
fisik, kimia, maupun biologi tanah. Konservasi tanah diperlukan untuk mencegah
erosi, memperbaiki tanah yang rusak dan memelihara serta meningkatkan
produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Sementara
itu, konservasi air pada prinsipnya merupakan penggunaan air hujan yang jatuh ke
tanah se-efisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang
merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Berdasarkan PPKS
(2006), ketersediaan air juga memegang peranan penting dalam produksi kelapa
sawit. Kekeringan yang cukup lama biasanya menyebabkan terjadinya penurunan
produksi yang nyata karena kekeringan menyebabkan tanaman menghasilkan
lebih banyak bunga jantan. Selain itu, pengelolaan air (water management)
merupakan kunci keberhasilan budidaya kelapa sawit khususnya di tanah gambut.
Konservasi tanah dan air sangat penting dan semakin memerlukan
perhatian dalam budidaya kelapa sawit. Kondisi tanah yang baik akan
berpengaruh pada proses penyerapan air dan hara, respirasi akar serta
memudahkan pemeliharaan tanaman dan panen. Menurut Arsyad (2006), setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada
tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya.
Tujuan
Kegiatan magang bertujuan meningkatkan pengetahuan baik teori maupun
teknis, pengalaman lapangan, keterampilan kerja dalam pengawasan dan
administrasi kebun, serta sebagai bahan perbandingan antara teori yang didapat di
kuliah dengan praktik langsung di lapangan dalam budidaya tanaman kelapa
sawit. Tujuan kegiatan magang lebih khusus adalah untuk mempelajari upaya
peningkatan produktivitas lahan dan sumber daya air pada perkebunan kelapa
sawit melalui kegiatan konservasi tanah dan air di kebun.
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di
hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan.
Sebagai tanaman budidaya, kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang
baik agar mampu tumbuh optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor
utama pertumbuhan kelapa sawit di samping faktor-faktor lainnya seperti sifat
genetis dan perlakuan kultur teknis.
Faktor Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan kisaran 15
ºLU – 15 ºLS. Ketinggian tempat berhubungan dengan suhu udara, kelembaban,
serta penyinaran matahari. Tanaman tumbuh sempurna pada ketinggian 0 – 400 m
di atas permukan laut (dpl), kelembaban optimal 80 – 90 %, dan lama penyinaran
matahari 5 - 7 jam/hari. Curah hujan rata – rata tahunan yang memungkinkan
untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1250 – 3000 mm yang merata sepanjang
tahun, curah hujan optimal berkisar 1750 – 2500 mm dengan jumlah bulan kering
maksimal 3 bulan. Pertumbuhan tanaman kelapa sawit memerlukan suhu udara
antara 22º - 33ºC. Kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Kecepatan angin sekitar 5 - 6 km/jam
sangat baik untuk membantu penyerbukan kelapa sawit. Angin yang terlalu
kencang menyebabkan tanaman menjadi doyong bahkan roboh (PPKS, 2006).
Faktor Tanah
Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang sangat dipengaruhi sifat
fisik dan kimia tanah. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat
dibudidayakan dengan baik di tanah mineral maupun di tanah gambut. Dengan
demikian, spektrum jenis tanah yang sesuai untuk kelapa sawit cukup lebar dan
dapat mencakup beragam jenis tanah. Berbagai jenis tanah mineral di Indonesia
Karakteristik tanah yang digunakan meliputi batuan di permukaan tanah,
kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, kondisi drainase tanah, dan tingkat
kemasaman tanah (pH). Tanah yang baik bagi tanaman kelapa sawit adalah tanah
lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat dan lempung liat
berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika lebih dalam dari 100 cm.
Kemasaman (pH) tanah yang optimal adalah pada pH 5-6 dan pH 3,5-4 pada
lahan gambut. Sifat kimia tanah seperti kemasaman (pH) dapat diatasi melalui
pemupukan dolomite, kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (rock phosphate).
Sifat fisik dan biologi tanah dapat diperbaiki dengan penggunaan bahan organik
(PPKS, 2006).
Karakteristik lahan merupakan dasar dalam penentuan kesesuaian lahan
yaitu layak tidaknya suatu areal untuk perkebunan kelapa sawit, dan tinggi atau
rendahnya intensitas faktor penentu suatu areal. Karakteristik lahan yang
diperlukan meliputi: curah hujan, jumlah bulan kering, ketinggian di atas
permukaan laut, bentuk daerah atau lereng, kandungan batuan, kedalaman efektif
tanah atau gambut, tekstur tanah, kelas drainase, pH tanah, dan tingkat pelapukan
gambut (PPKS, 2006).
Tanah gambut (Histosol) merupakan tanah yang berkembang dari bahan
organik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya kelapa sawit pada lahan
gambut antara lain tingkat kematangan gambut, kedalaman gambut, alternatif
pengelolaan air (water management), penanganan masalah defisiensi hara mikro,
dan penurunan muka tanah. Tingkat kematangan gambut terutama berkaitan
dengan tingkat pelapukan material organik sebagai bahan induk tanah gambut
yang dibedakan menjadi saprik (tingkat pelapukan lanjut), hemik (tingkat
pelapukan sedang), dan fibrik (gambut mentah). Secara umum, budidaya kelapa
sawit akan semakin potensial pada tanah gambut yang memiliki tingkat pelapukan
semakin lanjut. Kedalaman gambut sangat berkaitan dengan kemampuan daya
dukung mekanis. Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan budidaya kelapa
Infiltrasi
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya
melalui permukaan dan secara vertikal. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan
bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air ke bawah di
dalam profil tanah disebut perkolasi. Laju infiltrasi adalah banyaknya air per
satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm jam ¹
atau cm jam ¹. Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju
penyediaan air. Sifat-sifat tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas
infiltrasi adalah struktur tanah dan tekstur serta kandungan air tanah pada saat
infiltrasi terjadi. Pemupukan dengan pupuk organik dan penutupan tanah dengan
tanaman atau sisa-sisa tanaman dapat memperbesar kapasitas infiltrasi (Arsyad,
2006).
Drainase dan Irigasi
Metode pengendalian tata air yang umum digunakan yaitu irigasi dan
drainase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air ke dalam wilayah,
sedangkan drainase sebaliknya. Drainase berarti keadaan dan cara air-lebih keluar
dari tanah. Air-lebih adalah bagian dari air yang ada di dalam tanah yang tidak
dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi ruang pori tanah
sehingga tanah menjadi jenuh air (Pahan, 2008).
Drainase pada tanah gambut secara alami selalu berada dalam kondisi
sangat terhambat hingga tergenang. Hal ini memerlukan penanganan yang tepat
sehingga drainase dapat diperbaiki untuk mencapai muka air tanah yang optimum
tanpa mengakibatkan drainase yang berlebihan (over drainage). Drainase yang
berlebihan akan mengakibatkan kekeringan pada tanah gambut yang bersifat tidak
dapat balik (irreversible) dan penurunan muka tanah yang serius. Keberadaan
mineral pirit pada tanah gambut sehingga tetap tereduksi juga harus diperhatikan.
Untuk mencapai kondisi ini, diperlukan jaringan drainase dan pintu-pintu air yang
cukup (PPKS, 2006).
Pembangunan sistem drainase di perkebunan terutama ditujukan untuk
mengendalikan kelembaban tanah sehingga kadar airnya stabil antara 20-25%
diusahakan terhindar dari kejenuhan air secara terus-menerus selama maksimum 2
minggu (Pahan, 2008).
Irigasi bertujuan untuk memberikan tambahan air terhadap air hujan dan
memberikan air kepada tanaman dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang
diperlukan. Air irigasi mempunyai kegunaan lain, yaitu (1) mempermudah
pengolahan tanah, (2) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, (3) mencuci tanah
dari kadar garam atau asam yang terlalu tinggi, (4) menggenangi tanah untuk
memberantas gulma serta hama penyakit. Pada perkebunan kelapa sawit,
pemberian air irigasi biasanya dilakukan dengan cara pemberian air dalam selokan
atau saluran (furrows irrigation) (PPKS, 2006).
Evapotranspirasi dan Curah Hujan
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi dan transpirasi
yaitu jumlah air yang digunakan untuk transpirasi, diuapkan dari tanah dan
permukaan air serta permukaan tanaman, pada suatu areal pertanaman.
Evapotranspirasi dinyatakan dalam satuan volume per luas areal (m³ ha ¹) atau
dalam tinggi kolom air per satuan waktu (mm hari ¹) (Arsyad, 2006).
Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah sawit. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan panen
karena rusaknya sarana transportasi dan kesulitan pemanen dalam pengumpulan
berondolan karena bercampur dengan tanah. Curah hujan yang tinggi mendorong
peningkatan pembentukan bunga, tetapi menghambat terjadinya penyerbukan
karena serbuk sari hilang terbawa aliran air dan serangga penyerbuk tidak keluar
dari sarangnya dan juga kegagalan matang tandan pada bunga yang telah
mengalami anthesis. Proses pematangan buah dipengaruhi keadaan curah hujan,
bila curah hujan tinggi buah kelapa sawit cepat memberondol (PPKS, 2006).
Teknik Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara serta meningkatkan
produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi
air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur waktu aliran air
agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim
kemarau (Arsyad, 2006).
Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu
(1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia. Pada perkebunan
kelapa sawit, teknik konservasi yang banyak digunakan adalah metode vegetatif
serta mekanik. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau bagian-bagian
tanaman atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya
mengurangi erosi tanah (Arsyad, 2006).
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode
mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah pengolahan tanah, guludan, teras,
penghambat (check dam), waduk, rorak, perbaikan drainase dan irigasi (Arsyad,
2006).
Pemeliharaan tanah pada kondisi topografi areal yang bergelombang
mengharuskan dibangunnya bangunan konservasi tanah dan air yang memadai.
Selain bermanfaat sebagai alat konservasi tanah dan air, bangunan ini juga
mempunyai peranan penting dalam kelancaran kegiatan pemeliharaan dan panen
kelapa sawit. Ketiadaan bangunan konservasi tanah dan air sering merupakan
penyebab rusaknya struktur tanah, drainase terhambat dan kurang efektifnya
pemupukan dan perawatan tanaman, tidak terlaksananya panen secara benar, serta
sulitnya pengawasan kebun (Dirattanhun, 2007).
Kerusakan tanah terutama disebabkan oleh erosi permukaan, akibat proses
pemindahan tanah lapisan atas yang kaya akan unsur hara dari suatu tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Hal ini menimbulkan kerugian yang
sangat besar, karena dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mencegah erosi adalah dengan konservasi tanah.
Konservasi tanah secara fisik dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya
adalah secara mekanis. Tindakan konservasi tanah secara mekanis ini dilakukan di
areal dengan bentuk wilayah berombak sampai berbukit dengan cara pembuatan
teras kontour, teras individu (tapak kuda), rorak, dan parit drainase. Parit drainase
ini berperan untuk mencegah supaya air tidak tergenang di lapangan, menurunkan
permukaan air tanah sehingga perkembangan akar tanaman tidak terganggu, serta
mencegah terjadinya pencucian pupuk (Dirattanhun, 2007).
Konservasi tanah secara biologi yang umum dilakukan adalah dengan
menanaman tanaman penutup tanah (TPT) atau legume cover crops (LCC).
Beberapa manfaat TPT antara lain: menekan pertumbuhan gulma, melindungi
tanah terhadap penyinaran langsung sinar matahari, melindungi tanah dari tetesan
langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan menjaga kelembaban tanah.
(Dirattanhun, 2007).
Murtilaksono et al. (2007) menyatakan bahwa aplikasi guludan dan rorak
yang dilengkapi dengan mulsa vertikal memberikan pengaruh yang positif
terhadap jumlah pelepah daun, jumlah tandan, rataan berat tandan, dan produksi
TBS kelapa sawit. Kedua teknik konservasi tanah dan air tersebut dapat
meningkatkan cadangan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air oleh tanaman
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang telah dilaksanakan di PT Sari Lembah Subur-2,
Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) PT Astra Agro Lestari Tbk,
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Kegiatan magang berlangsung selama empat
bulan, mulai tanggal 15 Februari 2010 sampai dengan tanggal 15 Juni 2010.
Penulis ditempatkan di Afdeling OS, Kebun inti I (Kampar).
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan. Metode pelaksanaan
magang meliputi seluruh kegiatan yang menyangkut aspek teknis di lapangan dan
aspek manajerial. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan menyesuaikan
keadaan yang terdapat di lapangan. Sebelum kegiatan dilaksanakan, pekerjaan
selalu diawali dengan apel pagi yang dipimpin oleh asisten dan diikuti oleh
mandor-mandor serta karyawan. Apel dilaksanakan pada pukul 05.30-06.00 WIB.
Pelaksanaan apel bertujuan untuk mengevaluasi pekerjaan dihari kemarin serta
memberi arahan untuk pekerjaan pada hari tersebut.
Pada bulan pertama dan kedua, penulis melaksanakan kegiatan sebagai
karyawan harian dan mengikuti semua kegiatan budidaya tanaman di lapangan
seperti pemeliharaan bibit di pembibitan, pemeliharaan tanaman (pemupukan,
pengendalian gulma, pembuatan rorak, panen). Penulis mencatat jenis, waktu dan
prestasi kegiatan dalam bentuk jurnal harian yang diketahui oleh pembimbing
lapangan. Prestasi kerja yang didapat dibandingkan dengan norma kerja yang
berlaku di perusahaan (Lampiran 1).
Penulis berperan sebagai pendamping mandor pada bulan ketiga yang
bertugas mengetahui tahapan setiap jenis pekerjaan, menghitung kebutuhan tenaga
kerja yang dibutuhkan, mengawasi pekerjaan, mengawasi penggunaan material
serta mengisi laporan harian. Pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan lembar
rencana kerja (LRK) yang telah disetujui kepala afdeling. Hal-hal yang perlu
dan material yang digunakan, prestasi kerja karyawan serta luas areal yang
dikerjakan. Jurnal kegiatan harian sebagai mandor tertera pada Lampiran 2.
Bulan keempat merupakan bulan terakhir dalam pelaksanaan kegiatan
magang. Penulis diberikan tanggung jawab sebagai pendamping asisten atau
kepala afdeling yang juga melaksanakan tugas-tugas menyangkut aspek
manajerial yang lebih tinggi di atas mandor. Penulis mempelajari tugas dan
tanggung jawab Asisten, yaitu menyusun rencana kerja afdeling dan mengelola
seluruh kegiatan afdeling secara efektif dan efisien agar sesuai dengan rencana
kerja yang telah dibuat. Hal-hal yang dipelajari pada kegiatan manajerial ditingkat
asisten yaitu: membantu menyusun rencana kerja serta anggaran afdeling,
membantu pembuatan laporan asisten, membantu pengawasan tenaga kerja dan
membuat jurnal kegiatan harian (Lampiran 3). Di samping kegiatan-kegiatan di
atas, penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan di
lingkungan kebun tersebut seperti kerja bakti perumahan afdeling dan olah raga
bersama karyawan.
Pengumpulan Data dan Informasi
Kegiatan magang di perkebunan PT Astra Agro Lestari meliputi kegiatan
pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan metode
langsung dan tidak langsung. Data primer diperoleh dengan bekerja langsung di
lapangan mulai dari karyawan harian, pendamping mandor hingga pendamping
asisten/kepala afdeling. Data yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air
adalah sistem pembuatan irigasi, rorak, water flow, serta penggunaan pupuk
organik dalam mengubah agregat tanah. Data sekunder diperoleh dengan
menelaah pustaka dan arsip kebun yang berhubungan dengan kegiatan yang
dilaksanakan.
Analisis Data dan Informasi
Data primer yang diperoleh pada kegiatan konservasi tanah dan air, yaitu
curah hujan, spesifikasi rorak, pemupukan organik, tandan kosong dan abu boiler
pada kebun. Pengamatan dilakukan dengan mengadakan survei pada blok yang
OS. Pembuatan aliran irigasi maupun drainase bertujuan agar kondisi lahan tidak
banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Penambahan bahan
organik pada hamparan blok dilakukan agar terjadi perbaikan agregat tanah
KEADAAN UMUM
Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Perkebunan kelapa sawit PT. Sari Lembah Subur-2 terletak di wilayah
Kecamatan Ukui dan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Secara geografis lokasi PT. SLS terletak antara 0o7’12” – 0o1’48” Lintang Selatan dan antara 102o7’12” – 102o15’0” Bujur Timur. Perhubungan untuk mencapai daerah ini tergolong relatif mudah melalui jalan darat dari Pekanbaru (ibukota
provinsi) ke arah selatan di Ukui (ibukota Kecamatan Ukui) berjarak + 150 km,
ditempuh selama 3-4 jam perjalanan. Dari Ukui ke areal perkebunan melalui jalan
minyak pengerasan batu dengan konsisi cukup baik, ditempuh sekitar setengah
jam sampai di areal perkebunan.
Secara ekologis, wilayah PT. SLS berada di kawasan Sub- DAS Sungai
Kerumutan dan Genduang yang merupakan anak Sungai Kampar, sehingga secara
hidrologis kawasan tersebut masuk dalam DAS Kampar. Peta lokasi kebun PT
Sari Lembah Subur-2 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Keadaan Tanah dan Iklim
Curah hujan tahunan rata-rata di perkebunan PT SLS-2 selama sepuluh
tahun terakhir (2000-2009) adalah 2 430 dengan rata-rata 95 hari hujan per-tahun,
9 bulan basah dan 1 bulan kering. Menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson, iklim
di perkebunan ini dikelompokkan ke dalam tipe A, yaitu daerah sangat basah
dengan vegetasi hutan hujan tropika. Data curah hujan selama periode 2000-2009
disajikan pada Tabel Lampiran 4.
Jenis tanah di perkebunan PT SLS-2 pada umumnya adalah tanah podsolik
merah kuning dan tanah gambut. Bahan induk pembentuk tanah di daerah SLS-2
didominasi oleh batuan sedimen berupa batu pasir dan batu liat, dan sebagian lagi
oleh endapan aluvium dan bahan organik dari sisa-sisa vegetasi. Pada beberapa
lokasi terdapat cekungan (backswamp, rawa pedalaman) yang senantiasa
menggenang dengan kondisi drainase terhambat sampai sangat terhambat. Tanah
lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit sebagian besar lahan di areal perkebunan
PT SLS-2 tergolong Kelas S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai marjinal). Kelas S2
dengan pembatas retensi hara (pH masam), sedangkan kelas S3 dengan pembatas
utama lereng agak curam sampai curam, tekstur agak kasar, drainase terhambat,
retensi hara (pH masam dan KTK rendah), gambut sedang serta bahaya
banjir/genangan. Sebagian besar kebun inti I (Kampar) khususnya OS memiliki
topografi datar sedikit bergelombang dengan lereng 1-3%.
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan
PT Sari Lembah Subur -2 memiliki areal konsesi seluas 15 000 ha yang
terdiri dari kebun inti I (Kampar) seluas 2 000 ha, kebun inti II (Tanglo dan
Kerumutan) seluas 5 000 ha, kebun plasma seluas 8 000 ha. Saat ini kebun inti
Kerumutan dipecah, afdeling OP dan OO disatukan ke kebun inti Tanglo
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Perkebunan PT Sari Lembah Subur dipimpin oleh seorang administratur
yang bertanggung jawab kepada direksi atas pengelolaan unit usaha yang meliputi
tanaman , pabrik, teknik, dan administrasi. Seluruh Operasional akan didukung
oleh bagian administrasi (gudang, HRGA dan finance), bagian SHE (Safety
Health Environment), bagian CD (Community Development), bagian tanaman
(afdeling), bagian HPT (hama penyakit tanaman) dan bagian teknik
(infrastruktur).
Kepala kebun bertugas mengkoordinasikan afdeling dalam unit usaha
dalam rangka pengelolaan tanaman dan produksi serta bertanggung jawab
langsung atas pengelolaan teknik di lapangan serta produksi. Dalam pelaksanaan
kerjanya kepala kebun dibantu oleh beberapa asisten (kepala afdeling). Kepala
afdeling bertanggung jawab langsung kepada kepala kebun dan administratur atas
pelaksanaan kerja di afdeling yang dipimpinnya. Dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari kepala afdeling dibantu oleh mandor I atas pelaksanaan kerja di kebun dan
kerani afdeling atas pelaksanaan administrasi di afdeling. Mandor I dibantu oleh
beberapa mandor yang langsung mengawasi pelaksanaan kerja di lapangan.
Mandor membuat laporan harian yang diserahkan kepada kerani afdeling.
Kepala teknik bertanggung jawab dalam pengelolaan sarana dan prasarana
kebun seperti perbengkelan, transportasi, infrastruktur dan bangunan. Dalam
pelaksanaan tugasnya kepala teknik dibantu oleh asisten-asisten, yaitu asisten
teknik, asisten perencanaan dan pengendalian, asisten transportasi dan
infrastruktur jalan, dan asisten bengkel. Dalam pengawasan kerja di lapangan,
setiap asisten dibantu seorang mekanik I dan beberapa mekanik II.
Kepala pabrik bertanggung jawab dalam pengolahan TBS dari penerimaan
buah hingga menghasilkan CPO. Pelaksanaan tugas kepala pabrik dibantu oleh
dua asisten proses dan asisten pemeliharaan. Asisten dibantu oleh mandor I dan
mandor dalam pengawasan kerja di pabrik.
Kepala CDO (Community Development Officer), petugas pengembangan
masyarakat bertanggung jawab atas kondisi di lingkungan kebun (internal) dan di
lingkungan sekitar perusahaan (eksternal) yaitu hubungan dengan pemerintahan
perusahaan. Dalam pelaksanaan tugasnya kepala CDO dibantu oleh beberapa
komandan regu dan satuan pengamanan yang ditempatkan di pos-pos penting.
Kepala tata usaha bertanggung jawab dalam bagian administrasi. Kepala
tata usaha dibantu oleh kepala bagian personalia dan umum, kepala bagian
keuangan dan kepala gudang. Dalam pelaksanaan tugasnya kepala bagian dibantu
oleh seorang kerani I dan beberapa kerani II. Staf lainnya yaitu kepala bagian
penelitian dan pengembangan, Safety and Health Environment, dan tenaga medis
berkoordinasi langsung di bawah administratur. Pelaksanaan tugas staf tersebut
merupakan pekerjaan khusus untuk meningkatkan kualitas perusahaan.
Pembagian karyawan berdasarkan jabatan dan pekerjaan dapat dilihat Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Karyawan di PT SLS-2, Pelalawan, Riau Tahun 2010
Sumber : Bagian Personalia PT SLS
No. Jabatan Jumlah
1. Staf
- Administratur 1
- Kepala Tata Usaha 1
- Kepala Kebun 2
- Kepala pabrik 2
- Kepala Teknik 1
- Kepala Community Development Officer (CDO) 1
- Staf SHE (Keamanan Kesehatan Lingkungan) 1
-Staf Plan and Control (CSA) 1
- Kepala gudang 1
- Asisten Afdeling 14
- Asisten pabrik 6
- Asisten bagian operasional 1
- Asisten bagian Plan and Control 1
- Asisten bagian Support 1
- Asisten Community Development (Pengembangan Masyarakat)
1
- Asisten Proteksi Tanaman 1
- PIC PMS (Plantation Management System) 1
- Asisten SHE 1
- Asisten R & D 1
2. Golongan Harian Tetap (non-staf) 954
3. Pekerja Harian Lepas Borongan 694
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di SLS-2 adalah varietas
Tenera (Dura x Psifera) yang berasal dari Marihat. Tanaman kelapa sawit yang
terdapat di kebun inti (Kampar dan Tanglo) sebagian besar merupakan tanaman
menghasilkan dengan tahun tanam antara 1987 hingga 2002. Data populasi
tanaman kelapa sawit kebun inti tiap tahun disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit tiap Tahun Tanam di SLS-2
Sumber : Kantor Besar SLS (Mei, 2010)
Dari Tabel 2 dapat dihitung rata-rata jumlah pokok/ha (SPH) untuk SLS-2
yaitu 125 pokok/ha, padahal berdasarkan perhitungan dengan jarak tanam 9m x
9m x 9m maka akan dihasilkan SPH 142 pokok/ha. Jadi populasinya 88% dari
yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang kurang tepat serta
banyak tanaman yang mati akibat penyakit. Kondisi tanaman kebun inti
khususnya afdeling OS (Kampar) banyak mengalami serangan penyakit busuk
Tahun tanam
Kampar Tanglo
Luas Jumlah pokok Luas Jumlah pokok
(ha) (pokok) (ha) (pokok)
1987 441,39 56012
1988 360,36 45799
1989 342,62 44161
1990 169,31 20151
1991 238,09 29290
1992 159,90 20578 83,44 9417
1993 333,03 42133 737,71 91292
1994 98,21 12085 1147,39 146524
1995 386,52 47291 965,04 114096
1996 392,47 49604 208,71 23794
1997 749,17 75589 101,57 8673
1998 215,85 27345 272,11 13397
1999 142,29 19664
2000 26,52 3546
2001 341,03 53652
2002 23,42 5455
Total 4420,18 552355 3515,97 407193
pangkal batang yang disebabkan jamur Ganoderma sp. hingga beberapa pokok
kelapa sawit mengalami kematian.
Produksi tandan buah segar (TBS) untuk tahun 2010 pada kebun inti
mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Data produksi
afdeling OS kebun inti (Kampar) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Produksi (Ton) Afdeling OS Lima Tahun Terakhir
Bulan Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Januari 1171,45 1239,66 1470,93 1563,44 1119,77
Februari 979,28 1079,30 1259,71 1058,55 926,86
Maret 1011,34 1014,29 1242,83 1327,86 1038,26
April 1077,57 1214,57 1261,78 1217,22 1021,16
Mei 1345,16 1417,22 1609,04 1327,43 751,67
Juni 1404,61 1412,19 1604,64 1893,91
Juli 1311,78 1747,48 1755,68 1726,34
Agustus 1763,62 1814,20 2092,76 1701,96
September 1780,27 1509,73 1450,97 1324,08
Oktober 1106,15 1473,22 1703,35 1850,17
November 1517,02 1756,74 1655,10 1660,29
Desember 1041,67 1635,48 1537,08 1482,97
Total 15509,92 17314,08 18643,87 18134,22 4857,72
Sumber : Kantor Afdeling OS (Mei, 2010)
Afdeling OS mengalami penurunan produksi setelah memasuki bulan
Januari hingga Mei tahun 2010. Sejak penulis mulai magang ke kebun dari bulan
Februari hingga bulan Juni 2010, kebun sedang mengalami penurunan produksi.
Penurunan produksi dipengaruhi oleh kondisi kekurangan air yang disebabkan
oleh curah hujan rendah pada periode musim kering yang panjang serta kondisi
tanah dengan kandungan pasir sangat tinggi.
Pencapaian produksi afdeling OS sering kali dibawah target yang
ditetapkan. Selain disebabkan oleh penurunan produksi, juga disebabkan oleh
tidak akuratnya penentuan target. Pelaksanaan sensus produksi yang kurang tepat
akan menyebabkan angka target yang kurang tepat pula. Data target dan
pencapaian produksi afdeling OS selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis Pengendalian Gulma
Gulma adalah tanaman yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi
yang tidak diinginkan manusia. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara
manual maupun kimia. PT SLS telah melaksanakan sistem zero-chemist sehingga
dalam pengendalian gulma di lapangan diterapkan cara manual tanpa bahan
herbisida. Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada
piringan (cyrcle), gawangan hidup (path), dan tempat pengumpulan hasil (TPH).
Tumbuhan pakis (Nephrolepis biserata) merupakan gulma yang tidak diberantas
di PT SLS, namun dikendalikan pertumbuhannya. Pihak proteksi tanaman
perusahaan menganggap tumbuhan ini berfungsi sebagai tanaman inang musuh
alami (Sycanus sp.) bagi hama pemakan daun seperti ulat api serta dapat menjadi
penutup tanah yang mengurangi erosi.
Gulma pada perkebunan kelapa sawit antara lain Melastoma
malabatricum, Chromolaena odorata, Gleichenia linearis, Asystasia gangetica,
Clidemia hirta, Micania micrantha, Pennisetum polystachion, dan anak sawit
(kentosan). Tenaga kerja yang melaksanakan pengendalian gulma sebagian besar
merupakan karyawan harian sistem borongan dan karyawan kebun.
Piringan secara manual. Kegiatan ini sering juga dinamakan cyrcle weeding manual. Piringan secara manualmerupakan kegiatan pengendalian gulma
yang tumbuh di areal piringan tanpa adanya aplikasi herbisida. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk mengefektifkan pemupukan dan proses pemanenan,
menghindari persaingan pemanfaatan unsur hara, pupuk dan air serta untuk
memudahkan pemeliharaan dan pengawasan. Piringan yang dibersihkan selebar
dua meter sejak dari pokok kelapa sawit. Alat yang digunakan untuk kegiatan ini
adalah cangkul garuk. Norma pekerjaan ini yaitu 41 piringan/HK.
Garuk jalur manual. Kegiatan ini disebut juga buka pasar angkong. Garuk jalur manual merupakan kegiatan pengendalian gulma yang tumbuh di
selebar satu meter sepanjang blok panen. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mendukung lancarnya pekerjaan panen serta memberantas gulma yang terdapat
pada gawangan hidup. Alat yang digunakan adalah cangkul dan parang. Norma
pekerjaan ini adalah 300 meter/HK.
Rawat TPH. Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan TPH dari segala gulma agar memudahkan peletakan TBS dan brondolan. Tiap TPH harus memiliki
parit drainase di sebelah kiri dan kanannya yang berguna sebagai saluran
pembuangan air hujan sehingga TPH tidak tergenang. Alat yang digunakan adalah
cangkul dan parang. Norma pekerjaan ini adalah 20 TPH/HK.
Dongkel anak kayu. Pekerjaan ini merupakan kegiatan pengendalian gulma secara selektif dengan cara mencabut semua jenis gulma berkayu beserta
akarnya dan dibuang ke gawangan mati dengan posisi akar menghadap ke atas.
Pekerja berjalan sampai ke pasar tengah lalu pindah ke pasar pikul sebelahnya.
Jenis-jenis gulma berkayu antara lain: Melastoma malabathricum, Clidemia hirta,
Chromolaena odorata serta kentosan (anak sawit). Kendala yang dijumpai dalam
kegiatan DAK yaitu pada lokasi dengan populasi gulma yang terlalu rapat
sehingga norma kerja sering tidak tercapai. Norma kerja DAK 0.5 ha/HK dan
prestasi kerja penulis 0.3 ha/HK. Pekerjaan DAK dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Dongkel Anak Kayu
Babat gawangan. Pekerjaan ini merupakan kegiatan pengendalian gulma di sekitar gawangan mati dan gawangan hidup. Alat yang digunakan adalah
parang babat. Pembabatan dilakukan setiap pekerja untuk tiap jalan pikul lalu
pindah ke jalan pikul selanjutnya sampai norma kerja tercapai. Tenaga kerja yang
yang digunakan yaitu sistem kerja harian target dengan upah Rp 44 880,-/hari
dengan lama kerja 7 jam/hari. Norma yang digunakan untuk babat gawangan
adalah 1 ha/HK, sedangkan prestasi kerja penulis adalah 0.5 ha/HK. Kendala yang
sering dalam babat gawangan, yaitu kondisi gulma yang sudah terlalu tinggi dan
tidak merata sehingga menyebabkan hasil kerja sering tidak mencapai target.
Pengawasan yang kurang juga menyebabkan hasil kerja di tengah blok di bawah
kualitas yang diharapkan.
Pengelolaan Tajuk
Pengelolaan tajuk atau sering juga disebut pruning. Pruning merupakan
proses kerja pembuangan atau pemotongan pelepah daun tua yang dianggap tidak
produktif lagi dari tanaman kelapa sawit. Tujuan pelaksanaan pruning ini antara
lain mempermudah pelaksanaan panen, menghindari tersangkutnya brondolan di
ketiak pelepah serta mendorong penyaluran zat hara yang diserap tanaman pada
daun-daun yang lebih produktif.
Permasalahan yang sering ditemukan dalam kegiatan pruning antara lain
under-pruning dan over-pruning. Under-pruning adalah jumlah pelepah yang
berlebihan dari yang seharusnya pada pokok kelapa sawit. Hal ini dapat
menyebabkan difisit unsur hara dan mempengaruhi proses munculnya buah. Over
-pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah yang produktif secara berlebihan
yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Jumlah pelepah yang kurang dari
standar karena dipruning terlalu berat akan menyebabkan tanaman lebih banyak
menghasilkan bunga jantan. Untuk menghindari permasalahan tersebut, perlu
dilakukan pelatihan dan simulasi pekerjaan, pengawasan yang ketat dan
penggunaan alat yang tepat. Tabel 4 menerangkan jumlah pelepah yang harus
dipertahankan berdasarkan umur tanaman kelapa sawit.
Tanaman yang berumur 3-8 tahun, pruning dikerjakan dengan
menggunakan dodos, sedangkan tanaman yang telah berumur di atas 8 tahun,
pekerjaan pruning dilakukan dengan menggunakan egrek. Pekerjaan pruning
merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan dengan rotasi dua kali dalam setahun,
pada bulan April dan Oktober. Pekerjaan pruning dilakukan oleh karyawan panen
masing-masing. Sistem kerja yang digunakan adalah sistem kerja borongan dengan norma
[image:33.595.106.428.166.277.2]kerja 40 pokok/HK.
Tabel 4. Standar Jumlah Pelepah pada Kelapa Sawit
Sumber : Bagian Tanaman PT SLS (Mei, 2010)
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama adalah pengganggu tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh
serangga atau mamalia yang dapat menurunkan hasil dan secara ekonomis
merugikan manusia. Sementara itu penyakit adalah faktor pengganggu tanaman
kelapa sawit yang disebabkan oleh jamur, bakteri atau virus yang secara ekonomis
dapat menurunkan hasil.
Sistem pengendalian yang diterapkan perusahaan adalah sistem
pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan pengendalian hama dan
penyakit dengan menggunakan musuh alami yang terbagi menjadi 3 macam, yaitu
parasitoid, predator serta patogen. Laboratorium HPT perusahaan
mengembangbiakkan Sycanus spp sebagai predator ulat api serta menanam
tanaman bermanfaat seperti Turnera subulata dan Antigonon sebagai tanaman
inang dan sumber nectar bagi imago parasitoid. Beberapa hama yang menyerang
tanaman kelapa sawit beserta pengendaliannya antara lain:
Ulat pemakan daun. Hama ulat pemakan daun yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat api yaitu: Setora nitens, Thosea asigna, Thosea
bisura, Darna trima, Ploneta diducta dan ulat kantong yaitu: Mahasena corbetti,
Metisa plana.
Hama ini dapat menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman menghasilkan (TM) dan merupakan hama yang bersifat permanen,
sehingga setiap saat populasinya siap meledak. Akibat serangan ini daun kelapa Umur
(Tahun)
Jumlah pelepah yang harus dipertahankan
TBM III/TM I 64
4-7 60-64
7-10 56-60
10-15 48-56
sawit menjadi berlubang dan jika serangan berat, daun yang diserang akan tinggal
lidinya, sehingga proses asimilasi akan terganggu dan produksi akan menurun
sampai 5% dari total produksi per tahun.
Pengendalian yang dilakukan di kebun sejauh ini hanya pada tingkat
serangan ringan dan sedang. Hal ini karena kebun menggunakan agen hayati
dalam pengendaliannya, sehingga pertumbuhan hama ini dapat ditekan. Pada
TBM dengan luas serangan sampai dengan 50 ha dilakukan dengan pengutipan
ulat (Hand Picking). Jika luas serangan telah mencapai lebih dari 50 ha, harus
dilakukan penyemprotan.
Tikus (Rattus tiomanicus). merupakan hama penting pada kelapa sawit karena dapat menyerang tanaman yang belum menghasilkan maupun tanaman
menghasilkan. Tanaman yang baru ditanam (TBM) akan diserang bagian
umbutnya dengan cara mengerat batang, apabila serangan terjadi pada titik
tumbuh maka tanaman dapat mati. Pada tanaman yang telah menghasilkan akan
diserang bunga jantannya, karena tikus mencari telur dan larva dari serangga
penyerbuk Elaeidobius kamerunicus. Selain itu tikus juga memakan daging buah
baik buah muda maupun yang sudah matang.
Pada awalnya pengendalian hama tikus dilakukan dengan menggunakan
ular kobra. Namun penggunaan ular kobra ini memiliki banyak kekurangan yaitu
keamanan BHL dan pemanen pada saat bekerja serta kemampuan ular kobra
dalam memangsa tikus relatif sedikit. Pengendalian hama tikus yang dilakukan
perusahaan saat ini yaitu dengan menggunakan burung hantu (Tyto alba). Burung
hantu secara spesifik memangsa tikus di dalam kebun. Seekor burung hantu
dewasa mampu mengkonsumsi 5 - 8 ekor tikus per hari, sehingga sepasang
burung hantu membutuhkan tikus sebanyak kurang lebih 3 000 - 7 000 ekor tikus
dalam setahun. Daya jelajah burung hantu dalam sehari mencapai 25 ha. Dengan
demikian, untuk areal pertanaman kelapa sawit seluas 25 ha cukup ditempatkan
satu kandang burung hantu. Aplikasi kandang burung hantu dapat dilihat pada
Gambar 2.
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros Linn.) Kumbang tanduk sering menggerek pucuk kelapa sawit sejak tanaman ditanam sampai tanaman berumur 3
sisa-sisa batang tanaman yang telah lapuk dan yang merupakan medium paling baik
untuk perkembangbiakan kumbang tersebut. Pada tanaman yang terserang terlihat
adanya bekas gerekan pada bagian pangkal batang mengarah ke titik tumbuh
tanaman. Selanjutnya pelepah daun muda putus dan membusuk atau kering.
Tanaman akan mati apabila titik tumbuhnya habis termakan oleh kumbang ini.
Pengendalian hama kumbang tanduk dilakukan dengan menggunakan
Fero-trap yaitu sejenis perangkap yang terbuat dari ember plastik atau kaleng yang
di tengahnya dipasang kisi atau sekat. Pada kisi tersebut digantungkan feromon,
yaitu hormon yang akan menarik kumbang tersebut untuk datang. Kumbang
selanjutnya akan menabrak kisi tersebut dan terjatuh ke dalam ember atau kaleng.
Pengendalian hama kumbang secara kimia menggunakan Marshall dengan dosis 5
gr/pohon dengan cara ditaburkan pada ketiak daun yang langsung mengelilingi
daun pupus. Aplikasi fero-trap dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) fero-trap (b) sarang burung hantu Gambar 2. Pengendalian Hayati
Penyakit busuk pangkal batang. Penyakit ini disebabkan oleh jamur
Ganoderma Sp. dengan gejala serangan daun patah dan menggantung, mengering
dan mati, mulai muncul miselium pada pangkal batang, terdapat tubuh buah
(basidiocarp) pada pangkal batang serta lebih dari dua daun tombak tidak
membuka.
Pengendalian penyakit ini antara lain dengan memusnahkan tubuh buah
tidak ekonomis, membongkar dan eradikasi gumpalan sistem perakaran yang
melekat dibonggol, titik tanaman kosong dan areal tanaman terinfeksi dibuat parit
isolasi mengelilingi pokok infeksi sedalam 60 - 80 cm dengan jarak 1.5 -2 m dari
pokok infeksi atau sesuai kanopi daun, menjaga sanitasi dengan menaburi parit
isolasi dengan belerang secara merata kurang lebih 3 kg kemudian ditutup dengan
tanah bekas galian selama 1 minggu. Setelah 1 minggu kemudian parit dibuka
sedalam kurang lebih 40 cm dan dibiarkan terbuka selama 1 minggu. Penaburan
cendawan antagonis ganoderma setelah perlakuan pemberian belerang, yaitu 150
gram Gliocadium sp. atau Trichoderma sp. dalam tiap pokok terinfeksi.
Satuan Contoh Daun
Satuan contoh daun atau Leaf sampling unit (LSU) merupakan satuan
pengambilan contoh daun kelapa sawit yang mewakili luasan areal tertentu.
Contoh daun selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan kebutuhan
pupuk tanaman dalam areal tersebut. Kegiatan pengambilan contoh daun ini akan
menghasilkan rekomendasi pemupukan oleh Departemen Riset Astra Agro
Lestari.
Kegiatan diawali dengan persiapan anggota khusus sebanyak 2 orang dan
1 orang koordinator (mandor proteksi tanaman). Pemberian tanda baris LSU dan
pokok LSU dengan cat berwarna biru. Karyawan ke lapangan menuju LSU yang
sudah ditetapkan sebelumnya dengan membawa perlengkapan. Perlengkapan yang
dibawa antara lain egrek, pisau pemotong, meteran, dan plastik kresek. Pokok
sampel LSU diukur tingginya dengan menggunakan egrek yang telah diberi
ukuran dan menggantungkannya pada pelepah 17. Bila tinggi tanaman melebihi
panjang egrek maka pada egrek ditambahkan meteran. Alasan pemilihan daun
ke-17 karena daun ke-ke-17 menggambarkan status hara tanaman tersebut dan sangat
sensitif terhadap perubahan yang terjadi dalam status hara tanaman. Data tinggi
tanaman dicatat pada formulir yang telah disiapkan beserta gejala defisiensi hara
tanaman tersebut.
Potong pelepah ke-17 kurang lebih 1.5 m dari ujung batang pohon.
Pelepah yang jatuh diperiksa suntilnya untuk diambil 4 helai daunnya (2 sebelah
tanpa tulang daun dengan panjang kurang lebih 25 cm dan dimasukkan ke dalam
plastik kresek dan diberi form khusus sebagai tanda bloknya dan dilakukan di
bawah pukul 12.00 WIB. Sampel diiris-iris menjadi potongan kecil dengan
menggunakan pisau dan dibawa ke tempat pengeringan selambat-lambatnya 12
jam setelah pengambilan sampel. Sampel kemudian dikeringkan pada suhu ± 85
ºC selama 10 jam. Sampel yang telah kering diberi keterangan yang
mencantumkan nama PT, nama afdeling, tahun tanam, no blok dan luasnya serta
tanggal pengambilan samplenya. Sampel siap dikirim untuk dianalisis di
laboratorium.
Norma yang berlaku pada kegiatan ini adalah 1 blok/HK untuk dua orang
anggota tersebut. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah anggota
tersebut belum kompeten untuk menentukan daun ke-17, sehingga hasil akan
mempengaruhi analisis laboratorium. Pengirisan daun juga tidak boleh terlalu tipis
karena dapat menyebabkan daun tersebut gosong di dalam oven.
Pemupukan
Pemupukan adalah penambahan unsur hara ke dalam tanah yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Pemupukan dilakukan dua kali
dalam setahun, yaitu semester I (Februari - Juni) dan semester II (Agustus -
Desember). Jenis-jenis pupuk yang diaplikasikan pada semester I adalah NPK,
Rock phosphate (30% P2O5), Muriate of Potash (60% K2O), Kieserite (27%
MgO), dan Dolomite (60% CaCO3). Dosis pupuk yang digunakan berdasarkan
hasil analisis daun atau leaf sample unit (LSU) yang dibuat oleh head office (HO).
Rekomendasi disampaikan kepada kebun pada awal tahun dan digunakan sebagai
acuan pemupukan tahun tersebut.
Pemupukan akan dapat mencapai sasaran jika dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan prinsip 5 T, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat
waktu serta tepat tempat. Kegiatan pemupukan juga menjadi sangat penting
karena 50 - 60% biaya perawatan berasal dari pemupukan. Kebutuhan tenaga
pupuk disesuaikan dengan tonase pupuk yang akan diaplikasikan berdasarkan
kalibrasi. Alat yang digunakan dalam pemupukan adalah ayakan dan takaran
Kegiatan pemupukan diawali dengan persiapan piringan dan gawangan
yang telah siap dipupuk, dengan standar piringan bersih gulma dan gawangan
dapat dilalui. Persediaan pupuk di gudang mencukupi dan dilakukan kegiatan
penguntilan pupuk. Penguntilan pupuk adalah kegiatan mengemas ulang pupuk
berdasarkan dosis/pohon yang disesuaikan dengan jumlah pohon sebagai dasar
penguntilan. Satu karung untilan biasanya berisi 12.5 kg pupuk. Pupuk yang
diuntil dimasukkan ke dalam karung dan diikat dengan menggunakan tali. Norma
kerja penguntilan sebesar 1.25 ton/HK. Kesalahan dosis penguntilan banyak
terjadi di lapangan. Penguntil tidak menimbang pupuk secara akurat karena
mengejar waktu agar norma kerja tercapai. Pekerja juga tidak menggunakan alat
pelindung diri seperti masker dan sarung tangan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan baik kulit maupun pernafasan.
Pelangsiran pupuk ke lapangan dilakukan dengan mobil truk. Pelangsiran
dilakukan pagi hari sebelum KHL pupuk apel pagi. Apel pagi dilakukan untuk
membagi kelompok dan menjelaskan kembali aturan pemupukan. Pupuk dilangsir
dengan cara dijatuhkan dari atas truk ke setiap baris pokok pada pinggiran blok.
Dengan mengetahui dosis/pokok serta jumlah pokok dalam satu baris, maka akan
diketahui berapa jumlah untilan yang dibutuhkan tiap baris blok tersebut. KHL
yang telah dibagi menjadi beberapa pasangan diberikan nomor urut untuk
mempermudah pembagian baris blok. KHL mengecer pupuk ke dalam blok.
Penaburan pupuk dilakukan setelah pengeceran ke dalam blok sudah dilakukan seluruhnya. Pengawasan pemupukan menggunakan sistem “Gang” yang berarti semua supervisi yang terdiri dari kepala afdeling beserta mandor
rawat dari semua afdeling dalam rayon kebun yang sama harus datang dan
mengawasi pelaksanaan pemupukan afdeling tersebut. Sistem ini memiliki
kelebihan dalam hal pengawasan sehingga pelaksanaan pemupukan dapat berjalan
dengan lancar dan sesuai.
Cara penaburan dengan menuangkan pupuk ke takaran lalu diisi ke dalam
ayakan dan digoyangkan dengan tangan sehingga pupuk tersebar secara merata di
piringan dengan radius 1.5 meter dari pokok tanaman. Proses penaburan pupuk
(a) ayakan dan takaran (b) penaburan pupuk
Gambar 3. Alat dan Penaburan Pupuk.
Penaburan tidak boleh di atas bongkahan kayu, mengenai pelepah dan
pokok, atau pada piringan yang masih bergulma. Setelah kegiatan pemupukan
selesai, karung-karung bekas pupuk dikumpulkan dan diantar kembali ke gudang
dengan mobil transport KHL. Sistem kerja pemupukan dilakukan dengan target
harian 7 jam kerja dengan prestasi kerja 200 kg/hk tergantung kondisi areal kebun.
Sensus Produksi
Sensus produksi terdiri dari sensus produksi empat bulanan, sensus
produksi bulanan dan sensus produksi harian. Sensus produksi empat bulanan
dilakukan dengan cara menghitung seluruh buah yang ada. Sensus dilaksanakan
pada minggu ke-IV pada bulan Desember, April, dan Agustus setiap tahun.
Sensus empat bulan digunakan untuk menghitung taksasi produksi, kebutuhan
pemanen dan transportasi empat bulan ke depan.
Sensus produksi bulanan dilakukan dengan menghitung kembali
buah-buah merah yang akan dipanen bulan depan. Pelaksanaan taksasi bulanan
dilakukan setiap bulan minggu ke-IV. Sensus bulanan ini akan mengoreksi
proporsi bulanan hasil sensus empat bulan. Sensus produksi harian dilakukan oleh
mandor 1 untuk menghitung produksi ke-esokan harinya berdasarkan kriteria
buah masak. Sensus harian dipergunakan untuk mengatur tenaga pemanen dan
transportasi. Pelaksanaan sensus produksi harian dilakukan satu hari sebelum
panen.
Sensus produksi dilakukan dengan cara mengamati keadaan buah dan
menghitung jumlah pokok pada blok yang disensus tersebut. Pengambilan sampel
Data sensus akan menjadi acuan pihak Head Office (HO) untuk menentukan target
produksi bulanan. Norma kerja sensus produksi yaitu 60 ha/HK atau sekitar dua
blok/HK.
Pemanenan
Pemanenan adalah pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit. Tugas
utama tenaga kerja panen yaitu menurunkan buah dari pokok dengan tingkat
kematangan yang telah ditetapkan dan mengantarkannya ke TPH dengan cara dan
waktu yang tepat. Tujuan kegiatan pemanenan adalah untuk mendapatkan
produksi dan rendemen minyak yang tinggi dengan kadar asam lemak bebas
(ALB) yang rendah. Keberhasilan panen terletak pada tenaga pemanen, alat panen
serta sistem panen yang diterapkan.
Sistem panen yang digunakan akan mempengaruhi pembagian hanca
panen, penentuan tenaga panen, pengawasan panen, serta pengangkutan TBS.
Afdeling menggunakan sistem hanca giring tetap. Sistem ini merupakan
kombinasi dari kedua sistem panen. Melalui sistem ini, TBS dapat keluar ke TPH
lebih cepat dan pembagian hanca yang tetap sehingga akan mempermudah
pengawasan panen. Pemanen harus menyelesaikan blok panen secara tuntas tanpa
ada pengulangan.
Rotasi panen adalah waktu yang dibutuhkan antara panen terakhir dengan
panen berikutnya dalam satu seksi panen yang sama. Seksi panen adalah luasan
areal panen yang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan rotasi panen yang
dijalankan. Satu seksi panen biasa dikerjakan tuntas dalam satu hari. Pelaksanaan
di kebun biasa menggunakan rotasi 6/7 yang artinya areal dibagi menjadi 6 seksi
dan dipanen selama 6 hari dalam 7 hari. Rotasi panen bisa berubah tergantung
kondisi kerapatan buah. Rotasi panen 9/10 biasa digunakan pada saat kerapatan
buah sedang rendah.
Kriteria panen merupakan indikasi saat yang tepat kapan buah harus
dipanen. Kriteria umum yang digunakan adalah warna tandan buah dan jumlah
brondolan yang jatuh di piringan. Buah dikatakan matang apabila berwarna merah
brondolan di piringan dalam setiap kilogram bobot tandan. Kriteria ini berlaku
untuk kondisi buah yang normal dan sehat.
Alat-alat panen yang digunakan antara lain dodos (tinggi pohon kurang
dari 4 meter), egrek (tinggi pohon lebih dari 4 meter), angkong sebagai alat angkut
TBS dan brondolan ke TPH, gancu sebagai alat bongkar TBS , dan tomasun.
Tomasun merupakan kapak khusus Astra Agro Lestari untuk memotong tangkai tandan buah yang panjang sehingga membentuk “cangkem kodok” atau huruf V pada bekas potongannya. Alat dan perlengkapan panen harus dibawa saat apel
pagi sebelum kegiatan panen dimulai. Peralatan panen harus diasah pada sore
harinya sehingga tidak mengganggu kegiatan panen. Kapak tomasun beserta hasil
potongannya dapat dilihat pada Gambar 4.
[image:41.595.212.512.326.476.2]
Gambar 4. Tomasun dan Cangkem Kodok
Pelaksanaan kegiatan panen diawali dengan apel pagi yang diikuti oleh
semua pemanen dari tiap kemandoran. Supervisi yang mengikuti apel pagi adalah
mandor I, mandor panen, asisten afdeling dan terkadang juga asisten kebun.
Supervisi memberikan arahan, evaluasi kegiatan panen yang telah dilaksanakan
serta pembagian hanca panen. Setelah apel pagi selesai, pemanen masuk ke hanca
yang telah dibagikan dengan membawa angkong, gancu, egrek, dodos, dan
tomasun. Pemanen menuju pohon dan setelah memastikan buah matang, pemanen
memotong pelepah dengan memperhatikan management canopy yang telah
diarahkan. Setelah itu pemanen memotong buah dengan menggunakan egrek atau
dodos sesuai ketinggian pohon yang dipanen. Pemanen harus menjaga jarak pada
Pemanen kemudian mengangkat pelepah dan menyusunnya di gawangan
mati. Pemanen memotong tangkai TBS yang masih panjang dengan menggunakan
kampak tomasun. Hasil potongan harus berbentuk V (cangkem kodok) dengan
syarat sisa tangkai tidak boleh lebih dari 2 cm. Pemanen kemudian pindah ke
pohon berikutnya. Rata-rata pemanen membawa anggota keluarganya seperti istri
maupun anaknya sebagai rekan yang membantu pemanen dalam mengangkut
buah dari dalam hanca menuju TPH. Buah diangkut dengan menggunakan
angkong menuju TPH. Proses bongkar-muat buah pada angkong menggunakan
alat ganju. Rekan pemanen juga membantu mengutip brondolan yang tersebar di
piringan serta gawangan lalu memasukkannya ke dalam karung dan memuatnya
ke dalam angkong. Brondolan yang tertinggal di sekitar piringan dan gawangan
tidak boleh lebih dari 2 biji.
Setelah angkong penuh, pemanen atau rekannya membawa angkong dan
muatannya ke TPH, lalu menyusun TBS dan brondolan dengan rapi di atas terpal.
Pemakaian terpal bertujuan untuk mengurangi jumlah kotoran yang dapat terbawa
ke pabrik dan mempengaruhi rendemen minyak. Setelah semua TBS dalam hanca
dipanen, pemanen diwajibkan mencatat hasil kerja di kupon pemanen
setelah itu diletakkan pada salah satu janjang TBS di TPH. Hasil kerja yang diisi
oleh pemanen antara lain nomor blok, TPH, pemanen serta jumlah janjang yang
dipanen. Kriteria buah diisi oleh checker pada saat memuat buah ke truk.