• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

FANI ALFI YANTI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Produktivitas kelapa sawit sangat tergantung pada proses penyerbukan. Elaeidobius kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit. Populasi kumbang ini dipengaruhi oleh faktor natalitas, mortalitas, dan migrasi. Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit dan faktor-faktor lingkungan di Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Pengamatan populasi dilakukan dengan metode stratified random sampling pada spikelet bunga jantan di tiga blok pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Perhitungan rasio seks kumbang dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo. Hubungan faktor lingkungan dan jumlah populasi kumbang dianalisis dengan korelasi Pearson. Populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi ditemukan pada bulan Agustus. Populasi kumbang di Sukamaju masih di bawah jumlah minimum untuk penyerbukan optimum. Selama pengamatan, rasio seks kumbang betina dan jantan kelapa sawit adalah 3:1. Curah hujan memiliki pengaruhpaling besar terhadap populasi kumbang di antara parameter lingkungan yang diukur.

Kata kunci : Kelapa sawit, populasi, Elaeidobius kamerunicus, rasio seks, faktor lingkungan ABSTRACT

FANI ALFI YANTI. Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust Population in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) at PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

High productivity of oil palm is affected bypollination. Elaeidobius kamerunicus is weevil pollinator that can increase fruit set of oil palm. Weevil population was influenced by natality, mortality, and migration. The objective of this research were to study weevil E. kamerunicus

population and environmental factors on oil palm estate at Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Weevil population were observed by stratified random sampling method in male flowers were located at three blocks of the estate on Juny, August, and October 2010. Sex ratio of female and male weevil was counted. Relationship between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson correlation. The highest population of weevil occured in August.Weevil population at Sukamaju was lower than the minimum weevil population for optimum pollination. Sex ratio of female and male weevil during observation was 3:1. Rainfall has the highest effect to weevil population among parameters measured.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga yang berperan dalam penyerbukan kelapa sawit. Kumbang yang berasal dari Kamerun, Afrika ini, berukuran kecil (panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 mm) dan berwarna coklat kehitaman (Syed et al.

1986). Menurut Hasibuan et al. (2002), kumbang ini pertama kali dilepas di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatra Utara. Kumbang E. kamerunicus

bersifat hostspesific, mampu beradaptasi pada musim basah dan musim kering, dan dapat memindahkan serbuk sari dengan kualitas yang sama pada tanaman muda maupun tanaman tua (Siregar 2006).

E. kamerunicus merupakan kumbang moncong yang termasuk ordo Coleoptera, famili Curculionidae, dan sub-famili Delominae. Kehidupan kumbang ini bergantung pada bunga jantan kelapa sawit.Saat kumbang ini berada di bunga jantan dan merayap pada spikelet, butiran polen melekat pada tubuhnya. Polen akan jatuh pada stigma saat kumbang ini mengunjungi bunga betina (Ponnamma et al.1986). Ponnamma (1999) melaporkan bahwa E. kamerunicus dapat meningkatkan nilai fruitset dari 36,9 menjadi 78,3%. Nilai ini dapat dicapai dengan adanya populasi kumbang E. kamerunicusminimum sekitar 20.000 per hektar.

Komoditas pekebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini, dari tahun 1997-2007 sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini mencapai produktivitas yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk (Sunarko 2009).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan berbatang tegak dan tingginya mencapai 15-24 m. Bunga kelapa sawit tersusun dalam malai, berwarna coklat yang tumbuh dari ketiak pelepah daun. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berumah satu yang penyerbukannya terjadi secara silang. Bunga jantan dan betina kelapa sawit memiliki

waktu matang yang tidak bersamaan (Pahan 2008). Hal ini menyebabkan perlunya penyerbukan dengan bantuan kumbangE. kamerunicus. Antesis bunga kelapa sawit dicirikan dengan warna bunga kekuningan dan dipenuhi oleh serbuk sari (Corley & Tinker 2003), dan mengeluarkan bau harum yang menyengat.

Beberapa penelitian tentang populasi kumbang telah banyak dilaporkan. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang paling tinggi pada tanaman kelapa sawit di Banten terjadi pada bulan Agustus. Jumlah populasi kumbang di Kalimantan Tengah ditemukan tinggi pada bulan Oktober (Wibowo 2010) dan bulan Desember (Mandiri 2010). Hadi et al.

(2009) melaporkan ukuran populasi serangga dapat berubah-ubah dalam batas ruang dan waktu karena adanya natalitas, mortalitas, dan migrasi. Adanya perubahan iklim dan cuaca di Indonesia yang tidak menentu akhir-akhir ini, dapat menyebabkan ukuran populasi serangga penyerbuk berubah. Penelitian tentang populasi kumbang di Kebun Sukamaju, Sukabumi belum pernah dilaporkan.Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2010 di perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Kebun Sukamaju, Kec. Cikidang, Kab. Sukabumi (Gambar 1), dan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga yang berperan dalam penyerbukan kelapa sawit. Kumbang yang berasal dari Kamerun, Afrika ini, berukuran kecil (panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 mm) dan berwarna coklat kehitaman (Syed et al.

1986). Menurut Hasibuan et al. (2002), kumbang ini pertama kali dilepas di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatra Utara. Kumbang E. kamerunicus

bersifat hostspesific, mampu beradaptasi pada musim basah dan musim kering, dan dapat memindahkan serbuk sari dengan kualitas yang sama pada tanaman muda maupun tanaman tua (Siregar 2006).

E. kamerunicus merupakan kumbang moncong yang termasuk ordo Coleoptera, famili Curculionidae, dan sub-famili Delominae. Kehidupan kumbang ini bergantung pada bunga jantan kelapa sawit.Saat kumbang ini berada di bunga jantan dan merayap pada spikelet, butiran polen melekat pada tubuhnya. Polen akan jatuh pada stigma saat kumbang ini mengunjungi bunga betina (Ponnamma et al.1986). Ponnamma (1999) melaporkan bahwa E. kamerunicus dapat meningkatkan nilai fruitset dari 36,9 menjadi 78,3%. Nilai ini dapat dicapai dengan adanya populasi kumbang E. kamerunicusminimum sekitar 20.000 per hektar.

Komoditas pekebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini, dari tahun 1997-2007 sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini mencapai produktivitas yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk (Sunarko 2009).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan berbatang tegak dan tingginya mencapai 15-24 m. Bunga kelapa sawit tersusun dalam malai, berwarna coklat yang tumbuh dari ketiak pelepah daun. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berumah satu yang penyerbukannya terjadi secara silang. Bunga jantan dan betina kelapa sawit memiliki

waktu matang yang tidak bersamaan (Pahan 2008). Hal ini menyebabkan perlunya penyerbukan dengan bantuan kumbangE. kamerunicus. Antesis bunga kelapa sawit dicirikan dengan warna bunga kekuningan dan dipenuhi oleh serbuk sari (Corley & Tinker 2003), dan mengeluarkan bau harum yang menyengat.

Beberapa penelitian tentang populasi kumbang telah banyak dilaporkan. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang paling tinggi pada tanaman kelapa sawit di Banten terjadi pada bulan Agustus. Jumlah populasi kumbang di Kalimantan Tengah ditemukan tinggi pada bulan Oktober (Wibowo 2010) dan bulan Desember (Mandiri 2010). Hadi et al.

(2009) melaporkan ukuran populasi serangga dapat berubah-ubah dalam batas ruang dan waktu karena adanya natalitas, mortalitas, dan migrasi. Adanya perubahan iklim dan cuaca di Indonesia yang tidak menentu akhir-akhir ini, dapat menyebabkan ukuran populasi serangga penyerbuk berubah. Penelitian tentang populasi kumbang di Kebun Sukamaju, Sukabumi belum pernah dilaporkan.Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2010 di perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Kebun Sukamaju, Kec. Cikidang, Kab. Sukabumi (Gambar 1), dan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

(4)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus dan alkohol 70%.

Metode

Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang meliputi ciri khusus (moncong, tonjolan pada elytra, dan rambut halus pada elytra) imago jantan dan betina dengan menggunakan mikroskop stereo.

Pengukuran Populasi dan Rasio Seks E. kamerunicus

Pengamatan populasi ini dilakukan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada spikelet bunga jantan dengan tingkat kematangan minimum 70%. Sampel kumbang diambil dari masing-masing 3 spikelet di bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan (Gambar 2b) dengan metode stratifiedrandom sampling. Pengukuran populasi dilakukan di tiga blok, yaitu blok 29 (Lampiran 1), 54, dan 55 (Lampiran 2) dengan masing-masing blok diamati 5 pohon berumur 5-6 tahun (Gambar 2a). Jumlah spikelet per tandan dihitung. Jumlah kumbang per tandan dihitung dengan mengalikan jumlah kumbang per spikelet dengan jumlah spikelet.Selain itu, data lingkungan diukur selama pengambilan sampel populasi kumbang yang meliputi suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

a b

Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6 tahun (a); tandan bunga jantan (b).

Rasio seks kumbang (betina : jantan) dihitung dari sampel kumbang per pohon tiap bloknya. Perhitungan rasio seks dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo.

Analisis Data.

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan software SigmaPlot versi 11.0.Hubungan faktor lingkungan dengan jumlah kumbang digambarkan dengan scatter plot dan uji korelasi Pearson dengan menampilkan nilai p.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus

Tubuh E. kamerunicus berwarna coklat kehitaman dan berbentuk elips memanjang. Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang ini memiliki moncong di bagian depan kepala.

Imago jantan memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina, dengan panjang tubuh ± 4 mm, moncong lebih pendek (± 0,8 mm), terdapat rambut-rambut halus di bagian abdomen, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3a). Sedangkan imago betina memiliki tubuh yang lebih ramping, dengan panjang tubuh ± 3 mm, moncong panjang(± 1,1 mm) dan tidak terdapat rambut-rambut halus serta tonjolan di tubuhnya (Gambar 3b).

a

b

Gambar 3 Imago kumbang jantan (a) dan imago kumbang betina (b). Populasi Kumbang E. kamerunicus

(5)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus dan alkohol 70%.

Metode

Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang meliputi ciri khusus (moncong, tonjolan pada elytra, dan rambut halus pada elytra) imago jantan dan betina dengan menggunakan mikroskop stereo.

Pengukuran Populasi dan Rasio Seks E. kamerunicus

Pengamatan populasi ini dilakukan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada spikelet bunga jantan dengan tingkat kematangan minimum 70%. Sampel kumbang diambil dari masing-masing 3 spikelet di bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan (Gambar 2b) dengan metode stratifiedrandom sampling. Pengukuran populasi dilakukan di tiga blok, yaitu blok 29 (Lampiran 1), 54, dan 55 (Lampiran 2) dengan masing-masing blok diamati 5 pohon berumur 5-6 tahun (Gambar 2a). Jumlah spikelet per tandan dihitung. Jumlah kumbang per tandan dihitung dengan mengalikan jumlah kumbang per spikelet dengan jumlah spikelet.Selain itu, data lingkungan diukur selama pengambilan sampel populasi kumbang yang meliputi suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

a b

Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6 tahun (a); tandan bunga jantan (b).

Rasio seks kumbang (betina : jantan) dihitung dari sampel kumbang per pohon tiap bloknya. Perhitungan rasio seks dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo.

Analisis Data.

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan software SigmaPlot versi 11.0.Hubungan faktor lingkungan dengan jumlah kumbang digambarkan dengan scatter plot dan uji korelasi Pearson dengan menampilkan nilai p.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus

Tubuh E. kamerunicus berwarna coklat kehitaman dan berbentuk elips memanjang. Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang ini memiliki moncong di bagian depan kepala.

Imago jantan memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina, dengan panjang tubuh ± 4 mm, moncong lebih pendek (± 0,8 mm), terdapat rambut-rambut halus di bagian abdomen, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3a). Sedangkan imago betina memiliki tubuh yang lebih ramping, dengan panjang tubuh ± 3 mm, moncong panjang(± 1,1 mm) dan tidak terdapat rambut-rambut halus serta tonjolan di tubuhnya (Gambar 3b).

a

b

Gambar 3 Imago kumbang jantan (a) dan imago kumbang betina (b). Populasi Kumbang E. kamerunicus

(6)

Tabel 1 Rata-rata jumlah kumbang per spikelet, jumlah spikelet, dan jumlah kumbang per tandan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010.

Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standard error. Jumlah spikelet per tandan pada bulan Juni (92 spikelet/tandan), Agustus (89 spikelet/tandan) dan Oktober (90 spikelet/tandan) relatif sama (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan pada bulan Juni, Agustus, Oktober 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standard error.

Curah hujan bulanan pada bulan Oktober (410 mm) lebih tinggi dibandingkan pada bulan Juni (347 mm) dan Agustus (261 mm) (Gambar 6).

Gambar 6 Curah hujan bulanan pada bulan Juni, Agustus, Oktober 2010. Selama bulan pengamatan (Juni, Agustus, dan Oktober 2010), rasio jumlah kumbang betina dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa sawit masing-masing adalah 3:1. Hubungan Populasi Kumbang dengan Parameter Lingkungan

(7)

Tabel 2Parameter lingkungan di lokasi pengamatan dari bulan Juni 2010, Agustus 2010, dan Oktober 2010.

Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap parameter dan angka di dalam kurung merupakan nilai maksimum dan minimum.

a

b

Hubungan antara populasi kumbang dengan curah hujan bulanan adalah negatif.Semakin tinggi curah hujan, maka semakin rendah populasi kumbang, walaupun curah hujan tidak berkorelasi secara signifikan dengan populasi kumbang per tandan (p=0,322) (Gambar 8, Tabel 3).

Gambar 8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah hujan (mm).

c

Gambar 7 Sebaran populasi kumbang per tandan dalam kaitannya dengan suhu udara (a), kelembaban udara (b), dan intensitas cahaya (c).

Parameter Juni 2010 Agustus 2010 Oktober 2010

Suhu Udara (°C) 35,6 (33-39) 31,9 (30,3-33,4) 32,3 (29,5-36,5) Kelembaban Relatif (%) 56,8 (49-63) 57,7 (49-63) 53,2 (37-68)

(8)

Tabel 3 Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter lingkungan dan jumlah spikelet per tandan.

PEMBAHASAN

Tubuh kumbang E.kamerunicus

memiliki ciri yang sama seperti serangga pada umumnya yakni memiliki kepala, toraks, dan abdomen. Ukuran tubuh berkisar antara 3-4 mm. Kumbang ini memiliki moncong di bagian depan kepala. Kumbang jantan memiliki moncong yang lebih pendek dibandingkan kumbang betina. Selain itu, ukuran yang lebih besar dan adanya tonjolan di pangkal elytra serta rambut-rambut halus pada tubuhnya sebagai pembeda antara kumbang jantan dengan kumbang betina.

Populasi kumbang di Sukabumi pada bulan Juni dan Agustus lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Kurniawan (2010) bahwa jumlah kumbang E. kamerunicus per tandan di Banten tertinggi pada bulan Agustus (21.681 individu/tandan) dan populasi terendah pada bulan Oktober (10.361 individu/tandan). Namun, populasi kumbang hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan populasi kumbang di Banten. Hal ini kemungkinan disebabkan curah hujan bulanan rata-rata bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010 di Sukabumi lebih tinggi sebesar 335,4 mm dibandingkan curah hujan rata-rata bulan Agustus, September, dan Oktober 2009 di Banten sebesar 86,33 mm. Labarca et al. (2007) melaporkan bahwajumlah tandan bunga jantan bervariasi antara 3-6 tandan per hektar. Populasi kumbang tinggi pada bulan Agustus (6.000 individu/ha) di Sukabumi masih di bawah nilai populasi minimum (20.000 individu/ha) untuk penyerbukan optimum kelapa sawit. Menurut Syed & Salleh (1987), agar mencapai polinasi minimum atau dapat terbentuk 50% buah, diperlukan sekitar 1.500 kumbang E. kamerunicus per tandan untuk menyerbuki bunga betina yang reseptif. Kemungkinan rendahnya populasi kumbang

pada bulan Oktober dipengaruhi oleh tingginya curah hujan.

Jumlah spikelet per tandan tidak berkorelasi terhadap jumlah kumbang per tandan (p= 0,386) (Tabel 3). Hasil ini berbeda dengan penelitian Kurniawan 2010; Wibowo 2010; Mandiri 2010 bahwa jumlah spikelet per tandan berkorelasi secara signifikan terhadap jumlah kumbang per tandan. Labarca et al. (2007) juga melaporkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan diantara kumbang E. kamerunicus

dengan jumlah antesis bunga jantan. Menurut Meliala (2008), kumbang penyerbuk banyak ditemukan pada hari kedua sampai hari ketiga masa antesis. Jumlah kumbang menurun pada hari keempat dan kelima, dan sedikit ditemukan pada hari keenam. Rahayu (2009) melaporkan bahwa puncak aktivitas

E. kamerunicus pada pagi hari sekitar pukul 10.00-11.00 WIB. Pengamatan terhadap populasi kumbang di Sukabumi dilakukan pada pukul 09.30-14.00 WIB yang merupakan waktu puncak aktivitas.

Faktor-faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar bagi serangga polinator, salah satunya adalah suhu udara yang mempengaruhi distribusi serangga (Young 1982). Populasi kumbang yang tinggi ditemukan pada kisaran suhu antara 31-39°C. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi yang tinggi dicapai pada kisaran suhu 27-35°C. Pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus lebih banyak melakukan aktivitas mencari pakan. Menurut Mishra et al. (2004), suhu efektif bagi polinator untuk mengunjungi bunga pada kisaran 25-35°C. Suhu berkorelasi positif terhadap jumlah kumbang, walaupun suhu tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,500) (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan laporan Mourou et al. (2008) bahwa populasi

E. kamerunicus tidak berkorelasi dengan suhu (r= -0,15, p<0,05).

Parameter Populasi Kumbang per Tandan

Korelasi Pearson (r) r2 Nilai Signifikansi (p)

Suhu Udara 0,103 0,0107 0,500

Kelembaban Relatif -0,0218 0,000476 0,887

Intensitas Cahaya 0.0820 0,00672 0,593

Jumlah curah hujan -0,8751 0,765 0,322

(9)

Pada kelembaban 49-62%, populasi kumbang tinggi. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran kelembaban 64-81%. Perbedaan waktu sampling, yakni pada siang hari mempengaruhi populasi kumbang. Kelembaban relatif udara memiliki korelasi negatif terhadap jumlah kumbang per tandan, meskipun kelembaban relatif tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p= 0,887) (Tabel 3). Dhileepan (1994) melaporkan bahwa kelembaban relatif memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Kelembaban secara tidak langsung berpengaruh terhadap populasi kumbang. Nematoda, cendawan, atau organisme parasit lainnya, sangat menyukai kondisi yang lembab. Semakin tinggi kelembaban, maka semakin tinggi tingkat infeksi, yang menyebabkan penurunan populasi kumbang. Shapiro & Pickering (2010) melaporkan bahwa pada tanaman yang tua pada keadaan lembab, larva parasit akan meningkat. Nematoda Cylindrocorpus inevectus (Poinar

et al. 2003) dan Elaeolenchus parthenonema

(Poinar et al. 2002) bersifat parasit terhadap kumbang yang menyebabkan populasi kumbang menurun.

Curah hujan memiliki korelasi negatif terhadap populasi kumbang, namun korelasi tersebut tidak signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,322) (Tabel 3). Anu et al.

(2009) melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin rendah populasi serangga. Curah hujan tidak berpengaruh secara langsung terhadap populasi kumbang, tetapi curah hujan dapat mempengaruhi kondisi mikroklimat (kadar air dan kelembaban). Curah hujan juga mempengaruhi pembentukan rasio seks bunga kelapa sawit. Curah hujan yang tinggi akan menurunkan rasio seks bunga (jumlah bunga jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina) (Bulgarelli et al. 2002). Hal ini menyebabkan jumlah kumbang menurun karena bunga jantan sebagai tempat hidup kumbang tersedia dalam jumlah yang sedikit.

Populasi kumbang tinggi pada kisaran intensitas cahaya 2000-8000 lux. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 458-31200 lux. Selain itu, Wibowo (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tertinggi pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun terjadi pada kisaran intensitas cahaya 500-15000 lux. Intensitas cahaya memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang, meskipun intensitas cahaya tidak

berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,593) (Tabel 3). Klein

et al. (2003) melaporkan bahwa komunitas lebah memiliki korelasi yang positif terhadap intensitas cahaya.

Rasio seks kumbang (betina : jantan) pada tiga bulan pengamatan, yaitu 3:1. Rasio seks ini hampir sama dengan yang dilaporkan Bong et al. (2008) bahwa rasio seks (betina: jantan) kumbang Rhynchophorus schach

Oliv., yaitu 2,3:1. Menurut Sholehana (2010) lama hidup imago jantan (10-20 hari) lebih pendek dibandingkan imago betina (14-25 hari). Hal ini diduga menyebabkan sedikitnya jumlah kumbang jantan yang terdapat pada bunga jantan kelapa sawit. Sholehana (2010) melaporkan bahwa laju reproduksi bersih kumbang E. kamerunicus adalah 3. Nilai ini menunjukkan bahwa ada 3 keturunan betina yang akan menggantikan induk betina. Banyaknya jumlah kumbang betina dibandingkan bunga jantan akan meningkatkan populasi pada keturunan berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi ditemukan tinggi pada bulan Juni dan Agustus dibandingkan bulan Oktober. Populasi kumbang di kebun Sukamaju masih di bawah jumlah kumbang minimum yang diperlukan untuk penyerbukan optimum. Diantara parameter yang diukur, curah hujan mempunyai pengaruh paling besar terhadap populasi kumbang. Rasio seks kumbang betina: jantan, yaitu 3:1.

Saran

Pengukuran populasi sebaiknya dilakukan setiap bulan dalam setahun. Selain itu diperlukan perhitungan rasio seks bunga jantan antesis dan bunga betina yang

receptive dalam satu blok untuk mengetahui penyebaran kumbang dalam satu populasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anu A, Sabu TK, Vineesh PJ. 2009. Seasonality of litter insects and relationship with rainfall in a wet evergreen forest in south Western Ghats. J.Insc. Sci.9: 1-10.

(10)

Pada kelembaban 49-62%, populasi kumbang tinggi. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran kelembaban 64-81%. Perbedaan waktu sampling, yakni pada siang hari mempengaruhi populasi kumbang. Kelembaban relatif udara memiliki korelasi negatif terhadap jumlah kumbang per tandan, meskipun kelembaban relatif tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p= 0,887) (Tabel 3). Dhileepan (1994) melaporkan bahwa kelembaban relatif memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Kelembaban secara tidak langsung berpengaruh terhadap populasi kumbang. Nematoda, cendawan, atau organisme parasit lainnya, sangat menyukai kondisi yang lembab. Semakin tinggi kelembaban, maka semakin tinggi tingkat infeksi, yang menyebabkan penurunan populasi kumbang. Shapiro & Pickering (2010) melaporkan bahwa pada tanaman yang tua pada keadaan lembab, larva parasit akan meningkat. Nematoda Cylindrocorpus inevectus (Poinar

et al. 2003) dan Elaeolenchus parthenonema

(Poinar et al. 2002) bersifat parasit terhadap kumbang yang menyebabkan populasi kumbang menurun.

Curah hujan memiliki korelasi negatif terhadap populasi kumbang, namun korelasi tersebut tidak signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,322) (Tabel 3). Anu et al.

(2009) melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin rendah populasi serangga. Curah hujan tidak berpengaruh secara langsung terhadap populasi kumbang, tetapi curah hujan dapat mempengaruhi kondisi mikroklimat (kadar air dan kelembaban). Curah hujan juga mempengaruhi pembentukan rasio seks bunga kelapa sawit. Curah hujan yang tinggi akan menurunkan rasio seks bunga (jumlah bunga jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina) (Bulgarelli et al. 2002). Hal ini menyebabkan jumlah kumbang menurun karena bunga jantan sebagai tempat hidup kumbang tersedia dalam jumlah yang sedikit.

Populasi kumbang tinggi pada kisaran intensitas cahaya 2000-8000 lux. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 458-31200 lux. Selain itu, Wibowo (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tertinggi pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun terjadi pada kisaran intensitas cahaya 500-15000 lux. Intensitas cahaya memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang, meskipun intensitas cahaya tidak

berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,593) (Tabel 3). Klein

et al. (2003) melaporkan bahwa komunitas lebah memiliki korelasi yang positif terhadap intensitas cahaya.

Rasio seks kumbang (betina : jantan) pada tiga bulan pengamatan, yaitu 3:1. Rasio seks ini hampir sama dengan yang dilaporkan Bong et al. (2008) bahwa rasio seks (betina: jantan) kumbang Rhynchophorus schach

Oliv., yaitu 2,3:1. Menurut Sholehana (2010) lama hidup imago jantan (10-20 hari) lebih pendek dibandingkan imago betina (14-25 hari). Hal ini diduga menyebabkan sedikitnya jumlah kumbang jantan yang terdapat pada bunga jantan kelapa sawit. Sholehana (2010) melaporkan bahwa laju reproduksi bersih kumbang E. kamerunicus adalah 3. Nilai ini menunjukkan bahwa ada 3 keturunan betina yang akan menggantikan induk betina. Banyaknya jumlah kumbang betina dibandingkan bunga jantan akan meningkatkan populasi pada keturunan berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi ditemukan tinggi pada bulan Juni dan Agustus dibandingkan bulan Oktober. Populasi kumbang di kebun Sukamaju masih di bawah jumlah kumbang minimum yang diperlukan untuk penyerbukan optimum. Diantara parameter yang diukur, curah hujan mempunyai pengaruh paling besar terhadap populasi kumbang. Rasio seks kumbang betina: jantan, yaitu 3:1.

Saran

Pengukuran populasi sebaiknya dilakukan setiap bulan dalam setahun. Selain itu diperlukan perhitungan rasio seks bunga jantan antesis dan bunga betina yang

receptive dalam satu blok untuk mengetahui penyebaran kumbang dalam satu populasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anu A, Sabu TK, Vineesh PJ. 2009. Seasonality of litter insects and relationship with rainfall in a wet evergreen forest in south Western Ghats. J.Insc. Sci.9: 1-10.

(11)

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq) DI PTPN

VIII KEBUN SUKAMAJU, CIKIDANG, SUKABUMI

FANI ALFI YANTI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

weevil Rhynchophorus schach Oliv. (Insecta: Coleoptera: Curculionidae) on meriditic diets.Am. J. Agri. & Biol. Sci.

3: 403-409.

Bulgarelli J, Chinchilla C, Rodriguez R. 2002. Male inflorescences, population of Elaeidobius kamerunicus and pollination in a young commercial oil palm plantation in a dry area of Costa Rica. ASD Oil Palm Papers 24: 32-37. Corley RHV, Tinker PB. 2003. The oil palm

4th edition. United Kingdom: Blackwell Science.

Dhileepan K. 1994. Variation in populations of introduced pollinating weevil (Elaeidobius kameruicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res 84: 477-485. Hadi M, Tarwotjo U, Rahadian R. 2009.

Biologi Insekta: Entomologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hasibuan R et al.. 2002. Dampak insektisida pemetrin terhadap serangga hama dan serangga penyerbuk kelapa sawit. J Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika

2: 42-46.

Klein AM, Dewenter IS, Tscharntke T. 2003. Pollination of Coffee canefora in relation to local and regional agroforestry management.J ApplEcol40: 837-845.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus

Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Portillo E, Narvaez Z. 2007. Relationship between inflorescences, climate and pollinators in the cultivation of oil palm (Elaeis guineensis Jacquin) in the south of Lake Maracaibo.Rev. Fac Agron 24:303-320. Mandiri TL. 2010. Populasi kumbang

penyerbuk Elaeidobius kamerunicus

Faust pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Meliala RAS. 2008. Studi biologi serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. di laboratorium [skripsi]. Medan:

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Mishra RM, Gupta P, Yadav GP. 2004. Intensity and diversity of flower-visiting insects in relation to plant density of Zizyphus mauritinia Lamk.

Trop. Ecol. 45: 263-270.

Mourao JIL, Fransisco CJ, Santos LFP dos, Valle RR. 2008. Pollination of oil palm by weevils in southern Bahia, Brazil.

Pesq.Agropec. Bras 43: 289-294. Pahan I. 2008.Panduan Lengkap Kelapa

Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid

MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema

n.g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock. Syst Parasitol 52: 219-225.

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2003. Cylindrocorpus inevectus sp. n. associated with oil palm weevil

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae), with synopsis of the family Cylindrocorporidae and establishment of Longibuccidae n. fam. (Diplogastroidae: Nematoda).

Nematology 5: 183-190.

Ponnamma KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of the pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae) in oil palm plantations of Kerala. Curr.Sci.55: 19. Ponnamma KN. 1999. Diural variation in the

population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record 75: 405-410. Rahayu S. 2009. Peran senyawa volatil

kelapa sawit (Elaeis guineensis) dalam penyerbukan oleh serangga Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) dan Thrips hawaiiensis

(Thysanoptera: Thripidae) [disertasi]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Shapiro BA, Pickering J. 2000. Rainfall and parasitic wasp (Hymenoptera: Ichneumonoidea) activity in successional forest stage at Barro Colorado Nature Monument, Panama, and La Selva Biological Station, Costa Rica. Agr.Forst.Entomol. 2: 39-47. Sholehana A. 2010. Demografi kumbang

(13)

kameunicus (Coleoptera : Curculionidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit : Minyak Nabati Berprospek Tinggi. Medan: USU Respiratory.

Sunarko.2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan.Jakarta : Agromedia Pustaka.

Syed R, Law JH, Corley RHW. 1986. Insect pollination of oil palm: introduction, establishment and pollinating efficiency of Elaeidobius kamerunicus. Malaysia Planter 58: 547-561.

Syed RA, Salleh A. 1987. Population of Elaeidobius kamerunicus in relation to fruitset.Int Oil Palm/Palm Oil Conference. Kuala Lumpur: POC. Wibowo ES. 2010. Dinamika populasi

kumbang Elaeidobius kamerunicus

(Curculionidae:Coleoptera) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(14)

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq) DI PTPN

VIII KEBUN SUKAMAJU, CIKIDANG, SUKABUMI

FANI ALFI YANTI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq) DI PTPN

VIII KEBUN SUKAMAJU, CIKIDANG, SUKABUMI

FANI ALFI YANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

ABSTRAK

FANI ALFI YANTI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Produktivitas kelapa sawit sangat tergantung pada proses penyerbukan. Elaeidobius kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit. Populasi kumbang ini dipengaruhi oleh faktor natalitas, mortalitas, dan migrasi. Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit dan faktor-faktor lingkungan di Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Pengamatan populasi dilakukan dengan metode stratified random sampling pada spikelet bunga jantan di tiga blok pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Perhitungan rasio seks kumbang dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo. Hubungan faktor lingkungan dan jumlah populasi kumbang dianalisis dengan korelasi Pearson. Populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi ditemukan pada bulan Agustus. Populasi kumbang di Sukamaju masih di bawah jumlah minimum untuk penyerbukan optimum. Selama pengamatan, rasio seks kumbang betina dan jantan kelapa sawit adalah 3:1. Curah hujan memiliki pengaruhpaling besar terhadap populasi kumbang di antara parameter lingkungan yang diukur.

Kata kunci : Kelapa sawit, populasi, Elaeidobius kamerunicus, rasio seks, faktor lingkungan ABSTRACT

FANI ALFI YANTI. Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust Population in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) at PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

High productivity of oil palm is affected bypollination. Elaeidobius kamerunicus is weevil pollinator that can increase fruit set of oil palm. Weevil population was influenced by natality, mortality, and migration. The objective of this research were to study weevil E. kamerunicus

population and environmental factors on oil palm estate at Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Weevil population were observed by stratified random sampling method in male flowers were located at three blocks of the estate on Juny, August, and October 2010. Sex ratio of female and male weevil was counted. Relationship between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson correlation. The highest population of weevil occured in August.Weevil population at Sukamaju was lower than the minimum weevil population for optimum pollination. Sex ratio of female and male weevil during observation was 3:1. Rainfall has the highest effect to weevil population among parameters measured.

(17)

Judul Skripsi : Populasi Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

Faust pada

Tanaman KelapaSawit (

Elaeis guineensis

Jacq) di PTPN VIII,

Kebun Sukamaju, Cikidang,Sukabumi.

Nama

: Fani Alfi Yanti

NIM

: G34061385

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Tri Atmowidi, M.Si.

Yana Kurniawan, M.Si.

NIP 196708271993031003

NIP197810082003121001

Mengetahui,

Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP 196410021989031002

(18)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan izinNya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian untuk karya ilmiah ini dilakukan dari bulan Juni sampai Oktober 2010 dengan judul Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si.selaku pembimbing I dan Bapak Yana Kurniawan, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulisan. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si.selaku penguji yang telah memberikan saran terhadap penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih pada seluruh staf di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi atas bantuan selama ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, adik, kakak, sepupu atas dukungan, doa, serta bantuan dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Iqbal Kusnandarsyah, Enggar Reno Harumi, Kak Ednan, Kak Amin, Kak Tedy, Kak Dedi, dan Dara atas bantuan dan kerjasama dalam penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini, seluruh rekan-rekan Biologi 43 dan keluarga NF, serta seluruh rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2011

(19)

RIWAYAT HIDUP

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE ... 1

Waktu dan Tempat ... 1

Alat dan Bahan ... 2

Metode ... 2

HASIL ... 2

Morfologi E. kamerunicus ... 2

Populasi Kumbang E. kamerunicus ... 2

Hubungan Populasi Kumbang dengan Parameter Lingkungan ... 3

PEMBAHASAN... 5

SIMPULAN DAN SARAN ... 6

Simpulan ... 6

Saran ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 6

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jumlah kumbang per spikelet, jumlah spikelet, dan jumlah kumbang per tandan

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga yang berperan dalam penyerbukan kelapa sawit. Kumbang yang berasal dari Kamerun, Afrika ini, berukuran kecil (panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 mm) dan berwarna coklat kehitaman (Syed et al.

1986). Menurut Hasibuan et al. (2002), kumbang ini pertama kali dilepas di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatra Utara. Kumbang E. kamerunicus

bersifat hostspesific, mampu beradaptasi pada musim basah dan musim kering, dan dapat memindahkan serbuk sari dengan kualitas yang sama pada tanaman muda maupun tanaman tua (Siregar 2006).

E. kamerunicus merupakan kumbang moncong yang termasuk ordo Coleoptera, famili Curculionidae, dan sub-famili Delominae. Kehidupan kumbang ini bergantung pada bunga jantan kelapa sawit.Saat kumbang ini berada di bunga jantan dan merayap pada spikelet, butiran polen melekat pada tubuhnya. Polen akan jatuh pada stigma saat kumbang ini mengunjungi bunga betina (Ponnamma et al.1986). Ponnamma (1999) melaporkan bahwa E. kamerunicus dapat meningkatkan nilai fruitset dari 36,9 menjadi 78,3%. Nilai ini dapat dicapai dengan adanya populasi kumbang E. kamerunicusminimum sekitar 20.000 per hektar.

Komoditas pekebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini, dari tahun 1997-2007 sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini mencapai produktivitas yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk (Sunarko 2009).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan berbatang tegak dan tingginya mencapai 15-24 m. Bunga kelapa sawit tersusun dalam malai, berwarna coklat yang tumbuh dari ketiak pelepah daun. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berumah satu yang penyerbukannya terjadi secara silang. Bunga jantan dan betina kelapa sawit memiliki

waktu matang yang tidak bersamaan (Pahan 2008). Hal ini menyebabkan perlunya penyerbukan dengan bantuan kumbangE. kamerunicus. Antesis bunga kelapa sawit dicirikan dengan warna bunga kekuningan dan dipenuhi oleh serbuk sari (Corley & Tinker 2003), dan mengeluarkan bau harum yang menyengat.

Beberapa penelitian tentang populasi kumbang telah banyak dilaporkan. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang paling tinggi pada tanaman kelapa sawit di Banten terjadi pada bulan Agustus. Jumlah populasi kumbang di Kalimantan Tengah ditemukan tinggi pada bulan Oktober (Wibowo 2010) dan bulan Desember (Mandiri 2010). Hadi et al.

(2009) melaporkan ukuran populasi serangga dapat berubah-ubah dalam batas ruang dan waktu karena adanya natalitas, mortalitas, dan migrasi. Adanya perubahan iklim dan cuaca di Indonesia yang tidak menentu akhir-akhir ini, dapat menyebabkan ukuran populasi serangga penyerbuk berubah. Penelitian tentang populasi kumbang di Kebun Sukamaju, Sukabumi belum pernah dilaporkan.Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2010 di perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Kebun Sukamaju, Kec. Cikidang, Kab. Sukabumi (Gambar 1), dan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

(23)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus dan alkohol 70%.

Metode

Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang meliputi ciri khusus (moncong, tonjolan pada elytra, dan rambut halus pada elytra) imago jantan dan betina dengan menggunakan mikroskop stereo.

Pengukuran Populasi dan Rasio Seks E. kamerunicus

Pengamatan populasi ini dilakukan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada spikelet bunga jantan dengan tingkat kematangan minimum 70%. Sampel kumbang diambil dari masing-masing 3 spikelet di bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan (Gambar 2b) dengan metode stratifiedrandom sampling. Pengukuran populasi dilakukan di tiga blok, yaitu blok 29 (Lampiran 1), 54, dan 55 (Lampiran 2) dengan masing-masing blok diamati 5 pohon berumur 5-6 tahun (Gambar 2a). Jumlah spikelet per tandan dihitung. Jumlah kumbang per tandan dihitung dengan mengalikan jumlah kumbang per spikelet dengan jumlah spikelet.Selain itu, data lingkungan diukur selama pengambilan sampel populasi kumbang yang meliputi suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

a b

Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6 tahun (a); tandan bunga jantan (b).

Rasio seks kumbang (betina : jantan) dihitung dari sampel kumbang per pohon tiap bloknya. Perhitungan rasio seks dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo.

Analisis Data.

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan software SigmaPlot versi 11.0.Hubungan faktor lingkungan dengan jumlah kumbang digambarkan dengan scatter plot dan uji korelasi Pearson dengan menampilkan nilai p.

HASIL

Morfologi E. kamerunicus

Tubuh E. kamerunicus berwarna coklat kehitaman dan berbentuk elips memanjang. Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang ini memiliki moncong di bagian depan kepala.

Imago jantan memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina, dengan panjang tubuh ± 4 mm, moncong lebih pendek (± 0,8 mm), terdapat rambut-rambut halus di bagian abdomen, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3a). Sedangkan imago betina memiliki tubuh yang lebih ramping, dengan panjang tubuh ± 3 mm, moncong panjang(± 1,1 mm) dan tidak terdapat rambut-rambut halus serta tonjolan di tubuhnya (Gambar 3b).

a

b

Gambar 3 Imago kumbang jantan (a) dan imago kumbang betina (b). Populasi Kumbang E. kamerunicus

(24)

Tabel 1 Rata-rata jumlah kumbang per spikelet, jumlah spikelet, dan jumlah kumbang per tandan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010.

Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standard error. Jumlah spikelet per tandan pada bulan Juni (92 spikelet/tandan), Agustus (89 spikelet/tandan) dan Oktober (90 spikelet/tandan) relatif sama (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan pada bulan Juni, Agustus, Oktober 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standard error.

Curah hujan bulanan pada bulan Oktober (410 mm) lebih tinggi dibandingkan pada bulan Juni (347 mm) dan Agustus (261 mm) (Gambar 6).

Gambar 6 Curah hujan bulanan pada bulan Juni, Agustus, Oktober 2010. Selama bulan pengamatan (Juni, Agustus, dan Oktober 2010), rasio jumlah kumbang betina dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa sawit masing-masing adalah 3:1. Hubungan Populasi Kumbang dengan Parameter Lingkungan

(25)

Tabel 2Parameter lingkungan di lokasi pengamatan dari bulan Juni 2010, Agustus 2010, dan Oktober 2010.

Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap parameter dan angka di dalam kurung merupakan nilai maksimum dan minimum.

a

b

Hubungan antara populasi kumbang dengan curah hujan bulanan adalah negatif.Semakin tinggi curah hujan, maka semakin rendah populasi kumbang, walaupun curah hujan tidak berkorelasi secara signifikan dengan populasi kumbang per tandan (p=0,322) (Gambar 8, Tabel 3).

Gambar 8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah hujan (mm).

c

Gambar 7 Sebaran populasi kumbang per tandan dalam kaitannya dengan suhu udara (a), kelembaban udara (b), dan intensitas cahaya (c).

Parameter Juni 2010 Agustus 2010 Oktober 2010

Suhu Udara (°C) 35,6 (33-39) 31,9 (30,3-33,4) 32,3 (29,5-36,5) Kelembaban Relatif (%) 56,8 (49-63) 57,7 (49-63) 53,2 (37-68)

(26)

Tabel 3 Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter lingkungan dan jumlah spikelet per tandan.

PEMBAHASAN

Tubuh kumbang E.kamerunicus

memiliki ciri yang sama seperti serangga pada umumnya yakni memiliki kepala, toraks, dan abdomen. Ukuran tubuh berkisar antara 3-4 mm. Kumbang ini memiliki moncong di bagian depan kepala. Kumbang jantan memiliki moncong yang lebih pendek dibandingkan kumbang betina. Selain itu, ukuran yang lebih besar dan adanya tonjolan di pangkal elytra serta rambut-rambut halus pada tubuhnya sebagai pembeda antara kumbang jantan dengan kumbang betina.

Populasi kumbang di Sukabumi pada bulan Juni dan Agustus lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Kurniawan (2010) bahwa jumlah kumbang E. kamerunicus per tandan di Banten tertinggi pada bulan Agustus (21.681 individu/tandan) dan populasi terendah pada bulan Oktober (10.361 individu/tandan). Namun, populasi kumbang hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan populasi kumbang di Banten. Hal ini kemungkinan disebabkan curah hujan bulanan rata-rata bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010 di Sukabumi lebih tinggi sebesar 335,4 mm dibandingkan curah hujan rata-rata bulan Agustus, September, dan Oktober 2009 di Banten sebesar 86,33 mm. Labarca et al. (2007) melaporkan bahwajumlah tandan bunga jantan bervariasi antara 3-6 tandan per hektar. Populasi kumbang tinggi pada bulan Agustus (6.000 individu/ha) di Sukabumi masih di bawah nilai populasi minimum (20.000 individu/ha) untuk penyerbukan optimum kelapa sawit. Menurut Syed & Salleh (1987), agar mencapai polinasi minimum atau dapat terbentuk 50% buah, diperlukan sekitar 1.500 kumbang E. kamerunicus per tandan untuk menyerbuki bunga betina yang reseptif. Kemungkinan rendahnya populasi kumbang

pada bulan Oktober dipengaruhi oleh tingginya curah hujan.

Jumlah spikelet per tandan tidak berkorelasi terhadap jumlah kumbang per tandan (p= 0,386) (Tabel 3). Hasil ini berbeda dengan penelitian Kurniawan 2010; Wibowo 2010; Mandiri 2010 bahwa jumlah spikelet per tandan berkorelasi secara signifikan terhadap jumlah kumbang per tandan. Labarca et al. (2007) juga melaporkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan diantara kumbang E. kamerunicus

dengan jumlah antesis bunga jantan. Menurut Meliala (2008), kumbang penyerbuk banyak ditemukan pada hari kedua sampai hari ketiga masa antesis. Jumlah kumbang menurun pada hari keempat dan kelima, dan sedikit ditemukan pada hari keenam. Rahayu (2009) melaporkan bahwa puncak aktivitas

E. kamerunicus pada pagi hari sekitar pukul 10.00-11.00 WIB. Pengamatan terhadap populasi kumbang di Sukabumi dilakukan pada pukul 09.30-14.00 WIB yang merupakan waktu puncak aktivitas.

Faktor-faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar bagi serangga polinator, salah satunya adalah suhu udara yang mempengaruhi distribusi serangga (Young 1982). Populasi kumbang yang tinggi ditemukan pada kisaran suhu antara 31-39°C. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi yang tinggi dicapai pada kisaran suhu 27-35°C. Pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus lebih banyak melakukan aktivitas mencari pakan. Menurut Mishra et al. (2004), suhu efektif bagi polinator untuk mengunjungi bunga pada kisaran 25-35°C. Suhu berkorelasi positif terhadap jumlah kumbang, walaupun suhu tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,500) (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan laporan Mourou et al. (2008) bahwa populasi

E. kamerunicus tidak berkorelasi dengan suhu (r= -0,15, p<0,05).

Parameter Populasi Kumbang per Tandan

Korelasi Pearson (r) r2 Nilai Signifikansi (p)

Suhu Udara 0,103 0,0107 0,500

Kelembaban Relatif -0,0218 0,000476 0,887

Intensitas Cahaya 0.0820 0,00672 0,593

Jumlah curah hujan -0,8751 0,765 0,322

(27)

Pada kelembaban 49-62%, populasi kumbang tinggi. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran kelembaban 64-81%. Perbedaan waktu sampling, yakni pada siang hari mempengaruhi populasi kumbang. Kelembaban relatif udara memiliki korelasi negatif terhadap jumlah kumbang per tandan, meskipun kelembaban relatif tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p= 0,887) (Tabel 3). Dhileepan (1994) melaporkan bahwa kelembaban relatif memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Kelembaban secara tidak langsung berpengaruh terhadap populasi kumbang. Nematoda, cendawan, atau organisme parasit lainnya, sangat menyukai kondisi yang lembab. Semakin tinggi kelembaban, maka semakin tinggi tingkat infeksi, yang menyebabkan penurunan populasi kumbang. Shapiro & Pickering (2010) melaporkan bahwa pada tanaman yang tua pada keadaan lembab, larva parasit akan meningkat. Nematoda Cylindrocorpus inevectus (Poinar

et al. 2003) dan Elaeolenchus parthenonema

(Poinar et al. 2002) bersifat parasit terhadap kumbang yang menyebabkan populasi kumbang menurun.

Curah hujan memiliki korelasi negatif terhadap populasi kumbang, namun korelasi tersebut tidak signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,322) (Tabel 3). Anu et al.

(2009) melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin rendah populasi serangga. Curah hujan tidak berpengaruh secara langsung terhadap populasi kumbang, tetapi curah hujan dapat mempengaruhi kondisi mikroklimat (kadar air dan kelembaban). Curah hujan juga mempengaruhi pembentukan rasio seks bunga kelapa sawit. Curah hujan yang tinggi akan menurunkan rasio seks bunga (jumlah bunga jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina) (Bulgarelli et al. 2002). Hal ini menyebabkan jumlah kumbang menurun karena bunga jantan sebagai tempat hidup kumbang tersedia dalam jumlah yang sedikit.

Populasi kumbang tinggi pada kisaran intensitas cahaya 2000-8000 lux. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 458-31200 lux. Selain itu, Wibowo (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tertinggi pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun terjadi pada kisaran intensitas cahaya 500-15000 lux. Intensitas cahaya memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang, meskipun intensitas cahaya tidak

berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang (p=0,593) (Tabel 3). Klein

et al. (2003) melaporkan bahwa komunitas lebah memiliki korelasi yang positif terhadap intensitas cahaya.

Rasio seks kumbang (betina : jantan) pada tiga bulan pengamatan, yaitu 3:1. Rasio seks ini hampir sama dengan yang dilaporkan Bong et al. (2008) bahwa rasio seks (betina: jantan) kumbang Rhynchophorus schach

Oliv., yaitu 2,3:1. Menurut Sholehana (2010) lama hidup imago jantan (10-20 hari) lebih pendek dibandingkan imago betina (14-25 hari). Hal ini diduga menyebabkan sedikitnya jumlah kumbang jantan yang terdapat pada bunga jantan kelapa sawit. Sholehana (2010) melaporkan bahwa laju reproduksi bersih kumbang E. kamerunicus adalah 3. Nilai ini menunjukkan bahwa ada 3 keturunan betina yang akan menggantikan induk betina. Banyaknya jumlah kumbang betina dibandingkan bunga jantan akan meningkatkan populasi pada keturunan berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi ditemukan tinggi pada bulan Juni dan Agustus dibandingkan bulan Oktober. Populasi kumbang di kebun Sukamaju masih di bawah jumlah kumbang minimum yang diperlukan untuk penyerbukan optimum. Diantara parameter yang diukur, curah hujan mempunyai pengaruh paling besar terhadap populasi kumbang. Rasio seks kumbang betina: jantan, yaitu 3:1.

Saran

Pengukuran populasi sebaiknya dilakukan setiap bulan dalam setahun. Selain itu diperlukan perhitungan rasio seks bunga jantan antesis dan bunga betina yang

receptive dalam satu blok untuk mengetahui penyebaran kumbang dalam satu populasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anu A, Sabu TK, Vineesh PJ. 2009. Seasonality of litter insects and relationship with rainfall in a wet evergreen forest in south Western Ghats. J.Insc. Sci.9: 1-10.

(28)

weevil Rhynchophorus schach Oliv. (Insecta: Coleoptera: Curculionidae) on meriditic diets.Am. J. Agri. & Biol. Sci.

3: 403-409.

Bulgarelli J, Chinchilla C, Rodriguez R. 2002. Male inflorescences, population of Elaeidobius kamerunicus and pollination in a young commercial oil palm plantation in a dry area of Costa Rica. ASD Oil Palm Papers 24: 32-37. Corley RHV, Tinker PB. 2003. The oil palm

4th edition. United Kingdom: Blackwell Science.

Dhileepan K. 1994. Variation in populations of introduced pollinating weevil (Elaeidobius kameruicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res 84: 477-485. Hadi M, Tarwotjo U, Rahadian R. 2009.

Biologi Insekta: Entomologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hasibuan R et al.. 2002. Dampak insektisida pemetrin terhadap serangga hama dan serangga penyerbuk kelapa sawit. J Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika

2: 42-46.

Klein AM, Dewenter IS, Tscharntke T. 2003. Pollination of Coffee canefora in relation to local and regional agroforestry management.J ApplEcol40: 837-845.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus

Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Portillo E, Narvaez Z. 2007. Relationship between inflorescences, climate and pollinators in the cultivation of oil palm (Elaeis guineensis Jacquin) in the south of Lake Maracaibo.Rev. Fac Agron 24:303-320. Mandiri TL. 2010. Populasi kumbang

penyerbuk Elaeidobius kamerunicus

Faust pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Meliala RAS. 2008. Studi biologi serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. di laboratorium [skripsi]. Medan:

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Mishra RM, Gupta P, Yadav GP. 2004. Intensity and diversity of flower-visiting insects in relation to plant density of Zizyphus mauritinia Lamk.

Trop. Ecol. 45: 263-270.

Mourao JIL, Fransisco CJ, Santos LFP dos, Valle RR. 2008. Pollination of oil palm by weevils in southern Bahia, Brazil.

Pesq.Agropec. Bras 43: 289-294. Pahan I. 2008.Panduan Lengkap Kelapa

Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid

MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema

n.g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock. Syst Parasitol 52: 219-225.

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2003. Cylindrocorpus inevectus sp. n. associated with oil palm weevil

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae), with synopsis of the family Cylindrocorporidae and establishment of Longibuccidae n. fam. (Diplogastroidae: Nematoda).

Nematology 5: 183-190.

Ponnamma KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of the pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae) in oil palm plantations of Kerala. Curr.Sci.55: 19. Ponnamma KN. 1999. Diural variation in the

population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record 75: 405-410. Rahayu S. 2009. Peran senyawa volatil

kelapa sawit (Elaeis guineensis) dalam penyerbukan oleh serangga Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) dan Thrips hawaiiensis

(Thysanoptera: Thripidae) [disertasi]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Shapiro BA, Pickering J. 2000. Rainfall and parasitic wasp (Hymenoptera: Ichneumonoidea) activity in successional forest stage at Barro Colorado Nature Monument, Panama, and La Selva Biological Station, Costa Rica. Agr.Forst.Entomol. 2: 39-47. Sholehana A. 2010. Demografi kumbang

(29)

kameunicus (Coleoptera : Curculionidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit : Minyak Nabati Berprospek Tinggi. Medan: USU Respiratory.

Sunarko.2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan.Jakarta : Agromedia Pustaka.

Syed R, Law JH, Corley RHW. 1986. Insect pollination of oil palm: introduction, establishment and pollinating efficiency of Elaeidobius kamerunicus. Malaysia Planter 58: 547-561.

Syed RA, Salleh A. 1987. Population of Elaeidobius kamerunicus in relation to fruitset.Int Oil Palm/Palm Oil Conference. Kuala Lumpur: POC. Wibowo ES. 2010. Dinamika populasi

kumbang Elaeidobius kamerunicus

(Curculionidae:Coleoptera) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(30)
(31)

Lampiran 1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Blok 29)

(Sumber : PTPN VIII Kebun Sukamaju 2010)

(32)

Lampiran 2 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Blok 54 dan 55)

(Sumber : PTPN VIII Kebun Sukamaju 2010)

Blok 54

(33)
(34)

Lampiran 1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Blok 29)

(Sumber : PTPN VIII Kebun Sukamaju 2010)

(35)

Lampiran 2 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Blok 54 dan 55)

(Sumber : PTPN VIII Kebun Sukamaju 2010)

Blok 54

Gambar

Gambar 1 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Sukamaju, Sukabumi.
Gambar 1 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Sukamaju, Sukabumi.
Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6
Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ragam hias yang sangat banyak dari suku Melayu Riau biasanya digunakan dalam ukiran dan kerajinan tangan, dalam penulisan ini berkosentrasi pada perancangan dan pengembangan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Evaluasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor No 12 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Studi Kasus Pelaksanaan Kawasan

Nanoparticles Types, Classification, Characterization, Fabrication Methods and Drug Delivery Applications.. In Natural Polymer Drug Delivery Systems

Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran siswa ditentukan dalam 10 indikator keaktifan belajar siswa yaitu (1) masuk kelas tepat waktu, (2) memperhatikan

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada