• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia(Periode 1986-2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia(Periode 1986-2010)"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, pada tahun 2007 jumlah belanja negara sebesar 757,6 triliun Rupiah meningkat menjadi 1.320,8 triliun Rupiah pada tahun 2011. Pendapatan negara dan hibah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 707,8 triliun Rupiah menjadi 1.169,9 triliun Rupiah pada tahun 2011, akan tetapi jumlahnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk belanja negara. Pengeluaran pemerintah yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara menyebabkan defisit anggaran. Defisit anggaran Indonesia meningkat dari tahun 2007 sebesar 49,8 triliun Rupiah menjadi 150,8 triliun Rupiah pada tahun 2011, dan defisit anggaran tersebut harus ditutupi melalui utang luar negeri.

Tabel 1.1. Ringkasan APBN Indonesia 2007- 2011

Tahun

Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, 2012.

(2)

Peningkatan utang luar negeri Indonesia dari tahun 2007 yaitu sebesar 62,25 miliar US$ ke tahun 2011 yaitu sebesar 68,41 miliar US$ menyebabkan akumulasi utang yang semakin besar. Akumulasi utang luar negeri merupakan fenomena umum di antara negara-negara berkembang pada tahap awal pembangunan ekonomi. Dalam jangka pendek utang luar negeri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dapat mengembangkan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Namun, dalam jangka panjang akumulasi utang luar negeri mulai berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti yang dijelaskan dalam kurva Laffer dan itu merupakan biaya pembangunan yang harus dibayar kembali. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa utang luar negeri harus digunakan untuk investasi yang produktif yang menghasilkan tingkat pengembalian yang positif untuk membayar utang luar negeri tersebut.

Alokasi anggaran pemerintah Indonesia tahun 2012 untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri mencapai 170 triliun Rupiah. Total utang luar negeri Indonesia hingga Juli 2011 berjumlah 1.733,64 triliun Rupiah yang dialokasikan untuk lingkungan hidup sebesar 10,6 triliun Rupiah, kesehatan 14,69 triliun Rupiah, perumahan dan fasilitas umum 26 triliun Rupiah, pertahanan 64,3 triliun Rupiah, pendidikan 95,6 triliun Rupiah, dan ekonomi 97,5 triliun Rupiah. Jumlah itu naik 56,79 triliun Rupiah jika dibandingkan dengan jumlah utang luar negeri Indonesia pada Desember 2010 yang sebesar 1.676,85 triliun Rupiah. Peningkatan utang luar negeri Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia sangat bergantung terhadap utang luar negeri dalam membiayai anggaran pemerintah.

(3)

Perdagangan internasional mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Para pelaku ekonomi (rumah tangga dan perusahaan) melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional, setiap pelaku ekonomi yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan. Selain motif mencari keuntungan, Salvatore (1996) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah adanya keterbatasan baik dalam sumber daya maupun teknologi yang dimiliki suatu negara.

Kegiatan perdagangan internasional baik ekspor maupun impor memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara yaitu berupa devisa. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), jumlah nilai ekspor migas dan non migas adalah 147.302 miliar Rupiah sedangkan jumlah impor migas dan non migas adalah sebesar 74.473 miliar Rupiah. Jumlah ekspor migas dan non migas lebih besar dibandingkan dengan jumlah impornya dan selisih antara jumlah ekspor dan impor tersebut bernilai positif. Penerimaan dari ekspor tersebut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan modal baik untuk pembangunan maupun untuk pembayaran utang luar negeri Indonesia.

Masalah yang terdapat dalam kegiatan perdagangan internasional yaitu adanya hambatan perdagangan baik itu hambatan tarif maupun nontarif berupa kuota dan lisensi. Hambatan atau retriksi perdagangan ini dapat menurunkan kinerja sektor ekspor, dimana negara tujuan ekspor (importir) menetapkan standarisasi produk yang tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh pihak eksportir Indonesia. Oleh karena itu, pada 1 Januari 1995 dibentuklah organisasi dunia yaitu WTO (World Trade Organization) yang berfungsi untuk memastikan bahwa pedagangan akan berjalan secara lancar, dapat diprediksi dan sedapat mungkin bebas. Pembentukan WTO ini merupakan kunci awal terbentuknya liberalisasi perdagangan.

(4)

eksportir dan importir, namun ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan merusak produk domestik dan ketahanan pangan karena adanya penurunan tarif yang akan menyebabkan penurunan harga relatif barang impor dan peningkatan permintaan impor. Terdapat perbedaan pendapat atau argumen mengenai baik atau buruknya dampak liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia dan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

1.2. Perumusan Masalah

Keterbukaan Indonesia dalam hal perdagangan internasional menyebabkan jumlah ekspor dan impor mengalami peningkatan sejak tahun 1986. Jumlah ekspor dan impor Indonesia yang meningkat akan menghasilkan cadangan devisa yang menjadi sumber penerimaan bagi kas negara sehingga pemerintah tidak perlu melakukan pinjaman luar negeri. Jumlah kegiatan perdagangan Indonesia mengalami fluktuasi dimana pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan dan peningkatan jumlah ekspor dan impor secara fluktuatif (perhatikan Gambar 1.1.). Apabila jumlah perdagangan internasional Indonesia mengalami penurunan maka jumlah utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (X-M) yang harus dibiayai oleh utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.

Sumber : World Development Indicators,2011. (Data diolah).

Gambar 1.1. Indeks Hubungan Trade Openness dengan Foreign Debt Indonesia(2000=100)

1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

(5)

Beban utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia yang membawa pengaruh yang negatif. Misalnya dengan depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah Rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar utang luar negeri Indonesia. Tren menunjukkan bahwa nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami fluktuasi dari tahun 1986 sampai tahun 2010 dan pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis sehingga nilai mata uang Rupiah mengalami depresiasi yang cukup signifikan hingga mencapai 11.891,15 Rupiah per US$. Hal ini menyebabkan jumlah utang luar negeri juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh krisis moneter yang membuat Indonesia meminjam lebih banyak dari luar negeri. Namun pada tahun 1999 nilai tukar Rupiah terapresiasi menjadi sebesar 7.936,97 Rupiah per US$ sehingga menurunkan jumlah utang luar negeri Indonesia menjadi 151.460.626.000 miliar US$.

Sumber : World Development Indicators,2011. (Data diolah).

Gambar 1.2. Indeks Hubungan Real Exchange Rate dan Foreign Debt Indonesia(2000=100)

Selain trade openness dan real exchange rate, variabel makroekonomi lain juga memengaruhi jumlah utang luar negeri Indonesia. Utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh suku bunga internasional (LIBOR), dimana suku bunga internasional berhubungan negatif terhadap utang luar negeri. Semakin rendah suku bunga internasional yang ditetapkan maka semakin tinggi keinginan

0.00

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

FOREIGN DEBT

(6)

Indonesia untuk melakukan pinjaman luar negeri. Dari tahun 1987 jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat akan tetapi LIBOR memiliki nilai yang fluktuatif. Tren menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia berhubungan negatif terhadap LIBOR (perhatikan Gambar 1.3.).

Sumber : World Development Indicators dan Econstats,2011. (Data diolah).

Gambar 1.3. Indeks Hubungan LIBOR dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100)

Variabel makroekonomi yang mempunyai hubungan yang negatif terhadap utang luar negeri Indonesia adalah trade openness, real exchange rate, dan LIBOR, sedangkan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia. Jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, dari tahun 1986 sebesar 42,91 miliar US$ menjadi 179,06 miliar US$ pada tahun 2010. Begitu juga dengan GDP Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 1986 GDP Indonesia sebesar 86,97 miliar US$ meningkat menjadi 274,37 miliar US$ pada tahun 2010. Peningkatan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia, semakin tinggi GDP menyebabkan utang luar negeri Indonesia semakin meningkat.

-80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

(7)

Sumber : World Development Indicator,2011. (Data diolah).

Gambar 1.4. Indeks Hubungan GDP dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100)

Utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa variabel makroekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya. Variabel-variabel tersebut juga memengaruhi kebijakan pengelolaan utang Indonesia. Beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa krisis pasar utang yang terjadi di Indonesia membutuhkan manajemen risiko yang sehat serta perlunya pasar modal domestik yang efisien dan berkembang dengan baik karena hal ini dapat mengurangi kerentanan kondisi ekonomi terhadap gangguan keuangan. Dengan demikian kerangka manajemen risiko sangat diperlukan dalam pengelolaan utang untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan mengatur trade-off antara biaya serendah mungkin yang diinginkan pada tingkat risiko yang aman dalam portofolio utang pemerintah.

Strategi pengelolaan utang yang tepat dilakukan untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul dari tingginya level utang. Selain itu pemerintah juga harus memastikan bahwa level dan tingkat pertumbuhan utang pemerintah berada dalam kondisi yang normal. Belum banyak penelitian mengenai pengaruh kebijakan liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri dalam studi kasus Indonesia. Serta implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, antara lain:

(8)

1. Bagaimanakah pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia?

2. Apa variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia?

3. Bagaimanakah respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness? 4. Bagaimana kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product

(GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia? 5. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia?

1.3. Tujuan penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk, antara lain:

1. Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia.

2. Menganalisis variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia.

3. Menganalisis respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness. 4. Menganalisis kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product

(GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia. 5. Mendiskusikan kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

(9)

Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat yaitu sebagai bahan acuan dalam menetapkan kebijakan perdagangan sehingga dapat menerima manfaat dari adanya liberalisasi perdagangan dan dapat mengurangi beban utang luar negeri serta sebagai acuan dalam kebijakan pengelolaan utang luar negeri.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Liberalisasi Perdagangan 2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009).

Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka).

Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Hady, 2001) :

1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional,

(11)

pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional,

3. Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) yaitu penghematan biaya rata-rata produksi melalui spesialisasi.

Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien.

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional 2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif

(12)

besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007).

Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut dari Adam Smith dengan mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang efisien.

Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production comparative advantage. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.

(13)

teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore, 2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut.

Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara yang padat karya.

(14)

padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan mengimpor produk yang padat modal.

2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional

Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan antara perdagangan dan pembangunan, antara lain:

1. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian nasionalnya.

2. Adanya perdagangan dapat meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik maupun internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).

3. Perdagangan membantu semua negara dalam proses pembangunan mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki.

(15)

sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu mekanisme pasar bebas.

5. Yang terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang berorientasi ke luar.

2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional

Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja.

2. Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen (prinsip kedaulatan konsumen internasional).

3. Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu justru tidak diperhitungkan sama sekali.

2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial

(16)

negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1).

Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Gambar 2.1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.

Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga

internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan

PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga

internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)

(17)

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional.

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

(18)

2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan 2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan

Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus, perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif (rata-rata) diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu negara dianggap menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian.

Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan. World Bank mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries, moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries. Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented.

(19)

Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barang-barang impor dengan barang-barang-barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor. Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain.

Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga kerja sangat minim.

Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional. Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan.

(20)

secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik bilateral maupun regional.

2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas

Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006), argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1) terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang penghasil komoditi primer; serta (γ) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produk-produk pertanian olahan dari negara-negara berkembang.

Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik, penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki sejumlah keuntungan, diantaranya:

1. Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif. Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya.

(21)

3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai laba dan merangsang tabungan serta investasi.

4. Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang.

5. Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai impor.

6. Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor maupun pasar valuta asing.

7. Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO.

2.2. Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri 2.2.1. Teori Three Gap Model

Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri,1995), yaitu:

Sisi Pengeluaran

Y = C + I + G + (X-M) (2.1)

Keterangan: Y = GDP

G = pengeluaran pemerintah X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi

Sisi Pendapatan

(22)

Keterangan:

S = tabungan domestik

T = penerimaan pajak pemerintah

Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh: (M – X) = (I – S) + (G – T) (2.3) Keterangan:

M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi

Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu:

Dt = (M – X)t + Dst– NFLt + Rt + NOLt (2.4)

Keterangan:

Dt = utang pada tahun t,

(M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t,

Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t,

NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t,

Rt = cadangan otoritas moneter tahun t,

NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain

pada tahun t.

Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4), maka akan diperoleh persamaan :

Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt (2.5)

Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri.

(23)

memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.

2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang

Kurva Laffer Utang (Debt Laffer Curve) adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002

Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang

Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai

B

Expected Debt Repayment

Debt Overhang

Debt Stock

A

(24)

pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun.

2.3. Tinjauan Teoritis 2.3.1. Teori Trade Openness

Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri. Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat diimpor dari luar negeri.

Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a).

(25)

akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m).

m = ∆ε ∆Y (2.6) Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum oleh fungsi impor sebagai berikut:

M = Mo + mY (2.7)

Dimana:

M = jumlah impor

Mo = jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y

m = marginal propencity to import. Y = pendapatan nasional

Sumber: Deliarnov (1995)

Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat Pendapatan Nasional

Keterangan :

a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional.

(26)

Keseimbangan Perekonomian Terbuka

Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran unutk membeli barang impor.

Y= C + I + G – M (2.8) Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi:

Y= C + I + G + (X – M) (2.9) Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M) merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya.

Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh (induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan transfer, atau:

AS = C + S + T - Tr (2.10) Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika:

C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr (2.11) Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus keseimbangan menjadi:

(27)

Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka Keterangan:

Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S + T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E.

2.3.2. Teori Suku Bunga

Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan

E

C + I C,I,G, (X-M)

C + I + G + (X – M)

C = a + bY

C + I + G + (X – M)

a

0

Y*

Y

0

Y*

Y I,G,X ,dan S,T,M

S + T +M - Tr

(28)

jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.

Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r adalah suku bunga riil serta adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga variabel ini dapat ditulis sebagai berikut:

i = r + (2.13)

Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau ekspektasi inflasi yang berubah.

Suku Bunga Internasional (LIBOR)

LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing.

(29)

harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5).

John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa, peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga.

(a) Pandangan Klasik r1

r0

r2

0

Suku bunga

Jumlah Investasi

I0 I2 I1

E2 E

Sm

S‟m E1

Dm

(30)

(b) Pandangan Keynes

Sumber: Sukirno (1985)

Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga

2.3.3. Teori GDP

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut. Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah, maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran

Suku bunga

M0 M1

r1 r0

LP

(31)

ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio GDP nominal terhadap GDP riil.

Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil

Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi

(32)

2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs) 2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Lipsey, 1995).

Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di luar negeri (Mankiw, 2006).

Kurs Riil = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga

Є = е x (P/P*)

2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar

(33)

diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float). Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya.

Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya: 1) Sistem Nilai Tukar Tetap

Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual sebanyak yang diperlukan.

Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya.

2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel

(34)

Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan.

Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain, nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333 US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi.

Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi, maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor (ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6.

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto ฀ 2

฀ 1

NX2 NX1 Ekspor neto, NX

(35)

2.4. Model Ekonometrika 2.4.1. Model VAR

2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model

Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating. Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan jangka panjang. Dalam jangka pendek ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model atau ECM).

Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari langkah pertama (Firdaus, 2011)

2.4.1.2.Uji Kausalitas

Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X.

2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR)

(36)

memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus, 2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural, seta analisis kebijakan.

Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011).

(37)

identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama.

Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ).

Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut:

yt = b10– b12zt + 11zt-1 + 12zt-1 + yt (2.6)

zt = b20– b21yt + 21yt-1 + 22zt-1 + zt (2.7)

Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu

sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari

perubahan zt terhadap yt dan 12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt.

Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak

terhadap yt.

Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-form). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004):

Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2+…+ ApYt-p +et (2.8)

dimana,

Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam

sebuah model VAR,

A0 = vektor intersep berukuran (n x 1),

Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p,

et = vektor error berukuran (n x 1).

Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut:

yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt (2.9)

(38)

Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan, yaitu:

1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil yang hilang (omitted interrelation).

2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural.

Menurut Gujarati (1978), metode VAR memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain:

1. Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen.

2. Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sebuah persamaan.

3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang bersifat endogen.

5. Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model persamaan simultan yang lebih kompleks.

6. Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978), beberapa kelemahan dari metode VAR adalah:

(39)

2. Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast).

3. Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan mengurangi degree of freedom.

4. Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam transformasi.

5. Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock pada error term.

2.4.2. Teori VECM

Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1).

VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut :

(40)

dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, merupakan parameter koreksi error, dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z.

2.5. Tinjauan hasil studi sebelumnya

2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan

Penelitian oleh Yeboah et al (β00ι) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean Exports Under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menyimpulkan bahwa perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi meningkat dan volume ekspor meningkat.

Penelitian oleh Rahardian et al (β00κ) dalam “Pengaruh ASEAN Trade Facilitation terhadap Volume Perdagangan Jawa Timur” menyimpulkan bahwa setelah penerapan beberapa kebijakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terjadi kenaikan arus perdagangan produk Jawa Timur ke pasar ASEAN. Hal ini menunjukkan pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus perdagangan.

Sitorus (2009) meneliti tentang analisis faktor yang memengaruhi laju perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel untuk komoditi CPO dan kakao dari lima pengimpor ke satu pengekspor utama. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP pengekspor, populasi, nilai tukar dan jarak berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao. Sedangkan GDP dan populasi pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor. Untuk CPO, yang berpengaruh nyata adalah GDP pengekspor dan pengimpor, populasi pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan nilai tukar tidak berpengaruh nyata.

(41)

namun terkointegrasi maka digunakanlah metode Vector Error Correction Model. Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ekspor dan impor tekstil serta pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan. Variabel impor dan pendapatan nasional memberikan pengaruh negatif. Hasil lain dalam penelitian ini ialah adanya kebijakan liberalisasi perdagangan di industri tekstil mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan. Saran dalam penelitian ini adalah harus ada peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing ekspor produk tekstil Indonesia.

2.5.2. Penelitian mengenai Beban Utang luar Negeri

Penelitian oleh Nurlia Listiani dalam “Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain utang luar negeri adalah kondisi tabungan domestik, ekspor, dan kondisi perekonomian pada saat krisis ekonomi. Kondisi utang luar negeri Indonesia sudah melewati batas indikator internasional maka diperlukan suatu pengelolaan sehingga dana pinjaman yang ada dapat digunakan dengan sebaik mungkin dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat Indonesia.

Hernatasa (2004) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan investasi dan lag pendapatan per kapita memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of trade memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan. Utang luar negeri memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai titik kritisnya yang menjadi titik batas akumulasi utang.

(42)

variabel yang digunakan yaitu utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam). Sedangkan hasil estimasi model fixed effect menunjukkan bahwa antara variabel utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Arfina (2007) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya yaitu tahun 1993 sampai dengan 2006, dan metode analisis yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen persamaan jangka panjang yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel investasi dan tabungan masyarakat, sedangkan utang luar negeri memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel yang tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif hanya variabel net ekspor. Estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek variabel investasi dan net ekspor mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan variabel yang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri dan tabungan masyarakat.

(43)

dalam jangka pendek. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah harus ada kebijakan pengelolaan utang luar negeri yang baik dan mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.

2.6. Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran dalam pembuatan skripsi ini dimulai dari utang luar negeri. Beban utang luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain; keterbukaan perdagangan (trade openness), GDP, real exchange rate, dan international interest rate (LIBOR). Beban utang luar negeri mempunyai hubungan dua arah terhadap real exchange rate dan GDP, artinya kedua variabel ini saling memengaruhi satu sama lain. Selain memengaruhi beban utang luar negeri, real exchange rate juga saling memengaruhi GDP, international interest rate (LIBOR), dan trade openness. Keterbukaan perdagangan atau trade openness ditandai oleh adanya penghapusan hambatan ekspor dan impor sebagai akibat dari adanya liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah menerapkan sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian ini mengharuskan Indonesia menerapkan liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan memengaruhi beban utang luar negeri melalui keterbukaan perdagangan. Trade openness merupakan penjumlahan dari jumlah ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP. Apabila jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah impor, maka negara akan menerima devisa atau valuta asing sebagai penerimaan atas penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Penerimaan devisa dari kegiatan ekspor dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran transaksi berjalan. Begitu juga sebaliknya, apabila jumlah impor lebih besar dari jumlah ekspor maka negara harus melakukan pembayaran atas jumlah barang yang diimpor dari negara lain dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini akan mengakibatkan defisit neraca transaski berjalan semakin memburuk yang akan meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia.

Gambar

Gambar 1.1.  Indeks Hubungan Trade Openness dengan Foreign Debt
Gambar 1.2. Indeks Hubungan Real Exchange Rate dan Foreign Debt
Gambar 1.3. Indeks Hubungan LIBOR dengan Foreign Debt Indonesia
Gambar 1.4. Indeks Hubungan GDP dengan Foreign Debt Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maryetta Monalisa: Dampak Aliran Modal Asing, Utang Luar Negeri, dan Perdagangan Internasional..., 2006... Maryetta Monalisa: Dampak Aliran Modal Asing, Utang Luar Negeri,

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kebijakan perdagangan internasional dengan judul Analisis Pengaruh Non-Tariff Measures terhadap Ekspor Komoditi Crude

dari Seksi tersebut adalah penerbitan dokumen perdagangan internasional. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan penerbitan dokumen. perdagangan internasional yang dilaksanakan

GDP merupakan ukuran mengenai besarnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu yang diwujudkan oleh faktor-faktor

Analisis VD dari variabel ekspor pada tabel 6 menunjukkan bahwa variabel yang diperkirakan akan memiliki kontribusi paling besar terhadap ekspor pada masa sepuluh

Faktor terakhir yang mempengaruhi volume ekspor Indonesia adalah nilai tukar, dalam melakukan perdagangan internasional dengan negara lain maka diperlukan mata uang

SITUASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN ANALISIS PENGARUH FAKTOR HARGA DAN PRODUKSI TERHADAP VOLUME EKSPOR KARET ALAM INDONESIA TAHUN 2015-2020 International Trading Situation and the

Pada tahun berlaku, net ekspor secara statistik memiliki pengaruh signifikan positif terhadap utang luar negeri tahun berlaku yang artinya tidak sejalan dengan teori tersebut, namun