PEMANFAATAN FREKUENSI BUNYI UNTUK MENDUGA
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DIRAYATI NUR IRSALINA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Dirayati Nur Irsalina
ABSTRAK
DIRAYATI NUR IRSALINA. Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh ABDUL
QADIR dan M. RAHMAD SUHARTANTO.
Lot benih pada berbagai kondisi sangat diperlukan sebagai bahan penelitian uji deteksi bunyi ini. Tujuan dari penelitian adalah mempelajari pemanfaatan frekuensi bunyi untuk menduga kadar air dan vigor dari benih jagung. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Spektroskopi Fisika, Iinstitut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Penelitian terbagi ke dalam dua percobaan yaitu: (1) hubungan antara varietas dan kadar air benih serta (2) hubungan antara varietas dan vigor benih terhadap frekuensi yang dihasilkan. Faktor varietas ditentukan berdasarkan bobot 1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi Putih, ukuran sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil menggunakan varietas SD-III. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara pelembaban tertutup. Lot benih dengan tiga tingkat vigor berbeda diperoleh dengan cara pengusangan fisik menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C dan kelembaban tinggi. Setelah diberikan perlakuan pendahuluan, lot-lot benih kemudian diuji frekuensi bunyinya. Hasil menunjukkan bahwa pada percobaan pertama, varietas benih mempengaruhi hasil frekuensi. Percobaan kedua memberikan hasil bahwa varietas, tingkat vigor dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap frekuensi yang dihasilkan. Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk menduga kadar air dan vigor benih, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimanfaatkan sebagai penciri varietas.
Kata kunci : deteksi cepat, frekuensi bunyi, kadar air, varietas, vigor
ABSTRACT
DIRAYATI NUR IRSALINA. Utilization of Sound Frequency to Detect The Moisture Content and Vigour of Corn Seed (Zea mays L.). Supervised by ABDUL
QADIR and M. RAHMAD SUHARTANTO.
content levels are got by closed moisturizing process. Seed lots with three different vigor levels are got by physical accelerating method, used oven in 40-45 °C and high moisture condition. After gave the preface treatment, the seed lots got the sound detection testing. The result showed in the first experiment, variety could give effect to the frequency output. The second experiment gave result that variety, vigour level and interaction of both didn’t give effect to the frequency output. Sound frequency cannot be used to expect moisture content and vigour of corn seed, but sound frequency can be used as variety marker.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
PEMANFAATAN FREKUENSI BUNYI UNTUK MENDUGA
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.)
Nama : Dirayati Nur Irsalina NIM : A24090029
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Qadir, MS Pembimbing I
Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 hingga Juni 2013 ini ialah pengujian benih, dengan judul Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.).
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Papap Ir. M. Agusriana dan Mamah Detti Kustari yang selalu dan terus memberikan do’a, dukungan, nasehat dan semangat serta adikku yang selalu memberikan semangat.
2. Dr Ir Purwono MS, selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan do’a, dukungan dan nasehat.
3. Dr Ir Abdul Qadir MSi dan Dr Ir M. Rahmad Suhartanto MS selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan do’a, dukungan, nasehat dan arahan sejak memilih usulan penelitian hingga penulisan skripsi.
4. Maryati Sari, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan evaluasi, saran dan do’a.
5. Bapak Agung Nugroho, Rama, Titha dan Bagas di Madiun yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat.
6. Yan Pratama Nugraha yang selalu sabar, mendo’akan, memberikan semangat dan dukungan.
7. Teman-teman kos Villga 5 atas keceriaan dan kebersamaannya.
8. Sahabat-sahabat terkasih Yanitha Rahmasari, Ragil HM, Azmi SR, Endro P, Astryani R, Anindya YH, Rachma EP, Iwana P, Herliyana I, Enik S dan sahabat-sahabat Socrates AGH 46 lainnya yang selalu memberikan do’a, dukungan, semangat dan nasehat selama ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Viabilitas dan Vigor Benih 2
Kadar Air 3
Uji Cepat Mutu Benih 4
Deteksi Bunyi 4
METODE 5
Bahan 5
Alat 5
Prosedur Analisis Data 5
Pelaksanaan Penelitian 6
Pengamatan 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi
Bunyi 9
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi Bunyi 12
KESIMPULAN DAN SARAN 15
Kesimpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
DAFTAR TABEL
1 Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air 7 2 Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
yang dihasilkan 10
3 Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi 11 4 Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi 11 5 Persamaan regresi antara varietas dan vigor terhadap frekuensi yang
dihasilkan
13 6 Hasil analisis ragam varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi 13 7 Pengaruh varietas benih dan tingkat viabilitas terhadap tolok ukur
pengamatan
14
DAFTAR GAMBAR
1 Contoh data terpilih 9
2 Contoh data tidak terpilih 10
3 Hubungan varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan
12 4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi yang
dihasilkan
15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Varietas benih yang digunakan 18
2 Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi 18
3 Struktur benih jagung (Zea mays L.) 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras, bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri. Di Indonesia, selain pada lahan kering, jagung dibudidayakan pada lahan sawah setelah panen padi dengan produktivitas mencapai sekitar 7 ton ha-1 (Puslitbangtan 2006).
Permintaan jagung dari tahun ke tahun semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Produktivitas jagung nasional meningkat setiap tahunnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012), produksi jagung nasional sempat menurun pada tahun 2011. Ketersediaan jagung yang memadai tidak hanya dipengaruhi oleh teknik budidaya yang baik, keadaan lingkungan yang mendukung tetapi juga oleh mutu benih.
Mutu benih dibedakan menjadi tiga macam, yaitu mutu genetik yang ditunjukkan oleh tingkat kemurnian benih, mutu fisiologis dengan tingkat viabilitas benih dan mutu fisik dengan tingkat kebersihan benih (Sadjad 1993). Pengujian terhadap mutu benih perlu dilakukan sebelum benih siap dilepas ke pasaran. Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti uji kadar air, analisis kemurnian, penentuan bobot 1 000 butir, uji perkecambahan, uji cepat viabilitas benih, uji penaburan benih secara langsung, uji biokimia benih dan lain-lain.
Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan usaha tani karena bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Koes dan Rahmawati 2009). Pentingnya pengujian terhadap benih mendorong terus berkembangnya keilmuan benih terutama di bidang pengujian mutu benih. Metode pengujian ideal berdasarkan ISTA (2010) memiliki beberapa karakteristik, yaitu: murah, pelaksanaannya cepat, mudah dilakukan, objektif dan dapat diulang.
Terdapat satu metode pengujian cepat yang belum pernah dilakukan yaitu uji deteksi bunyi pada benih. Bunyi merupakan suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat dan gas. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh suatu benda akan terekam sebagai nilai frekuensi (Hz) dalam alat deteksi bunyi. Pemanfaatan gelombang bunyi ini pernah dilakukan pada pertumbuhan benih kedelai (Suwardi 2010), pengukuran kedalaman laut, deteksi janin dalam rahim, deteksi keretakan suatu logam dan penciptaan speaker. Pemanfaatan ini diduga dapat diterapkan di bidang
pertanian yaitu pengujian mutu benih.
2
menimbulkan frekuensi bunyi yang berbeda-beda pula. Pengujian ini diduga dapat melihat atau menunjukkan kadar air dan mutu benih berdasarkan tingkat komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Frekuensi bunyi benih bermutu baik akan berbeda dengan benih yang bermutu kurang baik. Misalnya, benih hidup akan berbeda frekuensi bunyinya dengan benih mati. Sadjad (1994) menyatakan benih hidup mampu menghasilkan energi pada organ peyimpanan bahan cadangan dan dapat menghasilkan sintesa protein untuk pembentukan sel baru bagi pertumbuhan.
Uji cepat atau deteksi cepat dengan pemanfaatan frekuensi bunyi diharapkan dapat menghasilkan metode pengujian terbaru untuk mengetahui mutu benih secara cepat, dengan biaya murah, metode lebih sederhana dan dapat dilakukan oleh siapapun. Pengujian ini kedepannya diharapkan dapat diterapkan pada alat-alat pemilah benih di pabrik-pabrik produksi benih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan frekuensi bunyi untuk menduga kadar air dan vigor benih jagung (Zea mays L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas dan Vigor Benih
Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks mencakup sejumlah faktor yang mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas, vigor dan daya simpan. Konsep yang kompleks ini menimbulkan kesulitan memperoleh penciri (marker) fisik, biokimia maupun molekular yang
mampu menduga mutu benih. (Suhartanto 2003).
Kemampuan benih hidup dan berkembang disebut dengan viabilitas benih. Kriteria viabilitas benih terbagi menjadi dua yaitu viabilitas optimum dan vigor. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas optimum ditunjukkan pada daya
hidup benih dalam kondisi serba optimum baik di lapangan maupun di penyimpanan. Vigor benih adalah kemampuan benih mengatasi kondisi lapang pertanian dan kondisi simpan. Harrington (1972) menyatakan viabilitas dan vigor maksimum benih dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis.
Daya berkecambah benih di dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dengan struktur esensial yang mengindikasikan dapat tidaknya berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai (ISTA 2010).
3 Smith dan Ellis (1980) menyatakan bahwa nodulasi tanaman kedelai sangat dipengaruhi oleh vigor benih. Pemunculan kecambah yang cepat dan seragam dapat dijamin dengan pemakaian benih bermutu prima. Sadjad (1993) menambahkan bahwa tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih diantaranya kecepatan tumbuh, spontanitas tumbuh dan tinggi bibit. Vigor merupakan gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis biokimia. Pengujian vigor menurut Dina et al. 2006 memberikan informasi lebih
dibandingkan pengujian daya berkecambah dan bermanfaat untuk melihat potensi daya simpan dan estimasi nilai penanaman di lapang.
Copeland dan McDonald (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan meknik dan komposisi kimia benih.
Kadar Air
Kadar air benih merupakan faktor dominan dalam proses deteriosasi benih, menyusul suhu ruang simpan (Harrington 1973). Apabila penyimpanan benih jagung dapat dilakukan pada kadar air yang rendah (< 10%) maka daya berkecambahnya masih cukup tinggi (> 90%) walaupun telah disimpan selama satu tahun pada suhu kamar (Saenong et al. 1999). Tingkat kadar air aman untuk
penyimpanan benih tergantung pada jenis benih, metode penyimpanan dan lama penyimpanan (Harrington 1972a).
Kadar air tinggi yaitu 10% untuk benih berlemak, 13˗18% untuk benih berpati cendawan penyimpanan tumbuh dan aktif merusak embrio (Harrington 1972b). Agrawal (1980) menambahkan untuk benih ortodoks pada kadar air 12˗14% viabilitas menurun dengan cepat, disamping itu cendawan juga tumbuh dan berkembang serta merusak benih dengan pesat.
Hardini (1984) menyatakan bahwa kadar air benih yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan mekanik selama pengolahan, sehingga akan menunjang pertumbuhan cendawan dengan pesat, sedangkan kadar air benih yang terlalu rendah juga dapat mengakibatkan kerusakan selama pengolahan. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa kadar air benih merupakan faktor yang mempengaruhi kemunduran benih. Benih akan dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya apabila kadar airnya diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Viabilitas benih yang disimpan dengan kadar air tinggi akan cepat sekali mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena benih bersifat higroskopis sehingga benih mudah menyerap atau mengeluarkan zat cair dari lingkungan sekitarnya dan proses ini berlangsung terus menerus sampai kandungan airnya setimbang dengan udara di sekitarnya.
4
sifat dielektrik benih yang berkorelasi dengan kadar air. Metode oven suhu menurut BPMBTPH (2006) tinggi dilakukan pada temperatur 130 °C dan lama pengeringan tergantung jenis benih (umumnya untuk jagung dikeringkan selama 4 jam dan 2 jam untuk serealia lain).
Uji Cepat Mutu Benih
Pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA (2006) adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum sativum) dan Accelerated Ageing untuk benih kedelai (Glycine max L). Saenong (1989)
menyatakan bahwa pengukuran daya hantar listrik (DHL) dapat dijadikan indikasi vigor benih jagung dan kedelai. DHL meningkat dengan semakin meningkatnya kemunduran benih. Tolok ukur DHL merupakan pengujian yang paling peka dan paling dini untuk menentukan perbedaan viabilitas benih jagung dan kedelai akibat periode simpan.
Near Infrared (NIR) atau infra merah dekat merupakan elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang mulai dari 700 nm sampai 2500 nm (Dryden 2003). Pemanfaatan NIR telah banyak digunakan di dalam bidang pertanian, salah satunya untuk mengklasifikasikan sampel benih. Aplikasi NIR dalam perbenihan dapat digunakan dalam mengkuantifikas kadar air dan kandungan kimia seperti protein dan minyak (lemak). Penggunaan NIR juga telah mengarah kepada pembuatan alat sortasi berdasarkan perbedaan karakteristik benih (Lestander 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Soltani (2003) menyimpulkan bahwa benih
beechnuts (Fagus orientalis) viabel dapat dibedakan dari benih non-viabel dengan
menggunakan NIR.
Pengukuran gas etilen dapat digunakan sebagai parameter pengujian kualitas benih karena setiap benih melakukan aktivitas biologis. Proses aktivitas biologis akan diikuti dengan pancaran gas tertentu seperti etilen. Keluaran gas etilen tergantung dari aktivitas dan kondisi benih yang bersangkutan. Gas keluarannya dapat dijadikan indikator keadaan benih tersebut (Santosa 2002).
Deteksi Bunyi
Bunyi memiliki kesamaan dengan suara. Bunyi dalam bahasa inggris disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Secara sudut bahasa bunyi berbeda
dengan suara, karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran yang dihasilkan dari mulut atau dihasilkan oleh makhluk hidup. Berdasarkan ilmu fisika, bunyi maupun suara keduanya sama karena sama-sama merupakan getaran (Gabriel 2001).
5 Gelombang ultrasonik dapat dimanfaatkan dalam bidang industri, kedokteran dan teknik. Pemanfaatan dalam bidang kedokteran digunakan untuk mendeteksi penyakit-penyakit berat tertentu pada tingkat awal seperti tumor payudara, hati dan otak serta untuk alat USG (ultrasonografi) (Tranggono et al.
1994). Bidang teknik perkayuan memanfaatkan gelombang ultrasonik sebagai salah satu metode pengujian non destruktif (Non Destructive Testing) dalam
menduga kualitas kayu berdasarkan pada pengukuran kecepatan rambatan ultrasonik (Malik et al. 2002).
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tiga varietas benih jagung (Srikandi Putih, Bisma dan SD-III), air, plastik, kertas label, kertas stensil, kain kasa, kaca, kain tebal, selotip dan lakban. Varietas Srikandi Putih diperoleh dari Kebun Percobaan Leuwikopo, memiliki bobot 1 000 butir sebesar 325 gram dan hasil panen pada bulan Juni 2012. Varietas Bisma merupakan hasil panen pada bulan Juli 2012, dengan bobot 1 000 butir yaitu 307 gram dan diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor. Varietas SD-III memiliki bobot 1 000 butir 138.2 gram dan merupakan hasil panen pada bulan Juni 2012 dari Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB.
Alat
Alat yang digunakan terdiri dari alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, alat pengepres kertas tipe IPB 75-1, gunting, alat tulis kantor, baki, toples plastik, kotak styrofoam, oven, timbangan analitik, desikator, pinset, termohigrometer, sealer, cawan porselin, saringan dan staples. Pendeteksian bunyi dilakukan
menggunakan alat sensor Sound Sensor Pasco Scientific CI-6506B, ScienceWorkshop® 750 Interface dan perangkat lunak Data Studio.
Prosedur Analisis Data
6
tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Model rancangan percobaan pertama adalah:
Yij = µ + Bi + Kj + (BK)ij+ εij
Yij = nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
kadar air taraf ke-j µ = nilai rataan umum
Bi = pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
Kj = pengaruh faktor kadar air pada taraf ke-j
(BK)ij = pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan kadar air taraf
ke-j
εij = pengaruh galat percobaan
Percobaan kedua terdiri dari dua faktor yaitu varietas dengan ukuran benih besar (B1), sedang (B2) dan kecil (B3) dengan vigor benih tinggi (V1), sedang (V2) dan rendah (V3). Percobaan ini diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Model rancangan percobaan kedua adalah:
Yij = µ + Bi + Vj + (BV)ij+ εij
Yij = nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
vigor taraf ke-j µ = nilai rataan umum
Bi = pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
Vj = pengaruh faktor vigor pada taraf ke-j
(BV)ij = pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan vigor taraf
ke-j
εij = pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, analisis regresi dan korelasi sederhana untuk mengetahui hubungan antar faktor terhadap frekuensi yang dihasilkan. Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% juga digunakan untuk menganalisis hasil yang berpengaruh nyata.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai bulan Juni 2013. Tempat pelaksanaan penelitian diantaranya Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB untuk pengujian viabilitas dan vigor serta Laboratorium Spektroskopi Fisika IPB untuk pengujian frekuensi bunyi.
Penelitian ini terbagi ke dalam dua percobaan, yaitu: (1) hubungan antara varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan dan (2) hubungan antara varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan.
7 berdasarkan bobot 1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi Putih, ukuran sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil menggunakan varietas SD-III. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara pelembaban secara tertutup menggunakan toples plastik yang berisi air sebanyak tiga liter. Lot benih diletakkan pada saringan yang berada di dalam toples plastik. Pengujian kadar air menggunakan metode langsung yaitu metode oven suhu tinggi konstan (130 °C ± 5 °C) selama 4 jam ± 14 menit (ISTA 2010). Lama waktu pelembaban benih berbeda untuk setiap ukuran (Tabel 1).
Tabel 1 Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air Varietas (Ukuran) Waktu Pelembaban (jam)
8% ± 1% 12% ± 1% 16% ± 1% 20% ± 1%
Benih yang sudah dilembabkan kemudian dilakukan uji pedeteksian frekuensi bunyi menggunakan alat deteksi bunyi dan uji viabilitas benih.
Percobaan kedua dilakukan untuk melihat hubungan antara varietas benih dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan. Penentuan ukuran benih menggunakan cara yang sama seperti pada percobaan pertama. Tingkat vigor sedang dan rendah diperoleh dengan cara pengusangan fisik. Pengusangan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40˗45 °C selama empat hari untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah. Benih yang sudah diusangkan kemudian dilakukan uji pedeteksian frekuensi bunyi menggunakan alat deteksi bunyi dan dilakukan uji viabilitas serta uji vigor benih.
Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1. Kadar Air (KA)
Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan mengambil 25 butir contoh benih dari masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian benih diletakkan di dalam cawan dan dioven pada suhu 130 °C ± 5 °C selama 4 jam ± 14 menit. Kadar air dihitung menggunakan rumus:
KA =(M2−M3)
(M2−M1)× 100%
Keterangan:
KA = Kadar air benih
M1 = Berat cawan kosong + tutup
8
2. Daya Berkecambah (DB)
Pengamatan daya berkecambah dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal pada hari ke-3 (hitungan 1) dan hari ke-5 (hitungan 2). Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:
DB = 50�=0(KN 1+ KN 2)
KN1 = Kecambah normal pada hitungan pertama KN2 = Kecambah normal pada hitungan kedua 3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang mampu tumbuh menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum benih pada akhir periode pengamatan yang dilakukan pada 5 HST. PTM dihitung
PTM = Potensi tumbuh maksimum KN = Kecambah normal
Kab = Kecambah abnormal
4. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor merupakan persentase total kecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-3). Indeks vigor dapat diketahui dengan
KN1 = Kecambah normal pada hitungan pertama 5. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan indikasi vigor kekuatan
tumbuh. Pengamatan terhadap KCT dilakukan setap hari hingga
perhitungan DB ke-2 (hari ke-5) dengan menghitung jumlah kecambah normal yang muncul setiap harinya. KCT dapat dihitung dengan rumus:
9 KN (%) = Pertambahan kecambah normal dalam
persen/etmal
Etmal = Etmal pengamatan (1 etmal = 24 jam) 6. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Pengamatan bobot kering kecambah normal dilakukan terhadap seluruh kecambah normal yang berumur 5 HST. Kecambah normal dipisahkan dari endosperm kemudian dimasukkan ke dalam amplop dan dioven dengan suhu 60 °C selama 72 jam.
7. Frekuensi (Hz)
Bunyi yang dihasilkan oleh benih akan direkam oleh alat sensor dan ditampilkan dalam bentuk grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi Bunyi
Percobaan pertama diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu membuat beberapa tingkat kadar air pada lot benih. Lama waktu pelembaban pada perlakuan pendahuluan berbeda-beda pada setiap varietas benih untuk setiap tingkat kadar air (Tabel 1). Hasil penelitian Hakim et al. (2009) menunjukkan
bahwa kemampuan penyerapan air dipengaruhi oleh luas permukaan, semakin luas permukaan bahan maka semakin cepat proses penyerapan air oleh bahan. Islami dan Utomo (1995) berpendapat bahwa luas permukaan suatu benda dan bahan penyusun benda sangat mempengaruhi laju penyerapan.
Setelah dilakukan perlakuan pendahuluan, selanjutnya lot benih diuji frekuensi bunyinya. Pengujian frekuensi ini menggunakan 25 butir benih untuk setiap perlakuan. Frekuensi dari jatuhnya benih direkam oleh perangkat lunak
Data Studio. Data frekuensi terpilih hanya benih yang memunculkan frekuensi
pada Å = 1 sebanyak satu kali (Gambar 1). Jika frekuensi pada Å = 1 muncul lebih dari satu kali (Gambar 2), maka data tersebut tidak perlu digunakan karena diduga memiliki noise atau gangguan yang lebih besar.
10
Frekuensi yang terekam oleh program Data Studio akan berbeda-beda
pada setiap benih. Data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å = 1 sebanyak satu kali. Jumlah data yang diperoleh setiap perlakuan akan berbeda-beda. Kondisi bunyi di dalam ruangan tertutup bisa dianalisa dalam beberapa sifat yaitu: bunyi langsung, bunyi pantulan, bunyi yang diabsorpsi oleh lapisan permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang ditransmisi, bunyi yang diabsorpsi oleh struktur bangunan dan bunyi yang merambat pada konstruksi atau struktur bangunan. Perambatan gelombang bunyi yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan (Mediastika 2005). Penelitian ini menunjukkan bahwa bunyi yang terekam merupakan hasil pantulan dari benih dan kaca bukan bunyi dari benih saja. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi dan korelasi untuk melihat pengaruh kadar air terhadap frekuensi pada setiap varietas benih.
Tabel 2 Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi yang dihasilkan
Perlakuan Persamaan Regresi Nilai R² Nilai r
Srikandi Putih (Benih Besar) pada 4 tingkat kadar air (8% ±1%, 12%
±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%) y = 501.0 ˗ 25.15x 0.121 0.35
Bisma (Benih Sedang) pada 4 tingkat kadar air (8% ±1%, 12% ±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%)
y = 403.8 ˗ 17.46x 0.053 0.23
SD-III (Benih Kecil) pada 4 tingkat kadar air (8% ±1%, 12% ±1%, 16%
±1% dan 20% ±1%) y = 442.2 + 35.23x 0.503 0.71
R2= determinasi; r = korelasi ; y = frekuensi; x = kadar air
Persamaan regresi (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari varietas benih dan tingkat kadar air terjadi pada varietas dengan benih berukuran sedang. Hal ini diduga karena masih beragamnya ukuran benih di dalam lot benih tersebut sehingga mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan, selain itu komposisi kimia benih varietas Bisma yang berbeda. Keragaman frekuensi benih varietas yang berukuran kecil dapat digambarkan oleh ukuran sebesar 50.3%. Jika dilihat dari persamaan regresi, determinasi dan korelasi (Tabel 2), metode pengujian ini masih belum dapat digunakan sebagai metode uji benih yang baru. Faktor-faktor tersebut diantaranya standarisasi alat dan prosedur pelaksanaan serta ruangan yang kondusif untuk pelaksanaan pengujian dan diharapkan dapat meningkatkan nilai determinasi (R2) dan korelasi (r). Setelah dilakukan analisis regresi dan korelasi,
-0.5
11 data juga dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh faktor varietas dan kadar air terhadap frekuensi.
Tabel 3 Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi
Tolok ukur Pengaruh
Varietas (V) Kadar Air (KA) V×KA
Frekuensi ** tn **
**berbeda nyata pada α = 1% ,*berbeda nyata pada α = 5%, tn tidak berbeda nyata pada α = 5%
Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa faktor varietas dan interaksi antara varietas dengan kadar air berpengaruh sangat nyata terhadap hasil frekuensi yang dihasilkan. Faktor kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi bunyi. Kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi karena diduga rentang kadar air yang diberikan pada perlakuan kurang lebar. Pengujian ini belum dapat menunjukkan kadar air benih baik yang aman maupun tidak bagi benih. Menurut Agrawal (1980), untuk benih ortodoks seperti jagung pada kadar air 12˗14% viabilitas benih menurun dengan cepat, di samping itu cendawan juga tumbuh dan berkembang serta merusak benih dengan pesat. Hasil analisis ragam pada faktor varietas dan interaksi antara ukuran dan kadar air berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.
Tabel 4 Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
Varietas (ukuran)
Tingkat Kadar Aira
8% ± 1% 12% ± 1% 16% ± 1% 20% ± 1% Hz
Srikandi Putih
(Benih Besar) 557.86ab 333.16de
aAngka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
12
terjadi pada varietas SD-III. Frekuensi benih varietas SD-III terus meningkat seiring meningkatnya kadar air, tetapi mengalami penurunan pada kadar 20% ± 1%.
Kadar air dan ukuran benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap frekuensi masing-masing varietas. Hal ini diduga karena masing-masing varietas memiliki ciri frekuensi tertentu yang lebih dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung di dalam benih. Metode pemanfaatan frekuensi diduga dapat menjadi penciri (marker) varietas tertentu.
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi Bunyi
Copeland dan McDonald (2001) mengemukakan bahwa gejala kemunduran benih merupakan proses yang sangat kompleks. Gejala tersebut dapat disebabkan oleh perubahan morfologis, kebocoran membran sel selama proses imbibisi dan berkurangnya aktivitas enzim dan proses respirasi. Percobaan ini diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu membuat lot benih berbeda berdasarkan tingkat vigornya. Lot benih yang digunakan diantaranya benih bervigor tinggi, sedang dan rendah. Beberapa lot benih diperoleh dengan cara melakukan pengusangan secara fisik. Pengusangan dilakukan menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C selama empat hari untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah pada kelembaban tinggi (≈ 100%). Setelah mengalami pengusangan, lot-lot benih dipaparkan pada ruangan suhu kamar selama empat hari. Pemaparan ini dilakukan agar benih mencapai kadar air kesetimbangan sebesar 8% ± 1%. Kadar air kesetimbangan tidak dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi perlakuan. Benih dengan vigor tinggi tidak mengalami proses pengusangan.
Vigor benih pada penelitian ini dihubungkan dengan tolok ukur indeks vigor (IV). Setelah dilakukan pengusangan atau penderaan, lot-lot benih diuji frekuensi bunyinya. Pengambilan data frekuensi sama halnya dengan percobaan pertama,
13 yaitu data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å = 1 sebanyak satu kali. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan analisis regresi dan korelasi.
Persamaan regresi (Tabel 5) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari varietas benih dan indeks vigor terhadap frekuensi terjadi pada varietas Srikandi Putih. Pengaruh tertinggi dari varietas dan indeks vigor terjadi pada benih varietas Bisma. Perbedaan pengaruh tersebut diduga karena komposisi kimia yang berbeda pada masing-masing varietas. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh ukuran dan tingkat vigor terhadap frekuensi.
Tabel 5 Persamaan regresi antara varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi yang dihasilkan
Perlakuan Persamaan Regresi Nilai R² Nilai r Srikandi Putih (Benih tingkat vigor serta interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi benih yang dihasilkan. Faktor varietas dan tingkat vigor serta interaksi antara varietas dengan tingkat vigor berpengaruh sangat nyata terhadap hampir seluruh tolok ukur viabilitas dan vigor, untuk tolok ukur kecepatan tumbuh dipengaruhi secara nyata oleh interaksi varietas dengan tingkat vigor. Interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur indeks vigor.
Tabel 6 Pengaruh varietas dan tolok ukur pengamatan terhadap frekuensi Sumber
14
seluruh perlakuan menunjukkan bahwa frekuensi tidak berbeda nyata sehingga tidak dapat menggambarkan kondisi benih tersebut. Pengaruh yang tidak nyata ini dikarenakan waktu pengusangan yang kurang lama sehingga perlakuan yang diinginkan tidak tercapai dan mempengaruhi frekuensi bunyi yang dihasilkan. Frekuensi yang terekam pada percobaan kedua ini belum bisa menggambarkan kondisi benih yang sebenarnya. Penurunan viabilitas dan vigor relatif lebih cepat terjadi pada benih berukuran kecil. Benih berukuran sedang dan besar cenderung mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya. Hasil penelitian Hussaini et al.
(1984) mengemukakan bahwa ukuran benih jagung yang lebih besar setelah mengalami penderaan masih mempunyai kemampuan berkecambah dan vigor yang lebih tinggi dibanding benih yang lebih kecil. Demikian pula terhadap kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah yang semakin menurun dengan semakin mengecilnya ukuran biji.
Tinggi 92.368abc 60.572b 92.368abc 26.006b 1.4440bcd 466.22 Sedang 90.653bcd 62.017b 90.653bcd 28.643ab 1.2700d 439.42
Rendah 83.083d 48.027b 83.083d 20.877c 1.2400d 478.83
Bisma (Sedang)
Tinggi 99.333a 87.640a 99.333a 32.420a 1.7300ab 469.21 Sedang 99.333a 58.667b 99.333a 31.333a 1.9200a 411.17
Rendah 94.517ab 61.237b 94.517ab 25.767bc 1.5933bc 428.58
SD-III (Kecil)
Tinggi 86.000cd 42.000b 86.000cd 20.830c 1.4100cd 482.22 Sedang 57.090e 22.123c 57.090e 14.963d 0.8800e 450.2 Rendah 45.277f 16.223c 45.277f 7.203e 0.6600e 524.63 aAngka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
15 frekuensi yang berbeda dengan posisi tip cap benih yang jatuh lebih dulu
(Lampiran 3). Inglett (1987) menyatakan bahwa kandungan pati pada endosperma berbeda dengan tip cap, sehingga akan menghasilkan frekuensi yang berbeda pula. Tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Hal ini membuat
data yang diperoleh pada setiap ulangan berbeda-beda akibat posisi jatuhnya benih yang beragam dan sulit dikendalikan. Faktor lainnya yaitu bobot per butir benih yang juga terkait komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Faktor ini sebaiknya menjadi parameter yang dilibatkan karena mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan.
Gambar 4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kadar air dan vigor pada benih jagung, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimaanfaatkan sebagai penciri varietas.
Saran
Sebagai penelitian awal di bidangnya, sangat disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan. Terdapat banyak faktor yang perlu diperbaiki dalam penelitian ini. Standarisasi bahan, peralatan dan metode sangat dibutuhkan, sehingga
16
diperoleh metode pengujian benih yang baru dan sesuai ketentuan ISTA yaitu cepat, mudah dan murah. Perlu diperhatikan pula dengan melibatkan bobot per butir benih, akan membuat metode penelitian lebih rumit tetapi jauh lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RL. 1980. Seed Technology. New Delhi (IN): Oxford and IBH Publishing Co.
Bahtiar SP, Zubachtirodin. 2003. Sistem Perbenihan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia (ID): Maros.
[BPMBTPH]. Badan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2006. Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh pada 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/
Copeland LO.1976 Principles of Seeds Science and Technology. Minnesota (US): Burgess Publisher.
Copeland LO, McDonald. 2001. Principles of seed science and technology. 4th
Edition. London (GB): Kluwer Academic Publishers.
Dina M, Hartati E, Tukiman, Ismiatun. 2006. Pengujian vigor benih: telaah prospek penerapannya di Indonesia. J Agron Indonesia.4(4):13-20.
Dryden GM. 2003. Near Infrared Reflectance Spectroscopy: Application in Deer Nutrition Rural Industries Research and Development Corporation.
Kingston [AU]: [penerbit tidak diketahui].
Gabriel JF. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta (ID): Hipokrates.
Hakim MF, Setiari N, Izzati M. 2009. Kapasitas penyerapan dan penyimpanan air pada berbagai ukuran gel dari tepung karaginan untuk pembuatan media tanam jeloponik. Anatomi Fisiologi. 17(1): 15-21.
Hardini N. 1984. Kadar Air dan Cara Penetapannya. Jakarta (ID): Ditjen Pertanian Tanaman Pangan.
Harrington JF. 1972a. Problem of seed storage. Seed Technology. London (GB). Butter Worths.
Harrington JF. 1972b. Seed storage longevity. In: Kozlowski TT (Ed). Seed biology. Vol III. New York: Academic Press. 145-245.
Harrington JF. 1973. Biochemical Basis of Seed Longevity. Seed Science and Technology.1:453-461.
Hussaini SH, Sarada P, Reddy BM. 1984. Effect of seed size on germination and vigour in maize. Seed Research. 12(2): 98-101.
Inglett, G. E. 1987. Kernel, Structure, Composition and Quality. Ed. Corn: Culture.
Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID): IKIP Semarang Press.
17 Justice LO, Bass LN. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): CV Rajawali. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage.
Justice LO, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Volume
ke-3. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage.
Koes F, Rahmawati. 2009. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu benih dan produktivitas jagung. Di dalam: Saenong S, Djamaluddin, Pabbage MS, Zubachtirodin, Azrai M. Prosiding Seminar Nasional Serealia; 2009 Jul
28-30; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitsereal. hlm 283-289.
Kartasapoetra, Ance G. 2003. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Lestander T. 2003. Multivariate NIR studies of seed-water interaction in scots pine seeds (Pinus sylvestris L.) [doctoral thesis]. Umea (SE): Swedish
University of Agricultural Sciences.
Malik SAM, Al-Matterneh HMA, Nurudin MF. 2002. Reviem of Nondestructive Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood Product. The 7th World Conference on Timber Engineering; 2002 Agustus 12-15; Shah Alam,
Malaysia. Shah Alam (Malaysia): [penerbit tidak diketahui]. P 346-353. Mediastika CE. 2005. Akustika Bangunan. Jakarta (ID): Erlangga.
Purwono, Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
[Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Pengembangan jagung di lahan bera. Berita Puslitbangtan. Bogor.
Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta (ID): Azka Press.
Saenong S. 1989. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. (Merr)) [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Saenong S, Syafruddin N, Widiyati, Arief R. 1999. Penetapan cara pendugaan daya simpan benih jagung. Teknologi Unggulan, Pemacu Pembangunan Pertanian Vol. 2, 2 Januari 1997. Badan Litbang Pertanian.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): PT Gransindo.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Sadjad S, Muniarti E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Kompetitif ke Simulatif. Jakarta (ID): PT Gramedia Widisarana Indonesia. Santosa IE. 2002. Oxidative stress and pathogenic attack in plants, studied by
laser based photoaccoustic trace gas detection [PhD thesis]. Nijgemen (NL): Radboud University.
Smith RS, Ellis MA.1980. Soybean nodulation as influenced by seedling vigor.
Agron J. 72(4): 605-608.
Soltani. 2003. Improvement of seed germination of fagus orientalis lipsky [doctoral thesis]. Uppsala (SE): Swedish University of Agricultural Sciences. Suwardi. 2010. Kajian pengaruh penggunaan gelombang bunyi terhadap
pertumbuhan benih kedelai. Jurnal Fisika FLUX. 7(2):170-176.
Suhartanto MR. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan mutu benih. J Agron Indonesia. 31(1):26-30.
Taranggono AU, Rachmat U, Subagya H. 1994. Fisika 3b. Jakarta (ID): Buni
18
Varietas SD-III Lampiran 1 Varietas benih yang digunakan
Lampiran 2 Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi
Nama dan gambar alat Spesifikasi alat
Sensor Pasco Scientific CI-6506B
Frequency response : 20˗7200 Hz Decibel range : 45˗100 dB Signal-to-Noise ratio : < 60 dB Amplification : 2 stages condition
low-level signals
Output voltages : ± 10 volts
Pin configuration : 8 pin DIN plug on box
Science Workshop® 750 Interface
Analog samples up to 250 000 samples/ second
Internal power amplifier for DC supply and wave fuction generation up to 300 mA
12 bits of AC amplitude precision, allowing amplitude adjustments in steps of 2.4 mV
AC wave frequency generation up to 50 kHz
Upgradable firmware via flash ROM
Sumber: www.pasco.com
Lampiran 3 Struktur benih jagung (Zea mays L.)
Sumber: bioweb.sungrant.org
19 Lampiran 4
Cara kerja alat :
1. Benih dimasukkan melalui lubang pipa paralon
2. Benih jatuh diatas alas kaca yang diletakkan dekat sensor
3. Frekuensi suara yang dihasilkan oleh benih diteruskan melalui kabel menuju alat pemindai dan komputer (3a dan 3b).
4. Frekuensi suara dibaca pada komputer untuk mengetahui frekuensi gelombang suara yang dihasilkan oleh benih
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 16 Maret 1992 dari Ayah Ir. M. Agusriana dan Ibu Detti Kustari. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2009 penulis menyelesaikan studi di MAN Purwakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).