ANYAMAN PITA BRAIDED
DAN
LOCKED-
STICTHED THREADS PADA RESTORASI
PASCA PERAWATAN ENDODONTI
TESIS
Oleh
WANDANIA FARAHANNY 107028001
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANYAMAN PITA BRAIDED
DAN LOCKED-
STICTHED THREADS PADA RESTORASI
PASCA PERAWATAN ENDODONTI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister (MDSc)
Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
WANDANIA FARAHANNY 107028001
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti
Nama Mahasiswa : Wandania Farahanny Nomor Induk Mahasiswa : 107028001
Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi
Menyetujui Pembimbing:
Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil
Ketua Program Studi, Dekan,
Telah diuji
Pada Tanggal : 16 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes.
Anggota : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp KG(K)
2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., MPhil
3. Sumadhi S., drg., PhD
PERBEDAAN FRACTURE RESISTANCE SISTEM PASAK CUSTOMIZED
DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK ANYAMAN PITA BRAIDED DAN
LOCKED-STICTHED THREADS PADA RESTORASI PASCA PERAWATAN ENDODONTI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 16 April 2013
tidak membutuhkan pelebaran saluran akar yang lebih banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya fraktur akar. Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman yang bervariasi banyak dijumpai. Wettability yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan perlekatan interfasial antara fiber dengan matriks resin. Wetting resin dipakai sebagai wettability pita polytethylene fiber reinforced, tetapi flowable resin fissure sealant sering digunakan klinisi sebagai penggantinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan fraktur penggunaan pita polyethylene fiber reinforced anyaman braided dan locked-sticthed threads sebagai pasak customized pada restorasi pasca perawatan endodonti.
Empat puluh gigi premolar mandibular telah di ekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi empat kelompok, dilakukan pembuangan seluruh mahkota sebanyak 2 mm diatas cement enamel juntion sebagai anti rotasi (efek ferrule). Setelah perawatan endodonti dilakukan pemasangan pasak customized menggunakan pita polyethylene fiber reinforced yang dimasukkan ke dalam saluran akar bersama semen luting dual cured. Pembuatan inti dan mahkota klinis menggunakan resin komposit. Uji ketahanan fraktur pada pasak customized dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda dilakukan dengan alat Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. Tekanan diberikan searah aksial dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur. Kelompok perlakukan dibagi menjadi A ( locked-sticthed+wetting resin), B (locked-sticthed+ flowable resin), C (braided+wetting resin) dan D (braided+flowable resin).
Hasil uji statistik Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada ketahanan fraktur pasak customized pita polyethylene fiber dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda (p=0,367).Begitu juga dengan uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan tidak ada perbedaan pola fraktur pada setiap kelompok (p=0,2). Walaupun demikian, secara deskriptif jumlah pasak pita polyethylene fiber locked-sticthed dan braided dengan wetting resin menunjukkan pola fraktur yang menguntungkan karena mudah untuk direstorasi kembali (80-90% repairable). Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced dengan anyaman locked-sticthed dan braided sebagai pasak customized memiliki ketahanan fraktur yang sama baiknya. Bentuk pola fraktur pasak dengan wetting resin lebih repairable dibandingkan dengan flowable resin.
the risk of root fracture. Polyethylene fiber reinforced ribbond with variety of yarns patterns can be found. To enhance interfacial adhesions between fiber and matriks, an adequate wetting resin is needed. Flowable resin fissure sealant is often used by clinicians as substitute. The aim of this study was to compare the fracture resistance of customized post core polyethylene fiber reinforced ribbond system used braided ribbond yarns and locked-stitch threads patterns after endodontic treatment.
Forty extracted premolar mandibular for orthodontic needed divided to four groups, decoronation 2 mm above cement enamel juntion for prevent rotation as ferrule effect. After endodontic treatment, the placement of customized post core using lutting dual cured cement to core restoration. Core and clinical crown build up using composite resin. Different yarn patterens customized post fracture resistance have been tested using Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. The load was applied axially at a crosshead speed of 0,5mm/second until fracture. Group divided into A (locked-sticthed+wetting resin), Group B (locked-sticthed+ flowable resin), Group C (braided+wetting resin) dan Group D (braided+flowable resin).
Anova statistic test showed there is no significant difference p=0,367 (p>0,05) fracture resistance of customized post core of polyethylene fiber with different yarns patterns and wettability. Similarly Kruskal-Wallis test showed there is no significant difference mode of fracture in each group (p=0,2). Descriptive showed mode of fracture customized post of locked-sticthed and braided ribbond with wetting resin is more restorable (80-90% repairable). The usage of locked-sticthed and braided polyethylene fiber reinforced as customized post has equally fracture resistance. Mode of fracture post with wetting resin is more repairable than flowable resin.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Dental Science (MDSc) dari Program Studi
Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Sumatera Utara.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) selaku pembimbing pertama
penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan
dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil selaku pembimbing kedua penulis
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Magister Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak
6. Sumadhi S.,drg., Ph.D selaku anggota tim penguji dan telah banyak
memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.
7. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin tugas belajar, bimbingan,
masukan dan dorongan semangat kepada penulis.
8. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K), Bakri Soeyono, drg., Darwis
Aswal, drg., Nevi Yanti drg., M.Kes, Epita Pane, drg., MDSc, Dennis, drg., Widi
Prasetya, drg., dan Fitri Yunita Batubara, drg. selaku Staf pengajar Departemen
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.
9. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta, yaitu Papa Drs. Fachzamzami Noeroet dan Mama Rachmawaty
Arbie yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa,
semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada suami penulis M. Haris Hasbullah, SH, anak-anak penulis M. Rayhan
Nazheef Haris dan Nayyara Nazifa Haris serta segenap keluarga yang senantiasa
memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
10.Maya Fitria, SKM., M.Kes., selaku staf pengajar di Fakultas Kesehatan
Teguh , Adianti, Zulfan Mutaqin, Tanty Deriaty Sitepu, Dewi Nalsalita Tarigan.atas
bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan
masalah praktis.
Medan, April 2013 Penulis,
Nama : Wandania Farahanny
Alamat Tempat Tinggal : Komplek Taman Setia Budi Indah Jl.Canna Raya Blok J No.13 Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Kontak : 08153060703
Nama Ayah : Drs Fachzamzami Noeroet
Nama Ibu : Rachmawaty Arbie
Suami : M.Haris Hasbullah, SH
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Golongan/Pangkat : III c / Lektor
NIP : 19780813 200312 2 003
Pendidikan Formal
Sekolah Dasar : SD Yayasan Pendidikan Harapan Sekolah Menengah : SMP Yayasan Pendidikan Harapan Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Medan
Fakultas Kedokteran Gigi : Universits Sumatera Utara Pasca Sarjana : Ilmu Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan, Seminar dan Lokakarya :
1. Refreshing Course Research Design EPI –TREAT Unit USU 2010 2. Medan Esthetic Dentistry 2010
3. Grand Fokus FKG Trisakti 2010
4. 2nd Aceh Syiah Kuala Dental Meeting 2011
5. Kongres IKORGI IX & Seminar Ilmiah Nasional Surabaya 2011
6. Regional Dental Meeting & Exhibition V/2011
7. 8th FDI-IDA Joint Meeting & Medan Internasional Dental Exhibition 2012
pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total etch (penelitian in vitro)
Publikasi Ilmiah :
1. Wandania Farahanny, Trimurni Abidin. Restorasi pada gigi pasca perawatan endodonti dengan sistem pasak fiber reinforced composite direk. Dipublikasikan pada seminar Grand Fokus Fakultas Kedokteran Gigi Trisakti 2010.
2. Wandania Farahanny. Restorasi pada fraktur mahkota menggunakan tehnik kombinasi polyethylene fiber reinforced dan resin komposit. Proceeding Asyiah DM II 2011.
3. Wandania Farahanny, Yuli Fatzia Ossa. Perbedaan celah mikro pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total etch (penelitian in vitro). Proceeding Kongres IKORGI IX 2011.
ABSTRAK ... i
2.1 Fiber ReinforceComposite sebagai Bahan Pasak Saluran Akar ... 12
2.2 Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite ... 15
2.2.1 Pasak Prefabricated Fiber Reinforced Composite .. 16
2.2.2 Penggunaan pita Polyethylene Fiber Reinforced Composite sebagaiPasak customized ... 19
2.2.3 Pasak fiber polyethylene dan konsep monoblock .... 21
2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Komposit ... 29
2.4 Faktor penting yang merupakan pertimbangan dalam pasak dalam Restorasi Pasak Adhesif ... 31
2.4.1 Sistem Adhesif ... 31
2.4.2 Semen Luting dan Mekanisme Perlekatannya ... 32
2.4.3 Smear Layer dan Hybrid Layer ... 36
2.4.4 Bentuk Anatomi Saluran Akar ... 36
2.5 Faktor predisposisi terjadinya fraktur pada gigi dengan pasak pada pasca perawatan endodontic ... 38
2.6 Efek Ferrule ... 40
2.7 Landasan Teori ... 42
2.8 Kerangka Konsep ... 45
3.3.1 Populasi Penelitian ... 47
3.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ... 51
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 53
4.1 Ketahanan Fraktur sistem pasak customized pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked stitched pada restorasi pasca perawatan endodontic ... 66
4.2 Pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan fraktur pada sistem pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda pada restorasi pasca perawatan endodontic ... 69
BAB 5 PEMBAHASAN ... 74
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
6.1 Kesimpulan ... 91
6.2 Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 91
Uji Anova pada pengukuran ketahanan fraktur sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda ... 67
4.2. Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed Rank untuk 2 orang pengamat pola fraktur ... 71
4.3. Data deskriptif pola fraktur setelah uji ketahanan fraktur ... 71
Continuous bidirectional fibre, B. Continuous unidirectional fibres
(Garoushi dan Vallitu, 2006) ... 13
2.2 Pasak customized dari bahan semi-interpenetrating network polymer (semi-IPN) dengan merek dagangnya everStick® ... 16
2.3 Pasak fibre reinforced resin buatan pabrik yang terdiri dari serat penguat continuous unidirectional dalam struktur cross linked polymer matrix yang tinggi ... 16
2.4 Contoh non metal post : dari kiri dua zirconium posts, dua glass fiber posts, dua quartz fiber posts, dan carbon fiber post ... 17
2.5 Prosedur pembuatan pasak pita polyethylene fiber reinforced (RIBBOND): A. Aplikasi etsa dan bonding ; B. Semen luting resin dimasukkan ke dalam saluran akar; C. Pengukuran pita polyethylene;
D. Pita polyethylene dimasukkan ke saluran akar ; E. Light cure ; F. Build-up core ... 19
2.6 Sistem pasak customized dengan mengunakan pita fiber reinforced resin A. Resin komposit dan fiber polyethylene dikondensasi ke dalam saluran akar ; B. restorasi setelah dilakukan bulid-up ... 20
2.7 Sistem pasak adhesive customized setelah di polimerisasi pada model A.Inti yang dibentuk dari pita polyethylene fiber dengan resin komposit, B. pasak individu yang dibentuk dari pita polyethylene dengan luting resin semen,C. gutta-percha ... 21
2.8 Penggunaan pita fiber polyethylene : Kiri, untuk splinting gigi yang avulsi atau mengalami trauma ; Kanan. sebagai retainer post orthodontic ... 22
2.9 Susunan arsitektur pita fiber pada gambaran Scanning electron microscope (SEM) A. Leno-weave polyethylene fibers, B. braided polyethylene fibers ... 22
interfasial fiber glass dengan matrik yang menunjukkan adanya jarak
(gap) ... 30
2.13 Perlekatan sistem pasak dan inti ... 33
2.14 Faktor predisposisi terjadinya fraktur pada restorasi pasak dan inti ... 38
2.15 Pasak metal tuang yang mengalami Irrepairable fracture ... 39
2.16 Preparasi Ferrule effect 2 mm dalam bentuk kontrabevel melingkari gigi di atas servikal gigi dapat menambah resistensi pasak ... 40
3.1 Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan pasak ... 54
3.2 Polyethylene fiber reinforced post anyaman braided ... 56
3.3 Polyethylene fiber reinforced post bentuk anyaman locked stiched treads ... 56
3.4 Pengukuran gigi 2 mm diatas CEJ sebagai ferrule ... 58
3.5 Gutapercha dibuang untuk persiapan ruang pasak ... 59
3.6 Dua jenis wettability yang dipakai dalam penelitian yaitu wetting resin (kiri), flowable resin (kanan) . ... 60
3.7 Tahapan pemasangan pita customized sebagai pasak dan inti ... 60
3.8 Waterbath yang difungsikan sebagai Thermocycling manual ... 63
3.9 Sampel dengan balok akrilik untuk uji ketahan fraktur ... 64
3.10. Alat uji tekan (Torsee’s Universal Testing Machine, Japan) ... 65
dengan anyaman braided + Flowable Resin ... 68
4.2 Pola fraktur sampel yang Repairable dengan lokasi fraktur pada inti .... 69 4.3 Pola fraktur sampel Repairable dengan lokasi fraktur pada pasak &
inti, pola fraktur menggunakan pasak dengan anyaman locked stitched threads (kanan), pola fraktur menggunakan pasak dengan anyaman braided (kiri) ... 69
4.4 Pola fraktur sampel yang Irrepairable dengan lokasi fraktur akar ... 70 4.5 Pola fraktur sampel yang Irrepairable dimana retak vertikal sepanjang
akar ... 70
4.6 Persentase jumlah sampel yang menunjukkan pola fraktur Repairable dan Irrepairable pada setiap kelompok ... 72
5.1 Potongan pita polyethylene fiber reinforced dengan pola anyaman locked stitched (kiri), pola anyaman braided (kanan) ... 77
2 Hasil Uji Statistik ... 98
3 Alur penelitian ... 106
4 Izin Penelitian di Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU ... 107
5 Izin Penelitian di Laboratorium LIDA USU ... 108
6 Surat Permohonan Izin Pembuatan Saliva Artificial di Lab Biokimia UI 109
7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Laboratorium Penelitian FMIPA USU ... 110
8 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Laboratorium Kimia Dasar USU ... 111
tidak membutuhkan pelebaran saluran akar yang lebih banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya fraktur akar. Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman yang bervariasi banyak dijumpai. Wettability yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan perlekatan interfasial antara fiber dengan matriks resin. Wetting resin dipakai sebagai wettability pita polytethylene fiber reinforced, tetapi flowable resin fissure sealant sering digunakan klinisi sebagai penggantinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan fraktur penggunaan pita polyethylene fiber reinforced anyaman braided dan locked-sticthed threads sebagai pasak customized pada restorasi pasca perawatan endodonti.
Empat puluh gigi premolar mandibular telah di ekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi empat kelompok, dilakukan pembuangan seluruh mahkota sebanyak 2 mm diatas cement enamel juntion sebagai anti rotasi (efek ferrule). Setelah perawatan endodonti dilakukan pemasangan pasak customized menggunakan pita polyethylene fiber reinforced yang dimasukkan ke dalam saluran akar bersama semen luting dual cured. Pembuatan inti dan mahkota klinis menggunakan resin komposit. Uji ketahanan fraktur pada pasak customized dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda dilakukan dengan alat Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. Tekanan diberikan searah aksial dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur. Kelompok perlakukan dibagi menjadi A ( locked-sticthed+wetting resin), B (locked-sticthed+ flowable resin), C (braided+wetting resin) dan D (braided+flowable resin).
Hasil uji statistik Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada ketahanan fraktur pasak customized pita polyethylene fiber dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda (p=0,367).Begitu juga dengan uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan tidak ada perbedaan pola fraktur pada setiap kelompok (p=0,2). Walaupun demikian, secara deskriptif jumlah pasak pita polyethylene fiber locked-sticthed dan braided dengan wetting resin menunjukkan pola fraktur yang menguntungkan karena mudah untuk direstorasi kembali (80-90% repairable). Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced dengan anyaman locked-sticthed dan braided sebagai pasak customized memiliki ketahanan fraktur yang sama baiknya. Bentuk pola fraktur pasak dengan wetting resin lebih repairable dibandingkan dengan flowable resin.
the risk of root fracture. Polyethylene fiber reinforced ribbond with variety of yarns patterns can be found. To enhance interfacial adhesions between fiber and matriks, an adequate wetting resin is needed. Flowable resin fissure sealant is often used by clinicians as substitute. The aim of this study was to compare the fracture resistance of customized post core polyethylene fiber reinforced ribbond system used braided ribbond yarns and locked-stitch threads patterns after endodontic treatment.
Forty extracted premolar mandibular for orthodontic needed divided to four groups, decoronation 2 mm above cement enamel juntion for prevent rotation as ferrule effect. After endodontic treatment, the placement of customized post core using lutting dual cured cement to core restoration. Core and clinical crown build up using composite resin. Different yarn patterens customized post fracture resistance have been tested using Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. The load was applied axially at a crosshead speed of 0,5mm/second until fracture. Group divided into A (locked-sticthed+wetting resin), Group B (locked-sticthed+ flowable resin), Group C (braided+wetting resin) dan Group D (braided+flowable resin).
Anova statistic test showed there is no significant difference p=0,367 (p>0,05) fracture resistance of customized post core of polyethylene fiber with different yarns patterns and wettability. Similarly Kruskal-Wallis test showed there is no significant difference mode of fracture in each group (p=0,2). Descriptive showed mode of fracture customized post of locked-sticthed and braided ribbond with wetting resin is more restorable (80-90% repairable). The usage of locked-sticthed and braided polyethylene fiber reinforced as customized post has equally fracture resistance. Mode of fracture post with wetting resin is more repairable than flowable resin.
1.1Latar Belakang
Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan
salah satu usaha yang dilakukan untuk memberikan kekuatan tambahan pada
rekontruksi mahkota setelah perawatan saluran akar (endodonti). Restorasi akhir pada
gigi setelah perawatan endodonti sering menggunakan sistem pasak dan inti. Tujuan
penggunaan pasak didalam saluran akar adalah menjadi fondasi restorasi diatasnya
sedangkan inti dapat meningkatkan retensi pada mahkota gigi. Banyaknya kehilangan
struktur gigi karena karies yang luas, pembukaan akses dan pelebaran saluran akar
pada perawatan saluran akar gigi juga menjadi salah satu indikasi pemasangan sistem
pasak (Torabi dan Fattahi, 2009).
Sistem pasak dan inti sudah digunakan sebagai restorasi perawatan endodonti
lebih dari 100 tahun yang lalu pada kasus kehilangan lebih dari setengah bagian
korona gigi. Sistem pasak yang ideal haruslah dapat menggantikan struktur gigi yang
hilang, biokompatibel, memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin, mudah
dikeluarkan dari saluran akar jika diperlukan perawatan ulang, memiliki dukungan
retensi cukup, mampu mendistribusi tekanan oklusal pada saat aktivitas fungsional
dan parafungsional sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur akar. Akan tetapi
mengakibatkan fraktur pada akar. Hal ini merupakan salah satu kegagalan yang
sering terjadi pada perawatan endodonti (Le Bell-Rönnlöf, 2007).
Oleh sebab itu banyak hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan pasak.
Pertimbangan untuk mencapai stabilitas dan retensi menjadi faktor penting untuk
mencegah kegagalan restorasi akhir setelah perawatan endodonti (Terry, 2003). Pasak
dapat dibedakan berdasarkan cara pembuatannya dan jenis bahannya. Berdasarkan
cara pembuatannya pasak terdiri dari pasak buatan pabrik (prefabricated) dan dibuat
sendiri (customized). Sedangkan berdasarkan jenis bahan terbagi menjadi pasak metal
dan pasak non metal (Cheung, 2005).
Selama ini pemakaian pasak metal tuang masih menjadi pilihan untuk
memperbaiki kerusakan mahkota gigi setelah perawatan endodonti. Pasak metal
tuang adalah restorasi dari bahan metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar yang
proses pembuatannya tidak dilakukan di dalam rongga mulut tetapi melalui proses
casting/tuang di laboratorium. Karena prosedur pada pemasangan pasak metal tuang
sedikit lebih rumit maka mulai dikembangkan penggunaan pasak metal buatan pabrik.
Saat itu banyak yang berpendapat bahwa pemakaian sistem pasak metal dapat
memperkuat gigi yang dirawat endodonti (Glazer, 2002).
Beberapa penelitian untuk menganalisa pemakaian pasak metal dalam waktu
jangka panjang mulai dilaporkan. Permasalahan yang sering dijumpai pada
penggunaan sistem pasak metal antara lain masalah estetis karena terjadinya korosi,
retensi mekanis, sulit melakukan pembongkaran pada kasus perawatan ulang dan
terjadinya fraktur pada akar gigi (Terry, 2003).
Pemakaian pasak metal tuang membutuhkan pembuangan stuktur gigi lebih
banyak disebabkan prosedur pembuatannya diperlukan pembuangan undercut lebih
banyak pula untuk mempermudah masuknya pasak. Padahal ketika prosedur
preparasi saluran akar dalam perawatan endodonti, saluran akar gigi sebelumnya
sudah ada pelebaran. Akibatnya penggunaan pasak metal tuang dapat memperlemah
akar gigi dan mempunyai resiko yang tinggi akan terjadinya fraktur akar. (Glazer,
2002; Sadeghi, 2006).
Kivan dkk.(2009)menunjukkan bahwa dari 165 gigi insisivus sentralis rahang
atas dengan jenis bahan pasak dan ketebalan saluran akar yang berbeda, hasilnya
kelompok gigi dengan pasak metal tuang menunjukkan fracture resistance tertinggi
dibandingkan pasak bahan non metal. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh
Torabi dan Fattahi (2009) dalam penelitiannya melaporkan fracture resistance dari 50
gigi premolar pertama mandibula yang menggunakan beberapa jenis bahan pasak dan
inti, hasilnya ditemukan pasak metal tuang juga memiliki fracture resistance tertinggi
dibandingkan pasak lainnya akan tetapi pola faktur yang terjadi tidak dapat diperbaiki
didaerah bagian akar (irrepairable).
Fraktur akar pada pasak metal sering terjadi oleh karena modulus elastisitas
bahan metal lebih tinggai dibandingkan dentin gigi sehingga tekanan yang diterima
oleh pasak tertumpu pada satu titik yaitu pada daerah akar ujung pasak. Sehingga
lemah dan rentan terhadap fraktur akar vertikal maupun horizontal yang irrepairable
(Kishen, 2006).
Fiber Reinforced Composite (FRC) mulai diperkenalkan di bidang kedokteran
gigi sekitar tahun 1990an. Jenis bahan fiber reinforced terbagi atas empat kategori
yaitu carbon, quartz, glass, dan polymer seperti polyethylene. Penggunaan bahan
FRC pertama sekali digunakan sebagai reinforced bahan gigi tiruan polymethyl
methacrylate. Perkembangan FRC mulai meluas dan digunakan sebagai bahan untuk
restorasi prostodonti cekat ,retainer ortodonti dan splinting (Le Bell-Rönnlöf, 2007).
Pada bidang konservasi penggunaan klinis Fiber Reinforced Composite
sebagai pasak non metal setelah pasca perawatan endodonti menjadi mulai popular
karena banyak kelebihannya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pasak FRC
memiliki perlekatan yang sangat baik dengan memanfaatkan sistem adhesif, memiliki
modulus elastisitas menyerupai dentin sehingga dapat mendistribusikan tekanan
secara merata sehingga mengurangi resiko terjadinya fraktur akar (Glazer, 2002;
Bell-Rönnlöf, 2007; Ferrari, 2008; Belli,2008). Penelitian Torabi dan Fattahi (2009)
menunjukkan gigi dengan pasak FRC memiliki pola fraktur pada daerah koronal
sehingga mudah untuk direstorasi kembali (repairable).
Pasak fiber reinforced composite (FRC) buatan pabrik (prefabricated)
banyak digunakan para klinisi karena lebih estetis dan konservatif dibandingkan
pasak metal. Namun prosedur pemasangan pasak FRC buatan pabrik tetap
membutuhkan preparasi dentin radikular yang lebih banyak untuk adaptasi pasak
dibuang sehingga dinding saluran akar menjadi lemah dan menjadi predisposisi
terjadinya fraktur akar (Terry, 2003; Kishen, 2006; Le Bell-Rönnlöf, 2007).
Perkembangan bahan fiber reinforced composite adalah fiberreinforced yang
disusun membentuk sebuah pita dari bahan glass dan polyethelene. Pita fiber
reinforced composite dapat digunakan sebagai sistem pasak customized yang
memanfaatkan perlekatan adhesif. Sistem ini dapat dikategorikan customized karena
operator yang memasukkan pita anyaman fiber reinforced ke dalam saluran akar yang
sudah ada semen luting resin dan sekaligus membangun inti dengan resin komposit
direk (Belli dan Eskitascioglu, 2008).
Susunan konfigurasi pita fiber reinforced dapat berupa mesh, weave,
unidirectional, braided dan locked stitched treads (Ferrari, 2008). Konfigurasi pola
anyaman pita fiber reinforced yang berbeda dapat mempengaruhi perlekatan
mekanikal dan kimiawi dari bahan pasak customized yang secara tidak langsung
dapat menentukan keberhasilan pasak (Le Bell-Rönnlöf, 2007).
Penggunaan pita polytethylene fiber reinforced sebagai pasak customized
semakin populer karena tidak membutuhkan pelebaran saluran akar lebih banyak
(Torabi dan Fattahi, 2009). Kombinasi pasak customized dari pita polytethylene fiber
reinforced dengan resin komposit direk sebagai restorasi akhir menunjukkan
keberhasilan klinis yang sama dengan restorasi akhir mahkota penuh porcelain fused
metal pada gigi premolar pasca perawatan endodonti (Schwartz dan Robbins, 2004).
Penelitian survival rate yang dilakukan Piovesan dkk. (2007) pada 69 pasien yang
obeservasi 97 bulan, hasilnya menunjukkan 90,2% gigi masih bertahan di rongga
mulut. Dalam penelitiannya tersebut digunakan pita polytethylene fiber reinforced
dengan konfigurasi anyaman locked sticthed threads sebagai pasak dengan restorasi
resin komposit direk. Turker dkk. (2007) melakukan penelitian prospective clinical
trial pasak customized polytethylene fiber reinforced dengan anyaman pita locked
sticthed threads pada 42 gigi selama 10-73 bulan, hasilnya menunjukkan hanya 1 gigi
yang mengalami kegagalan adhesif dentin dan semen sehingga pasaknya lepas.
1.2 Permasalahan
Untuk mendapatkan perlekatan adhesif yang optimal secara mekanikal antara
bahan pita polytethylene fiber dengan bahan matrik resin diperlukan wettability
sebagai suatu usaha untuk meningkatkan energi permukaan bahan. Wettability yang
baik akan menghasilkan mekanikal properti bahan yang kuat (Ferrari, 2008). Selama
ini wettability untuk pita fiber resin reinforced dianjurkan dengan resin yang tidak
memiliki filler (unfilled resin) seperti bahan wetting resin (Deliperi, 2005; Ferrari,
2008). Akan tetapi penggunaan di klinik, wettability pita fiber reinforced sering
diganti dengan menggunakan flowable resin yang biasa digunakan untuk restorasi pit
andfissure sealant (Ganesh dan Tandon, 2006).
Fracture resistance dari pasak adhesif dipengaruhi oleh kekuatan perlekatan
interfasial antara bahan dan dentin. Perlekatan interfasial yang adekuat antara
(Terry.,2003). Fracture resistance pada sistem pita polytethylene fiber reinforced
juga dipengaruhi oleh susunan konfigurasi arah pita (Le Bell-Rönnlöf, 2007)
Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman braided dan locked
stiched threads memiliki interfasial permukaan yang berbeda disebabkan susunan
konfigurasi polytethylene fiber nya juga berbeda. Pita dengan anyaman braided
terdiri dari dua sumbu jalinan fiber membentuk anyaman seperti kepang yang mudah
terurai (Ferrari, 2008). Sedangkan pita dengan anyaman locked stiched threads terdiri
dari tiga sumbu jalinan dengan anyaman fiber yang terkunci (Belli, 2008). Sampai
saat ini masih belum ada penelitian mengenai pemakaian pita polyethylene fiber
reinforced dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda sebagai sistem pasak
customized .
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat
perbedaan fracture resistance sistem pasak customised dari bahan polyethylene fiber
reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dengan pita anyaman
locked sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari
bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita
2. Apakah ada perbedaan pola fraktur yang terjadi pada sistem pasak
customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk
anyaman pita braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan
endodonti?
3. Apakah ada perbedaan fracture resistance dan pola fraktur sistem pasak
customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk
anyaman pita braided dan locked-sticthed threads bila menggunakan wettability
wetting resin dan flowable resin?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari
bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita
braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.
2. Mengetahui perbedaan pola fraktur yang terjadi pada sistem pasak
customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk
anyaman pita braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan
endodonti.
3. Mengetahui perbedaan fracture resistance dan pola fraktur sistem pasak
customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk
anyaman pita braided dan locked-sticthed threads bila menggunakan wettability
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran gigi mengenai
perkembangan bahan sistem adhesif.
2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pasak customized
dengan menggunakan bahan adhesif seperti fiber reinforced composite setelah pasca
perawatan endodonti.
3. Sebagai bahan pertimbangan dokter gigi dalam pemilihan bahan untuk
penggunaan pasak adhesif customized pada restorasi pasca perawatan endodonti
sehingga dapat meminimalkan resiko terjadinya fraktur gigi
4. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat dengan melindungi
gigi yang rusak dengan menggunakan pasak adhesif sebagai salah satu usaha tindakan
prefentif.
5. Meningkatkan kualitas perawatan dengan upaya mempertahankan gigi
Pengertian sistem pasak adalah sebuah restorasi yang terbuat dari bahan metal
dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi
mahkota dan menyalurkan tekanan yang diterima secara merata ke sepanjang akar
gigi (Widyastuti, 2011). Gigi yang telah dirawat saluran akar sering sekali
menggunakan sistem pasak untuk menambah kekuatan dari restorasi akhir (Schwartz
dan Robbins, 2004). Gigi yang dirawat endodonti akan menjadi lemah karena
kekurangan kandungan air dan kehilangan struktur dentin. Proses karies yang luas
pada gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi oleh
karena itu struktur gigi yang tertinggal membutuhkan dukungan tambahan yaitu
dengan pasak yang dapat memberikan retensi dan stabilitas bagi restorasi direct
maupun indirect (Deliperi, 2008).
Beberapa dekade yang lalu, pasak metal tuang (casting) telah menjadi pilihan
yang umum untuk restorasi gigi yang dirawat endodonti. Tetapi, banyak kerugian
yang disebabkan oleh sistem pasak metal tuang konvensional seperti kehilangan
retensi pada pasak ataupun pada mahkota, fraktur pasak dan fraktur akar, dan resiko
mengalami korosi. Selain itu sistem pasak metal tuang memerlukan waktu perawatan
yang lebih lama, keterlibatan prosedur laboratorium yang meningkatkan biaya
perawatan, resiko terkontaminasinya saluran akar karena korosi, pembuangan struktur
Fraktur akar yang sering terjadi pada sistem pasak dan inti metal disebabkan
karena metal memiliki komponen yang lebih rigid sehingga dapat menahan tekanan
lebih besar. Akan tetapi didalam saluran akar tekanan akan ditransfer kepada
komponen yang memiliki kekakuan lebih kecil. Perbedaan modulus elastisitas antara
dentin dengan material pasak menyebabkan distribusi tekanan yang tidak baik
sehingga dapat menyebabkan fraktur akar. Akhir-akhir ini, ilmu kedokteran gigi
mengubah pilihan dari material yang sangat rigid menjadi material yang memiliki
sifat menyerupai dentin untuk menciptakan homogenitas mekanis (Tay dan Pashley,
2007; Gaspar dkk., 2009).
Beberapa tahun kemudian sistem fiber reinforcement diperkenalkan dan
mencoba meningkatkan daya tahan resin komposit. Sedangkan fiber-reinforced
composite (FRC) diperkenalkan tahun 1990-an dan memiliki beberapa keuntungan
jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional, yaitu : memiliki estetis yang
baik, berikatan dengan struktur gigi, dan memiliki modulus elastisitas yang hampir
sama dengan dentin, namun masih membutuhkan preparasi dentin setelah perawatan
saluran akar (Deliperi dan Bardwell, 2009).
Sistem Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) fiber
reinforcement akhirnya mulai diperkenalkan. UHMWPE dapat digunakan untuk
build-up pasak dan inti, bahkan dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa
membutuhkan pelebaran saluran akar tambahan setelah perawatan endodonti.
UHMWPE memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin dan
sepanjang akar dengan baik. Polyethylene fiber digunakan untuk meningkatkan
mekanikal properti material resin komposit (Ayna dkk., 2009).
2.1 Fiber Reinforced Composite sebagai Bahan Pasak Saluran Akar
Fiber Reinforced Composite (FRC) diperkenalkan sebagai alternatif
menggantikan sistem pasak metal. Sistem pasak ini digunakan pada gigi yang dirawat
endodonti karena memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan cast metal post
dan dapat mencegah fraktur vertikal ketika ada beban pengunyahan (Sadegi, 2006).
Pada tahun 1990-an, FRC mulai sering digunakan di dalam dunia kedokteran
gigi dan pertama sekali digunakan untuk memperkuat basis acrylic pada gigi tiruan
lepasan, dan dilaporkan lebih unggul dibandingkan metode konvensional.
Sebelumnya, gigi tiruan lepasan telah diperkuat dengan bahan metal, tetapi hanya
sedikit yang berhasil secara klinis. Kombinasi dari serat penguat dengan resin
dimethacrylate dan particulate filler composites membuat FRC cocok digunakan
untuk fixed partial denture. FRC juga mulai sering digunakan dalam splinting
periodontal, perawatan ortodonti, dan dalam implant. Sebagai tambahan, FRC juga
disarankan sebagai penguat dalam restorasi komposit yang luas. Beberapa waktu
kemudian, FRC digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki gigi insisivus yang
mengalami fraktur dengan menggunakannya sebagai pasak. Sejak saat itu, sistem
pasak metal tuang maupun buatan pabrik mulai ditinggalkan (Le Bell-Rönnlöf, 2007).
FRC adalah material yang terdiri dari serat penguat yang menempel pada
disatukan oleh polymer matrix , membentuk sebuah fase yang berkelanjutan selama
proses penguatan. Fase ini mentransfer tekanan kepada serat-serat tersebut dan
melindunginya dari kelembaban rongga mulut. Agar memiliki efek penguatan,
serat-serat tersebut harus memiliki flexural modulus yang lebih tinggi dibandingkan matrix
polymer (Le Bell-Rönnlöf , 2007).
Serat penguat dapat berupa serat yang panjang (continuous) ataupun serat
yang pendek (discontinuous). Pasak FRC pada saluran akar menggunakan serat
penguat yang panjang (continuous) yang terdiri dari continuous unidirectional fibres
(serat panjang dalam satu arah) dan continuous bidirectional fibres (serat panjang dua
arah dalam bentuk anyaman) (Gambar 2.1). Serat dalam bentuk anyaman menambah
kekerasan pada polymer yang berperan sebagai crack stopper (Le Bell-Rönnlöf ,
2007).
Gambar 2.1. Gambaran SEM Bentuk Pola Anyaman Pita Fiber Reinforced Resin: A. Continuous Bidirectional Fibre, B. Continuous Unidirectional Fibres (Garoushi dan Vallitu, 2006)
Kuantitas serat pada FRC mempengaruhi kekuatan dan kapasitas beban.
Kuantitas serat umumnya berupa kesatuan unit serat yang memiliki satuan berat B
(Wt%) atau dapat juga dikonversikan ke dalam satuan volume (Vol%), ketika
kepadatan polymer dan serat diketahui. Karena volume serat di dalam polymer matrix
mempengaruhi sifat mekanik FRC, maka dianjurkan untuk menyajikan kuantitas serat
dalam satuan volume. Persentase volume serat secara manual yang disatukan ke
dalam dental resin adalah umumnya dalam kisaran 5-15%. Dengan kontrol proses
produksi, saat ini satuan volume telah ditingkatkan menjadi 45-65% (Le
Bell-Rönnlöf, 2007).
Serat-serat penguat harus dapat diimpregnasikan dengan baik, artinya resin
harus berkontak dengan keseluruhan permukaan serat agar mendapatkan ikatan yang
adekuat terhadap polymer matrix. Dengan impregnasi yang baik, akan didapatkan
penguatan secara optimal dan distribusi tekanan dari polymer matrix ke serat penguat.
Impregnasi yang tidak baik akan menimbulkan beberapa masalah seperti peningkatan
penyerapan air sehingga mengarah kepada penurunan sifat mekanis FRC, dan juga
diskolorasi FRC dan penghambatan oksigen dari polimerisasi radikal dalam resin.
Selain level impregnasi, ikatan pada kontak antara serat dengan matrix bergantung
pada interaksi antar komponen, yang dapat berupa mekanikal ataupun kimia.
Perlekatan mekanikal bergantung pada morfologi serat. Perlekatan kimia antara
polymer dan serat lebih mengarah kepada sifat kovalennya (Freilich dkk., 2000).
Fiber reinforced composite disemenkan ke saluran akar dengan
menggunakan resin semen kemudian dilakukan build-up inti dengan menggunakan
resin komposit. Banyak literatur yang melaporkan bahwa sifat biomekanik dari fiber
beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional yaitu
memiliki estetik yang baik, berikatan baik dengan struktur gigi, memiliki modulus
elastisitas yang hampir sama dengan dentin, dan memiliki resiko yang lebih kecil
terhadap fraktur (Belli, 2008).
Beberapa literatur menyatakan bahwa rigiditas dari pasak harus mirip dengan
akar. Modulus elastisitas dari pasak harus menyerupai dengan dentin dengan tujuan
agar memungkinkan untuk menciptakan distribusi tekanan secara efektif dari pasak
ke struktur akar, mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik di sepanjang akar,
mengurangi konsentrasi tekanan, dan meningkatkan fracture resistance (Sadeghi,
2006)
2.2 Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite
Berdasarkan pembuatannya restorasi pasak fiber secara garis besar dapat
dibagi ke dalam dua jenis yaitu : prefabricated fiber reinforced composite post (pasak
buatan pabrik) dan customized fiber reinforced post (pasak buatan). Ada beberapa
bahan fiber reinforced composite yang dapat digunakan untuk membuat pasak
customized seperti semi-interpenetrating network polymer (semi-IPN) dengan merek
dagangnya everStick®(Stick Tech.Ltd,Turku,Finland) (Gambar 2.2), pita polyethylene
fiber reinforced dengan merek dagangnya Ribbond® (USA) dan Construct (Kerr) (Le
Gambar 2.2. Pasak Customized dari Bahan Semi-Interpenetrating Network Polymer (Semi-Ipn) dengan Merek Dagangnya Everstick® (Le Bell-Rönnlöf, 2007)
2.2.1 Pasak prefabricated fiber reinforced composite
Prefabricated fiber reinforced diperkenalkan tahun 1990-an. Pasak
prefabricated FRC terdiri dari persentase volume yang tinggi dari serat penguat
unidirectional kontinu pada polimerisasi matriks polimer(Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Pasak Fibre Reinforced Resin Buatan Pabrik yang Terbuat dari Serat Penguat Continuous Unidirectional dalam Struktur Cross Linked Polymer
Matriks polimer
Pasak FRC
Matrix yang Tinggi (Le Bell-Rönnlöf, 2007)
Serat yang biasa digunakan adalah carbon, glass ataupun quartz, dan matrix
yang digunakan biasanya adalah epoxy polymer atau campuran epoxy dan
dimethacrylate resin dengan derajat konversi yang tinggi dan struktur cross-linked
yang tinggi. Kuantitas serat pada pasak prefabricated FRC bervariasi dari 40-60
vol% tergantung pada pabriknya (Le Bell-Rönnlöf , 2007).
Pasak prefabricated FRC memiliki keuntungan diantaranya memiliki modulus
elastisitas yang mendekati dentin sehingga meminimalisasi terjadinya fraktur. Selain
itu, pasak jenis ini mudah untuk dilakukan build-up dan re-treatment, juga memiliki
estetis yang baik terutama dari bahan serat glass. Kekurangannya pasak buatan pabrik
tetap memerlukan preparasi sehingga terjadi pembuangan struktur dentin (Le
Bell-Rönnlöf , 2007).
Jenis pasak prefabricated fiber reinforced composite terbagi berdasarkan serat
yang dikandungnya antara lain adalah pasak carbon fiber, glass, dan quartz fiber
(Gambar 2.4).
Carbon Fiber Post (Schwartz dan Robbins, 2004)
a) Carbon fiber post
Carbon fiber post mulai populer digunakan sejak tahun 1990-an. Carbon fiber
post terdiri dari 64% fiber longitudinal dan 36% epoxy resin matrix. Keuntungan dari
carbon fiber post adalah bersifat lebih fleksibel dibandingkan metal post dan
memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin. Carbon fiber post
berikatan kuat dengan resin semen dan tekanan yang didistribusikan di sepanjang
akar lebih merata sehingga lebih sedikit mengakibatkan fraktur akar. Hal ini telah
banyak dibuktikan baik melalui penelitian in vitro maupun in vivo. Bahan carbon
fiber post berwarna agak gelap sehingga memiliki permasalahan dalam hal estetik.
Pasak jenis ini mudah untuk dibongkar dan diperbaiki dengan alat ultrasonic maupun
rotary instrument (Le Bell-Rönnlöf, 2007).
b) Glass fiber post
Glass fiber adalah jenis fiber post yang paling umum digunakan baik dalam
dunia kedokteran gigi maupun dalam dunia industri karena memiliki beberapa
keuntungan seperti tensile strength yang tinggi, kompresi dan sifat fisik yang baik,
modulus elastisitas yang menyerupai dentin, dan harga yang relatif tidak mahal.
Glass fiber post terdiri dari 42% fiber glass, 29% filler, dan 18% resin (Freilich dkk.,
2009). Sifatnya yang transparan membuat pasak ini baik digunakan untuk kasus yag
memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dibandingkan carbon fiber post
(Saatian, 2006).
c) Quartz fiber post
Pasak jenis ini memiliki estetis yang baik karena bersifat translusen dan
menyalurkan transmisi cahaya. Pasak jenis ini memiliki sifat yang biokompatibel,
mudah diperbaiki apabila dibutuhkan perawatan endodonti ulang, radiopaque,
memiliki tensile strength, flexural strength, dan compressive strength yang tinggi,
dan juga memiliki modulus elastisitas yang mirip dengan dentin (Glazer, 2002).
2.2.2 Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced composite sebagai pasak
customized.
Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu jenis pasak yang
yang direstorasi oleh operator sendiri. Penggunaan pita polyethylene Fiber Reinforced
Composite sebagai pasak customized memerlukan semen luting resin dan resin
komposit (Gambar 2.5).
A B C
Gambar 2.5. Prosedur Pembuatan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced (RIBBOND): A. Aplikasi Etsa dan Bonding ; B. Semen Luting Resin Masuk ke dalam Saluran Akar; C. Pengukuran Pita Polyethylene; D. Pita Polyethylene Masuk ke dalam Saluran Akar; E. Light Cure; F. Build-up core (Belli, 2008)
Sistem adhesif modern sangat mendukung untuk melindungi dan memperkuat
struktur gigi yang tertinggal karena restorasi adhesif menciptakan preparasi yang
minimal sehingga dapat memelihara struktur gigi yang sehat. Untuk itulah
penggunaan fiber polyethylene semakin berkembang untuk meningkatan daya tahan
terhadap resin dan komposit bonding. Permintaan pasien terhadap restorasi estetis
pun semakin meningkat sehingga dunia kedokteran gigi mulai meninggalkan
amalgam dan semakin memperluas penggunaan fiber polyethylene (Ayna dkk., 2009).
Gambar 2. 6. Sistem Pasak Customized dengan Menggunakan Pita Fiber Reinforced Resin: A. Resin Komposit dan Fiber Polyethylene Dikondensasi ke dalam Saluran Akar ; B. Restorasi setelah Build-Up (Gluskin, 2002)
Penggunaan Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWP) semakin
dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa memerlukan pelebaran saluran
akar tambahan setelah perawatan endodonti (Gambar 2.6)
2.2.3 Pasak fiber polyethylene dan konsep monoblock
Anyaman fiber ini memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan
dentin dan menciptakan sistem monoblock dentin-pasak-inti yang dapat
mendistribusikan tekanan di sepanjang akar dengan baik (Belli, 2008). Mulai dari
bahan pasak, sealer , sistem adhesif, semen luting dan restorasi inti dan mahkota
memiliki sifat yang sama yaitu berbasis resin. Modulus elastisitas semua komponen
mendekati modulus elastisitas dentin sehingga tekanan terdistribusi dengan baik.
Gambaran sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber dapat terlihat dari
model gigi trasparan (Gambar 2.7).
Gambar 2.7. Sistem Pasak Adhesive Customized setelah Polimerisasi pada Model: A. Inti yang
Dibentuk dari Pita Polyethylene Fiber dengan Resin Komposit, B. Pasak Individu yang Menggunakan dari Pita
Polyethylene dengan Luting
Resin Semen, C. Gutta-Percha (Belli, 2008)
Fiber polyethylene memiliki banyak kegunaan klinis diantaranya digunakan
sebagai splint periodontal, bridge untuk gigi anterior, retainer ortodonti, dan juga
dapat digunakan sebagai persiapan untuk restorasi mahkota porselen baik pada gigi
anterior maupun gigi posterior (Gambar 2.8). Fiber polyethylene terdiri atas dua jenis
yaitu leno-weave polyethylene fibers (Ribbond® ) dan braided polyethylene fibers
(Construct, Kerr) dan yang paling sering digunakan adalah Ribbond (Gambar 2.9)
(Belli, 2006; Gluskin, 2002; Ayna dkk., 2009).
Gambar 2.8. Penggunaan Pita Fiber Polyethylene: A. Splinting Gigi Avulsi atau Mengalami Trauma; B. Retainer Post Orthodontic (Ganesh dan Tandon, 2006)
Adapun beberapa kelebihan dari pasak polyethylene fiber reinforced
composite adalah sebagai berikut, yaitu :
a. Material pasak polyethyelene fiber reinforced composite
Polyethylene fiber diperkenalkan di pasaran pada tahun 1992. Material ini
merupakan fiber pengikat dan memiliki sifat memperkuat stuktur dentin yang tersisa
yang terdiri dari fiber glass atau fiber polyethylene. Beberapa penelitian menunjukkan
fiber polyethylene memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding fiber glass
sehingga membutuhkan gunting khusus untuk memotongnya (Terry, 2003)
Setiap pabrik membuat fiber reinforced composite dengan komposisi fiber
yang berbeda-beda. Volume fiber yang terkandung biasanya 50-70% Vol. Kandungan
jumlah fiber ini mempengaruhi kekuatan mekanikal (Freilich dkk., 2000). Pita dari
polyethylene fiber ini adalah suatu bahan dengan bentuk anyaman yang sangat kuat
yang disebut locked-stitched threads yang efektif menyalurkan tekanan melalui
A B
Gambar 2.9. Susunan Arsitektur Pita Fiber pada Gambaran Scanning Electron Microscope (SEM): A. Leno-Weave Polyethylene Fibers, B. Braided Polyethylene Fibers
anyaman tanpa menyalurkan tekanan kembali ke resin (Gambar 2.10). Anyaman pita
ini sangat fleksibel dan mudah beradaptasi pada kontur lengkung gigi (Ganesh dan
Tandon, 2006).
b. Retensi pasak yang maksimal
Fraktur gigi adalah salah satu penyebab kegagalan restorasi pasak dan inti.
Stabilitas core dan retensi pasak sangat penting dalam mencegah kegagalan restorasi
gigi yang dirawat endodonti. Sistem pasak yang ideal sebaiknya menggantikan
kehilangan struktur gigi dan memberikan retensi yang adekuat dan mendukung inti
sehingga dapat mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik ketika melakukan
aktivitas fungsional dan parafungsional untuk mencegah fraktur pada akar. Sistem
pasak polyethylene fiber reinforced menggunakan anatomi internal, area permukaan
dan ketidakteraturan bentuk saluran akar untuk meningkatkan ikatan dengan dentin,
untuk memperbaiki integritas struktur dentin radikular yang tersisa dan meningkatkan
retensi dan resistansi terhadap pergerakan (Terry, 2003).
c. Konservasi struktur gigi
Sistem cast post tradisional dan prefabricated post sering membutuhkan
saluran akar. Hal ini dapat menyebabkan pembuangan struktur dentin yang lebih
banyak. Pengurangan dentin tersebut dapat memperlemah gigi dan menjadi faktor
terjadinya fraktur akar horizontal maupun vertikal. Polyethylene fiber post
memberikan pemeliharaan terhadap struktur saluran akar dan merupakan suatu
metode yang dapat digunakan dalam perawatan saluran akar yang memiliki
konfigurasi tidak teratur karena sistem pasak ini tidak membutuhkan pembentukan
jalan masuk. Sebagai tambahan, sistem pasak ini dapat digunakan dengan preparasi
yang minimal karena sistem ini mempergunakan undercut dan permukaan yang tidak
teratur untuk meningkatkan ikatan. Pemeliharaan struktur dentin ini mengurangi
kemungkinan terjadinya fraktur pada gigi selama kegiatan fungsional maupun jika
terjadi traumatic injury (Terry, 2003).
d. Estetik yang optimal
Ketika faktor estetik menjadi salah satu fokus maka pertimbangan pemilihan
material restorasi yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Light transmission
properties dari tradisional prefabricated atau cast metal post menunjukkan perbedaan
dari gigi asli. Cahaya akan diblok seluruhnya oleh metal post yang akan
menyebabkan bayangan pada daerah submarginal. Bila menggunakan restorasi
all-ceramic, warna dan opasitas dari metal post akan menciptakan diskolorasi dan
bayangan pada gingiva dan servikal gigi.
Sifat optik sekunder dari polyethylene fiber post memungkinkan sifat optik
cahaya untuk melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan,
hydroxyapatite, enamel rod, dan tubulus dentin. Untuk itu, dalam menciptakan
harmonisasi yang optimal dengan gigi di sekitarnya, bahan polyethylene fiber post
dapat secara langsung memperngaruhi restorasi akhir di atasnya (Terry, 2003).
e. Modulus Elastisitas Yang Mendekati Dentin
Modulus elastisitas didefinisikan sebagai kekakuan relatif dari suatu material
restorasi di dalam kisaran elastis. Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem
pasak membutuhkan modulus elastisitas yang mendekati dentin yaitu 14-18 GPa
(Belli, 2008). Tradisional metal post memiliki modulus elastisitas yang tinggi yaitu
200 GPa (Gluskin, 2002) Polyethylene fiber post memiliki modulus elastisitas 1.397
GPa dan apabila bergabung dengan flowable resin dan adhesif resin, modulus
elastisitas meningkat menjadi 23.6 GPa (Belli, 2008). Modulus elastisitas semen resin
dual cure 18 GPa. Modulus elastisitas resin komposit 16 GPa.(Gluskin, 2002)
Jaringan keras gigi memiliki modulus elastisitas, sehingga penambahan
material restorasi dengan modulus elastisitas yang berbeda dapat mempengaruhi
kekakuan gigi-restorasi secara kompleks dan menghasilkan tekanan interfasial
(Gluskin, 2002). Tekanan interfasial yang dihasilkan oleh perbedaan modulus
elastisitas dapat menghasilkan thermal, mekanikal, atau strain shrinkage pada
material restorasi (Terry, 2003).
Sistem pasak ini memiliki beberapa keuntungan yang baik terhadap
mekanisme kompleks antara polimerisasi shrinkage dan adhesi. Karena modulus
elastisitas resin semen adalah rendah, komposit akan merenggang untuk
mendistribusikan tekanan ke struktur dentin yang tersisa, mengurangi kemungkinan
pemisahan pasak atau fraktur akar, yang meningkatkan keberhasilan klinis dari suatu
restorasi kompleks (Belli, 2008).
f. Flexural dan tensile strenght yang menyerupai struktur akar
Desain dan material restorasi mempengaruhi resistansi terhadap fraktur pada
gigi yang dirawat endodonti dengan sistem pasak-inti. Karakteristik sistem pasak
adalah harus memiliki sifat biomekanikal yang sama dengan jaringan gigi. Bahan
penguat yang digunakan untuk pasak polyethylene fiber meliputi jalinan fiber
polyethylene yang diberi perlakuan dengan cold-gas plasma. Fiber penguat ini
meningkatkan aspek mekanis dari kompleks gigi-restorasi dengan meningkatkan
kekuatan flexural dan tensile. Beberapa tipe jalinan sudah digunakan pada berbagai
jenis manufaktur, dan hal ini dapat mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan
durabilitas. Leno weave dari RIBBOND® (USA) dilaporkan mampu menahan
pergeseran di bawah tekanan lebih banyak dari jalinan sederhana dan meminimalkan
perjalanan crack micro di dalam matriks resin menjadi crack stoper yang dapat
Jaringan fiber ini memberikan distribusi tekanan yang efisien dengan
mengabsorbsi stress pada kompleks restorasi, dan mengarahkan kembali tekanan di
sepanjang aksis panjang struktur akar yang tersisa sehingga meminimalisasi resiko
fraktur akar (Terry, 2003).
g. Adaptasi internal yang mempengaruhi terjadinya initial crack
Luting semen konvensional (misalnya zinc oxyphosphate) hanya mengisi
ruang kosong antara pertemuan restorasi tanpa melekat ke permukaannya.
Penggunaan bahan luting dual-cure dengan polyethylenen fiber post memiliki
interaksi fisik dan kimia yang baik dengan material dan dentin yang meningkatkan
kontinuitas adhesif interfasial. Penggunaan semen resin di antara sistem adhesif dan
bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih kuat dengan bahan dentin
bonding karena viskositas yang lebih rendah dan menghasilkan peningkatan adaptasi
morfologi intraradikular. Modulus elastisitas yang rendah akan berperan sebagai
buffer elastis yang mengkompensasi tekanan polimerisasi shrinkage , menghilangkan
pembentukan celah, dan mengurangi kebocoran mikro. Apabila modulus elastisitas Gambar 2.11. Uji Tensile pada Balok Resin Komposit
rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi sifat modulus gigi
(Kishen, 2006).
Viskositas resin semen yang lebih rendah dapat meningkatkan kemampuan
wettability sehingga menghasilkan adaptasi interfasial internal yang lebih sempurna
yang mengurangi pembentukan ruang kosong yang dapat memperlemah permukaan
(Terry, 2003). Terbentuknya ruang kosong tersebut akan menjadi awal dari
terbentuknya initial crack yang mana ketika tekanan terus diterima maka crack
propagation akan diteruskan yang akhirnya menjadi fraktur.
h. Perlekatan atau integrasi adhesif
Sistem polyethylene fiber post memberikan perlekatan yang merata pada
saluran dentin internal radikular sehingga meningkatkan resistansi terhadap fatigue
dan fraktur serta peningkatan retensi dan pengurangan kebocoran mikro dan infiltrasi
bakteri. Integrasi adhesif antara kelima komponen sistem pasak ini (permukaan dentin
akar, semen luting, intraradikular pasak, build-up core, dan crown) memberikan
integritas struktural bagi rehabilitasi intraradikular (Terry, 2003). Semua komponen
ini memiliki sifat yang sama secara adhesif, sehingga konsep ini disebut sebagai
tehnik monoblok (Tay dan Pashley, 2007)
2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Komposit
Bahan polyethylene fiber reinforced dapat menyatu dengan matrik resin
dibantu dengan adanya wettability wettability. Untuk mendapatkan adhesi yang baik
(Anusavice, 2003). Wettability yang tidak adekuat akan menghasilkan mekanikal
properties yang lemah. Gambarannya dapat terlihat dari morfologi scanning electrom
micrographs perlekatan interfasial fiber glass dengan matrik yang menunjukkan
adanya jarak (gap) antara fiber dan matriks resin (Gambar 2.12) (Freilich dkk., 2000).
Gambar 2.12. Gambar Morfologi Scanning Electrom Micrographs Perlekatan Interfasial Fiber Glass dengan Matrik yang Menunjukkan Jarak (Gap) (Freilich dkk., 2000)
Adanya gap yang merupakan ruangan kosong pada perlekatan bahan Fiber
Polyethylene dengan resin menjadi predisposisi terjadinya initial crack pada bahan.
Dimana apabila tekanan diteruskan pada area tersebut akan terjadi crack propagation
sampai akhirnya fraktur. Oleh karena itu secara tidak langsung wettability juga
mempengaruhi terjadi fraktur (Freilich dkk., 2000)
Wettability pita fiber polyethylene pada aplikasi klinis menggunakan wetting
resin. Fiber yang telah diaplikasikan oleh wetting resin dapat dipegang dengan
tangan baik memakai sarung tangan atau tidak. Untuk menghindari setting yang
dibasahi tadi terhindar dari sinar sampai siap untuk digunakan (Gluskin, 2002). Salah
satu tujuan pemberian wetting resin adalah mempersiapkan permukaan fiber agar
dapat berikatan secara adhesif dengan bahan berbasis resin. Beberapa laporan kasus
ada yang menyarankan prosedur wettability fiber ini digantikan dengan resin
komposit flowable. Tetapi belum ada laporan mengenai penggunaan wetting resin
atau flowableresin sebagai wettability pita polyethylenefiber reinforced.
2.4 Faktor Penting yang Merupakan Pertimbangan dalam Restorasi Pasak Adhesif
Dalam melakukan restorasi pasak adhesif ada beberapa prinsip penting yang
harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan di antaranya adalah :
sistem adhesif, semen luting dan mekanisme perlekatannya, smear layer dan hybrid
layer, dan bentuk anatomi saluran akar.
2.4.1 Sistem adhesif
Adhesi adalah suatu mekanisme fisik dan kimia yang kompleks yang
menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Adhesif
adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua
substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu
permukaan ke permukaan lainnya. Seluruh sistem adhesif terdiri dari tiga langkah
utama yaitu etsa, primer, dan bonding. Etsa adalah larutan asam yang menghasilkan
proses demineralisasi pada permukaan enamel atau dentin yang meningkatkan energi
bebas permukaan. Primer terdiri dari campuran monomer hydrophilic dan pelarut
mengandung bagian yang hydrophobic yang menghasilkan penggabungan dengan
bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. Bahan bonding diaplikasikan pada
permukaan suatu benda agar benda dapat melekat, bertahan dari pemisahan, dan
menyebarluaskan beban melalui perlekatannya (Ferrari, 2008).
Penelitian melaporkan penggunaan sistem adhesif total etch pada sistem
pasak adhesif karena pada sistem ini dilakukan pencucian setelah proses etsa yang
dapat menghilangkan smear layer, dimana keberadaan smear layer sangat
berpengaruh terhadap perlekatan dengan dentin. Penggunaan self etch pada sistem
adhesif pasak juga dapat digunakan. Dengan memanfaatkan aktivasi secara kimia
memberikan keuntungan bila untuk sementasi pada daerah yang tidak dapat cahaya
polimerisasi seperti di dalam saluran akar. Akan tetapi smear layer yang ada hanya
dimodifikasi untuk mendapatkan bond strength yang optimal (Robenson dkk., 2006).
Simonetti dkk. (2008) dalam penelitiannya mengenai kemampuan sealing dari
semen luting resin pada pasak fiber yang menggunakan total etch dan self etch
menunjukkan tidak ada perbedaan pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga
koronal dan sepertiga tengah saluran, begitupun penggunaan total etch terlihat
pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga apikal.
2.4.2 Semen luting dan mekanisme perlekatan
Kehilangan retensi pada pasak di saluran akar adalah kegagalan yang paling
banyak terjadi. Salah satu faktor yang mempengaruhi retensi pada pasak adalah