• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pemilihan warna dan kualitas karya pada ilustrasi manual penyandang buta warna total : (studi kasus : ilustrasi manual berwarna karya Rukmnunal Hakim)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pemilihan warna dan kualitas karya pada ilustrasi manual penyandang buta warna total : (studi kasus : ilustrasi manual berwarna karya Rukmnunal Hakim)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Yosefin Santi Hapsari Tempat & Tanggal Lahir : Cimahi, 22 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Komplek Nusa Persada H 15 RT 03 RW 13 Leuwigajah

Cimahi Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Katolik

E-mail : yosefinsh@yahoo.com

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

(1995-1997) TK Santa Theresia, Cimahi (1997-2003) SD Santa Maria, Cimahi (2003-2006) SMP Santo Mikael, Cimahi (2006-2009) SMAN 4, Cimahi

(2009-2013) Universitas Komputer Indonesia, Bandung

SEMINAR

 ON‟TJU GE BOOK BY IT‟S COVER “ esain, Ilustrasi & Pengemasan

Buku”

 “Road to Success of a Movie Maker”

Workshop Photography “Kebersamaan alam Komunitas”

 ARS “Advertising Real Show” Seminar Nasional Wajah Baru Dunia

(5)

KAJIAN PEMILIHAN WARNA DAN KUALITAS KARYA PADA ILUSTRASI MANUAL PENYANDANG BUTA WARNA TOTAL (Studi Kasus: Ilustrasi Manual Berwarna Karya Rukmunal Hakim)

DK 38315/Skripsi Semester II 2012-2013

Oleh:

Yosefin Santi Hapsari 51909173

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

vi KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan rahmat-Nya, penulis telah diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan karya tulis skripsi ini, dengan judul : KAJIAN PEMILIHAN WARNA DAN KUALITAS KARYA PADA ILUSTRASI MANUAL PENYANDANG BUTA WARNA TOTAL. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi desain komunikasi visual di Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Skripsi ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai karya ilustrasi manual berwarna dari seorang penyandang buta warna total, yaitu Rukmunal Hakim. Dengan ini, kualitas karya yang ada pada ilustrasi berwarna Rukmunal Hakim akan diberikan pengkajiannya. Pemilihan warna yang ada pada karya-karya ilustrasinya pun turut untuk diketahui penyebabnya. Sehingga dari kajian-kajian tersebut diharapkan dapat memberikan suatu bentuk apresiasi bagi Rukmunal Hakim khususnya, yang merupakan salah satu sampel penyandang buta warna total dan masih menghasilkan karya.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak. Semoga penulisan karya tulis skripsi ini dapat berguna sebagai bahan referensi dari berbagai pihak pula.

Bandung, 21 Agustus 2013

(7)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT KETERANGAN HAK EKSKLUSIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

ABSTRAK ... iv

I.2 Identifikasi Masalah ... 5

I.3 Rumusan Masalah ... 5

I.4 Pembatasan Masalah ... 5

I.5 Metode Penelitian ... 7

I.6 Tujuan Penelitian ... 12

I.7 Manfaat Penelitian ... 13

I.7.1 Manfaat Akademis ... 13

I.7.2 Manfaat Praktis ... 13

I.8 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II PENYANDANG BUTA WARNA DAN KARYA VISUAL...15

II.1 Penyandang Buta Warna ... 15

II.1.1 Mata dan Cara Kerjanya ... 15

II.1.2 Teori Penglihatan Warna ... 16

II.1.3 Klasifikasi Buta Warna ... 19

II.1.4 Tes buta warna ... 22

II.2 Karya Visual ... 25

II.2.1 Proses Penciptaan Karya Visual ... 25

(8)

viii

II.2.3 Kualitas Karya ... 35

II.3 Ilustrasi ... 38

II.3.1 Definisi Ilustrasi... 38

II.3.2 Fungsi Ilustrasi ... 39

II.3.3 Jenis Ilustrasi ... 39

II.3.4 Media Ilustrasi ... 41

II.3.5 Langkah Menggambar Ilustrasi ... 42

II.3.6 Teknik Pembuatan Ilustrasi ... 45

II.4 Model Edmund Burke Feldman ... 47

BAB III ILUSTRASI KARYA RUKMUNAL HAKIM...50

III.1 Biografi Rukmunal Hakim ... 50

III.2 Karya-karya Rukmunal Hakim ... 54

BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM...60

IV.1 Ilustrasi Manual Berwarna 1 ... 61

IV.2 Ilustrasi Manual Berwarna 2 ... 66

BAB V KESIMPULAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 79 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(9)

77 DAFTAR PUSTAKA

Referensi dari buku :

Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., dkk. 1987. Pengantar Psikologi. Batam : Interaksara.

Bangun, Sem C. 2001. Kritik Seni Rupa. Bandung : Penerbit ITB.

Birch, Jennifer. 2001. Diagnosis of Defective Colour Vision (2nd ed.). Boston : Butterworth-Heinemann.

Damajanti, Irma. 2006. Psikologi Seni. Bandung : Kiblat Buku Utama.

Darmaprawira W. A., Sulasmi. 2002. Warna: Teori dan Kreatifitas Penggunanya, Ed. 2. Bandung : ITB.

Davis, Marian L. 1980. Visual Desain in Dress. New Jersey : Prentice-hall, inc. Dharsono. 2007. Estetika. Bandung : Rekayasa Sains.

Doyle, Michael E. 2002. Teknik Pembuatan Gambar Berwarna , Ed. 2. Jakarta : Erlangga.

Juan, Stephen. 2006. Tubuh Ajaib. Jakarta : Gramedia.

Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta : Andi. M., Zenny J. 2012. Tes Buta Warna : Untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Calon

Pegawai. Jakarta : PapasSinar Sinanti.

Satori, jam‟an & Komariah, Aan. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Wade, Carole & Tavris, Carol. 2008. Psikologi (9th ed.). Jakarta : Erlangga.

Referensi dari Situs Internet / sumber media Elektronik :

AnneAhira. Tanpa tahun. Ilustrasi. Tersedia di: http://www.anneahira.com/ ilustrasi.htm

[4 April 2013]

(10)

78 C., Fajar. 2008. Analisis Karya Seni Grafis Teknik Cetak Tinggi Woodcut. Tersedia di: http://idemcorp.wordpress.com/2008/03/27/analisis-karya/

[27 Mei 2013]

Lubis, Nindya. 2012 (23 September). Rukmunal Hakim, Ilustrator Buta Warna. Tersedia di: http://perfectelle.wordpress.com/2012/09/23/rukmunal-hakim-ilustrator-buta-warna/

[19 Maret 2013]

Wijanarko, Lizard. 2010. Kontribusi Warna Bagi Kehidupan dan Karya Desain Komunikasi Visual. Tersedia di: http://www.ahlidesain.com/

kontribusi-warna-bagi-kehidupan-dan-karya-desain-komunikasi-visual.html

[16 September 2012]

Zulkarnain, A.; dkk. 2013. Beberapa Istilah dalam Teknik Melukis Cat Air. Tersedia di: http://hobby.ghiboo.com/beberapa-istilah-dalam-teknik-melukis-cat-air

[4 April 2013]

Referensi dari Karya Tulis :

Ekosiswi, Embun Kenyowati. 2009. Subyektifitas dalam Seni pada Pemikiran Kant, Hegel dan Nietzsche. Jakarta : Universitas Indonesia.

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Proses penginderaan menyadarkan akan adanya suara, warna, bentuk, dan elemen kesadaran lain. Dalam proses penginderaan tersebut tentu akan melalui proses persepsi. Mata merupakan salah satu indera yang sangat diperlukan dalam melakukan sensasi visual yang kemudian akan diteruskan ke dalam otak untuk memperoleh persepsi yang didasari oleh pengalaman subyek selama masa hidupnya. Pengalaman tersebut dapat dibantu dengan adanya indera lainnya selain indera penglihatan (mata), yaitu indera perasa (kulit), indera pengecap (lidah), indera penciuman (hidung) dan indera pendengaran (telinga). Kelima indera tersebut secara bekerja sama dapat mengakibatkan proses penginderaan tadi, yang kemudian akan menyimpulkan suatu obyek dengan tepat. Namun dari kelima indera tadi mata adalah alat indera utama yang menyebabkan manusia dapat mengenal suatu obyek berdasarkan warna dan obyek yang terlihat dari jauh tanpa tersentuh dan tercium sekalipun. Banyaknya warna yang dapat dilihat oleh manusia pun kerap kali menjadi perbincangan di bidang ilmu pengetahuan alam maupun bidang kesenian. Selama 300 tahun lebih para ilmuwan telah mencoba menjelaskan alasan macam-macam warna dapat terlihat.

(12)

2 maka akan menghasilkan kebutaan dalam warna. Teori trikromatik yang mendukung teori Palmer adalah teori Young-Helmholtz. Mereka menyatakan bahwa retina memiliki tiga jenis dasar sel kerucut (Birch, 2001, h. 10-11). Salah satu sel kerucut memiliki respon yang maksimal terhadap warna biru, jenis lain terhadap warna hijau dan yang terakhir terhadap warna merah. Ribuan warna yang dilihat merupakan kombinasi aktivitas dari ketiga jenis sel kerucut tersebut. Namun teori-teori mengenai trikomatik tersebut ditentang oleh teori Hering pada tahun 1870 yang menyatakan bahwa mata memiliki empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning dan biru (Atkinson; dkk, 1987, h. 241).

Kontroversi mengenai teori-teori ini akhirnya dipecahkan oleh Donder pada tahun 1881 yang menyatakan bahwa penglihatan akan warna diproses dalam rangkaian daerah pada mata, trikromasi dapat terjadi pada tingkat penerimaan, sinyal elektrik dari tiga tipe sel kerucut diproses pada sel syaraf pusat dan menghasilkan warna yang bertentangan dengan cahaya tergantung panjang gelombangnya. Konsep ini yang kemudian menjadi dasar teori penglihatan warna modern (Birch, 2001, h. 11). Namun dari sekian banyak kasus buta warna, yang sering ditemukan adalah buta warna merah-hijau. Juan (2006) berpendapat bahwa:

Buta warna total hanya terjadi bila seseorang melihat segala sesuatu dengan nuansa abu-abu. Lebih seringnya, seseorang yang mengalami penglihatan warna buruk merasa kesulitan melihat sebagian besar warna-warna merah dan hijau. Orang yang terkena buta warna-warna melihat warna-warna sebagai biru dan kuning. Namun, orang ini dapat belajar melihat warna merah dan hijau dengan mengenali beragam jumlah kecerahan yang berbeda. (h. 106)

(13)

3 mendukung, seperti titik, garis, bidang, ruang, warna dan tekstur (Kusrianto, 2009, h. 30-32). Unsur-unsur visual tersebut kemudian akan membentuk suatu komposisi yang kemudian memiliki nilai estetika.

Hal tersebut menjadikan warna sebagai salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan terutama dalam bidang desain. Warna merupakan bentuk ekspresi dari jiwa, warna akan menghasilkan sensasi yang berbeda-beda dari orang yang melihatnya, karena itu warna adalah bagian dari proses komunikasi. Warna merupakan salah satu unsur yang tidak bisa berdiri sendiri yang menjadi nilai estetika tersendiri. Penampilan suatu warna selalu dipengaruhi dan ditentukan oleh warna lain yang ada di sekitarnya. Warna merupakan tampilan fisik pertama yang sampai ke mata kita yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik itu benda mati atau benda hidup. Warna merupakan unsur pelengkap dari suatu obyek yang dapat mewakili suatu keadaan atau peristiwa. Warna dapat merangsang munculnya rasa ceria, sedih, gembira, dan lain-lain. Hal ini mengingatkan akan para penyandang buta warna, yang tidak peka dalam melihat suatu warna namun masih bisa mengenal warna. Walaupun warna yang dilihatnya belum tentu benar dan sama dengan yang dilihat oleh mata normal. Hal ini menjadikan persepsi akan suatu obyek atau keadaan yang sama menjadi berbeda.

(14)

4 menggunakan warna-warna yang dapat menyesatkan mereka, bahkan dapat menghabiskan waktu mereka. Mereka berfikir warna hitam dan putih saja sudah cukup untuk mewakili ekspresi mereka dalam suatu karya visual. Namun karya visual yang memiliki warna diluar warna hitam dan putih tentu menarik untuk dibahas. Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa persepsi berdasarkan dari pengalaman dan pengalaman berasal dari proses indera. Pengalaman akan suatu warna selama masa hidupnya tentu akan mempengaruhi proses yang dilakukan oleh penyandang buta warna dalam berkarya.

Rukmunal Hakim adalah salah satu penyandang buta warna total yang masih mengasah kemampuannya dalam hal membuat suatu karya visual. Meskipun mayoritas karya ilustrasi yang dihasilkannya merupakan karya ilustrasi hitam putih, namun diantara karya-karyanya tersebut terdapat beberapa karya ilustrasi yang berwarna. Karya ilustrasinya yang berwarna tersebut menjadi menarik untuk diteliti mengingat kekurangannya dalam melakukan persepi akan warna, serta melihat keunikan dalam penggunaan warna dalam setiap karya ilustrasi berwarnanya. Karya visual merupakan salah satu media yang digunakan dalam komunikasi. Dalam proses komunikasi tentu mengandung arti dan tujuan. Ilustrasi yang merupakan suatu media pun memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam memvisualkan atau mengkomunikasikan sesuatu.

(15)

5 mengenai bagus atau buruknya suatu karya tetapi juga dapat membicarakan suatu keunikan unsur atau prinsip yang terbentuk dari karya visual tersebut.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, sebagai penyandang buta warna total ditemukan masalah-masalah yang dapat dialami oleh Rukmunal Hakim dalam proses berkarya, yaitu :

 Penyandang buta warna memiliki kelemahan atau kebutaan akan suatu unsur atau kombinasi warna tertentu, yang menyebabkan persepsi Rukmunal Hakim akan suatu warna pada obyek tertentu menjadi berbeda.

 Media ilustrasi yang dihasilkan oleh Rukmunal Hakim tentu memiliki kegunaan atau fungsi.

 Warna merupakan salah satu unsur visual yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia desain, begitu pula dengan karya yang dihasilkan oleh Rukmunal Hakim.  Dalam proses pembuatan karya visual tentu pemilihan warna menjadi hal yang

diperhatikan oleh Rukmunal Hakim.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Bagaimana kualitas karya visual Rukmunal Hakim sebagai penyandang buta warna total.

 Apa aspek yang mendasari pemilihan warna dalam proses berkarya Rukmunal Hakim.

I.4 Pembatasan Masalah

(16)

6 proses menghasilkan karya. Rukmunal Hakim adalah seorang penyandang buta warna total yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Sampel merupakan salah satu contoh yang dianggap dapat menunjukkan karakteristik tertentu dari suatu kelompok. Sampel dipilih berdasarkan pengalamannya dalam menghasilkan karya pada kegiatan-kegiatan yang telah diikuti, maupun keunikan yang menjadi khas pada karyanya. Khas yang dipilih difokuskan pada karya ilustrasinya yang berwarna, terlihat dari pemilihan warna dan bentuk sapuan pada setiap karya ilustrasinya. Ilustrasi yang berwarna dibatasi dengan ilustrasi yang tidak hanya menggunakan warna hitam dan putih saja.

Proses pengerjaan ilustrasi manual untuk penyandang buta warna tentu akan menghadapi tantangan dalam hal pemilihan warna, dikarenakan keterbatasannya dalam mengenal spektrum warna. Dengan keterbatasannya tersebut tentu subyek akan menentukan proses pemilihan warna yang sesuai dengannya dengan mempertimbangkan aspek tertentu. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi subyek dalam proses berkarya, dari konsep hingga proses eksekusi karya. Sampel objek yang akan dianalisis berdasarkan teknik yang digunakan, yaitu bentuk dari sapuannya. Seperti pada gambar di bawah ini, sampel pertama yang berjudul Untitled-1 menggunakan sapuan garis yang melengkung sedangkan sampel kedua yang berjudul Untitled Woman 01 menggunakan sapuan lurus dan besar.

Gambar I.1 Sampel Objek

(17)

7 Selain itu ilustrasi Untitled-1 dipilih untuk dijadikan sampel pada kelompok ilustrasi yang memiliki pola yang terbentuk dari bentuk garisnya serta menghasilkan tekstur tertentu, dan ilustrasi Untitled Woman 01 dipilih untuk dijadikan sampel pada kelompok ilustrasi yang terdapat campuran warna hitam dan putih. Kedua ilustrasi tersebut mewakili mayoritas tema ilustrasi yang ada, yaitu binatang dan wanita.

Sedangkan kualitas dalam karya visual yang akan diteliti adalah berdasarkan kesatuan, keselarasan, keseimbangan dan perlawanan. Definisi mengenai kualitas yang digunakan dalam penelitian ini mendukung definisi yang diungkapkan oleh Dharsono. Dharsono (2007) mengatakan bahwa “keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast)” (h. 2). Dari pembahasan prinsip komposisi, keseimbangan dapat dibagi menjadi berbagai kriteria, yaitu keseimbangan formal (simetris) dan keseimbangan informal (asimetris), oleh karena itu kesetangkupan akan dimasukkan ke dalam keseimbangan. Dengan penggunaan prinsip-prinsip tersebut, kualitas pada suatu karya dapat diteliti hingga pada bagian yang detail, mencakup semua hal yang ada pada suatu karya berupa penggunaan unsur-unsur pada karya ilustrasinya, bukan berdasarkan baik atau buruknya karya yang dihasilkan. Namun dari kualitas tersebut, kemudian akan dikaitkan dengan keadaannya sebagai penyandang buta warna total hingga menghasilkan suatu nilai. Pemilihan warna dalam penelitian ini dibatasi oleh alasan subyek dalam penggunaan warna-warna tertentu pada karya-karyanya yang kemudian dilihat kebenarannya melalui data yang sudah ada sebelumnya.

I.5 Metode Penelitian

Sebelum data dapat dianalisis dan mendapatkan kesimpulan yang sesuai berdasarkan data-data tersebut, tentu terdapat tahapan yang harus dilakukan sebelumnya. Tahapan utama yang harus dilakukan adalah penelitian. Satori

(18)

8 untuk memenuhi keingintahuan manusia tentang sesuatu yang dilihat atau didengar dengan mempergunakan ukuran kebenaran yang dianutnya” (h. 20). Untuk mengetahui kebenaran dari data-data maupun fakta tersebut diperlukan sebuah metode atau teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif. Satori (2012) menjelaskan “penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/ jasa” (h. 22). Metode penelitian kualitatif digunakan karena penelitiannya memiliki latar alamiah dengan sumber data yang langsung dan kuncinya adalah peneliti itu sendiri. Bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana suatu kejadian terjadi. Berfokus pada proses dan hasil adalah ketentuannya. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu proses penalaran dari khusus ke umum. Mementingkan makna, yaitu peneliti menjelajahi data-datanya secara mendalam untuk mengetahui maksud dari sesuatu. Serta menjadikan fokus studi sebagai batas penelitian. Creswell (seperti dikutip Satori, 2012) berpendapat bahwa :

Qualitative research is an inquiry proses of understanding based on distinct methological tradisions of inquiry that explore social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in natural setting. (h. 24)

(19)

9 Data-data kualitatif dapat diperoleh dari tinjauan pustaka atau studi literatur, observasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini observasi dan wawancara merupakan data utama atau data primer. Penelitian ini diambil berdasarkan satu sampel yang dapat mewakili penyandang buta warna total, yaitu Rukmunal Hakim. Sampel bertempat tinggal di Jalan Neptunus Timur III Blok K2 No.66-67 Margahayu Raya, Bandung. Data sekunder dalam penelitian ini adalah studi literatur, yang berfungsi untuk menganalisa fakta yang sudah ada dengan data yang diperoleh di lapangan. Sehingga dapat dilanjutkan dengan analisa data yang sesuai.

 Observasi.

Observasi merupakan penelitian yang dilakukan langsung di lapangan, meneliti aktivitas subyek dan interaksinya dalam kelompok maupun dengan orang lain. Dalam observasi penelitian tidak hanya dilakukan pada subyek manusia saja, benda maupun suasana pun dapat dijadikan bahan dalam pengumpulan data. Oleh karena itu observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling utama (Satori, 2012, h. 104). Observasi yang dilakukan berupa pengamatan terhadap subyek yaitu Rukmunal Hakim dengan obyek yaitu karya ilustrasi manual, barang-barang serta keadaan yang ada disekitarnya saat dilakukannya observasi. Kamera video dibutuhkan dalam melaksanakan observasi agar aktivitas subyek dengan obyeknya dapat terekam dengan baik dan sesuai dengan fakta yang sedang terjadi.

 Wawancara.

(20)

10 yang telah disiapkan dapat diuraikan oleh subyek dan terekam secara detail, jadi data yang diperoleh tidak hanya secara tertulis dan singkat, sehingga tidak ada data yang terbuang. Selain perekam suara, proses wawancara juga dapat direkam menggunakan video recorder.

 Studi Literatur.

Dalam studi literatur dipelajari teori ataupun materi-materi yang berhubungan dengan perumusan masalah dan batasan masalah yang telah disebutkan tadi. Diantaranya mengenai karya visual, ilustrasi, penjelasan mengenai penyandang buta warna, warna, teori warna dan psikologi warna, kualitas karya, serta pembahasan tentang model Feldman. Sumber literatur dapat berupa buku, makalah, website, blog, jurnal, modul, maupun e-book yang berisi gambar, teks, foto dan sejenisnya.

(21)

11 Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, yaitu untuk mengetahui kualitas yang ada pada suatu karya, maka teori estetika tentu dibutuhkan pada tahapan-tahapan analisa, dikarenakan estetika merupakan hal yang mendasari sebuah karya visual. Pandangan maupun pemikiran mengenai estetika pun menjadi sulit untuk ditarik kesimpulannya, karena definisinya yang beragam oleh para filsuf maupun seniman. Namun dalam penelitian ini dibutuhkan teori yang mendukung untuk memastikan apa yang dimaksud dengan estetika, dan apa hubungannya dengan kualitas. Teori Dharsono yang mengungkapkan tentang kualitas dianggap mampu mendefinisikan kualitas secara formal dan sesuai dengan penelitian ini. Beberapa prinsip disesuaikan agar tidak terjadi tumpang-tindih pada proses analisis data.

Dengan penggunaan teori Feldman berupa tahapan-tahapan analisis yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi dan evaluasi, dikombinasikan dengan teori Dharsono mengenai kualitas, yaitu kesatuan, keselarasan, keseimbangan dan perlawanan, maka semua unsur yang membentuk komposisi dalam karya visual tersebut dapat teranalisa dengan baik sesuai dengan tahapan-tahapannya. Tahap akhir yaitu evaluasi dapat mengaitkan makna yang terkandung dalam suatu karya dengan keadaannya sebagai penyandang buta warna total, kemudian dianalisis dengan pemilihan warna yang ada. Walaupun dalam analisis formal akan diungkapkan mengenai kualitas, namun tahapan analisis dengan menggunakan model Feldman ini akan terus dilakukan hingga tahap evaluasi atau penilaian, karena penilaian keseluruhan prinsip dari kualitas tersebut ada pada tahap terakhir.

(22)

12

Gambar I.1 Bagan Analisis Ilustrasi Karya Rukmunal Hakim

I.6 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu :

 Untuk mengetahui kualitas karya visual Rukmunal Hakim sebagai penyandang buta warna total.

(23)

13 I.7 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian terhadap penyandang buta warna yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademis maupun praktis, yaitu :

I.7.1 Manfaat Akademis

Mengembangkan pemahaman mengenai unsur-unsur visual yang dipelajari dalam ilmu desain komunikasi visual. Memberikan wawasan mengenai karya orang lain, khususnya penyandang buta warna yang tidak mempelajari bidang desain komunikasi visual secara akademis, namun dapat menghasilkan karya yang dapat diterima oleh masyarakat. Menjadi paham akan makna dari unsur visual yang kasat mata, khususnya warna. Juga memahami prinsip-prinsip komposisi yang baik dan mengetahui hal-hal yang dibutuhkan untuk menentukan kualitas yang ada dalam sebuah karya.

I.7.2 Manfaat Praktis

Memberikan kontribusi kepada para pembaca mengenai cara pandang penyandang buta warna akan suatu karya, juga membantu mengapresiasi karya seseorang yang dianggap tidak mampu bersaing dengan karya lain karena keterbatasannya. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan masukan dalam mendukung materi-materi perkuliahan bagi universitas, khususnya program studi desain komunikasi visual.

I.8 Sistematika Penulisan

(24)

14 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian latar belakang masalah yang mendasari pentingnya diadakan penelitian, identifikasi, perumusan dan pembatasan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II PENYANDANG BUTA WARNADANKARYA VISUAL

Bab ini berisi uraian dari beberapa sumber literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji, yaitu mengenai penyandang buta warna, klasifikasinya, karya visual dan proses berkarya, serta unsur-unsur desain dan prinsip-prinsip komposisi yang merupakan acuan dari kualitas karya.

BAB III ILUSTRASI KARYA RUKMUNAL HAKIM

Mencakup tentang biografi singkat penyandang buta warna total tersebut, tanggapannya dalam memandang suatu karya khususnya mengenai warna, tahapan dalam pembuatan karya, beberapa karya ilustrasi manualnya, media yang digunakan, dan pemilihan warna pada karya yang dihasilkannya.

BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM

Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian atas karya penyandang buta warna, dengan menggunakan model Feldman terhadap beberapa sampel. Sampel-sampel tersebut akan dikaji kualitas karyanya yang pada akhirnya mengacu kepada proses pemilihan warna yang dilakukan oleh Rukmunal Hakim, seorang penyandang buta warna total.

BAB V KESIMPULAN

(25)

15

BAB II

PENYANDANG BUTA WARNA DAN KARYA VISUAL

II. 1 Penyandang Buta warna

Zenny (2012) menjelaskan “buta warna merupakan suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga warna yang kita lihat tidak terlihat sesuai

dengan warna yang dilihat mata normal” (h. 20). Buta warna merupakan

gangguan penglihatan yang disebabkan apabila penderita sensitif terhadap warna bahkan tidak dapat membedakan warna. Namun buta warna tidak berarti tidak dapat melihat warna, penyandang buta warna dapat melihat warna sesuai dengan apa yang dapat ditangkap oleh matanya. Tentu warna yang dilihatnya tersebut tidak sama dengan apa yang dilihat oleh mata normal, bahkan sangat berbeda. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai mata dan cara kerjanya, teori penglihatan warna dan klasifikasi buta warna.

II.1.1 Mata dan Cara Kerjanya

Mata merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk menangkap cahaya. Melalui mata, manusia akan menerima informasi dari dunia luar, informasi tersebut kemudian akan diteruskan ke otak untuk diolah sehingga informasi yang diperoleh tadi dapat diterima dengan baik oleh manusia.

(26)

16 Gambar II.1 Pembentukan Bayangan di Mata

Sumber : Wade (2008)

II.1.2 Teori Penglihatan Warna

Selama 300 tahun lebih para ilmuwan telah mencoba menjelaskan alasan macam-macam warna dapat terlihat. Pada tahun 1666 Sir Isaac Newton menguji tentang fenomena warna dengan sebuah prisma. Ia meletakkan sebuah prisma di depan sebuah lubang jendela pada ruang yang gelap dan membiarkan sorotan sinar matahari menembus prisma, yang kemudian membentuk suatu spektrum pada selembar kertas putih. Hasil temuan Sir Isaac Newton ini dimuat dalam bukunya “Optics” (1704). Ia mengungkapkan bahwa warna itu ada dalam cahaya. Namun faktanya penglihatan akan warna disebabkan oleh proses penginderaan yang beragam. Menurut Atkinson, dkk (1987, h. 241-245) teori penglihatan warna terdiri dari teori trikomatik, teori warna oponen dan teori warna dua stadium.

Gambar II.2 Eksperimen Newton

(27)

17

1. Teori Trikromatik.

(28)

18

2. Teori Warna Oponen.

Ewald Hering mengamati bahwa semua warna dapat dideskripsikan secara fenomologis sebagai warna merah, hijau, kuning dan biru. Hering menyatakan bahwa tidak ada warna yang ditangkap sebagai hijau kemerahan atau biru kekuningan. Namun campuran merah dan biru mungkin nampak kuning, dan campuran kuning dan biru nampak putih. Observasi tersebut menyatakan bahwa merah dan hijau membentuk pasangan oponen, seperti halnya kuning dan biru. Hering menekankan bahwa warna dalam pasangan oponen tidak dapat ditangkap secara bersamaan. Observasi fenomologis tersebut menyebabkan Hering mengajukan teori alternatif penglihatan warna yang disebut teori warna-oponen. Hering meyakini bahwa sistem visual memiliki dua reseptor yang sensitif pada warna-warna tertentu. Satu reseptor sensitif terhadap panjang gelombang merah-hijau, sedangkan satu reseptor yang lain sensitif terhadap panjang gelombang biru-kuning. Tiap unit berespon dengan cara yang berlawanan dengan warna oponennya. Misalnya reseptor merah-hijau akan meningkatkan sensitifitasnya apabila melihat warna merah dan menurunkan sensitifitasnya terhadap warna hijau. Oleh karena warna dalam pasangan oponen tidak dapat ditangkap secara bersamaan, maka hijau kemerahan dan biru kekuningan tidak dapat terjadi. Sedangkan putih dapat terlihat apabila kedua tipe reseptor seimbang (Atkinson; dkk, 1987, h. 242-243).

Teori ini menjelaskan bagaimana manusia dapat melihat berbagai macam warna. Teori warna oponen mendapat banyak dukungan setelah ditemukannya sel oponen warna oleh DeValois dan Jacob pada tahun 1984. Sel tersebut aktif secara spontan, meningkatkan aktifitasnya sebagai respon dari suatu rentan panjang gelombang dan menurunkannya sebagai respon pada rentan panjang gelombang yang lain. Teori warna trikomatik dan teori warna oponen berkompetisi selama lebih dari separuh abad (Atkinson; dkk, 1987, h. 244).

3. Teori Warna Dua Stadium.

(29)

19

rangkaian daerah pada mata, trikromasi dapat terjadi pada tingkat penerimaan, sinyal elektrik dari tiga tipe sel kerucut diproses pada sel syaraf pusat dan menghasilkan warna yang bertentangan dengan cahaya tergantung panjang gelombangnya. Konsep ini yang kemudian menjadi dasar teori penglihatan warna modern (Birch, 2001, h. 11).

Teori yang paling lengkap diajukan oleh Jameson dan Hurvich pada tahun 1981. Mereka menyatakan tentang bagaimana reseptor pendek, medium dan panjang berhubungan dengan sel oponen warna untuk menghasilkan suatu sensasi warna. Sel oponen biru-kuning menerima masukan pembangkit dari reseptor pendek dan masukan penahan dari reseptor panjang. Jika terdapat muatan yang membangkitkan, pandangan oponen menghasilkan warna biru, namun apabila muatan penahannya lebih dominan, maka oponen akan menghasilkan isyarat warna kuning. Jika muatan yang diberikan seimbang maka akan menghasilkan warna kelabu. Hal ini juga terjadi pada reseptor oponen merah-hijau. Teori Jameson dan Hurvich ini disebut dengan teori warna dua stadium (Atkinson; dkk, 1987, h. 244-245).

II.1.3 Klasifikasi Buta Warna

Tidak semua penyandang buta warna mengalami masalah penglihatan warna yang sama. Berikut ini adalah klasifikasi buta warna menurut Zenny (2012, h. 22-24) :

1. Monokromasi. Monokromasi merupakan jenis gangguan mata yang sangat jarang ditemukan. Monokromasi sendiri dibagi menjadi 2 jenis, yaitu rod monokromasi dan cone monokromasi.

Rod monokromasi

(30)

20 Gambar II.3 Simulasi Rod Monokromasi

Sumber : http://www.colour-blindness.com/variations/ (9 Oktober 2012)

Cone monokromasi

Merupakan salah satu jenis buta warna yang disebabkan karena tidak berfungsinya dua sel kerucut pada retina. Penderita cone monokromasi masih bisa melihat warna tertentu karena 1 sel kerucutnya masih berfungsi.

Gambar II.4 Simulasi Blue-Cone Monokromasi

Sumber : http://www.cvrl.org/gallery/Dichromat_spectra.htm (19 Agustus 2013)

2. Dikromasi. Dikromasi yaitu tidak berfungsinya salah satu sel fotoreseptor pada retina mata. Dikromasi sendiri dibagi menjadi 3 jenis sesuai dengan sel kerucut yang mengalami kerusakan, yaitu :

 Protanopia

Merupakan jenis dikromasi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya reseptor penangkap panjang gelombang merah. Menyebabkan penyandang protanopia tidak dapat melihat spektrum cahaya merah. Biasa disebut juga buta warna merah hijau.

Gambar II.5 Simulasi Protanopia

(31)

21

 Deutanopia

Merupakan jenis dikromasi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya reseptor penangkap panjang gelombang hijau. Menyebabkan penyandang protanopia kesulitan dalam membedakan hue pada spektrum warna merah dan hijau.

Gambar II.6 Simulasi Deutanopia

Sumber : http://www.colour-blindness.com/variations/ (9 Oktober 2012)

 Tritanopia

Merupakan jenis dikromasi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya reseptor penangkap panjang gelombang pendek, yaitu reseptor yang menangkap cahaya berwarna biru. Menyebabkan penyandang tritanopia kesulitan dalam membedakan warna biru-kuning dari spektrum cahaya. Penyandang buta warna tritanopia juga disebut dengan penyandang buta warna biru-kuning.

Gambar II.7 Simulasi Tritanopia

Sumber : http://www.colour-blindness.com/variations/ (9 Oktober 2012)

(32)

22

 Protanomaly

Merupakan jenis trikomasi yang disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas mata terhadap cahaya merah. Mengakibatkan penderita tidak dapat membedakan spektrum warna merah-hitam.

 Deuteranomaly

Merupakan jenis trikomasi yang disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas mata terhadap cahaya hijau. Mengakibatkan penderita kesulitan dalam membedakan hue dalam arena spektrum warna merah,orange, kuning, dan hijau. Warna yang mereka lihat hue-nya lebih mendekati warna merah.  Tritanomaly

Merupakan jenis trikomasi yang disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas mata terhadap cahaya biru. Penglihatan akan panjang gelombak pendek (biru) ini bergeser ke arah hijau dari spektrum warna.

II.1.4 Tes Buta Warna

Tes yang biasa dilakukan untuk mengetahui seseorang itu buta warna atau tidak adalah tes ishihara dan tes menyusun warna. Namun yang sering digunakan oleh kalangan medis adalah tes ishihara.

Gambar II.8 Tes Ishihara

Sumber : http://www.thetelegram.com/News/Local/2010-07-27/ article-1619400/C-is-for-colour-blind/1 (10 Oktober 2012)

Gambar II.9 Tes Menyusun Warna

(33)

23

Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal. Di bawah ini adalah beberapa contoh plate pada tes buta warna ishihara :

Mata normal, buta warna merah-hijau, maupun buta warna total akan melihat angka 12.

Gambar II.10 Plate Tes Ishihara 1

Sumber : http://www.colour-blindness.com/ colour-blindness-tests/ishihara-colour-test-plates/ (9 Oktober 2012)

Mereka yang memiliki penglihatan warna yang normal melihat angka 8. Sedangkan penyandang buta warna hijau merah akan melihat angka 3. Penyandang buta warna total tidak dapat melihat angka apa pun.

(34)

24

Mereka yang memiliki penglihatan warna yang normal melihat angka 74. Sedangkan penyandang buta warna hijau merah akan melihat angka 21. Penyandang buta warna total tidak dapat melihat angka apa pun.

Gambar II.12 Plate Tes Ishihara 3 Sumber : http://www.colour-blindness.com/ colour-blindness-tests/ishihara-colour-test-plates/ (9 Oktober 2012)

Mereka yang memiliki penglihatan warna yang normal melihat angka 5. Sedangkan penyandang buta warna tidak dapat melihat angka apa pun.

Gambar II.13 Plate Tes Ishihara 4 Sumber : http://www.colour-blindness.com/ colour-blindness-tests/ishihara-colour-test-plates/ (9 Oktober 2012)

Orang-orang yang memiliki penglihatan warna normal dan buta warna total tidak dapat melihat angka apa pun. Sedangkan penyandang buta warna hijau merah akan melihat angka 45.

(35)

25

Mereka yang memiliki penglihatan warna yang normal melihat angka 26. Sedangkan penyandang buta warna protanopia akan melihat angka 6, buta warna protonomaly samar-samar akan melihat angka 2. Penyandang buta warna deuteranopia akan melihat angka 2, buta warna deuteranomaly samar-samar akan melihat angka 6. Penyandang buta warna total tidak dapat melihat angka apa pun.

II.2 Karya Visual

Karya merupakan hasil buatan atau pekerjaan. Sedangkan visual adalah yang dapat dilihat dengan mata. Ekosiswi (2009) mengatakan “visual dapat menunjuk pada berbagai hal seperti mimpi, imajinasi, seni, tulisan, ruang cyber dan semua penggambaran baik fisik maupun metafisik” (h. 79). Karya visual dapat didefinisikan sebagai hasil pekerjaan yang dapat dilihat dengan mata yang berasal dari pemikiran creator. Macam-macam karya visual diantaranya adalah foto, tipografi, animasi, poster, brosur, komik, lukisan, ilustrasi, video, packaging dan lain sebagainya.

II.2.1 Proses Penciptaan Karya Visual

Karya visual diciptakan dengan kemampuan masing-masing pembuat karya. Proses penciptaan karya atau tahap kreasi akan melalui tahapan-tahapan tertentu. Seperti yang ditulis Damajanti dalam bukunya Psikologi Seni, proses kreasi menurut Wallas akan melibatkan empat tahap berurutan, yaitu preparation, incubation, illumination, dan verification (Damajanti, 2006, h. 23).

Proses berkarya berawal dari tahap persiapan (preparation), yaitu tahap pengumpulan informasi untuk memecahkan suatu masalah. Pengeraman

Gambar II.15 Plate Tes Ishihara 6 Sumber : http://www.colour-

(36)

26

(incubation), yaitu proses secara pra-sadar untuk menimbulkan suatu inspirasi. Tahap mendapatkan ilham (illumination), merupakan saat dimana timbulnya inspirasi atau gagasan baru. Tahap pembuktian atau pengujian (verification), yaitu tahap ketika ide tersebut harus diuji terhadap realitas.

II.2.2 Unsur-unsur Dalam Karya Visual

Dalam suatu karya visual terdapat beberapa unsur yang dapat diperhatikan, unsur- unsur tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Titik

Titik merupakan salah satu unsur visual yang berukuran kecil, yang ukuran panjang atau lebarnya tidak memiliki arti dan sering ditampilkan ke dalam bentuk kelompok, dengan variasi jumlah, susunan dan kepadatan tertentu (Kusrianto, 2007, h. 30).

2. Garis

Garis merupakan salah satu unsur visual yang dapat menghadirkan batas dari suatu bentuk. Cirinya adalah memiliki arah dan memanjang. Kualitas garis ditentukan oleh orang yang membuatnya serta media yang digunakannya. Berikut adalah macam-macam garis beserta efek psikologi yang dihasilkannya: a. Berdasarkan bentuk garisnya

Tabel II.1 Macam-macam Garis Berdasarkan Bentuk Sumber : Davis (1980)

Variasi Tampilan Kesan

Lurus Langsung, maskulin, tepat, yakin, kaku, keras

Lengkung Lemah-lembut, fleksibel, bebas, lepas, anggun, feminim, pasif

(37)

27

stabil, tidak teratur, menggairahkan Spiral Ramai, aktif, lembut, feminim, ramai,

elastis, ketidakpercayaan.

Bergelombang Feminim, berombak, lembut, mengalir, anggun, fleksibel, ragu-ragu

Berlekuk Kelembutan, kefeminiman, kegembiraan Zig-zag Tajam, ramai, maskulin, kasar, kaku

Berkerut Kasar, kompleks

b. Berdasarkan ketebalan garisnya

Tabel II.2 Macam-macam Garis Berdasarkan Ketebalan Sumber : Davis (1980)

Variasi Tampilan Kesan

Tebal Kuat, agresif, tegas, yakin, maskulin

Tipis Lemah-lembut, mempercantik, feminim,

pasif, tenang, halus

Tidak rata Goyah, ketidakpercayaan, bertanya, tidak aman

Rata Halus, licin, sopan, ramah, kokoh, aman, tegas, akrab, pasti

c. Berdasarkan kerapatan garisnya

Tabel II.3 Macam-macam Garis Berdasarkan Kerapatan Sumber : Davis (1980)

Putus-putus Kurang pasti, sederhana, playful, memotong

(38)

28

Kombinasi Dekorasi, rapuh, sederhana

3. Bidang (Shape)

Bidang merupakan unsur visual yang memiliki panjang dan lebar. Bidang dibagi menjadi dua macam berdasarkan bentuknya, yaitu bidang geometri dan bidang non-geometri. Bidang geometri adalah bidang yang mudah untuk diukur luasnya, seperti persegi, persegi panjang, segitiga,dan lain sebagainya. Sedangkan bidang non-geometri adalah bidang yang sukar untuk diukur luasnya, karena bentuknya yang bebas. Shape dapat terjadi apabila dibatasi oleh sebuah garis atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur. Dalam pengolahan objek akan terjadi perubahan wujud sesuai dengan selera maupun latar belakang sang seniman. Macam-macam perubahan wujud menurut Dharsono (2007), yaitu :  Stilisasi, merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk keindahan

dengan cara menggayakan objek dan atau benda yang digambar, yaitu dengan cara menggayakan setiap garis pada objek atau benda tersebut. Contoh : motif batik, lukisan tradisional batik (h. 71).

 Distorsi, merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan cara menyangatkan wujud-wujud tertentu pada benda atau objek yang digambar, misalnya pada penggambaran tokoh gatot kaca atau penggambaran topeng (h. 71).

 Transformasi, merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan cara memindahkan wujud atau figur dari objek lain ke objek yang digambar. Contohnya penggambaran dalam pewayangan yang menggambarkan perpaduan sifat antara binatang dan manusia (h. 72).  Disformasi, merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada

(39)

29

4. Ruang

Ruang dibentuk berdasarkan bidang yang membangunnya. Ruang mengarah pada bentuk tiga dimensi, sehingga keberadaannya tidak dapat diraba, namun dapat dimengerti. Ruang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu ruang nyata dan ruang semu. Ruang nyata adalah ruang yang dapat dibuktikan keberadaannya dengan indera peraba dan sesuai dengan apa yang dilihat. Sedangkan ruang semu adalah ruang yang tidak dapat dibuktikan keberadaannya dengan indera peraba, namun hanya dapat ditangkap oleh indera penglihatan.

5. Warna

Kusrianto (2009) menjelaskan “warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan pelukisnya dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan serta mampu merancang munculnya rasa haru, sedih, gembira, mood atau

semangat, dll” (h. 46). avis (seperti dikutip Darmaprawira, 2002) warna

eksternal adalah warna yang bersifat fisika dan faali, sedangkan warna internal adalah warna sebagai persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya. Berdasarkan pemaparan tersebut, warna dapat didefinisikan sebagai suatu unsur visual yang dapat mempengaruhi persepsi dan mampu mempengaruhi emosi atau suasana hati bagi yang melihatnya. Oleh karena itu peranan warna dapat dibedakan menjadi: warna sebagai warna, yaitu warna hadir untuk membedakan ciri dari sesuatu hal dengan sesuatu yang lain. Warna sebagai representasi alam, yaitu warna hadir sebagai gambaran tentang apa yang dilihatnya, seperti pada gambar naturalis atau realis. Warna sebagai tanda/ lambang/ simbol, yaitu warna hadir sebagai suatu kebiasaan umum yang telah dikenal oleh masyarakat luas (Dharsono, 2007, h. 76-77).

Psikologi Warna

(40)

30

menurut Molly E. Holzschlag seorang pakar tentang warna seperti yang dikutip Kusrianto (2009, h. 47) :

Tabel II.4 Psikologi Warna Sumber : Kusrianto (2009)

Warna Kesan Psikologis yang Ditimbulkan

Merah Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas, bahaya.

Biru Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, perintah. Hijau Alami, kesehatan, pandangan yang enak,

kecemburuan, pembaruan.

Kuning Optimis, harapan filosofi, ketidakjujuran/ kecurangan, pengecut, pengkhianatan. Ungu Spiritual, misteri, keagungan,

perubahan bentuk, galak, arogan. Orange Energi, keseimbangan, kehangatan.

Coklat Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan.

Abu-abu Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak. Putih Kemurnian/ suci, bersih, kecermatan,

tanpa dosa, steril, kematian.

Hitam

Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan, keanggunan.

Dimensi Warna

(41)

31

 Nama Warna (Hue)

Nama warna dibutuhkan untuk dapat membedakan warna antara yang satu dengan warna yang lain.

Gambar II.16 Lingkaran Warna Munsell Sumber : Darmaprawira (2002)

 Nilai Warna

Nilai warna merupakan tigkat kecerahan pada warna. Nilai yang cerah akan menambah ukuran luas suatu objek, sedangkan nilai gelap akan terlihat memperkecil ukuran objek.

Gambar II.17 Nilai Warna Sumber : Darmaprawira (2002)

 Intensitas Warna (Chroma)

Intensitas warna adalah kekuatan atau kelemahan warna , daya pancar warna dan kemurnian warna. Kesamaan dan perbedaan intensitas warna akan mempengaruhi hubungan atau komposisi antar warna.

(42)

32

Komposisi Warna

armaprawira (2002) menjelaskan “komposisi adalah susunan warna-warna

yang diatur untuk tujuan seni, baik seni rupa murni seperti lukisan, patung, seni grafis, keramik, maupun untuk seni terpakai atau desain” (h. 65). Komposisi pada sebuah karya akan menghasilkan nilai estetika tersendiri. Berikut adalah macam-macam komposisi warna menurut Darmaprawira (2002, h. 68-85) :  Susunan warna perulangan

Pengulangan warna berarti menggunakan warna yang di tempat yang berbeda pada suatu komposisi. Memberikan kesan tenang dan halus. Tetapi akan memberikan kesan yang membosankan apabila terlalu banyak digunakan.

 Susunan warna selaras

Warna selaras biasanya berskema warna monokromatik atau analogus (komposisi warna dengan warna yang berdampingan dalam lingkaran warna). Namun selain dari skema warna tersebut, warna selaras juga dapat dihasilkan dari keselarasan warna-warna kontras. Keselarasan monokhromatik adalah campuran warna dari ketiga dimensi warna, yaitu dengan hue yang sama namun value dan chroma yang berbeda. Keselarasan polikhromatik merupakan campuran warna murni dengan salah satu deret nilai. Keselarasan kontras adalah susunan komposisi warna dengan menggunakan warna yang bertentangan.

(43)

33 Gambar II.20 Keselarasan Polikhromatik

Sumber : Darmaprawira (2002)

Gambar II.21 Keselarasan Kontras Sumber : Darmaprawira (2002)

Keselarasan kontras dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kontras warna yang merupakan kombinasi warna yang letaknya bersebrangan (skema warna triad maupun tetrad), hitam dan putih termasuk jenis komposisi ini. Sifat yang ditonjolkan dari komposisi ini adalah kuat, teguh dan pasti.

(44)

34

Kontras nilai, yaitu dengan menggunakan terang gelapnya warna. Kontras suhu warna, yaitu komposisi yang menggunakan panas dinginnya warna. Deretan warna panas dalam lingkaran warna dimulai dari Merah-Ungu sampai Kuning. Sedangkan yang termasuk ke dalam warna sejuk adalah deretan yang mulai dari Kuning-Hijau sampai Ungu. Kontras komplementer, yaitu komposisi warna dengan menggunakan warna yang letaknya berhadapan pada lingkaran warna.

Gambar II.23 Skema Warna Komplementer, Double Komplementer, dan Split Komplementer

Sumber : Darmaprawira (2002)

Kontras simultan, yaitu komposisi warna-warna kontras yang apabila disatukan akan menghasilkan gejala ilusi. Kontras simultan terjadi pada komposisi warna yang mengandalkan perbedaan nilai dan intensitas warna. Kontras saturasi merupakan komposisi warna kontras yang saturasinya maksimal. Kontras ekstensi merupakan komposisi yang memperlihatkan jumlah atau proporsi besar kecilnya warna atau banyak sedikitnya warna dengan warna lainnya.

(45)

35

6. Tekstur

Tekstur merupakan nilai raba dari suatu permukan. Tekstur dapat dibagi menjadi dua berdasarkan fisiknya, yaitu tekstur halus dan tekstur kasar. Sedangkan berdasarkan tampilannya tekstur juga dibagi menjadi dua, yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Suatu tekstur dapat disebut nyata apabila terdapat kesamaan sensasi antara perabaan dan penglihatan, dan dapat disebut semu apabila terdapat perbedaan sensasi antara perabaan dan penglihatan (Kusrianto, 2009, h. 32).

II.2.3 Kualitas Karya

Dalam sebuah karya desain tentu memperhatikan prinsip-prinsip sebuah komposisi. Prinsip-prinsip komposisi tersebut diantaranya adalah keselarasan, kontras, kesatuan, keseimbangan, kesederhanaan, aksentuasi, dan proporsi.

harsono (2007) mengatakan bahwa “keindahan pada dasarnya adalah sejumlah

kualitas pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast)” (h. 2). Namun karena kesetangkupan sama dengan pembahasan keseimbangan, maka prinsip- prinsip dalam komposisi yang akan dibahas adalah unity, harmony, balance, dan contrast. Berikut pembahasannya menurut Dharsono (2007) :

1. Kesatuan (Unity)

(46)

36 Gambar II.25 Kesatuan

Sumber : Kusrianto (2009)

2. Keselarasan (Harmony)

Jika unsur-unsur dalam suatu karya visual dipadukan secara berdampingan maka akan menimbulkan kombinasi tertentu dan akan menimbulkan keserasian atau keselarasan (h. 80).

Gambar II.26 Paduan Selaras Bentuk Sumber : Dharsono (2007)

3. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan adalah keadaan atau kesamaan kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan unsur-unsur lainnya (h. 83). Terdapat dua macam keseimbangan, yaitu :

(47)

37 Gambar II.27 Keseimbangan Simetris

Sumber : Kusrianto (2009)

Gambar II.28 Paduan Keseimbangan Formal Sumber : Dharsono (2007)

 Keseimbangan informal (informal balance), merupakan keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan selalu asimetris (h. 85).

Gambar II.29 Keseimbangan Asimetris Sumber : Kusrianto (2009)

(48)

38

4. Perlawanan (Contrast)

Kontras merupakan perpaduan unsur-unsur yang sangat berbeda dan terlihat jelas. Perpaduan kontras dapat terjadi karena ukuran, bentuk dan warna yang berbeda tajam dalam sebuah komposisi. Kontras berfungsi untuk merangsang minat, menghidupkan desain dan merupakan hal yang berpengaruh dalam pencapaian bentuk (h. 81).

Gambar II.31 Paduan Kontras Ukuran Sumber : Dharsono (2007)

Gambar II.32 Kontras Sumber : Kusrianto (2009)

II. 3 Ilustrasi

Ilustrasi merupakan salah satu dari macam-macam jenis karya visual. Ilustrasi dapat dijelaskan menurut definisi, fungsi, jenis, media, langkah dan tekniknya.

II.3.1 Definisi Ilustrasi

(49)

39

sebagai salah satu hasil karya yang menggunakan bentuk visual untuk memperjelas naskah atau cerita yang menyertainya.

II.3.2 Fungsi Ilustrasi

Dari fungsi-fungsi ilustrasi menurut Kusrianto (2009, h. 111) dan menurut AnneAhira (para 4), maka fungsi khusus ilustrasi diantaranya adalah :

 Memberikan gambaran tokoh atau karakter dalam suatu cerita.

 Menampilkan gambaran dari suatu item atau alat yang digunakan dalam tulisan ilmiah maupun buku pelajaran.

 Memvisualkan langkah-langkah kerja seperti dalam manual book.  Mengkomunikasikan cerita dalam bentuk visual.

 Menampilkan gambar-gambar yang bersifat humor untuk menghibur pembaca.  Memvisualisasikan atau menerangkan suatu konsep.

II.3.3 Jenis Ilustrasi

Ilustrasi menurut Putra (2013, h. 2) dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu ilustrasi menurut coraknya serta ilustrasi berdasarkan ragamnya.

 Ilustrasi berdasarkan coraknya.

Ilustrasi berdasarkan corak dan bentuknya dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

a. Corak realistis, yaitu gambar maupun lukisan yang dibuat menyerupai wujud aslinya dan sesuai dengan anatomi serta proporsinya.

Gambar II.33 Ilustrasi Realis

(50)

40

b. Corak dekoratif, yaitu corak atau bentuk yang mengalami perubahan tetapi tidak meninggalkan ciri atau karakter yang khas dari bentuk aslinya.

Gambar II.34 Ilustrasi Dekoratif

Sumber : http://ditaalfajrin07.blogspot.com/2012/02/f- langkah-menggambar-ilustrasi.html#comment-

form (5 April 2013)

c. Corak karikaturis, yaitu gambar yang melebih-lebihkan atau menonjolkan sebagian bentuk tubuh obyek yang digambar namun masih terlihat karakter aslinya.

d. Corak ekspresionis, yaitu gambar ekspresi yang masih dikenali bentuk aslinya walaupun tidak nampak seperti pada kenyataannya.

Gambar II.35 Ilustrasi Ekspresionis Sumber : http://wisnujadmika.wordpress.com/

my-book/ (9 April 2013)

 Ilustrasi berdasarkan ragamnya.

Menurut Putra (2012, h. 3) berdasarkan ragamnya ilustrasi dapat dibedakan menjadi beberapa tiga jenis, diantaranya :

a. Ilustrasi komik, yaitu rangkaian gambar yang saling berhubungan dan mengandung suatu cerita.

(51)

41

c. Ilustrasi karya sastra, yaitu seperti yang terdapat dalam cerita pendek atau cerita bergambar.

II.3.4 Media Ilustrasi

Dalam menghasilkan proses ilustasi, pertimbangan media akan menentukan hasil karya. Media yang digunakan dalam ilustrasi dibagi menjadi dua macam, yaitu media warna dan media kertas.

a. Media Warna

Media warna dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu media warna hitam putih dan media pewarna (Putra, 2013, h. 3-4). Media hitam putih dan pewarna tersebut diantaranya :

 Media garis/ hitam putih. Dahulu banyak orang yang menggambar ilustrasi dengan menggunakan trekpen sebagai alat utamanya dan bak tinta sebagai pewarnanya. Dengan perkembangan teknologi saat ini banyak peralatan yang lebih mudah dan praktis untuk digunakan, seperti spidol, rapido, pena bahkan computer. Media hitam putih ini sangat dibutuhkan oleh seniman dan desainer untuk memperlihatkan outline dan tepi-tepi dari bangunan dan bentuk.

 Cat air, merupakan media yang digunakan untuk mewarnai dan penggunaannya memakai air. Cat air dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu transparent watercolor dan opaque watercolor.

 Pensil warna, merupakan media kering (dry media) yang mudah untuk digunakan karena tidak memerlukan proses pencucian kuas seperti penggunaan media cat air, dan dapat diaplikasikan dengan goresan yang tipis maupun tebal.

 Marker, merupakan salah satu media warna yang dapat menimbulkan kesan warna tembus pandang yang serupa dengan cat air .

(52)

42

b. Media Kertas

Berikut ini adalah media kertas yang sering digunakan oleh para desainer maupun seniman menurut Doyle (2002, h. 34-39) :

 Kertas kalkir, kertas ini memiliki bahan yang transparan dan dapat digunakan untuk gambar sketsa sampai desain warna.

 Kertas bernada warna, kertas ini dapat memudahkan desainer dalam menyelesaikan karya ilustrasi yang berwarna dengan sangat cepat.

 Kertas bond, kertas ini relatif mulus, namun memiiki serat untuk memungkinkan penggunaan pensil warna dan pastel.

 Kertas canson, kertas ini merupakan kertas yang memiliki struktur dan memiliki warna yang beraneka ragam.

 Kertas bristol, yaitu kertas yang padat dan memiliki hasil yang sangat bagus apabila menggunakan marker dikarenakan hasilnya yang tidak rapi dibandingkan dengan media kertas lain.

II.3.5 Langkah Menggambar Ilustrasi

Dalam menghasilkan karya ilustrasi yang baik, terdapat beberapa tahapan yang lazim dilakukan oleh seorang ilustrator. Tahapan-tahapan menggambar ilustrasi menurut Putra (2012, h. 4) terdiri atas gagasan, sketsa dan pewarnaan.  Gagasan atau ide.

Ilustrator diharuskan memahami cerita maupun pesan yang terdapat di dalam suatu cerita untuk mendapatkan ide yang tepat dan sesuai, sehingga dapat menentukan ilustrasi yang akan dibuat. Gagasan dapat berupa adegan yang paling menonjol dalam sebuah cerita. Setelah gagasan sudah didapatkan, corak gambar dan media yang akan digunakan dapat ditentukan.

 Sketsa.

(53)

43

Unsur-unsur seperti keseimbangan, komposisi, perspektif dan yang lainnya harus diperhatikan pula dalam tahapan mensket.

 Pewarnaan.

Setelah tahapan sketsa selesai, tahapan yang dapat dikerjakan selanjutnya adalah pewarnaan. Teknik yang dapat dilakukan dalam proses pewarnaan bisa dengan teknik hitam-putih maupun teknik pembagian warna. Pewarnaan dalam menggambar ekspresi dapat dihasilkan dengan mempertimbangkan dua corak, yaitu corak realis dan corak non realis. Pewarnaan corak realis harus sesuai dengan keadaan nyata. Sedangkan pewarnaan corak bukan realis lebih bebas atau tidak terikat oleh warna aslinya. Dalam melakukan proses pewarnaan juga terdapat teknik untuk melakukan sapuan warna. Sapuan warna (wash) merupakan suatu endapan warna pada kertas. Sapuan warna dapat terlihat dalam kegiatan melukis, teknik yang sering digunakan dalam melukis menurut Zulkarnain (2013) diantaranya adalah :

a. Washes

Flat Wash merupakan teknik dasar dalam melukis dengan cat air, yaitu dengan membasahi area kertas yang akan ditutupi warna, sehingga lebih mudah dalam mencampurkan warna yang diinginkan di area kertas. Sapuan bergradasi (graded wash), merupakan sapuan warna yang dilakukan secara berangsur-angsur yang dapat memberikan kesan dimensi warna pada permukaannya. Warna yang digunakan dicairkan pada setiap sapuan horizontalnya, sehingga menghasilkan warna yang semakin memudar. Contoh graded wash pada gambar di bawah ini menggambarkan langit.

Gambar II.36 Washes

Sumber : http://berita-sore.blogspot.com/2011/06/teknik-teknik- melukis-dengan-cat-air.html (4 April 2013)

b. Glazing

(54)

44

Setiap penambahan warna baru, warna sebelumnya telah kering. Contoh glazing terlihat pada warna kelabu.

Gambar II.37 Glazing

Sumber : http://berita-sore.blogspot.com/2011/06/teknik-teknik- melukis-dengan-cat-air.html (4 April 2013)

c. Wet in Wet

Wet in wet adalah proses pewarnaan cat air di atas kertas yang basah. Contoh teknik wet in wet pada gambar di bawah ini terdapat pada area berwarna hitam.

Gambar II.38 Wet in Wet

Sumber : http://berita-sore.blogspot.com/2011/06/teknik-teknik- melukis-dengan-cat-air.html (4 April 2013)

d. Dry Brush

Pada teknik ini, kuas yang sudah dicelupkan warna seperlunya disapukan seluruhnya di atas permukaan kertas yang kering. Contoh Teknik dry brush pada gambar dibawah ini adalah pada sapuan warna putih.

Gambar II.39 Dry Brush

(55)

45

e. Lifting Off

Teknik mengangkat atau menghapus warna cat air yang terlanjur diaplikasikan setelah kertas kering. Dengan cara membasahi area warna yang akan dihapus dengan kuas dan air bersih, lalu diserap dengan tissue. f. Dropping in Color

Dropping in color adalah suatu proses pencampuran warna dan tekstur cat air pada lukisan yang basah.

II.3.6 Teknik Pembuatan Ilustrasi

Terdapat teknik-teknik yang dikenal dalam pembuatan ilustrasi. Teknik-teknik yang ada dalam buku Pengantar Desain Komunikasi Visual karangan Kusrianto (2009, h.140-147) diantaranya :

 Teknik Woodcut

Teknik woodcut merupakan teknik yang dilakukan dengan cara membuat cukilan kayu atau relief pada sebuah papan kayu yang kemudian dicap pada kertas atau kain.

Gambar II.40 Teknik Ilustrasi Woodcut Sumber : Kusrianto (2009)

 Teknik Fine Art

(56)

46 Gambar II.41 Teknik Ilustrasi Fine Art

Sumber : Kusrianto (2009)

 Teknik Art Nouveau

Teknik ini merupakan sebuah aliran dalam bidang seni, yang merupakan penggabungan dari fine art dan applied art. Applied art adalah karya seni terapan yang lebih mengutamakan faktor kegunaan dibanding faktor keindahan atau artistiknya, contohnya seperti poster, arsitektur, baju dan lain sebagainya. Teknik art nouveau mengandalkan kekuatan garis. Bentuk-bentuk garis dekoratif, bloking warna gelap terang digunakan dalam teknik ilustrasi ini.

Gambar II.42 Teknik Ilustrasi Art Nouveau

(57)

47

II.4 Model Edmund Burke Feldman

Model Feldman merupakan pendekatan yang dilakukan khusus dari dan untuk seni rupa, sedangkan pendekatan yang lain mengacu pada kritik seni yang bersifat umum, seperti menggunakan pendekatan filsafat, sosiologi maupun psikologi. Kritik seni ilmiah biasanya melakukan pengkajian nilai seni secara luas, mendalam dan sistematis. Oleh karena itu diperlukan metodologi penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan estetik. Feldman memiliki metode yang bersifat khusus ke umum dengan fokusnya adalah fakta visual. Sem C. Bangun dalam bukunya Kritik Seni Rupa menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam kritik seni menurut Feldman terdiri atas empat tahap, yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi, dan evaluasi atau penilaian (Bangun, 2001, h.7). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tahapannya menurut Bangun (2001) :

1. Deskripsi

Deskripsi adalah suatu proses pengumpulan data yang tersaji langsung berdasarkan pengamatnya mencakup pembuatan sekumpulan nama benda serta analisis uraian mengenai proses pembuatan sebuah karya seni. Dalam tahap ini perlu dihindari penarikan kesimpulan-kesimpulan yang melibatkan kesan pribadi yang bersifat ilusif atau khayalan. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang secara umum dipahami. Keterangan yang ada dihasilkan secara objektif, yaitu keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi dan berdasarkan pada fakta yang bisa diamati. Bentuk-bentuk interpretasi maupun penilaian tidak diperlihatkan dalam tahap ini. Selanjutnya penguraian proses pembuatan sebuah karya, seperti penggunaan cat maupun transparansi (h.14). Contoh deskripsi :

Judul : Hegemoni Teknologi Media : Kanvas

Ukuran : 85 x 100 cm

(58)

48

Terdapat 4 (empat) tampilan kepala, dimana dua kepala memiliki bagian tubuh lengkap, sedang dua yang lainnya hanya kepala saja tanpa badan. Masing – masing kepala memiliki bentuk mulut yang moncong, bentuk rambut yang melingkar ke atas.... (Fajar. C, 2008, para 1).

Gambar II.43 Karya Seni Grafis

Sumber : http://idemcorp.wordpress.com/2008/03/27/ analisis-karya/ (27 Mei 2013)

2. Analisis Formal

Pada tahap analisis, yang dikaji adalah berupa kualitas unsur pendukung yang telah diuraikan dalam deskripsi, seperti mutu garis, bentuk, warna, pencahayaan dan penataan, warna, lokasi, serta ruang. Analisis beranjak dari deskripsi objektif ke arah prinsip dan ide teknis mengenai pengorganisasian sebuah karya seni (h.15). Contoh Analisis Formal :

Peletakan figure sental pada posisi tengah agak bergeser ke kanan dengan berpose miring bersandar pada tembok disertai dengan menundukkan kepala seraya tangan kanan memegang mata, tangan kiri berpangku lemas pada lutut sebelah kiri memberi kesan haru dan sedih (Fajar. C, 2008, para 2).

3. Interpretasi

(59)

49

tidak sadar. Namun pada dasarnya kritikus tidak ingin masuk ke dalam privacy seniman tersebut, sehingga diperlukan pengamatan objek secara teliti. Hal tersebut bisa jadi membuat sang kritikus menemukan makna yang tersirat dalam suatu karya tanpa disadari dan diketahui oleh senimannya. Seniman bukanlah pemegang otoritas terbaik dalam mengartikan maksud karyanya. Pandangan atau pernyataan seniman merupakan bahan yang perlu dikonfirmasikan dengan interpretasi sang kritikus sendiri. Kebenaran sebuah pernyataan harus bisa diamati secara visual pada sebuah karya seni (h.16-20). Contoh interpretasi :

Yang mencengangkan adalah wajah semua „makhluk‟ itu mengerucut bagai tabung yang meruncing ke depan, bentuk yang mengesankan sebuah topeng oksigen bagi sebuah lingkungan yang tercemar berat. Dan itu bukanlah topeng, namun wajah kedua mahluk yang tak ubahnya mutan. Betapa hegemoni teknologi telah merembes ke ranah mitologis dan ontologis (Fajar. C, 2008, para 3).

4. Evaluasi/ Penilaian

Penilaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian teknik dan penilaian berdasarkan perbandingan persejarahan. Penilaian teknik dapat dilakukan dengan cara mengukur kelogisan penggunaan alat dan material serta korelasi antara objek seni dengan fungsinya. Ada karya yang secara teknis berhasil, namun secara ekspresif lemah dan sebaliknya. Sedangkan berdasarkan penilaian persejarahan, untuk membuat penilaian yang kritis, kritikus harus menghubungkan karya yang sedang dinilai dengan karya lain yang sejenis. Pernyataan mengenai nilai seni harus dihubungkan dengan rentan waktu saat pernyataan tersebut diungkapkan (h.27-29). Contoh penilaian :

(60)

50 BAB III

ILUSTRASI KARYA RUKMUNAL HAKIM

III.1 Biografi Rukmunal Hakim

Berikut ini adalah biografi singkat dari penyandang buta warna total yang karyanya akan diteliti dan dianalisa :

Gambar III.1 Foto Profil Rukmunal Hakim Sumber : Dokumen Pribadi

Rukmunal Hakim atau yang biasa disapa Hakim lahir di Bandung tanggal 8 Desember 1983. Beliau memang terlahir sebagai penyandang buta warna total. Hal ini sempat membuatnya kebingungan untuk meneruskan jenjang karir.

Diagnosis buta warna total yang sempat membuatnya down itu juga yang membuatnya tidak lulus tes masuk fakultas seni rupa dan desain di salah satu perguruan tinggi negri di Bandung. Kecintaannya pada dunia menggambar saat itu mendorongnya untuk tetap masuk fakultas desain di universitas lain. Namun ia merasa bahwa ia tidak mendapat ilmu berarti dari studinya. Pelan-pelan ia mulai berhenti menggambar (Lubis, 2012, para 3).

Gambar

Gambar II.6 Simulasi Deutanopia
Gambar II.8 Tes Ishihara
Gambar II.15 Plate Tes Ishihara 6
Tabel II.1 Macam-macam Garis Berdasarkan Bentuk Sumber : Davis (1980)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjaga kebersihan jamban dan membuang sampah pada tempatnya adalah contoh dari peri- laku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perilaku memiliki tiga domain, yaitu pengetahuan,

Mengingat salah satu representasi keberadaan bahasa adalah produk- produk budaya tulis maka penguatan daya tahan dan daya sebar bahasa Sunda perlu pula dilakukan

Komputer Departemen Pendidikan Teknik Elektro Lt.. Komputer Departemen Pendidikan Teknik

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik

kembangan luas tanaman yang cepat yaitu 45 persen setiap tahunnya. Sudah barang tentu pengusahaan tanaman pepaya akan berbeda dengan pengusahaan tanaman palawija. Ditinjau

Bahkan Dahal dan Adhikari (2008) menyatakan bahwa modal sosial yang merujuk pada trust, norms dan networks, memainkan peran vital dan menentukan keberhasilan atau kegagalan dari

Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul ter- nyata dapat memberikan hasil yang jauh lebih tinggi da- ri pada benih lokal yang biasanya digunakan oleh peta- ni, asal

Peranan praktikan adalah sebagai Design Specialist yang bertanggung jawab untuk merancang infografis untuk keperluan publikasi dan operasional LAPOR!, seperti