PERUBAHAN DARI DESA TERTINGGAL KE DESA BERKEMBANG DI
DESA PURWOHARJO, AMPELGADING, MALANG
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Pedesaan
REZA VERONIKA 12511080011012
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I
Pendahuluan
a) Latar Belakang masalah
Daerah dataran tinggi memiliki kondisi tanah yang cukup subur sehingga baik untuk digunakan menanam produk pertanian, selain itu faktor klimatologis turut berpengaruh terhadap kondisi tanah. Faktor ini berupa suhu, sinar matahari, kelembapan udara, curah hujan, yang akan berinteraksi dengan tanaman melalui proses tumbuh kembang. Desa Purwoharjo berada di lembah Gunung Semeru, sehingga kondisi tanahnya baik untuk hasil pertanian dan kebun, desa Purwoharjo berada di kecamatan Ampelgading, kabupaten Malang dan berbatasan dengan kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Desa ini dulunya termasuk kategori desa tertinggal hingga tahun 2007 masih dalam desa tertinggal menuju desa yang berkembang. Akses jalan di desa Purwoharjo cukup baik dengan adanya aspal, namun jalanan yang selalu dilalui truk penambang pasir mengakibatkan jalan desa mengalami kerusakan hingga berlubang dan masih belum ada perbaikan. Warga masih kurang mampu memanfaatkan sumberdaya yang berada di desanya. Desa yang dulunya berupa hutan belantara dan berada dibawah kekuasaan Belanda, kemudian mulai bermunculan rumah-rumah warga yang semuanya merupakan pendatang dari Madura serta Jawa, sehingga sulit mencari warga asli desa Purwoharjo, Belanda yang waktu itu berkuasa melakukan pembabatan hutan dibantu oleh salah satu warga agar tidak semuanya ditebang sehingga melakukan tebang pilih. Warga desa pun dipekerjakan sebagai buruh untuk menanam kopi dan karet di kebun milik Belanda, setelah Belanda meninggalkan Indonesia warga desa Purwoharjo memanfaatkan peluang dengan menanam tanaman perkebunan dari sisa peninggalan Belanda hutan yang kemudian berubah menjadi sebuah desa, dan akses jalan yang masih kurang memadai menyebabkan desa Purwoharjo menjadi desa tertinggal.
b) Rumusan Masalah
Bagaimana proses alih status desa tertinggal di desa Purwoharjo, Kecamatan Ampelgading?
c) Tujuan
Bab II
penuh dengan hutan namun purwo sendiri memiliki arti awalan, sedangkan harjo memiliki arti makmur, kaya atau ramai. Jadi purwoharjo memiliki makna berawalnya kemakmuran1,sedangkan mantan kaur pemerintahan desa purwoharjo Pak saimin menyatakan bahwa perubahan nama desa dilakukan oleh pihak kecamatan bersama nama desa-desa lainnya di Ampelgading. Komoditas utama di desa Purwoharjo adalah salak dan kopi, masyarakat mulai menanam salak karena salah satu warga mencoba menanam bibit salak yang dibawa dari Sleman, Yogyakarta. Warga pun mengikuti untuk menanam salak, awalnya warga menanam cengkeh yang merupakan program dari Bapak Soeharto, namun masa panen cengkeh yang cukup lama maka warga juga menanam salak untuk mengisi kekosongan menunggu masa panen.
Letak desa yang jauh dari jalan utama menyebabkan desa purwoharjo menjadi desa tertinggal hingga tahun 2007, sumberdaya yang ada didesa digunakan sebagai upaya untuk memajukan desa dan tidak dalam kategori desa tertinggal. Perubahan status desa dari desa tertinggal menjadi desa yang berkembang dapat menggunakan sumberdaya yang ada di desa dengan kondisi tanah yang subur. Pemanfaatan sumberdaya alam, sumber daya manusia mampu membantu perubahan desa purwoharjo, daerah yang berada di dataran tinggi menyebabkan saluran informasi sulit menjangkau sehingga hampir semua rumah memiliki parabola, dan dari parabola televisi itulah warga mulai mengatahui bentuk serta keadaan di luar desa, kemudian mereka mengikuti apa yang mereka lihat sehari, hal ini terlihat dari rumah-rumah warga yang memiliki bentuk yang cukup bagus untuk ukuran rumah orang desa dan jauh dari akses utama di kecamatan. Potensi sumberdaya alam yang ada didesa purwoharjo, merupakan tanaman perkebunan meliputi salak, kopi, sengkeh, pisang, kluwek, kelapa dan singkong. Tanaman perkebunan yang paling menonjol yaitu salak, pisang dan kopi, dan tingkat komoditi-komoditi termasuk cukup tinggi dibanding dengan desa-desa yang lain. Luas kebun atau tegalan sekitar 200 hektar, wilayah yang subur membuat warga memiliki pola pikir untuk tidak menuntut ilmu terlalu tinggi, karena tanpa harus mengenyam
pendidikan tinggi pun mereka tetap akan sukses dengan menjadi petani. Sehingga angka sumberdaya manusia yang berkualitas cukup rendah, warga dengan pendidikan rendah bekerja di sector pertanian, ada pula sebagian warga yang bekerja sebagai TKI di Malaysia, Hongkong dan Arab.
Sumber informasi penduduk desa terbilang cukup baik, banyak diantara mereka yang menggunakan handphone serta penggunaan parabola ditiap-tiap rumah. Komunikasi sangat berpengaruh terhadap akses informasi yang diterima masyarakat, sebagai penghasil kopi warga sudah mengenal teknologi mesin selep untuk memisahkan biji kopi dengan kulitnya. Warga desa Purwoharjo kompak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan desa seperti tiap sore mengikuti voli yang tidak hanya dilakukan oleh pemuda-pemuda desa dan bapak-bapak namun ibu-ibu pun turut berpartisipasi mengikuti voli tiap sore. Adapula kegiatan-kegiatan lain seperti pelatihan kerajinan ibu PKK, masa pemerintahan kepala desa yang baru tahun 2014 ini membuat kegiatan baru berupa sedekah bumi yang dilaksakan saat masa panen yang melimpah, walaupun warga di desa purwoharjo merupakan pendatang namun memiliki rasa kekeluargaan yang kuat, selain disektor pertanian warga juga rata-rata berternak kambing jawa.
rumah tangga petani dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor nyata lainnya berupa penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh luas lahan yang digarap, besar upah, dan lainnya. Sedangkan menurut Supriyati (1990) terdapat indikasi pola penawaran tenaga kerja yang berbeda antara rumah tangga dengan petani.
Desa Purwoharjo tidak hanya bergantung dengan sector pertanian dan perkebunan namun mereka juga memiliki tambang pasir yang berasal dari aliran lahar gunung semeru, sehinnga setiap harinya dilalui oleh truk-truk pembawa pasir, berdasarkan peraturan yang dibuat olek kepala desa sebelumnya, bahwa truk yang masuk ke desa purwoharjo untuk mengambil pasir diwajibkan membayar biaya masuk sebesar 30.000 rupiah yang berada di portal, hasilnya disebagian diberikan kedesa, pak lurah yang mengajukan peraturan dan warga yang menjaga portal. Adanya proyek PLTA menjadi pendukung utama berkembangnya desa Purwoharjo
Kesimpulan
Perubahan desa purwoharjo yang dulunya merupakan desa tertinggal menjadi desa yang berkembang terjadi dari adanya pengaruh informasi yang mereka terima, mengisi kekosongan waktu tunggu panen cengkeh dengan menanam salak, merubah komoditi utama menjadi salak, kelapa dan pisang. Aturan kepala desa mengenai biaya masuk truk-truk pengangkut pasir dan proyek PLTA mempermudah warga mengakses informasi di pusat pemerintahan.
Daftar pustaka
Sumaryanto, 1988. Kajian Tenaga Kerja dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Tesis Pasca
Sarjana, IPB, Bogor.
Supriyati, 1990. Kajian Tingkat Upah di Pedsaan Jawa (Kasus di Jawa Barat). Tesis Pasca Sarjana,
IPB, Bogor.