• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

KLASIFIKASI MANGROVE BERBASIS OBJEK DAN PIKSEL

MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL DI

SUNGAI KEMBUNG, BENGKALIS, PROVINSI RIAU

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Romie Jhonnerie NIM C562100041

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

(4)

RINGKASAN

ROMIE JHONNERIE. Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau. Dibimbing oleh VINCENTIUS P SIREGAR, LILIK BUDI PRASETYO, SAM WOUTHUYZEN dan BISMAN NABABAN.

Mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang memiliki fungsi seperti (1) proteksi pantai dari gangguan badai, tsunami, angin, dan gelombang; (2) tempat pemijahan ikan dan organisme lainnya, (3) tempat rekreasi, (4) sumber nutrisi bagi organisme, dan (5) sumber bahan kayu. Status ekosistem mangrove di Sungai Kembung, Pulau Bengkalis Provinsi Riau saat ini berada pada kondisi cenderung mendapatkan tekanan dari manusia. Upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove perlu menjadi perhatian serius dari berbagai pihak dan memerlukan teknik perolehan data dan informasi mangrove secara spasial secara tepat dan akurat.

Pengambilan data lapangan dilakukan bulan Juni dan Desember 2012. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM+, Landsat 8 OLI, SPOT 6 multispektral, SPOT 6 pankromatik, ALOS PALSAR, dan SENTINEL-1. Pra-pengolahan data satelit terdiri dari koreksi atmosferik, kalibrasi radiometrik, koreksi geometrik, dan transformasi spektral. Data lapangan berupa pengamatan vegetasi mangrove dan penutup lahan. Pengembangan skema klasifikasi menggunakan analisis gerombol dan similarity percentage (SIMPER) selanjutnya untuk mengetahui karakteristik reflektansi spektral data digunakan analisis spektral. Pengelompokkan data citra satelit menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dengan menerapkan algoritma random forest (RF). Hasil klasifikasi berbasis objek dibandingkan dengan teknik klasifikasi berbasis piksel menggunakan algoritma maximum likelihood. Keberhasilan klasifikasi berbasis objek diterapkan dalam pendeteksian perubahan mangrove di lokasi studi.

Komunitas mangrove di Sungai Kembung dibangun oleh 69 spesies tumbuhan mangrove yang terdiri dari 22 spesies mangrove sejati dan 47 spesies mangrove ikutan. Xylocarpus granamun, Rhizophora apiculata, Lumnitzera. Racemosa, dan Scyphiphora hidrophyllaceae merupakan komunitas dominan dan selalu dijumpai di lokasi studi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya (semua strata). Berdasarkan kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove yang diputuskan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004, mangrove Sungai Kembung dikategorikan sebagai kawasan mangrove yang baik dan sangat padat.

(5)

iii

Kedua teknik klasifikasi mampu mengidentifikasi seluruh kelas penutup lahan dan komunitas mangrove. Masih dijumpai kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan efek salt and pepper pada kedua klasifikasi namun algoritma random forest (RF)mampu mereduksi kesalahan tersebut dibandingkan algoritma maximum likelihood. Hasil klasifikasi penutup lahan terbaik menggunakan klasifikasi berbasis objek dan piksel diperoleh melalui input image layer (IIL) M6. Klasifikasi berbasis objek mampu meningkatkan hasil klasifikasi dari 1-24.5%.

Analisis perubahan penutup lahan menyatakan bahwa luas mangrove di Sungai Kembung relatif stabil dalam jangka waktu pengamatan tersebut, mangrove yang berubah menjadi penutup lahan lainnya sebesar 197.2 hektar, bertambah seluas 251.1 hektar dan yang tidak mengalami perubahan seluas 2904.9 hektar. Perubahan mangrove umumnya diakibatkan oleh faktor antropogenik seperti penanaman mangrove, penebangan, perubahan alih fungsi mangrove menjadi jalan, tanggul, permukiman, tambak udang serta pertumbuhan alami. Diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove di Sungai Kembung.

(6)

SUMMARY

ROMIE JHONNERIE. Object and Pixel-based Mangrove Classification Using Multispectral Satellite Imageries at Kembung River, Bengkalis, Riau Province. Supervised by VINCENTIUS P SIREGAR, LILIK BUDI PRASETYO, SAM WOUTHUYZEN and BISMAN NABABAN.

Mangrove that generally found in coastal regions plays important roles such as (1) coastal protection from hurricane, tsunami, wind and wave, (2) spawning ground for many fishes and other faunas, (3) a place for recreational, (4) source of nutrients for organisms, and (5) source of wood. Recently, mangrove ecosystems in Kembung River, Bengkalis Island Riau Province tend to get pressure from antrophogenic. Protection and management of mangrove ecosystems needs to be a serious concern of various parties. Such efforts require data acquisition techniques and information mangrove spatially and accurately.

Field data were collected in June and December 2012. Satellite imageries were used in this study consisted of Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM +, Landsat 8 OLI, SPOT 6 multispectral, SPOT 6 panchromatic, ALOS PALSAR and SENTINEL-1. Pre-processing in the satellite imageries were applied including atmospheric correction, radiometric calibration, geometric correction, and spectral transformation. Field data observations and measurements were conducted on mangrove vegetation and land cover. Scheme development of mangrove community classification was conducted by using clusters and similarity percentage (SIMPER) analyses. Furthermore, the scheme was used to charactirized satellite images spectral reflectance by using spectral analysis. Satellite data were classified by using object-based approach which applied random forest algorithm. Object-based classification results was then compared to pixel-Object-based classification technique which used maximum likelihood algorithm. The succesfull object-based classification then applied on magrove change detection in the study area.

Kembung River mangrove community was assembled by 69 mangroves species which consists of 22 true mangrove species and 47 species of associate mangrove. Xylocarpus granamun, Rhizophora. apiculata, Lumnitzera. racemosa and Scyphiphora hidrophyllaceae were dominant species and always found in the study area compared with other species, for all strata. Based on standard criterias and guidelines for the determination of mangrove destruction which issued by the Minister of the Environment No. 201 of 2004, Mangrove at Kembung River was categorized as good and very dense mangrove ecosystem.

Based on the composition of mangrove species, one level classification scheme was succesfully developed. The scheme consisted of 12 mangrove community classes, however most of the mangrove species belong to the two main classes of Rhizophora apiculata (Ra) composed of 33 samples and Xylocarpus granatum (Xg) composed of 93 samples Other 10 classes had limited sample number, therefore the 10 other classes were groupped into one class (La) that composed of 28 samples.

(7)

v

could reduced such errors than the maximum likelihood algorithm. The best result of land cover classification using object-based and pixel-based classifications was obtained through input image layer M6. The object-based classification approach was better than pixel-based and it can improved the classification results by 1-24.5%.

Change detection analyses showed that the mangrove area in Kembung River was relatively stable. For nearly two decades, we found mangrove loss about 197.2 ha, gain of 251.1 ha, and unchanged of 2904.9 ha. Changes in mangrove covers were generally caused by anthropogenic factors such as mangrove replanting, logging, changes over the function of mangrove regions into the road, embankment, settlement, shrimp farms, and natural growth. Serious attention from various parties are needed to maintain the existence and sustainablility of mangrove ecosystems in Kembung River.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Kelautan (TEK)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

KLASIFIKASI MANGROVE BERBASIS OBJEK DAN PIKSEL

MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL

DI SUNGAI KEMBUNG, BENGKALIS, PROVINSI RIAU

(10)

viii

Ujian Tertutup Penguji luar komisi:

1 Dr Ir M Buce Saleh, MS

2 Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi Ujian Terbuka

Penguji luar komisi:

(11)

Judul Disertasi : Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau

Nama : Romie Jhonnerie

NIM : C562100041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA Ketua

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Anggota

Dr Ir Sam Wouthuyzen, MSc APU Anggota

Dr Ir Bisman Nababan, MSc Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian Tertutup: 24 Juni 2015

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah klasifikasi mangrove, dengan judul Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA, Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc, Dr Ir Sam Wouthuyzen, MSc APU, dan Dr Ir Bisman Nababan, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir M Buce Saleh, MS, Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi dan Dr Bidawi Hasyim, MSi yang telah banyak memberi saran pada ujian tertutup dan sidang promosi terbuka.

Ungkapan terima kasih disampaikan terutama kepada orang tua, Rahieman bin Djisat dan Ibunda Wirdaty Ilyas binti Ilyas, Baras bin Jalik dan Yuslina binti Muhammad Wasyid atas segala limpahan kasih sayang dan doa serta siraman iman yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi. Istri tercinta, Yossi Oktorini, ananda Muhammad El-Idrisi dan Hasnia Syakira Nisa yang selalu memberikan dukungan dan doa serta pengertiannya selama penulis menuntut ilmu, serta seluruh keluarga besar, hasil yang telah dicapai ini, ku persembahkan untuk kalian.

Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan disertasi ini, seluruh dosen dan tenaga administrasi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa studi lanjut BPPS di Institut Pertanian Bogor. Ketua Jurusan Penangkapan Sumberdaya Perairan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Rektor Universitas Riau, yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan doktor.

Penghargaan juga penulis sampaikan kepada kelompok pengelola mangrove Belukap dan anggota yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data lapangan. Rekan-rekan semasa pendidikan, Dr Nurhalis Wahidin, Dr M. Syahdan, Dr Domei L. Moniharapon, Dr Gentio Harsono, Dr Muhamad Sulaiman, Dr Ihsan, Dr Didik Santoso, Dr Dion Bawole, Dr Ismawan, Dr Chaliluddin, Dr Amirul Karman, Dr Rozirwan, Dr Eko Prianto, Dr Irda Mirdayanti, Jurianto M Nur, MSi, Elis Nurjuliasti Ningsih, MSi, Widya Kusumaningrum, MSi, Aisyah, MSi, yang banyak membantu selama menempuh pendidikan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan disertasi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR ISTILAH xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan 5

Manfaat 5

Kerangka Teori 6

Kebaruan (Novelty) 7

2 METODOLOGI UMUM 8

Tempat dan Waktu 8

Alat dan Bahan 8

Metode Penelitian 12

3 PENGEMBANGAN SKEMA KLASIFIKASI UNTUK PEMETAAN

KOMUNITAS MANGROVE 19

Pendahuluan 19

Metode 19

Hasil dan Pembahasan 21

Simpulan 29

4 PERBANDINGAN KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK DAN BERBASIS PIKSEL DENGAN ALGORITMA RANDOM FOREST UNTUK

PEMETAAN MANGROVE 30

Pendahuluan 30

Metode 31

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 57

5 DETEKSI PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE MENGGUNAKAN

CITRA LANDSAT 59

Pendahuluan 59

Metode 60

Hasil dan Pembahasan 62

Simpulan 67

6 PEMBAHASAN UMUM 68

Ketidakpastian Penelitian 70

7 SIMPULAN DAN SARAN 73

Simpulan 73

Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 74

(16)

DAFTAR TABEL

1 Jenis piranti lunak dan peranannya dalam penelitian dan sumber

perolehan 9

2 Peralatan lapangan dan kegunaannya 10

3 Data vektor yang digunakan dalam penelitian 10

4 Karakteristik sensor yang digunakan 11

5 Parameter dan nilai yang digunakan dalam koreksi atmosfer 13

6 Skema dan deskripsi penutup lahan 16

7 Perhitungan matematis matrik kesalahan 17

8 Nilai penting (%) berdasarkan strata mangrove 22

9 Kerapatan (ind/ha) strata vegetasi mangrove 24

10 Nama spesies, kategori mangrove dan jumlah kehadiran spesies dari

seluruh plot transek 25

11 Parameter segmentasi yang diujikan untuk memperoleh nilai

parameter terbaik 33

12 Nilai-nilai parameter algoritma RF yang diujikan 34 13 Model IIL dalam klasifikasi berbasis objek dan piksel 35 14 Fitur objek yang digunakan sebagai parameter dalam klasifikasi RF 35 15 Matrik nilai jarak J-M antara pasangan kelas penutup lahan. Pasangan

angka ≥ 1.90 menunjukkan dapat dipisahkan 42

16 Matrik nilai jarak J-M antara pasangan kelas komunitas mangrove. Pasangan angka ≥ 1.90 menunjukkan dapat dipisahkan Jarak J-M

antara pasangan komunitas mangrove. 43

17 Hasil uji akurasi (%) pemetaan kelas mangrove menggunakan teknik

klasifikasi berbasis objek dan piksel 51

18 Nilai uji Z terhadap perbandingan IIL klasifikasi berbasis objek terhadap berbasis piksel. Nilai-nilai yang dihitamkan

mengindikasikan perbedaan signifikan 53

19 Luas (hektar) dan selisih perhitungan luas mangrove berdasarkan

teknik klasifikasi 53

20 Hasil perhitungan uji akurasi (%) klasifikasi komunitas mangrove menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dan piksel 56 21 Luas (hektar) kelas komunitas mangrove berdasarkan teknik

klasifikasi 57

22 Seri citra Landsat yang digunakan 60

23 Hasil uji akurasi 4 seri citra Landsat 63

24 Prediksi tinggi muka air (meter) berdasarkan waktu perekaman citra satelit yang diperoleh dari stasiun Kuala Siak. 64

25 Estimasi luas penutup lahan (hektar) 64

26 Persentase perubahan penutup lahan dari tahun 1996-2002,

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 7

2 Lokasi penelitian 8

3 Hasil penerapan RPC pada citra SPOT 6 dengan kombinasi 321, dengan tampalan citra RapidEye Level 3A orthofoto kombinasi 432

dan Landsat 5 TM level 1T kombinasi 452 14

4 Hasil kalibrasi radiometrik ALOS PALSAR a. HV dan b. HH 15 5 Hasil kalibrasi radiometrik citra SENTINEL-1. a. VH dan b. VV 15

6 Sebaran lokasi pengamatan lapangan 17

7 Teknis pengukuran diameter batang mangrove (Dahdouh-Guebas

dan Koedam 2006) 20

8 X. granatum memiliki kemampuan perkembangbiakan vegetatif. 23 9 Jumlah komposisi jenis pohon mangrove terhadap jumlah plot

transek 26

10 Dendogram skema komunitas mangrove. 26

11 Jumlah anggota kelas komunitas mangrove. 27

12 Persentase kontribusi spesies mangrove dalam menyusun kelas

komunitas mangrove. 29

13 Pohon proses yang berfungsi mengelola aturan klasifikasi berbasis

objek 36

14 Kurva reflektansi spektral permukaan kelas penutup lahan a. Citra SPOT 6 multispektral dan b. Citra Landsat 5 TM. 38 15 Kurva reflektansi spektral komunitas mangrove di Sungai Kembung

a.Citra SPOT 6 multispektral dan b. Citra Landsat 5 TM 40 16 Hasil uji coba dengan beberapa kombinasi parameter segmentasi 43 17 Pengaruh scale terhadap akurasi keseluruhan dan jumlah objek yang

dihasilkan. a. shape 0.1 dan compactness 0.9, b. shape 0.5 dan compactness 0.5, c. shape 0.9 dan compactness 0.1 45

18 Hasil optimisasi parameter RF 46

19 Perbandingan hasil klasifikasi penutup lahan berbasis objek dan

berbasis piksel 47

20 Perbandingan hasil klasifikasi komunitas mangrove. a. Dua kelas

komunitas b. Tiga kelas komunitas 54

21 Hasil klasifikasi komunitas mangrove 54

22 Peta hasil klasifikasi penutup lahan 63

23 Peta perubahan mangrove (1996-2013), warna merah mengindikasikan pengurangan mangrove, orange mengindikasikan penambahan mangrove, warna hijau mengindikasikan mangrove yang tidak berubah dan dan cyan merupakan objek vegetasi lainnya 66 24 Kurva reflektansi spektral permukaan dari beberapa objek (a. badan

air, b. lahan terbuka dan c. vegetasi) dari empat percobaan model

aerosol. 71

(18)

DAFTAR ISTILAH

Aperture : Bukaan yang menangkap radiasi elektromagnetik untuk detektor atau film. Contohnya bukaan diafragma lensa Band spektral : Interval dalam spektrum elektromanetik yang

didefinisikan oleh dua panjang gelombang, frekuensi atau bilangan gelombang (misalnya SPOT 6 band biru meliputi panjang gelombang 450-520 nm)

C-band : Sebuah rentang frekuensi nominal 8-4 GHz (3.75-7.5 cm panjang gelombang) dari bagian spektrum gelombang pendek (microwave)elektromagnetik. Citra Radar C-band umumnya tidak terhalang oleh efek atmosfer dan mampu menembus awan. Kemampuan penetrasi berkaitan dengan kanopi vegetasi atau tanah terbatas pada bagian atas. Ground control

point

: Sebuah fitur lokasi geografis lokasi (misalnya sudut bangunan, persimpangan jalan, dan lain-lain) yang dikenali pada gambar dan dapat digunakan untuk menentukan koreksi geometrik guna meningkatkan akurasi geolokasi citra

Hambur balik (backscatter)

: Bagian dari sinyal yang dipantulkan kembali oleh target ke antena radar. Hamburan cross section menuju sensor dinamakan hambur balik cross section, dan disimbolkan oleh sigma (σ). Hambur balik merupakan kekuatan rerflektif dari target sensor dan terkadang dinyatakan juga sebagai koefisien backscatter, atau sigma nought dan didefenisikan sebagai per satuan luas di permukaan

Kalibrasi : Proses kuantitatif mendeskripsikan respon sistem untuk input sinyal yang terkontrol

Klasifikasi : Pengelompokan objek ke dalam kelas-kelas berdasarkan kemiripan atribut yang dimiliki secara sistematis

Koreksi geometrik

: Transformasi citra untuk mencocokkan hubungan spasialnya dengan permukaan bumi.

Level-1 : Data direkontruksi pada resolusi penuh dan dijelaskan dengan informasi tambahan, termasuk koefisien kalibrasi radiometrik dan geometrik dan parameter geo-referensi. Data mungkin telah dikoreksi radiometrik dan dikalibrasi dalam unit fisik pada resolusi penuh instrumen, ortorektifikasi dan dicuplik pada ukuran piksel tertentu Multispektral : Data penginderaan jauh dalam dua atau lebih band

spektral, seperti band tampak dan inframerah. Kapasitas multispektral memungkinkan sensor untuk memberikan citra berwarna

(19)

xvii

kemiringan dan ketinggiannya telah dihilangkan. Hasilnya berupa citra yang dapat ditumpangsusunkan pada sebuah peta

Pankromatik : Detektor yang sensitif terhadap spektrum cahaya tampak. Pada SPOT 6, pankromatik memiliki panjang gelombang 450-750 nm

Pan-sharpening : Praktek menggunakan meningkatkan resolusi spasial data multispektral menggunakan resolusi tinggi band pankromatik

Penajaman citra : Operasi yang meningkatkan interpretabilitas citra atau kemampuan deteksi target atau objek pada citra. Termasuk operasi penajaman kontras, penajaman tepi, filter spasial, penghalusan (smoothing) citra dan penajaman (sharpening) citra

Penutup lahan : Istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu kenampakan lahan secara fisik, baik kenampakan alami maupun kenampakan buatan manusia

Piksel : Elemen citra yang disediakan oleh sebuah detektor

Polarisasi : Proses membatasi getaran magnetik atau medan listrik, vektor cahaya atau radiasi lain pada suatu bidang. Orientasi medan listrik relatif terhadap permukaan bumi

Radiansi : Ukuran intensitas cahaya per unit area per satuan sudut ruang. Sensor merekam dalam satuan Watt (W) per meter persegi per steradian (sudut ruang/solid angle dari titik permukaan bumi ke sensor), per unit panjang gelombang yang diukur)

Radiasi tampak : Radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang yang sensitif terhadap mata manusia, dengan panjang gelombang antara 400-700 nm

Random forest : Sebuah metode pembelajaran ensemble untuk klasifikasi dan regresi yang beroperasi dengan membangun banyak pohon keputusan. Algoritma random forest dikembangkan oleh Leo Breiman. Metode ini menggunakan teknik bagging untuk pemilihan fitur secara acak.

Rational Polynomial Coefficient

: Sebuah model matematika geometri dan bentuk satu set koefisien polinomial rasional, yang dapat digunakan untuk ortorektifikasi citra. Prosedur ini membutuhkan model ketinggian digital (digital elevation model). Model ini dapat meningkatkan akurasi dari model polinomial rasional citra tertentu dengan melakukan koreksi geometrik ulang menggunakan titik kontrol 3D yang akurat

(20)

xviii

Resolusi spasial : Ukuran terkecil untuk memisahkan dua objek yang dapat dibedakan oleh sensor. Hubungan antara ukuran objek yang diindra dan resolusi spasial pada sistem optik. Umumnya dinyatakan dalam meter

Segmentasi : Proses membagi citra menjadi beberapa segmen dengan tujuan menyederhanakan dan atau mengubah representasi dari suatu citra menjadi objek yang lebih berarti dan lebih mudah dianalisis.

Shapefile (shp) : Sebuah format data vektor geospasial yang populer dan digunakan oleh perangkat lunak sistem informasi geografis. Dikembangkan oleh ESRI dan merupakan spesifikasi spesifikasi interoperabilitas terbuka antara produksi ESRI dengan perangkat lunak lainnya. Shapefile secara spasial menjelaskan bentuk geometri vektor, yaitu: titik, garis dan poligon dan setiap fitur memiliki atribut yang dapat menjelaskannya

Synthetic Aperture Radar (SAR)

: Sebuah sistem radar koheren yang menghasilkan citra penginderaan jauh resolusi tinggi. Pemrosesan sinyal menggunakan magnitud dan fase dari sinyal yang diterima Transformasi

citra

(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove merupakan tumbuhan (pohon, palma, semak, tumbuhan merambat dan pakis-pakisan) (Giesen et al. 2006), baik secara individu maupun komunitas di daerah yang dipengaruhi pasang surut (Tomlinson 1986), dapat dijumpai disepanjang garis pantai (Saenger 2002) hingga menyebar ke pinggiran sungai pada daerah tropis dan sub tropis (Kathiresan dan Bingham 2001). Sebagai bagian dari eksosistem pesisir (Kusmana 1996), mangrove berfungsi sebagai: (i) pelindung pantai dari erosi (Thampanya et al. 2006), tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat dan tsunami (Ostling et al. 2009; Zhang et al. 2012) , (ii) habitat berbagai jenis ikan dan udang (mencari makan, memijah, bertelur dan berlindung) (Manson et al. 2005; Carrasquilla-Henao et al. 2013; Abu El-Regal dan Ibrahim 2014), (iii) habitat berbagai jenis fauna (Cannicci et al. 2008; Nagelkerken et al. 2008), (iv) penghasil kayu dan non-kayu (Illukpitiya dan Yanagida 2010), (v) berpotensi untuk fungsi pendidikan (Sarkar dan Bhattacharya 2003) dan rekreasi (Ahmad 2009; Datta et al. 2012), (vi) menyerap karbon dalam perubahan iklim (Gilman et al. 2006; Donato et al. 2011).

Degradasi mangrove secara global mencapai 25%, dari tahun 1980-2000 (FAO 2007; Giri et al. 2011). Data tahun 2009 memperkirakan luas mangrove di Indonesia sebesar 3.2 juta hektar dan sekitar 6.4% berada pada wilayah administrasi Provinsi Riau (Hartini et al. 2010). Kecenderungan luas tersebut menurun setiap tahunnya. Selama 25 tahun (1980-2005) Indonesia telah kehilangan 30.1% atau 1.3 juta hektar mangrove (FAO 2007). Dilaporkan pula bahwa 11 dari 70 (16%) spesies mangrove yang telah diketahui meningkat statusnya menjadi terancam punah (Polidoro et al. 2010). Penyebab kehilangan tersebut diakibatkan oleh (i) pemanfaatan mangrove secara langsung sebagai sumber kayu dan non-kayu (Walters 2005), (ii) alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak udang, tambak garam, lahan pertanian, permukiman dan pariwisata (Jhonnerie et al. 2007; Thu dan Populus 2007), dan (iii) kurangnya pasokan air tawar akibat pembangunan bendungan.

(22)

2

penelitian mangrove di Sungai Kembung hanya bersifat atribut, sporadis dan minim publikasi.

Penginderaan jauh merupakan teknologi penting dalam inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam secara spasial, dan penggunaannya terus meningkat untuk pemanfaatan sumber informasi dalam berbagai bidang (Rikimaru et al. 2002). Secara umum penginderaan jauh digunakan untuk menghubungkan pengukuran radiasi matahari yang dipantukan oleh objek di permukaan bumi (direpresentasikan oleh nilai digital) terhadap kondisi bio-fisik di lapangan. Setidaknya terdapat 11 peranan penginderaan jauh dapat diterapkan untuk menggali informasi mangrove (Kuenzer et al. 2011), termasuk kedalamnya adalah: inventarisasi (Knight et al. 2009; Heumann 2011b), penentuan kawasan (Cardoso et al. 2014), komposisi dan spesies (Koedsin dan Vaiphasa 2013; Kumar dan Patnaik 2013), status kesehatan (Kovacs et al. 2009; Kovacs et al. 2013) serta deteksi perubahan dan pengawasan (Misra et al. 2013; Rahman et al. 2013). Umumnya teknik klasifikasi berperan besar dalam penggalian informasi tersebut.

Klasifikasi data penginderaan jauh umumnya menggunakan metode spektral (Godinho et al. 2014), spasial (Zhao et al. 2011) dan tekstural (Szantoi et al. 2013) baik secara individu atau kombinasi telah mampu meningkatkan ektraksi fitur dan pemetaan. Kajian-kajian penginderaan jauh yang berfokus pada klasifikasi citra telah lama menjadi perhatian dan menarik peneliti penginderaan jauh, karena hasil klasifikasi menjadi dasar bagi berbagai aplikasi lingkungan dan sosial ekonomi (Lu dan Weng 2007). Berbagai upaya peningkatan akurasi klasifikasi telah diusahakan oleh banyak peneliti (Alesheikh dan Sadeghi Naeeni Fard 2007; Quintano dan Cuesta 2010; Mitraka et al. 2012; Yan et al. 2012). Meskipun demikian, hingga saat ini kajian data penginderaan jauh untuk menghasilkan peta tematik masih menjadi tantangan karena beberapa faktor seperti kompleksitas penutup lahan suatu lokasi, data penginderaan jauh tertentu, pengolahan data penginderaan jauh dan pendekatan klasifikasi, dapat mempengaruhi kesuksesan klasifikasi (Lu dan Weng 2007).

Pemilihan citra satelit yang sesuai merupakan tahapan penting dalam kesuksesan klasifikasi untuk tujuan tertentu (Phinn et al. 2000). Pemetaan mangrove umumnya menggunakan sensor seri Landsat (Rahman et al. 2013), Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) (Jean-Baptiste dan Jensen 2006), Satellite Pour l’Observation de la Terre (SPOT) (Santos et al. 2014), IKONOS (Chadwick 2011), QuickBird (Wang et al. 2004b), WorldView-2 (Kamal et al. 2014). Pemilihan citra yang digunakan dipengaruhi oleh kebutuhan pengguna, skala dan karateristik lokasi penelitian, ketersediaan berbagai jenis data dan karakteristiknya, biaya dan waktu serta pengalaman menganalisis citra yang digunakan. Umumnya data citra satelit tersebut diterapkan dalam pemetaan mangrove semi detail dan detail.

(23)

3

pedoman penentuan kerusakan mangrove tahun 2004. Danoedoro (2012) mengembangkan skema klasifikasi penutup lahan serbaguna yang dapat diterapkan melalui interpretasi citra satelit, namun skema klasifikasi yang disediakan untuk kelas mangrove pada tingkatan detail tidak dilengkapi dengan dokumentasi teknis pengembangan yang terstruktur dan dapat direpetisi dengan baik bagi peneliti mangrove. Permasalahan tersebut menjadi catatan tersendiri oleh Cingolani et al. (2004) dan Kuenzer et al. (2011). Pemahaman skema klasifikasi lebih mendalam dapat mengacu kepada pustaka Green et al. (2000) dan Auster et al. (2009).

Penentuan variabel (input image layer/IIL) klasifikasi yang sesuai merupakan langkah penting menuju kesuksesan pengelompokan citra penginderaan jauh. Banyak IIL yang potensial digunakan dalam klasifikasi citra termasuk indeks vegetasi (Díaz dan Blackburn 2003), tekstur (Huang et al. 2009), data multitemporal (Rokni et al. 2014), multisensor (Nascimento Jr et al. 2013) serta penggunaan data tambahan lainnya (ancillary) (Vaiphasa et al. 2006). Selain itu informasi mengenai pemilihan band optimal dan karakteristik spektral melalui pendekatan analisis grafik, metode statistik (menggunakan algoritma separabilitas) telah digunakan untuk menentukan jumlah band optimal (Vaiphasa et al. 2005; Wang dan Sousa 2009). Dalam prakteknya, perbandingan kombinasi yang berbeda dari input image layer (IIL) yang dipilih sering dilakukan, dan dataset referensi yang baik sangat penting. Secara khusus, dataset perwakilan yang baik untuk masing-masing kelas adalah kunci dalam menerapkan klasifikasi terbimbing. Algoritma separabilitas sering digunakan untuk mengevaluasi keterpisahan kelas serta memperbaiki training area masing-masing kelas (Lu dan Weng 2007).

Klasifikasi berbasis piksel mengidentifikasi kelas dari masing-masing piksel dalam sebuah citra kemudian membandingkan data vektor berdimensi untuk setiap piksel dengan vektor prototipe pada masing-masing kelas. Data vektor biasanya terdiri dari nilai-nilai piksel keabuan dari saluran multispektral dan atau penilaian tekstur dan kontekstual yang dihitung dari berbagai band (Rabe et al. 2014; Rastner et al. 2014). Menghasilkan peta tematik penutup lahan yang akurat merupakan tugas yang sulit karena beragamnya penutup lahan terkait komposisi alam yang komplek. Metode klasifikasi konvensional berbasis piksel seperti maximum likelihood (ML) hanya memanfaatkan informasi spektral dan keberhasilan terbatas dalam mengklasifikasikan citra multispektral (Rabe et al. 2014). Hasil klasifikasi berbasis piksel cenderung menghasilkan efek salt and pepper, dimana satu piksel yang terkelaskan berbeda dengan kelas yang ada di sekitarnya. Efek tersebut disebabkan kompleksitas lingkungan biofisik, yang mengakibatkan kemiripan spektral di antara kelas penutup lahan atau skema klasifikasi yang digunakan (Lu dan Weng 2007; Whiteside et al. 2011).

(24)

4

klasifikasi. Kelemahan lain dari klasifikasi parametrik terletak pada sulitnya mengintegrasikan data spektral dengan data tambahan lainnya (Lu dan Weng 2007). Algoritma klasifikasi non-parametrik tidak memerlukan asumsi distribusi normal. Parameter statistik tidak diperlukan untuk memisahkan citra berdasarkan skema klasifikasi. Algoritma non-parametrik sesuai diterapkan pada data tambahan (ancillary) pada prosedur klasifikasi (Lu dan Weng 2007). Telah banyak laporan yang menyatakan bahwa algoritma berbasis non parametrik lebih baik dari klasifikasi berbasis parametrik. Algoritma klasifikasi non-parametrik yang sering digunakan dalam pemetaan mangrove di antaranya jaringan syaraf tiruan (neural network) (Wang et al. 2008), support vector machine (Heumann 2011a), pohon keputusan (decision tree) (Zhang 2011) serta random forest (RF) (Jhonnerie et al. 2015b). Dalam perkembangan terakhir, algoritma machine learning telah diadopsi oleh berbagai aplikasi penginderaan jauh komersial berbasis piksel seperti ENVI EXELIS, ERDAS INTEGRAPH, PCI Geomatic, berbasis objek seperti eCognition dan opensource seperti EnMAP-Box.

Pendekatan klasifikasi berbasis objek tidak beroperasi secara langsung pada piksel individu tetapi pada objek yang terdiri dari banyak piksel yang telah dikelompokkan bersama melalui proses segmentasi citra. Selain informasi spektral dan tekstur yang digunakan dalam metode klasifikasi berbasis piksel, karakteristik bentuk dan hubungan lingkungan dapat juga digunakan dalam klasifikasi berbasis objek. Namun, keberhasilan pendekatan klasifikasi berbasis objek sangat tergantung pada kualitas segmentasi citra (Rabe et al. 2014). Berbagai teknik segmentasi telah diterapkan pada citra penginderaan jauh dengan berbagai tingkat keberhasilan. Segmentasi citra penginderaan jauh merupakan masalah sulit karena piksel campuran, kesamaan spektral, dan penampilan bertekstur dari berbagai jenis penutup lahan. Pendekatan segementasi region growing, piksel secara berulang dikelompokkan menjadi suatu region berdasarkan kriteria kemiripan yang telah ditetapkan (Blaschke 2010).

(25)

5

mangrove menggunakan kontektual editing dengan menggabungkan citra SPOT 5 dan TerraSAR-X, akurasi yang dicapai melalui teknik tersebut sebesar 75%. Nascimento Jr et al. (2013) menggunakan multisensor yang terdiri dari ALOS PALSAR, JER-1, Landsat 5 TM dan SRTM. Teknik klasifikasi menggunakan klasifikasi kontektual dan membangun aturan berdasarkan keunggulan dari masing-masing sensor, melalui metode tersebut dihasilkan akurasi pemetaan penutup lahan sebesar 96%. Son et al. (2015) menggunakan seri citra Landsat untuk mendeteksi perubahan mangrove,klasifikasi menggunakan algoritma tetangga terdekat (nearest neighbour). Hasil akurasi klasifikasi keseluruhan mencapai 82%.

Penerapan klasifikasi berbasis objek di Indonesia belum banyak dikaji lebih jauh, khususnya penerapan algoritma klasifikasi non parametrik, mengingat adopsi algoritma machine learning pada aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini baru dimulai tahun 2011. Pemetaan mangrove dan komunitasnya dengan menerapkan klasifikasi berbasis objek yang berbasis algoritma random forest (RF) serta menggunakan citra satelit multispektral memerlukan kajian yang intensif dan komprehensif.

Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang dinyatakan pada latar belakang, hingga tulisan ini dikembangkan metode yang diterapkan dalam penelitian belum pernah diterapkan sebelumnya. Pertanyaan ilmiah yang mendasari penelitian ini adalah:

1) Komponen apa saja yang membangun komunitas mangrove di Sungai Kembung dan bagaimana pengembangan komunitas mangrove sehingga dapat diterapkan penggunannya dalam teknik pemetaan mangrove yang lebih detail menggunakan citra satelit multispektral?

2) Bagaimana teknik pemetaan mangrove yang lebih baik menggunakan citra satelit multispektral? Apakah dengan menggunakan teknik tersebut mampu meningkatkan akurasi pemetaan?

3) Bagaimana status mangrove di Sungai Kembung berdasarkan data temporal?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengembangkan skema klasifikasi komunitas mangrove yang dapat diterapkan dalam klasifikasi data penginderaan jauh

2) Memetakan mangrove menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dengan penerapan algoritma random forest (RF)

3) Mengetahui status mangrove melalui teknik deteksi perubahan mangrove

Manfaat

(26)

6

monitoring dan pengelolaan ekosistem mangrove melalui teknologi penginderaan jauh.

Kerangka Teori

Skema klasifikasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam klasifikasi hingga saat ini masih menjadi permasalahan. Banyak penelitian yang hanya menyatakan skema klasifikasi yang digunakan saja namun secara objektif metode pengembangan skema tersebut tidak dilaporkan, sehingga pengulangan (repetisi) metode sangat susah diterapkan, atau umumnya hanya bersifat ad hoc sehingga hanya berlaku pada saat penelitian berlangsung. Diperlukan suatu tahapan pengembangan skema klasifikasi yang sistematis sehingga kelas yang dihasilkan tidak memiliki pemahaman yang ambigu serta mampu menampung kebutuhan tingkat kedetailan (bersifat hirarki) dari ragam jenis citra satelit yang tersedia. Pengembangan skema klasifikasi komunitas mangrove menggunakan analisis gerombol dan persentase kemiripan.

Penerapan dan pengembangan metode klasifikasi alternatif diperlukan untuk mengatasi permasalahan sebelumnya, minimal mereduksi kelemahan tersebut. Penelitian ini menerapkan teknik pemetaan alternatif, menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dan penerapan algoritma klasifikasi yang lebih maju, dalam hal ini random forest (RF). Teknik klasifikasi berbasis objek diyakini dapat mereduksi nilai varian dan mengelompokkan piksel citra satelit berdasarkan nilai ambang batas tertentu, sementara algoritma RF merupakan sebuah algoritma yang terdiri dari sekumpulan algoritma yang bekerja sama (ensembler) dan diyakini juga mampu meningkatkan hasil pemetaan mangrove. Aplikasi yang digunakan mampu mengelola data spasial baik raster maupun vektor dengan baik dalam pemetaan.

(27)

7

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Kebaruan (Novelty)

(28)

2 METODOLOGI UMUM

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di ekosistem mangrove Sungai Kembung, Pulau Bengkalis, Provinsi Riau. Pengamatan lapangan dilakukan pada Bulan Juni dan Desember 2012. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 102o21’47.96” -102o29’38,6” BT dan 1o31’25,34”-1o26’28,18” LU. Sungai Kembung bermuara ke

Selat Malaka, di sepanjang sungai tersebut dari hulu hingga ke hilir dan anak-anak sungai merupakan habitat mangrove (Gambar 2). Sebagian wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka tengah mengalami proses abrasi dan telah mengikis sebagian mangrove zona depan (fringing mangrove) khususnya jenis Avecennia alba dan Sonneratia alba.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian berada pada ketinggian 2-5 meter dari permukaan laut. Seperti daerah iklim tropis lainnya, lokasi penelitian memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan kemarau. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), jumlah frekuensi hujan 3-20 hari, dengan curah hujan per bulan 5.4-378.9 mm dan suhu berkisar antara 21-34 oC.

Alat dan Bahan

(29)

9

kartu Video NVDIA GeForce GT 750 M, 2 GB. Perangkat komputer yang digunakan didukung oleh beberapa piranti lunak dan disarikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis piranti lunak dan peranannya dalam penelitian dan sumber perolehan No Piranti lunak Peranan Sumber

1 Microsoft

6 Primer 6.0 Analisis statistik http://www.primer-e.com/primer.htm

7 XLSTAT 2014 Analisis statistik http://www.xlstat.com/en/downlo ad.html

8 ArcGIS Desktop 10.1

- ArcMap Analisis spasial http://www.esri.com/software/arc gis/arcgis-for-desktop

- ArcCatalog Manajemen data spasial

(30)

10

Tabel 2 Peralatan lapangan dan kegunaannya

No Jenis Peralatan Peranan

1 Navigasi

 GPS TRIMBEL JUNO

SB Merekam posisi dan navigasi lapangan

 GPS Garmin 76 CSx Merekam posisi dan navigasi lapangan  Kompas SUUNTO KB14 Navigasi lapangan

 Peta kerja Orientasi lapangan 2 Transek

 Alat hitung (counter) Menghitung jumlah vegetasi

 Meteran panjang (50 m) Membantu dalam pembuatan plot transek  Pita diameter Mengukur diameter batang vegetasi  Gunting stek Memotong spesimen vegetasi  Patok kayu Penanda batas plot transek

 Cat Penanda batang yang telah diukur

 Alat tulis dan lembar

pencatatan Mencatat dan merekam data lapangan  Buku panduan floristik

mangrove

Membantu dalam menentukan spesies mangrove

 Kamera DSLR Canon 40D

Merekam gambar diam yang berkaitan dengan penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, (i) data spasial yang terdiri dari data vektor dan raster (ii) data atribut merupakan data hasil pengolahan data lapangan yang telah ditabulasikan, data tersebut dapat berdiri sendiri dan atau dihubungkan dengan data vektor (Tabel 3).

Tabel 3 Data vektor yang digunakan dalam penelitian

No Tema Skala Sistem

1:50.000 Geografis WGS 84 Bappeda Kabupaten Bengkalis

(31)

11 Tabel 4 Karakteristik sensor yang digunakan

Parameter Sensor

SPOT 6 Landsat 5 TM Landsat 7 ETM+ Landsat 8 OLI SENTINEL-1 ALOS PALSAR

Ketinggian (km) 694 705 705 705 693 702

Temporal (hari) 26 16 16 16 12 26

Spektral (nm)

- Biru Pantai n/a n/a n/a 433 - 453

- Biru 450 - 520 450 - 520 450 – 520 450 - 520 VV+VH HH+HV

- Hijau 530 - 590 520 - 600 520 – 600 520 - 600 5.405 GHz

- Merah 625 - 695 630 - 690 630 – 690 630 - 690 Incident angle 29.1 - 46.0 38.788 - Inframedah dekat 760 - 890 760 - 900 760 – 900 760 - 900

- Inframerah tengah n/a 1550 - 1750 1550 – 1750 1550 - 1750 - Inframerah jauh n/a 2080 - 2350 2080 – 2350 2080 - 2350

- Pankromatik 450 - 745 n/a 500 – 900 500 - 900

- Cirrus n/a n/a n/a 1360 - 1390

Spasial (m) Interferometric Wide

Swath 250 km

- Multispektral 6 30 30 30 10x10 12.5x12.5

- Pankromatik 1.5 15 15 15

Radiometrik (bit) 12 8 8 8

Level 3A 1T 1T 1T 1 Ground Range Detected 1.1

Format DIMAP V2 format Geo-TIFF Geo-TIFF Geo-TIFF SAFE format CEOS format

Proyeksi Geografi UTM UTM UTM Geografi ITRF97 Datum GRS80

Akuisisi

- Tanggal 27 Januari 2013 19 Juni 1996 14 Juli 2002 15 Januari 2015 28 Nopember 2014 18 September 2010

(32)

12

Metode Penelitian

Pengerjaan disertasi secara keseluruhan diringkas pada delapan tahapan yaitu: (i) persiapan data, (ii) pra pengolahan data penginderaan jauh, (iii) rancangan pengambilan data lapangan, (iv) survei lapangan, (v) pengembangan skema klasifikasi komunitas mangrove, (vi) analisis spektral reflektansi, (vii) pemetaan mangrove, (viii) deteksi perubahan mangrove. Tahapan penelitian ini hanya membahas mulai dari persiapan data hingga survei lapangan, sementara analisis data lebih rinci dijelaskan pada sub bab lainnya.

Persiapan data

Tahapan ini mempersiapkan peralatan yang terdiri dari perangkat keras dan lunak serta data yang digunakan, untuk mendukung kegiatan lapangan dan pengolahan data lebih lanjut.

Pra-pengelohan citra Proses pra pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas data melalui koreksi atmosferik (data optik), kalibrasi radiometrik (data SAR) menjadi koefisien hambur balik (backscattering coefisient), dan koreksi geometrik untuk data yang belum memiliki acuan sistem koordinat.

Koreksi atmosferik Meminimalisir pengaruh atmosfer merupakan hal yang penting untuk mendapatkan reflektansi spektral permukaan suatu citra satelit. Data pendukung seperti uap air, distribusi aerosol dan jarak pandang harus diketahui dan kemudian digunakan bersama model transfer radiasi atmoferik untuk menghasilkan perkiraan reflektansi permukaan yang sebenarnya. Koreksi atmosferik menggunakan modul FLAASH (Fast Line-of-sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercube) yang bekerja dengan kode MODTRAN4 (Moderate Resolution Atmospheric Transmission). FLAASH dapat menganalisis dari gelombang tampak hingga inframerah rendah dari citra multispektral dan hiperspektral (Felde et al. 2003).

Parameter FLAASH yang digunakan hanya dua kategori yaitu: (i) parameter umum, terdiri dari file input dan output FLAASH, karakteristik sensor yang digunakan dan model atmosfer. (ii) parameter FLAASH lanjutan, terdiri dari karakteristik aerosol lanjutan, kondisi geometris dan radiometrik FLAASH yang akan dihasilkan (Tabel 5).

(33)

13

Tabel 5 Parameter dan nilai yang digunakan dalam koreksi atmosfer

Parameter FLAASH Citra Landsat 5 TM Citra SPOT 6

(1) Parameter umum

Citra radian L5_radiance spot6_ radiance.dat

File reflektansi L5_radiance_FLAASH spot6_ radiance_FLAASH

Pusat lokasi

Waktu Perekaman 2 Feburari 2010 03: 27 Januari 2013 03:14:20

Model atmosfer Tropical Tropical

Model aerosol Rural Rural

Aerosol retrieval None None

Jarak pandang 40 40

(2) Parameter lanjut

Aerosol scale height (km) 1.5 1.5

CO2 Mixing ratio (ppm) 390 390

Use square slit function No No

Use adjacency correction Yes Yes

Resuse MODTRAN calculation No No

Resolusi MODTRAN 15 cm^-1 15 cm^-1

Modtran multiscatter model Scaled DISORT Scaled DISORT

Number of DISORT stream 8 8

Sudut Zenit 180 180

Sudut Azimut 0 0

Use tiled processing No No

Radiance image Full scene Full scene

Faktor skala reflektansi 10000 10000

(34)

14

posisi piksel citra (baris dan kolom) pada koordinat bumi. Pada aplikasi yang mendukung pembacaan RPC (seperti EXELIS ENVI) sistem proyeksi yang digunakan oleh data citra SPOT 6 adalah geografi dan datum World Geodetic System (WGS) 84, selanjutnya penarapan RPC mentransformasi sistem tersebut menjadi Universal Transverse Mercator (UTM) zona 48 dan datum WGS 84. Hasil koreksi RPC disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil penerapan RPC pada citra SPOT 6 dengan kombinasi 321, dengan tampalan citra RapidEye Level 3A orthofoto kombinasi 432 dan Landsat 5 TM level 1T kombinasi 452

Penerapan koreksi RPC cukup memuaskan, hal tersebut didukung oleh penampalan citra satelit RapidEye Level 3 terkoreksi ortofoto dan Citra Landsat 5 TM Level 1T persis pada posisi dan objek yang sama pada Citra SPOT 6. Penerapan RPC tidak dilanjutkan koreksi geometrik menggunakan Ground Control Point (GCP) mengingat pengkuran GCP hanya mengandalkan pengukuran posisi absolut. Pengukuran GCP menggunakan GPS TRIMBEL JUNO SB, sebanyak 26 pengamatan GCP dilakukan dan setiap GCP diamati selama + 30 menit. Rata-rata pengukuran GCP terdistribusi dari 2 hingga 4 piksel dengan rata-rata 2.67 (SD+ 0.78) piksel.

Kalibrasi radiometrik Tujuan kalibrasi adalah menyediakan data SAR dengan nilai piksel yang berhubungan dengan hambur balik (backscatter) yang dipantulkan oleh permukaan dan data yang telah dikalibrasi dapat digunakan pada analisis kuantitatif. Proses kalibrasi radiometrik menghasilkan data citra SAR dengan nilai sigma nought (σ0).

Kalibrasi radiometrik ALOS PALSAR Data ALOS PALSAR dikalibrasi ASF (Alaska Satellite Facility) MapReady 2.3. Aplikasi ini dikembangkan dan dikelola oleh European Space Agency (ESA). Data disimpan dalam format geotiff (.tiff), diproyeksi menjadi UTM Zona 48 Utara, Datum WGS 84. Ukuran piksel dicuplik dengan ukuran 12.5 meter dengan teknik resample bilinear. Nilai radiometri data dikalibrasi menjadi koefisien hambur balik (backscattering coefficient) mengacu Shimada et al. (2009). Kalibrasi σ0 menggunakan persamaan 1.

(35)

15

σ0 adalah koefisien hambur balik, DN adalah nilai digital, Nr adalah fungsi jarak, a1 adalah faktor skala derau dan a2 adalah faktor konversi linier. Nilai yang dihasilkan oleh persamaan (1) adalah dalam skala power. Merubah nilai power menjadi nilai dB digunakan persamaan (2) karena umumnya image yang telah terkalibrasi menggunakan skala logaritma dB (Shimada et al. 2009).

� = . � + + � − � ( )

I dan Q merupakan bilangan real dan imaginer bagian dari produk Single Look Complex (SLC), CF merupakan calibration faktor adalah -83 dB dan A merupakan faktor konversi yaitu 32. Hasil kalibrasi radiometrik disajikan pada Gambar 4.

a b

Gambar 4 Hasil kalibrasi radiometrik ALOS PALSAR a. HV dan b. HH Kalibrasi data SENTINEL-1 Level-1 dengan tipe produk GRD dapat dilakukan melalui persamaan:

= | � | (3)

nilai(i) adalah salah satu dari atau � , atau , atau DNiorisinal, Aiadalah salah dari betaNought(i), sigmaNought(i), gamma(i) atau dn(i). Mode IMS sigma nought dapat dihitung melalui persamaan:

�, = �, �(�

, ) (

�,

�� ) ( , ) (4)

DNi,j2 adalah intensitas piksel i,j, K adalah konstanta kalibrasi absolut, , adalah sudut datang (incident angle), Ri,jadalah jarak miring (slant range distance), Rref adalah referensi jarak miring (reference slant range distance), �, adalah look angle dan G adalah antenna pattern gain. Hasil kalibrasi radiometrik disajikan pada Gambar 5.

a. b.

(36)

16

Rancangan Survei Lapangan

Rancangan ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan dan pengukuran di lapangan. Pengukuran lapangan dilakukan terhadap: (1) Kelas penutup lahan, mengacu BSN (2010). Pengamatan lapangan dilakukan terhadap penutup lahan di sekitar mangrove dan struktur vegetasi mangrove. Terdapat 8 kelas penutup lahan (Tabel 6) yang diamati dengan luasan pengamatan 30 m x 30 m. Kawasan-kawasan yang tidak diamati secara langsung dibantu dengan interpretasi visual Citra SPOT 6 multispektral yang telah difusi dengan dengan pankromatik berdasarkan kunci-kunci interpretasi (Lillesand et al. 2008). (2) Spesies penyusun komunitas mangrove di Sungai Kembung. Penentuan lokasi stasiun pengamatan berdasarkan stratified random sampling (Congalton dan Green 2009), menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Tabel 6 Skema dan deskripsi penutup lahan

No Kelas penutup lahan Deksripsi

1 Badan Air (BA) Semua kenampakan perairan

2 Kebun kelapa (KA) Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun dan ditanami kelapa

3 Kebun karet (KT) Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun dan ditanami karet

4 Lahan terbuka (LA) Lahan tanpa penutup lahan baik yang bersifat alamiah, semi alamiah amupun artifisial

5 Lahan terbangun (LN)

Area yang telah mengalami substitusi penutup lahan yang bersifat alami atau semi alami oleh penutup lahan buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen

6 Mangrove (ME)

Merupakan tumbuhan baik secara individu maupun komunitas di daerah yang dipengaruhi pasang surut dijumpai disepanjang garis pantai terlindung hingga menyebar ke pinggiran sungai pada daerah tropis dan sub tropis.

7 Semak belukar (SE)

Lahan yang ditumbuhi berbagai jenis vegetasi alamiah heterogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi oleh vegetasi rendah

8 Vegetasi transisi mangrove (TI)

Merupakan vegetasi yang berada antara batas mangrove dan bukan merupakan semak dan belukar, kebun kelapa dan karet

(37)

17

(Gambar 6). Selanjutnya rancangan tersebut dituangkan dalam bentuk peta kerja dan disimpan dalam perangkat GPS. Peta kerja dan GPS berperan besar dalam navigasi menuju lokasi-lokasi pengamatan lapangan.

Gambar 6 Sebaran lokasi pengamatan lapangan

Pengamatan kelas penutup lahan dilakukan seiring dengan pengamatan vegetasi mangrove. Perjalanan menuju lokasi pengamatan vegetasi mangrove ditempuh dengan berjalan kaki, menggunakan kenderaan roda dua dan speedboat. Data yang direkam berupa data struktur komunitas mangrove (diameter batang, tinggi pohon, jenis dan jumlah vegetasi), serta foto-foto dokumentasi lapangan.

Uji akurasi

Hasil klasifikasi data penginderaan jauh divalidasi menggunakan sebuah matrik kesalahan (error matrix) (Tabel 7). Hal ini dilakukan dengan membandingkan citra hasil klasifikasi sebagai peta terhadap kelas yang sebenarnya. Kelas yang sebenarnya diperoleh dari hasil pengamatan lapangan. Uji akurasi mengacu kepada Congalton dan Green (2009).

Tabel 7 Perhitungan matematis matrik kesalahan

j = kolom (referensi) Jumlah baris nj+

i =baris 1 2 k nj+

1 n11 n12 n1k n1-

2 n21 n22 n2k n2-

K n31 n22 n2k nk-

Jumlah kolom n+j n+1 n+2 n+k n

(38)

18

= ∑= �

� (5)

′ =

+ (6)

� ′ =

+ (7)

Sebuah uji-Z berbasiskan KHAT atau statistik K (Kappa) akan digunakan untuk menilai akurasi klasifikasi dari sebuah matrik kesalahan. Nilai koefisien Kappa (KHAT statistik) berada pada rentang 0 hingga 1 dan biasanya akan lebih kecil dari nilai akusari keseluruhan, dan dapat dihitung melalui:

=� ∑�= � −∑�= �+.�+

� −∑�= �+.�+ (8)

r adalah jumlah baris pada matrik, xii adalah jumlah pengamatan pada baris i dan kolom i, xi+ dan x+i adalah total margin baris i dan kolom i, N adalah jumlah pengamatan. K menyatakan pengurangan dalam kesalahan yang keseluruhan merupakan klasifikasi acak. Misalnya nilai K adalah 0.80 maka proses klasifikasi yang dilakukan menghindari 80% kesalahan klasifikasi acak. Akurasi tematik hanya berdasarkan referensi berbasis titik pengamatan. Uji akurasi tidak berbasiskan objek atau uji akurasi yang berkaitan terhadap akurasi geometri objek (seperti lokasi dan bentuk) (Whiteside et al., 2011).

Penentuan dua nilai Kappa independen dan untuk dua matrik kesalahan yang secara signifikan berbeda, maka digunakan uji yang memungkinkan perbandingan secara statistik dua analisis, analisis yang sama dengan waktu berbeda, dua algoritma, dua tipe citra, atau dua citra yang sama dalam menghasilkan akurasi lebih baik. Matrik kesalahan tunggal dan pasangan matrik kesalahan diuji tingkat kepercayaan signifikan pada standar deviasi normal sebagai berikut:

Jika ̂ dan ̂ merupakan estimasi Kappa statistik dari masing-masing matrik kesalahan #1 dan #2, ̂ ̂ dan ̂ ̂ adalah estimasi varian sebagai hasil dari perhitungan yang tepat, maka uji statistik menggunakan persamaan:

=√���̂ �̂�̂ (9)

Z adalah standarisasi dan distribusi normal (standar deviasi) dengan hipotesis : = dan : ≠ , ditolak jika ≥ �/ , dimana α/2 adalah tingkat kepercayaan uji Z dan derajat bebas diasumsikan tidak terhingga (∞). Uji statistik untuk menguji jika dua error matriks independen berbeda secara signifikan menggunakan persamaan:

=√���̂ �̂ +���|�̂ −�̂ |̂ �̂ (10)

(39)

3 PENGEMBANGAN SKEMA KLASIFIKASI UNTUK

PEMETAAN KOMUNITAS MANGROVE

Pendahuluan

Penerapan penginderaan jauh dalam berbagai bidang telah dilakukan sejak beberapa dekade lalu, secara teoritis telah teruji dan ekonomis (Tang dan Li 2010). Kerr dan Ostrovsky (2003) menjelaskan dengan gamblang pemanfaatan penginderaan jauh dan hubungannya dengan data yang dikumpulkan di lapangan, hal tersebut membawa pendekatan baru dalam penelitian ekologi dan biologi. Mangrove merupakan salah satu ekosistem unik di wilayah pesisir. Kajian-kajian ekobiologi mangrove menggunakan data penginderaan jauh telah banyak dihasilkan. Referensi lebih detail mengenai hal tersebut bisa diacu pada Kuenzer et al. (2011) dan Heumann (2011b).

Jensen (2005) dan Gao (2010) menyatakan terdapat beberapa tahapan dalam klasifikasi terbimbing (supervised). Tahapan awal adalah mengembangkan skema klasifikasi. Skema klasifikasi sangat krusial dalam tahapan tersebut karena dapat mempengaruhi data diskrit yang dihasilkan. Skema klasifikasi yang baik menurut Prenzel dan Treitz (2005) adalah skema yang mampu menyediakan hasil klasifikasi yang standar dan dapat diulang. Mumby dan Harborne (1999) menegaskan, penggunaan skema klasifikasi yang tidak sistematik serta dokumentasi yang ambigu menciptakan masalah dalam interpretasi skema klasifikasi dan penggabungan beberapa peta mengingat sedikit atau tidak adanya standarisasi dalam terminologi yang digunakan.

Beragamnya tujuan penelitian pemetaan habitat di wilayah pesisir berdampak terhadap beragamnya skema dan kriteria digunakan untuk menentukan skema klasifikasi mangrove. Permasalahan yang hadir tidak hanya terjadi pada dua istilah yang identik tetapi kurang detailnya kuantitatif juga mengaburkan perbedaaan yang ada sehingga mengurangi kemungkinan bahwa objek akan dibedakan dengan benar. Selain itu tidak banyak tulisan secara spesifik yang membahas tentang skema klasifikasi mangrove. Penelitian ini bertujuan: (i) mengidentifikasi ragam dan jenis vegetasi mangrove di Sungai Kembung sehingga dapat diketahui komposisi vegetasi penyusun ekosistem (ii) mengembangkan skema klasifikasi komunitas mangrove yang dapat diterapkan pada berbagai tingkatan resolusi spasial citra satelit.

Metode

Pengumpulan Data

(40)

20

dalam plot pengamatan diukur diameter batangnya dan kemudian diidentifikasi sampai pada tingkat spesies dengan mengacu pada buku panduan identifikasi vegetasi mangrove (Giesen et al. 2006; Noor et al. 2006).

Ketentuan pengukuran diameter batang dan perhitungan jumlah pohon adalah sebagai berikut: (i) Pengukuran dilakukan pada setinggi dada (130 cm di atas permukaan tanah), (ii) Pengukuran pohon yang memiliki akar lebih dari 130 cm dari permukaan tanah dilakukan 30 cm di atas akar, (iii) Pohon yang bercabang, apabila letak percabangan lebih tinggi dari 130 cm maka pengukuran dilakukan setinggi 130 cm (pohon dianggap satu), apabila percabangan di bawah 130 cm dari permukaan tanah maka pengukuran dilakukan terhadap kedua cabang (pohon dianggap dua), (iv) Apabila setengah atau lebih dari garis menengah suatu pohon masuk ke dalam plot, maka pengukuran terhadap diameternya dilakukan, namun sebaliknya tidak dilakukan (Gambar 7).

Gambar 7 Teknis pengukuran diameter batang mangrove (Dahdouh-Guebas dan Koedam 2006)

Komposisi mangrove Komposisi spesies yang menyusun vegetasi pada area kajian dapat diketahui dari daftar spesies yang dicatat pada saat pengamatan lapangan. Identifikasi langsung dilakukan di lapangan. Pendokumentasian daun, bunga, kulit, buah, batang serta akar dilakukan jika nama spesies tumbuhan tidak diketahui. Proses yang dilakukan dalam kajian komposisi vegetasi adalah: menggunakan buku identifikasi mangrove (Giesen et al. 2006; Noor et al. 2006) untuk mengetahui karakteristik bentuk batang, daun, bunga dan buah.

Kelimpahan spesies penyusun mangrove Perhitungan kelimpahan spesies di lokasi penelitian berdasarkan kepentingan relatif dari spesies-spesies yang menyusun vegetasi, melalui perhitungan diameter pohon, basal area, kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif, dominansi mutlak, dominansi relatif serta indeks nilai penting (INP).

Pengolahan Data

(41)

21

terbukti menjadi ukuran yang memadai dalam penentuan jarak ekologi (Faith et al. 1987). Persamaan Bray-Curtis dinyatakan sebagai berikut:

� = [∑�= |� −� |

∑� (� +� )

= ] (11)

xij adalah kelimpahan spesies ke-i pada sample ke-j dan p adalah spesies keseluruhan.

Penentuan kelas komunitas mangrove ditetapkan dari jarak kemiripan dengan nilai kemiripan 0.5. Dendogram jarak koefisien Bray-Curtis dibangun menggunakan metode average group (Mumby dan Harborne 1999; Green et al. 2000). Karakteristik komunitas mangrove ditentukan oleh persentase kontribusi komponen penyusunnya menggunakan analisis persentase kemiripan (Similarity Percentage/SIMPER) (Clarke 1993). SIMPER dianalisi menggunakan aplikasi PRIMER 6.0. SIMPER menghitung nilai rata-rata ketidakmiripan Bray-Curtis antara pasangan kelompok dalam sampel. Rata-rata ketidakmiripan antara sampel pada dua klaster dapat dinyatakan sebagai rata-rata kontribusi dari setiap variabel penyusunnya. Sebuah variabel penciri memiliki kontribusi besar dalam membedakan komunitas. Pemberian nama kelas komunitas mengacu pada penamaan komunitas berdasarkan karakteritik ekologi, atau dapat juga menggabungkan nama spesies yang memiliki persentase komposisi terbesar pada komunitas tersebut (Green et al. 2000; Phinn et al. 2012).

Hasil dan Pembahasan

Struktur Komunitas

Komunitas mangrove Sungai Kembung dibangun oleh 69 spesies tumbuhan mangrove yang terdiri dari 22 spesies mangrove sejati dan 47 spesies mangrove ikutan. Penelitian ini hanya mengamati enam kelompok dari tujuh pengelompokan lifeform oleh Giesen et al. (2006) yaitu: (i) pakis/ferns (14 jenis), (ii) epifit/epiphyetes (4 spesies), (iii) pemanjat/climbers (7 spesies), (iv) herba tanah/other ground herbs sebanyak (2 spesies), (v) palma tumbuhan seperti palma/palm and palm-like plants (6 spesies), (vi) pohon dan dan semak/trees and shrubs (36 spesies). Khusus mangrove sejati Sungai Kembung terdiri dari 11 famili yaitu Avicenniaceae (2 spesies), Combretaceae (2 spesies), Euphorbiceae (1 spesies), Lythraceae (3 spesies), Meliaceae (2 spesies), Myristicaceae (1 spesies), Arecaceae (1 spesies), Pteridaceae (2 spesies), Rhizophoraceae (6 spesies), Rubiceae (1 spesies) dan Sterculiaceae (1 spesies). Empat dari sebelas famili tersebut merupakan komponen utama penyusun mangrove yaitu Combretaceae, Arecaceae, Rhizophoraceae dan Lythraceae sedangkan yang lain merupakan komponen minor (Tomlinson 1986).

(42)

22

menyatakan bahwa jumlah mangrove sejati yang dijumpai sebanyak 17 spesies dan 18 spesies mangrove ikutan.

Beberapa spesies mangrove di lokasi penelitian merupakan spesies endemik Asia Tenggara, yaitu A. lanata, O. tigillarium, I. cymosa, P. coronarium, D. aloefolium. Dua spesies yang secara lokal umum dijumpai tapi langka dalam skala global, yaitu S. hydrophyllacea dan S. ovata (Giesen et al. 2006). Berdasarkan daftar merah spesies terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN), empat spesies belum termasuk ke dalam daftar tersebut yaitu, B. gymnorrhiza, B. hasselsi. C. tagal dan S. hydrophyllaceae. Satu spesies masuk ke dalam kategori rentan (vulnerable B1+2c) yaitu A. lanata, satu spesies dalam status hampir terancam (near threatened) yaitu S. ovata, dan sisanya berada pada kategori sedikit perhatian (least concerns).

Jenis X. granamun, R. apiculata, L. racemosa dan S. hidrophyllaceae merupakan komunitas dominan dan selalu dijumpai di lokasi studi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya pada semua strata. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingginya nilai penting baik strata dewasa, anakan maupun semai (Tabel 8)

Tabel 8 Nilai penting (%) berdasarkan strata mangrove

No Nama Botani Strata Mangrove

Dewasa Anakan Semai

(43)

23

Gambar 8 X. granatum memiliki kemampuan perkembangbiakan vegetatif. Tunas muda dapat tumbuh setelah mengalami gangguan berupa pemotongan pada batang. b dan c tunas yang tumbuh menjadi ukuran dewasa dan anakan, d. hal yang sama juga terjadi pada jenis S. ovata

(44)

24

Tabel 9 Kerapatan (ind/ha) strata vegetasi mangrove

No Nama Botani Strata Mangrove

Dewasa Anakan Semai

13 Rhizophora apiculata 622.9 438.2 222.9

14 Rhizophora mucronata 75.8 61.1 47.8

15 Scyphiphora

hidrophyllacea 96.8 389.8 222.9

16 Sonneratia alba 11.5 - -

17 Sonneratia ovata 7.0 2.5 -

18 Xylocarpus granatum 1,114.0 1,019.1 6,019.1

Kerapatan 2,377.1 2,231.8 7,818.5

Skema Komunitas Mangrove

Hasil inventaris lapangan terhadap jenis pohon dan semak, dijumpai sebanyak 32 spesies, 15 di antaranya merupakan mangrove ikutan dan 17 spesies merupakan mangrove sejati, 6 spesies pohon hanya teridentifikasi nama lokal dan satu spesies tidak teridentifikasi (Tabel 10).

(45)

25

Tabel 10 Nama spesies, kategori mangrove dan jumlah kehadiran spesies dari seluruh plot transek

No Nama Spesies Kode Kategori Jumlah Kehadiran

1 Ardisia elliptica Ae Ikutan 2

29 Scyphiphora hidrophyllacea Sh Sejati 29

30 Sonneratia alba Sa Sejati 5

31 Sonneratia ovate So Sejati 4

32 Xylocarpus granatum Xg Sejati 117

(46)

26

Gambar 9 Jumlah komposisi jenis pohon mangrove terhadap jumlah plot transek Ilustrasi skema komunitas mangrove di Sungai Kembung disajikan melalui dendogram (Gambar 10). Dendogram adalah diagram pohon yang digunakan untuk menggambarkan susunan klaster dan dihasilkan oleh gerombol hirarki. Sebuah rincian hirarki berdasarkan dendogram suatu komunitas berguna untuk mendefinisikan tingkatan deskriptif yang berbeda. Jarak Bray-Curtis yang digunakan adalah 50%, artinya setiap komunitas mangrove yang dibangun memiliki kemiripan komponen penyusun minimal 50%. Jarak kemiripan yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan Mumby dan Harborne (1999) dan Green et al. (2000) yang menggunakan nilai jarak kemiripan sebesar 60% – 65% dalam mengembangkan habitat lamun, terumbu karang dan mangrove. Green et al. (2000) menambahkan bahwa tidak ada metode pengelompokkan yang sempurna, mengingat ragam metode analisis gerombol cukup banyak dan lokasi pengamatan bervariasi dan keputusan yang dibuat terkadang subjektif terhadap pengelompokkan lokasi pengamatan.

Gambar

Tabel 3 Data vektor yang digunakan dalam penelitian
Tabel 4 Karakteristik sensor yang digunakan
Tabel 5 Parameter dan nilai yang digunakan dalam koreksi atmosfer
Gambar 6 Sebaran lokasi pengamatan lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.2 kerangka pemikiran Sumber: Peneliti Perilaku logis pembelian (Y) 1.jenis produk 2.bentuk produk 3.modal pembelian 4.jumlah pembelian 5.tempat penjualan

Melakukan pekerjaan dengan postur kerja yang salah, beban yang berat dan perancangan alat yang tidak ergonomis dapat mengakibatkan kerugian salah satunya adalah

Ekstrak Co turunan klorofil memiliki daya antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak klorofil alami dan ekstrak feofitin. Hasil uji toksisitas dengan

28 Disajikan informasi mobilitas penduduk, peserta didik dapat menentukan jenis migrasi yang sesuai dengan informasi tersebut. Seorang aktris ternama Indonesia menikahi seorang

Pastikan pengaturan Jenis Media di dalam driver printer atau pengaturan Paper Type (Jenis Kertas) di dalam menu mesin sesuai dengan jenis kertas yang Anda gunakan. (Lihat Jenis

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menentukan rumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan anemia pada kehamilan Trimester III dengan kejadian Berat Bayi

dan wawancara untuk pengumpulan data. Analisis data menggunakan analisis wacana model Teun A Van Dijk. Hasil penelitian ini, pesan dakwah yang disampaikan

Bau dan rasa yang tidak enak pada suatu badan air antara lain dapat disebabkan oleh adanya senyawa yang banyak mengandung nitrogen, sulfur, dan posfor, atau karena proses