• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI MASSA TERHADAP KARAKTERISTIK FUNGSIONALITAS DAN TERMAL KOMPOSIT MgO-SiO BERBASIS SILIKA SEKAM PADI SEBAGAI KATALIS 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH VARIASI MASSA TERHADAP KARAKTERISTIK FUNGSIONALITAS DAN TERMAL KOMPOSIT MgO-SiO BERBASIS SILIKA SEKAM PADI SEBAGAI KATALIS 2"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

A. Komposit Magnesium Silikat (MgO-SiO2)

(2)

MgO-SiO2 terbentuk forsterite dan sedikit enstantite. MgO yang berlebih akan membentuk periclase. Diagram fasa sistem MgO-SiO2 pada Gambar 1, memperlihatkan bahwa MgO dengan SiO2, hanya akan membentuk dua anhydrous silicateyaiturefractory orthosilicate(Mg2SiO4) yang disebutforsterite dan nonrefractory metasilicate (MgSiO3) atau enstantite. Menurut Deer et al, (1966), keduaanhydrous silicate tersebut adalah fasa yang stabil di dalam sistem MgO-SiO2.

Gambar 1. Diagram fasa sistem MgO-SiO2

(3)

B. Magnesium Nitrat Heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O)

Magnesium nitrat heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O) merupakan serbuk kristal tak berwarna, tidak berbau, dan bersifat hidroskopis. Mg(NO3)2.6H2O dengan berat molekul (M) 256,41 g/mol, memiliki titik leleh 90ºC, dekomposisi (terurai) pada suhu≈90ºC dan larut dalam etanol (Lide, 1995). Selain itu, sifat dan karakteristik Mg(NO3)2.6H2O dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat dan karakteristik Mg(NO3)2.6H2O, (Material Data Sheet, 2005)

Karakteristik Nilai

pH 5,0-8,2

Titik Didih 330ºC

Kelarutan Dalam Air 420 g/L

Densitas 1,630 g/cm3

Mg(NO3)2.6H2O dapat digunakan sebagai sumber magnesium oksida, MgO (BradyandClauser, 1989). Menurut Fu dan Song (1998), MgO diperoleh melalui proses sol-gel dengan bahan yang digunakan adalah magnesium nitrat. MgO terbentuk melalui proses pemanasan dan reaksinya diperkirakan seperti pada persamaan (1):

Mg(NO3)2 (s) MgO (s) + 2 NO2 (g)+ ½ O2 (g) (1)

Pada saat pemanasan, terjadi penguraian senyawa nitrat menjadi gas NO2, sehingga terbentuk senyawa MgO.

(4)

parameter sel a = b = c = 4,2112Å (Villars dan Calvert, 1991). Struktur kristal MgO dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Dimana MgO memiliki sruktur kristal kubik dengan jari – jari ionik Mg2+sebesar 0,75 Ǻ dan O2- sebesar 1,35 Ǻ. Dalam gambar Mg2+ ditunjukkan dengan warna hijau dan O2- ditunjukkan dengan warna merah (Villars dan Calvert, 1991)

Karakteristik MgO meliputi densitas 3,580 g/cm3, vicker hardness 5,5-6,0 Gpa, koefisien ekspansi termal 10,8×10-6 /K dan konduktivitas termal 42 Wm-1 K. Berdasarkan karakteristik tersebut, MgO dapat dimanfaatkan sebagai elemen pemanas, bahan reaktor nuklir, tabung termokopel dan bahan krusibel tahan suhu (ReijnenandKim, 1986).

C. Silika

(5)

elektron pada atom silikon sebagian ditransfer pada atom oksigen (Rachmawaty, 2007). Ukuran silika tetrahedral cukup stabil, yaitu panjang ikatan Si–O berkisar 0,161 nm - 0,164 nm (Anonim, 2007). Kekuatan ikatan Si – O sangat tinggi (energi disosiasi ~ 452 kJ/mol) sehingga stabilitas termal dan ketahanan kimia sangat baik pada senyawa silika. Pada umumnya struktur silika bersifat amorf. Silika amorf dapat berubah menjadi struktur kristal seiring perubahan suhu yakni kuarsa, kristobalit dan tridimit. Bentuk unit struktur kristal dapat dilihat pada Gambar 3. Kuarsa terdiri dari dua fasa yaitu fasa rendah (α-kuarsa) dan fasa

tinggi (β-kuarsa). α-Kuarsa dengan suhu kurang dari 537 ºC berubah menjadi β

-kuarsa pada suhu 867 ºC. Selanjutnya, fasa yang stabil mencapai tridimit pada suhu 1470 ºC dan kristobalit mencapai kestabilan pada suhu lebur pada suhu 1730 ºC yang kemudian berubah menjadi cairan (liquid).

Gambar 3. Bentuk unit kristal silika (Canham dan Overton, 2002; Shriver dan Atkins, 1999)

(6)

D. Silika Sekam Padi

1. Sekam Padi

Padi merupakan kebutuhan pokok bagi penduduk negara-negara Asia, terutama Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh dengan mudah di daerah tropis maupun bercurah hujan tinggi dan jumlah produksi yang meningkat sebesar 500 miliar ton / tahun (HwangandChandra, 2009) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.

. Gambar 4. Tanaman padi

(7)

. Gambar 5. Sekam padi

Sekam padi banyak mengandung beberapa senyawa berupa lignin dan chetin, selulosa, hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipida, vitamin B dan asam organik. Selain itu, komposisi kimia sekam padi dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Sekam Padi (Ismunadji, 1988) Komponen

(8)

sekam padi tak ada bedanya dengan kayu ataupun material tumbuhan lainnya. Berdasarkan kandungan hemiselulosa dan selulosa, sekam padi dapat menghantarkan panas secara merata sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar pembuatan batu bata merah, briket arang sekam (Nugraha dan Setiawati, 2001), dan matrik resin pada komposit (Ngafwan, 2006; Ngafwan dan Diharjo, 2004). Sekam padi juga digunakan sebagai bahan alternatif pembuat pupuk organik terkait dengan kandungan ekstra nitrogen bebasnya yang dapat memperbaiki struktur tanah. Selanjutnya, kandungan abu pada sekam padi yang dimanfaatkan sebagai abu gosok. Dalam abu sekam padi terkandung silika dalam jumlah besar. Selain silika, terdapat komponen-komponen yang terkandung dalam abu sekam padi seperti, K2O sebesar 2,50 %, Na2O sebesar 1,75%, CaO sebesar 1,50 %, MgO sebesar 1,96 %, Fe2O3 sebesar 0,54 %, P2O5 sebesar 2,84%, SO3 sebesar 1,13 % dan Cl sebesar 0,42 % (Lashevaet al., 2009).

2. Karakteristik Silika Sekam Padi

(9)

dengan silika yang terdapat dalam TEOS atau TMOS sehingga silika sekam padi dapat sebagai pengganti TEOS atau TMOS.

(10)

Gambar 6. Tipe Pola XRD Silika Sekam Padi Amorf

Sekam padi berpotensi cukup besar untuk digunakan sebagai sumber silika yang memiliki aplikasi cukup luas berdasarkan karakteristiknya. Adapun pemanfaatan silika sekam padi antara lain dalam bidang elektronik, mekanik, kesehatan dan kimia. Dalam bidang elektronik, silika sekam padi diketahui memiliki nilai konduktivitas listrik yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai material pada pembuatan resistor, kapasitor, transistor, serat optik dan sebagai bahan semikonduktor (Ikram dan Akhter, 1988). Dalam bidang mekanik, silika sekam padi digunakan sebagai campuran atau perekat pada semen portland sehingga semen yang dihasilkan mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap bahan agregat. Selain itu, silika sekam padi juga digunakan sebagai filler komposit (Jamarun et

(11)

implants karena sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, kedap air serta tahan terhadap bahan kimia dan proses oksidasi. Sedangkan dalam bidang kimia, silika

sekam padi dapat bereaksi terhadap bahan lain,densitas 52 g/L, luas permukaan

226,3 m2/g, jari –jari pori 2,37 nm dan volum pori sebesar 0,3078 cm3/g sehingga

silika sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan katalis (Yanget al.,2006) dan adsorben (Kalapathy et al., 2000). Selain itu, silika sekam padi memiliki konduktivitas termal 0,036 W.m.-1.K-1sehingga dapat digunakan sebagai material isolator panas (Mehdiana et al., 2011). Berdasarkan karakteristiknya, silika sekam padi berpotensi sebagai sumber silika pada pembuatan keramik.

3. Ekstraksi Silika Sekam Padi

Silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu dengan metode ektraksi alkalis (Kalapathy et al., 2000). Metode ekstraksi telah diterapkan oleh Daifullah et al., 2003 dengan menggunakan KOH 5 %, Siriluk and Yuttapong (2005) dengan NaOH 1 M dilanjutkan dengan pengendapan silika dengan HCl 1 M. Metode ini lebih menguntungkan dibandingkan metode lainnya karena tidak memerlukan suhu reaksi yang tinggi.

(12)

Silika yang diperoleh dari metode ekstraksi mempunyai beberapa kelebihan antara lain amorf, berbentuk sol, homogenitas tinggi, porous dan kereaktifan yang tinggi.

4. Pemanfaatan Silika Sekam Padi Sebagai Bahan Keramik

Silika merupakan senyawa utama dalam pembuatan keramik. Dewasa ini, sekam padi berpotensi menjadi sumber silika dalam pembuatan keramik. Berdasarkan perlakuan termal, silika sekam padi menunjukkan perubahan mikrostruktur seperti butiran dan pori cenderung mengecil, homogen dan kestabilan termal yang meningkat. Selain itu, silika sekam padi berfasa amorph dan mengalami proses kritalisasi membentuk crystobalite dan trydimite seiring kenaikan suhu sintering sehingga layak untuk dimanfaatkan dalam pengembangan material keramik berbasis silika.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, silika sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan keramik teknologi tinggi seperti cordierite (Sembiring, 2008), borosilikat (Karo-Karo,2009), dan mullite (Riyana, 2010).

(13)

Pemanfaatan sekam padi sebagai bahan keramik lainnya adalah keramik borosilikat. Borosilikat merupakan keramik oksida dengan sistem SiO2-B2O3 -Na2O-Al2O3 yang didominasi oleh silika dan boron oksida. Keramik ini memiliki koefisien ekspansi termal 3,3×10-6 K-1 dan konduktivitas panas 1,14 W/mºC (El-Khesen et al., 2009) sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan isolator panas. Konstanta dielektrik yang kecil (4,6 pada 1 MHz) memungkinkan keramik borosilikat sebagai bahan pembuat instrumen papan sirkuit (circuit board) (Pinget

al.,2008) dan LSIs (Large Scale Integrations) (Schwartz, 1984).

Selanjutnya, mullite merupakan keramik yang memiliki karakteristik yang sangat menarik, antara lain daya hantar panas rendah, ekspansi termal rendah, konstanta dielektrik rendah dan kekuatan mekanis yang tinggi (Purba, 2001). Dengan konduktivitas termal 0,006 Wcm-1K-1 dan koefisien ekspansi termal α~4,5×10-60 C-1, mullite banyak digunakan sebagai isolator panas dan bahan refraktori suhu tinggi (Torrecillas, 1999 dan Purba, 2001).

E. Pembuatan Komposit Magnesium Silika dengan MetodeSol-Gel

(14)

Metode sol-gel merupakan salah satu metode pembentukan material melalui jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi pada medium cair. Proses ini melibatkan perubahan dari fasa larutan (sol) menjadi fasa padat (gel), melalui tahapan pembentukan sol, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan (densification) (Brinker dan Scherer, 1990) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. ProsesSol-Gel(Pierre, 1998)

(15)

air, konsentrasi dan suhu (Prassas, 2002). Koloid gelyang terbentuk dari jaringan, masih terdapat cairan pada pori-porinya yang disebut hydrogel.Hydrogel tersebut dapat dihilangkan dari koloid gel melalui penguapan (sintering) menggunakan oven. Pada proses penguapan terjadi pemadatan yang berakibat koloid gel mengalami penyusutan yang sangat besar. Proses pemadatan terjadi pada saat koloid gel disintering pada suhu tinggi tetapi di bawah suhu leleh sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan densitas, porositas, dan penyusutan (Pierre, 1998).

F. Sintering

Pemanasan atau pendinginan suatu bahan dalam keadaan padat merupakan cara yang dilakukan dalam proses perlakuan panas untuk menguji terjadinya perubahan fasa yang berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis suatu bahan. Proses perlakuan panas dapat mempengaruhi fungsionalitas suatu bahan, sehingga dapat diperoleh hubungan antara sifat termal dengan fungsionalitas bahan berdasarkan gugus fungsi yang terjadi selama pemanasan.

(16)

Gambar 8.NeckPada Proses Sintering (Siregar, 2008)

Proses sintering dapat berlangsung apabila adanya transfer materi antara butiran (proses difusi) dan sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi untuk menggerakkan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang kuat. Ada sedikitnya enam mekanisme yang terjadi selama proses sintering yaitu: 1) difusi permukaan, atom di permukaan memiliki tetangga yang lebih sedikit bila dibandingakan dengan atom pada kekisi, sehingga energi aktivasi pada difusi permukaan menjadi lebih rendah daripada difusi kekisi; maka difusi permukaan akan terus meningkat seiring berkurangnya temperatur, 2) difusi kisi dari permukaan, 3) transportasi uap, 4) difusi batas butir, jika ketebalan sampel sama, batas butiran akan bertambah dengan berkurangnya ukuran butiran, hal ini memperlihatkan bahwa difusi batas butiran bergantung pada ukuran butiran, 5) difusi kisi dari batas butir, dan 6) difusi kisi dari dislokasi. Mekanisme – mekanisme tersebut berperan penting dalam penyusutan dan pemadatan.

(17)

pengurangan dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volum dan difusi antar butir (Ristic, 1989; Siregar, 2008). Dengan adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan terjadi suatu ikatan diantara partikel-partikel, disamping itu terjadi rekonstruksi partikel yang dapat menghilangkan atau mengurangi pori-pori yang berada di antara partikel.

Faktor-faktor yang yang mempercepat laju proses sintering antara lain ukuran partikel dan penggunaan aditif. Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan partikel yang lebih besar. Perubahan mikrostruktur bahan selama proses sintering diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Perubahan Mikrostruktur bahan Selama Proses Sintering. (a) Serbuk Partikel, (b) Awal Sintering, (c) Pertengahan Sintering dan (d) Akhir Sintering, (Guzmanet al., 2006).

(a) (b)

(18)

Berdasarkan Gambar 6, selama proses berlangsung, ada beberapa tahapan yang terjadi pada bahan meliputi :

1. Tahap awal, pertikel-partikel saling kontak satu dengan lainnya setelah pencetakan

2. tahap mulai sintering, permukaan kontak antar partikel mulai lebar, dimna ukuran butir ataupun pori belum terjadi

3. tahan pertengahan sintering, pori-pori pada batas butir saling menyatu, dan terjadi kanal-kanal pori dan ukuran butir mulai membesar

4. Tahapan akhir sintering, batas butir bergesaer dan terjadi pembesaran ukuran butir sampai kanal-kanal pori tertutup disertai terjadinya penyusutan.

Melalui proses pencetakan terjadi gabungan atau pengelompokan beberapa butiran, tetapi butiran satu dengan yang lainnya belum terikat kuat. Ikatan antara butiran akan menjadi kuat setelah proses sintering, dimana akan terjadi penyusutan dimensi disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran. Dengan demikian bahan yang telah disintering akan menjadi padat dan kuat.

G. Karakterisasi

1. Analisis Fungsionalitas

Analisis fungsionalitas merupakan suatu analisis untuk mengetahui terjadinya vibrasi-vibrasi gugus fungsi dari suatu sampel (senyawa material) berupa padatan atau cairan yang belum diketahui identitasnya. Salah satu alat yang digunakan untuk menganalisanya adalah spektrofotometer FTIR (Fourier Transform

(19)

Gambar 10.Fourier Transform Infrared Spektrofotometry(FTIR )-8400,tipe Michelson.(Mudzakir, 2011)

Spektrofotometer FTIR adalah suatu alat yang digunakan untuk mempelajari gugus fungsi suatu material menggunakan spektrum radiasi inframerah (Ping et

al., 2008). Spektrofotometer FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi inframerah lainnya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak, serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008). Selain dapat mengidentifikasi material yang belum diketahui, spektrofotometer FTIR dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah sampel. Selain itu, sensitivitas dari metode spektrofotometer FTIR lebih besar daripada metode dispersive, karena radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak tanpa harus melalui celah.

Adapun, spektrofotometer FTIR dilengkapi oleh sistem optik berdasarkan prinsip interferometer Michelson. Spektrofotometer FTIR terdiri dari beam

(20)

menyatukan kembali berkas sinar karena sifatnya dapat meneruskan (transmisi) dan memantulkan (refleksi) sinar yang mengenainya. Berkas sinar hasil penggambungan dan 2 berkas yang telah dipecah akan terjadi interferensi dengan memvariasikan jarak tempuh berkas dengan mengubah posisi cermin bergetar menjauh dan mendekat. Sedangkan, Cermin datar berjumlah 2 buah digunakan untuk memantulkan dari beam splitter kembali ke beam splitter lagi untuk digabung agar terjadi proses interferensi gelombang cahaya. Berdasarkan fungsinya, cermin yang digunakan yaitu cermin bergetar yang dapat digerakkan mendekati atau menjauhi beam splitter dan cermin diam yang dibuat tetap (Suseno dan Firdausi, 2008) seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Sistem optik spektrofotometer FTIR

Pada sistem optik spektrofotometer FTIR digunakan radiasi LASER (Light

(21)

inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

(22)

Gambar 12. Spektrum FTIR magnesium silikat dengan perbandingan MgO dan SiO21:9

2. Analisis Termal

Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Analisis termal digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Dewasa ini, penggunaan analisis termal pada ilmu zat padat sudah luas dan bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Adapun, alat yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi sifat termal suatu bahan adalah DTA/TGA (Differential

Thermal Analysis/Thermal Gravimetry Analysis) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.

(23)

Gambar 13.Differential Thermal Analysis

DTA/TGA adalah suatu teknik di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert (referensi) (Bhadesia, 2002). Metode ini mempunyai kelebihan antara lain instrument dapat digunakan pada range suhu -190 sampai 1600 ºC, bentuk dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan suhu reaksi dan suhu transisi sampel.

Prinsip analisis DTA/TGA yaitu pengukuran perbedaan suhu yang terjadi antara material sampel dan referensi sebagai hasil dari reaksi dekomposisi. Sampel adalah material yang akan dianalisis, sedangkan material referensi adalah material dengan substansi yang diketahui dan tidak aktif secara termal. Dengan menggunakan DTA/TGA, material akan dipanaskan pada suhu tinggi dan mengalami reaksi dekomposisi. Reaksi dekomposisi dipengaruhi oleh efek spesi lain, rasio ukuran dan volume, serta komposisi materi (West, 1984).

(24)

pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel

dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas

(apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu referensi (Onggo dan Fansuri, 1999) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Metode DTA. (a) sampel dalam keadaan konstan (b) Grafik hasil sampel keadaan konstan, (c) sampel dan referen dalam keadaan konstan, dan (d) Grafik hasil sampel dan referen keadaan konstan.

Berdasarkan Gambar 14, menunjukkan bahwa:

(a) sampel mengalami pemanasan dengan laju konstan dan Ts (Temperatur Sampel) dimonitor secara kontinu menggunakan termokopel.

(25)

berlangsung secara sempurna, Kemudian, suhu meningkat dengan tajam untuk menyesuaikan dengan suhu program.

(c) sampel dan referensi ditempatkan bersebelahan dalam heating block yang dipanaskan atau didinginkan pada kecepatan konstan, termokopel khusus ditempatkan pada keduanya dan dihubungkan. Ketika sampel dan referensi berada pada suhu yang sama, output dari pasangan termokopel khusus akan sama dengan nol. Pada perubahan termal terdeteksi dari selisih tegangan dari kedua termokopel.

(d) Termokopel ketiga digunakan untuk memonitor suhu heating block dan hasilnya terdapat berupa puncak yang tajam sebagai hasil perubahan termal pada sampel. Pada peristiwa termal berlangsung pada sampel, timbul perbedaan suhu (∆T) antara sampel dan referensi dari selisih tegangan kedua termokopel. Munculnya suhu puncak dapat ditentukan dari sudu yang mulai timbul (T1) atau pada suhu puncak (T2). Penggunaan T1 menyebabkan tidak diketahui waktu puncak mulai mucul, oleh karena itu lebih digunakan T2. Ukuran dari puncak dapat diperbesar sehingga peristiwa termal dengan perubahan entalpi yang kecil dapat terdeteksi.

(26)

Gambar 15. Kurva DTA MgO-SiO2berdasarkan variasi komposisi dengan suhu pengeringan 76ºC selama 50 jam. Tingkat kenaikan 10º/menit dalam aliran udara.

Berdasarkan kurva DTA pada Gambar 15, puncak endotermik terlihat luas pada kurva DTA karena disebabkan oleh penguapan sisa air, alkohol terperangkap didalam pori-pori berukuran mikro pada gel dan dekomposisi nitrat. Sedangkan puncak eksotermik terlihat pada suhu 900º C yang menunjukkan terjadinya kristalisasi dalam fasa lain, (Bansal, 1987).

3. Pengujian Katalis

(27)

pengaktifan mengakibatkan pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Diagram Profil Energi dari Reaksi Tanpa dan Dengan Katalisator (Laksono, 2005)

Kualitas suatu katalis dapat dilihat dari dua faktor, yaitu aktivitas dan reaktivitas (Onggo dan Fansuri, 1999). Aktivitas katalis merupakan fungsi dari jumlah pusat aktif persatuan berat atau luas permukaan. Katalis yang memiliki aktivitas tinggi dapat mengkatalisis reaksi yang lebih banyak persatuan beratnya, sehingga adanya efisiensi terhadap jumlah katalis yang digunakan. Sedangkan reaktivitas berhubungan dengan suhu di mana katalis mulai memiliki aktivitas yang berarti.

Adapun, laju reaksi menggunakan katalis bergantung pada aktivitas katalitiknya, makin tinggi aktivitas katalitiknya maka laju reaksinya makin cepat. Ada lima jenis aktivitas katalitik yang dikenal, yaitu:

a. aktivitasnya bergantung pada konsentrasi dan luas permukaan katalisator b. aktivitasnya hanya spesifik untuk katalisator tertentu

(28)

d. aktivitasnya memerlukan promotor tertentu, promotor adalah yang zat berfungsi untuk mengaktifkan kerja katalitik dari katalisator.

e. aktivitasnya berlangsung baik jika tidak ada inhibitor, inhibitor zat adalah yang menghambat kerja katalisator.

Berdasarkan aktivasi katalitiknya, pengujian katalis dipengaruhi oleh metode yang digunakan. Secara garis besar, metode pengujian katalis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan sifat-sifat yang akan diteliti (Istadi, 2011), antara lain:

a. Sifat–sifat partikel, meliputi: luas permukaan (surface area), porositas atau distribusi ukuran pori, densitas, ukuran partikel, sifat-sifat mekanis, dan difusifitas.

b. Sifat-sifat permukaan (surface), meliputi: struktur dan morfologi (SEM, TEM, XRD, EXAFS, XPS, IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorption), dan keasaman (TPD).

c. Sifat-sifat bulk, meliputi: komposisi element (XRF, AAS), sifat-sifat senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, IR, DTA, TPR, TPO, TEM), struktur molekul (IR, Raman, UV-Vis, XAFS, NMR, dan EPR), serta reaktivitas bulk (XRD, UV-Vis, TGA, DTA, TPR, dan TPO).

(29)

dengan fase zat yang bereaksi maupun zat hasil reaksi. Contoh reaksi yang menggunakan katalis heterogen adalah reaksi-reaksi permukaan seperti adsorpsi atau penggunaan logam sebagai katalis.

(30)

A. Komposit Magnesium Silikat (MgO-SiO2)

(31)

MgO-SiO2 terbentuk forsterite dan sedikit enstantite. MgO yang berlebih akan membentuk periclase. Diagram fasa sistem MgO-SiO2 pada Gambar 1, memperlihatkan bahwa MgO dengan SiO2, hanya akan membentuk dua anhydrous silicateyaiturefractory orthosilicate(Mg2SiO4) yang disebutforsterite dan nonrefractory metasilicate (MgSiO3) atau enstantite. Menurut Deer et al, (1966), keduaanhydrous silicate tersebut adalah fasa yang stabil di dalam sistem MgO-SiO2.

Gambar 1. Diagram fasa sistem MgO-SiO2

(32)

B. Magnesium Nitrat Heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O)

Magnesium nitrat heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O) merupakan serbuk kristal tak berwarna, tidak berbau, dan bersifat hidroskopis. Mg(NO3)2.6H2O dengan berat molekul (M) 256,41 g/mol, memiliki titik leleh 90ºC, dekomposisi (terurai) pada suhu≈90ºC dan larut dalam etanol (Lide, 1995). Selain itu, sifat dan karakteristik Mg(NO3)2.6H2O dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat dan karakteristik Mg(NO3)2.6H2O, (Material Data Sheet, 2005)

Karakteristik Kapasitas

pH 5,0-8,2

Titik Didih 330ºC

Kelarutan Dalam Air 420 g/l

Densitas 1,630 g/cm3

Mg(NO3)2.6H2O dapat digunakan sebagai sumber magnesium oksida, MgO (BradyandClauser, 1989). Menurut Fu dan Song (1998), MgO diperoleh melalui proses sol-gel dengan bahan yang digunakan adalah magnesium nitrat. MgO terbentuk melalui proses pemanasan dan reaksinya diperkirakan seperti pada persamaan (1):

Mg(NO3)2 (s) MgO (s) + 2 NO2 (g)+ ½ O2 (g) (1)

(33)

MgO mempunyai ikatan ionik yang menghasilkan kation (Mg2+) dan anion (O2-) (Vlack, 1994). Struktur kristal MgO memiliki tipe struktur NaCl, dengan parameter sel a = b = c = 4,2112Å (Villars dan Calvert, 1991). Struktur kristal MgO dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Dimana MgO memiliki sruktur kristal kubik dengan jari – jari ionik Mg2+sebesar 0.75 Ǻ dan O2- sebesar 1,35 Ǻ. Dalam gambar Mg2+ di tunjukan dengan warna hijau dan O2- ditunjukan dengan warna Merah (Villars dan Calvert, 1991)

(34)

C. Silika

Silika atau silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa tetrahedral yang terdiri dari satu atom silikon dan empat atom oksigen yang terbentuk dalam ikatan kovalen. Atom oksigen pada senyawa silika bersifat elektronegatif dan kerapatan elektron pada atom silikon sebagian ditransfer pada atom oksigen (Rachmawaty, 2007). Ukuran silika tetrahedral cukup stabil, yaitu panjang ikatan Si–O berkisar 0,161 nm - 0,164 nm (Anonim, 2007). Kekuatan ikatan Si – O sangat tinggi (energi disosiasi ~ 452 KJ/mol) sehingga stabilitas termal dan ketahanan kimia sangat baik pada senyawa silika. Pada umumnya struktur silika bersifat amorf. Silika amorf dapat berubah menjadi struktur kristal seiring perubahan suhu yakni kuarsa, kristobalit dan tridimit. Bentuk unit struktur kristal dapat dilihat pada Gambar 3. Kuarsa terdiri dari dua fasa yaitu fasa rendah (α-kuarsa) dan fasa

tinggi (β-kuarsa). α-Kuarsa dengan suhu kurang dari 537 ºC berubah menjadi β

-kuarsa pada suhu 867 ºC. Selanjuutnya, fasa yang stabil mencapai tridimit pada suhu 1470 ºC dan kristobalit mencapai kestabilan pada suhu lebur pada suhu 1730 ºC yang kemudian berubah menjadi cairan (liquid).

(35)

Silika memiliki karakteristik warna yang transparan, densitas 2,468 g/cm3, titik lebur 1600 – 1725 ºC, titik didih 2230 ºC, dan kelarutannya sebesar 0,079 g/L. Berdasarkan karakteristik tersebut, silika dapat digunakan dalam industri kertas, keramik, konstruksi, kosmetik dan sebagai filler atau absorben (Bascetin, 2010; Carretero, 2010; Villanueva, 2010).

D. Silika Sekam Padi

1. Sekam Padi

Padi merupakan kebutuhan pokok bagi penduduk negara-negara Asia, terutama Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh dengan mudah di daerah tropis maupun bercurah hujan tinggi dan jumlah produksi yang meningkat sebesar 500 miliar ton / tahun (HwangandChandra, 2009) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.

. Gambar 4. Tanaman Padi

(36)

penggilingan pada proses penggilingan beras. Sekam padi memiliki beberapa sifat spesifik yaitu densitas 1125 kg/m3 dengan nilai kalori sekam sebesar 3300 kkalori/kg, permukaan kasar, nilai gizi rendah serta kandungan abu yang cukup tinggi (Ismunadji, 1988 ) yang ditunjukkan pada Gambar 5.

. Gambar 5. Sekam Padi

Sekam padi banyak mengandung beberapa senyawa berupa lignin dan chetin, selulosa, hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipida, vitamin B dan asam organik. Selain itu, komposisi kimia sekam padi dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

(37)

Berdasarkan Tabel 2, crude protein, crude fat, dan crude fiber yang terkandung dalam sekam padi sangat dibutuhkan oleh ternak ruminasia sebagai sumber pati, lemak dan serat. Oleh karena itu, sekam padi dapat diaplikasikan sebagai bahan pakan ternak. Menurut Lasheva et al (2009), hemiselulosa dan selulosa pada sekam padi tak ada bedanya dengan kayu ataupun material tumbuhan lainnya. Berdasarkan kandungan hemiselulosa dan selulosa, Sekam padi dapat menghantarkan panas secara merata sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar pembuatan batu bata merah, briket arang sekam (Nugraha dan Setiawati, 2001), dan matrik resin pada komposit (Ngafwan, 2006; Ngafwan dan Diharjo, 2004). Sekam padi juga digunakan sebagai bahan alternatif pembuat pupuk organik terkait dengan kandungan ekstra nitrogen bebasnya yang dapat memperbaiki struktur tanah. Selanjutnya, kandungan abu pada sekam padi yang dimanfaatkan sebagai abu gosok. Dalam abu sekam padi terkandung silika dalam jumlah besar. Selain silika, terdapat komponen-komponen yang terkandung dalam abu sekam padi seperti, K2O sebesar 2,50 %, Na2O sebesar 1,75%, CaO sebesar 1,50 %, MgO sebesar 1,96 %, Fe2O3 sebesar 0,54 %, P2O5 sebesar 2,84%, SO3 sebesar 1,13 % dan Cl sebesar 0,42 % (Lashevaet al., 2009).

2. Karakteristik Silika Sekam Padi

(38)

dapat diperbaharui (Larby, 2010). Sifat yang dimiliki oleh silika sekam padi diantaranya, luas permukaan yang besar, ketahanan panas tinggi, kekuatan mekanik yang tinggi, dan inert. Silika sekam padi diketahui mempunyai struktur ortosilikat (Iler, 1979; Kalapathy et al., 2000), yang mempunyai kesamaan dengan silika yang terdapat dalam TEOS atau TMOS sehingga silika sekam padi dapat sebagai pengganti TEOS atau TMOS.

(39)

Gambar 6. Tipe Pola XRD Silika Sekam Padi Amorf

Sekam padi berpotensi cukup besar untuk digunakan sebagai sumber silika yang memiliki aplikasi cukup luas berdasarkan karakteristiknya. Adapun pemanfaatan silika sekam padi antara lain dalam bidang elektronik, mekanik, kesehatan dan kimia. Dalam bidang elektronik, silika sekam padi diketahui memiliki nilai konduktivitas listrik yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai material pada pembuatan resistor, kapasitor, transistor, serat optik dan sebagai bahan semikonduktor (Ikram dan Akhter, 1988). Dalam bidang mekanik, silika sekam padi digunakan sebagai campuran atau perekat pada semen portland sehingga semen yang dihasilkan mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap bahan agregat. Selain itu, silika sekam padi juga digunakan sebagai filler komposit (Jamarun et

(40)

implants karena sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, kedap air serta tahan terhadap bahan kimia dan proses oksidasi. Sedangkan dalam bidang kimia, silika

sekam padi dapat bereaksi terhadap bahan lain,densitas 52 g/L, luas permukaan

226,3 m2/g, jari –jari pori 2,37 nm dan volum pori sebesar 0,3078 cm3/g sehingga

silika sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan katalis (Yanget al.,2006) dan adsorben (Kalapathy et al., 2000). Selain itu, silika sekam padi memiliki konduktivitas termal 0,036 W.m.-1.K-1sehingga dapat digunakan sebagai material isolator panas (Mehdiana et al., 2011). Berdasarkan karakteristiknya, silika sekam padi berpotensi sebagai sumber silika pada pembuatan keramik.

3. Ekstraksi Silika Sekam Padi

Silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu dengan metode ektraksi alkalis (Kalapathy et al., 2000). Metode ekstraksi telah diterapkan oleh Daifullah, et.al, 2003 dengan menggunakan KOH 5 %, Siriluk and Yuttapong (2005) dengan NaOH 1 M dilanjutkan dengan pengendapan silika dengan HCl 1 M. Metode ini lebih menguntungkan dibandingkan metode lainnya karena tidak memerlukan suhu reaksi yang tinggi.

(41)

Silika yang diperoleh dari metode ekstraksi mempunyai beberapa kelebihan antara lain amorf, berbentuk sol, homogenitas tinggi, porous dan kereaktifan yang tinggi.

4. Pemanfaatan Silika Sekam Padi Sebagai Bahan Keramik

Silika merupakan senyawa utama dalam pembuatan keramik. Dewasa ini, sekam padi berpotensi menjadi sumber silika dalam pembuatan keramik. Berdasarkan perlakuan termal, silika sekam padi menunjukkan perubahan mikrostruktur seperti butiran dan pori cenderung mengecil, homogen dan kestabilan termal yang meningkat. Selain itu, silika sekam padi berfasa amorph dan mengalami proses kritalisasi membentuk crystobalite dan trydimite seiring kenaikan suhu sintering sehingga layak untuk dimanfaatkan dalam pengembangan material keramik berbasis silika.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, silika sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan keramik teknologi tinggi seperti cordierite (Sembiring, 2008), borosilikat (Karo-Karo,2009), dan mullite (Riyana, 2010).

(42)

Pemanfaatan sekam padi sebagai bahan keramik lainnya adalah keramik borosilikat. Borosilikat merupakan keramik oksida dengan sistem SiO2-B2O3 -Na2O-Al2O3 yang didominasi oleh silika dan boron oksida. Keramik ini memiliki koefisien ekspansi termal 3,3×10-6 K-1 dan konduktivitas panas 1,14 W/mºC (El-Khesen et al., 2009) sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan isolator panas. Konstanta dielektrik yang kecil (4,6 pada 1 MHz) memungkinkan keramik borosilikat sebagai bahan pembuat instrumen papan sirkuit (circuit board) (Pinget

al.,2008) dan LSIs (Large Scale Integrations) (Schwartz, 1984).

Selanjutnya, mullite merupakan keramik yang memiliki karakteristik yang sangat menarik, antara lain daya hantar panas rendah, ekspansi termal rendah, konstanta dielektrik rendah dan kekuatan mekanis yang tinggi (Purba, 2001). Dengan konduktivitas termal 0,006 Wcm-1K-1 dan koefisien ekspansi termal α~4,5×10-60 C-1, mullite banyak digunakan sebagai isolator panas dan bahan refraktori suhu tinggi (Torrecillas, 1999 dan Purba, 2001).

E. Pembuatan Komposit Magnesium Silika dengan MetodeSol-Gel

(43)

Metode sol-gel merupakan salah satu metode pembentukan material melalui jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi pada medium cair. Proses ini melibatkan perubahan dari fasa larutan (sol) menjadi fasa padat (gel), melalui tahapan pembentukan sol, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan (densification) (Brinker dan Scherer, 1990) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. ProsesSol-Gel(Pierre, 1998)

(44)

air, konsentrasi dan temperatur (Prassas, 2002). Koloid gel yang terbentuk dari jaringan, masih terdapat cairan pada pori-porinya yang disebut hydrogel.

Hydrogel tersebut dapat dihilangkan dari koloidgelmelalui penguapan (sintering) menggunakan oven. Pada proses penguapan terjadi pemadatan yang berakibat koloid gel mengalami penyusutan yang sangat besar. Proses pemadatan terjadi pada saat koloid gel disintering pada suhu tinggi tetapi di bawah suhu leleh sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan densitas, porositas, dan penyusutan (Pierre, 1998).

F. Sintering

Pemanasan atau pendinginan suatu bahan dalam keadaan padat merupakan cara yang dilakukan dalam proses perlakuan panas untuk menguji terjadinya perubahan fasa yang berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis suatu bahan. Proses perlakuan panas dapat mempengaruhi fungsionalitas suatu bahan, sehingga dapat diperoleh hubungan antara sifat termal dengan fungsionalitas bahan berdasarkan gugus fungsi yang terjadi selama pemanasan.

(45)

Gambar 8.NeckPada Proses Sintering (Siregar, 2008)

Proses sintering dapat berlangsung apabila adanya transfer materi antara butiran (proses difusi) dan sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi untuk menggerakkan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang kuat. Ada sedikitnya enam mekanisme yang terjadi selama proses sintering yaitu: 1) difusi permukaan, atom di permukaan memiliki tetangga yang lebih sedikit bila dibandingakan dengan atom pada kekisi, sehingga energi aktivasi pada difusi permukaan menjadi lebih rendah daripada difusi kekisi; maka difusi permukaan akan terus meningkat seiring berkurangnya temperatur, 2) difusi kisi dari permukaan, 3) transportasi uap, 4) difusi batas butir, jika ketebalan sampel sama, batas butiran akan bertambah dengan berkurangnya ukuran butiran, hal ini memperlihatkan bahwa difusi batas butiran bergantung pada ukuran butiran, 5) difusi kisi dari batas butir, dan 6) difusi kisi dari dislokasi. Mekanisme – mekanisme tersebut berperan penting dalam penyusutan dan pemadatan.

(46)

pengurangan dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volum dan difusi antar butir (Ristic, 1989; Siregar, 2008). Dengan adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan terjadi suatu ikatan diantara partikel-partikel, disamping itu terjadi rekonstruksi partikel yang dapat menghilangkan atau mengurangi pori-pori yang berada di antara partikel.

Faktor-faktor yang yang mempercepat laju proses sintering antara lain ukuran partikel dan penggunaan aditif. Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan partikel yang lebih besar. Perubahan mikrostruktur bahan selama proses sintering diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Perubahan Mikrostruktur bahan Selama Proses Sintering. (a) Serbuk Partikel, (b) Awal Sintering, (c) Pertengahan Sintering dan (d) Akhir Sintering, (Guzmanet al., 2006).

(a) (b)

(47)

Berdasarkan Gambar 6, selama proses berlangsung, ada beberapa tahapan yang terjadi pada bahan meliputi :

1. Tahap awal, pertikel-partikel saling kontak satu dengan lainnya setelah pencetakan

2. tahap mulai sintering, permukaan kontak antar partikel mulai lebar, dimna ukuran butir ataupun pori belum terjadi

3. tahan pertengahan sintering, pori-pori pada batas butir saling menyatu, dan terjadi kanal-kanal pori dan ukuran butir mulai membesar

4. Tahapan akhir sintering, batas butir bergesaer dan terjadi pembesaran ukuran butir sampai kanal-kanal pori tertutup disertai terjadinya penyusutan.

Melalui proses pencetakan terjadi gabungan atau pengelompokan beberapa butiran, tetapi butiran satu dengan yang lainnya belum terikat kuat. Ikatan antara butiran akan menjadi kuat setelah proses sintering, dimana akan terjadi penyusutan dimensi disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran. Dengan demikian bahan yang telah disintering akan menjadi padat dan kuat.

G. Karakterisasi

1. Analisis Fungsionalitas

Analisis fungsionalitas merupakan suatu analisis untuk mengetahui terjadinya vibrasi-vibrasi gugus fungsi dari suatu sampel (senyawa material) berupa padatan atau cairan yang belum diketahui identitasnya. Salah satu alat yang digunakan untuk menganalisanya adalah spektrofotometer FTIR (Fourier Transform

(48)

Gambar 10.Fourier Transform Infrared Spektrofotometry(FTIR )-8400,tipe Michelson.(Mudzakir, 2011)

Spektrofotometer FTIR adalah suatu alat yang digunakan untuk mempelajari gugus fungsi suatu material menggunakan spektrum radiasi inframerah (Ping et

al., 2008). Spektrofotometer FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi inframerah lainnya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak, serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008). Selain dapat mengidentifikasi material yang belum diketahui, spektrofotometer FTIR dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah sampel. Selain itu, sensitivitas dari metode spektrofotometer FTIR lebih besar daripada metode dispersive, karena radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak tanpa harus melalui celah.

Adapun, spektrofotometer FTIR dilengkapi oleh sistem optik berdasarkan prinsip interferometer Michelson. Spektrofotometer FTIR terdiri dari beam

(49)

menyatukan kembali berkas sinar karena sifatnya dapat meneruskan (transmisi) dan memantulkan (refleksi) sinar yang mengenainya. Berkas sinar hasil penggambungan dan 2 berkas yang telah dipecah akan terjadi interferensi dengan memvariasikan jarak tempuh berkas dengan mengubah posisi cermin bergetar menjauh dan mendekat. Sedangkan, Cermin datar berjumlah 2 buah digunakan untuk memantulkan dari beam splitter kembali ke beam splitter lagi untuk digabung agar terjadi proses interferensi gelombang cahaya. Berdasarkan fungsinya, cermin yang digunakan yaitu cermin bergetar yang dapat digerakkan mendekati atau menjauhi beam splitter dan cermin diam yang dibuat tetap (Suseno dan Firdausi, 2008) seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Sistem Optik Spektrofotometer FTIR (Anonim C, 2008)

Pada sistem optik spektrofotometer FTIR digunakan radiasi LASER (Light

(50)

inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

(51)

Gambar 12. Spektrum FTIR magnesium silikat dengan perbandingan MgO dan SiO2 1:9

2. Analisis Termal

Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Analisis termal digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Dewasa ini, penggunaan analisis termal pada ilmu zat padat sudah luas dan bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Adapun, alat yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi sifat termal suatu bahan adalah DTA/TGA (Differential

(52)

Gambar 13. Differential Thermal Analysis

DTA/TGA adalah suatu teknik di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert (referensi) (Bhadesia, 2002). Metode ini mempunyai kelebihan antara lain instrument dapat digunakan pada suhu tinggi, bentuk dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan suhu reaksi dan suhu transisi sampel. Umumnya, DTA/TGA digunakan pada range suhu -190 sampai 1600 ºC. Sedangkan sampel yang digunakan sedikit, hanya beberapa miligram. Hal ini dilakukan untuk mengurangi masalah gradien termal akibat sampel terlalu banyak yang menyebabkan berkurangnya sensitivitas dan akurasi instrumen.

(53)

Berdasarkan prinsip analisis DTA/TGA, suhu sampel dan referensi akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya perubahan termal, seperti

pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel

dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas

(apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu referensi (Onggo dan Fansuri, 1999) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Metode DTA. (a) sampel dalam keadaan konstan (b) Grafik hasil sampel keadaan konstan, (c) sampel dan referen dalam keadaan konstan, dan (d) Grafik hasil sampel dan referen keadaan konstan.

Berdasarkan Gambar 14, menunjukkan bahwa:

(a) sampel mengalami pemanasan dengan laju konstan dan Ts (Temperatur Sampel) dimonitor secara kontinu menggunakan termokopel.

(54)

sebagai Tc (Titik Leleh). Suhu sampel konstan pada Tc sampai pelelehan berlangsung secara sempurna, Kemudian, suhu meningkat dengan tajam untuk menyesuaikan dengan suhu program.

(c) sampel dan referensi ditempatkan bersebelahan dalam heating block yang dipanaskan atau didinginkan pada kecepatan konstan, termokopel khusus ditempatkan pada keduanya dan dihubungkan. Ketika sampel dan referensi berada pada suhu yang sama, output dari pasangan termokopel khusus akan sama dengan nol. Pada perubahan termal terdeteksi dari selisih tegangan dari kedua termokopel.

(d) Termokopel ketiga digunakan untuk memonitor suhu heating block dan hasilnya terdapat berupa puncak yang tajam sebagai hasil perubahan termal pada sampel. Pada peristiwa termal berlangsung pada sampel, timbul perbedaan suhu (∆T) antara sampel dan referensi dari selisih

tegangan kedua termokopel. Munculnya suhu puncak dapat ditentukan dari sudu yang mulai timbul (T1) atau pada suhu puncak (T2). Penggunaan T1 menyebabkan tidak diketahui waktu puncak mulai mucul, oleh karena itu lebih digunakan T2. Ukuran dari puncak dapat diperbesar sehingga peristiwa termal dengan perubahan entalpi yang kecil dapat terdeteksi.

(55)

Gambar 15. Kurva DTA MgO-SiO2berdasarkan variasi komposisi dengan suhu pengeringan 76ºC selama 50 jam. Tingkat kenaikan 10º/menit dalam aliran udara.

Berdasarkan kurva DTA pada Gambar 15, puncak endotermik terlihat luas pada kurva DTA karena disebabkan oleh penguapan sisa air, alkohol terperangkap didalam pori-pori berukuran mikro pada gel dan dekomposisi nitrat. Sedangkan puncak eksotermik terlihat pada suhu 900º C yang menunjukkan terjadinya kristalisasi dalam fasa lain, (Bansal, 1987).

3. Pengujian Katalis

(56)

pengaktifan mengakibatkan pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Diagram Profil Energi dari Reaksi Tanpa dan Dengan Katalisator (Laksono, 2005)

Kualitas suatu katalis dapat dilihat dari dua faktor, yaitu aktivitas dan reaktivitas (Onggo dan Fansuri, 1999). Aktivitas katalis merupakan fungsi dari jumlah pusat aktif persatuan berat atau luas permukaan. Katalis yang memiliki aktivitas tinggi dapat mengkatalisis reaksi yang lebih banyak persatuan beratnya, sehingga adanya efisiensi terhadap jumlah katalis yang digunakan. Sedangkan reaktivitas berhubungan dengan suhu di mana katalis mulai memiliki aktivitas yang berarti.

Adapun, laju reaksi menggunakan katalis bergantung pada aktivitas katalitiknya, makin tinggi aktivitas katalitiknya maka laju reaksinya makin cepat. Ada lima jenis aktivitas katalitik yang dikenal, yaitu:

(57)

c. aktivitasnya bergantung pada bentuk geometri atau orientasi permukaan katalisator

d. aktivitasnya memerlukan promotor tertentu, promotor adalah yang zat berfungsi untuk mengaktifkan kerja katalitik dari katalisator.

e. aktivitasnya berlangsung baik jika tidak ada inhibitor, inhibitor zat adalah yang menghambat kerja katalisator.

Berdasarkan aktivasi katalitiknya, pengujian katalis dipengaruhi oleh metode yang digunakan. Secara garis besar, metode pengujian katalis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan sifat-sifat yang akan diteliti (Istadi, 2011), antara lain:

a. Sifat–sifat partikel, meliputi: luas permukaan (surface area), porositas atau distribusi ukuran pori, densitas, ukuran partikel, sifat-sifat mekanis, dan difusifitas.

b. Sifat-sifat permukaan (surface), meliputi: struktur dan morfologi (SEM, TEM, XRD, EXAFS, XPS, IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorption), dan keasaman (TPD).

c. Sifat-sifat bulk, meliputi: komposisi element (XRF, AAS), sifat-sifat senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, IR, DTA, TPR, TPO, TEM), struktur molekul (IR, Raman, UV-Vis, XAFS, NMR, dan EPR), serta reaktivitas bulk (XRD, UV-Vis, TGA, DTA, TPR, dan TPO).

(58)

digunakan adalah katalis asam-basa dan katalis biologis (enzim) dalam reaksi enzimatik. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan fase zat yang bereaksi maupun zat hasil reaksi. Contoh reaksi yang menggunakan katalis heterogen adalah reaksi-reaksi permukaan seperti adsorpsi atau penggunaan logam sebagai katalis.

(59)

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu material dalam peningkatan produk hasil reaksi tidak terlepas dari peranan bahan katalis (katalisator). Katalis merupakan suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai keseimbangan, tanpa mengubah nilai kesetimbangan dan tidak ikut bereaksi. Penggunaan katalis tidak hanya untuk mempercepat reaksi, namun dapat menghasilkan produk baru yang dimanfaatkan dalam proses industri, proses produksi bahan kimia dan makanan, PLTN, dan kegiatan pengendalian pencemaran. Dewasa ini, material yang telah digunakan sebagai katalisator adalah cordierite (Wigayati dan Mulyadi, 1996),

mullite(Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2007),zeolite(HtayandOo, 2008; Froment et al., 2001) dan magnesium silikat (Zevenhoven and Kohlman, 2001; Fitriyanti, 2009).

Magnesium silikat merupakan salah satu material komposit berbasis silika yang memiliki ciri-ciri fisik yaitu bubuk (powder) putih, tidak berbau, tidak larut dalam air dan amorf (Arisurya, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Zevenhoven dan Kohlmann (2001) magnesium silikat terdiri dari beberapa mineral yaitu

(60)

2002) namun pada suhu 800-850 ºC terjadi perubahan struktur kristal serpentine (Huang, 1987; Deer et al., 1992) yakni terbentuknya struktur forsterite dan

enstatite (Chenget al., 2002; Purawiardi, 1994). Seiring perlakuan termal, terjadi densifikasi pada partikel magnesium silikat sehingga terjadi dekomposisi volume dan perubahan fase. Menurut Bansal (1987), hal ini mempengaruhi karakteristik magnesium silikat yaitu magnesium silikat memiliki luas permukaan 612 m2/g, densitas 2,90 g/cm3(Bansal, 1987; Sumarnadi dkk., 2010), diameter pori 5,4 nm, kelarutannya 0,00175 g/cm3 dan homogenitas tinggi (Ciesielczyk et al., 2010). Berdasarkan karakteristik tersebut, magnesium silikat baik digunakan sebagai katalisator.

(61)
(62)

2000; Daifullah et al., 2003; Nurhayati, 2006; dan Sembiring and Karo-Karo, 2007) atau dengan menggunakan metode pengabuan (Harsono, 2002). Keunggulan metode alkalis diantaranya biaya relatif murah dibandingkan dengan silika mineral yang didasarkan pada kelarutan silika amorf yang besar dalam larutan alkalis serta pengendapan silika yang terlarut dalam asam (Sembiring, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perolehan komposit magnesium silikat sebagai pendukung katalis tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan termal, metode yang digunakan dan bahan baku namun lebih pada perbandingan komposisi penyusun yaitu MgO dan SiO2. Atas dasar tersebut, dalam penelitian ini akan digunakan tiga komposisi yang berbeda yaitu 40:60, 50:50 dan 60:40. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Bansal (1987), bahwa perbandingan komposisi yang digunakan dapat mempengaruhi karakteristik termal dan fungsionalitas komposit magnesium silikat sehingga mampu sebagai pendukung katalis. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan beberapa analisis, yakni (a) analisis fungsionalitas dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform

Infra-Red), (b) analisis termal dengan menggunakan DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermal Gravimetry Analysis) dan (c) uji aplikasi katalis.

B. Rumusan Masalah

(63)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh variasi massa MgO dan SiO2 yang disintesis dengan metode sol-gel terhadap fungsionalitas dan termal komposit magnesium silikat.

2. Mengetahui kaitan fungsionalitas dan termal komposit magnesium silikat terhadap hasil uji aplikasi katalis.

D. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel uji berupa komposit magnesium silikat berbasis silika sekam padi. 2. Perbandingan massa antara MgO dan SiO2 yang digunakan yaitu 40:60, 50:50

dan 60:40.

3. Metode yang digunakan dalam pembuatan komposit magnesium silikat adalah metodesol-gel.

4. Suhu sintering yang digunakan adalah 900°C

5. Karakteristik FTIR (Foureir Transform Infra-Red), DTA/TGA (Differential

(64)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat diantaranya:

1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan komposit magnesium silikat berdasarkan variasi massa MgO dan SiO2.

2. Dapat mengetahui gugus fungsional dan sifat termal komposit magnesium silikat berbasis silika sekam padi.

3. Sebagai parameter pemanfaatan komposit magnesium silikat sebagai katalis berdasarkan karakteristik fungsional dan termal.

F. Sistematika Penulisan

BAB I. PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

(65)

BAB III. METODE PENELITIAN

Menjelaskan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, preparasi sampel, karakteriasasi dan prosedur penelitian.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan tentang hasil analisis dan pembahasan dari karakteristik fungsionalitas, termal dan uji katalis

BAB V. KESIMPULAN

(66)

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung, serta BATAN-LIPI Serpong, Tangerang.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun dalam penelitian pembuatan komposit magnesium silikat ini menggunakan alat-alat yang digunakan sebagai berikut : neraca, spatula,

alumunium foil, beaker glass, kompor listrik, labu kimia, labu leher tiga, gelas ukur, alat penyaring, kertas tissue, kertas saring, hot plate stirrer, alat pressing

(67)

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sekam padi, magnesium nitrat heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O, larutan KOH 5 %, larutan HCl 10 %, akuades, metanol dan minyak kelapa.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sekam Padi

Sekam padi yang diperoleh dari pabrik penggilingan kota Metro dicuci hingga bersih dengan menggunakan air dan selanjutnya direndam selama 1 jam. Sekam padi yang mengapung dibuang dan yang tenggelam diambil untuk digunakan dalam percobaan selanjutnya. Sekam padi dimasukkan ke dalam air panas dan direndam selama 6 jam kemudian ditiriskan. Sekam yang sudah ditirskan selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering. Selama peroses penjemuran sekam padi diratakan agar sekam dapat kering secara menyeluruh.

2. Ekstraksi Silika Sekam Padi

(68)

mendapatkan silika dalam bentuksol(filtrat). Silikasolyang diperoleh didiamkan dan didinginkan selama 24 jam sehingga dapat terjadi proses penuaan (aging).

3. Perhitungan Massa Silika

Dalam pembuatan silika dilakukan perhitungan massa bahan bertujuan untuk mengetahui massa silika padat yang terkandung dalam sejumlah volume silika sol. Adapun proses pengukurannya adalah sebagai berikut : 50 mL silika sol (filtrat) dituangkan ke dalam beaker glass, kemudian diasamkan dengan menggunakan larutan HCl 10 % sedikit demi sedikit menggunakan pipet tetes sehingga terbentuk silika gel. Silika gel yang telah terbentuk didiamkan selama 24 jam bertujuan untuk proses penuaan (aging), sehingga diperoleh berwarna coklat kehitam-hitaman. Untuk mendapatkan silika berwana putih dilakukan pencucian dengan menggunakan pemutih dan air hangat, hasil pencucian silika disaring menggunakan kertas saring dan dikeringkan, hasil pengeringan dipanaskan menggunakan furnace dengan temperature pemanasan 110°C selama 3 jam hingga diperoleh silika dalam bentuk padat. Silika padat selanjutnya ditimbang menggunakan neraca untuk diketahui massanya.

4. Pembuatan Larutan Magnesium Nitrat Heksahidrat (Mg(NO3)2.6H2O)

(69)

distirrer. Setelah larutan ini terbentuk akan diproses ke tahap selanjutnya yaitu prosessol-gelMgO-SiO2.

5. Pembuatan Magnesium silikat (MgO-SiO2) Dengan MetodeSol-Gel

Pembuatan magnesium silikat dalam penelitian ini menggunakan metode sol-gel dengan variasi komposisi 40:60, 50:50, dan 60:40. Adapun Langkah-langkah proses sol-gel MgO-SiO2 yaitu larutan Mg(NO3)2.6H2O yang telah diperoleh dicampurkan dengan silika sol berdasarkan variasi komposisi. Selanjutnya, dilakukan proses pengasaman agar larutan yang terbentuk bersifat netral sehingga terjadi endapan yang berupa gel. Gel ini diidentifikasikan sebagai magnesium silikat (MgO-SiO2) gel. Magnesium silikat gel yang diperoleh kemudian dipanaskan menggunakan furnace pada suhu 110°C dan akhirnya akan membentuk bubuk magnesium silikat (MgO-SiO2). Magnesium silikat bubuk dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pastel dan disaring dengan menggunakan ayakan berdiameter 200μ m, agar didapat butiran yang lebih halus.

6. Sintering

(70)

mengikat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses sintering adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan sampel yang akan disintering. 2. Sampel dimasukkan ke dalam tungkufurnace.

3. Dihubungkannya aliran listrik dengan tungkufurnace. 4. saklar “ON”diputar untuk menghidupkan tungkufurnace.

5. suhu yang diinginkan diatur dengan kenaikan 3°/menit dan pada puncaknya ditahan selama 8 jam.

6. Setelah proses sintering selesai, saklar diputar keposisi “OFF”.

7. Sampel dikeluarkan dari tungkufurnace. 8. Aliran listrik dari tungkufurnace.

9. Sampel yang telah disintering disimpan dalam wadah tertutup.

7. Karakterisasi

Karakterisasi yang dilakukan pada sampel yang telah disintering pada suhu 900°C sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan satu sampel tanpa perlakuan sintering. Terdapat 3 macam karakterisasi yang digunakan yaitu Fourier

Transform Infra Red (FTIR), DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermal Gravimetry Analysis) dan Uji katalis.

a. Fourier Transform Infra Red(FTIR)

(71)

seberat 0.1 gram, kemudian sampel padat bebas air ditimbang dengan massa 1% dari berat KBr. Sampel dengan KBr dicampur hingga rata.Sampel dan KBr yang sudah dicampur dimasukkan ke dalam cetakkan pelet. Dihubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air. Cetakan diletakkan pada pompa hidrolik kemudian diberi tekanan. Pompa vakum dihidupkan selama 15 menit. Pelet yang sudah terbentuk dilepaskan dan ditempatkan pada tablet holder. Alat inferometer dan komputer dihidupkan. Klik FTIR 8400 pada layar komputer. Sampel ditempatkan pada inferometer, klik FTIR 8400 dan mengisi data. Klik

sampel start untuk memulai, dan untuk memunculkan harga bilangan gelombang klik clac pada menu, kemudian klik peak table lalu klik ok. Komputer, inferometer dan sumber listrik dioffkan.

b. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermal Gravimetry Analysis)

Karakterisasi dengan Differential Thermal Analysis/Termogravimetry (DTA/TG) dilakukan untuk menganalisis sifat termal komposit magnesium silikat serta stabilitas pada sampel magnesium silikat. Adapun prosedur karakterisasinya yaitu cawan platina kosong disiapkan untuk digunakan sebagai sampel referensi, dan serbuk sampel magnesium silikat dimasukkan ke dalam cawan platina sebagai sampel yang akan diuji. Selanjutnya, kedua cawan platina diletakkan pada posisi vertikal di sampel holder dengan posisi furnace diputar ke arah sampel holder

yang dilanjutkan dengan mengatur setting temperatur yaitu Tstart= 500C,

Tpengukuran= 1300

0C heating read (kenaikan suhu = 30C/menit). Kemudian tombol

power furnace ditekan pada posisi “ON” untuk pemanasan akan bekerja sesuai

(72)

terlihat dan akan diamati sampai temperatur Tpengukuran tercapai menurut program

yang telah diatur. Apabila Tpengukuran telah tercapai maka power furnace dapat

dimatikan yaitu pada posisi “OFF” dan selanjutnya dilakukan print hasil

pengukuran.

c. Uji Aplikasi Katalis

Percobaan dilakukan dengan jumlah katalis yaitu 5% yang ditambahkan ke dalam minyak kelapa 100 mL dan methanol 25,6 mL, kemudian dilakukan pengadukan sambil direfluks selama 360 menit pada suhu ± 90 oC. Sebagai parameter ukur keberhasilan reaksi adalah rendemen reaksi produk yang dihasilkan. Dari serangkaian percobaan ini diperoleh ester dari minyak kelapa.

(73)

Diagram alir dalam penelitian ini dapat diperlihatkan sebagai berikut :

(74)

SILIKA SEKAM PADI SEBAGAI KATALIS Nama Mahasiswa : Jayanti Dwi Hamdila

No. Pokok Mahasiswa : 0617041049

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(75)

BERBASIS SILIKA SEKAM PADI Nama Mahasiswa : Eva Anjarsari

No. Pokok Mahasiswa : 0717041007

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(76)

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis gugus fungsi dan termal magnesium silikat berbasis

silika sekam padi maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis gugus fungsi pada sampel terdapat gugus Si-O-Si, Mg-O-Si dan

Mg-O sebagai pembentuk komposit magnesium silikat.

2. Pembentukan gugus Mg-O-Si dipengaruhi oleh perbandingan massa MgO

dan silika, semakin besar massa MgO yang digunakan maka semakin banyak

gugus Mg-O berikatan dengan gugus Si-O.

3. Hasil analisis DTA/TGA menunjukkan bahwa sampel mengalami reaksi

endotermik dan eksotermik. Penyerapan panas (endoterm) lebih mudah

terjadi seiring dengan penambahan massa MgO yang digunakan. Sebaliknya,

kestabilan termal dicapai oleh sampel dengan massa silika terbesar yang

ditandai oleh perubahan berat yang tidak terlalu signifikan.

4. Hasil analisis gugus fungsi dan termal menunjukkan bahwa komposit

magnesium silikat dapat diaplikasikan sebagai katalis.

5. Hasil pengujian katalis menghasilkan senyawa utama metil laurat, metil

miristat dan metil palmitat sebagai komponen biodiesel yang dihasilkan dari

(77)

B. SARAN

Untuk memperoleh informasi tentang pembentukan komposit magnesium silikat

sebagai katalis, penelitian selanjutnya disarankan melakukan pengujian XRD,

(78)

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Simon Sembiring, Ph.D ...

Sekretaris : Kamisah D. Pandiangan, S.Si., M.Si ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Pulung Karo-Karo, M.Si ...

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D.

NIP. 19690530 199512 1 001

(79)

SILIKA SEKAM PADI SEBAGAI KATALIS

Nama Mahasiswa :

Jayanti Dwi Hamdila

No.Pokok Mahasiswa : 0617041049

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Drs. Simon Sembiring, Ph.D Kamisah D. Pandiangan, S.Si., M.Si NIP. 196110031991031002 NIP. 197212051997032001

2. a.n Ketua Jurusan Fisika Sekretaris Jurusan Fisika

(80)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan oleh orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka, salian itu saya menyatakan bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 26 Juli 2012

(81)

Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada 06 Maret 1988 yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan berbahagia, Bapak Hi. Janahar Janusi, S.Pd dan Ibu Hj. Yusmiati, S.Pd.I. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di Dharma Wanita Unila pada Tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Rajabasa pada Tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 22 Bandar Lampung pada Tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bandar Lampung pada Tahun 2006. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika pada Tahun 2006 melalui jalur SPMB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) periode 2007-2008 sebagai Anggota Bidang Kaderisasi dan periode 2008-2009 sebagai Ketua Bidang Olahraga. Selain itu, penulis pernah aktif dalam organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa – Karate

(82)

Fisika Dasar pada tahun 2009-2011, asisten praktikum Fisika Eksperimen periode 2009 dan asisten praktikumSol-Gel2009.

(83)

Dengan Menyebut Nama Allah lagi Maha Pengasih dan

Maha Penyayang.

Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih

kepada Allah, dan Dia-lah yang Maha Perkasa, Maha

Bijaksana. (59;04)

Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki

sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah! maka

terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi

tanpa jarak rentang waktu maupun ruang. (36;82)

(84)

Mamaku Hj. Yusmiati, S. Pd.I

Ayahku Hi. Janahar Janusi, S. Pd

Udaku Janius Guswendi, S.T

Adikku Hardaniyus Sanjaya

Adikku Yurisqal Azhami

dan

(85)

Bismillahirrahmanirrohiim. Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji hanya milik Allah SWT, pencipta Alam

semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi umatNya. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi satu-satunya teladan manusia sepanjang zaman. Dengan berbagai hambatan dan kemudahan, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Massa Terhadap Karakteristik Fungsionalitas dan

Termal Komposit MgO-SiO2 Berbasis Silika Sekam Padi Sebagai Katalis” sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Billahitaufikwalhidayah, wassalammualaikum wr.wb.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,

Gambar

Gambar 1. Diagram fasa sistem MgO-SiO 2
Gambar 2. Dimana MgO memiliki sruktur kristal kubik dengan jari – jari ionik Mg 2+ sebesar 0,75 Ǻ dan O 2- sebesar 1,35 Ǻ
Tabel 2. Komposisi Kimia Sekam Padi (Ismunadji, 1988) Komponen
Gambar 6. Tipe Pola XRD Silika Sekam Padi Amorf
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.02.0101.1.02.05.0073 Pertemuan koordinasi program kesehatan olahraga Terlaksananya pertermuan koordinasi program kesehatan olah raga tingkat provinsi sebanyak 20 orang. Terjadi

Organizational commitment to both organizations does not affect in-role or extra-role behavior of employees, but this prosocial behavior is significantly correlated with

SUSUNAN PENGURUS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAYAH JAMIAH AL-AZIZIYAH.. DEWAN

Manfaat penelitian dengan menggunakan metode lihat ucap di kelas I SDN 005 Koto Sentajo diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua komponen yang terkait yaitu:

Parameter yang telah didapat dari penelitian diolah dengan software Microsoft Excel untuk menampilkan grafik hubungan antara putaran rotor dengan torsi yang dihasilkan,

“Ndak aku, nek eneng seng loro yo tak inguk tapi ndak aku seneng karo wonge nek gak seneng ya uwis tak tekke wae, begitu juga kalau Saya diundang jagong manten atau layat di

Di mana program faktual ini tayang pada waktu utama ( primetime ) sehingga dapat menarik perhatian khalayak. Pada salah satu program faktual Metro TV teks

Fasilitator Workshop “Strategi Pembelajaran Aktif di Madrasah Diniyah yang Berbasis Realitas” untuk Guru-guru Madrasah Diniyah Karangwangi Kabupaten Cirebon,