• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI ACTINOMYCETES ANLd-2b-3 LUMPUR HUTAN BAKAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI ACTINOMYCETES ANLd-2b-3 LUMPUR HUTAN BAKAU"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF ALKALOID COMPOUND FROM ACTINOMYCETES ANLd-2b-3 OF MANGROVE MUD

By

Deliana Hernawati

(2)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI ACTINOMYCETESANLd-2b-3 LUMPUR HUTAN BAKAU

Oleh

Deliana Hernawati

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa alkaloid dariactinomycetes ANLd-2b-3 yang hidup di lumpur hutan bakau. Senyawa isolat, A8, dimurnikan dengan metoda kromatografi kolom melalui beberapa tahapan dan diperoleh rendemen sebanyak 3.7 %. Kemurnian isolat diidentifikasi menggunakan metoda Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektorEvaporating Light Scattering Detection(ELSD). Kromatogram KCKT menunjukkan satu puncak dengan nilaiRetention Time(Rt) 20,6 menit. Karakterisasi dengan metoda

spektroskopiFourier Transform Infrared(FTIR) menginformasikan bahwa senyawa A8 merupakan senyawa metabolit sekunder dari golongan alkaloid. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pita serapan C-N dari gugus amina tersier pada daerah 1109,95 cm-1spektrum FTIR yang didukung dengan hasil uji

(3)
(4)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki komunitas bakau terluas di dunia,

dengan luas antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, melebihi Brazil (1,3 juta ha),

Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spaldinget al, 1997). Hutan

bakau pada umumnya berada di daerah pasang surut yang jenis tanahnya

berlumpur, berlempung dan berpasir (Bengen, 1999). Hutan bakau terdiri atas

flora dan fauna yang hidup di daerah pantai. Hutan bakau memiliki

karakteristik yang unik hal ini disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan

hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan dengan tingkat abrasi

(erosi tanah) yang tinggi karena arus air laut yang berubah-ubah pada saat

pasang dan surut, dan mampu hidup pada lingkungan yang rawan pencemaran

oleh adanya limbah (Tarumingken, 2001).

Selain ekosistemnya yang unik hutan bakau juga memiliki mikrooorganisme

yang berbeda dengan mikroorganisme di lingkungan daratan (terrestrial).

Salah satu mikroorganisme yang terdapat di lingkungan hutan bakau ini adalah

actinomycetes(Jensenet al., 1991; Daset al., 2006). Menurut Frobisher

(5)

Namun disisi lainactinomycetesdapat dikelompokkan ke dalam kelompok

tersendiri karena mempunyai ciri khas yang berbeda (Rao, 1994). Dalam

sistem klasifikasi,actinomycetesdimasukkan dalam kelompok bakteri, dalam

kelasSchizomycetes, tetapi terbatas hanya dalam ordoActinomycetales

(Alexander, 1977)

Selama sepuluh tahun terakhir para peneliti telah berhasil menemukan lebih

dari 30 senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis dari

actinomycetes. Aktivitas biologis yang dimiliki antara lain, seperti antibiotik,

antivirus, antiradang, antitumor, antikanker, dan antioksidan (Wu and Chen,

1995; Rawat and Av-Gay, 2007). Akan tetapi, saat ini perkembangan

penemuan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis baru

dariactinomycetesmenurun, sementara laju re-isolasi senyawa bioaktif yang

telah diketahui meningkat. Oleh karena itu perlu dicari sumberactinomycetes

baru untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

biologis spesifik.

Actinomycetesdapat hidup di daerah pantai, bakau, hingga kedalaman laut

tertentu (Jensenet al., 1991; Daset al., 2006). Karena lingkungan yang

berbeda, diperkirakan bahwaactinomycetesyang berasal dari lumpur hutan

bakau memiliki karakteristik yang berbeda denganactinomycetesyang berasal

dari daratan (terrestrial), sehingga senyawa bioaktif yang dihasilkan pun

memiliki keunikan tersendiri.

Salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

(6)

actinomycetesyang memilki aktivitas biologis antara lain: aburatubolaktam

sebagai antiperadangan dan antipenuaan (Kuramotoet al, 2004),

metasikloprodigiosin dan undesilprodigiosin diisolasi dariactinomycetesjenis

Saccharopolyspora sp.nov yang mempunyai aktivitas sebagai antikanker (Liu

et al, 2005), stourosporin dan rebekkamicin sebagai antitumor (Onaka, 2006)

yang telah berhasil diisolasi dariStreptomyces spdan alkaloid pirrolizidina

yang memiliki aktivitas antikanker (Mahyudin, 2008).

Upaya penelitian maupun pemanfaatanactinomycetesdari lumpur hutan bakau

yang memungkinkan ditemukan beraneka jenis senyawa metabolit sekunder

yang digunakan sebagai antibiotik terus dilakukan . Namun, sampai saat ini

data yang berhubungan dengan senyawa metabolit sekunder terutama dari

actinomyceteslumpur hutan bakau masih terbatas. Oleh karena itu, pada

penelitian ini penulis mencoba mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa

alkaloid dariactinomyceteslumpur hutan yang diharapkan ditemukannya

variasi senyawa baru yang memiliki aktivitas biologis yang unik.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan

mengidentifikasi senyawa alkaloid dariactinomycetesANLd-2b-3 deposit

laboratorium Biomass Universitas Lampung yang diperoleh dari pantai

(7)

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam

pengembangan lebih lanjut senyawa alkaloid yang dihasilkan oleh

actinomycetesdari lingkungan lumpur hutan bakau yang dapat dimanfaatkan

(8)

A. Hutan Bakau

Hutan bakau merupakan hutan yang terdapat diatas rawa-rawa berair payau

yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.

Hutan ini umumnya tumbuh di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan

akumulasi bahan organik, baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran

ombak, maupun disekitar muara sungai dimana air melambat dan

mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Anwar dkk,1984).

Gambar 1. Hutan Bakau yang terdapat di pantai Ringgung Pesawaran

Lumpur merupakan bagian ekosistem di hutan bakau yang mengandung

(9)

bentuk-bentuk yang kompleks (seperti metabolit sekunder, enzim selulase dan

kitinase). Bahan organik tersebut digunakan oleh mikroorganisme sebagai

sumber karbon dan nitrogen. Salah satu mikroorganisme tersebut adalah

actinomycetes(Magarveyet al., 2004; Suryanto dan Yurnaliza, 2005).

B. Actinomycetes

Actinomycetesmerupakan organisme peralihan antara jamur dan bakteri.

(Alexander, 1997). Organisme ini memiliki sifat-sifat yang umum dimiliki

oleh jamur dan bakteri. Terlihat dari luar seperti jamur karena mempunyai hifa

bercabang yang membentuk miselium. Miselium padaactinomycetesdapat

berupa miselium udara dan miselium substrat yang mempunyai spora (Atlas,

1995). Actinomycetesmenyerupai bakteri karena termasuk kelompok bakteri

gram positif yang memiliki dinding sel yang terdiri dari polimer-polimer gula,

asam amino dan asam gula (Alexander, 1997). Walaupun demikian

actinomycetesmempunyai ciri yang khas, yang cukup membatasinya menjadi

satu kelompok yang jelas berbeda. Pada lempeng agar,actinomycetesdapat

dibedakan dengan mudah dari bakteri, dimana koloni bakteri tumbuh dengan

cepat dan berlendir, sedangkanactinomycetesmuncul perlahan dan berbubuk

serta melekat erat pada permukaan agar. Koloniactinomycetesbiasanya keras,

kasar, dan tumbuh tinggi di atas permukaan medium. Umumnya,

actinomycetestidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada pH

5,0. Rentang pH dan suhu yang cocok untuk pertumbuhanactinomycetesini

(10)

Actinomycetesdiketahui sebagai penghasil metabolit sekunder, sehingga telah

banyak penelitian dilakukan untuk mengisolasiactinomycetes. Beberapa jenis

actinomycetesyang telah berhasil diisolasi dan diketahui aktivitas biologisnya

antara lain dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. Senyawa metabolit sekunder yang telah diisolasi dan sifat aktivitas biologinya (Jensenet.al.,2006).

C. Senyawa Metabolit Sekunder

Suatu mikroorganisme dapat menghasilkan produk metabolisme yang disebut

metabolit. Senyawa yang dihasilkan selama fase pertumbuhan primer

(tropofase, fase eksponensial atau fase log) disebut metabolit primer contohnya

karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa yang

diproduksi selama fase stasioner disebut metabolit sekunder, contohnya

terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid. (Bajpaiet al, 1981; Zborowski,

2004). Metabolit sekunder tidak dihasilkan oleh seluruh mikroorganisme,

selain itu jenis metabolit sekunder yang terbentuk berbeda antara

mikroorganisme satu dengan yang lain. Pembentukan metabolit sekunder

No Senyawa Nama

actinomycetes

Aktivitas

biologis Molekul target 1. Salinosporamid A S. tropica Antikanker proteasome 2. Rifamisin S. arenicola Antibiotik RNA

polimerase 3. Staurosporin S. arenicola Antikanker Protein kinase

4. Saliniketal S. arenicola Antikanker Ornathine Decarboxylase

5. Siklomarin A S. arenicola Antiinflamasi Antiviral

(11)

-sangat bergantung pada kondisi pertumbuhan, terutama komposisi medium.

Metabolit sekunder hanya diproduksi dalam jumlah sedikit. Fungsi senyawa

metabolit sekunder pada organisme diantaranya untuk bertahan terhadap

predator, kompetitor dan untuk mendukung proses reproduksi (Faulkner,

2000).

Salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

actinomycetesyaitu dari golongan alkaloid (Jensenet al., 1991, Gorajanaet al.,

2005; Onaka, 2006)

D. Senyawa alkaloid

Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dan

diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui jenisnya. Tidak ada satu pun

definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup

senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid

adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang

sederhana seperticoniinesampai ke struktur pentasiklikstrychnine. Sebagai

hasil metabolit sekunder, senyawa alkaloid berguna sebagai cadangan bagi

biosintesis protein, pelindung, penguat dan pengatur kerja hormon (Harborne,

(12)

Sifat–sifat alkaloid :

a. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap, tidak larut

dalam air, larut dalam pelarut organik. Beberapa alkaloid berwujud cair dan

larut dalam air. Ada juga alkaloid yang berwarna, misalnya berberin (kuning).

b. Bersifat basa (pahit, racun).

c. Mempunyai efek fisiologis

d. Dapat membentuk endapan dengan asam fosfomolibdat, asam pikrat, dan

kalium merkuriiodida. (Tobing, 1989)

Hingga kini belum ada penggolongan yang jelas dari alkaloid. Menurut,

Matsjeh (2002) alkaloid diklasifikasikan berdasarkan lokasi atom nitrogen di

dalam struktur alkaloid.

Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid

dapat dibagi atas 5 golongan:

1. Alkaloid heterosiklik

2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklik dan amina alifatik

3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina

4. Alkaloid peptida

5. Alkaloid

Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklik adalah yang terbesar. Yang

(13)

1. Alkaloid piridin-piperidin

Alkaloid piridin-piperidin mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom

nitrogen.

2. Alkaloid tropan

Alkaloid tropan mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya

(N-CH3), dengan struktur inti:

3. Alkaloid kuinolin

Alkaloid quinolin mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen.

4. Alkaloid isokuinolin

Alkaloid isoquinolin mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom

nitrogen.

5. Alkaloid indol

Alkaloid indol mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol.

6. Alkaloid imidazol

Alkaloid imidazol berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen

7. Alkaloid lupinan

Alkaloid lupinan mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, dengan

struktur inti:

8. Alkaloid steroid

Alkaloid steroid mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1

(14)

9. Alkaloid amina

Alkaloid amina golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang

merupakan tutrunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa

turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin.

10. Alkaloid purin

Alkaloid purin mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen.

Gambar 2. Struktur jenis–jenis alkaloid (1. Pirolidin, 2. Tropen, 3. Kuinolin, 4. Isokuinolin, 5. Indol, 6. Imidazol, 7. Lupinan, 8. Feniletilamina)

Senyawa-senyawa alkaloid yang telah berhasil diisolasi dariactinomycetes

menunjukkan aktivitas biologis diantaranya:

1. Senyawa aburatubolaktam memiliki aktivitas sebagai antiperadangan dan

antipenuaan (Kuramoto et al, 2004)

1 2 3 4

(15)

2. Senyawa anthranilamid yang telah diisolasi dari actinomycetes laut yang

memiliki aktivitas konsentrasi inhibitor minimum 20-107 µg/ml melawan

mikroalga (Biabani et al., 1997).

3. Senyawa diazepinomicin memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antikanker dan

antiinflamasi (Lam, 2006)

4. Senyawa stourosporin memiliki aktivitas sebagai obat antitumor (Onaka,

2006).

N N

H N

O

M e H N M e O

H M e

(16)

5. Senyawa rebekkamisin sebagai inhibitor protein kinase (Onaka, 2006).

E. Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid

1. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan berasarkan perbedaan distribusi

senyawa sampel dalam dua pelarut yang tidak saling melarut. Salah satu

langkah penting yang menentukan keberhasilan ekstraksi adalah pemilihan

pelarut (Haslego,2004)

Syarat-syarat untuk pelarut dalam ekstraksi:

• tidak dapat bercampur dengan air

• memiliki kerapatan yang berbeda dengan air

• karakteristik kelarutannya

• kestabilan dan volatilitas yang baik sehingga dapat dengan mudah

dilepaskan dari senyawa organik dengan cara penguapan

• tidak beracun dan tidak mudah terbakar, tetapi kedua syarat ini sulit untuk

(17)

Ekstraksi digolongkan kedalam dua bagian besar berdasarkan pada bentuk

fasa yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Untuk

ekstraksi cair-cair dapat menggunakan corong pisah, sedangkan untuk ekstraksi

cair-padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan, sokletsi

(Harborne, 1984).

2. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan

dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran

pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang

berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau

berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).

Fasa diam (adsorben) yang sering digunakan adalah serbuk silika gel, alumina

dan selulosa yang mempunyai ukuran butir sangat kecil, yaitu 0,063-0,125

mm. Fasa diam yang umum digunakan adalah silika gel yang dapat dipakai

untuk memisahkan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa

hidrofil (Hostettman dkk., 1995).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam

pemisahan-pemisahan. Disamping memberikan hasil pemisahan yang lebih

baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat. Kromatografi lapis tipis

hanya membutuhkan cuplikan dalam jumlah sedikit dan noda-noda yang

terpisahkan dilokalisir pada plat. Metode lapis tipis mempunyai keuntungan

yang utama yaitu membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh

(18)

dengan panjang 10 cm pada silika gel adalah sekitar 20-30 menit (tergantung

sifat fase gerak) (Sastrohamidjojo, 1991).

Menurut Gritter (1991), penampakan bercak pada KLT dapat diidentifikasi

dengan menghitung harga Rf(Retardation Factor)yaitu :

Jarak perjalanan suatu senyawa Rf =

Jarak perjalanan suatu eluen

Harga Rfkomponen murni dapat dibandingkan dengan harga Rfsenyawa

standar, karena pada kondisi tertentu suatu senyawa akan memiliki harga Rf

yang sama. Harga Rfini bergantung pada beberapa parameter yaitu sistem

pelarut, adsorben (ukuran butir, ketebalan), jumlah bahan yang ditotolkan pada

plat, dan suhu (Khopkar, 2002).

3. Kromatografi kolom

Kromatografi kolom digunakan untuk mendapatkan hasil zat murni secara

preparatif dari campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi.

Dalam kromatografi kolom campuran terpisah dalam zona-zona warna yang

berbeda dalam tiap pelarut. Untuk kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan

tabung pemisah tertentu yang diisi dengan bahan sorbsi dan juga pelarut

pengembang yang berbeda. Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorbsi

disebut kolom pemisah (Kisman dan Ibrahim, 1998).

Pada dasarnya kromatografi kolom ini meliputi penempatan campuran suatu

senyawa diatas kolom yang diisi serbuk penyerap (silika gel), kemudian dielusi

(19)

senyawa-senyawa yang merupakan komponen dari campuran dan kecepatan

daya pisah bergantung pada besarnya komponen terhambat dalam kolom

(Johnson dan Stevenson, 1991).

4. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu teknik

kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi.

KCKT secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari

kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah

gravitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm.

KCKT merupakan suatu kromatografi yang memiliki fungsi sama dengan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatografi kolom yaitu untuk

mengetahui hasil analisis kualitatif, analisis kuantitatif, menentukan jumlah

komponen campuran, mengidentifikasi komponen, namun penggunaan KCKT

memiliki keuntungan yaitu hasil keluarannya berupa kromatogram.

Berdasarkan polaritas relative fasa gerak dan fasa diamnya, KCKT dibagi

menjadi dua, yaitu fasa normal yang umum digunakan untuk identifikasi

senyawa nonpolar dan fasa terbalik yang umum digunakan untuk identifikasi

senyawa polar. Pada fasa normal, fasa gerak yang digunakan kurang polar

dibandingkan fasa diam. Sedangkan pada fase terbalik, fasa gerak lebih polar

dibandingkan fasa diam (Gritter dkk, 1991).

Cara kerja KCKT sebagai berikut: dengan bantuan pompa fasa gerak cair

dialirkan melalui kolom ke detektor. Sampel dimasukkan ke dalam aliran fasa

(20)

komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara zat terlarut

terhadap fasa diam. Zat terlarut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa

diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, zat terlarut yang kuat

berinteraksi dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap

komponen campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor yang

kemudian direkam dalam bentuk kromatogram (Anwar ,1994).

Gambar 8. Diagram alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Anwar ,1994)

Metode yang digunakan untuk mendeteksi substansi yang telah melewati

kolom KCKT pada penelitian ini digunakan ELSD (Evaporative Light

Scattering Detection) yaitu, detektor hamburan cahaya menguapkan yang dapat

digunakan untuk mendeteksi analit dengan berbagai panjang gelombang. Pada

detektor ini sampel yang akan dideteksi harus melalui 3 tahap yaitu:

a. Nebulisasi merupakan langkah pertama untuk mengubah seluruh fasa

gerak yang mengalir dari kolom KCKT dengan bantuan gas nitrogen menjadi

(21)

b. Evaporasi ( penguapan) merupakan langkah kedua setelah fasa gerak

diubah menjadi aerosol yang dibawa oleh aliran gas ke daerah panas yang

terletak sebelum ruang deteksi. Pelarut akan diuapkan untuk menghasilkan

partikel zat terlarut murni.

c. Deteksi dimana partikel-partikel sampel akan ditembakkan dengan sumber

cahaya, jumlah cahaya yang tersebar yang diukur dengan menggunakan

fotomultiplier dan perangkat elektronik.

Gambar 9. Diagram detektor Evaporative Light Scattering Detection(ELSD)

(http://www.sedere.com/writable/versions/sedere/applications/index-upload-ELSD_Biblio_2010.pdf)

F. Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal tidak terlihat oleh mata,

berukuran antara 0,5–10 µm dan lebar 0,5-2,5 µm tergantung pada jenisnya.

(22)

ditemukan, diantaranya berbentuk coccus, batang, spiral, vibrio (Buckel dkk.,

1987).

Bentuk dan ukuran bakteri ada beberapa macam, antara lain :

a. Bentuk basil : lebar 0,3 -1µm, panjang 1,5–4 µm

b. Bentukcoccus: ukuran tengahnya rata-rata 1 µm

c. Bentuk spiral : lebar 0,5 -1 µm, panjang 2-5 µm, kadang sampai 10 µm

d. Bentukvibrio: lebar 0,5 µm, panjang sampai 3 µm

e. Bentukspirocheta: lebar 0,2 -0,7 µm, panjang 5 -10 µm. (Adam, 1995)

Secara garis besar bakteri dibedakan berdasarkan perbedaan komposisi dinding

selnya yaitu: bakteri gram positif dan gram negatif.

1. Staphylococcus aureus

Staphylococcusmerupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat biasanya

tersusun dalam bentuk menggerombol yang tidak teratur seperti anggur.

Staphylococcusbertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif

melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan

bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap.

Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba (Jawetz,

et al., 2001).

KlasifikasiStaphylococcus aureus: • Kingdom :Protozoa

• Divisio :Schyzomycetes

(23)

• Ordo :Eubacterialos

• Family :Micrococcaceae

• Genus :Staphylococcus

• Species :Staphylococcus aureus (Salle, 1961)

Gambar 10. BakteriStaphylococcus aureus

(http://millicent.blogdetik.com/2010/06/04/keyboard-sumber-bakteri)

Staphylococcustumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi

dibawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada

temperatur 20 -35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat dan

mengkilat (Jawetz, et al., 2001).

Staphylococcus aureusmempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor

virulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor

differensiasi yang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat

berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa

(24)

sebelumnya masih efektif (Spicer, 2000). Staphylococcus aureus

menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan

oksigen (Jawetz,et al., 2001).

2. Escherichia coli

Organisme ini tersebar luas di alam biasanya lazim terdapat dalam sel

pencernaan manusia dan hewan. Dalam Merchant dan Parker (1961)

disebutkan spesiesE. colitidak dapat mengurangi asam sitrat dan garam asam

sitrat sebagai sumber karbon tunggal dan tidak menghasilkan pigmen, tetapi

kadang-kadang menghasilkan pigmen berwarna kuning.

KlasifikasiEscherichia coli: • Divisio :Schizomycota

• Kelas :Schizomycetec

• Ordo :Eubacteriaceae

• Genus :Escherichia

(25)

Gambar 11. BakteriEscherichia coli

(http://dokterternak.com/2011/05/31/penyakit-colibacillosis-akibat-bakteri-e-coli-pada-ayam/)

E. colitersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang

terkontaminasi oleh feses. Escherichia coliberbentuk batang, tebal 0,5µm;

panjang antara 1,0 -3,0 µm; bervariasi dari bentuk koloid sampai berbentuk

seperti filamen yang panjang; tidak berbentuk spora; motil dan filamen perithin

beberapa galur tidak memiliki flagella; bersifat Gram negatif (Merchant dan

Parker, 1961).

E. colibersifat aerob atau kualitatif anaerob, dapat tumbuh pada media buatan.

Beberapa sifat E. coli antara lain pertumbuhan optimum pada suhu 37ºC, dapat

tumbuh pada suhu 15ºC -45ºC, tumbuh baik pada pH 7,0 tapi tumbuh juga

pada pH yang lebih tinggi (Merchant dan Parker, 1961).

Koloni terlihat basah, mengkilat, tidak bening, bulat dan dengan tepi yang

terlihat halus dan rata. Koloni muda terlihat granuler halus dan makin tua

menjadi granuler kasar. Escherichia colimenghasilkan asam dan gas dari

glukosa, laktosa, fruktosa, maltosa, arabinosa, xylosa, rhamnosa dan manitol;

(26)

gliserol; bervariasi dalam memfermentasi sakrosa dan salisin, pektin dan

adonitol jarang difermentasikan; dekstrin, pati dan glikogen dan inositol tidak

pernah difermentasikan (Merchant dan Parker, 1961).

Escherichia colimenghasilkan katalase, tidak mencairkan gelatin, membentuk

indol, mereduksi nitrat, mengoksidasi dan mengasamkan air susu tanpa

peptonisasi, mengoksidasi kentang sehingga berwarna coklat gelap, tidak

menghasilkan gas H2S (Merchant dan Parker, 1961).

G. Uji Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan

secara khusus untuk mengobati infeksi (pelczar dan Chan 1986).

Pengukuran aktivitas antibakteri menurut Jawetz (1986) meliputi 2 cara yaitu:

1. Dilusi

Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi.

Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode dilusi kaldu disebut juga

dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat. Pada dilusi cair,

masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman atau bakteri dalam

media. Sedangkan dalam dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan

media agar, lalu ditanami bakteri (Brander et al., 1991).

Pertumbuhan bakteri ditandai oleh adanya kekeruhan setelah 16-20 jam

diinkubasi. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri

(27)

Hambat Minimal (KHM). Masing-masing konsentrasi antibiotik yang

menunjukkan hambatan pertumbuhan ditanam pada agar padat media

pertumbuhan bakteri dan diinkubasi. Konsentrasi terendah dari antibiotik yang

membunuh 99,9% inokulum bakteri disebut Konsentrasi Bakterisid Minimal

(Brander et al., 1991).

2. Difusi

Media difusi menggunakan kertas disk yang berisi antibiotik dan telah

diketahui konsentrasinya. Pada metode difusi, media yang dipakai adalah agar

Mueller Hinton. Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu :

i. Cara Kirby-Bauer

Cara Kirby-Bauer merupakan suatu metode uji sensitivitas bakteri yang

dilakukan dengan membuat suspensi bakteri pada media Brain Heart Infusion

(BHI) cair dari koloni pertumbuhan kuman 24 jam, selanjutnya disuspensikan

dalam 0,5 ml BHI cair (diinkubasi 4-8 jam pada suhu 37°C) (Jawetz et al.,

2001).

Hasil inkubasi bakteri diencerkan sampai sesuai dengan standar konsentrasi

kuman 108 CFU/ml (CFU : Coloni Forming Unit). Suspensi bakteri diuji

sensitivitas dengan meratakan suspensi bakteri tersebut pada permukaan media

agar. Disk antibiotik diletakkan di atas media tersebut dan kemudian diinkubasi

pada suhu 37°C selama 19-24 jam kemudian dibaca hasilnya (Jawetz et al.,

(28)

ii. Cara sumuran

Suspensi bakteri 108CFU/ml diratakan pada media agar, kemudian agar

tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan.

Larutan antibiotik yang digunakan diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi

pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Dibaca hasilnya, seperti pada cara

Kirby-Bauer (Jawetz et al., 2001).

iii. CaraPour Plate

Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan BHI sampai konsentrasi standar

(108CFU/ml), lalu diambil satu mata ose dan dimasukkan kedalam 4ml agar

base 1,5% dengan temperatur 50°C. Suspensi kuman tersebut dibuat homogen

dan dituang pada media agar Mueller Hinton. Setelah beku, kemudian

dipasang disk atau ring yang diberi antibiotik (diinkubasi 15-20 jam pada suhu

37°C) dibaca dan disesuaikan dengan standar masing-masing antibiotik

(Jawetz et al., 2001).

H. Spektroskopi Infra Merah (IR)

Spektroskopi infra merah adalah suatu metoda analisis yang didasarkan pada

penyerapan sinar infra merah. Fungsi utama dari spektroskopi infra merah

adalah untuk mengenal struktur molekul (gugus fungsional). Spektroskopi

infra merah adalah grafik dari persentasi transmitansi dengan panjang

gelombang atau penurunan frekuensi. Tiap lekukan yang disebut gelombang

atau puncak menunjukkan adsorbsi dari radiasi inframerah oleh cuplikan pada

(29)

Prinsip kerja dari metode ini adalah apabila sinar dilewatkan melalui cuplikan

senyawa organik, maka sejumlah frekuensi yang lain akan diteruskan. Karena

atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi, maka

penyerapan frekuensi (energi ini mengakibatkan terjadinya transisi diantara

tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi. Metode ini juga digunakan

dalam mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa dan

menganalisis campuran (Day and Underwood, 1989)

Sebagai contoh spektrum serapan IR senyawa alkaloid dariactinomycetes

yaitu: senyawaN-Carboxamido-staurosporine memberikan data serapanIR : ν

= 2855, 2929, 2359, 2344, 1633, 1458, 1385, 1316, 1282, 1120, 1018 cm-1. (Wuet.al, 2006).

(30)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Februari 2011 sampai bulan

November 2011 di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Analisis

struktur dengan spektrofotometriFourier Transform Infra Reddilakukan di

Laboratorium Biomassa Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat-alat gelas,

pengguncang orbital (orbital shaker) Wiggen Houser 05-150, jarum ose,

pinset, pipet Ependrof, inkubator CO2Memmert-Germany, otoklaf Hitachi CF

16RX II, alatlaminar air flowESCO/AVC4A1, alat sentrifugasi

Hitachi/CF-46RX, penguap putar vakum Buchii/R205, lampu UV kohler/SN402006,

seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat kromatografi kolom,

seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Varian 940-LC

dengan Detektor ELS Varian 385-LC, spektofotometerfourier transform

(31)

2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah: isolat murniactinomycetesAnLd-2b-3

yang terdapat di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung, ekstrak ragi,

bubuk agar, tepung pati,Tryptic Soy Broth(TSB),nutrient agar(NA), pepton,

dektrosa, kloramfenikol, sikloheksamida, asam nalidixat, bismut nitrat, asam

tartarat, kalium iodida, pereaksi serium sulfat, natrium hidroksida, asam

klorida, berbagai macam pelarut p.a yang berasal dari J.T Beaker antaralain:

etanol, n-heksana, diklorometana, metanol, silika gel 60 Merck(0,063-0,200

mm), plat KLT silika gel 60 F254, bakteri gram negatif (Escherichia coli), dan

bakteri gram positif (Staphylococcus aureus).

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan media perkembangbiakanActinomycetes

i. Pembuatan mediaTryptic Soy Broth(TSB)

Tiga puluh sembilan gram TSB dilarutkan dalam 1 L air laut steril kemudian di

sterilkan. Campuran yang dihasilkan disebut media TSB (Magarveyet al.,

2004).

ii. Pembuatan media M1

Sepuluh gram pati, 4 gram ekstrak ragi, 2 gram pepton dilarutkan dalam 1 L air

laut steril kemudian di sterilkan. Campuran yang dihasilkan disebut media M1

(32)

2. Produksi senyawa metabolit sekunder (Magarveyet al., 2004)

Isolat murniactinomycetesAnLd-2b-3 telah dibiakkan di dalam tabung gelas

yang berisi 175 mL media TSB sambil diguncang dengan pengguncang orbital

pada suhu 250C dengan kecepatan 120 rpm selama 14 hari. Hasil inkubasi dipindahkan ke dalam botol yang berisi 5 L media M1 dan diinkubasi kembali

selama 21 hari. Biakan yang dihasilkan dipisahkan dengan menggunakan alat

sentrifugasi pada suhu 40C, kecepatan 6500 rpm, selama 15 menit hingga diperoleh filtrat dan biomassanya. Masing-masing filtrat dan biomass ini

dimaserasi selama 1 hari dengan pelarut DCM:MeOH (1:1). Maserat

diekstraksi dengan menggunakan corong pisah. Maserat dari keduanya

masing-masing diuji dengan metode KLT untuk melihat pola kromatogramnya

apabila memunjukkan pola yang sama maka kedua maserat digabung dan

selanjutnya maserat tersebut kemudian diuapkan dengan menggunakan

penguap putar vakum. Ekstrak pekat ini dianalisis menggunakan metode KLT

menggunakan larutan pengembang DCM:MeOH dengan berbagai

perbandingan , hingga diperoleh komposisi eluen terbaik yaitu yang

memberikan pola pemisahan terbaik. Komposisi larutan ini akan digunakan

sebagai eluen dalam pemurnian ekstrak dengan metode kromatografi kolom.

Kromatogram hasil KLT yang dihasilkan diamati dengan lampu UV dengan

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, diidentifikasi menggunakan pereaksi

CeSO4 untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang ada pada ekstrak

pekat tersebut dan pereaksi Dragendroff untuk mengetahui keberadaan

(33)

3. Fraksinasi senyawa metabolit sekunder menggunakan metode kromatografi kolom

Fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom bertujuan untuk

mendapatkan senyawa alkaloid murni dari ekstrak hasil maserasi. Ekstrak

DCM:MeOH pekat diimpregnasi menggunakan pelarut metanol ke dalam

silika impreg dengan perbandingan sampel:silika yaitu 1:2 dan elusi dilakukan

secara elusi landaian menggunakan pelarut yang tepat menghasilkan

fraksi-fraksi. Fraksi-fraksi hasil pemisahan dianalisis kembali dengan metode KLT

menggunakan pereaksi CeSO4dan Dragendoff. Fraksi yang memiliki

kromatogram sama digabung menjadi satu dan selanjutnya direfraksinasi

sampai diperoleh komponen yang murni.

4. Analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi pada penelitian ini digunakan untuk

mengetahui tingkat kemurnian dari fraksi yang mengandung alkaloid hasil

pemisahan kolom kromatografi. Sampel sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam

botol vial kemudian diletakkan dalam rak yang selanjutnya akan diinjeksi. Fasa

diam yang digunakan adalah kolom C18dengan panjang 125 mm yang

berdiameter 4,6 mm dan fasa gerak yang dipakai adalah metanol-air (90:10).

Detektor yang digunakan adalahEvaporative Light Scatter Detector(ELSD

(34)

5. Identifikasi senyawa menggunakan spektroskopiFrourier Transform Infra Red(FTIR)

Analisis FTIR bertujuan untuk memperhatikan karakteristik serapan gugus

fungsi dari fraksi murni yang mengandung senyawa alkaloid. Caranya,

senyawa digerus bersama KBr hingga homogen, kemudian dikempa hingga

menjadi pelet KBr. Pelet tersebut diidentifikasi menggunakan

spektrofotometer FTIR

6. Pengujian antibakteri

Uji antibakteri senyawa isolate dilakukan terhadap pertumbuhan bakteri (S.

aureusdan E. coli) dengan teknik difusi yaitu dengan meletakkan silinder

(cincin) besi tahan karat berukuran diameter 6 mm pada medium NA yang

telah di inokulasikan bakteri (S. aureusdanE. coli). Caranya 10 mL media

NA dituang ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan, lalu dipadatkan

sebagai lapisan pertama. Kemudian media NA cair yang telah diinokulasi

bakteri uji dituang di atas media NA yang telah padat, lalu diratakan dan

dibiarkan memadat, kemudian diletakkan silinder (cincin) besi tahan karat

yang telah steril. Ekstrak senyawa alkaloid dengan konsentrasi 5000 bpj,

kloramfenikol (kontrol positif) dengan konsentrasi 100 bpj dan metanol

(kontrol negatifnya) dimasukkan ke dalam cincin yang berbeda sebanyak 50

µL. Inkubasi dilakukan selama ± 24 jam dan diamati diameter zona hambat

(35)

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. IsolasiactinomycetesANLd-2b-3 menggunakan metoda kromatografi

kolom diperoleh senyawa alkaloid dengan rendemen 3,7 %.

2. Analisis FTIR menunjukkan bahwa senyawa alkaloid tersebut mengandung

gugus fungsi amina tersier, primer atau sekunder, gugus karboksil, dan

gugus hidroksil.

3. Senyawa alkaloid yang diperoleh dari isolatactinomyceteslumpur hutan

bakau memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteriEschericia coli,

Staphylococcus aureus

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk

penelitian selanjutnya disarankan :

1. Melakukan teknik pemurnian menggunakan metoda lain yang lebih efektif

(36)

waktu dan sampel yang diperoleh dapat lebih murni dengan rendemen yang

tinggi.

2. Melakukan analisis struktur senyawa dengan menggunakan metode

spektroskopi C RMI dan H RMI untuk mengetahui informasi struktural

mengenai atom atom hidrogen dan karbon dalam sebuah molekul senyawa

alkaloid, spektroskopiUV untuk mengetahui λmaks, spektroskopi massa untuk mengetahui bobot molekul senyawa alkaloid, sehingga dapat

(37)

(Skripsi)

Oleh

Deliana Hernawati

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(38)

Oleh

Deliana Hernawati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

persembahkan skripsi ini

sebagai ungkapan bakti,

hormat kepada:

Bapa dan Mamaku Tercinta

Yang selalu memberikan kasih

sayangnya, tak pernah lelah

bermandi peluh, dan selalu

mendoakanku

Adik-adikku Tersayang

(40)

Nama Mahasiswa : Deliana Hernawati

Nomor pokok Mahasiswa : 0517011025

Program Studi : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Nurul Utami, M.Sc. Dian Herasari, M.Si.

NIP. 196204121989032002 NIP. 19710806200032001

2. Ketua Jurusan Kimia

(41)

1. Tim Penguji

Ketua : Dra.Nurul Utami, M.Sc ...

Sekertaris : Dian Herasari, M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Andi Setiawan,Ph.D. ...

2. Dekan Fakultas MIPA

Prof. Dr. Sutyarso, M.Biomed. NIP 195704241987031001

(42)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 05 April 1986 sebagai anak Pertama dari

tiga bersaudara pasangan S. Simamora dan R br. Manalu.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) pada tahun 1992 di TK

Mardi-Yuana, tahun 1998 menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1

Wibawa Mukti, tahun 2001 menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

di SLTP Swasta Cinta Rakyat 2 Siantar Timur, menyelesaikan Sekolah Menegah

Umum (SMU) di SMU Negeri 6 Bekasi, pada tahun 2004 dan pada tahun 2005

penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung (UNILA) melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten pembimbing Kimia Dasar

I Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) tahun 2008-2010 dan

Fakultas Pertanian tahun 2010-2011, asisten praktikum Kimia Organik II, Fakultas

MIPA tahun 2006-2008 penulis juga pernah aktif di organisasi Persekutuan Doa

(43)

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Bapa Surgawi yang telah memberikan kasih dan karunia-NYA sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

Skripsi dengan judul “Isolasi dan Identifikasi senyawa Alkaloid dari

Actinomycetes ANLd-2b-3 Lumpur Hutan Bakau” adalah salah satu syrat untuk memperoleh gelar sarjana Sains di Universitas lampung

Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Suharso Ph. D., Selaku Dekan Fakultas Matematika dan lmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

2. Bapak Andi Setiawan,Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas (MIPA) dan Penguji Utama pada ujian skripsi. Terimakasih atas ilmu, saran dan bimbingannya demi keberhasilan penelitian ini

3. Ibu Dra. Nurul Utami, M.Sc selaku dosen Pembimbing Utama dan

Pembimbing Akademik atas kesediannya yang telah memberikan banyak ilmu, saran, bimbingan dalam proses menyelesaikan studi dan penelitian ini.

4. Ibu Dian Herasari, M.Si selaku Pembimbing kedua atas bimbingan dan sarannya dalam proses menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak dan ibu staf dosen, karyawan dan laboran Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

6. Kedua orang tua saya, adik-adik, kekasih, sahabat, dan rekan-rekan di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan studi

(44)

Bandar Lampung, 08 Februari 2012 Penulis

Gambar

Gambar 1. Hutan Bakau yang terdapat di pantai Ringgung Pesawaran
Table 1. Senyawa metabolit sekunder yang telah diisolasi dan sifat aktivitasbiologinya (Jensen et.al., 2006).
Gambar 2. Struktur jenis–jenis alkaloid (1. Pirolidin, 2. Tropen, 3. Kuinolin, 4.Isokuinolin, 5
Gambar 8.  Diagram alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)(Anwar ,1994)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 39 isolat Actinomycetes yang diperoleh hanya 2 isolat yang memiliki aktivitas antifungi dengan menghambat pertumbuhan Candida albicans,

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapat 39 isolat Actinomycetes dari rizosfer padi (Oryza sativa L.), hanya terdapat 2 isolat yaitu RPR 8 dan RPR 42 yang mempunyai aktivitas

Prosedur kerja ini kemudian digunakan untuk mengisolasi alkaloid dalam daun kepel dan hasil yang diperoleh dari masing- masing prosedur dibandingkan untuk mengetahui prosedur

Gambar spektrum UV dari senyawa isolat a hasil isolasi dari ekstrak n -heksana cangkang dan duri landak laut. Panjang

Ratih Dewi Saputri , 2011 , ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN PULE (Alstonia scholaris L.R.Br) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIPLASMODIAL SECARA in vitro

Analisis spektroskopi inframerah bertujuan untuk menentukan gugus fungsi pada senyawa alkaloid hasil isolasi yang memberikan pita serapan pada rentang

Salah satu penelitian melaporkan dalam ekstrak meta- nol, etanol, dan etil asetat dari daun Johar terkandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, saponin, tannin

Kesimpulan Senyawa antibakteri yang dihasilkan dari actinomycetes asosiasi spons berdasarkan data IR diduga merupakan senyawa turunan karboksilat serta Isolat actinomycetes yang