PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10 % BERAT SILIKA
(Skripsi)
Oleh
AHMAD SULAIMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10% BERAT SILIKA
Oleh
AHMAD SULAIMAN
Penelitian ini dilakukan untuk mempreparasi dan mengkarakterisasi komposit hidroksiapatit 10% berat silika dengan perlakuan suhu sintering 1200oC. Sampel dikarakterisasi dengan uji FTIR, SEM, dan XRD. Beberapa gugus fungsi yang dihasilkan yaitu OH-, , , Si-O-Si dan Si-H yang merupakan gugus pembentuk hidroksiapatit dan silika. Bentuk butiran dan batas butir yang dihasilkan juga semakin jelas dengan ukuran butir yang semakin besar dan merata. Akibat distribusi silika pada struktur hidroksiapatit dan perlakuan termal yang diberikan terjadi dekomposisi pada senyawa dengan munculnya dua fasa yang berbeda pada sampel. Fasa yang terbentuk adalah kalsium fosfat silikat (Ca5(PO4)2SiO4) dengan nomor PDF file 40-0393 dan trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dengan nomor PDF file 9-0169.
ABSTRACT
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF HYDOXYAPATITE -10 Wt% SILICA COMPOSITE
By
AHMAD SULAIMAN
This study was conducted to prepare and characterize of hydroxyapatite -10 Wt% silica composite with sintering temperature 1200oC. Materials characterized by FTIR test, SEM, and XRD. Some functional groups generated was OH-, , , Si-O-Si dan Si-O-Si-H which is a group that forming hydroxyapatite and silica. Granules and the resulting grain boundary also increasingly apparent with increasing grain size and evenly. Due to the distribution of silica in the structure of hydroxyapatite and given thermal treatment, there is decomposition of compounds with the emergence of two distinct phases in the sample. The formed phase are calcium phosphate silicate (Ca5(PO4)2SiO4) PDF file number 40-0393 and tricalcium phosphate (Ca3(PO4)2) with a PDF file number 9-0169.
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10 % BERAT SILIKA
Oleh
AHMAD SULAIMAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Ahmad Sulaiman
dilahirkan di kota Metro provinsi Lampung pada tanggal
31 Agustus 1990. Penulis merupakan anak bungsu dari
empat bersaudara pasangan bapak Chairullah dan
almarhumah ibu Siti Marlian.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD N 2 Metro pada tahun
2003, Sekolah menengah pertama di SMP N 4 Metro tahun 2006 dan sekolah
menengah atas di Madrasah Aliyah Negri 1 Metro Lampung Timur tahun 2009.
Melalui jalur SBMPTN penuis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negri
dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung
tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika
Dasar I, Fisika Dasar II, Eksperimen Fisika, Sol-Gell dan kuliah Agama Islam.
Penulis juga aktif dalam perlombaan Olimpiade Sains Nasional Fisika dan lolos
sebagai 10 besar tingkat provinsi bidang fisika pada Olimpiade Sains Nasional
Pertamina tahun 2012. Tahun 2013 penulis berhasil menjadi pemenang tingkat
reigonal Sumatra Bagian Selatan pada Oliempiade Sains Nasional Pertamina
kebabak final di Jakarta. Tahun 2013 penulis melaksanakan Peraktek Kerja
Lapangan (PKL) di UPT. BPML LIPI tanjung bintang, Lampung Selatan. Dalam
bidang organisasi yang pernah diikuti penulis sebagai anggota bidang kaderisasi
Himafi FMIPA Unila dan anggota bidang kajian Rois FMIPA Unila periode
2010/2011. Menjadi ketua kaderisasi Himafi FMIPA Unila dan kepala
departemen Hubungan Luar dan Pengabdian Masyarakat (HLPM) Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA Universitas Lampung pada periode
2011/2012. Selanjutnya penulis diberikan kepercayaan untuk memimpin
pergerakkan organisai mahasiswa BEM FMIPA Universitas Lampung sebagai
Ketua Umum (Gubernur) periode 2012/2013. Periode 2013/2015 penulis
diberikan kepercayaan menjadi dewan pertimbangan pengurus Ikatan Lembaga
Mahasiswa Matematika dan Ilmu pengtahuan Alam (ILMMIPA) Indonesia.
Disela-sela Kesibukannya, penulis juga aktif mengajar les privat matematika dan
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum
kaum itu sendiri yang akan merubah nasib mereka”
~Q.S. Arra’ad:11~
Kita matang karena masalah, Kita maju karena usaha dan Kita kuat
karena doa.
Rasa percaya diri bukan timbul karena kita yakin akan kemampuan
kita, tapi kerna kita yakin ada Allah bersama kita”
~Ahmad Sulaiman~
Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya
menang!
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis haturkan dan sanjungkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa berkat karunia serta kebesaran-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Komposit
Hidroksiapatit 10% Berat Silika”. Karya ini memaparkan potensi limbah tulang
sapi dan sekam padi yang dapat dimanfaatkan sebagai material dasar pembuatan
bahan komposit hidroksiapatit 10% berat silika. Secara spesifik, karya ini
membahas gugus fungsi, mikrostruktur dan stuktur kristal bahan tersebut. Tujuan
dari skripsi ini adalah sebagai sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
gelar S1 dan juga melatih mahasiswa agar berfikir cerdas dan kreatif serta terbiasa
dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga segala kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, terkhusus untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Juni 2015
Penulis,
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan dan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku kepada:
ALLAH SWT
Kedua orang tuaku yang paling hebat dan terbaik di dunia
“Bapak Chairullah, M.S,almarhumah Ibu Siti Marlian”
Buyah dan ibu, terimakasih atas semua pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti. Terimakasih untuk semua doa yang terus mengalir untuk kami. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat, kemulyaan dan kebahagian
dunia dan akhirat untuk ayahanda dan ibu tercinta.
Ibuk yang telah mengisi kekosongan di keluarga kami. Terimakasih atas semua usaha dan pengorbanan yang sudah dilakukan.
Kakak-kakakku tersayang
“ Hen, Kanjeng Wawan, Hen Iyes, Semuhun, Kanjeng Noni dan Hen Dedi ”
Trimakasih, walaupun kadang terasa sulit kalian selalu tersenyum dan tak pernah melepaskan tangan adikmu ini.
Adik-adikku tercinta
“Alan, Anta dan Desi”
Almamater tercinta
SANWACANA
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga,
kasih sayang-Nya yang tak terbilang, serta nikmat persaudaraan yang senantiasa
terjaga hingga hari ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10% BERAT SILIKA.
Shalawat teriring salam semoga tersampaikan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.
Alhamdulillah dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
masukan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak yang tentunya sangat
bermanfaat dan berharga sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Teriring doa
nan tulus jazaakumullah khaiiran katsir, penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1) Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik secara
moril maupun pemikiran yang senantiasa mendoakanku sehingga
mendapatkan yang terbaik dalam hidup.
2) Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. selaku pembimbing utama atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan kepada saya dari awal hingga
3) Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si. selaku pembimbing Kedua yang juga
membimbing dan memberi masukan penulisan dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
4) Bapak Drs. Pulung Karo-karo, M.Si. selaku Pembahas yang telah banyak
memberikan masukan dan koreksi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5) Bapak Posman Manurung, DRS,. M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing
Akademik.
6) Tim penelitianku mbak Firda Azizah dan Ika Rosalia yang selama ini
penuh canda tawa dan saling memotivasi dalam penelitian.
7) Teruntuk sahabat terbaikku Dokter Bintang, Pak Eko, Khaidir, Kholis,
Ubay, Wahyu, Sindy, Hapin, Bang Edi, Kak Alan, Ridho, Herman,
jazaakumullah khairaan jazaa, terima kasih untuk persaudaraan yang
berdasar pada ukhuwah. Semoga Allah limpahkan kebaikan kepada antum
wa antunna.
8) Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Fisika FMIPA Unila Semoga
tali persaudaraan kita selalu terjalin erat.
9) Keluarga besar BEM dan ROIS FMIPA UNILA.
10)Keluarga besar ILMMIPA INDONESIA.
11)Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, atas peran dan dukungannya dalam menyusun laporan ini.
Semoga Allah SWT membalas atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juni 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tulang kanselus dan tulang kortikal ... 12
2. Struktur kristal hidroksiapatit ... 15
3. Skema alat difraksi sinar-X ... 20
4. Ilustrasi hukum Bregg ... 21
5. Sekema alat dan prinsip kerja SEM ... 23
6. Prinsip kerja FTIR ... 25
7. Pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit... 36
8. Pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit kontrol... 37
9. Pola spektrum FTIR sampel silika... 39
10.Pola spektrum FTIR sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 41
11.Pola spektrum FTIR hasil penggabungan pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit, hidroksiapatit kontrol dan komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 43
12.Pola difaksi sinar-X sampel (a). Hidroksiapatit, (b). Hidroksiapatit kontrol... 45
13.Pola difraksi sinar-X sampel silika... 50
14.Pola difraksi sinar-X sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 51
IV
16.Hasil analisis karakterisasi SEM dengan perbesaran 5000x
sampel hidroksiapatit kontrol... 57
17.Hasil analisis karakterisasi EDS
hidroksiapatit kontrol... 58
18. Hasil analisis karakterisasi SEM dengan perbesaran 5000x (a).Sampel hiroksiapatit dan
(b) sampel silika... 59
19.Hasil analisis karakterisasi EDS (a). Sampel hidroksiapatit
dan (b) Sampel silika... 60
20.Hasil analisis karakterisasi komposit hidroksiapatit 10%
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Puncak spektra gugus fungsi sampel hidroksiapatit
dan hidroksiapatit kontrol... ... 39
2. Puncak spektra gugus fungsi ... 41 3. Puncak spektra gugus fungsi komposit hidroksiapatit 10%
berat silika... 43
4. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data
standar PDF sampel hidrosiapatit... 47
5. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data
standar PDF sampel hidroksiapatit kontrol... 49
6. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data
standar PDF sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 53
7. Lanjuttan tabel Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data standar PDF sampel komposit
DAFTAR ISI
F. Karakterisasi Material Biokeramik ... 18
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 27
C. Prosedur Penelitian... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR... 36
D. Preparasi Bahan Dasar ... 29
E. Perendaman Sampel pada Larutan ... 31
F. Sintering ... 31
G. Preparasi dan Karakterisasi ... 31
ii
B. Hasil Analisis Karakterisasi Struktur dengan XRD... 44 C. Hasil Analisis Karakterisasi Mikrostruktur dengan SEM-EDS... 57
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ... 64 B. Saran... 65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada
bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk
merehabilitasi tulang yang rusak akibat penyakit, kecelakaan yang menyebabkan
tulang patah, remuk atau timbul keluar. Selama ini dunia kedokteran
menggunakan implan yang terbuat dari logam dengan struktur yang kaku dan
kurang fleksibel. Akibatnya, dalam beberapa kasus sering terjadi nyeri dan alergi
pada pemakai. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu material baru dengan kualitas
yang lebih baik, ekonomis dan dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang
tanpa menimbulkan efek lain dalam penggunaannya (Yolanda, 2009).
Penggunaan biokeramik sebagai bahan rehabilitasi pengganti pembuatan implan
cukup efektif karena biokeramik mengandung bahan bioaktif yang dapat
menimbulkan respon biologis yang spesifik antara pertemuan bahan dengan
jaringan yang akan menimbulkan proses pembentukan tulang atau yang sering
disebut osteogenesis (Hench, 1991). Bahan biokeramik yang biasa digunakan
dalam bidang rehabilitasi jaringan adalah biokeramik hidroksiapatit. Biokeramik
2
Biokeramik banyak digunakan pada bidang ortopedi dan kedokteran gigi sebagai
material pengganti tulang (bone substitute) (Chui et al., 2005).
Sifat biokompatibilitas yang sempurna apabila diimplankan pada tulang
menjadikan hidroksiapatit merupakan unsur anorganik alami yang dapat
dimanfaatkan untuk regenerasi tulang, memperbaiki dan merekonstruksi jaringan
tulang serta dapat langsung mengikat tulang regenerasi (Sych et al., 2009).
Hidroksiapatit pada makhluk hidup biasanya disebut juga dengan biological
hydroxyapatite. Hidroksiapatit dapat diperoleh dari tulang manusia yang
bersangkutan (autograft), dapat juga didapat dari tulang manusia lain (allograft),
dan tulang hewan (xenograft). Penggunaaan autograft dan allograft mempunyai
ketersediaan yang terbatas dan mempersyaratkan pembedahan. Oleh sebab itu
penggunaan hidroksiapatit dari tulang hewan (xenograft) dianggap lebih praktis
dan ekonomis (Ratih et al., 2003). Hidroksiapatit diperoleh dari bahan dasar
tulang sapi. Tulang sapi adalah bahan yang memiliki tingkat keefektifan tinggi
sebagai bahan dasar pembuatan hidroksiapatit dibandingkan tulang manusia,
domba, ayam dan tikus (Bahrololoom et al., 2009).
Hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai komponen utama tulang merupakan kalsium fosfat yang paling stabil di bawah kondisi
fisiologi normal. Material ini baik untuk transplantasi tulang karena dapat
berikatan dengan tulang, tidak beracun, biokompatibel dan osteoinductive
(Sobczak et al., 2009). Namun, hidroksiapatit tidak memiliki kekuatan mekanik
(mechanical strength) yang baik dan tidak tahan terhadap tekanan sehingga tidak
3
Oleh karena itu perlu campuran suatu material yang dapat menambah nilai
mekanik dari bahan hidroksiapatit sehingga dapat memperbaiki sifat mekanik
tulang dan tahan terhadap tekanan (chui et al., 2005). Hasil pencampuran itu
disebut dengan komposit. Komposit adalah suatu golongan material yang dibuat
dengan menggabungkan dua atau lebih material lain dengan tujuan untuk
memperbaiki sifatnya (Windarti and Astuti, 2006).
Penelitian dengan tujuan serupa juga pernah dilakukan Monmaturapoj and
Chockai (2010) tentang sintering yang digunakan untuk meningkatkan nilai
mekanik dari hidroksiapatit serta metode basah yang digunakan oleh Palard et al
(2009). Pada penelitian ini akan dilakukan pencampuran hidroksiapatit dengan 10%
berat silika dari sekam padi dengan metode pengabuan sebagai filler. Hal tersebut
didukung dengan keberadaan sekam padi yang saat ini masih melimpah dan
pemanfaattannya yang masih minim. Silika dipilih karena mempunyai tingkat
subtitusi yang baik (Kim et al., 2002). Pada penelitian sebelumnya, Nakata et al
(2009), mengatakan bahwa silika yang dicampurkan pada hidroksiapatit dapat
meningkatkan sifat matriks, biokatif dan pembentukan tulang. Silika dari sekam
padi dipilih karena mempunyai banyak keunggulan yaitu butirannya halus, lebih
reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan biaya yang relatif murah
(Agung dkk., 2013).
Dewasa ini, hidroksiapatit sudah banyak digunakan pada pengobatan-pengobatan
di bidang medis, akan tetapi karena sifat mekanik dan daya tahan tekanannya yang
buruk, penggunaanya dibatasi hanya untuk beban bantalan aplikasi klinis
4
dan perkembangan tehnologi menyebabkan kebutuhan akan kesehatan juga
semakin meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk
meningkatkan nilai mekanik dan kuat tekan dari material hidroksiapatit sehingga
dapat digunakan untuk fungsi yang lebih luas. Hal ini dapat dilakukan dengan
menambahkan silika dari sekam padi sebagai filler. Pada penelitian preparasi dan
karakterisasi komposit silika hidroksiapatit dengan pencampuran 10% berat silika
ini, digunakan tulang sapi sebagai bahan dasar hidroksiapatit dan sekam padi
sebagai bahan dasar silika dengan karakterisasi bahan meliputi X-Ray Diffraction
(XRD), Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectrometer
(SEM-EDS) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
gugus fungsional komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang
sapi dengan teknik FTIR?
b. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
mikrostruktur komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi
dengan teknik SEM-EDS?
c. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
struktur kristal komposit hidroksiapatit yang menggunakan bahan dasar
5
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan batasan masalah
sebagai berikut:
a. Bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar dari
tulang sapi.
b. Bahan campuran yang digunakan 10% berat silika sekam padi dengan
metode pengabuan.
c. Karakterisasi yang digunakan meliputi FTIR, SEM-EDS dan XRD.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan 10% berat
silika sekam padi sebagai bahan pembuatan komposit hidroksiapatit meliputi:
a. Mempreparasi bahan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar
limbah tulang sapi dangan campuran silika sekam padi.
b. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
gugus fungsional bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan
bahan dasar tulang sapi dengan teknik FTIR.
c. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
mikrostruktur bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan
bahan dasar dari tulang sapi dengan teknik SEM-EDS.
d. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap
struktur kristal bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan
6
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Dapat mempreparasi dan mengetahui gugus fungsi, mikrostruktur dan
struktur kristal pembuatan komposit menggunakan bahan dasar tulang sapi
dengan penambahan 10% berat silika.
b. Menjadi salah satu sumber bahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang
membahas komposit hidroksiapatit terkhusus dari bahan dasar tulang sapi.
c. Mempermudah pengerjaan penelitian berikutnya yang ingin meneruskan
mengenai komposit hidroksiapatit dari bahan baku tulang sapi dengan
metode yang sama.
d. Menjadi bahan acuan bagi peneliti lainnya untuk mempermudah memahami
preparasi dan karakterisasi komposit hidroksiapatit dari bahan dasar tulang
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan dijelaskan tentang beberapa konsep dasar teori
yang mendukung topik penelitian. Pembahasan dimulai dengan penjelasan
mengenai komposit, biokeramik, tulang sapi, hidroksiapatit, silika dan
karakterisasi material komposit biokeramik hidroksiapatit dengan pencampuran
10% berat silika yang meliputi X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron
Microscopy (SEM) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
A. Komposit
Komposit adalah campuran dua material atau lebih untuk menghasilkan suatu
material baru. Jika dilihat dari komposisinya komposit dibagi menjadi dua,
matriks dan penguat (Filler). Matriks adalah fasa dalam komposit yang
mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan) yang berfungsi sebagai
penyokong dan pengikat fasa. Sedangkan penguat (filler) adalah reinforcement
(penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Bahan
komposit dapat didefinisikan sebagai bahan rekayasa yang diperoleh dari
kombinasi dua atau lebih bahan sehingga menghasilkan sifat yang lebih baik dari
pada ketika komponen individu itu digunakan sendiri (Campbell, 2010). Logam,
keramik, dan polimer dapat digunakan sebagai material pengikat pada pembuatan
8
dikenal sebagai bahan teknologi dan bukan bahan struktur konvensional yang
artinya bahan ini diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan. Kelebihan
material komposit dibandingkan dengan logam adalah ketahanan terhadap korosi
atau pengaruh lingkungan bebas dan untuk jenis komposit tertentu memiliki
kekuatan dan kekakuan yang lebih baik (Andri dan Johar, 2011).
B. Biomaterial dan Biokeramik
Secara umum biomaterial dapat diartikan sebagai material yang ditanam di dalam
tubuh manusia untuk pengganti jaringan atau organ tubuh yang terserang penyakit
atau yang rusak dan cacat. Biomaterial memainkan peranan penting dalam banyak
aspek terapi pada dunia kesehatan, alat-alat kesehatan, prostheses, pendistribusi
obat (drug delivery system), teknik diagnostik, perbaikan jaringan (tissue) dan
replacement technology. Karena memiliki potensial yang besar dalam
peningkatan kualitas hidup, biomaterial merupakan salah satu fokus utama pada
bidang riset / penelitian di seluruh dunia (Anderson, 2001).
Semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia setiap tahunnya membuat
kebutuhan akan kesehatan juga semakin meningkat. Hal ini juga menjadi salah
satu faktor berkembang pesatnya penelitian tentang biomaterial. Berdasarkan
bahan pembentuk dan sifatnya biomaterial dikelompokan menjadi empat yaitu:
biomaterial logam, biomaterial polimer (biopolymer), biomaterial keramik
(bioceramic) dan biomaterial komposit. Biomaterial logam yang banyak diteliti
dan dikembangkan adalah biomaterial logam mampu luruh. Biomaterial logam
mampu luruh merupakan paduan logam yang ditanamkan ke dalam jaringan tubuh
9
diperlukan secara permanen dalam tubuh, contohnya seperti stent jantung. Sejauh
ini telah dikembangkan dua jenis biomaterial logam yaitu paduan magnesium dan
paduan besi. Biomaterial polimer (biopolymer) contohnya adalah selulosa dan
starch, protein dan petida, serta DNA dan RNA adalah biopolimer yang
diproduksi oleh organisme hidup, dimana unit monomernya adalah gula, asam
amino dan nukleotida. Selulosa adalah biopolimer yang paling umum dan juga
merupakan senyawa organik yang paling banyak di bumi. Biomaterial keramik
(bioceramic) merupakan fokus pembahasan pada penelitian ini, dimana keramik
dikenal sebagai sintesis anorganik, solid dan material kristalin. Keramik yang
digunakan sebagai biomaterial untuk mengisi cacat pada gigi atau tulang, untuk
melengkapi grafit tulang, patahan, atau prostheses pada tulang dan untuk
menggantikan jaringan yang rusak disebut biokeramik. Biokeramik harus
memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi dan antithrombogenic, harus tidak
beracun, tidak beralergi, tidak memiliki sifat karsinogen atau tetratogen dan tahan
lama sedangkan biomaterial komposit merupakan kombinasi material yang
direkayasa untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam memenuhi
kriteria sebagai biomaterial (Binnaz and Sener, 2012).
Keramik adalah material logam dan non logam yang memiliki ikatan atom ionik
dan ikatan kovalen. Sedangkan pengertian biokeramik adalah keramik yang
digunakan untuk kesehatan tubuh dan gigi pada manusia. Sifat biokeramik antara
lain tidak beracun, tidak mengandung zat karsinogenik, tidak menyebabkan alergi,
tidak menyebabkan radang, memiliki biokompatibilitas yang baik dan tahan lama.
Kelebihan biokeramik adalah biokeramik memiliki biokompatibilitas yang baik
10
(Malhotra et al., 2014). Oleh karena itu, biokeramik digunakan untuk tulang,
persendian, dan gigi. Bahan yang sering digunakan adalah hidroksiapatit (HA)
dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2, hal ini karna material ini baik untuk
transplantasi tulang karena dapat berikatan dengan tulang, tidak beracun,
biokompatibel dan osteoinductive (Garakani et al., 2011).
C. Tulang Sapi
Tulang adalah Jaringan yang tumbuh sehingga secara terus menerus dapat
diperbaharui dan direkonstruksi. Tulang terbuat dari kolagen, protein dan kalsium
fosfat, unsur mineral yang ada menambah kekuatan dan kekerasan struktur
kerangka. Kombinasi kollagen dan kalsium membuat jaringan kompleks ini
mempunyai sifat keras, kuat dan kaku. Di dalam tubuh, tulang mempunyai fungsi
sebagai sistem penggerak dan pelindung organ tubuh (yolanda, 2009). Komponen
utama tulang adalah mineral organik (terutama kolagen serat) dan anorganik fase,
yang dikenal sebagai hidroksiapatit biologis yang merupakan 65-70% dari berat
tulang alami. Penyusun utama tulang adalah kolagen (20%), kalsium fosfat (69%)
dan air (9%). Sebagai tambahan, bahan organik lain seperti protein, polisakarida
dan lemak juga terdapat dalam jumlah yang kecil (Padnamabhan et al., 2007).
Tulang sapi dipilih sebagai bahan utama pembuatan komposit biokeramik
hidroksiapatit yang nantinya akan digunakan pada bidang medis sebagai implan
pada tulang manusia karena memiliki karakteristik mekanik dan struktur yang
hampir sama dengan tulang manusia (sama-sama mamalia dan vertebrata). Selain
itu tulang sapi lebih mudah diperoleh dan memiliki penampang tulang yang cukup
11
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah ternak sapi yang dipotong
di Provinsi Lampung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 rata-rata
pertahun 11.490 ekor. Bahkan untuk tahun 2013 saja jumlah sapi yang tercatat
dipotong pada rumah pemotongan hewan tercatat mencapai 14.364 ekor sapi
(BPS, 2014). Banyak jumlah sapi yang dipotong setiap tahunnya akan sebanding
dengan jumlah limbah tulang sapi yang dihasilkan. Tulang sapi memiliki
kandungan kalsium fosfat sebanyak 58,3% sehingga digunakan tulang sapi
sebagai bahan untuk sintesis biokeramik hidroksiapatit (Wahdah dkk., 2014).
Menurut Yolanda (2009) penggunaan tulang sapi dikarenakan mudah didapat
lebih ekonomis dan secara umum lebih padat dan berisi dibanding tulang kambing
atau tulang hewan lainnya. Secara kimia, tulang sapi mengandung unsur seperti
kalsium dan fosfor. Kalsium yang terkandung dalam tulang sapi adalah sebesar
7,07% dalam bentuk senyawa Ca , 1,96% dalam bentuk senyawa Ca , dan
58,30% dalam bentuk senyawa sedangkan fosfor sebanyak 2,09%
dalam bentuk senyawa dan 58,30% dalam bentuk senyawa
. Kalsium dan fosfor merupakan unsur utama pembentuk hidroksiapatit
sehingga tulang sapi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam sintesis
hidroksiapatit (Fahimah dkk., 2014).
Pada penelitian sebelumnya Joschek et al. (2000), mengatakan bahwa terdapat
perbedaan signifikan antara biokeramik hidroksiapatit dengan tulang asli.
Meningkatnya sifat porositas, ukuran pori dan luas permukaan sangatlah penting
untuk pengobatan pada tulang. Ada dua jenis tulang yang paling baik dalam
penggunaan biokeramik yaitu: tulang kanselus dan tulang kortikal. Berikut adalah
12
Gambar 2.1 Tulang kanselus dan tulang kortikal (Widyastuti, 2009).
Tulang kortikal banyak dipilih sebagai bahan utama pembuatan hidroksiapatit
karena lebih tebal dan banyak mengandung kalsium dan fosfat. Tulang kortikal
atau kompak adalah tulang padat yang terdiri dari silinder paralel
unit dan ditemukan di poros tulang panjang (Widyastuti, 2009).
D. Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HA) Ca10(PO4)6(OH)2 adalah unsur anorganik alami yang berasal
dari tulang yang dapat dimanfaatkan untuk regenerasi tulang, memperbaiki,
mengisi, memperluas dan merekonstruksi jaringan tulang pada manusia
(Demirkol et al., 2012). Hal ini dikarenakan hidroksiapatit memiliki sifat
biokompatibiltas yang sempurna dan mirip dengan struktur jaringan keras
manusia (Purwamargapratala, 2011).
Terdapat dua jenis utama hidroksiapatit yaitu hidroksiapatit alami dan buatan.
Jenis hidroksiapatit alami diproduksi dari berbagai sumber alami (yaitu
13
kalsinasi (Agaogullari et al., 2011). Hidroksiapatit pada makhluk hidup biasanya
disebut juga dengan biological hydroxyapatite atau bio-HA. Bio-HA yang
diimplankan dalam waktu yang sementara harus stabil selama proses
penyembuhan sampai bio-HA tersebut dilepaskan kembali. Bio-HA yang
diimplankan secara permanen, disamping harus bioaktif dan biokompatibel, juga
harus mempunyai kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap korosi dalam waktu
yang sangat lama. Bahan ini dapat diperoleh dari manusia yang bersangkutan
yang disebut autograft, dari manusia lainnya yang disebut allograft dan dari
hewan yang disebut xenograft. Pemakaian autograft biasanya tidak menimbulkan
reaksi penolakan dari tubuh, hanya saja ketersediaannya terbatas dan
mempersyaratkan pembedahan (Mulyaningsih, 2007). HA alami dapat diperoleh
dengan mudah, namun berpotensi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, dapat
menularkan penyakit fatal seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Aplikasinya terbatas karena sifat mekanik implan yang rendah. Menurut Demirkol
et al (2012), permasalahan tentang penularan penyakit dapat disiasati dengan
membakar hidroksiapatit pada suhu C, karena pada suhu tersebut dipastikan
dapat membersihkan semua pengotor dan dapat membunuh semua bakteri serta
penyakit ada pada bahan hidroksiapatit. Produksi hidroksiapatit (HA) dari sumber
alami lebih disukai karena alasan ekonomis.
Beberapa keunggul hidroksiapatit pada bidang medis antara lain adalah tidak
beracun dan biokompatibel, tetapi memiliki sifat mekanik yang relatif rendah
terutama di lingkungan basah dan tidak diserap oleh tubuh sehingga cocok
digunakan untuk restorasi jangka panjang. Namun, memiliki osteointegration
14
kekuatan dan ketangguhan patah yang dibatasi hanya dengan luas penampang
pada beban. Oleh karena itu, banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
mekanik properti melalui penggabungan tahap kedua keramik (Kim et al., 2003).
Pori-pori HA yang letaknya tidak teratur dan tidak saling berhubungan satu sama
lain (tidak rekat) juga menyebabkan pori-pori menjadi faktor yang melemahkan
kekuatan bahan HA. Ukuran butir juga menurunkan kekuatan bahan HA dengan
mempengaruhi ikatan antara butir. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
hidroksiapatit dengan karakter-karakter yang diharapkan, banyak para peneliti
menggabungkan hidroksiapatit dengan material pengisi guna meningkatkan nilai
mekanis yang disebut dengan komposit. Salah satu material yang banyak
digunkan pada penelitian penelitian sebelumnya untuk meningkatkan nilai
mekanik hidroksiapatit adalah silika. Menurut Nakata et al (2009), Palard et al
(2009) dan Oktar et al (2007), penggabungan silikat dalam struktur apatit dapat
meningkatkan bioaktivitas dengan meningkatkan kecepatan dan kualitas proses
perbaikan tulang. Hal ini terjadi karena meningkatnya laju disolusi bahan, yang
bisa mendukung aktivitas selular dan proses perbaikan tulang. Silika juga dapat
mengisi ruang kosong yang ada di dalam partikel hidroksiapatit sehingga
menambah nilai mekanik.
Karakter penting lainnya sehubungan dengan penggunaan kalsium fosfat dalam
bidang medis adalah kemurnian bahan dan komposisi fasanya. Hal ini akan
berpengaruh secara signifikan ketika bahan tersebut digunakan sebagai bahan
tulang tiruan, bahan tambalan gigi atau drug carrier ketika kontak langsung
15
dalam bentuk serbuk atau bentuk kompak yang telah disinter, karena
hidroksiapatit yang telah disinter pada suhu tertentu akan mempunyai kekuatan
mekanik yang lebih besar dan densitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
hidroksiapatit yang tidak disinter. Hal ini terjadi karena selama sintering energi
kinetik atom-atom dalam bahan menjadi meningkat, sehingga akan terjadi difusi
antara atom-atom yang berdekatan dan terjadi pengikatan partikel bersama dan
ruang kosong antarpartikel menjadi semakin kecil. Untuk mendapatkan
hidroksiapatit dengan karakter-karakter yang diharapkan, serbuk hidroksiapatit
dipanaskan sampai suhu 14000C, karena secara umum fenomena termal dalam senyawa kalsium fosfat masih teramati sampai suhu 14000C (Mulyaningsih, 2007).
Secara umum hidroksiapatit merupakan komponen utama senyawa anorganik
pada jaringan keras hewan vertebrata yang berhubungan erat dengan kristal stabil
kalsium fosfat. Struktur kristal HAP mempunyai bentuk heksagonal dengan
parameter kisi a = 9,42 Å dan c = 6,88 Å (Soejoko dan Wahyuni, 2012). Seperti
ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut ini.
16
Komposisi kimia hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 berupa kesatuan sel dari hidroksiapatit dalam tiga dimensi memiliki panjang 0,944 nm, lebar 0,944, tinggi
0,688 nm dengan bentuk keseluruhan berupa jajar genjang. Kesatuan sel
hidroksiapatit terdiri dari dua dataran berbentuk jajar genjang di permukaan atas
dan bawah. Tiga ion terletak ditengah pada masing-masing dataran,
sedangkan delapan ion lainnya berada pada tepi dan bergabung dengan sel
lain yang berdekatan. Dua ion terletak ditengah dan merupakan inti dari unit
sel, delapan ion terletak ditepi dan bergabung dengan empat unit sel lainnya
yang berdekatan. Delapan ion pada keempat dataran vertikal sel (Leeuw,
2001).
satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Sebagai senyawa silikon
dioksida (SiO2), yang dalam penggunaannya dapat berupa amorf dan krital. Silika sering digunakan sebagai dessicant, adsorben, media filler dan komponen
katalisator (Wickramasinghe and Rowell, 2005).
Pemanfaatan dan aplikasi silika juga sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik,
seni dan medis termasuk juga pada pembuatan biomaterial. Di alam senyawa
silika ditemukan dalam beberapa bahan alam seperti pasir, kuarsa, gelas, dan
sebagainya. Silika juga banyak ditemukan diberbagai macam tumbuhan seperti
pelepah pisang dan sekam padi (Sulastri dan Kristianingrum, 2010).
E. Silika
17
Sekam padi merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar setelah
dilakukan pembakaran sempurna. Abu sekam padi hasil pembakaran yang
terkontrol pada suhu tinggi akan menghasilkan abu silika dengan 86%-97% berat
kering (Olawale et al., 2012). Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi
kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea. Sel-sel
sekam yang telah masak mengandung lignin dan silika dalam konsentrasi tinggi.
Kandungan silika diperkirakan berada dalam lapisan luar (Adam et al., 2013).
Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa kelebihan, dimana
silika sekam padi memiliki butiran yang halus, lebih reaktif, dapat diperoleh
dengan cara yang mudah dengan biaya yang murah serta didukung dengan
ketersediaannya yang melimpah dan dapat diperbaharui (Agung dkk., 2013).
Karakteristik silika sekam padi yang diperoleh dengan metode ekstraksi
mempunyai fasa amorf tanpa sintering dan awal perubahan struktur amorf ke
kristal pada suhu sintering C, dan dengan meningkatnya suhu sintering
C mengakibatkan tranformasi amorf membentuk fasa kristal crystoballite
dan trydimite. Di samping itu, karakteristik termal silika sekam padi menunjukkan
peningkatan stabilitas termal, dan pembentukan fasa crystoballite, trydimite
meningkat seiring dengan naiknya suhu sintering, serta tingkat persentasi
kemurnian silika meningkat dengan kenaikan suhu sintering sebesar 98,85% pada
suhu sintering C. Proses pembakaran semua pengotor pada sekam padi
akan berinteraksi dengan panas sehingga akan mengurangi komposisi pengotor
yang ada (Saoza et al., 2002). Silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 gr/ .
Menurut Nayak and Bera (2009), silika amorf akan berubah menjadi kristal pada
18
negatif yaitu dengan timbulnya reaksi alkali silika. Reaksi alkali silika merupakan
reaksi antara kandungan silika aktif dalam bubuk silika dan alkali dalam semen.
Reaksi ini membentuk suatu gel alkali-alkali yang menyelimuti butiran-butiran
agregat. Gel tersebut dikelilingi oleh pasta semen dan akibatnya pemuaian
terjadilah tegangan internal, yang dapat mengakibatkan retak (Herlina, 2005).
Silika yang dicampurkan pada hidroksiapatit berfungsi sebagai pengisi ruang
kosong yang ada didalam hidroksiapatit, sehingga dapat meningkatkan nilai
mekanisnya. Beberapa penelitian pemanfaatan silika serupa juga pernah dilakukan
oleh Ruseska (2006), pada penelitiannya dikatakan bahwa penggunaan silika
terbaik pada komposit hidroksipatit berada pada 10% berat total. Lapisan Si-HA
pada titanium yang bioaktif dan dapat digunakan dalam ortopedi
dan aplikasi gigi, hal ini di sebabkan karena penggabungan silikon dalam apatit
meningkatkan laju disolusi bahan yang bisa mendukung aktivitas selular dan
proses perbaikan tulang (Palard et al., 2009).
Karakterisasi material komposit biokeramik hidroksiapatit 10% berat silika pada
percobaan ini diantaranya yaitu karakterisasi XRD, SEM dan FTIR
1. X-Ray Diffraction (XRD)
Identifikasi strukktur kristal sempel dilakukan dnegan menggunakan difraksi
sinar-X atau yang disebut dengan XRD (X-Ray Diffraction). Panjang gelombang
yang dimiliki oleh difraksi sinar-X yaitu 0,1Å sampai 100Å. Alat ini juga
19
analisis kualitatif dan kuantitatif material. Penggunaan XRD untuk membedakan
antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam
keacakan dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, dan identifikasi
mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat. Penentuan dimensi-dimensi
sel satuan. Sedangkan aplikasi XRD diantaranya yaitu menentukan struktur kristal
dengan menggunakan rietveld refinement, menganalisis kuantitatif dari mineral,
dan karakteristik sampel film. Kelebihan penggunaan sinar-X dalam karakterisasi
material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat
tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sedangkan kekurangannya
adalah untuk objek berupa kristal tunggal sangat sulit mendapatkan senyawa
dalam bentuk kristalnya. Sedangkan untuk objek berupa bubuk (powder) sulit
untuk menentukan strukturnya.
Prinsip kerja alat XRD adalah penembakan elektron berenergi tinggi (anoda) atau
berkas elektron (elektron beam) yang berasal dari tabung X. Tabung
sinar-X terdiri dari tabung gelas yang telah di vakumkan dan filamen yang dipanaskan
menghasilkan elektron-elektron yang kemudian ditembakkan ke logam target
(katoda), sehingga elektron yang bertumbukan dengan logam akan menghasilkan
radiasi yang keluar melalui jendela tipis berylium dan membentuk sudut θ.
Lapisan berylium ini disebut juga dengan slit. Slit berfungsi membuat spektrum
sinar-X sejajar dan mengenai sampel. Berkas yang keluar dari berylium disebut
dengan sinar-X. Sesuai dengan hukum Bragg ketika sinar-X diposisikan
sedemikian rupa dan mengenai sampel, maka atom sampel akan mendifraksikan
sianar-X dan seterusnya ditangkap oleh detektor (Connolly, 2007). Berikut adalah
20
Gambar 2.3 Skema alat difraksi sinar-X (Connolly, 2007).
Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah
berdasarkan persamaan Bragg:
n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,... (1)
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada
pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini
kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis
material. Standar ini disebut JCPDS (Joint Committee of Powder Difraction
21
Gambar 2.4 Ilustrasi hukum Bregg (Lee, 1992).
Metode analisis difraksi sinar-X dikenal dengan sebutan X-Ray Diffraction (XRD)
ini digunakan untuk mengetahui fasa kristalin meliputi transformasi struktur fasa,
ukuran partikel bahan seperti keramik, komposit, polimer dan lain-lain. Difraksi
sinar-X dalam analisis padatan kristalin memegang peranan penting untuk
meneliti parameter kisi dan tipe struktur, selain itu dimanfaatkan untuk
mempelajari cacat pada kristal individu dengan mendeteksi perbedaan intensitas
difraksi di daerah kristal dekat dislokasi dan daerah kristal yang mendekati
kesempurnaan (Cullity, 1978).
Jika jalan sinar yang terdifraksi oleh kisi kristal tersebut memenuhi hukum Bragg
pada persamaan (1), maka akan terbentuk puncak pada pola difraksi. Untuk
menentukan besarnya parameter kisi kristal HA yang telah diketahui memiliki
sistem kristal heksagonal, yakni dengan menggunakan persamaan (Zhang et all.,
2013).
22
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, diketahui bahwa parameter kisi
kristal HA adalah a= 9.423 Å dan c = 6.875 Å (Pramanik and Chakraborty, 2012).
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah sebuah mickroskop yang
menggunakan cahaya untuk membentuk sebuah gambar. Dibandingkan dengan
mikroskop optik SEM memiliki resolusi dan kedalaman fokus yang sangat tinggi.
Alat ini digunakan untuk mengamati morfologi dari suatu bahan. SEM adalah
microskop elektron yang mempunyai resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi
8.000-400.000 x (Cristiane et al., 2006).
Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang
sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena
sifat listriknya), karena itu HA yang akan diuji pertama harus dilapisi (coating)
dengan emas karena HA tidak bersifat konduktif sehingga harus dilapisi dengan
bahan konduktor yang baik seperti emas. Gambar yang terbentuk menunjukkan
struktur dari sampel yang diuji (Voutou and Chrysanthi, 2008).
Prinsip kerja SEM yaitu sebuah filamen yang terdiri dari kutub katoda sebagai
penghasil elektron dan sumber tegangan negatif pada anoda, dialiri arus dari
sumber elektron sehingga pada filamen terjadi beda potensial sehingga akan
menghasilkan berkas elektron. Selanjutnya berkas elektron menuju ke anoda
setelah melawati celah pelindung. Sebelum mencapai permukaan sampel berkas
elektron melalui lensa magnetik agar berkas elektron tersebut terfokus menuju
23
backscaterred electron dan secondary electron kemudian elektron diubah menjadi
sinyal-sinyal listrik dan diperkuat oleh amplifier yang diteruskan ke tabung sinar
katoda. Detektor mengumpulkan elektron yang dipancarkan dan mengubahnya
menjadi sebuah sinyal yang dikirim ke sebuah layar monitor dan meghasilkan
sebuah gambar. Berikut adalah gambar skematik cara kerja Scaning Electron
Microscopy.
Gambar 2.5 Sekema alat dan prinsip kerja SEM (Redetik, 2011).
3. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah suatu metode analisis yang dipakai
untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara
menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh
molekul organik dalam sinar infra merah. Dengan infra merah didefinisikan
24
dalam molekul umumnya mempunyai karakteristik sendiri sehingga spektroskopi
FTIR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer.
Intensitas pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang
dimiliki oleh polimer. Metode ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra
merah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik). Interaksi ini berupa absorbansi pada frekuensi atau panjang
gelombang tertentu yang berhubungan dengan energi transisi antara berbagai
keadaan energi vibrasi, rotasi dan molekul. Radiasi infra merah yang penting
dalam penentuan struktur atau analisis gugus fungsi terletak pada 650 –
4000 (Pudjiastuti, 2012).
Pada dasarnya Spektrofotometri FTIR adalah sama dengan Spektrofotometri IR
dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optik sebelum
berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap
oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan
merupakan penyerapan dan transmisi molekul, menciptakan bekas molekul dari
sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul khas yang menghasilkan
spektrum infra merah sama. Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan
spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer
Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan
monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai
dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler,
1986). Spektroskopi FTIR digunakan untuk mendeteksi sinyal lemah
menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah analisis getaran (Baravkar and
25
Gamabar 2.6 Prinsip kerja FTIR (Stuart, 2004).
Ada 5 bagian utama FTIR yaitu, sumber sinar yang terbuat dari filamen nert atau
gelobar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000 – 18000C,
beam slitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga
menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.
Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk
membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor. Daerah
cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan
masing-masing menembus sel acuan secara bersesuaian. Detektor, merupakan
piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan.
Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer.
Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut sinar
yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecahkan
oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini
26
Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecahan
sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecahan sinar, sebagian sianr akan
diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang
maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai ke detektor akan berfluktuasi.
Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama
terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak
yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan
sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah
menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika
27
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei
2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA
Universitas Lampung, dengan uji karakterisasi yang dilakukan di Laboratorium
Material UIN Jakarta dan Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi Bandung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, pressure cooker, kompor
listrik, neraca digital, mortal dan pastel, nampan, beaker glass larutan, cetakan
pellet, furnace, kertas label, Platik, Fourier Transform Infra Red (FTIR),
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Diffraction (XRD). Sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tulang sapi, silika sekam padi,
aquades, larutan NaOH 1 N dan larutan HCl 1 N.
C. Prosedur Penelitian
1. Prosedur preparasi tulang sapi
Untuk memperoleh hidroksiapatit dari tulang sapi digunakan prosedur sebagai
berikut:
28
2. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 120 selama 3 jam.
3. Merebus tulang sapi dalam pressure cooker selama 8 jam, dengan ketentuan
setiap 2 jam sekali dilakukan penambahan air pada garis batas alat.
4. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 150 selama 2 jam.
5. Merendam tulang sapi menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam.
6. Meniriskan dan mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 100
selama 12 jam, kemudian mencuci bersih dengan aquades.
7. Merendam kembali menggunakan larutan NaOH 1 N selama 24 jam.
8. Meniriskan dan mengeringkan kembali tulang sapi dengan oven pada suhu
100 selama 12 jam selanjutnya membersihkan tulang sapi menggunakan
aquades.
9. Menggerus tulang sapi selama 3 jam.
2. Prosedur silika sekam padi
Untuk memperoleh silika dari bahan dasar sekam padi digunakan metode
pengabuan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Membersihkan sekam padi dengan air biasa secara berulang ulang.
2. mengeringkan sekam padi yang sudah benar-benar bersih dari tanah dan
kotoran-kotoran lainnya.
3. Merendam sekam padi dengan menggunakan air panas selama 15 menit.
4. Mengeringkan sekam padi dengan menggunakan oven pada suhu 110 selama
2 jam.
5. Membakar sekam padi dengan menggunakan furnace selama 5 jam pada suhu
29
6. Menggerus silika hasil pembakaran sekam padi selama 2 jam.
3. Prosedur pencampuran hidroksiapatit dengan 10 % berat silika.
Berikut adalah prosedur yang digunakan untuk mencampur hidroksiapatit yang
diperoleh dari tulang sapi dengan 10% silika berat silika.
1. Mencampur serbuk hidroksiapatit dan serbuk silika dengan perbandingan
10% berat silika.
2. Menambahkan larutan etanol sampai sampel tenggelam.
3. Menstirrer tampel selama 3 jam.
4. Membiarkan (aging) sampel selama 24 jam.
5. Memisahkan larutan etanol dengan endapan sampel.
6. Mengoven endapan sampel selama 100 selama 10 jam.
7. Menggerus ampel selama 3 jam.
8. Membakar sampel dengan menggunakan furnace pada suhu 1200 dengan
waktu tahan 3 jam.
9. Mengkarakterisasi sampel.
D. Preparasi Bahan Dasar
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang sapi dan sekam padi,
berikut adalah preparasi bahan dasar yang dilakukan pada penelitian ini.
1. Tulang sapi
Tulang sapi yang digunakan adalah tulang sapi yang masih dalam kondisi baik,
30
masih berbentuk bongkahan-bongkahan, kotor dan masih adanya bekas-bekas
daging yang menempel pada tulang. Untuk mendapatkan sampelyang diinginkan
sehingga perlu dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu. Preparasi bahan
dimulai dengan pemotongan tulang sapi kecil-kecil dari bentuk semula berupa
bongkahan. Kemudian memilih bentuk dan struktur potongan tulang yang bagus
sebagai bahan penelitian karena menentukan banyak atau sedikitnya kandungan
kalsium, dalam hal ini dipilihlah jenis tulang kortikal. Selanjutnya membersihkan
sisa-sisa daging yang masih melekat pada tulang dan mencuci berulang-ulang
menggunakan air hingga bersih.
2. Sekam padi
Sekam padi yang digunakan adalah sekam padi yang masih dalam kondisi baik,
tidak terlalu lama sehingga tidak dalam kondisi busuk. Hal ini dapat dilihat dari
warna dan bentuknya yang masih terlihat baru. Sekam padi yang baru diambil dari
pabrik penggilingan umumnya masih bercampur dengan kotoran-kotoran sisa
penggilingan seperti tanah, daun bahkan batang jerami itu sendiri, sehingga untuk
mendapatkan sampel yang diinginkan perlu dilakukan preparasi bahan terlebih
dahulu. Preparasi dimulai dengan mencuci berkali-kali sekam padi dengan
menggunakan air sampai benar-benar bersih. Kemudian sekam padi ditiriskan
untuk mengurangi kadar air sisa pencucian sebelumnya. Sekam padi yang sudah
kering direndam di air panas selama 15 menit, dengan tetap membuang sekam
padi dan kotoran-kotoran yang mengapung selama proses perendaman. Tahap
terakhir pada preparasi ini adalah sekam padi ditiriskan dan langsung dikeringkan
31
E. Perendaman Sampel pada Larutan
Perendam yang dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam
bertujuan untuk menghilangkan kandungan pengotor pada tulang sapi. Lalu
meniriskan hasil rendaman dan mengeringkan kembali menggunakan oven pada
suhu 100 selama 12 jam. Berikutnya mencuci bersih mengguanakan aquades.
Tahap selanjutnya perendaman menggunakan larutan NaOH dengan perlakuan
yang sama yaitu merendam tulang sapi hasil perendaman HCl selama 24 jam yang
bertujuan menetralkan kandungan HCl yang masih melekat pada tulang sapi.
Kemudian mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu yang sama yakni
100 selama 12 jam dan mencuci bersih dengan aquades.
F. Sintering
Proses selanjutnya yang dilakukan pada sekam padi yang sudah siap digunakan
adalah sintering yang dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran
(furnace). Pada proses ini sekam padi disintering dengan menggunakan suhu
700 selama 5 jam. Dengan pembakaran sekam padi pada suhu 700 selama 5
jam, diharapkan dapat menghilangkan semua unsur yang tidak diperlukan pada
sekam padi sehingga diperoleh silika murni pada tahap akhir pembakaran.
G. Preparasi Karakterisasi
Dari bahan yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan proses penggerusan kurang
lebih selama 3 jam untuk tulang sapi dan 2 jam untuk silika sekam padi.
Selanjutnya dilakukan pencampuran komposit hidroksiapatit dengan 10% berat
32
Setelah sampel diendapkan selama 24 jam kemudian sampel dipisahkan dari
endapan dan di oven pada suhu 100oC kemudian sampel digerus lagi selam 3 jam dan di furnace selama 3 jam pada suhu 1200oC. Pada tahap akhir dilakukan uji karakterisasi yang meliputi karakterisasi FTIR, SEM, dan XRD
a. FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Karakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan untuk
mengetahui gugus fungsi bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam proses FTIR adalah:
1. Menimbang sampel halus sebanyak ± 0,1 gram.
2. Menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ± 1% dari berat KBr.
3. Mencampur KBr dan sampel ke dalam mortal dan mengaduk hingga
keduanya rata.
4. Menyiapkan cetakan pellet, mencuci bagian sampel, base dan tablet frame
dengan kloroform.
5. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet.
6. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air.
7. Meletakkan cetakan pompa hidrolik dan memberikan tekanan sebesar ± 8
gauge.
8. Menghidupkan pompa vakum selama 15 menit.
9. Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan
dengan cara membuka keran udara.
10. Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempatkan pellet KBr
33
11. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat
interferometer dan komputer.
b. XRD (X-Ray Diffraction)
Karakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk
mengetahui struktur kristal bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam proses XRD adalah:
1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, kemudian merekatkannya pada
kaca dan memasang pada tempatnya berupa lempeng tipis berbentuk persegi
panjang (sampel holder) dengan lilin perekat.
2. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian
meletakkannya pada sampel stand dibagian goniometer.
3. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui
komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan
rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan
memberi nomor urut fille data.
4. Mengoperasikan alat difraktometer dengan perintah “start” pada menu
komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target
Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.
5. Melihat hasil difraksi pada komputer dan itensitas difraksi pada sudut 2
tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.
6. Mengambil sampel setelah pengukuran cuplikan selesai.
7. Data yang terekam berupa sudut difraksi (2), besarnya intensitas (I), dan
34
8. Setelah data diperoleh analisis kualitatif dengan menggunakan search match
analisys yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standard
(PDF = Power Diffraction File).
c. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur hidroksiapatit.
Langkah-langkah dalam proses SEM adalah:
1. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacum column, dimana udara
akan dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini
diperlukan agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya
elektron selama proses berlangsung.
2. Elektron ditembakkan dan akan melewati berbagai lensa yang ada menuju ke
satu titik di sampel.
3. Sinar elektron tersebut akan dipantulkan ke detektor lalu ke amplifier untuk
memperkuat signal sebelum masuk ke komputer untuk menampilkan gambar
atau image yang diinginkan.
H. Diagram Alir
Adapun diagram alir penelitian preparasi dan karakterisasi komposit
hidroksiapatit 10% berat yang berbahan dasar tulang sapi dan sekam padi dapat
35
Tulang sapi Membersihkan dengan air
Oven suhu 120 3 jam
Mencampur serbuk hidroksiapatit dan 10% serbuk silika
64
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis FTIR komposit hidroksiapatit 10% berat silika menunjukkan
adanya distribusi silika pada sampel hidroksiapatit dengan munculnya gugus
fungsi OH-, , dan SiO2.
2. Hasil analisis struktur XRD pada sampel komposit hidroksiapatit 10% berat
silika menunjukkan perubahan fasa yang terjadi akibat distribusi silika dan
perlakuan termal yang diberikan pada sampel komposit hidroksiapatit, fasa
yang terbentuk adalah trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dengan nomor PDF File 9-0169 dan kalsium fosfat silikat (Ca5(PO4)2SiO4) dengan nomor PDF File 40-0393.
3. Hasil analisis mikrostruktur dari karakterisasi SEM menunjukkan komposit
hidroksiapatit 10% berat silika mengalami peningkatan ukuran butir secara
merata.
4. Hasil analisis komposisi unsur dan senyawa dengan menggunakan EDS
menunjukan komposit hidroksiapatit 10% berat silika terdiri dari unsur Si
65
B. Saran
Pada penelitian lebih lanjut disarankan agar:
1. Untuk mengetahui komposisi terbaik komposit hidroksiapatit dan silika
disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan komposisi
hidroksiapatit dan silika yang berbeda yaitu 15% atau 20%.
2. Melakukan uji sifat fisis dan mekanik pada komposit hidroksiapatit untuk
DAFTAR PUSTAKA
Adam, F., Thiam S,C., and Yahya, S. 2013. Bio-template Synthesis of Silika-Ruthenium Catalyst of Benzylation of Toluene. Journal of Physical Science. Vol. 24. No. 1. Pp. 29-35.
Agaogullari, D., Kel, D., Gokce, H., Duman, I., Ovecoglu, M.L., Akarsubasi, A.T., Bilgic, D., and Oktar, F.N. 2011. Bioceramic Production from Sea Urchins. Acta Physica Polonica A. Vol. 121. No. 1. Pp. 23-26.
Agung M, G.F., Hanafie SY, M.R., dan Mardina, P. 2013. Ekstraksi Silika dari Abu Sekam Padi dengan Pelarut KOH. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 2. No. 1. Hal. 1-4.
Agrawal, K., Gurbhinder, S., Devendra, P., and Satya, P. 2011. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite Powder by Sol-Gel Method for Biomedical Application. Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 10. No. 8. Pp. 727-734.
Anderson, J.M. 2001. Biological Responses to Materials. Annual Review of Materials Research. Vol. 31. Pp. 81-110.
Andri, D.P., dan Johar, L. 2011. Karakterisasi Komposit Berpenguat Serat Bambu dan Serat Gelas sebagai Alternatif Bahan Baku Industri. Skripsi. Institut Tehnologi Surabaya. Surabaya.
67
Baravkar, A.A., and Kale, R.N. 2011. FTIR Spectroscopy: Principle, Technique and Mathematics. Pharmaceutical Analysis. Vol. 2. No. 1. Pp. 513-518.
Bassler.1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat. Erlangga: Jakarta.
Binnaz, A. H. Y., and Sener, C. 2012. Roadmap of Biomedical Engineers and Milestones. Yilidiz Technical University: Turkey.
Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah Sapi yang Dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Provinsi Lampung Tahun 2000-2013. Lampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
Campbell, F. C. 2010. Structural Composite Materials. American Society for Metals International: United State of America.
Chiu, C.Y, Hsu, H.C., and Tuan, W.H. 2005. Effect of Zirconia Addition on the Microstructural Evolution of Porous Hydroxyapatite. Ceramics International. Vol. 33. Pp. 15-718.
Cristiane, A.C.C., Thais, M.P., Borba, J.D., Caetano, J.Z.S., Luiz, G.P., and Andre, F.S. 2006. Physico-Chemical Characterization and Biocompatibility Evaluation of Hydroxyapatites. Jurnal of Oral Science. Vol. 48. No. 4. Pp. 219-226.
Cullity, B. D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Incorporated:United State of America.
Connolly, J. R. 2005. Introduction to X-ray Diffraction. Earning Per Share (EPS) 400-200.