i ABSTRAK
PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT
ALUMINOSILIKAT (3Al2O3.2SiO2) BERBAHAN
DASAR SILIKA SEKAM PADI
Oleh
FRISSILLA VENIA WIRANTI
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan komposit aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2)dari silika sekam padi dan alumunium nitrat hidrat sebagai bahan
baku menggunakan metode sol-gel. Komposisi komposit dengan perbandingan massa tetap alumina dan silika adalah 3:2. Preparasi komposit dimulai dengan mencampur bahan baku di bawah pengadukan selama satu jam untuk menghasilkan gel, diikuti dengan pengeringan gel pada suhu 110oC selama 24 jam. Sampel digerus dengan mortar dan pastel untuk menghasilkan serbuk Al2O3
-SiO2. Serbuk dicetak menjadi pelet silinder dan kemudian disintering dengan suhu
yang berbeda yaitu 800, 900 dan 1000oC. Selanjutnya, sampel dikarakterisasi dengan XRD dan SEM untuk mengetahui karakteristik struktur kristal dan mikrostruktur. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa sampel yang disintering pada suhu 800 dan 900oC menunjukkan fasa amorf. Sementara itu, sampel yang disintering pada suhu 1000oC menunjukkan kehadiran kyanite, tridimit, alumina dan mullite, dimana fasa yang dominan adalah kyanite. Hasil karakterisasi SEM pada sampel tanpa sintering memperlihatkan bahwa butiran-butiran yang sangat besar tanpa batas butir yang jelas . Seiring dengan perlakuan suhu (sintering) yang meningkat semakin mengarah ke fasa kristalin yang dapat dilihat dengan jelas pada sampel yang disintering pada suhu 1000 C
PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT
ALUMINOSILIKAT 3Al2O3.2SiO2 BERBAHAN
DASAR SILIKA SEKAM PADI (Skripsi)
Oleh :
FRISSILLA VENIA WIRANTI
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK
STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT
ALUMINOSILIKAT (3Al2
O3.2SiO
2) BERBAHANDASAR SILIKA SEKAM PADI
Oleh
Frissilla Venia Wiranti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains
Pada Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
iv
Judul Skripsi : PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN
MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT ALUMINOSILIKAT (3Al2O3.2SiO2) BERBAHAN DASAR SILIKA SEKAM
PADI
Nama Mahasiswa : Frisilla Venia Wiranti
Nomor Pokok Mahasiswa : 0517041036
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Simon Sembiring, Ph. D. Wasinton Simanjuntak, Ph. D.
NIP. 19611003 199103 1 002 NIP. 19590706 198811 1 001
Ketua Jurusan Fisika
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya yang bertanda tangandi bawah ini:
Nama : Frissilla Venia Wiranti
NPM : 0517041036
Jur/Fak: Fisika/MIPA
menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan
orang lain, dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, saya menyatakan pula
bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.
Apabila ada pernyataan saya yang tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bandar Lampung, Desember 2012
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 16 Januari 1988. Penulis adalah
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Joni Walker dan Ibu Karlena.
Pendidikan yang penulis tempuh berawal dari TK yang di-selesaikan pada tahun
1993. Pendidikan dasar penulis peroleh di SD N 3 Rajabasa sampai tahun 1999
dan SLTP N 19 Bandar Lampung sampai tahun 2002. Kemudian dilanjutkan ke
SMA N 5 Bandar Lampung hingga tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB).
Saat duduk di bangku SMA, penulis bergabung dalam kegiatan ekstrakulikuler
sekolah yaitu Rohis, Paskibra dan OSIS. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif
dalam organisasi di kampus yaitu di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
(BEMF) sebagai anggota muda periode 2005/2006, Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas (DPM F) sebagai staf administrasi 2005/2006, Unit Kegiatan
Mahasiswa Jurusan Fisika HIMAFI sebagai Sekretaris Biro Kesekretriatan pada
periode 2007/2008, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F) sebagai
Sekretaris Eksekutif periode 2008/2009. Penulis melaksanakan Program Kerja
ix
Motto
“Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara” (QS. Al Ahzab : 3)
“Tuhan tidak meminta kita untuk sukses, Dia hanya meminta kita
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur kepada Allah SWT penulis persembahkan karya ini kepada:
1. Ibunda tercinta yang senantiasa mendoakan siang dan malam, dengan airmata
yang tak henti-hentinya berharap untuk kesuksesan ananda.
2. Ayahanda tercinta yang senantiasa mendoakan, menasihati, mencintai dan
mencurahkan pengorbanan untukku.
3. Adikku Sapta Rendi si Antagonis.
4. Nenekku yang tak pernah berhenti berharap atas kesuksesanku.
5. Seseorang yang tak pernah berhenti mengulurkan tangannya, bang Azis Toni.
6. Saudara-saudara yang telah berbaik hati kepada keluargaku.
7. Para guru dan dosen yang telah mendidik dengan tulus.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, Allah SWT telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak
dapat diselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Simon Sembiring, Ph.D., selaku Pembimbing I yang telah
membimbing, arahan, nasihat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku Pembimbing II yang tak jemu
memberikan bimbingan, arahan, nasihat, motivasi dan dukungan selama
bimbingan.
3. Bapak Posman Manurung, Ph.D., selaku Pembahas yang telah memberikan
motivasi, dan sumbangan pemikiran bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
4. Bapak dan Ibu dosen di FMIPA atas ilmu yang telah diberikan.
5. Ibunda dan Ayahandaku yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan
dan kasih sayang yang tiada bertepi.
6. Adikku Sapta Rendi yang tidak pernah berhenti menyemangati dengan
caranya.
7. Abang Azis Toni, S. P., yang tidak pernah berhenti mendoakan, mendukung
Dewi Lia Meliani, S. Sos, selalu memberi doa dan dukungan yang tidak
pernah putus.
9. Sahabat seperjuanganku dalam menyelesaikan skripsi yang panjang Nur
Hasanah, Sevia Anggraini dan Tiara Oktaria. Kita pasti bisa!
10.Mbak ku Emmistasega Subama, S.Si., Serly Nevivilanti, S.Si., doa dan
dukungannya.
11.Kakak tingkat angkatan tahun 2001, 2002, 2003 dan 2004 atas pengalaman,
nasihat, dan perhatiannya.
12.Adik-adik tingkatku angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009 semangat kalian
selalu jadi inspirasi. Adik-adik tingkat yang masih kuliah, semangat terus.
13.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terindah dan terbaik atas bantuan
yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Bandar Lampung, Desember 2012
Penulis,
xiii
F. Sistimatika Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komposit ... 8
1. Penggolongan Komposit ... 8
2. Pembuatan Komposit Aluminosilika 3Al2O3.2SiO2 (Mullite) ... 12
a. Metode Padatan (sintering) ... 13
b. Metode Pelelehan (melting) ... 14
c. Metode Penguapan (vaporasi) ... 14
d. Metode Sol-Gel ... 15
3. Aplikasi Komposit Aluminosilika 3Al2O3.2SiO2 ... 18
a. Material Industri ... 19
b. Material Listrik ... 19
c. Material Optik ... 19
xiv
a. Metode Pengabuan ... 21
b. Metode Ekstraksi ... 21
3. Pemanfaatan Silika Sekam Padi ... 22
4. Karakteristik Silika Sekam Padi ... 23
C. Sintering ... 25
D. Karakterisasi Komposit ... 27
1. X-ray Diffraction (Difraksi Sinar-X) ... 27
2. SEM (Scanning Electron Mocroscopy) ... 30
III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 37
B. Alat dan Bahan ... 37
1. Alat ... 37
2. Bahan ... 38
C.Prosedur Penelitian ... 37
1. Preparasi Sekam Padi ... 37
2. Pembuatan Sol Silika ... 38
3. Pembuatan Larutan Aluminium Nitrat Hidrat... 38
4. Proses Sol-Gel Komposit Aluminosilikat 3Al2.2SiO2 ... 39
5. Pencetakan sampel/ pellet (pressing) ... 39
6. Sintering ... 40
D. Karakterisasi ... 40
E. Diagram Alir Penelitian ... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Pengantar ... 43
B. Preparasi Sampel ... 43
1. Hasil Pembuatan Sol Silika Sekam Padi ... 43
2. Hasil Larutan Alumunium Nitrat Hidrat ... 44
3. Hasil Pembuatan Komposit Aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 ... 45
4. Hasil Analisis Karakteristik Struktur Menggunakan XRD ... 47
5. Hasil Analisis Mikrostruktur Menggunakan SEM ... 52
V. KESIMPULAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Perbedaan sifat silika, alumina dan aluminosilikat ... 11
2.2. Komposisi silika mineral dan silika nabati ... 21
2.3. Komposisi kimia abu sekam padi ... 24
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1. Komposit berdasarkan penguatnya a) particulate composite,
b) fibre composite, dan c) structure composite ... 11
2.2. Diagram alir metode sol-gel sederhana silika ... 15
2.3. Diagram alir proses sol-gel ... 17
2.4. Struktur dari a) particulate gel; b) Polymeric gel ... 18
2.5. Fasa kristal silika ... 24
2.6. Perubahan geometri partikel sintering ... 27
2.7. Difraktometer ... 28
2.8. Pola difraksi sinar-X ... 28
2.9. Skematik alat scanning electron microscopy (SEM) ... 32
2.10. Secondary electron detector ... 34
2.11. Backscattered electron detector... 35
2.12. Komposisi dan topografi ... 35
3.1. Diagram alir penelitian ... 42
4.1. Hasil pembuatan sol silika ... 43
4.2. Larutan alumunium nitrat hidrat ... 44
4.3. Gel alumina-silika (Al2O3-SiO2) ... 45
4.4. Serbuk aluminosilikat... 46
4.5. Pelet silinder ... 46
4.6. Pelet silinder yang sintering suhu (a) 800, (b) 900 dan (c) 1000 C ... 47
4.7. Pola difraksi sinar-X komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang disintering pada suhu 800 C ... 48
xv
4.10. Hasil analisis mikrostruktur komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
(a) tanpa perlakuan, dan perlakuan suhu (b),(c), dan (d) 800, 900 dan
1000 C ... 52
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam bidang ilmu material salah satu jenis material yang terus dikembangkan
adalah komposit, yang pada hakikatnya merupakan paduan dua atau lebih bahan
baku. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan
berkembangnya teknologi dalam bidang rekayasa material. Pengembangan produk
komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan, yaitu
mengurangi biaya bahan baku, mengembangkan produk dari pemanfaatan bahan
daur ulang dan produknya sendiri dapat didaur ulang, dan menghasilkan produk
dengan sifat spesifik yang lebih baik dibandingkan dengan bahan penyusunnya
(Youngquist, 1995). Teknologi komposit merupakan teknologi penggunaan
partikel yang terdispersi pada matriks baik berupa polimer, logam maupun
keramik. Komposit memiliki sifat mekanik, sifat kimia, sifat termal dan berbagai
sifat yang lebih baik. Komposit semula digunakan oleh manusia sejak awal abad
ke-12. Seiring dengan perkembangan zaman komposit digunakan dalam berbagai
bidang, di bidang transportasi sebagai komponen pesawat terbang, komponen
Dikenal beberapa jenis komposit yang berdasarkan komponen penyusunnya dapat
dibedakan menjadi komposit organik (Shichun et al, 2005), komposit
organik-anorganik (Park et al., 2000; Jokosisworo, 2009) dan komposit
anorganik-anorganik (Rezwan et al., 2006; Negara dkk., 2008) (b). Dari ketiganya, jenis
komposit yang banyak dikembangkan adalah komposit anorganik, umumnya
dalam bentuk komposit oksida yang biasa dikaitkan dengan teknologi keramik.
Salah satunya adalah komposit berbasis silika. Sebagai contoh yang sering
dikembangkan adalah keramik aluminosilikat (Schneider et al., 1994). Komposit
aluminosilikat memainkan peranan penting dalam berbagai aplikasi, yang
umumnya digunakan untuk struktural teknik modern, antara lain kemasan IC
(Integrated Circuit), pelapis furnace/tanur, refraktori, dan lain-lain. Jenis
komposit ini banyak dikembangkan karena memadukan sifat-sifat unggul dari
alumina, misalnya kuat, memiliki sifat dielektrik yang sangat baik, tahan terhadap
perlakuan kimia dan alkali, serta konduktivitas termal baik (Anonim A, 2002) dan
silika, misalnya memiliki ketahanan abrasi yang baik, isolator listrik yang baik
dan memiliki kestabilan termal yang tinggi (Anonim B, 2005).
Aluminosilikat merupakan kombinasi antara alumina dan silika, yang telah
dikenal di antaranya kyanite, andalusite, silimanite dan mullite. Keempat jenis
mineral tersebut dibedakan berdasarkan komposisi, yakni perbandingan mol
antara Al2O3 dan SiO2. Kyanite, andalusite dan silimanite merupakan mineral
dalam kelompok silimanite yang memiliki rumus struktur Al2SiO5 dengan
perbandingan mol 1:1 (Al2O3.SiO2), sedangkan mullite memiliki rumus struktur
tersebut, mullite memiliki kestabilan dalam kondisi panas dan tekanan yang lebih
tinggi dibandingkan yang lainnya (Bowen dan Greig, 1924).
Pengembangan komposit aluminosilikat tidak lepas dari aspek bahan baku. Salah
satu penyusun komposit aluminosilikat adalah silika. Selama ini sumber silika ada
3 kategori, yakni (1) silika sintesis seperti TEOS (Tetraethylortosilicate) dan
TMOS (Tetramethylortosilikat); (2) silika mineral seperti kaolin (Bakri dkk.,
2008), abu layang batubara (Misran et al., 2007), dan pasir kuarsa (Fairus dkk.,
2009); (3) silika nabati yang didapat dari berbagai tanaman seperti ampas tebu
(Tanan dkk, 2001), cangkang sawit (Zahrina, 2007) dan sekam padi (Houston,
1972; Hara, 1986; Harsono, 2002). Adapun kendala dalam mensintesis silika yang
bersumber dari silika sintesis dan mineral, di antaranya proses yang didapatkan
sulit, memerlukan biaya yang besar, dan tidak dapat diperbaharui, khusus untuk
silika sintesis bersifat racun sementara untuk silika mineral dapat merusak
ekosistem alam jika terus-menerus dipakai. Atas alasan inilah beberapa peneliti
menggunakan alternatif sumber silika nabati. Dari beberapa silika nabati, sekam
padi memiliki kandungan silika yang relatif tinggi sebesar 16 – 20% dengan
tingkat kemurnian mencapai 95 % (Houston, 1972; Kalapathy et al., 2000;
Daifullah et al, 2002; Nurhayati, 2006; Ebtadianti, 2007; dan Karo Karo dan
Sembiring, 2007). Selain itu, sekam padi yang dikeringkan dalam ladang padi
akan menghasilkan partikel silika yang kecil, yang dapat mengganggu pernapasan
Selain aspek bahan baku, metode preparasi menjadi salah satu hal yang penting.
Metode yang sering digunakan di antaranya adalah metode reaksi padatan (Mazza
et al., 2000), metode lelehan (Viswabaskaran et al., 2002), metode evaporasi
(Itatani et al., 1995) dan metode sol-gel (Jaymes dan Douy, 1995). Dalam proses
sintesis dengan metode sol-gel ada beberapa kelebihan dibanding dengan yang
lainnya, di antaranya dengan proses sol-gel, hasil campuran yang didapat lebih
homogen, kemurnian reaksi kimia lebih kecil sehingga memungkinkan hasilnya
lebih baik dan sinter dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah (Kostorz, 1988;
Indayaningsih dkk., 2001).
Faktor lain yang menjadi bagian yang tak kalah penting dalam industri keramik
adalah perlakuan termal . Perlakuan termal ini sangat penting karena merupakan
faktor yang sangat menentukan struktur dan mikrostruktur dari suatu bahan. Ada 3
cara perlakuan termal yang sering digunakan di antaranya drying and binder
removal (pengeringan dan pelepasan ikatan), sintering dan vitrifikasi (Smith,
1996). Dari ketiganya, sintering sering digunakan terutama untuk bahan yang
memiliki titik didih yang tinggi. Selain itu, ada beberapa kelebihan lainnya yakni
bahan dapat dikendalikan meliputi (1) jenis kekristalan yang variatif; (2)
porositas, ukuran partikel, luas permukaan dengan tingkat homogenitas tinggi dan
(3) kestabilan termal yang bervariatif (Karo-Karo dan Sembiring, 2007).
Dalam penelitian ini, pembuatan komposit aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2)
menggunakan metode sol-gel dengan komposisi alumina dan silika 3:2. Silika
nitrat hidrat (Al(NO3)3. 9H2O). Sampel tersebut diberi perlakuan termal sintering
800, 900, dan 1000 C. Kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD (
X-Ray Diffractrometer) dan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk melihat
pengaruh suhu sintering terhadap struktur dan mikrostruktur sampel.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
perlakuan sintering pada suhu 800, 900, dan 1000 C terhadap struktur kristal dan
mikrostruktur dari bahan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian dan pengamatan dengan penekanan
kepada:
1. Silika dari sekam padi diekstraksi dengan larutan KOH 5%, untuk
mendapatkan sol silika.
2. Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 akan disintesis dengan bahan dasar
silika dari sekam padi dan alumina dari alumunium nitrat hidrat dengan
metode sol-gel dengan perbandingan mol alumina dan silika 3:2.
3. Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 disintering pada suhu 800, 900,
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suhu sintering pada
suhu 800, 900 dan 1000 C terhadap karakteristik struktur dan mikrostruktur dari
bahan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian
mengenai silika sekam padi.
2. Sebagai bahan alternatif dalam mensintesis komposit aluminosilikat untuk
pembuatan industri material yang lebih bernilai harganya.
3. Sebagai informasi untuk meningkatkan pemanfaatan sekam padi yang jauh
lebih komersil.
F. Sistimatika Penulisan
Aspek yang dipaparkan dalam proposal penelitian ini dicantumkan dalam tiga
bab, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistimatika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka memaparkan informasi ilmiah tentang komposit
dan penggolongannya, sintesis komposit aluminosilika 3:2, silika
sekam padi dan ekstraksi sekam padi, sintering, karakterisasi
BAB III Metode penelitian berisi paparan tentang waktu dan tempat
penelitian, alat dan bahan, preparasi sampel, karakterisasi, dan
prosedur penelitian.
BAB IV Menjelaskan tentang hasil analisis dan pembahasan dari
karakterisasi struktur dengan XRD dan mikrostruktur dengan SEM.
BAB V Menjelaskan tentang kesimpulan dan saran terhadap hasil yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Komposit
Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan
kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan
material baru dan unik, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum
dikombinasikan, terjadi ikatan antara masing-masing material penyusunnya (Sciti
dan Bellosi, 2002). Komposit juga bisa didefinisikan sebagai material hasil
kombinasi makroskopik dari dua atau lebih komponen yang berbeda, dengan
tujuan mendapatkan sifat-sifat fisik dan mekanis tertentu yang lebih baik daripada
sifat masing-masing komponen penyusunnya.
1. Penggolongan Komposit
Material komposit telah berkembang dengan sangat luas seiring dengan penemuan
teknologi dalam bidang rekayasa material. Dengan perkembangan tersebut
memungkinkan suatu material dapat memperbaiki sifat-sifat dari material, baik
sifat listrik, mekanik dan sifat yang lainnya. Teknologi komposit merupakan
teknologi penggunaan partikel yang terdispersif pada matriks baik berupa polimer,
Berdasarkan penyusunnya, komposit dibedakan menjadi:
1. Komposit organik
Komposit organik merupakan komposit yang tersusun oleh senyawa
organik. Shichun et al. (2005) telah melakukan penelitian dengan resin
pelapis tembaga komposit dielektrik dengan tujuan untuk meningkatkan
performa dari pelapis IC.
2. Komposit organik-anorganik
Komposit organik-anorganik adalah komposit yang tersusun oleh
senyawa organik dan senyawa anorganik. Dewasa ini, penelitian yang
melibatkan senyawa organik-anorganik nanometer komposit menarik
perhatian banyak peneliti. Penelitian terkait tentang hal ini dilakukan
pertama sekali oleh tim riset dari Toyota (Usuki et al., 1993) yang
melakukan analisis tentang nano komposit dari polyamide 6 dengan
organophilic clay.
3. Komposit anorganik-anorganik
Komposit anorganik-anorganik merupakan komposit yang tersusun oleh
dua atau lebih senyawa anorganik. Abdullah dkk. (2009) telah
mensintesis keramik berbasis komposis clay-karbon dan juga melakukan
karakterisasi kekuatan mekaniknya.
Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, komposit dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, antara lain :
a. Komposit matriks logam, yaitu logam sebagai matriks.
Komposit ini dikembangkan dalam industri otomotif, bahan ini
penguatnya dengan serat seperti silikon karbida. Komposit ini memiliki
titik lebur dan densitas yang rendah.
b. Komposit matriks polimer, yaitu polimer sebagai matriks.
Bahan ini merupakan bahan komposit yang sering digunakan disebut
polimer berpenguatan serat (FRP – Fibre Reinforced Polymers or Plastics). Komposit matriks polimer memiliki beberapa sifat unggul, di
antaranya tahan terhadap korosi, bentuk dan panjang serat menghasilan
interaksi matriks serat yang efisien. Namun, komposit jenis ini juga
memiliki beberapa kelemahan, di antaranya memiliki titik lebur yang
rendah.
c. Komposit matriks keramik, yaitu keramik sebagai matriks.
Komposit jenis ini digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat
tinggi. Bahan ini menggunakan keramik sebagai matriks dan diperkuat
dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat
dari silikon karbida atau boron nitrida. Komposit matriks keramik
memiliki sifat unggul, di antaranya tahan terhadap korosi, tahan pada
kondisi temperatur yang tinggi sehingga cocok diaplikasikan sebagai
bahan isolator panas.
Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya yang ditunjukkan pada Gambar 2.1,
komposit dapat dibedakan atas:
a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel
b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat.
(a) (b) (c)
Gambar 2.1 Komposit berdasarkan penguatnya,(a) particulate composite;(b)
fibre composite; dan (c) structure composite (Ashby dan Jones, 1991)
Komposit matriks keramik merupakan salah satu komposit yang begitu menjadi
perhatian. Komposit ini menjadi salah satu kandidat kuat dalam banyak rekayasa
material. Alasannya jelas, yakni karena keramik memiliki sifat-sifat yang unik
baik fisis, mekanik, listrik maupun optik. Sehingga sangat cocok dimanfaatkan
dalam berbagai aplikasi di berbagai bidang. Salah satu komposit matriks keramik
yang menjadi perhatian lebih adalah komposit aluminosilikat 3Al2O3. 2SiO2.
Komposit ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya kapasitas termalnya
rendah, konduktivitas termal yang juga rendah, cukup stabil dalam kondisi kimia
dan panas yang tinggi, tahan temperatur tinggi serta tahan rapuh. Hal ini berbeda
jika dibandingkan dengan material penyusunnya, silika dan alumina yang
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan sifat silika, alumina dan aluminosilikat (Wannaparhum and
Seal, 2003)
Struktur Tetrahedral Oktohedral Gabungan
2. Pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
Pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 ada beberapa metode yang
umum digunakan di antaranya, metode padatan, metode melting (peleburan),
metode vaporasi (penguapan) dan teknik sol-gel.
a. Metode padatan (sintering)
Metode ini merupakan metode dengan cara menggabungkan
partikel-partikel suatu material melalui proses difusi dengan peningkatan suhu.
Pada metode ini terjadi peristiwa hilangnya pori-pori antarpartikel
sehingga bahan akan menyusut dan lebih rapat. Dalam metode padatan
ini, komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dapat dipersiapkan dari
mineral alumina silika di antaranya, kaolinite, kelompok silimanite
(silimanite, andalusite dan kyanite) dan beberapa jenis oxide,
oksihidroksida, hidroksida, garam inorganik dan logam organik sebagai
awalan alumina dan silika.
Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 (mullite) yang dipersiapkan dari
mineral kaolinite dapat terjadi jika dipanaskan pada temperatur di atas
suhu 1000 C dapat dilihat dari Persamaan (1) di bawah ini:
...(1)
Kaolinite 3/2 mullite silika amorf
Dari Persamaan (1) diketahui bahwa kaolinite akan berubah menjadi
mullite 3/2 dan silika amorf sebagai senyawa tambahan.
Sementara untuk komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang
dipersiapkan dari kelompok mineral silimanite (silimanite, andalusite
jika dipanaskan pada temperatur yang tinggi di bawah kondisi oksidasi,
untuk mensintesis mullite, yakni dengan cara menyinter campuran bahan
dasar alumina (Al2O3) dan silika (SiO2). Murthy dan Hummel (1960)
melakukan penelitian dengan menggunakan aluminium hidroksida dan
asam silikat, dalam prosesnya mullitisasi terjadi pada suhu 1700 C
setelah mendapat perlakuan panas selama 8 jam. Sacks dan Pask (1977)
menunjukkan mullitisasi akan komplit (utuh) hanya jika mendapat
perlakuan suhu sebesar 1700 C selama 8 jam dengan mencampurkan
quartz(kuarsa) dan -alumina. Penggunaan teknik ini tidak efektif karena memerlukan suhu yang tinggi dan waktu yang lain. Sehingga beberapa
peneliti mencari alternatif lain.
b. Metode pelelehan(melting)
Metode ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan kristal yang terjadi
pada komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 hingga pada titik leburnya.
Ada beberapa peneliti yang mencoba untuk mengamati pertumbuhan
kristal dari komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2, di antaranya Guse and
Mateika (1974); Guse dan Saalfeld (1990) yang menyatakan telah
berhasil mengamati single kristal komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
mm dengan metode Czochralski, dimana preparasi komposit
aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dilakukan dengan cara mencampurkan
bubuk alumina dan silika. Teknik ini masih menggunakan suhu yang
tinggi dalam prosesnya yakni menggunakan suhu di atas 2000 C.
c. Metode penguapan (evaporasi)
Dalam mensintesis komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan teknik
vaporasi yang biasa digunakan adalah metode penguapan chemical vapor
deposition (CVO) atau pelapisan secara kimiawi. Itatani dkk (1995)
pernah memproduksi bubuk mullite dalam keadaan terbaik di suhu
1200 C dengan tehnik CVD berdasarkan reaksi antara aluminum dam
silikon klorida pada gas oksigen.
d. Metode sol-gel
Metode ini merupakan metode yang dilakukan dengan mencampurkan
bahan dengan cara kimia seperti bahan anorganik dalam sintesis keramik
dan gelas (Rahaman, 2003) yang dapat dilakukan dalam suhu rendah
(Petrovic, 2001). Metode sol-gel berkembang dengan pesat karena
memungkinkan pembuatan padatan pada temperatur ruang. Dalam proses
pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan metode sol-gel
ada beberapa kelebihan, di antaranya preparasi komposit aluminosilikat
3Al2O3.2SiO2 menggunakan suhu yang relatif rendah dan dengan jangka
waktu yang pendek. Selain itu, metode sol-gel ini akan menghasilkan
tinggi dan temperatur yang rendah dibanding bahan yang dibuat dengan
metode konvensional atau yang lainnya (Petrovic, 2001).
Istilah sol-gel digunakan secara luas untuk menggambarkan preparasi
material keramik melalui proses yang meliputi preparasi sol, gelasi sol
dan penghilangan fasa cair. Sol merupakan suatu sistem koloid dengan
fasa terdispersi padat dalam cair. Gel merupakan jaringan material padat
yang mengandung komponen cair, dimana keduanya berada dalam fasa
terdispersi (Brinker,1990). Dalam preparasi mullite dengan metode
sol-gel dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu larutan (solution) plus
larutan (solution), larutan (solution) plus padatan (sol), dan padatan(sol)
plus padatan (sol). Secara umum, sintesis padatan ini diawali dengan
pembentukan sol, kemudian pembentukan gel, penuaan (aging),
pengeringan yang diikuti pemanasan hingga proses pemadatan
(densification) terbentuk (Rahaman, 2003; Sopyan dkk., 1997), disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2.2 Diagram alir metode sol-gel sederhana silika (Lampman dan Wheathon, 1991).
Sol
Gel basah (hydrogel)
Jaringan koloid gel
(penuaan/ aging)
Sintering Serbuk (powder)
Secara umum metode sol-gel digambarkan sebagai suatu metode dimana padatan,
biasanya keramik, dibentuk melalui reaksi hidrolisis dan kondensasi dari molekul
dalam fasa cair.
Teknik pemrosesan sol-gel umumnya dibagi menjadi 2 dapat dilihat pada Gambar
2.3, yaitu:
1. Teknik particulate (colloidal) gel yang mana solnya terdiri dari partikel
koloid partikel koloid padat yang berukuran 1-1000 nm. Pada teknik ini
prekursor hanya mengalami reaksi hidrolisis sehingga akan dihasilkan
gel dalam bentuk partikel.
2. Teknik polimeryc gel yang mana solnya terdiri dari rantai polimer tetapi
tidak memiliki partikel padat, ukuran partikelnya lebih besar dari 1 nm.
Perbedaan antara keduanya di antaranya, pada teknik particulate gel ini, prekursor
hanya mengalami proses hidrolisis sedangkan prekursor pada teknik polimeryc gel
mengalami proses hidrolisis serta kondensasi, ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Selain itu, ketika ukuran partikel mencapai batas terendah rentang ukuran koloid,
perbedaan antara teknik particulate gel dan teknik polimeryc gel menjadi jelas
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Pada proses sol-gel, senyawa awal untuk preparasi dari koloid terdiri dari elemen
logam atau nonlogam yang dikelilingi berbagai ligan (bagian yang tidak termasuk
atom cristaline dan noncristaline. Contoh umum yang dipakai untuk
penelitian-penelitian sol-gel yakni aluminum oxide yang termasuk ke dalam jenis garam
inorganic (tidak mengandung karbon) seperti Al(NO3)3 dan senyawa organik
mengalami reaksi hidrolisis dengan air (reaksi ini sangat penting pada metode
sol-gel selain reaksi kondensasi).
Gambar 2.3. Diagram alir metode sol gel
Solusion (logam alkosida)
Solusion (suspensi partikel)
Hidrolisis Hidrolisis dn
kondensasi
Solusion (larutan polimer)
Gelatin Gelatin
Particulate Gel
Pengeringan (drying)
Polimeric Gel
Pengeringan (drying)
Pembakaran (firing)
Gel Kering Gel Kering
Pembakaran (firing)
Gambar 2.4. Struktur dari a) particulate gel berasal dari suspensi partikel halus ; b) polymeric gel berasal dari larutan (Ashby dan Jones, 2001)
Okada dan Otsuka (1986) mencoba melakukan penelitian menggunakan cara yang
sama seperti beberapa pendahulunya (Roy and Osborn; 1952; Aramaki and Roy,
1962, 1963; Hoffman et a.l, 1984) yakni dengan melarutkan TEOS dan
alumunium nitrat dalam etanol, tapi presipitasi yang diamati dalam studi ini
dengan menambahkan amonium hidroksida yang distrirer dalam bentuk larutan.
Pada penelitian tersebut diketahui bahwa mulitisasi yang ekstensif setelah dibakar
pada suhu 1150 C selama 24 jam dan formasi fase terjadi sebelum terjadi
mulitisasi pada suhu 980 C.
3. Aplikasi komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
Komposit matriks keramik merupakan salah satu komposit yang begitu menjadi
perhatian. Komposit ini menjadi salah satu kandidat kuat dalam banyak rekayasa
material. Alasannya jelas, yakni karena keramik memiliki sfat-sifat yang unik baik
fisis, mekanik, listrik maupun optik. Sehingga sangat cocok dimanfaatkan dalam
berbagai aplikasi diberbagai bidang. Hal inilah yang kemudian banyak peneliti
yang mencoba mengembangkan penggunaan komposit aluminosilikat
Paticulate Gel (a)
3Al2O3.2SiO2 di berbagai bidang dari industri, listrik dan optik sampai dengan
katalisator dan filter.
a. Material Industri
Dalam industri diperlukan alat yang baik digunakan dalam berbagai kondisi
baik secara fisika, kimia dan mekanis. Dengan alasan inilah kemudian
komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dapat dijadikan pilihan yang tepat
untuk aplikasi di bidang ini, seperti sebagai refraktori dan pelapis pada
furnace. Refraktori merupakan bahan non-logam, anorganik yang
mempunyai titik leleh tinggi dan digunakan dalam industri temperatur
tinggi.
b. Material Listrik
Sebagaimana aplikasi dalam bidang industri, komposit aluminosilikat
3Al2O3.2SiO2 juga baik digunakan untuk membuat komponen-komponen
listrik. Hal ini dikarenakan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
merupakan isolator listrik yang baik. Aplikasi mullite di bidang ini
contohnya LSI chips (Large Scale Integration).
c. Material Optik
Selain digunakan pada industri dan material listrik, komposit aluminosilikat
3Al2O3.2SiO2 juga digunakan sebagai material optik sebagai layer dan
d. Katalisator dan filter
Sebagai katalisator karena adanya Al2O3 yang berperan sebagai situs aktif,
yakni tempat berlangsungnya reaksi kimia. Selain itu, komposit
aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 juga merupakan amorp yang memiliki pori yang
dapat digunakan sebagai filter (penyaring).
B. Silika Sekam Padi
1. Sumber Silika
Mineral silika merupakan salah satu mineral yang jumlahnya berlimpah di muka
bumi. Menurut sumber perolehannya, silika digolongkan menjadi 3, yaitu silika
mineral, silika nabati dan silika sintesis.
Sumber sillika mineral yang paling sering diperbincangkan antara lain adalah
pasir kuarsa, kaolin, dan abu terbang batubara. Dalam memperoleh silika mineral
ini berdampak merusak keseimbangan alam karena silika mineral adalah bahan
yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, dalam memperoleh silika membutuhkan
waktu dan biaya yang besar. Sementara untuk silika sintetis yang saat ini sering
digunakan adalah TEOS dan TMOS. Silika jenis ini diketahui dapat menimbulkan
efek racun. Sehingga untuk alternatif terakhir dalam memperoleh silika adalah
silika nabati. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah silika sekam padi.
Tabel 2.2. Komposisi silika mineral dan silika nabati
Sumber silika Kadar (%) Referensi
Silika Mineral
Mineral lempung 49,64 Darwanta dan Sriwanto
(2009)
Abu ampas tebu 64,65 Hanafi dan Nandang (2010)
Abu sekam padi 94,5 Herina (2000)
Dari Tabel 2.2 diketahui bahwa sekam padi memiliki komposisi silika paling
besar. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara agraris dengan makanan pokok
sebagian besar masyarakatnya adalah beras, tentu juga akan menghasilkan sekam
padi yang merupakan hasil samping (residu) dari padi. Menurut Ismunadji (1988)
dari penggilingan padi dihasilkan beras sebesar 65%, sekam padi sebanyak 20%
dan sisanya hilang. Sementara itu, kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah
abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986).
2. Metode Perolehan Silika Sekam Padi
Perolehan silika dari sekam padi dikenal dengan 2 (dua) metode, di antaranya
metode pengabuan dan metode ekstraksi.
a. Metode pengabuan
Sekam padi yang diproses dengan menggunakan metode ini dilakukan
dengan memanaskan atau membakar sekam di atas suhu 400-500 C. Pada
suhu sekitar 450 C sekam yang telah menjadi abu telah mulai muncul
akan muncul silika kristal (tridimit dan kristobalit) dan silika amorf
(Juliano, 1985).
b. Metode ekstraksi
Sekam padi yang diproses dengan metode ini sangat mungkin dilakukan
karena sifat kelarutan silika dalam larutan alkalis sangat baik (Vogel,
1985). Dari beberapa peneliti yang telah berhasil mengeksraksi silika
sekam padi di beberapa jenis alkali, ternyata hasil kemurnian silika yang
tinggi didapat ketika filtrat hasil ekstraksi diendapkan pada larutan asam
(Kalapathy, 2000). Ebtadiyanti (2007) menyatakan ada beberapa
keuntungan yang diperoleh jika menggunakan metode ini, di antaranya
suhu yang diperlukan tidak terlalu tinggi sehingga sifat reaktif silika amorf
lebih dapat dipertahankan, homogenitas bahannya tinggi karena ketika
mencampurkan bahan dilakukan dalam skala molekuler.
3. Pemanfaatan Silika Sekam Padi
Sekam padi sebagai salah satu sumber silika nabati dalam jumlah besar, sekam
padi hanya digunakan sebagai abu pembakaran batu bata atau hanya dimanfatkan
sebagai pupuk kompos. Hal ini karena sifat yang dimilikinya antara lain kasar,
nilai gizi rendah, kepadatan yang juga rendah, serta kandungan abu yang cukup
tinggi (Houston, 1972). Padahal jika penggunaan silika yang terkandung dalam
sekam padi dapat dimanfaatkan dengan lebih baik, sekam padi bisa bernilai
ekonomi yang cukup tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan silika
mengklasifikasikannya ke dalam dua kategori: 1) pemurnian dan modifikasi dari
dari sekam padi untuk menghasilkan silikon dan senyawa silika murni yang tinggi
(Nakata et al., 1989; Okutani et al., 1996; Real et al., 1996); 2) pemanfaatan
sebagai sumber silika yang benilai ekonomi untuk industri semen, produk
konstruksi berat, abrasif dan absorben (Hara, 1988; Tomita et al., 1992).
Beberapa peneliti yang memanfaatkan sekam padi di antaranya, Pandiangan dkk
(2008) membuat bahan dasar pembuatan katalis silika-Fe dengan silika yang telah
diekstraksi dari sekam padi. Malawi (1996) untuk skripsinya meneliti tentang
potensi abu sekam padi (Rice Husk Ash) sebagai bahan pozzolan pada mortar
semen serta Ajiwe et al (2000) melakukan studi awal pembuatan semen dari abu
sekam padi dan menyatakan telah sukses memproduksi semen dari sampah
pertanian, abu sekam padi.
4. Karakteristik Silika Sekam Padi
Hampir di setiap makhluk hidup maupun tak hidup mengandung mineral silika.
Hanya saja yang kandungan silikanya berlimpah tidak cukup banyak. Silika
memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehingga tidak berlebihan
jika seorang Professor Adolf Butenant bahwa kehidupan tidak dapat berlanjut
tanpa silika. Menurut Worrall (1986) bentuk umum fasa kristal silika antara lain
Gambar 2.5. Fasa kristal silika
Sekam padi (kulit padi) adalah salah satu hasil sisa utama setelah produksi beras.
Sekam terdiri dari 13-19 % komponen inorganik, dimana 87–97 % adalah SiO2
(silika) (Nakata et al, 1989) dalam keadaan amorf.
Tabel 2.3. Komposisi kimia abu sekam padi (Balakrishnan, 2006)
Komponen % Berat
Berdasarkan Tabel 2.3 diketahui bahwa kandungan yang paling tinggi dalam abu
sekam padi adalah silika (SiO2) dengan persentase 94.05 %. Nilai paling umum
kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati
atau di bawah 90% kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah
terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Hal ini yang
menunjukkan bahwa sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber silika. Silika
Tapi jika pembakaran dilakukan secara terus-menerus pada suhu di atas 650 C
akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan
tridimit dari silika sekam (Hara,1986).
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa abu sekam padi diperoleh pada suhu
sekitar 1000 C mengandung antara tridimit dan kristobalit (Nakata et al., 1989;
Real et al., 1996; Hara, 1988). Meskipun ada beberapa peneliti sepakat dengan
transformasi dari silika amorf ke tridimit dan kristobalit pada suhu sekitar 1000
(Tomita et al., 1992; Higuchi dan Azuma, 1997; Venezia et al., 2001), sedikit
peneliti yang telah memeriksa jumlah dan karateristik dari fase kristaline dalam
silika yang telah dipanaskan (Venezia et al., 2001).
C.Sintering
Sintering adalah proses pengikatan partikel-partikel oleh panas (Vlack, 2004).
Pada proses sintering, partikel-partikel bersatu dengan cara difusi padatan pada
temperatur yang sangat tinggi di bawah titik leburnya (Smith, 2006). Pada proses
sintering ini terjadi perubahaan struktur mikro seperti penghilangan pori-pori
antar patikel serbuk penyusun, pertumbuhan butir dan terbentuknya ikatan yang
kuat antar partikel tersebut. Perubahan yang terjadi selama sintering, yaitu:
1. Perubahan bentuk dan ukuran butir
Secara fisik, keramik yang telah disintering akan mengalami penyusutan. Proses
sintering keramik ada beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap awal
Pada tahap ini pertikel-partikel keramik akan saling kontak setelah proses
pencetakan. Di sini serbuk masih dalam keadaan bebas.
2. Tahap mulai sintering
Pada tahap ini mulai terjadi pembentukan ikatan dan permukaan kontak
kedua partikel semakin lebar. Perubahan ukuran butiran maupun pori
belum terjadi.
3. Tahap pertengahan sintering
Pada tahap ini terjadi pembentukan batas butir.
4. Tahap akhir sintering
Pada tahap ini terjadi densifikasi dan eliminasi pori sepanjang batas butir,
yakni terjadi pembesaran ukuran butiran sampai kanal-kanal pori tertutup
dan sekaligus terjadi penyusutan butiran dan terbentuklah fasa baru.
Gambar 2.6 merupakan ilustrasi tentang proses perubahan dari geometri partikel
yang mengalami sintering. Perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu: (a) Butiran
awal sebelum sintering berlangsung, (b) Sintering memasuki tahap awal yang
ditandai dengan pembentukan leher, (c) Sintering memasuki tahap antara dengan
adanya pori-pori berbentuk saluran kontinu, (d) Sintering memasuki tahap akhir
dimana pori-pori bulat pada batas empat butiran, (e) Bentuk akhir
Gambar 2.6. Perubahan geometri partikel sintering
Nurhayati (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu perlakuan termal yang
dikenakan pada silika sekam padi yang diperoleh dengan metode sol-gel, bentuk
butir semakin homogen dengan ukuran butir juga semakin besar dan jumlah pori
semakin kecil tetapi ukurannya semakin besar. Hasil tersebut menunjukkan
dengan jelas bahwa perlakuan termal merupakan faktor yang sangat penting
dalam menentukan karaktersitik suatu material padat.
D.Karakterisasi Komposit
1. X-Ray Diffraction (Difraksi Sinar X)
Pembuktian mengenai struktur kristal pada suatu bahan dapat dibuktikan dengan
percobaan difraksi sinar-X. Teknik sinar-x merupakan instrumen yang digunakan
untuk mengidentifikasi cuplikan berupa kristal dengan memanfaatkan radiasi
leher
pori-pori silinder (saluran kontinu)
a b c
d
pori-pori bola
gelombang elektromagnetik sinar-x. Secara umum, eksperimen difraksi pada saat
ini menggunakan difraktometer yang dikontrol oleh komputer dan memanfaatkan
software canggih untuk analisis data, dapat dilihat pada Gambar 2.7. Difraksi
dapat terjadi kapanpun jika hukum Bragg, terpenuhi, ditunjukkan
pada Gambar 2.8.
Gambar 2.7 Difraktometer (www.wikipedia.org)
Gambar 2.8 Pola difraksi sinar-x (Hikam, 2009)
Ada beberapa metode yang digunakan dalam difraksi sinar-X, di antaranya:
- Metode Laue
Pada metode ini berkas radiasi putih diarahkan mengenai kristal tunggal.
kemudian akan memilih dan mendiffraksi dengan panjang gelombang tertentu
yang cocok dengan hukum Bragg dengan melibatkan nilai d dan θ.
- Metode perputaran kristal
Pada metode ini suatu kristal tunggal di-mounting dengan satu sumbu atau
dengan beberapa arah kristal yang normal terhadap berkas sinar-x
monokromatis. Film berbentuk silinder ditempatkan di sekitarnya dan kristal
diputar sekitar arah yang dipilih.
- Metode serbuk
Pada metode ini, bahan yang akan diuji harus ditumbuk hingga menjadi
serbuk halus yang selanjutnya ditempatkan dalam berkas sinar-X
mokromatis. Setiap partikel serbuk tersebut merupakan sekumpulan
kristal-kristal kecil yang terorientasi secara acak dengan berkas datang.
Dari ketiga metode di atas, difraksi sinar-X pada umumya menggunakan metode
serbuk halus atau bubuk (Vlack, 2004), dimanfaatkan sebagai kontrol kualitas
pada industri logam dan keramik, identifikasi mineral bagi para ahli geologi serta
karakteristik asbestos bagi ilmuan kesehatan.
Dari difraksi sinar-X (X-ray diffraction) akan didapatkan informasi berupa data, di
antaranya struktur kristal suatu bahan dengan kisi, analisa jenis (analisis kualitatif)
dan prosentase (analisis kuantitatif) unsur atau senyawa yang terkandung dalam
suatu bahan, analisis efek temperatur pada transisi fasa. Alasan inilah yang
keramik, bahkan digunakan juga oleh para ahli geologi dalam mengidentifikasi
mineral hingga ilmuan kesehatan.
2. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Berbagai jenis material memiliki fasa tunggal. Material-material ini mengandung
banyak butir (grain) dari fasa yang sama, dengan berbagai mikrostruktur (Vlack,
2004). Mikrostruktur adalah penataan geometrik dari butir-butir dan fasa-fasa
dalam suatu material. Karena dimensi mikrostruktur yang dimiliki material cukup
kecil sehingga diperlukan alat yang memiliki perbesaran yang besar untuk dapat
mengamatinya. Alat yang biasa digunakan dalam memperhatikan suatu
benda/material dalam bentuk mikro, antara lain mikroskop optik dan mikroskop
elektron (SEM). Namun, dari kedua jenis mikroskop tersebut mikroskop elektron
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroskop optik. Kelebihan
yang dimiliki SEM dibandingkan dengan mikroskop optik antara lain, daya pisah
(resolusi) dan kedalaman fokus yang dimiliki SEM lebih tinggi dibandingkan
Mikroskop Optik sehingga tekstur, morpologi dan topografi serta tampilan
permukaan sampel dalam ukuran mikron dapat dilihat. Dengan daya pisah
(resolusi) yang tinggi yakni sekitar 500.000 kali, SEM juga mampu memberikan
informasi skala atomik. SEM juga dilengkapi dengan sistem pencahayaan
menggunakan radiasi elektron yang mempunyai daya pisah dalam ukuran 1-200
sehingga dapat difokuskan ke dalam bentuk spot(titik) yang sangat kecil atau
SEM merupakan suatu teknik analisis yang telah banyak digunakan untuk
mengatasi permasalahan analisis struktur mikro dan morfologi yang mampu
memberi hasil analisis secara rinci dalam berbagai material di antaranya keramik.
Hal-hal mengenai karateristik dari alat SEM, antara lain:
1. Daya pisah (resolusi)
Kemampuan daya pisah pada suatu alat adalah parameter penting
berkaitan dengan analisis mikrostruktur untuk tampilan gambar sehingga
dapat membedakan dengan jelas mikrostruktur yang terekam. SEM
memiliki daya pisah sekitar 5 nm yang lebih kecil nilainya dibanding
mikroskop optik sebesar 0,2 micron. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin kecil objek yang dapat diamati semakin besar daya pisahnya.
2. Kedalaman fokus
SEM mampu memperlihatkan bayangan (gambar) yang ditimbulkan oleh
berkas elektron, sehingga dengan ketajaman fokus tertentu mampu
menampilkan gambar dengan pola tiga dimensi. Untuk pengamatan
topograpi seperti permukaan patahan, maka kedalaman fokus harus
maksimum, yaitu dengan cara mengatur celah/diafragma dan jarak kerja
sekecil mungkin.
Secara lebih detail sistem alat SEM terdiri dari beberapa komponen di
antaranya sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa, sistem
deteksi, sistem scanning dan sistem vakum. Gambar 2.9 menunjukkan
Gambar 2.9. Skematik alat scanning electron microscopy (SEM) (Goldstein et al, 1981)
- Sumber elektron (electron gun)
Terdiri dari sumber elektron berupa filamen sebagai kutub katoda yang
berfungsi sebagai penghasil elektron dan sumber tegangan negatif/celah
pelindung dan kutub anoda. Ketika arus dialirkan pada filamen maka terjadi
perbedaan potensial pada katoda dan anoda yang akhirnya menghasilkan
elektron. Elektron selanjutnya akan melewati celah pelindung menuju anoda Electron Gun
Electron Beam
Anode
Magnetic Lens
Scanning Coil
Secondary Electron Detector
Specimen Stage
setelah melewati lensa konvergen. Celah pelindung berfungsi menangkap
elektron yang terpisah dari berkas elektron dan mencegah penyimpangan
elektron setelah dipantulkan kembali oleh permukaan. Sumber elektron
(filamen) yang paling banyak digunakan pada SEM adalah tungsten,
lanthanum hexaboride dan field emmission.
- Sistem lensa
Berkas elektron yang dihasilkan sumber elektron memiliki diameter
25.000-50.000 Angstrom. Diameter sebesar ini ternyata kurang efektif untuk
menghasilkan gambar dengan kecepata tinggi, sehingga sebelum mencapai
permukaan sampel berkas elektron tersebut harus difokuskan oleh sebuah
lensa magnetik yag terdiri dari 2 lensa kondensor yag berasal dari lilitan
solenoida. Pada lensa kondensor yang terdapat 2 kondensor dapat
meyearahkan panjang fokus.
- Sistem deteksi
SEM pada umumnya dapat mendeteksi elektron melalui 2 alat deteksi yaitu
Secondary electron (SE) yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 dan
Backscattered electron (BE) yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. BE atau
elektron hambur balik dihasilkan dari tumbukan elastis dengan energi yang
tinggi yang dipantulkan kembali oleh sampel. Energi elektron yang
diantulkan hampir sama besarnya dengan energi saat elektron datang yang
berfungsi membawa serangkaian data informasi topografi, komposisi bahan
dan orientasi kristal yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. Gambar yang
sampel dengan nomor atom tinggi akan menghasilkan mikrostruktur dengan
kontras yang lebih terang pada daerah yang memiliki nomor atom rendah.
Hal ini disebabkan karena daerah yang memiliki nomor atom tinggi
mempunyai koefisien hamburan balik yang lebih besar.
Tumbukan nonelastis dari berkas elektron primer akan memasukkan energi
ke dalam sampel melalui proses absorbsi dan akan dikembalikan sebagai
energi kuanta yang lebih rendah dalam bentuk SE sebagai informasi
topografi, kekontrasan bahan dan orientasi kristal.
Gambar 2.11. Backscattered electron detector
Gambar 2.12. Komposisi dan topografi (www.phy.cuhk.edu.hk)
- Sistem Scanning
Pembentukan gambar pada SEM dilakukan melalui prinsip penyusuran,
dimana berkas elektron bergerak dari satu titik e titik lainnya. Penyusuran
elektron menghasilkan SE, BSE dan cahaya foton dalam bentuk sinar x.
Elektron ini akan diubah menjadi sinyal listrik yang akan diperkuat oleh
amplifier yang disinkronkan oleh scanning unit, sehingga terbentuklah
gambar pada layar tabung sinar katoda. Ukuran berkas elektron harus
disesuaikan dengan perbesaran yang digunakan. Jika ukuran elektron
terlalu besar maka gambar akan terlihat kabur dan jika terlalu kecil akan
kekurangan sinyal.
- Sistem Vakum
Kondisi Vakum dilakukan untuk menghindari pembauran elektron dengan
kecepatan yang berbeda, mencegah abrasi kromatis yang mengurangi daya
resolusi, mengurangi kecepatan proses oksidasi pada filamen sebagai
sumber elektron dan menghindari kontaminasi sampel. SEM dilengkapi
dengan pompa difusi dan pompa turbo molekuler.
Analisis sampel dengan menggunakan SEM dibutuhkan beberapa persyaratan
yang berkaitan dengan interaksi elektron dengan sampel agar diperoleh hasil yang
optimal sesuai dengan yang diinginkan di antaranya sampel harus kering, bersifat
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - November 2012 di Laboratorium
Fisika Material, Fisika Dasar, Kimia Instrumentasi, dan Kimia Fisik FMIPA
Unila. Sedangkan karakterisasi sampel dengan alat X-Ray dilakukan di
Laboratorium Institut Teknologi Surabaya dan karakterisasi sampel dengan alat
SEM dilakukan di Laboratorium P3GL Bandung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: neraca ohauss,
beaker glass, pipet tetes, kompor listrik, oven, spatula, labu kimia (erlenmeyer),
gelas ukur, aluminium foil, alat penyaring (ayakan), alat pressing, hot plate
stirrer, tungku pemanas, mortar dan pastel, cawan tahan panas, kertas saring,
kertas tissue, alat cetak (die), XRD (X-Ray Diffratometer) dan SEM (Scanning
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sekam padi, Aluminium
Nitrat Hidrat (Al(NO3)3. 9H2O), larutan KOH 5%, dan aquades.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sekam Padi
Sekam padi yang diambil dari pabrik penggilingan dicuci hingga bersih dengan
menggunakan air panas selanjutnya direndam sejenak. Sekam padi yang direndam
akan menjadi 2 bagian, bagian yang mengapung dan bagian yang tenggelam,
bagian yang tenggelam diambil untuk diproses ke tahap selanjutnya. Sekam padi
yang telah dicuci kemudian direndam dengan menggunakan air panas selama 6
jam untuk menghilangkan kotoran-kotoran (zat organik) yang larut dalam air
(Pandiangan dkk, 208), lalu tiriskan dan keringkan di bawah sinar matahari
hingga kering. Selama proses penjemuran, sekam padi diratakan agar sekam dapat
kering secara menyeluruh dan merata. Selain dikeringkan di bawah sinar
matahari, pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Namun,
dari kedua metode pengeringan, pengeringan yang menggunakan matahari adalah
yang paling efektif karena penyebaran panas di dalam bahan berlangsung secara
bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata
2. Pembuatan Sol Silika
Sekam padi yang telah dicuci dan dikeringkan ditimbang sebanyak 50 gram.
Masukkan sekam padi ke dalam ke dalam beaker glass kemudian direndam dalam
larutan KOH 5% sebanyak 500 ml seesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya (Daifullah et al., 2004; Nurhayati, 2006; Ginting, 2006; Sembiring,
2006). Sekam padi yang telah terendam tersebut dipanaskan dengan menggunakan
kompor listrik sambil sesekali diaduk, jika telah dilakukan pemanasan selama 30
menit, campuran sekam dan KOH itu diangkat. kemudian mendiamkan sejenak
untuk menghilangkan uap panasnya. Setelah uap panasnya hilang, rebusan sekam
ditutup dengan menggunakan plastik press dan mendiamkannya selama 24 jam.
Kemudian memisahkan ampas sekam dari ekstraknya dengan menggunakan
corong bucher. Ekstrak yang diperoleh tersebut merupakan hasil silika yang
berbentuk larutan (sol).
3. Pembuatan Larutan Aluminium Nitrat Hidrat
Menimbang bubuk Alumunium Nitrat Hidrat (Al(NO3)3. 9H2O) sebanyak 44,25
gram. Lalu memasukkan bubuk tersebut ke dalam labu kimia (erlenmeyer). Bubuk
Alumunium Nitrat Hidrat dihidrolisis dengan menggunakan aquades hingga
volume yang terukur menunjukkan skala 250 ml. Larutan Alumunium Nitrat
Hidrat dikocok hingga merata agar hasil larutan yang diperoleh akan homogen
4. Proses Sol-Gel KompositAluminosilikat 3Al2O3.2SiO2
Secara umum pembuatan sampel diawali dengan pembentukan larutan dari hasil
ekstraksi, kemudian pembuatan gel. Pemanasan dilakukan untuk menghasilkan
padatan. Pada penelitian perbandingan massa alumina dan silika adalah 3:2.
Langkah-langkah antara lain: sol silika dimasukkan ke dalam gelas kimia
(erlenmeyer) kemudian diaduk beberapa saat dengan hot plate stirrer 30 menit
sampai bahan merata. Setelah diaduk biarkan campuran sol silika dan larutan
aluminium nitrat hidrat selama 24 jam agar terjadi proses penuaan (aging).
Setelah terlihat pisahan antara sol dan gel, keduanya mulai dipisahkan. Setelah itu,
menyaring gel tersebut dengan menggunakan alat vakum yang telah dilapisi kertas
saring. Hasil penyaringan dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 110 C
selama 24 jam hingga kering. Sampel yang didapat selanjutnya digerus dan diayak
hingga ukuran butiran 125 m, sampel kemudian ditimbang. Sampel yang didapat
selanjutnya digerus hingga halus dan diayak. Menimbang serbuk menggunakan
neraca.
5. Pencetakan sampel/pellet (pressing)
Pencetakan (pressing) dilakukan pada sampel aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang
telah diayak sehingga dihasilkan sampel padat berbentuk silinder yang selanjutnya
digunakan pada proses sintering dan karakterisasi XRD dan SEM.
Prosedur kerja pencetakan sampel tersebut adalah sebagai berikut: Sebanyak 2
gram sampel ditimbang dengan neraca digital. Sampel dimasukan ke dalam
sampel dimasukan pada alat penekan (Hydraulic). Tekanan diberikan pada tabung
silinder baja dengan alat penekan (Hydraulic) dengan beban 318,47 MPa. Sampel
yang telah padat dikeluarkan dari rongga tabung silinder baja. Sampel disimpan
dalam wadah tertutup.
6. Sintering
Sintering dilakukan pada sampel kompositaluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 berbentuk
serbuk dengan variasi suhu 800, 900, dan 1000 C dengan suhu 3 /menit 4 jam.
Sebagai pembanding dalam penelitian ini ada satu sampel yang tidak diberi
perlakuan sintering.
D. Karakterisasi
Karakterisasi dilakukan pada sampel komposit yang disintering pada suhu 800,
900, dan 1000 C dan pada sampel yang tidak mendapat perlakuan suhu dengan
menggunakan XRD dan SEM. Uji XRD dilakukan untuk mengidentifikasi
struktur sampel komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan mengetahui
komposisi dasar senyawa pada sampel. Uji SEM dilakukan untuk mengetahui
karakteristik mikrostruktur pada sampel yang outputnya berupa gambar 3 dimensi
seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Rachmaini, 2010;
E.Diagram Alir Penelitian
Secara umum, tahapan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan
oleh diagram alir seperti pada Gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Alumunium nitrat hidrat ((Al(NO3)3. 9H2O)
Sekam Padi
Pencucian dan pengeringan Timbang ( 44,25 gram)
Ekstraksi
Sol silika
Penambahan aquades
Larutan Alumunium nitrat hidrat
Pencampuran sol silika dan larutan aluminium nitrat hidrat metode sol gel
Stirrer 30 menit
Penuaan (aging) selama 24 jam
Pemanasan 110 C selama 24 jam
Gerus dan ayak 125 m
Serbuk 3Al2O3. 2SiO2
Sintering suhu 800, 900 dan 1000 C
Kesimpulan
Karakterisasi XRD dan SEM
Analisis
V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis struktur dan mikrostruktur sampel komposit
aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2) berbasis silika sekam padi diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil XRD sampel yang disintering pada suhu 800 dan 900 C masih terbentuk
fasa amorf namun ada indikasi senyawa silika (tridimit). Hal ini ditunjukkan
oleh adanya puncak kecil pada 2θ = 20,350 dan 2θ = 20,340 .
2. Hasil XRD sampel dengan perlakuan suhu sintering 1000 C membentuk
empat fasa yaitu, kyanite, silika (tridimit), alumina (corundum), dan mullite.
Fasa mullite (3Al2O3.2SiO2) mulai terbentuk pada suhu ini.
3. Hasil analisis mikrostruktur sampel tanpa sintering menunjukkan bahwa
butiran-butiran yang sangat besar tanpa batas butir yang jelas, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel masih bersifat amorf.
4. Seiring dengan perlakuan suhu (sintering) yang meningkat semakin mengarah
ke fasa kristalin yang dapat dilihat dengan jelas pada sampel yang disintering
pada suhu 1000 C.
5. Hasil XRD menunjukkan adanya indikasi pertumbuhan fasa kristalin seiring
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan saran untuk peneliti selanjutnya disarankan:
untuk menggunakan metode yang sama untuk mensintesis aluminosilikat dengan
komposisi yang berbeda. Selain itu disarankan juga untuk memanfaatkan sumber
silika nabati lainnya, misalnya bagas tebu, untuk pembuatan senyawa
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Sonya, A. D., Nuryadin, B. W., Marully, A. R., Khairuddin, dan Khairurrijal, 2009, Sintesis Keramik Berbasis Komposit Clay-Karbon dan
Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya, Jurnal Nanosains dan
Nanoteknologi, Vol 2(2), hlm 83-89.
Adam, F., Balakrishnan, S., and Wong, Phee-Lee, 2006, Rice Husk Ash Silica as A Support Material Ruthenium Based Heterogoneous Catalyst, Jurnal of Physical Science, Vol 17(2), pp 1-13.
Ajiwe, V.I.E., Okeke, C.A., and Akigwe, F.C. 2000, A Preliminary Study of Manufacture of Cement from Rice Husk Ash, Bioresource Technology. Vol 73 No.1, pp 37-39.
Anggono, Juliano, 2005, Mullite Ceramics: Its Properties, Structure, and Synthesis, Jurnal Teknik Mesin, Vol. 7 No. 1, pp 1 – 10.
Anonim A. 2002. Aluminum Oxide, Al2O3. http://www.accuratus.com. Diakses
tanggal 2 April 2011.
Anonim B. 2005. Silica. http://www.azom.com. Diakses tanggal 2 April 2011.
Ashby, M. F., and Jones, David, R. H., 1991, Engineering Materials, An Introduction to Their Properties and Applications, Editing by R. J Brook, Pergamon Press, New York.
Brinker C, J., and Scherer , G. W., 1990, Sol-gel Science The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic Press, Ink., San Diego.
Bowen, N.L., and Greig, J.W., 1924, The System Al2O3–SiO2. Journal of the American Ceramic Society, Vol 7(4), pp 238–254.
Daifullah, A. A. M., Girgis, B. S and Gad, H. M. H. 2002. Utilization of Argo-residues (Risk Hush) in Small Waste Water Treatment Plans. Material Letters 57. Elsevier Science Ltd, page 1723-1731.