• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR

SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

Oleh

FENTI PANCA RAHAYU

Penelitian dilatarbelakangi bahwa proses pembelajaran di kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat belum dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yang ditunjukkan dengan ketuntasan hasil belajar siswa hanya sebesar 40 % dari 24 siswa. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan pendekatan kontekstual.

Metode penelitian ini adalah Tindakan Kelas dengan tahapan setiap siklus, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data penelitian adalah lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil analisis data menunjukkan, aktivitas siswa siklus I mencapai 43,75% kualifikasi “Cukup Aktif” menjadi 56,25% kualifikasi “Aktif” pada siklus II. Hasil belajar afektif siswa siklus I mencapai 53,38 berkategori “Mulai Berkembang (MB)” menjadi 70,05 kategori “Mulai Berkembang (MB)” di siklus II, kategori keterampilan siswa siklus I mencapai 53,38 berkategori “Terampil” menjadi 70,10 kategori “Terampil” pada siklus II, dan persentase ketuntasan kognitif siswa siklus I sebesar 49,91% menjadi 74,99% pada siklus II. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

(2)

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR

SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

Oleh

FENTI PANCA RAHAYU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Ganjar Agung, Kota Metro pada tanggal 21 Februari 1983. Penulis adalah anak kelima dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Mudjiono (Alm) dan Ibu Ratiyem.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT dan

kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan

kepada:

Ibuku tecinta yang telah memberikan

semangat, kasih sayang serta doa yang tiada

henti-hentinya untukku.

Suamiku tercinta yang telah memberikanku

semangat, motivasi dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Anakku tercinta Zahra Almira Prabowo yang

telah memberikan semangat dan motivasi

disetiap langkahku untuk terus maju

kedepan.

Sahabat dan teman-teman seperjuangan di

program studi S1 PGSD SKGJ Universitas

Lampung yang selalu memberikan motivasi

dan semangat.

(8)

MOTTO

“Allah tidak akan menguji seseorang

melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”

(QS. Al Baqarah: 286)

“Manjadda Wa Jadda Man Shabara Zhafira

(Barang Siapa yang bersunguh-sungguh dia

akan mendapatkannya, dan Barang Siapa

bersabar dialah yang akan beruntung)”

(9)

ii SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridha-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Akyivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si, selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD SKGJ FKIP Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Hj Nelly Astuti, M. Pd., selaku Pembimbing atas kesediaan untuk memberikan keleluasaan waktu dalam membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Mugiadi, M. Pd., selaku Pembahas atas kesediaan memberikan waktu untuk membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Sugiyanto, A.Ma. Pd selaku kepala SD Negeri 7 Metro Pusat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian, terimakasih atas kerja sama selama ini.

7. Anak-anakku kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusatr, semoga kalian menjadi anak yang taqwa, cerdas, dan berprestasi.

(10)

iii 9. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan namanya, terimakasih atas doa

dan dukungan yang diberikan.

Semoga amal baik Bapak, Ibu dan Saudara-saudara mendapat balasan dari Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan baik isi maupun penulisannya, untuk itu, kritik, dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas skripsi ini di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan seiring dengan tuntutan zaman, khususnya para guru sebagai acuan dalam pengembangan pembelajaran di kelas dalam usaha meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Metro, Februari 2015

Peneliti

(11)

Halaman

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 9

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ... 10

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual ... 12

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 15

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ... 17

B.Belajar... 19

1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 45

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 47

F. Prosedur Penelitian ... 49

(12)

A.Hasil Penelitian ... 56

1. Profil SD Negeri 7 Metro Pusat ... 56

2. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I ... 57

3. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus II ... 70

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

1. Kinerja Guru ... 81

2. Aktivitas Siswa ... 82

3. Hasil Belajar Afektif ... 83

4. Hasil Belajar Psikomotor ... 85

5. Hasil Belajar Kognitif ... 86

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B.Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase Ketuntasan Siswa Kelas II A UTS T.P. 2014/2015... 4

3.1 Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru ... 36

3.2 Instrumen Penilaian kinerja Guru ... 37 3.3 Instrumen Aktivitas Siswa ... 39

3.4 Rubrik Aktivitas Siswa ... 39

3.5 Instrumen Afektif Siswa ... 39

3.6 Rubrik Afektif Siswa ... 40

3.7 Instrumen Psikomotor Siswa ... 41

3.8 Rubrik Psikomotor Siswa ... 41

3.9 Konversi Nilai Kinerja Guru ... 43

3.10 Kategori Nilai Aktivitas Siswa ... 44

3.11 Kategori Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa ... 44

3.12 Kriteria Persentase Hasil Belajar Afektif Secara Klasikal ... 45

3.13 Predikat Nilai Psikomotor Siswa ... 45

3.14 Predikat Nilai Kognitif Siswa ... 46 4.11 Persentase Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 74

4.12 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kinerja Guru ... 77

4.13 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa ... 78

4.14 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Afektif Siswa Setiap Siklus ... 80

4.15 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa ... 81

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. SURAT

a. Izin Penelitian dari Fakultas ... 92

b. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 93

c. Surat Pernyataan ... 94

2. PERANGKAT PEMBELAJARAN a. Silabus ... 99

b. Pemetaan ... 104

c. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) ... 113

d. Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD) ... 134

3. ANALISIS KINERJA GURU a. Hasil Observasi Kinerja Guru Siklus I dan II ... 154

4. ANALISIS AKTIVITAS SISWA a. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 156

b. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 157

5. ANALISIS HASIL BELAJAR AFEKTIF SISWA a. Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I ... 158

b. Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus II ... 159

6. ANALISIS HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR SISWA a. Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus I ... 160

b. Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus II ... 161

7. ANALISIS HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA a. Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 162

8. DOKUMENTASI a. Dokumentasi Siklus I ... 165

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 30

3.1 Alur siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 34

4.1Grafik Rekapitulasi Rata-rata Peningkatan Kinerja Guru ... 78

4.2Grafik Rekapitulasi Persentase Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 79

4.3Grafik Rekapitulasi Peningkatan Rata-rata nilai Afektif Siswa ... 80

4.4Grafik Rekapitulasi Rata-rata Nilai Keterampila Siswa. ... 82

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman dengan pendidikan berkesinambungan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1), yang menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Salah satu bentuk perwujudan proses tersebut ialah melalui pembelajaran.

Mutu dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh proses dan hasil suatu pendidikan dalam mencapai suatu tujuan yang telah dirumuskan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan penerapan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan suatu pembelajaran dalam rangka mencapai suatu tujuan pendidikan. Seperti yang tertera dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal I Ayat 19 yang menyebutkan bahwa kurikulum adalah

(17)

Dalam perkembangan terakhir Kurikulum di Indonesia, telah lahir kurikulum baru yang disebut Kurikulum 2013. Permendikbud No. 67 tahun 2013, menyatakan bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Beberapa hal yang ditonjolkan dalam Kurikulum ini adalah dengan diterapkannya pendekatan pembelajaran berbasis ilmiah (scientific), penerapan penilaian autentik, serta pembelajaran yang dilakukan berdasarkan proses pembelajaran.

(18)

Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013: 117) pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna. Berdasarkan pernyataan tersebut, penerapan pembelajaran tematik dipandang sebagai pembelajaran berbasis tema yang dapat memberikan pengetahuan dan konsep yang bermakna.

Kurikulum 2013 sebagai inovasi baru dalam dunia pendidikan di Indonesia menjadikan pendekatan scientific sebagai elemen penting dalam proses pembelajaran tematik. Kemendikbud (2013: 208), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran adalah mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).

Pendekatan scientific mengarahkan proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran ini dimaksudkan agar memberikan pengetahuan dan pengalaman bermakna bagi siswa, sebab siswa dituntut berperan aktif dalam membangun konsep pengetahuan melalui langkah-langkah yang sistematis dan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Selain itu, pendekatan scientific

memberikan relevansi materi ajar dengan konteks dunia nyata siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal bagi kehidupan nyata siswa.

(19)

dalam kurikulum 2013. Guru (penulis) masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered). Guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran, sehingga penerapan proses konstruktivis belum optimal. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya dan mengajukan pendapat, sehingga proses pembelajaran tidak komunikatif aktivitas belajar siswa masih rendah, dan berdampak pada rendahnya hasil belajar yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40 % dari 24 siswa. Rendahnya aktivitas tersebut mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang tidak interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang belum maksimal. Hal ini dibuktikan dari data hasil ulangan tengah semester tahun pelajaran 2014/2015.

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Siswa Kelas II A UTS T.P. 2014/2015

KKM Jumlah

(20)

perbaikan pembelajaran sebaiknya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Mengingat kembali teori kognitif yang dipaparkan oleh Jean Piaget (Sumantri, 2007: 1.15), bahwa siswa pada usia 7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, sehingga dalam pembelajaran siswa harus dihadapkan dengan permasalahan yang konkret dan relevan dengan kehidupannya.

Berdasarkan masalah tersebut, pendekatan kontekstual merupakan alternatif perbaikan yang tepat. Hal ini didukung oleh pendapat Komalasari (2010: 7) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Selaras dengan pendapat tersebut, Depdiknas (Supinah, 2008: 9) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah pembelajaran kontekstual.

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstualakan membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka. Prinsip pendekatan kontekstual ini selaras dengan prinsip pendekatan scientific yang menjadi elemen tak terpisahkan dalam pembelajaran tematik pada kurikulum 2013. Oleh sebab itu, penerapan konsep pembelajaran

(21)

Berdasarkan paparan masalah di atas, maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas, dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Oleh sebab itu penulis mengangkat judul penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered).

2. Guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran, sehingga penerapan proses konstruktivis belum optimal.

3. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata.

4. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya dan mengajukan pendapat, sehingga proses pembelajaran tidak komunikatif.

5. Aktivitas belajar siswa masih rendah.

6. Rendahnya hasil belajar yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40 %.

C. Rumusan Masalah

(22)

1. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat?

2. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan kependidikan tentang pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Selain itu, dapat memberikan kontribusi informasi bagi dunia pendidikan.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

(23)

b. Bagi guru

Pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, sehingga dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman melaksanakan pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

c. Bagi sekolah

Menjadi referensi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 7 Metro Pusat, khususnya pengalaman pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran. Sehingga, diharapkan sekolah akan lebih meningkatkan mutu pendidikan, berupaya untuk beradaptasi, dan selektif terhadap perubahan serta pembaharuan dalam dunia pendidikan.

d. Bagi peneliti

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga,

pembelajaran kontekstual diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini berarti, bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

(25)

pembelajaran adalah situasi yang ada dalam konteks tersebut, konteks itu membantu siswa dalam belajar bermakna dan juga untuk menyatakan hal-hal yang abstrak.

Pernyataan selaras juga diungkapkan oleh Komalasari (2010: 7), bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas, yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Karakteristik pendekatan kontekstual menurut Depdiknas (2002: 20) adalah:

(26)

hasil karya siswa, laporan hasil pratikum,nkarangan siswa dan lain ˗ lain.

Sementara itu, Jhonson (2006: 15) mengidentifikasi delapan karakteristik pendekatan kontekstual, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna) b. Doing significant work (melakukan kerja signifikan)

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri) d. Collaborating (kerjasama)

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif) f. Nurturing the individual (memelihara pribadi)

g. Reaching high standard (mencapai standar yang tinggi) h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian autentik)

Sounders (Komalasari, 2010: 8) bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan;

Applying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru). Trianto (2011: 101) menambahkan bahwa karaketristik pendekatan kontekstual, yaitu (1) kerjasama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasyikkan; (4) tidak membosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

(27)

(cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assessment).

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memiliki ciri khusus, yakni pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata, mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dengan melakukan eksplorasi terhadap konsep dan informasi yang dipelajari, serta adanya penerapan penilaian autentik untuk menilai pembelajaran secara holistik.

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Muslich (2012: 44) pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

(28)

(c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Menemukan (Inquiry) artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya dimaksudkan untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya adalah proses dinamis, aktif, dan produktif serta merupakan fondasi dari interaksi belajar mengajar.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

(29)

kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya.

e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa ditunjuk dengan memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahui.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan ketika pembelajaran. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru dipelajari. Nilai hakiki dari komponen ini adalah semangat instropeksi untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya.

g. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

(30)

Selaras dengan paparan tersebut, Depdiknas (2003: 4-8) mengemukakan bahwa pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut.

a. Belajar berbasis masalah (problem-based learning) b. Pengajaran autentik (authentic instruction)

c. Belajar berbasis inkuiri (inquiry-based learning) d. Belajar berbasis proyek (project-based learning) e. Belajar berbasis kerja (work-based learning) f. Belajar jasa layanan (service learning) g. Belajar kooperatif (cooperative learning)

Berdasarkan uraian pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran memiliki komponen yang komprehensif. Komponen-komponen tersebut mencakup proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual

(31)

a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok – kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) dengan berbagai cara.

Pendapat selaras dikemukakan oleh Herry, dkk (2007: 157), bahwa dalam pembelajaran CTL dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar lebih bermakna, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan terbaru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua

topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan peranyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

(32)

sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan, dan dilakukan penilaian dengan lembar kerja.

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 111) kelebihan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:

a. Menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

b. Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dalam kelompok, kerjasama, diskusi, saling menerima dan memberi.

c. Berkaitan secara riil dengan dunia nyata. d. Kemampuan berdasarkan pengalaman.

e. Dalam pembelajaran kontekstual perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.

f. Pengetahuan siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

g. Pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kebutuhan.

h. Pembelajaran kontekstual dapat diukur melalui beberapa cara, misalnya evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, observasi, rekaman, wawancara, dll.

Disamping keunggulan seperti yang telah disebutkan di atas, pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan. Sanjaya (2006:114) mengemukakan kelemahan kontekstual adalah “Penerapan pembelajaran

(33)

dengan menggunakan pendekatan kontekstual juga membutuhkan waktu yang lama”

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

Komponen dalam kontekstual meliputi proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

(34)

dilakukan. Penilaian keseluruhan kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan penilaian autentik.

B. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar bukanlah istilah baru. Pengertian belajar terkadang diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan setelah mengalami belajar. Perubahan itu bersifat intensional, positif-aktif, dan efektif-fungsional. Sifat intensional berarti perubahan itu terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan pelajar dengan sengaja dan disadari, bukan kebetulan. Sifat positif berarti perubahan itu bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, di samping menghasilkan sesuatu yang baru yang lebih baik, dibanding yang telah ada sebelumnya. Sifat aktif berarti perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan. Sifat efektif berarti perubahan itu memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun sifat fungsional berarti perubahan itu relatif tetap, serta dapat direproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan. (Suparta dan Aly, 2008: 27).

(35)

lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan memandang belajar sebagai proses psikologis pedagogis yang ditandai adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Jadi, terdapat penekanan yang berbeda mengenai pengertian belajar, yaitu suatu aktivitas yang akan menghasilkan perubahan (Winataputra, 2008: 1.4 – 1.5). Perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui proses yang sengaja diciptakan. Pendapat Winataputra sejalan dengan pendapat Hamalik (2005: 27), bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Berdasarkan Uraian tersebut, ada 4 jenis teori belajar yang banyak mempengaruhi pemikiran tentang proses pembelajaran dan pendidikan adalah teori belajar Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Humanisme. Sesuai dengan penjelasan Thomas B. Roberts (1975:1) dalam Lapono.

1. Teori Belajar Behaviorisme

(36)

didik. Dalam belajar tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif (misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya).

(37)

2. Teori Belajar Kognitivisme

(38)

kognitivisme dapat disebut sebagai (1) teori perkembangan kognitif, (2) teori kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.

3. Teori Belajar Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing. Peserta didik akan mengaitkan materi pembelajaran baru dengan materi pembelajaran lama yang telah ada.

4. Teori Belajar Humanisme

(39)

Berdasarkan uraian tersebut, teori belajar yang sesuai dengan konsep belajar dengan pendekatan kontekstual adalah teori belajar konstruktivisme. Menurut Budiningsih (2005: 59), konstruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, menekankan pada belajar autentik, dan proses sosial. Belajar operatif merupakan prinsip belajar yang tidak hanya menekankan pada pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang apa), namun pengetahuan struktural (pengetahuan tentang mengapa), serta pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana). Sedangkan, belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar operatif dan belajar autentik dapat berlangsung dalam proses sosial melalui belajar kolaboratif dan kooperatif (Suprijono, 2009: 39 – 40).

(40)

2. Pengertian Aktivitas Belajar

Proses belajar erat kaitannya dengan aktivitas, sebab aktivitas berlangsung dalam proses belajar. Keterkaitan tersebut dikemukakan oleh Poerwanti (2008: 7.4) bahwa selama proses belajar berlangsung dapat terlihat aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, seperti aktif bekerjasama dalam kelompok, memiliki keberanian untuk bertanya, atau mengungkapkan pendapat.

Menurut Sardiman (2010: 100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Sejalan dengan pendapat Sardiman, Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran, guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Dierich (Hamalik, 2011: 90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, yaitu: 1) kegiatan-kegiatan visual, 2) kegiatan-kegiatan lisan (oral), 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan-kegiatan menulis, 5) kegiatan-kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metrik, 7) kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan emosional.

(41)

pertanyaan yang diberikan guru, (2) Kemampuan membuat kesimpulan dari teks, (3) Volume suara saat mengemukakan pendapat

3. Pengertian Hasil Belajar

Proses belajar secara tidak langsung akan memberikan perubahan bagi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa belajar tidak hanya berkaitan dengan aktivitas belajar, melainkan juga dengan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran, umumnya hasil belajar berupa nilai, baik berupa nilai mentah ataupun nilai yang sudah diakumulasikan. Namun, tidak menutup kemungkinan hasil belajar ini bukan hanya berupa nilai, melainkan perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sukmadinata (2007: 103) bahwa hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik.

(42)

menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati, sedangkan pada ranah psikomotor, terdapat empat tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Hamalik (2005: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan motoris. Unsur subjektif adalah rohaniah, sedangkan motoris adalah jasmaniah. Hasil belajar akan tampak pada pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apersepsi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran secara keseluruhan. Perubahan ini tidak dilihat secara parsial, melainkan terhubung secara komprehensif, baik dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan atau

responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

Penerapan pendekatan scientific dikemukakan oleh Kemendikbud 1 (2013: 208-209), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan

(43)

(questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara

kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

(44)

Adapun langkah-langkah perbaikan dalam pembelajaran berkenaan dengan penerapan pendekatan kontekstual dan scientific, yakni (1) memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati, (2) mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar, (3) melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung, (4) mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan, (5) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi, (6) melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa, dan (7) melakukan penilaian secara autentik.

C. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik memiliki hubungan yang kuat terhadap pendekatan ilimiah (scientific approach), seperti yang dijelaskan dalam Permendikbud 2 No. 66 tahun 2013. Sementara itu, Nurgiyantoro (2011: 22) mengatakan bahwa Penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang siswa dapat mencapai tujuan pendidikan.

(45)

dengan proses maupun hasil pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian tidak hanya menekankan pada hasil, namun proses dan hasil dari suatu pembelajaran.

Selanjutnya, Kunandar (2013: 35) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan kompetensi Dasar (KD). Penilaian autentik (authentic assesment) menekankan kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan keberhasilan tujuan pendidikan yang penerapannya lebih mengedepankan kepada penilian yang menunjukkan kinerja secara bermakna yang merupakan penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang terkait dalam aktivitas pembelajaran.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas dalam proposal ini.

1. Komalasari (2010) dalam disertasinya membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa SMP di Jawa Barat pada mata pelajaran PKn.

(46)

penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

3. Widiyawati (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VA SD Negeri 02 Metro Selatan T.P. 2011/2012”, membuktikan bahwa melalui pendekatan CTL

dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan menulis karangan narasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

4. Rimbawati Hesti H dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas IV A SD Negeri 05 Metro Timur T.P 2013/2014” membuktikan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.

E. Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik berbasis pendekatan

scientific

.

Observasi yang dilakukan peneliti menghasilkan data fakta yang

(47)

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, diperoleh hasil yakni guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered), guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata. Proses pembelajaran kurang bervariasi, sehingga suasana pembelajaran terkesan membosankan bagi siswa. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Rendahnya hasil belajar ulangan tengah semester yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40%.

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi

Kurikulum 2013 dan landasan empiris

Pendekatan kontekstual dan

scientific

Aktivitas dan hasil belajar memenuhi

indikator

Konstruktivis dan mengamati

Inkuiri dan menalar

Pemodelan dan mencoba

Bertanya

Diskusi dan membentuk jaringan

Refleksi

(48)

dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata. Sedangkan pendekatan scientific merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berfikir siswa dalam memperoleh pengetahuan bermakna melalui pembelajaran berbasis kaidah ilmiah. Pendekatan ini mencakup tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor melalui langkah-langkah sistematis yang meliputi kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Oleh karena itu, penerapan pendekatan kontekstual dan scientific secara kolaboratif dapat memperbaiki proses dan hasil pembelajaran, sebab penerapan kedua pendekatan tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran yang bermakna bagi siswa serta pencapaian kompetensi dalam tiga domain.

Hasil yang diharapkan melalui penerapan pendekatan kontekstual dan

scientific dalam pembelajaran adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan, atau responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah keterampilan menganalisis.

F. Hipotesis Tindakan

(49)
(50)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau yang lebih familiar disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Agung (2012: 63) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan jenis penelitian untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas secara cermat dan sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar (Arikunto, 2007: 60).

Penjelasan lebih lanjut diungkapkan oleh Muslich (2012: 9) yang mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai penelitian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh guru secara kolaboratif dan partisipatif untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya subjektivitas dalam pelaksanaan penelitian.

(51)

Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diadopsi dari Arikunto, dkk (2007: 74)

B. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 7 Metro Pusat, tepatnya di Jalan Hasanudin No. 91 Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

(52)

C. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat. Jumlah siswa dalam kelas tersebut adalah 24 siswa, yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik non tes

Teknik non tes digunakan untuk mengukur variabel berupa aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor melalui lembar observasi.

b. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa melalui tes formatif.

2. Alat Pengumpulan Data

(53)

a) Lembar observasi

Instrumen ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan psikomotor selama pembelajaran sedang berlangsung. Setiap data yang diamati selama berlangsungnya proses pembelajaran dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan.

Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data kinerja guru dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru

No. Indikator Kinerja Guru Berkenaan dengan Pendekatan Kontekstual dan Scientific

1 Memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati

2 Mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar

3 Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung

4 Mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan

5 Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi

(54)

Tabel 3.2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru

Aspek yang diamati Skor

Kegiatan pendahuluan Apersepsi dan motivasi

1. Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman peserta didik atau pembelajaran sebelumnya 6. Menyampaikan rencana kegiatan, misalnya individual, kerja

kelompok, dan melakukan observasi

1 2 3 4 5 Kegiatan Inti

Penguasaan Materi Pelajaran

1. Kemampuan menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran

1 2 3 4 5 2. Kemampuan mengaitkan materi dengan pengetahuan lain

yang relevan, perkembangan iptek, dan kehidupan nyata

1 2 3 4 5

3. Menyajikan pembahasan materi pembelajaran dengan tepat 1 2 3 4 5 4. Menyajikan materi secara sistematis (mudah ke sulit, dari

konkret ke abstrak)

1 2 3 4 5 Penerapan pendekatan kontekstual dan scientific

1. Memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati

1 2 3 4 5 2. Mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal

melalui proses menalar

1 2 3 4 5 3. Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa

secara langsung

1 2 3 4 5 4. Mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan

mengamati, menalar, dan pemodelan. Pemanfaatan Sumber Belajar / Media dalam pembelajaran

1. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar 1 2 3 4 5 2. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan media

pembelajaran

1 2 3 4 5 3. Menghasilkan pesan yang menarik 1 2 3 4 5 4. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan sumber belajar

pembelajaran

1 2 3 4 5 5. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media

pembelajaran

1 2 3 4 5 Pelibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran

1. Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam diskusi kelompok

(55)

Aspek yang diamati Skor 2. Merespon positif partisipasi peserta didik 1 2 3 4 5 3. Menunjukan sikap terbuka terhadap respon peserta didik 1 2 3 4 5 4. Menunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif 1 2 3 4 5 5. Menumbuhkan keceriaan atau antusiasme peserta didik dalam

belajar

1 2 3 4 5 Penggunaan Bahasa yang Benar dan Tepat dalam Pembelajaran

1. Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar 1 2 3 4 5 2. Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar 1 2 3 4 5 Kegiatan Penutup

1. Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa

1 2 3 4 5 2. Memberikan tes lisan atau tertulis 1 2 3 4 5 3. Mengoreksi dan mengumpulkan hasil kerja 1 2 3 4 5 4. Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan

kegiatan berikutnya dan tugas di rumah.

1 2 3 4 5

( Adaptasi dari Poerwanti, 2009: 7.8)

Tabel Pedoman Penskoran Kinerja Guru

Skor Kategori Indikator

5 Sangat baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan sangat baik, guru melakukannya dengan sempurna dan tanpa kesalahan

4 Baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan baik, guru melakukan dengan dua kesalahan

3 Cukup baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan cukup baik, guru melakukan dengan tiga kesalahan

2 Kurang Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan kurang baik, guru melakukan lebih dari lima kesalahan

(56)

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data aktivitas siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3. Instrumen Aktivitas Siswa

No Kriteri Yang Diamati

1. Kemampuan menjawab pertanyaan yang diberikan guru 2. Kemampuan membuat kesimpulan dari teks

3. Volume suara saat mengemukakan pendapat

Tabel 3.4. Rubrik Aktivitas Siswa

No Kriteria Skor

(57)

Tabel 3.5. Instrumen Afektif Siswa

Aspek yang diamati Indikator

Percaya diri

1. Berani mengemukakan pendapat 2. Berani mengajukan pertanyaan

3. Berani memadukan berbagai pendapat menjadi kesimpulan suatu konsep

Disiplin

1. Kehadiran ke sekolah tepat waktu 2. Senantiasa menjalankan tugas piket

3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang disepakati

Tabel 3.6. Rubrik Afektif Siswa Aspek

yang diamati

Skor Kategori Indikator

Percaya Diri

4 Sudah

Membudidaya (SM)

Apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (tahap autonomi).

3 Mulai

Berkembang (MB)

Apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap

Sosionomi). (Terlihat Ragu Ragu) 2 Mulai terlihat

(MT)

Apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (tahap heteronomi). (Memerlukan bantuan guru)

1 Belum Terlihat (BT)

Apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (tahap anomi).

Disiplin 4 Sudah

Membudidaya (SM)

(58)

lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (tahap autonomi).

3 Mulai

Berkembang (MB)

Apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap

Sosionomi). (Terlihat Ragu Ragu) 2 Mulai terlihat

(MT)

Apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (tahap heteronomi). (Memerlukan bantuan guru)

1 Belum Terlihat (BT)

Apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (tahap anomi). Adaptasi : (Kemendiknas, 2010)

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar psikomotor adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7. Instrumen Psikomotor Siswa

No Kriteri Yang Diamati

1. Kemampuan menjawab pertanyaan yang diberikan guru 2. Kemampuan membuat kesimpulan dari teks

(59)

Tabel 3.8. Rubrik Psikomotor Siswa

Instrumen tes hasil belajar digunakan untuk memperoleh data mengenai peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Melalui tes ini, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, dan ketercapaian indikator pembelajaran dapat diketahui. Untuk mengetahui validitas tes, peneliti membuat kisi-kisi soal sebagai pedoman dalam membuat soal tanpa melakukan uji soal sebelum pelaksanaan tes.

E. Teknik Analisis Data

(60)

1. Teknik Analisis Data Kualitatif a. Kinerja guru

Tingkat pencapaian kinerja guru dapat diperoleh dengan rumus:

NA =

% Keterangan:

NA = Nilai aktivitas yang dicari atau diharapkan JS = Jumlah skor yang diperoleh

SM = Skor maksimum ideal dari aspek yang diamati 100 = Bilangan tetap

Diadopsi dari Aqib dkk. (2009: 41)

Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori keberhasilan guru sebagai berikut.

Tabel 3.9. Konversi Nilai Kinerja Guru

(Sumber: Adaptasi dari Purwanto, 2012 : 103)

b. Aktivitas siswa

1) Nilai aktivitas belajar tiap siswa diperoleh dengan rumus:

x

2) Persentase siswa aktif secara klasikal diperoleh dengan rumus:

P =

(sumber: modifikasi dari Purwanto, 2008: 102) No Skor Nilai Predikat Kategori

1 5 81-100 A Sangat Baik

2 4 61-80 B Baik

3 3 41-60 C Cukup Baik

4 2 21-40 D Kurang

(61)

Tabel 3.10. Kategori Nilai Aktivitas Siswa

No Skor Nilai Kategori

1 4 76 - 100 Sangat aktif

2 3 51 - 75 Aktif

3 2 26 - 50 Cukup aktif

4 1 0 - 25 Kurang aktif

(sumber: Adaptasi Winarno, 2013: 238) c. Hasil belajar afektif siswa

1. Untuk menentukan nilai hasil belajar afektif tiap siswa, menggunakan rumus:

Nilai =

Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori nilai hasil belajar afektif siswa sebagai berikut.

Tabel 3.11. Kategori Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa

No Skor Nilai Kategori

1 4 76 - 100 Sudah Membudidaya ( SM ) 2 3 51 - 75 Mulai Berkembang ( MB ) 3 2 26 - 50 Mulai terlihat ( MT ) 4 1 0 - 25 Belum Terlihat ( BT )

(Sumber: Adaptasi Winarno, 2013: 238)

a. Persentase hasil belajar afektif secara klasikal, diperoleh dengan rumus:

P =

x 100%

(sumber: adaptasi Aqib, 2009: 41)

(62)

Tabel 3.12. Kriteria Persentase Hasil Belajar Afektif Secara Klasikal

No Skor Persen (%) Predikat Kategori

1 4 76 - 100 % A Sudah Membudidaya ( SM )

2 3 51 - 75% B Mulai Berkembang ( MB )

3 2 26 - 50% C Mulai terlihat ( MT )

4 1 0 - 25% D Belum Terlihat ( BT )

(Sumber: Adaptasi Winarno, 2013: 238)

2. Hasil belajar psikomotor siswa

Untuk menentukan nilai hasil belajar psikomotor tiap siswa menggunakan rumus:

Tabel 3.13. Predikat Nilai Psikomotor Siswa

No Skor Nilai Kategori

1 4 76 - 100 Sangat Terampil

2 3 51 - 75 Terampil

3 2 26 - 50 Cukup Terampil

4 1 0 - 25 Kurang Terampil

(Sumber: Adaptasi Winarno, 2013: 238)

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru.

a) Nilai hasil belajar kognitif siswa secara individual diperoleh dengan rumus:

Nilai individu =

(63)

Tabel 3.14. Predikat Nilai Kognitif Siswa

(sumber: Adaptasi Kemendikbud, 2013: 8)

b) Nilai persentase ketuntasan belajar siswa dalam ranah kognitif secara individu peroleh dengan rumus:

Keterangan: S = Nilai siswa ( nilai yang dicari ) R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

Ketuntasan individual jika siswa memperoleh nilai ≥ 66 ( Diadopsi dari Puerwanto dalam Haryani, 2013:25)

c. Nilai persentase ketuntasan belajar siswa dalam ranah kognitif secara klasikal diperoleh dengan rumus:

P =

x 100% (sumber: adaptasi Aqib, 2009: 41)

Konversi nilai akhir Predikat Skala 100 Skala 4

86 -100 4 A

81- 85 3.66 A-

76 – 80 3.33 B+

71-75 3.00 B

66-70 2.66 B-

61-65 2.33 C+

56-60 2 C

51-55 1.66 C-

46-50 1.33 D+

(64)

F. Prosedur Penelitian 1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

1) Menganalisis kompetensi inti dan kompetensi dasar untuk mengetahui materi pembelajaran, dengan berpedoman pada Permendikbud No. 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi.

2) Berdasarkan hasil analisis, guru menentukan dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan dunia nyata, media yang akan digunakan melalui pendekatan kontekstual.

3) Membuat perangkat pembelajaran (pemetaan kompetensi, RPP, dan instrument penilaian) yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan pembelajaran, dengan berpedoman pada Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses.

4) Membuat lembar instrumen penilaian, berupa lembar observasi aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor.

b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pada tahap pelaksanaan ini mengacu pada hasil dari tahap perencanaan. Secara rinci, pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan pendahuluan

(65)

(b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari.

(c) Mengarahkan peserta didik dalam suatu permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

(d) Mengemukakan tujuan pembelajaran, garis besar cakupan materi, dan kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.

2) Kegiatan Inti

(a) Guru memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati. Guru mengarahkan siswa untuk mengamati suatu objek atau data.

(b) Dari hasil mengkonstruksi dan mengamati, guru mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar.

(c) Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung. Pemodelan dilakukan dengan memperagakan atau memerankan sesuatu berdasarkan pengalaman yang dimiliki dan berkaitan dengan pengetahuan yang akan diperoleh.

(66)

(e) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Siswa menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan pendapat antar anggota kelompok. Informasi yang diperoleh dijadikan dasar untuk memproses informasi dan menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Hasil dari diskusi kemudian dipresentasikan dan ditanggapi oleh kelompok lain.

3) Kegiatan Penutup

(a) Melakukan proses komunikatif antara siswa dan guru untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh.

(b) Melakukan refleksi pembelajaran berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan.

(c) Guru memberikan motivasi kepada siswa.

(d) Guru memberikan tindak lanjut pembelajaran, berupa pemberian PR.

(e) Guru menyiapkan kondisi psikis dan fisik siswa untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran.

c. Tahap Observasi

(67)

b. Mengamati setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat proses pembelajaran menggunakan lembar observasi yang telah dibuat, dengan memberikan skor antara 1 –4.

d. Tahap Refleksi

1) Menganalisis kekurangan dan keberhasilan guru dalam menerapkan pendekatan kontekstual.

2) Menganalisis hasil observasi aktivitas dan hasil belajar siswa selama pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

3) Berdiskusi dengan guru untuk merencanakan perbaikan pembelajaran sebagai tindak lanjut pertemuan selanjutnya. 2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

1) Menganalisis kompetensi inti dan kompetensi dasar untuk mengetahui materi pembelajaran, dengan berpedoman pada Permendikbud No. 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi.

2) Berdasarkan hasil analisis, guru menentukan dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan dunia nyata, media yang akan digunakan melalui pendekatan kontekstual.

(68)

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses dan hasil refleksi pada siklus I.

4) Membuat lembar instrumen penilaian, berupa lembar observasi aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif dan psikomotor.

b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pada tahap pelaksanaan ini mengacu pada hasil dari tahap perencanaan. Secara rinci, pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan pendahuluan

a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari.

c) Mengarahkan siswa dalam suatu permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

d) Mengemukakan tujuan pembelajaran, garis besar cakupan materi, dan kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.

2) Kegiatan Inti

(69)

b) Dari hasil mengkonstruksi dan mengamati, guru mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar.

c) Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung. Pemodelan dilakukan dengan memperagakan atau memerankan sesuatu berdasarkan pengetahuan yang akan diperoleh.

d) Guru memberikan kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya berdasarkan hal-hal yang sudah diamati, disimak, dibaca, atau diperagakan. Guru membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan, baik yang bersifat konkret maupun abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.

e) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Siswa menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan pendapat antar anggota kelompok. Hasil dari diskusi kemudian dipresentasikan dan ditanggapi oleh kelompok lain.

3) Kegiatan Penutup

a) Melakukan proses komunikatif antara siswa dan guru untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh.

b) Melakukan refleksi pembelajaran berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diadopsi dari Arikunto, dkk (2007: 74)
Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru
Tabel 3.2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil kajian mengenai: (1) Physical evidence yang terdiri dari facility exterior (fasilitas eksterior), facility interior

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengguna- an KIT IPA dalam mata pelajaran IPA terhadap peningkatan hasil belajar siswa Kelas V SD.. Variabel dalam penelitian

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan: (1) hasil tiap tahapan penelitian dan pengembangan pada: tahap penelitian dan pengumpulan informasi disimpulkan bahwa

Pariwisata tidak hanya memberikan pengalaman baru bagi wisatawan, namun juga dapat berpengaruh dalam aspek ekonomi, sosial dan pengembangan yang berkelanjutan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis diberi kemampuan dan kesempatan untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan

The project manager must also have a clear picture of how the actual progress or work compares to the original baseline plan.. Necessary to monitor and manage

Ketika pendidikan sebagai benteng terakhir bisa melaksanakan hal tersebut, otomatis masa depan anak-anak di Bali khususnya serta masa depan Bali pada umumnya

[r]