• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

CHEMICAL AND MICROBIOLOGICAL PROPERTIES OF JORUK WITH THE ADDITION OF DIFFERENT CONCENTRATIONS OF PALM SUGAR

By Novia Sella

The aims of this research were to characterize joruk by adding different

concentrations of palm sugar and to acquire the concentration of palm sugar which

produces joruk with the best chemical and microbiological properties. The

experiment was arranged in a non factorial Random Complete Block Design (RCBD)

in four replications. The treatment given on each replication was the concentration of

palm sugar (G) that consisted of six different levels, they were 10% (G1), 15%(G2),

20% (G3), 25% (G4), 30% (G5), and 35% (G6) (h/h). The homogeneity and

additivity of the data were evaluated by using Bartlet and Tuckey tests, then were

continued by using BNT of 5%.

The results showed that the addition of palm sugar in different concentrations gave

real effect to the total acid, total Lactic Acid Bacteria (LAB), and water content. The

addition of 30% of palm sugar produced joruk with the best chemical and

(2)

of 5,92, total lactic acid of 2,88 %, total LAB of 10,54 log cfu/g, TVN of 156,32

mg/100 g, and water content of 56,92 %.

(3)

ABSTRAK

SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHANKONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA

Oleh Novia Sella

Tujuan dari penelitian ini adalah karakterisasi joruk dengan penambahan konsentrasi

gula aren yang berbeda dan mendapatkan konsentrasi gula aren yang menghasilkan

joruk dengan sifat kimia dan mikrobiologi terbaik.Penelitian ini disusun

menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non faktorial yang

terdiri dari empat ulangan. Perlakuan yang diberikan pada tiap ulangan adalah

konsentrasi gula aren (G) yang terdiri dari 6 taraf yaitu 10% (G1), 15% (G2), 20%

(G3), 25% (G4), 30% (G5), dan 35% (G6) (b/b). Data hasil penelitian diuji kesamaan

ragam dengan uji Bartlet dan kemenambahan data dengan uji Tuckey, selanjutnya

data yang diperoleh diuji lanjut dengan BNT pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi gula aren

yang berbeda berpengaruh nyata terhadap total asam, total BAL, dan kadar air.

Penambahan 30% gula aren menghasilkan joruk dengan sifat kimia dan mikrobiologi

(4)

yaitu pH 5,92, total asam laktat 2,88%, total BAL 10,54 log cfu/g, total mikroba

11,80 log cfu/g, TVN 156,32 mg/100g, dan kadar air 56,92%.

(5)

SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA

Oleh NOVIA SELLA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)
(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai

negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

berdasarkan resep turun temurun (Soetrisno dan Apriyantono, 2005). Pengolahan

pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

pengolahan pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya sederhana,

mudah dan tidak mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi yang lebih

tinggi, serta memiliki cita rasa yang khas (Hutkins, 2006). Pangan yang

difermentasi memberikan satu atau lebih manfaat bagi kesehatan tubuh,

diantaranya yaitu bakteri asam laktat (BAL) yang bermanfaat untuk

menyeimbangkan mikroflora di usus (Howlett, 2008). Sementara itu, produk

fermentasi juga memiliki kekurangan, diantaranya yaitu mutu yang rendah dan

tidak stabil. Rendahnya mutu produk fermentasi terjadi karena proses

fermentasinya tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk

akhir yang dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri

pembusuk dan bakteri patogen yang tumbuh cepat mendahului bakteri asam laktat

(10)

2

Salah satu bentuk makanan hasil fermentasi tradisional yang berbasis ikan yaitu

bekasam. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan bekasam yaitu

ikan air tawar (Soetrisno dan Apriyantono, 2005), garam, dan sumber karbohidrat

(Candra, 2006). Pembuatan bekasam pertama kali dilakukan oleh masyarakat

yang tinggal di sekitar hilir sungai Bengawan Solo dan Surabaya, kemudian

menyebar ke daerah Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan (Afrianto

dan Liviawaty, 1989). Sementara itu, produk fermentasi ikan yang mirip dengan

bekasam juga terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera

Selatan yang disebut joruk (Marga, 2011). Bahan-bahan yang digunakan seperti

pada pembuatan bekasam (ikan air tawar, nasi, dan garam), tetapi pada joruk

ditambahkan gula aren. Gula aren tersebut berfungsi untuk menutupi aroma tidak

sedap yang kurang disukai dari joruk (Data Primer, 2013).

Jumlah garam, sumber karbohidrat, dan lama fermentasi dalam pembuatan

bekasam maupun joruk beragam. Variasi jumlah garam yang ditambahkan pada

pembuatan bekasam yaitu 10‒25% (Murtini, dkk., 1997; Adawyah, 2011;

Wikandari dkk., 2012; Candra, 2006), sementara pada pembuatan joruk yaitu 15%

dari berat ikan. Variasi jumlah dan sumber karbohidrat pada pembuatan bekasam

yaitu 15% beras sangrai (Adawyah, 2011), nasi 20‒50% (Wikandari dkk., 2012;

Murtini, dkk., 1997; Candra, 2006), sementara gula aren yang ditambahkan dalam

pembuatan joruk yaitu 20‒50% serta terdapat penambahan nasi sebanyak 10%

dari berat ikan (Data Primer, 2013). Lama fermentasi bekasam yaitu 5 sampai 10

hari (Wikandari dkk., 2012; Adawyah, 2011; Murtini, dkk., 1997), sementara

(11)

Variasi jumlah gula aren dalam pembuatan joruk menyebabkan mutu joruk yang

dihasilkan beragam. Oleh karena itu, untuk menghasilkan joruk yang memiliki

mutu yang seragam perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi

penambahan gula aren yang tepat. Selain itu, belum ada informasi tentang sifat

kimia dan mikrobiologi dari joruk tersebut. Untuk itu pula perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui sifat kimia dan mikrobiologi joruk.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mencari sifat kimia dan mikrobiologi joruk dengan penambahan

konsentrasi gula aren yang berbeda.

2. Mendapatkan konsentrasi gula aren yang menghasilkan joruk dengan sifat

kimia dan mikrobiologi terbaik.

C.Kerangka Pemikiran

Bahan-bahan yang digunakan selama proses fermentasi memiliki peran yang

sangat penting. Garam bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan

mikroorganisme yang tidak diinginkan dan memberikan cita rasa pada produk

(Adawyah, 2011). Mekanisme pengawetan oleh garam berlangsung melalui

penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan akibat

perbedaan konsentrasi. Cairan yang keluar tersebut akan melarutkan kristal garam

(12)

4

menyerap cairan tubuh ikan dan cairan sel bakteri sehingga akan mengganggu

proses metabolisme bakteri. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mengalami

kekeringan dan bahkan mengalami kematian (Adawyah, 2011). Garam (NaCl)

juga diduga dapat menurunkan nilai pH selama proses fermentasi. Senyawa NaCl

akan terurai menjadi molekul-molekul penyusunnya yaitu ion Na+ dan Cl-,

selanjutnya ion-ion Cl- akan berikatan dengan air bebas pada bahan yang

menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam karena terbentuknya senyawa

HCl (Palludan-Muller et al., 2002).

Sumber karbohidrat akan dimanfaatkan oleh BAL sebagai sumber energi

(Salminen et al., 2004). Karbohidrat akan dipecah oleh enzim-enzim

mikroorganisme menjadi asam-asam laktat yang menyebabkan pH produk

menurun dengan cepat. Penurunan pH tersebut akan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lain (Muchtadi dan Sugiyono, 2013). Penurunan pH tersebut

cenderung lebih cepat sejalan dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam

yang digunakan. Hal ini terjadi karena garam mampu menghambat pertumbuhan

mikroba pembusuk dan merangsang pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat

(Sastra, 2008).

Kadar karbohidrat yang ditambahkan pada proses fermentasi akan mempengaruhi

penurunan pH. Oleh karena itu, pada proses fermentasi perlu dilakukan

penambahan karbohidrat yang tepat. Berdasarkan Data Primer (2013), variasi

jumlah gula aren yang ditambahkan yaitu 20%, 25%, dan 50% dari berat ikan.

(13)

penambahan 25% terdapat sedikit aroma gula aren, dan pada penambahan 50%

joruk yang dihasilkan berlendir (Data Primer, 2013). Menurut Muchtadi dan

Sugiyono (2013), penambahan kadar gula yang tinggi (di atas 40%) akan

menghambat proses fermentasi. Proses penghambatan terjadi karena

partikel-partikel gula tersebut akan mengikat air bebas sehingga tidak dapat dipergunakan

oleh mikroba (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).

Penurunan pH akan meningkatkan total asam selama proses fermentasi.

Peningkatan total asam tersebut diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah

bakteri asam laktat yang merombak gula menjadi asam laktat. Sementara itu,

proses fermentasi juga menghasilkan sejumlah kecil air, energi, karbondioksida,

dan produk akhir metabolit organik lainnya seperti asam laktat dan asam asetat

(Buckle et al., 1987). Untuk itu, perlu diketahui konsentrasi penambahan gula

aren yang tepat untuk menghasilkan joruk dengan sifat kimia (pH, total asam,

TVN, dan proksimat) dan mikrobiologi (total BAL dan total mikroba) terbaik.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu :

1. Perbedaan konsentrasi gula aren yang ditambahkan memberikan variasi

pada sifat kimia dan mikrobiologi joruk yang dihasilkan.

2. Terdapat konsentrasi gula aren yang menghasilkan joruk dengan sifat

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Joruk

Joruk merupakan produk fermentasi ikan yang terdapat di Kabupaten Ogan

Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Sumber karbohidrat yang ditambahkan

dalam pembuatan joruk adalah gula aren dan nasi. Jumlah gula aren yang

ditambahkan dalam pembuatan joruk bervariasi yaitu 20%, 25%, dan 50% dari

berat ikan (Data Primer, 2013). Sementara itu, jumlah garam yang ditambahkan

dalam pembuatan joruk yaitu 15% dan nasi 10% dari berat ikan (Data Primer,

2013). Joruk biasanya siap dikonsumsi setelah difermentasi selama 7 hari (Data

Primer, 2013).

Produk fermentasi ikan yang serupa dengan joruk adalah bekasam, namun dalam

pembuatannya tidak ditambahkan gula aren. Bekasam merupakan salah satu

produk pengawetan ikan yang diolah secara tradisional dengan penggaraman dan

dilanjutkan dengan proses fermentasi. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan

dalam pembuatan bekasam sangat beragam. Variasi jumlah garam yang

ditambahkanyaitu 10‒20% (Murtini, dkk., 1997), 15‒20% (Adawyah, 2011), 20%

(Wikandari dkk., 2012), dan 15‒25% (Candra, 2006) dari berat ikan. Sementara

itu, variasi jumlah sumber karbohidrat yaitu 15% beras sangrai (Adawyah, 2011),

nasi 20% (Wikandari dkk., 2012), dan30‒50% (Murtini, dkk., 1997; Candra,

(15)

yaitu difermentasi selama 5 hari sampai 7 hari (Wikandari dkk., 2012), 7 hari

hingga dihasilkan rasa masam dan aroma yang khas bekasam (Adawyah, 2011),

dan 7 hari sampai 10 hari pada suhu ruang (Murtini, dkk., 1997).

Proses fermentasi bekasam dilakukan bersamaan dengan proses fermentasi nasi.

Nasi tersebut sengaja ditambahkan pada pembuatan bekasam sebagai sumber

energi oleh mikroorganisme yang akan berperan dalam proses fermentasi. Selama

proses pembuatan bekasam terjadi proses fermentasi karbohidrat, bekasam yang

dihasilkan serupa dengan ikan peda yang mempunyai aroma dan rasa alkohol

(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Fermentasi bekasam tergolong fermentasi

dengan produk akhir serupa dengan bahan baku (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Fermentasi bekasam juga tergolong jenis fermentasi yang merupakan gabungan

fermentasi menggunakan kadar garam tinggi dan fermentasi asam laktat oleh

bakteri asam laktat (BAL) (Anjarsari, 2010).

Afrianto dan Liviawaty (1989) menerangkan cara pembuatan bekasam yaitu

sebagai berikut:

1) Mula-mula ikan dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat

kesegarannya agar diperoleh bekasam yang seragam dan bermutu baik.

2) Ikan disiangi, untuk ikan-ikan kecil cukup dicuci hingga bersih dari

kemungkinan adanya lendir maupun kotoran yang melekat.

3) Garam ditaburkan secara merata ke seluruh permukaan tubuh ikan.

(16)

8

4) Ikan kemudian dibongkar dan ditaburkan nasi secara merata. Lalu

dimasukkan kembali ke dalam belanga selama 7-10 hari, sampai timbul

bau dan cita rasa asam yang khas.

5) Ikan selanjutnya dipindahkan ke dalam wadah yang bersih dan dibiarkan

selama 3 bulan (proses pematangan).

6) Setelah dagingnya kenyal dan cita rasa asamnya merata, ikan sudah dapat

dikonsumsi.

B.Fermentasi

Fermentasi adalah proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik

melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010).

Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan pengolahan pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya lebih

sederhana, mudah dan tidak mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi

yang lebih tinggi, serta memiliki cita rasa yang khas (Hutkins, 2006). Lebih lanjut

Howlett (2008) menjelaskan bahwa pangan yang difermentasi memberikan satu

atau lebih manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti adanya bakteri asam laktat (BAL)

yang bermanfaat untuk menyeimbangkan mikroflora di usus. Sementara itu,

produk fermentasi juga memiliki kekurangan, diantaranya mutu yang rendah dan

tidak stabil karena proses fermentasinya tradisional dan berlangsung secara

spontan. Hal tersebut menyebabkan mutu produk akhir yang dihasilkan tidak

seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri pembusuk dan bakteri patogen

(17)

Fermentasi terdiri dari dua jenis berdasarkan sumber mikroorganismenya

(Suprihatin, 2010) yaitu:

1) Fermentasi spontan, merupakan fermentasi bahan pangan yang tidak

ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi.

2) Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi bahan pangan yang

ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi.

Mikroorganisme tersebut akan merubah bahan yang difermentasi menjadi

produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe.

Fermentasi juga dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan bentuk produk yang

dihasilkan yaitu fermentasi dengan produk akhir berbeda dari bahan baku (seperti:

silase ikan, terasi ikan dan kecap ikan) dan fermentasi dengan produk akhir serupa

dengan bahan baku seperti bekasam dan ikan peda (Afrianto dan Liviawaty,

1989). Sementara itu, Adawyah (2011) menerangkan bahwa proses fermentasi

ikan dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:

1) Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya pembuatan peda,

kecap ikan, terasi, dan bekasam.

2) Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan

silase ikan menggunakan asam propionat dan asam format.

3) Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan

silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

4) Fermentasi menggunakan BAL, misalnya dalam pembuatan bekasam dan

(18)

10

Berdasarkan tipe fermentasi glukosa, terdapat dua jenis BAL yaitu

homofermentatif dan heterofermentatif (Lahtinen et al., 2012). Fermentasi

glukosa oleh BAL homofermentatif sebagian besar menghasilkan asam laktat,

sementara fermentasi glukosa oleh BAL heterofermentatif menghasilkan asam

laktat, asam asetat, etanol, dan CO2 (Salminen et al., 2004). Dijelaskan oleh

Salminen et al. (2004), fermentasi 1 mol glukosa oleh BAL homofermentatif

menghasilkan 2 mol asam laktatdan 2 mol adenosine trifosfat (ATP), sementara

fermentasi oleh BAL heterofermentatif menghasilkan 1 mol asam laktat, etanol,

CO2, dan 1 mol ATP. Beberapa jenis BAL yang tergolong heterofermentatif

adalah dari genus Leuconostoc, Oenococci, Weissellas, dan beberapa jenis

Lactobacillus (Lahtinen et al., 2012). Sedangkan jenis BAL homofermentatif

yaitu Streptococcus dan Pediococcus (Muchtadi dan Sugiyono, 2013), serta

beberapa jenis Lactobacillus seperti Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus

delbrueckii, Lactobacillushelveticus, dan Lactobacillussalivarius (Lahtinen et al.,

2012).

Sementara itu, BAL memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap stres

osmotik akibat konsentrasi gula yang tinggi. BAL heterofermentatif lebih tahan

terhadap kondisi lingkungan dengan tekanan osmotik tinggi (Tsakalidou dan

Papadimitriou, 2011). Ketahanan BAL yang berbeda-beda tersebut akan

mempengaruhi total asam laktat yang dihasilkan. BAL menghasilkan total asam

laktat lebih banyak jika tidak mengalami stres osmotik. Jumlah asam laktat yang

dihasilkan akan mempengaruhi pH lingkungan (Buckle et al., 1987). Menurut

(19)

tahapan fermentasi, BAL yang lebih tahan asam akan mendominasi pada tahap

akhir fermentasi.

BAL memiliki peran yang sangat penting dalam fermentasi bekasam. Proses

fermentasi akan berhasil jika dilakukan kontrol kondisi lingkungan yang ideal

bagi pertumbuhan BAL. Candra (2006), menerangkan bahwa BAL termasuk ke

dalam golongan bakteri gram positif, sebagian besar bersifat katalase negatif,

tidak membentuk spora, berbentuk batang dan coccus. Menurut Pato (2003),

BAL didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram positif, tidak

menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat

sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Produksi

asam laktat tersebut akan menyebabkan terjadinya penuruan pH yang juga

menyebabkan munculnya rasa asam pada produk. Asam laktat bersifat

antimikrobial terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang tidak tahan asam

sehingga berpotensi digunakan sebagai pengawet alami makanan.

C.Fermentasi Bekasam

Fermentasi bekasam merupakan jenis fermentasi yang menggunakan kadar garam

tinggi yang melibatkan BAL (Anjarsari, 2010). Bahan-bahan yang digunakan

dalam fermentasi bekasam yaitu sebagai berikut.

1. Ikan

Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal daripada hasil perikanan lainnya,

(20)

12

mengandung protein yang tinggi (Adawyah, 2011). Menurut Hadiwiyoto (1993),

hasil perikanan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu hasil perikanan laut dan

dan hasil perikanan darat yang diperoleh dari sungai, kolam, danau, rawa, sawah

atau semua hasil perikanan yang hidupnya di air tawar. Ikan merupakan hasil

perikanan yang mudah rusak. Menurut Adawyah (2011), ikan memiliki

kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh yang mendekati netral, dan daging

ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis sehingga menjadi media

yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengawetan dan atau pengolahan.

Salah satu bentuk pengawetan dan pengolahan yang dapat dilakukan untuk

memperpanjang masa simpan ikan yaitu dengan mengolahnya menjadi bekasam.

Menurut Adawyah (2011), ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku

bekasam merupakan jenis ikan air tawar. Salah satu jenis ikan air tawar yang

dapat diolah menjadi bekasam adalah Ikan Wader. Ikan Wader biasanya hidup di

parit-parit yang dangkal hingga danau dan sungai yang mempunyai air jernih.

Ikan Wader merupakan merupakan kelompok ikan kecil yang biasanya hidup di

permukaan dan lebih menyukai daerah yang berarus tenang (Duya, 2008).

Ikan Wader memiliki tekstur daging yang lembut dan rasa yang gurih. Duri di

dalam tubuhnya juga tidak terlalu besar. Ikan Wader memiliki panjang maksimal

17 cm dengan berat berkisar antara 3,6–13,6 g (Sulistiyarto, 2012). Tubuhnya

berwarna kuning keemasan di bagian atas dan berwarna putih keperakan di bagian

(21)

cecereh, ikan cere (Betawi), paray (Sunda), pantao, seluang (Sumatera dan

Kalimantan).

Gambar 1. Ikan Wader.

Sumber: Djatmiko (2008).

Klasifikasi ilmiah Ikan Wader menurut Alamendah (2010) yaitu:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Rasbora

Spesies : Rasbora argyrotaenia

Ikan Wader pada umumnya dimanfaatkan untuk dikonsumsi secara lokal sebagai

lauk (Indrayana, 2012). Ikan Wader banyak ditemukan di anak aliran Sungai

(22)

14

digemari karena rasanya yang gurih dan renyah (Maruli, 2012). Komposisi nilai

gizi Ikan Wader (Zaelani, 2012) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nilai giz iIkan Wader dalam 100 g daging.

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Kalori 84 Kal

Protein 18,2 g

Lemak 0,7 g

Kolesterol 44 mg

ZatBesi 0,4 mg

2. Garam

Garam (NaCl) adalah salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan untuk

mengawetkan hasil perikanan (Hadiwiyoto, 1993). Garam bermanfaat untuk

membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan memberikan

cita rasa pada bekasam yang dihasilkan (Adawyah, 2011). Mekanisme

pengawetan oleh garam berlangsung melalui penetrasi garam ke dalam tubuh ikan

dan keluarnya cairan dari tubuh ikan akibat perbedaan konsentrasi. Cairan yang

ke luar tersebut akan melarutkan kristal garam dan partikel garam akan masuk ke

dalam tubuh ikan. Partikel garam tersebut akan menyerap cairan tubuh ikan dan

cairan sel bakteri sehingga akan mengganggu proses metabolisme bakteri. Hal

tersebut dapat menyebabkan bakteri mengalami kekeringan dan bahkan

(23)

Proses fermentasi sebaiknya menggunakan garam yang bermutu baik (garam

dengan kandungan NaCl >90%). Secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan

60,69% Cl, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih (Afrianto dan

Liviawaty, 1989). Garam yang baik adalah yang mengandung sedikit elemen Mg

(Magnesium) dan Ca (kalsium). Elemen tersebut dapat memperlambat penetrasi

garam ke dalam tubuh ikan sehingga terjadi proses pembusukan dan

menyebabkan masalah dalam penyimpanan (Adawyah, 2011). Penggunaan garam

demikian sangat menguntungkan, sebab penetrasinya ke dalam tubuh ikan dapat

berlangsung dengan cepat dan merata. Jumlah garam yang digunakan cukup

sekitar 20% agar bekasam yang dihasilkan tidak terlalu asin. Semakin tinggi

konsentrasi garam, semakin tinggi daya awetnya tetapi ikan menjadi terlalu asin

sehingga kurang disukai.

3. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen

dan oksigen (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007). Secara umum terdapat tiga macam

karbohidrat berdasarkan jumlah monosakarida yang ada di dalam molekul

karbohidrat, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Karbohidrat

yang tergolong monosakarida diantaranya yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

Karbohidrat yang termasuk oligosakarida diantaranya yaitu sukrosa, laktosa, dan

rafinosa. Karbohidrat dari golongan oligosakarida termasuk karbohidrat

(24)

16

Sementara itu, karbohidrat yang tergolong polisakarida seperti pati, glikogen, dan

selulosa merupakan karbohidrat kompleks yang sukar terurai (Rochmi, 2013).

Sumber karbohidrat untuk fermentasi terbatas dalam tubuh ikan sehingga

diperlukan tambahan karbohidrat dari luar (Murtini dkk., 1997). Karbohidrat

dalam tubuh ikan kebanyakan berbentuk polisakarida yaitu glikogen (Hadiwiyoto,

1993). Nasi dan gula aren merupakan sumber karbohidrat yang digunakan pada

proses fermentasi joruk. Godam (2012) melakukan penelitian terhadap 100 gram

nasi, dengan jumlah yang dapat dimakan yaitu 100%. Komposisi nilai gizi nasi

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi nilai gizi nasi (100 g).

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 178 KKal

Protein 2,1 g

Karbohidrat 40,6 g

Lemak 0,1 g

Kalsium 5 mg

Fosfor 22 mg

ZatBesi 1 mg

Vitamin B1 0,02 mg

Sumber karbohidrat selain nasi yang dapat digunakan ialah gula aren. Gula aren

adalah produk hasil pemekatan nira aren dengan pemasakan (Baharuddin dkk.,

2007). Sukrosa pada gula aren merupakan karbohidarat jenis disakarida, gula

tersebut adalah gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa.

Proses pemecahan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase

(25)

kompleks yang telah diubah menjadi gula sederhana berupa monosakarida diubah

oleh bakteri asam laktat menjadi asam-asam organik.

Gula aren merupakan pemanis yang bahan dasarnya alami yaitu aren. Menurut

Lempang (2012), gula aren merupakan salah satu olahan makanan yang

bersumber dari hasil pengolahan air nira dari tandan bunga jantan pohon aren.

Pengolahan nira hingga menjadi gula aren melalui proses perebusan hingga nira

berubah menjadi cairan kental dan berwarna pekat. Gula aren mengandung

beberapa unsur makro dan mikro nutrien yang diperkirakan kandungan keduanya

dalam gula aren lebih tinggi dibandingkan gula putih. Menurut Baharuddin dkk.

(2007), gula aren juga mempunyai kelebihan yaitu memiliki aroma yang lebih

harum. Komposisi nilai gizi gula aren dapat dilihat pada Tabel 3 (Andry, 2006).

Tabel 3. Komposisi nilai gizi gula aren (100 g).

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 368 KKal

Karbohidrat 95 g

Kalsium 75 mg

Fosfor 35 mg

(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Januari sampai Maret 2014.

B. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Wader, garam

kasar, gula aren, dan nasi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah aquades,

indikator pp, media MRSA, media PCA, garam fisiologis 0,85 %, alkohol 70%,

NaOH 0,1 N, dan bahan-bahan kimia untuk analisis protein, lemak dan Total

Volatile Nitrogen (TVN) yang diperoleh di Laboratorium Analisis Politeknik

Negeri Lampung.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter (Lovibond),

timbangan (Shimadzu AY220), autoklaf, oven (Memmert), desikator, inkubator

(Memmert made in Germany), hot plate (Thermo scientific), colony counter

(27)

tip, tabung reaksi, baskom, pisau, toples kecil dan toples besar, serta alat-alat

analisis kadar protein, lemak, TVN, dan organoleptik.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non

faktorial yang terdiri dari empat ulangan. Perlakuan yang diberikan pada tiap

ulangan yaitu konsentrasi gula aren (G) yang terdiri dari 6 taraf 10% (G1), 15%

(G2), 20% (G3), 25% (G4), 30% (G5), dan 35% (G6) per berat bahan (b/b). Data

diolah dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji

signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Kesamaan

ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey.

Data kemudian dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada

taraf 5% (Hanafiah, 2001).

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mempersiapkan

bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan untuk penelitian. Persiapan bahan-bahan

dilakukan dengan membersihkan Ikan Wader yang dicuci bersih dan ditiriskan

hingga benar-benar kering. Gula aren yang akan digunakan dikecilkan

ukurannya dengan cara diiris-iris. Kemudian nasi dingin (padi varietas IR 64)

(28)

20 peralatan yang akan digunakan untuk penelitian juga disiapkan. Setelah

persiapan bahan dan alat, selanjutnya dilakukan pembuatan joruk .

2. Pembuatan Joruk

Pembuatan joruk dilakukan sebanyak 4 ulangan dengan jumlah sampel secara

keseluruhan yaitu 24 sampel. Pembuatan joruk dilakukan berdasarkan data

hasil wawancara dengan beberapa pembuat joruk di Kabupaten OKU Timur,

Sumatera Selatan. Mula-mula Ikan Wader dibersihkan dari sisik dan lendir

kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air yang mungkin masih tersisa.

Setelah itu, Ikan Wader yang telah bersih ditimbang sebanyak 100 g dan

dimasukkan ke dalam toples kecil berukuran 150 ml. Kemudian garam

ditambahkan sebanyak 15% dari berat ikan (b/b) dan diaduk sampai rata.

Selanjutnya ditambahkan gula sesuai perlakuan yaitu 10% (G1), 15% (G2),

20% (G3), 25% (G4), 30% (G5), dan 35% (G6) per berat ikan (b/b), lalu

ditambahkan nasi sebanyak 10% dari berat ikan (b/b) dan diaduk sampai rata.

Perlu diperhatikan bahwa pengadukan tidak menyebabkan nasi hancur karena

nasi diinginkan terlihat hingga akhir fermentasi.

Toples yang telah berisi ikan, garam, nasi, dan gula aren kemudian ditutup

rapat. Selanjutnya dimasukkan ke dalam toples yang berukuran lebih besar,

diberi lilin yang menyala dan ditutup rapat. Hal tersebut untuk menciptakan

kondisi yang anaerob yaitu ditandai dengan lilin yang padam. Selanjutnya

difermentasi selama 7 hari, kemudian dilakukan pengamatan. Untuk ulangan

(29)

ulangan pertama. Diagram proses pembuatan joruk dapat dilihat pada Gambar

2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan joruk yang telah dimodifikasi.

Sumber: Data Primer, 2013.

Ikan wader Air

Pembersihan dan pencucian

Penirisan Air

Penimbangan ikan wader (100 g)

Penambahan garam 15% (b/b)

Penambahan gula aren sesuai perlakuan

Penambahanan nasi 10% (b/b)

Pencampuran

Penyimpanan dalam wadah bersih dan tertutup

Fermentasi selama 7 hari pada suhu ruang

(30)

22 E. Pengamatan

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah derajat keasaman (pH), total

asam, total bakteri asam laktat (BAL), total mikroba, total volatile nitrogen

(TVN), dan kadar air joruk. Selanjutnya perlakuan terbaik dilakukan uji

proksimat (kadar protein, kadar lemak dan kadar abu) dan uji organoleptik yang

meliputi kenampakan, warna, aroma, dan rasa.

1. Derajat keasaman (pH)

Penentuan pH menggunakan pH meter berdasarkan metode dari Apriyantono

dkk. (1989). Sampel ditimbang sebanyak 5 g lalu dimasukkan ke dalam 10 ml

aquades, kemudian dihomogenkan. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi

selama 15–30 menit hingga stabil. Elektroda dibilas dengan aquades dan

dikeringkan dengan kertas tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam

media ekstrak ikan. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai

diperoleh pembacaan yang stabil. Sebelum pengukuran sampel, pH-meter

distandarisasi dengan buffer fosfat pH 7 dan pH 4. Tahap-tahap yang harus

dilakukan dalam standarisasi pH-meter sama dengan cara pengukuran sampel.

2. Total asam laktat

Penentuan total asam laktat dilakukan menggunakan metode titrasi dari

Apriyantono dkk. (1989). Sampel sebanyak 10 g dihancurkan dengan blender,

kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. Aquades ditambahkan ke

(31)

disaring. Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan 2–3 tetes indikator fenolftalein,

kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah

muda. Perhitungan total asam sebagai persen asam laktat menggunakan

rumus :

% Asam Laktat = V x N x FP x 90 x 100% B

Keterangan : V = Volume larutan NaOH (ml)

N = Normalitas larutan NaOH (0,1N)

B = Berat contoh (g)

FP = Faktor pengenceran 0,04

(0,04 = 10 gr dalam 250 ml = 1gr dalam 25 ml)

90 = Berat molekul asam laktat

3. Total bakteri asam laktat (BAL)

Pengujian total BAL dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan dari

Fardiaz (1989). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang berisi larutan pengencer berupa garam fisiologis 0,85% steril sebanyak 9

ml sehingga diperoleh suspensi sampel dengan pengenceran 10-1 sampai

dengan pengenceran 10-10. Sebanyak 1 ml sampel masing-masing pengenceran

10-8,10-9, dan 10-10 dipipet dan dimasukkan ke dalam masing-masing cawan

petri steril, kemudian dituang media MRS agar steril sebanyak ± 15 ml

(32)

24 atau seperti angka 8 di atas meja. Setelah media agar memadat, cawan

dibungkus dengan kertas lalu diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 36°C

–37°C selama 48 jam. Jumlah total bakteri asam laktat dihitung (skala 30–300

koloni) dan dinyatakan dalam cfu/g.

Total Bakteri Asam Laktat = jumlah koloni terhitung x 1 Faktor Pengenceran

4. Total mikroba

Pengujian total mikroba dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan dari

Fardiaz (1989). Sebanyak 1 g sampel diencerkan dengan 9 ml larutan garam

fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah disterilisasi. Pengenceran ini dihitung

sebagai pengenceran 10-1. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan

melarutkan 1 ml larutan hasil pengenceran 10-1 dengan 9 ml larutan garam

fisiologis dan dihitung sebagai pengenceran 10-2 dan seterusnya sampai dengan

pengenceran 10-12. Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing pengenceran

10-10, 10-11, dan 10-12 dipipet dan dimasukkan ke dalam masing-masing cawan

petri steril, kemudian dituang PCA steril sebanyak ± 15 ml (dilakukan secara

duplo untuk tiap pengenceran) dan digoyangkan secara merata atau seperti

angka 8 di atas meja. Setelah media agar memadat, cawan dibungkus dengan

kertas lalu diinkubasi posisi terbalik pada suhu 36°C–37°C selama 48 jam.

(33)

Total Mikroba= jumlah koloni terhitung x 1 Faktor Pengenceran

5. Total volatil nitrogen (TVN)

Analisis Total Volatil Nitrogen dilakukan dengan metode titrasi dari

Apriyantono dkk. (1989). Sampel ditimbang 100 g dan ditambahkan TCA

(Tricloro Acetic Acid) 5% sebanyak 300 ml dan dihancurkan dengan blender

sampai homogen lalu disaring. Kemudian ekstrak TCA 5 ml ditambahkan

NaOH 2 N sebanyak 5 ml lalu didestilasi. Destilat ditangkap dengan 15 ml

HCl 0,01 M. Kemudian indikator pp sebanyak 2 tetes ditambahkan lalu

dititrasi dengan NaOH 0,01 M standar hingga larutan berwarna oranye yang

bertahan selama 15 detik (Titrasi I). Perhitungan menggunakan rumus :

Keterangan : 14 = bobot atom nitrogen

V1 = volume NaOH 0,01 N pada titrasi I

W = jumlah air yang ada dalam bahan (g)

M = berat sampel (g)

6. Kadar air

Pengujian kadar air dilakukan dengan pengeringan menggunakan oven

(34)

26 menit dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 3 g sampel

dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven dengan

suhu 105oC selama 3–5 jam. Kemudian sampel dalam cawan porselen

didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang hingga didapat

berat konstan dengan selisih penimbangan kurang dari 0,2 mg. Kadar air

dihitung dengan rumus:

Keterangan : a= berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)

b= berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)

c= berat sampel (g)

7. Kadar protein

Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan cara Makro-Kjeldahl

dari Sudarmadji dkk. (1997). Sampel yang telah ditimbang sebanyak 1 g,

selanjutnya dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian

ditambahkan 7,5 g K2S2O4, 0,35 g HgO, dan ditambahkan 15 ml H2SO4 pekat.

Kemudian semua bahan dalam labu Kjeldahl dipanaskan dalam lemari asam

sampai berhenti berasap. Pemanasan diteruskan dengan api besar sampai

mendidih dan cairan menjadi jernih. Pemanasan diteruskan hingga lebih

kurang 1 jam lalu didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquades

dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn,

(35)

larutan NaOH 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es

perlahan-lahan.

Setelah itu, labu Kjeldahl dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan

perlahan-lahan hingga dua lapisan cairan tercampur kemudian dipanaskan sampai

mendidih. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml

larutan standar HCl (0,1 N) dan 5 tetes indikator metil merah. Destilasi

dilakukan hingga destilat yang tertampung sebanyak 75 ml. Destilat

selanjutnya dititrasi dengan standar NaOH (0,1 N) hingga berwarna kuning.

Larutan blanko dibuat dengan mengganti bahan dengan aquades dan dilakukan

destruksi, destilasi, dan titrasi seperti bahan pada sampel. Perhitungan %N

yaitu sebagai berikut:

(ml NaOH blanko ̶ ml NaOH contoh)

% N = x N NaOH x 14,008 g contoh x 10

% Protein = % N x faktor konversi

Keterangan: NaOH = Normalitas NaOH

14,008 = Berat atom nitrogen

8. Kadar lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan dengan ekstraksi menggunakan soxhlet

berdasarkan metode dari Sudarmadji dkk. (1997). Sebanyak 2 g bahan yang

(36)

28 dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet dalam thimble. Air pendingin

dialirkan melalui kondensor dan tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi

soxhlet dengan pelarut petroleum eter secukupnya selama 4 jam. Setelah

residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan selama 2 jam

dengan pelarut yang sama. Petroleum eter yang telah mengandung ekstrak

lemak dan minyak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan

diketahui beratnya kemudian diuapkan dengan penangas air sampai agak pekat.

Pengeringan diteruskan dalam oven (1000C) sampai berat konstan. Berat

residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak.

9. Kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan metode gravimetri dari Sudarmadji

dkk. (1997). Analisis kadar abu ditentukan dengan menimbang sisa mineral hasil

pembakaran organik pada suhu 550oC. Pengukuran kadar abu dilakukan dengan

menimbang sampel sebanyak 3–5 g dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan

yang telah mencapai berat konstan. Cawan dan sampel dimasukkan ke dalam

tanur untuk diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Cawan dikeluarkan dari

dalam tanur setelah suhu tanur di bawah 100 oC dan dimasukkan ke dalam

desikator lalu ditimbang sampai didapatkan berat konstan. Kadar abu ditentukan

dengan rumus :

Berat abu (g)

(37)

10. Pengujian sifat sensori

Penilaian sifat sensori joruk dilakukan dengan pengamatan terhadap

kenampakan, aroma, dan rasa secara inderawi. Metode pengujian yang

digunakan yaitu menggunakan metode pengujian deskriptif (Nurainy dan

Nawansih, 2006). Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih dengan

jumlah panelis 8 orang (Nurainy dan Nawansih, 2006). Panel yang dipilih

adalah panel yang pernah atau sering mengkonsumsi ikan yang difermentasi

(seperti bekasam dan rusip). Langkah pengujian sifat sensori dilakukan

melalui dua tahap. Tahap pertama dilakukan diskusi panel untuk merumuskan

serta menyamakan persepsi mengenai atribut sensori (meliputi: warna, aroma,

rasa, dan kenampakan) joruk yang akan diuji. Selanjutnya pada tahap kedua

panelis melakukan penilaian terhadap atribut sensori joruk. Panelis

menentukan intensitas dari masing-masing parameter yang diuji dengan

menggunakan garis skala 1–10 yang telah disediakan di lembar kuisioner

(lampiran).

F. Pemilihan perlakuan terbaik

Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada hasil pengamatan terhadap

parameter total BAL joruk yang dihasilkan. Perlakuan terbaik dipilih yang

memiliki total BAL tinggi dan secara statistik berbeda nyata. Perlakuan terbaik

tersebut selanjutnya diuji kandungan protein, lemak, abu, dan sifat sensorinya

(38)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat

diambil adalah sebagai berikut :

1. Penambahan konsentrasi gula aren yang berbeda menunjukkan hasil yang

berbeda pada beberapa parameter.

2. Perlakuan terbaik diperoleh pada penambahan 30% gula aren (berdasarkan

nilai total BAL tertinggi) dengan kriteria sifat kimia dan mikrobiologi joruk

yaitu pH 5,92, total asam laktat 2,88%, total BAL 10,54 log cfu/g, total

mikroba 11,80 log cfu/g, TVN 156,32 mg/100g, dan kadar air 56,92%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk memperhatikan proses pembuatan

joruk yaitu pada tahap pencampuran bahan dipastikan pengadukan tidak

(39)
(40)

9. Kadar abu ... 28

10. Pengujian sifat sensori... 28

F. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Derajat Keasaman (pH) ... 30

B. Total Asam Laktat ... 32

C. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 35

D. Total Mikroba ... 38

E. Total Volatil Nitrogen (TVN) ... 40

F. Kadar Air ... 42

G. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN Lembar kuisioner pengujian sifat sensori joruk ... 56

Data pengujian sifat sensori joruk perlakuan terbaik ... 57

Tabel 13–40 ... 58

Gambar 3–27 ... 72

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 160 hlm.

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 125 hlm.

Alamendah. 2010. Ikan Wader Jenis dan Macamnya http://alamendah.org/2010 /06/08/ikan-wader-jenis-macamnya/. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Andry,H. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran Elektrokardiogram (ECG). Jakarta. 322 hlm.

Anihouvi, V.B., G.S. Ayernor, J.D. Hounhouigan, and E.S. Dawson. 2006. Quality Characteristics of Lanhouin: A Traditionally Processed Fermented Fish Product in The Republic of Benin. African Journal of Food

Agriculture Nutrition and Development 6 (1): 1–15.

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani: Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu. Jakarta. 273 hlm.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati., Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 233 hlm.

Ariyanto, D.H., F. Hidayatulloh, dan J. Murwono. 2013. Pengaruh Penambahan Gula terhadap Produktivitas Alkohol dalam Pembuatan Wine Berbahan Apel Buang (Reject) dengan Menggunakan Nopkor MZ.11. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(4): 226–232.

Australian Food Standards Code. 2001. Australian Food Standards Code for Fish and Fish products (2nd Edition). Australia New Zealand Food Authority. 215 hlm.

Baharuddin, M. Muin, dan H. Bandaso. 2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) sebagai BahanPembuatan Gula Putih Kristal. Jurnal Perennial 3(2):40-43.

Buckle, K.A., R.A. Edwar, G.H. Fleet, M.M. Woodon. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan. UI-Press. Jakarta. 365 hlm.

(42)

51

Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Data Primer. 2013. Informasi tentang Joruk dari 10 Responden pada tanggal 7– 13 Oktober 2013.

Desniar, I. Rusmana, A. Suwanto, and N.R. Mubarik. 2013. Characterization of Lactic Acid Bacteria Isolated From an Indonesian Fermented Fish

(Bekasam) and Their Antimicrobial Activity Against Pathogenic Bacteria. Department of Aquatic Product Technology. Faculty of Fisheries and Marine Sciences. Bogor. Emir. J. Food Agriculture 25 (6): 489-494.

Djatmiko,W.A. 2008. Gambar Ikan Wader.http://jv. wikipedia. org/wiki/ Gambar:Lunjar_070909_0180_rwg.jpg. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Duya, N. 2008. Ichtiofauna Perairan di Sungai Musi Kejalo Curup Bengkulu. Jurnal Gradien 4(2):394-396.

Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm.

Godam. 2012. Isi Kandungan Gizi Nasi. http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-nasi-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013.

Goutara dan S. Wijandi. 1980. Dasar-dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Hadiyanti, M.R., M. Rizky, dan P.R. Wikandari. 2013. Pengaruh Konsentrasi dan Penambahan Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 sebagai Kultur Starter terhadap Mutu Produk Bekasam Bandeng (Chanos chanos). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Surabaya. Jurnal Kimia 2 (3):136–143.

(43)

Hermansyah. 1999. Konsentrasi Garam dan Karbohidrat dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Bekasam Kering Ikan Mas (Ciprinuscarpio) (Tesis S2). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heruwati, S.E. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian 21(3): 92–99.

Howlett, J. 2008. Functional Foods: From Science to Health and Claims. International Life Sciences Institute Europe.ISBN 9789078637110.

Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. USA: IFT Press.Blackwell Publishing.473 hlm.

Indrayana, Y. Ikan Wader Bintik Dua. http://fwflovers.blogspot.com/2012/12/ ikan-wader-bintik-dua.html. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013.

Kalista, A., A. Supriadi, dan S.H. Rachmawati. 2012. Bekasam Ikan Lele

Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Penggunaan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya. Jurnal FishtecH 1(1): 102–110.

Kerr, M., P.P Lawicki, S. Aguirre, and C. Rayner. 2002. Effect of Storage Conditions on Histamine Formation in Fresh and Canned Tuna. State Chemistry Laboratory Food Safety Unit. Department of Human Service. Werribee: 5–20.

Koesoemawardani, D, Yuliana, N dan Susilawati. 2006. Optimasi Proses Fermentasi Rusip Menggunakan Bakteri Asam Laktat. Laporan Penelitian Riset Grand TPSDP Batch I. Universitas Lampung.

Koeseomawardani, D. 2007. Analisis Sensori Rusip dari Sungailiat-Bangka. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 12(2): 36–39.

Koesoemawardani, D., Susilawati dan N. Irawan. 2011. Karakteristik Rusip Akibat Suhu dan Lama Pemanasan Gula Aren yang Berbeda. Prosiding Seminar Hasil. Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. ISBN: 978.979.8510-22.9: 97–106.

(44)

53

Lahtinen, S., A.C. Ouwehand, S.Salminen, and A.V. Wright. 2012. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspects. CRC Press and Francis Group.ISBN 978-1-4398-3677-4.761 hlm.

Lempang, M. 2012. Pohon Aren dan Manfaat Produksinya. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Info Teknis EBONI9 (1): 37–54.

Marga. 2011. Bekasam Makanan Asli Orang Kubu Palembang. http://www. fishyforum.com/fishysalt/fishydine/44638-bekasam-makanan-asli-orang-kubu-palembang.html. Diakses pada tanggal 29 September 2013.

Maruli, A. 2012. Seluang Goreng di Pinggir Sungai Musi. http://www. antaranews.com/berita/345189/seluang-goreng-di-pinggir-sungai-musi. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013.

Muchtadi, R.T. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Penerbit Alfabeta. Bogor. 320 hlm.

Murtini, T.J., E. Yuliana, Nurjanah, dan S. Nasran. 1997. Pengaruh Penambahan Starter Bakteri Asam Laktat pada Pembuatan Bekasam Ikan Sepat

(Trichogaster trichopterus) terhadap Mutu dan Daya Awetnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia III(2):71–82.

Nisa, C.F., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Seleksi Sub Letal Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolat dan Konsentrasi Sukrosa sebagai Krioprotektan). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Teknologi Pertanian 9 (1): 40–51.

Nurainy, F. dan O. Nawansih. 2006. Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 123 hlm.

Nurcahyo, H. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurhayati. 1996. Mempelajari Kontribusi Flavor Gula Merah pada Pembentukan Flavor Kecap Manis (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(45)

Pato, U. 2003. Potensi Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Dadih untuk Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. Jurnal Natur Indonesia 5(2)ISSN 1410-9379:162–166.

Poedjiadi, A. dan F.M.T. Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 472 hlm.

Rhee, J.S., J-E.Lee.,dan C-H. Lee. 2011. Importance of Lactic Acid Bacteria in Asian Fermented Foods. BioMed Central Ltd. Netherlands.

Rochmi. N. 2013. Gula dan Karbohidrat Apa Bedanya. http://www.tempo.co/ read/news/2013/10/16/060521907/gula-dan-karbohidrat-apa-bedanya. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Sahlin, P. 1999. Fermentation as a Method of Food Processing Production of Organic Acids, pH-Development and Microbial Growth in Fermenting Cereals. Division of Applied Nutrition and Food Chemistry. Lund Institute of Technology. Lund University. 63 hlm.

Salminen, S., A.V. Wright and A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspects Third Edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc..Cimarron Road Monticello New York.ISBN: 0-8247-5332-1. 628 hlm.

Sastra, W. 2008. Fermentasi Rusip. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soetrisno, S.S.U. dan R.R.S. Apriyantono. 2005. Mutu Gizi dan Keamanan Bekasam Produk Fermentasi Ikan Teri secara Spontan dan Penambahan Kultur Murni. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan28(1):38–42.

Sudarmadji, S.,B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 160 hlm.

Sukmawardani, P.A., T. Setyawardani, dan T.Y. Astuti. 2013. Nilai pH, Jumlah Mikroba, Jumlah Bakteri Asam Laktat Keju Probiotik yang Dibuat dengan Tiga Level Kultur Bakteri Asam Laktat. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525–530.

(46)

55

Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sumardi, S.R. 2008. Keragaman Mikroorganisme Selama Proses Fermentasi Bekasam Ikan Mas (Cyprinuscarpio) (Skripsi). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit UNESA University Press. ISBN : 978-602-8915-50-2. 43 hlm.

Tsakalidou, E. dan K. Papadimitriou. 2011. Stress Responses of Lactic Acid Bacteria. Food Microbiology and Food Safety. Springer Science and Business Media. New York. ISBN 978-0-387-92770-1. 530 hlm.

Wikandari, R.P., Suparmo, Y. Marsono, dan E.S. Rahayu. 2012. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Proteolitik pada Bekasam. Jurnal Natur Indonesia 14(2):120–125.

Zaelani, A.2012. Kandungan Gizi pada Ikan. http:// penyuluhankelautan

Gambar

Gambar 1. Ikan Wader.
Tabel 1. Komposisi nilai giz iIkan Wader dalam 100 g daging.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi nasi (100 g).
Tabel 3. Komposisi nilai gizi gula aren (100 g).
+3

Referensi

Dokumen terkait

penambahan jahe serta gula aren dengan konsentrasi yang berbeda. Daya simpan selai krokot dengan pewarna sari buah naga merah dan. penambahan jahe serta gula aren dengan konsentrasi

Rumusan dalam penelitian ini yaitu bagaimana uji organoleptik dan daya simpan selai buah naga dengan penambahan gula aren dan bubuk cengkeh dengan konsentrasi yang

Hasil uji potensi antibakteri isolat BAL dari rusip ikan teri dengan perlakuan penambahan gula aren cair yang berbeda terhadap bakteri gram positif S.. aurues

KUALITAS NATA DE CASSAVA LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN LAMAi. FERMENTASI

Berdasarkan daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa penambahan gula aren memberikan pengaruh terhadap kadar vitamin C manisan empulur nanas

organoleptik spesifikasi rasa dendeng ikan sepat siam dengan penambahan gula merah aren yang berbeda setiap perlakuan.. Padmawinata, Penerbit

Bahan baku pembuatan abon berupa daging merupakan bahan utama sedangkan bahan tambahan berupa santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, dan minyak goreng,

Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna gula semut menunjukkan bahwa gula semut dari nira aren dengan perlakukan lama waktu