• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Gula Putih dengan Gula Merah dan Penambahan Santan terhadap Mutu Abon Jamur Tiram

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Gula Putih dengan Gula Merah dan Penambahan Santan terhadap Mutu Abon Jamur Tiram"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jamur Tiram

Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu yang banyak tumbuh pada media kayu, baik kayu gelondongan ataupun serbuk kayu, limbah hasil hutan, hampir semua kayu keras, tongkol jagung dan lainnya, juga pada ilalang, sampah tebu dan sampah sagu. Di Indonesia jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dibudidayakan. Bentuk yang membulat, lonjong, dan agak melengkung serupa cangkang tiram menyebabkan jamur kayu ini disebut jamur tiram. Jamur ini tidak beracun dan boleh dimakan, rasanya juga lezat dan memiliki kandungan nutrisi serta protein yang tinggi dengan kandungan lemak yang rendah (Maulana, 2005). Gambar jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Cahyana, dkk., (2001) klasifikasi lengkap tanaman jamur tiram adalah sebagai berikut :

Kingdom : Mycetea Divisi : Amastigomycotae Filum : Basidiomycotae Kelas : Hymenomycetes Ordo : Agaricales Famili : Pleurotaceae Genus : Pleurotus

(2)

Gambar 1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) atau yang dikenal juga dengan jamur mutiara seperti yang terlihat pada Gambar 1 memiliki bagian tubuh yang terdiri dari akar semu (rhizoid), tangkai (stipe), insang (lamella), dan tudung (pileus/cap) (Suriawiria, 1993). Jamur tiram memiliki ciri-ciri fisik seperti permukaannya yang licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih. Jamur tiram memiliki diameter tudung yang menyerupai cangkang tiram berkisar antara 5-15 cm, jamur ini dapat tumbuh pada kayu-kayu lunak dan pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut, spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena dapat merusak miselia jamur dan tumbuhnya buah jamur. Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan suhu 15 - 30 oC, pada pH 5,5 - 7 dan kelembaban 80% - 90% (Achmad dkk., 2011).

(3)

dibanding daging ayam. Jamur tiram mudah diolah menjadi makanan siap konsumsi seperti rendang jamur, pepes jamur, abon jamur, sate jamur, dan sup jamur. Jamur tiram merupakan sumber protein alternatif pengganti daging yang lebih sehat karena tidak mengandung kolesterol ataupun lemak jahat sehingga sesuai bagi konsumen vegetarian dan penderita hiperkolesterol.

Komposisi Kimia Jamur Tiram

Jamur tiram dapat menjadi sumber protein alternatif karena memiliki 9 asam amino esensial. Kandungan protein pada jamur tiram setara dengan daging dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan protein pada beras, gandum, maupun susu sapi. Kandungan serat pada jamur tiram berupa lignoselulosa yang cukup tinggi sehingga baik dikonsumsi untuk diet (Chazali dan Pratiwi, 2009). Jamur tiram terdiri dari 72% asam lemak tidak jenuh sehingga aman dikonsumsi penderita hiperkolesterol. Vitamin penting yang terdapat pada jamur tiram, terutama vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), niasin, dan ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D (Sumarmi, 2006). Komposisi kimia jamur tiram putih dan komposisi asam amino jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi kimia jamur tiram putih per 100 gram bahan

No. Kandungan gizi Jumlah

1 Kalori (energi) 354,1 kal

2 Protein 27,1%

3 Karbohidrat 57,6%

4 Lemak 1,7%

5 Serat 7,5%

6 Mineral 6,1%

7 Air (%bb) 73,7%

(4)

Tabel 2. Kandungan asam amino jamur tiram putih per 100 gram protein

Total asam amino esensial 45,8

Sumber : Achmad, dkk., (2011).

Jamur juga merupakan sumber vitamin seperti tiamin, niasin, biotin (B12), dan asam askorbat.Kandungan mineral yang terdapat dalam jamur cukup tinggi terutama kalium, posfor, natrium, kalsium, dan besi. Kadar nilai vitamin dan mineral yang terkandung dalam jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan vitamin dan mineral jamur tiram putih per 100 gram bahan

Vitamin Kadar (mg) Mineral Kadar (mg)

(5)

bahan campuran dalam pembuatan abon. Proses pembuatan abon yaitu perebusan, pencabikan, pembumbuan, penggorengan, dan pengepresan (Fachruddin, 1997).

Komposisi gizi yang dimiliki abon cukup baik untuk dikonsumsi sebagai makanan ringan ataupun lauk pauk. Abon juga memiliki rasa yang lezat serta berbentuk kering sehingga lebih tahan lama saat disimpan. Pengolahan abon cukup mudah karena menggunakan bahan baku yang mudah didapat serta menggunakan alat-alat yang sederhana. Proses pengolahan abon juga mudah untuk diterapkan di tingkat rumah tangga. Bahan baku pembuatan abon berupa daging merupakan bahan utama sedangkan bahan tambahan berupa santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, dan minyak goreng, digunakan untuk menambah cita rasa produk, mengawetkan, dan memperbaiki penampakan produk (Fachruddin, 1997).

Abon memiliki warna cokelat keemasan yang menarik. Warna cokelat pada abon merupakan akibat adanya penambahan gula dan penggunaan bahan baku berupa sumber protein sehingga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard. Reaksi ini merupakan reaksi pencokelatan non enzimatis yang merupakan reaksi antara protein dengan gula-gula pereduksi (Muchtadi, dkk., 1992). Aroma abon yang khas berasal dari sejumlah bahan yang ada dalam lemak dan bersifat menguap saat dipanaskan. Aroma abon juga dipengaruhi oleh kombinasi gula, garam, dan bumbu yang ditambahkan pada proses pengolahan (Purnomo, 1995).

(6)

(Alik, dkk., 2014). Rasa abon yang disukai konsumen adalah rasa gurih yang disebabkan adanya kandungan asam-asam amino pada protein serta lemak yang terkandung di dalam makanan (Sari, dkk., 2009). Rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lainnya (Fachruddin, 1997).Adapun syarat mutu abon dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Syarat mutu abon daging

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan kenampakan :

c. Salmonella koloni/25 g Negatif

(7)

Tabel 5. Standar industri Indonesia untuk abon No 0368-80,0368-85

Bahan yang Ditambahkan pada Pembuatan Abon Jamur Tiram

Gula

Gula merupakan istilah umum yang digunakan sebagai bahan pemanis makanan. Selain sebagai pemanis, penggunaan gula juga berperan sebagai

pengawet karena mempengaruhi aktivitas air pada bahan pangan (Buckle, dkk., 1987). Penambahan gula pada bahan makanan dapat menyebabkan

timbulnya warna kecokelatan yang merupakan akibat dari adanya reaksi karamelisasi. Karamelisasi merupakan reaksi pencokelatan non enzimatis yang menunjukkan adanya reaksi akibat pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencokelatan ini sengaja dibuat untuk menimbulkan warna, aroma, dan cita rasa khas yang dikehendaki (Winarno, 1992).

(8)

tebu atau gula bit yang telah dimurnikan atau dibersihkan. Selain memiliki rasa yang manis, gula juga memiliki sifat higroskopis yaitu kemampuan menyerap air dalam bahan pangan sehingga dapat berperan sebagai pengawet yang memperpanjang umur simpan makanan (Cahyo dan Hidayati, 2006).

Gula merah adalah gula yang berwarna kekuningan atau kecokelatan dan terbuat dari cairan nira yang dikumpulkan dari pohon kelapa, aren, tebu, atau lontar. Gula kelapa adalah gula merah yang paling banyak ditemui dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap manis, dodol, dan kue. Gula merah mengandung air sebanyak 10,86%, sukrosa 76%, dan senyawa lainnya (lemak, protein, kalium, dan posfor) sebanyak 13%. Gula merah kelapa memiliki warna yang lebih cokelat dan lebih kotor dibanding gula aren (Depkes RI, 1992).

Gula merah yang ditambahkan dalam pembuatan abon harus memenuhi syarat konsentrasi tertentu. Umumnya dalam 1 kg daging yang akan diolah menjadi abon ditambahkan 50-60 g gula merah (Purnomo, 1995). Penggunaan gula merah akan mempengaruhi cita rasa, tekstur, serta penampilan abon yang dihasilkan. Pada proses pembuatan abon, gula dan protein akan mengalami reaksi Maillard sehingga menimbulkan warna kecokelatan yang dapat menambah daya tarik abon. Adapun komposisi kimia gula merah dan gula putih dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi kimia gula merah dan gula putih per 100 gram bahan

(9)

Santan

Santan merupakan emulsi lemak dalam air yang diperoleh dari daging kelapa segar. Santan yang diperoleh berwarna putih dan memiliki kepekatan yang dipengaruhi oleh ketuaan kelapa dan penggunaan air yang ditambahkan. Santan memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi sehingga dapat menambah cita rasa produk menjadi lebih gurih dan meningkatkan nilai gizi produk yang dihasilkan. Penambahan santan kelapa pada pembuatan abon akan menghasilkan abon yang lebih disukai konsumen dibanding abon yang tidak ditambahkan santan (Fachruddin, 1997).

Daging kelapa yang diparut dan kemudian diperas dengan ditambahkan sedikit air akan menghasilkan cairan putih yang dinamakan santan. Kualitas santan dipengaruhi oleh nutrisi daging buah kelapa. Santan memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik namun mudah mengalami kerusakan dan ketengikan disebabkan kandungan lemak yang tinggi (Prihatini, 2008). Adapun komposisi kimia santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia santan kelapa per 200 ml bahan

No. Komposisi Jumlah

1. Kalori (kkal) 264

2. Protein (%) 4,2

3. Lemak (%) 25

4. Karbohidrat (%) 5,54

5. Natrium (mg) 15

6. Kalium (mg) 263

7. Air (%) 54,9

Sumber : Srihari, (2010).

Bumbu

(10)

atau rempah dengan komposisi yang tepat selain akan menghasilkan makanan

yang baik dan enak juga akan menghasilkan makanan yang awet (Yustina, dkk., 2012).

Garam atau senyawa kimia bernama NaCl yang lebih dikenal dengan istilah garam dapur merupakan bahan yang ditambahkan pada makanan untuk memperbaiki cita rasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam sebanyak 2-3% dapat memperbaiki tekstur, warna, dan rasa. Pemberian garam dalam konsentrasi rendah (1-3%) pada makanan tidak bersifat membunuh mikroorganisme, namun garam dapat mempengaruhi aktivitas air dari bahan yaitu menurunkan aktivitas air sehingga kadar air bahan menurun (Wibowo, 2009).

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan salah satu rempah yang ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan aroma, cita rasa, serta daya awet makanan. Komposisi kimia bawang putih terdiri dari 60,9-67,8% air, 3,5-7% protein, 0,3% lemak, 24-27,4% karbohidrat, 0,7% serat, dan sejumlah kecil vitamin dan mineral (Palungkun dan Budiarti, 1999). Bawang putih memiliki aroma khas yang berasal dari senyawa allicin, yodium, serta sulfur yang tinggi. Selain menyebabkan timbulnya bau khas bawang putih, senyawa allicin juga berperan dalam mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung karena memiliki kemampuan membunuh bakteri dan antiinflamantori. Bawang putih juga dapat berperan sebagai antibiotik, antioksidan, serta antifungal karena mengandung senyawa alliin (Wirakusumah, 2000).

(11)

protein, dan 0,3 g lemak (Setiawan, 2014). Aroma dan rasa khas bawang merah berasal dari senyawa sulfenic acid, ammonia, dan pyruvate yang merupakan hasil dari terjadinya reaksi antara senyawa S-alk(en)yl cysteine sulfoxides dengan oksigen yang dikatalis oleh enzim allinase (Brewster, 2008).

Merica atau lada (Piper nigrum) digunakan sebagai penyedap dan pengawet makanan. Rempah satu ini memiliki aroma dan cita rasa khas pedas dan mengandung senyawa kimia berupa saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dan minyak lada. Lada juga mengandung zat besi, vitamin K, mangan, dan senyawa eteris berupa sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak pada masakan. Senyawa lainnya yang terdapat dalam lada adalah resin yang dapat memberikan aroma harum dan khas untuk digunakan sebagai bumbu atau parfum (Yustina, dkk., 2012). Dalam 100 g lada terkandung 13 g air, 11,5 g protein, dan 6,8 g lemak (Setiawan, 2014).

Ketumbar memiliki ciri serupa lada namun berukuran lebih kecil, memiliki warna lebih cokelat, dan memiliki rasa yang tidak pedas. Aroma ketumbar tajam seperti lada dan berasal dari minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Minyak atsiri memiliki sifat antibakteri dan antimikroba sehingga dapat mencegah makanan dari penurunan mutu akibat aktivitas mikroba. Ketumbar memiliki khasiat untuk mengobati pencernaan, meredakan influenza,

wasir, haid tidak lancar, sariawan, tekanan darah tinggi, dan lain-lain (Yustina, dkk., 2012).

(12)

Kemiri memiliki kandungan minyak yang dapat digunakan untuk memperkuat cita rasa makanan dan juga baik untuk kesehatan (Setiawan, 2014).

Cara Pembuatan Abon

Prinsip pembuatan abon meliputi tujuh tahapan yaitu penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan, pencabikan atau penghancuran, pencampuran bumbu, penggorengan, penirisan minyak atau pres, dan pengemasan (Alik, dkk., 2014 dan Fachruddin, 1997). Penyiangan dan pencucian bahan dilakukan sampai bersih untuk menghasilkan bahan yang berkualitas baik kemudian dilanjutkan pengukusan atau perebusan yang bertujuan untuk mempermudah proses pencabikan atau penghancuran sehingga diperoleh tekstur serat-serat yang halus (Alik, dkk., 2014).

Bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, kemiri, dan lada dihaluskan dan ditumis bersama dengan daun salam, sereh, dan garam. Bumbu tersebut kemudian dicampurkan dengan bahan yang telah disuir-suir, gula, serta santan kental, dan kemudian digoreng dengan minyak hingga berwarna kuning kecokelatan (Alik, dkk., 2014). Penggorengan merupakan tahap yang paling kritis sehingga harus dilakukan dengan benar. Suhu penggorengan tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi karena akan menyebabkan bahan menjadi hangus (Desrosier, 1988).

(13)

dapat diminimalkan, dan penanganan selanjutnya lebih mudah. Bahan pengemas yang sesuai untuk abon adalah yang tidak tembus air dan memiliki permeabilitas rendah sehingga abon tidak mudah teroksidasi dan tengik (Fachruddin, 1997).

Penelitian Sebelumnya

Diastaputri, dkk., (2012) telah melakukan penelitian tentang pembuatan abon dari jamur tiram dengan tiga perlakuan yaitu abon jamur tiram tanpa perlakuan (F1), abon jamur tiram dengan hasil akhir dipres (F2), dan abon jamur tiram dengan hasil akhir dioven (F3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan abon jamur tiram tanpa perlakuan (F1) menghasilkan rendemen terbesar yaitu 66,7%. Dari segi sifat sensoris, F3 memiliki penilaian kenampakan dan tekstur yang terendah karena berwarna lebih gosong dan tekstur yang terlalu kering akibat pengovenan. Dari segi aroma, semua perlakuan tidak berbeda nyata karena aroma yang dihasilkan sama-sama khas dari bahan dan bumbu-bumbu yang digunakan. Dan dari segi rasa, F1 merupakan perlakuan terbaik karena cita rasa yang dihasilkan lebih baik.

(14)

Cahyono dan Yuwono, (2015) telah melakukan penelitian tentang pembuatan bumbu gado-gado instan dengan penambahan santan yang berbeda. Proporsi santan yang ditambahkan adalah 0%, 5%, dan 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan santan memberikan pengaruh nyataterhadap parameter kimia seperti kadar air dan kadar lemak bumbu gado-gado instan. Semakin tinggi proporsi santan yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air dan kadar lemak bumbu gado-gado instan yang dihasilkan. Perlakuan terbaik bumbu gado-gado instan adalah penambahan santan 5% dengan kadar air sebesar 11,68%, kadar lemak 25,34%, dan menghasilkan warna, aroma, serta rasa yang lebih disukai oleh panelis.

Zaroroh, (2013) telah melakukan penelitian tentang pembuatan abon keong sawah dengan penggunaan gula yang berbeda yaitu 20% dan 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak gula yang ditambahkan maka warna abon akan semakin gelap, aroma abon semakin tidak khas, tekstur serat abon semakin berkurang, kekeringan abon semakin meningkat, tekstur abon semakin menggumpal, rasa abon semakin manis dan kurang gurih. Perlakuan terbaik adalah penggunaan gula 20% yang memiliki kandungan protein sebesar 18,75% dan lemak sebesar 23,06%.

(15)

kesukaan panelis menunjukkan bahwa semakin banyak gula merah yang ditambahkan maka warna, aroma, dan rasa produk semakin disukai.

Lubis, (2010) telah melakukan penelitian tentang pembuatan abon ikan gulamah dengan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 50 g, 100 g, dan 200 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi gula yang berbeda memberikan pengaruh terhadap rendemen, warna, rasa, tekstur. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka semakin tinggi rendemen, semakin cokelat warna, semakin manis rasa, dan semakin kering serta menggumpal abon yang dihasilkan. Penambahan gula sebanyak 50 g menghasilkan abon dengan warna, aroma, rasa, dan tekstur yang lebih disukai.

Husna, dkk., (2014) telah melakukan penelitian tentang pembuatan dendeng ikan leubiem dengan jenis gula berbeda yaitu gula pasir (B1) dan gula merah (B2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dendeng dengan penambahan gula merah lebih tinggi dari pada dendeng dengan penambahan gula pasir. Jenis gula memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar protein dan aroma dendeng yang dihasilkan.

Gambar

Gambar 1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
Tabel 1. Komposisi kimia jamur tiram putih per 100 gram bahan
Tabel 2. Kandungan asam amino jamur tiram putih per 100 gram protein
Tabel 4. Syarat mutu abon daging
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar,

Mempelajari pengaruh penam- bahan bahan pengawet pada nira aren (Arenga pinnata Merr) terhadap mutu gula merah, gula semut, sirup nira dan gula putih yang dihasilkan.. Muchtadi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kualitas dan nilai organoleptik abon daging burung

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa abon ikan nila dengan penambahan jamur tiram putih memberikan pengaruh nyata pada nilai rupa, aroma,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa abon ikan nila dengan penambahan jamur tiram putih memberikan pengaruh nyata pada nilai rupa, aroma,

Diharapkan dengan adanya penambahan pasta santan kelapa dan pasta kacang pada gula merah tebu dapat meningkatkan kualitas mutu gula merah tebu karena pada pasta

Sosis udang merupakan produk yang dibuat dari komponen daging udang, bahan curing seperti garam, gula, bahan pengisi, cairan, bumbu yang dibungkus dalam

Sosis udang merupakan produk yang dibuat dari komponen daging udang, bahan curing seperti garam, gula, bahan pengisi, cairan, bumbu yang dibungkus dalam