Oleh:
RAJA MILYANIZA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis saya yang berjudul :
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
RAJA MILYANIZA SARI. Business Development Prospect Of Cloves Oil Distillation In Maluku (SRI HARTOYO as Chairman, YUSMAN SYAUKAT as Member of Advisory Commitee).
Maluku is one of the provinces which have become the target region for national of business development of Clove Oil Distillation (COD), due to its considerably high potential of people’s clove plantation. The potency of the resources is only one of the determining factors for sucsess of COD business development in Maluku, therefore, study on the prospect of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors in holistic manner is important to be conducted. The objectives of this study were: (1) analyzing the carrying capacity of external and internal factors for developing COD business in Maluku: (2) analyzing the strategy of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors. Research result showed that carrying capacity of external and internal factors for COD business development in Maluku relatively high as reflected from following items: indicators value of business feasibility, competitiveness of clove oil wich was relatively high and comparison of total score of matrices internal Factors Evaluation (IFE) dan external Factors Evaluation (EFE). Business development strategy for COD which can be implemented in accordance with strategi alternatives as recommended by result linear programming analysis and mapping on matrices internal and external (I-E), was business development CODS3 or COD business by using Distillation Equipment Capacity (DEC) of 100 kilograms of stainless steel type in each regency (district) in accordance with availability of possessed resources, because this could optimize the use resources and provide the maximum profit as compared to other kinds of DEC. Keyword: business development cloves oil distillation (COD), internal-external
RAJA MILYANIZA SARI. Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku (SRI HARTOYO, sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Maluku adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi perkebunan cengkeh yang cukup besar. Potensi sumberdaya ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pengembangan usaha PMC di Maluku, oleh karena itu kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik penting untuk dilakukan. Penelitian Ini bertujuan untuk: (1) menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dengan menggunakan analisis kelayakan usaha, analisis daya saing dan analisis matrik EFI dan EFE, dan (2) menganalisis strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis LP dan analisis matriks I-E.
Hasil penelitian menunjukkan daya dukung faktor internal – eksternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku relatif cukup tinggi berdasarkan: : (1) nilai indikator kelayakan usaha PMC pada berbagai kapasitas olah dan jenis alat suling menunjukkan NVP lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar SDR yang berlaku dan PBP yang lebih kecil dari umur ekonomis usaha PMC, (2) daya saing minyak cengkeh Maluku relatif tinggi ditunjukan oleh DRCR dan PCR yang lebih kecil dari satu, dan masih dapat ditingkatkan dengan pengembangan jenis dan kapasitas alat suling yang efektif dan efisien, dan (3) Total skor matriks IFE dan EFE, yang menunjukkan total skor terboboti dari semua parameter variabel kekuatan dalam pengembangan usaha PMC di Propinsi Maluku lebih besar dari total skor terboboti dari semua parameter variabel kelemahan (1.4:0.81), dan total skor terboboti dari semua parameter variabel peluang lebih besar dibandingkan dengan total skor terboboti dari semua parameter variabel ancaman (1.55:0.92). Adapun strategi pengembangan usaha PMC yang direkomendasikan berdasarkan analisa LP dan Matriks I-E relatif memiliki tingkat kesamaan tinggi. Analisa LP merekomendasikan Alternatif strategi pengembangan usaha PMCs3 atau usaha PMC menggunakan KAS 100 kilogram pada tiap kabupaten sesuai ketersediaan bahan baku yang dimiliki, karena dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan memberikan keuntungan yang maksimal dibandingkan penggunaan KAS lainnya. Pemetaan pada matrik I-E merekomendasikan 2 strategi yaitu: (1) strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dapat dilakukan melalui kegiatan memperluas usaha pada lokasi yang berbeda, memperluas pasar, fasilitas produksi dan teknologi melalui joint ventures atau kemitraan, dan (2) strategi stabilitas adalah menjalankan strategi yang telah ditetapkan tanpa mengubah arah strategi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB
Raja Milyaniza Sari
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Raja Milyaniza Sari
Nomor Pokok : A151050011
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1974 sebagai anak
keempat dari lima bersaudara pasangan R.M.K. Marpaung dengan Hj. N. Yahya.
Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 1 Poka Ambon pada tahun
1987, kemudian pendidikan menengah di SMPN.7 Ambon 1990 dan SMUN 3
Ambon pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikannya di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Pattimura Ambon dan meraih gelar sarjana pada tahun 1999.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pattimura sejak Desember
2002. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui
beasiswa BPPS dari DIKTI dan di masa studi S-2 tahun 2006. Penulis menikah
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
atas pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis Program
Magister Sains. Tesis ini berjudul “Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan
Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku”.
Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku
Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberi saran,
bimbingan dan sumbangan pemikiran dari awal penulisan proposal hingga
penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen penguji luar komisi. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Unpatti dan Dekan Fakultas Pertanian Unpatti atas kesempatan yang
diberikan untuk menempuh pendidikan.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian, dan seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dalam
menjalani perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah
Pascasarjana, IPB.
3. Dr. Ir. Wardis Girsang, Dr. Ir. Max Pattinama, Ir. Shelly Pattipeiluhu, Msi.,
Abdullah Sialana Spi., Suryadi, S.Sos., Mientje Lewa, S.Sos.,
Hasan Latarissa S.Sos., Saad Sanusi dan Seblun Tiwery, SH., yang telah
bersedia menjadi responden penentu faktor internal dan eksternal dalam
penelitian ini.
4. Staf dan penyuluh lapang Dinas Pertanian, Perindag dan Baristand
responden yang telah membantu penulis memperoleh data dan informasi
untuk penulisan ini.
5. Teman-teman di EPN angkatan 2005 (Mariyah, Ahmad Yousuf Kurniawan,
Wiji, Betrixia Barbara, Pini Wijayanti, Novindra, Zuraidah, Dewi Nurasih, Zais
M. Samiun, Aprilaila Sayekti, Zednita Azriani, M. Yadjid, Budi Sulistyo, Tono,
Veralianta Sebayang, Andri Meiriki, Ranthy Pancasasty dan Rumna), EPN
angkatan 2004 dan 2006 (Andi Thamrin), teman-teman sekost (mbak wati,
erna, dian dan yuanna) atas bantuan dan dorongan semangat yang
diberikan.
6. Ayahanda R.M.K. Marpaung dan Ibunda Hj.N.Yahya, kakak-kakakku (Milyan,
Milvan dan Milwan) dan adikku Dedi yang telah memberikan dukungan moril
dan do’a.
7. Pihak-pihak lain yang namanya tidak disebutkan di sini, namun telah banyak
membantu penulis dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan hormat
kepada suami tercinta Djoko Murtiono yang telah memberikan dukungan moril
dan materil, perhatian, kesabaran dan do’a yang tulus ikhlas sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan tesis ini
kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang
bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya.
Bogor, Mei 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Tinjauan Teoritis ... 8
2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal... 8
2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha ... 9
2.1.1.2. Konsep Daya Saing ... 11
2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha... 15
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 16
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21
III. METODE PENELITIAN ... 24
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
3.2. Metode Pengambilan Contoh ... 24
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 25
3.4. Metode Analisis ... 25
3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku... 26
3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 26
3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh... 26
3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Evaluasi Faktor Eksternal... 29
3.4.2. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan
Minyak Cengkeh ... 31
3.4.2.1. Analisis Linier Programming... 31
3.4.2.2. Analisis Matriks Internal – Eksternal ... 34
VI. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 35
4.1. Kondisi Fisik Wilayah... 35
4.2. Kondisi Penduduk... 37
4.3. Kondisi Perekonomian ... 40
4.4. Kondisi dan Potensi Tanaman Cengkeh ... 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
5.1. Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku ... 44
5.1.1. Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 44
5.1.2. Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku ... 47
5.1.3. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 50
5.1.3.1. Faktor Kekuatan ... 51
5.1.3.1. Faktor Kelemahan ... 55
5.1.3.1. Faktor Peluang ... 62
5.1.3.1. Faktor Ancaman ... 66
5.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ... 69
5.2.1. Penentuan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 69
5.2.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
7.1. Kesimpulan ... 77
7.2. Saran ... ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN ... ... 83
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan
Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh... 4
2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004 ... 6
3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur Dalam Analisis Ekonomi dan Finansial ... ... 10
4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya Asing ... ... 29
5. Penilaian Skor Terbobot Faktor Internal dan Ekternal ... 30
6. Luas Lahan Potensial per Sub-sektor di Provinsi Maluku... ... 36
7. Jumlah Penduduk di Provinsi Maluku Per Kabupaten/Kota ... 37
8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota ... 39
9. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2004 .... ... . 39
10. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDRB Provinsi Maluku... 40
11. Data Potensi Industri Kecil-Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal di Provinsi Maluku Tahun 2004 ... 41
12. Luas Areal, Jumlah Petani dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat di Provinsi Maluku Tahun 2004 ... ... 42
13. Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku Tahun 2001-2005 ... 43
14. Karakteristik Usaha PMC... 45
15. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMC... ... 46
16. Hasil Analisis Kelayakan Finasial Usaha PMC... 47
17. Hasil Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Berdasarkan Kategori ... ... 49
18. Faktor Strategis Internal - Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... ... 50
19. Luas Areal dan Produksi Cengkeh, dan Potensi Ketersedian
Bahan Baku Minyak Cengkeh Per Kabupaten Tahun 2005 ... ... 52
20. Karakteristik Pengusaha PMC Maluku ... ... 56
21. Nilai per Unit Alat Suling, Nilai Bantuan per RTU dan Frekwensi
Produksi per Tahun ... ... 61
22. Perbedaan Minyak Cengkeh Berdasarkan Jenis Alat Suling ... .... 65
23. Perkembangan Harga Cengkeh dan Minyak Cengkeh Tahun 1999 – 2005 ... 66
24. Standar Mutu Minyak Daun Cengkeh Menurut SNI 1991 Dan Minyak Cengkeh Maluku 1997 ... 68
25. Ketersediaan Bahan Baku dan Alokasi Dana Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Pada 6 Kabupaten di
Provinsi Maluku... ... 70
26. Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis
Stainless Steel) dengan Sofware LINDO... 71
27. Matriks EFI Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku... 73
28. Matriks EFE Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku... ... 74
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor ... 14
2. Kerangka Pemikiran Penelitian... 23
3. Matriks I - E ... 34
4. Perbandingan Potensi Lahan, Lahan yang telah dimanfaatkan dan
Lahan yang belum dimanfaatkan untuk Sub-sektor Perkebunan.….. ... 36
5. Matriks I – E untuk Pengembangan Agroindustri Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku.….. ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peta Propinsi Maluku... 84
2. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel... 85
3. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 85
4. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 86
5. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 86
6. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel) ... 87
7. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 87
8. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 88
9. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ... 88
10. Nilai KURS Tengah Dollar terhadap Mata Uang Rupiah
Tahun 1999 -2007... ... 89
11. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)... 90
12. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 90 13. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 91 14. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... ... 91 15. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)... 92
16. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 92
17. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... 93
18. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Pada PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ... ... 93
19. Responden Penentu Faktor Strategis Internal – Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Propinsi Maluku ... ... 94
20. Rekapitulasi Penentuan Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ... 95
21. Rekapitulasi Penentuan Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal . ... 95
22. Bagan Proses Penyulingan Minyak Cengkeh ... 96
23. Model Matematis dan Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis Stainless Steel) dengan Sofware LINDO... ... 97
24. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Internal ... ... 99
25. Rekapitulasi Peringkat Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ... .. 100
26. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Eksternal ... ... 101
27. Rekapitulasi Peringkat Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal ... 101
1.1. Latar Belakang
Secara umum potensi sumberdaya nasional dan daerah adalah agribisnis
dalam arti luas. Potensi tersebut merupakan keunggulan komparatif (comparative
advantage) dan merupakan landasan yang kuat bagi terbangunnya keunggulan kompetitif (competitive advantage) bagi pengembangan ekonomi nasional dan daerah. Jika potensi tersebut didayagunakan secara optimal, maka
perekonomian yang dibangun akan memiliki landasan yang kokoh pada
sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdaya-guna bagi
seluruh masyarakat (Rencana Pembangunan Pertanian, 2004).
Terkait pendayagunaan potensi nasional dan daerah dalam upaya
pengembangan ekonomi nasional dan daerah, serta menghadapi era liberalisasi
perdagangan, pembangunan sektor rill saat ini diarahkan pada tujuh sasaran
utama, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama golongan
ekonomi lemah melalui pemberdayaan kekuatan ekonomi rakyat,
(2) meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor non migas,
(3) menciptakan stuktur industri yang kuat yang mampu memanfaatkan
keunggulan komparatif untuk mencapai keunggulan kompetitif, (4) menciptakan
sektor agribisnis dan agroindustri yang tangguh sebagai landasan menuju era
industrialisasi, (5) mencapai daya saing produk domestik yang tinggi melalui
peningkatan produktivitas dengan mempercepat inovasi dan diseminasi teknologi
tepat guna, (6) mencapai standar mutu yang diterima pasar global, dan
(7) menciptakan pembangunan ekonomi rakyat berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Salah satu potensi sumberdaya nasional dan daerah yang diidentifikasi
Minyak Cengkeh (AMC). Penilaian ini berdasarkan ketersediaan bahan baku dan
kecenderungan peningkatan permintaan atau penggunaan minyak cengkeh di
pasar domestik maupun dunia. Minyak cengkeh (cloves oil) adalah salah satu jenis minyak atsiri (essential oil) yang dapat diperoleh dengan mengekstrasi bunga, gagang dan daun tumbuhan cengkeh. Minyak cengkeh yang diproduksi di
Indonesia umumnya adalah minyak cengkeh yang berasal dari daun dan gagang
tanaman cengkeh.
Pada awalnya sebagian besar produksi minyak cengkeh adalah untuk
kebutuhan ekspor, namun beberapa tahun terakhir pemakaian minyak cengkeh
domestik semakin meluas yaitu: (1) sebagai produk subtitusi bunga cengkeh
pada pabrik rokok kretek (PRK), yang mencapai 25 persen dari konsumsi bunga
cengkeh PRK dan diprediksikan akan meningkat sebesar 5 persen pertahunnya
sebagai akibat penurunan produksi dan sifat produksi tanaman cengkeh yang
fluktuatif (tidak menjamin kontinuitas jumlah suplai), dan (2) sebagai bahan baku
pestisida nabati untuk pertanian organik dan obat-obatan herbal yang beberapa
tahun belakangan tumbuh dengan pesat sebagai dampak dari tingginya
kesadaran masyarakat domestik dan dunia untuk mengkonsumsi produk-produk
bebas residu kimia, dimana kebutuhannya diperkirakan mencapai 2.49 ribu ton
pertahun dan di prediksikan akan meningkat lebih besar dari 5 persen tiap
tahunnya1. Kondisi ini menggambarkan minyak cengkeh memiliki prospek pasar yang baik di dalam maupun diluar negeri, dan sebagai negara dengan luas areal
tanaman cengkeh terbesar dunia Indonesia berpeluang menguasai pasar minyak
cengkeh domestik maupun dunia melalui pengembangan AMC nasional.
Menurut data statistik Food and Agriculture Organization (2004), Indonesia memiliki luas areal tanaman cengkeh terbesar di dunia yakni sekitar 241.86 ribu
1
hektar atau lebih dari 70 persen dari luas areal tanaman cengkeh dunia, disusul
secara berturut-turut oleh Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Indonesia juga
merupakan penghasil bunga dan minyak cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun
2000 - 2002 dari rata-rata 2.08 ribu ton minyak cengkeh yang beredar di pasar
dunia, Indonesia memasok rata-rata 1.32 ribu ton atau sebesar 63.5 persen,
dengan harga Cost Insurance Freight (CIF) berkisar antara US$ 0.77 – 7.11 per kilogram2.
Harga ekspor minyak cengkeh Indonesia di pasar dunia relatif fluktuatif tiap
tahunnya dan sangat tergantung pada harga bunga cengkeh. Walaupun
demikian harga minyak cengkeh di pasar domestik relatif stabil, dimana pada
awal tahun 2002 harga minyak cengkeh mencapai Rp 29.5 ribu, pada tahun 2003
berfluktuasi antara Rp 23 ribu - 25 ribu per kilogram, dan cenderung stabil pada
harga Rp 29.5 ribu per kilogram pada tahun 2004. Relatif stabilnya harga minyak
cengkeh domestik adalah sebagai akibat tingginya permintaan industri domestik
terhadap produk minyak cengkeh dan turunannya3.
Penyebaran areal tanaman cengkeh dan jumlah tanaman cengkeh
perhektar di Indonesia tahun 2004, menunjukkan ada 12 Provinsi berpotensi
besar dalam pengembangan AMC nasional, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Berdasarkan kajian prospek pengembangan AMC Indonesia yang dilakukan oleh
BPPP Deptan (2005), ketersediaan bahan baku membuat Indonesia tetap masih
berpeluang untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun untuk memenuhi
target tersebut Indonesia dalam 15 tahun ke depan, paling sedikit dibutuhkan 600
unit usaha Penyulingan Minyak Cengkeh (PMC) dengan nilai investasi Rp. 158
2
http://www.Litbang.Deptan.Go.Id/Special/Komoditas/Files/Cengkeh.Pdf [14/09/2006] http://www.beritabumi.com/ beritabumi-cetak/html[04/01/2007]
3 Proses metilasi dan dimetilasi minyak cengkeh menghasilkan eugenol murni dan isoeugenol,
juta per unit, yang ditujukan untuk meningkatkan produksi baik berupa:
(1) tambahan unit usaha PMC di daerah sentra industri dan daerah baru yang
memiliki potensi pengembangan usaha PMC, dan (2) rehabilitasi usaha PMC
yang telah ada.
Tabel 1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Daerah Pengembangan Usaha PMC
Areal TM (ribu ha)
Populasi TM (pohon/ha)
Jumlah Usaha
(Unit)
NAD 15.47 168 35
Lampung 3.12 77 5
Jabar dan Banten 15.37 174 40
Jateng 15.17 163 45
Jatim 17.88 76 45
Bali 15.80 66 35
Sulsel 32.51 81 80
Sulut dan Gorontalo 33.25 257 75
Sulteng 31.41 126 100
Maluku 23.57 105 40
Provinsi lain 38.31 100
Indonesia 241.86 600
Sumber : BPPP Deptan, 2005
Keseluruhan uraian di atas menunjukkan peluang pengembangan usaha
PMC dapat menjadi salah satu upaya dalam pengembangan ekonomi nasional
dan daerah. Namun agar pengembangannya dapat efektif dan efisien, sesuai
kondisi dan kebutuhan di tiap daerah yang teridentifikasi, maka prospek
pengembangan usaha PMC di tiap daerah tersebut perlu dipelajari dan dikaji
secara komprehensif.
1.2. Perumusan Masalah
Potensi ketersediaan bahan baku minyak cengkeh di Provinsi Maluku
cukup besar yaitu mencapai 127.64 ribu ton per tahun, adapun potensi yang
dimanfaatkan untuk memproduksi minyak cengkeh baru mencapai 11 persen
(Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005). Kondisi ini
belum dimanfaatkan dalam usaha PMC ataupun usaha lainnya yaitu sebesar 89
persen dari potensi ketersediaan bahan baku yang ada.
Pada umumnya usaha PMC yang ada di Provinsi Maluku adalah
merupakan industri kecil dengan menggunakan dua jenis peralatan penyulingan
yaitu: (1) alat suling tradisional, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan
kayu dan (2) alat suling modern, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan
nonstainless steel dan stainless steel. Penyulingan secara tradisional telah
berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda dan pada saat ini relatif jarang
ditemui, sedangkan penyulingan modern dikenal mulai tahun 1995.
Produksi minyak cengkeh Maluku pada tahun 2004 adalah sebesar 480
ton. Sebagian besar produksi minyak cengkeh Maluku digunakan untuk
memenuhi permintaan konsumen di luar daerah Maluku, sedangkan sebagian
kecil produksi diolah dan dikemas lebih lanjut oleh beberapa perusahaan
agroindustri terkait yang berada di Provinsi Maluku dalam bentuk minyak gosok
dan dijual ke berbagai daerah dengan harga yang bervariasi.
Harga minyak cengkeh Maluku di pasar dunia relatif lebih tinggi (khususnya
dalam bentuk minyak gosok) jika dibandingkan harga minyak cengkeh dari luar
daerah Maluku, hal ini dikarenakan opini yang telah lama terbentuk yaitu:
kepulauan Maluku merupakan kawasan dimana tanaman cengkeh berasal dan
minyak cengkeh pertama kali diproduksi (Guenther, 1950 dalam Kardinan, 2005). Harga minyak cengkeh curah tahun 2004 ditingkat penyuling berkisar antara Rp
25 - 35 ribu perkilogram, sedangkan harga minyak cengkeh yang telah dikemas
sebagai minyak gosok pada berat netto 100 mililiter berkisar antara Rp 10 – 12.5
ribu atau Rp 75 ribu per kemasan 1 kilogram.
Ketersediaan bahan baku, kecenderungan permintaan yang meningkat dan
kondisi harga yang relatif stabil seharusnya dapat memacu perkembangan
relatif lambat. Berdasarkan data jumlah industri kecil menengah berbahan baku
tanaman lokal di Provinsi Maluku Tahun 1996 – 2004 (Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Maluku), diketahui bahwa dalam kurun waktu 8 tahun
pertambahan unit usaha PMC relatif kecil dibandingkan usaha industri lainnya,
seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Di Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004
Tahun No. Kapupaten/ Jenis Industri
1994 2004 1.Maluku Tengah*
Minyak Kayu Putih 1 3
Minyak Cengkeh 30 31
Minyak Atsiri* 12 32
Minyak Kelapa - 1
2.Seram Bagian Timur
Gula Merah 1 1
3.Pulau Buru
Minyak Kayu Putih 98 168
Gula Merah - -
4.Maluku Tenggara Barat
Minyak Kayu Putih 7 27
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005
Keterangan: * tergabung Kabupaten Seram Bagian Barat yang pada saat itu masih dalam persiapan pemekaran
Kondisi ini membuktikan bahwa prospek pengembangan usaha PMC tidak
cukup hanya dilihat dari ketersediaan bahan baku dan peluang yang terjadi
seperti peningkatan permintaan dan harga produk relatif tinggi. Oleh karena itu
kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik
penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana daya dukung faktor internal dan eksternal dalam pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku ?
2. Bagaimana strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
2. Menganalisis Strategi Pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang prospek pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku.
2. Memberikan rekomendasi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian tentang prospek pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku, meliputi: (1) analisa daya dukung faktor internal dan ekternal
dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku melalui tahapan: analisa
kelayakan usaha PMC , analisa daya saing minyak cengkeh Maluku dan analisis
matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) atau Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix dan matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) atau External Factor Evaluation (EFE) Matrix, dan (2) analisa strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, meliputi: analisis linier programing dan analisis matriks Internal –
External. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu terkait dengan minimnya data
sekunder tentang minyak cengkeh atau usaha PMC nasional maupun daerah,
maka tiap analisis yang dilakukan hanya terbatas pada data tersedia dan
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal
Berbicara mengenai prospek pengembangan suatu usaha pada suatu
tempat berarti kita membicarakan dua hal yaitu potensi dan peluang. Potensi
sangat terkait dengan faktor-faktor mempengaruhi usaha tersebut atau faktor
internal daerah lokasi usaha yang meliputi antara lain: (1) kondisi sumber daya
alam, (2) lingkungan bisnis, (3) industri terkait dan pendukung, (4) permintaan
domestik, dan (5) faktor tenaga kerja, sedangkan peluang terkait dengan faktor
diluar faktor internal atau yang dikenal sebagai faktor eksternal yang umumnya
meliputi harga dan permintaan di pasar dunia atau di luar daerah tersebut
(Bappenas (2004) dan Joesron (2001)).
Menurut Gittinger (1986), faktor internal daerah pengembangan atau lokasi
usaha merupakan faktor dominan yang menentukan berhasil tidaknya suatu
pengembangan usaha. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
lokasi usaha adalah faktor-faktor yang dimiliki (faktor internal) lokasi tersebut,
antara lain: keadaan geografis, iklim, ketersediaan input dan pasar output,
kegiatan industri terkait atau pendukung, infrastuktur dan aspek sosial budaya
masyarakat setempat. Tarigan (2003) juga kurang lebih mengemukakan hal yang
sama, bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
usaha adalah ketersediaan bahan baku, upah tenaga kerja, jaminan keamanan,
infrastuktur, daya serap pasar lokal dan aksesibilitas pasar yang dituju, dan
kebijakan pemerintah setempat.
Menurut Tarigan (2005), penetapan lokasi industri sendiri terkait dengan
dua sudut pandang, yaitu: (1) sudut pandang pengusaha, yang melihat lokasi
kelayakan finansial, dan (2) sudut pandang pemerintah dalam arti “good
goverment” tidak hanya melihat dari segi keuntungan semata, tetapi cenderung pada apakah industri tersebut sesuai untuk dikembangkan pada lokasi tersebut
terkait dengan ketersediaan sumberdaya, efektif dan efisien dalam upaya
pembangunan ekonomi berkelanjutan dan apakah memberikan nilai tambah
yang optimal dari segi finansial maupun ekonomi.
Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan
gambaran kondisi suatu daerah atau usaha. Setidaknya ada dua bagian pada
faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan persaingan yaitu
kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal
diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan
ancaman bagi pengembangan suatu usaha. Faktor eksternal berupa peluang
pasar merupakan gelanggang yang menarik untuk melakukan kegiatan industri di
mana hanya industri yang mampu bersaing yang dapat bertahan dan
berkembang. Faktor eksternal disamping memberikan peluang, juga dapat
memberikan ancaman, misalnya jika terjadi penurunan harga dan perubahan
nilai mata uang pada tingkat kondisi yang tidak diharapkan.
2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha
Daya dukung faktor internal pada suatu daerah seperti ketersediaan input
produksi, kebijakan pemerintah yang mendukung dan pasar lokal sangat
berpengaruh terhadap kelayakan usaha di tempat tersebut, atau dapat dikatakan
kelayakan usaha di suatu daerah merupakan gambaran daya dukung faktor
internal daerah terhadap usaha tersebut. Umumnya ada dua jenis analisa yang
dipakai dalam menilai kelayakan suatu usaha yaitu analisa ekonomi dan analisa
finansial. Dalam analisa ekonomi yang diperhatikan adalah manfaat yang
(the social return), sedangkan dalam analisa finansial yang diperhatikan adalah manfaat diberikan oleh suatu usaha bagi pihak-pihak terlibat langsung dalam
usaha tersebut (the privat return). Fokus analisa yang berbeda menyebabkan kedua analisa ini juga memiliki penilaian yang berbeda terhadap beberapa unsur
yaitu: harga, subsidi, pajak, upah tenga kerja, dan bunga modal, seperti yang
terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur dalam Analisis Ekonomi dan Finansial
Perbedaan Unsur
Analisis Ekonomis Analisis Finansial 1. Harga Harga yang dipakai adalah
harga bayangan (shadow price*)
Harga yang dipakai adalah harga pasar (market price) setempat.
2. Subsidi Subsidi merupakan biaya. Besarnya subsidi menambah manfaat usaha
3. Pajak Pajak tidak diperhitungkan dalam biaya industri.
Besarnya pajak
diperhitungkan sebagai biaya usaha.
4. Bunga modal
Besarnya bunga modal biasanya tidak diperhitungkan sebagai biaya.
Bunga modal dibedakan atas: - Bunga yang dibayarkan
kreditor dianggap sebagai biaya.
- Untuk bunga modal tidak dianggap sebagai biaya 5. Upah
tenaga Kerja
Upah yang digunakan adalah upah bayangan (shadow wages*)
Upah yang digunakan adalah upah yang berlaku setempat.
Sumber : Gittinger, 1985., Kadariah, 1985 dan Gray et al., 1992 Keterangan: * harga yang mencerminkan opportunity cost-nya
Menurut Gittinger (1985) dan Gray et al. (1992), cara penilaian industri jangka panjang yang banyak diterima sehubungan dengan analisis kelayakan
ekonomi dan finansial adalah analisis aliran kas yang didiskonto atau Discounted Cash Flow Analysis (DCF) dengan memakai kriteria investasi. Asumsi kunci yang dipakai dalam dalam analisa DCF adalah uang yang berada sekarang lebih
berharga daripada jumlah uang yang sama di masa yang akan datang oleh
compounding, sedangkan untuk mengkonversi nilai uang masa depan kenilai sekarang menggunakan metode discounting pada tingkat bunga sosial atau
Social Discount Rate (SDR) yang sama, sedangkan jenis kriteria investasi yang umum dipakai yaitu: (1) Net Present Value (NPV), (2) Internal Rate of Return (IRR), (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP).
Menurut Aliluddin (2006), pada dasarnya kriteria investasi tersebut diatas
konsisten satu sama lain, artinya jika dievaluasi dengan kriteria NPV dan kriteria
lainnya akan menghasilkan rekomendasi yang relatif sama, tetapi informasi
spesifik yang dihasilkan akan berbeda. Oleh karena itu dalam prakteknya
masing-masing kriteria sering dipergunakan secara bersamaan dalam rangka
mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dari perilaku suatu investasi
usaha.
2.1.1.2. Konsep Daya Saing
Konsep keunggulan bersaing dalam perdagangan suatu komoditas atau
produk antar wilayah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Konsep
yang pertama dimulai dari keunggulan absolut dari Adam Smith (1776) yang
menyatakan bahwa dua negara akan mendapatkan keuntungan dari
perdagangan apabila dengan faktor-faktor alamiahnya masing-masing negara
dapat mengadakan suatu produk yang lebih murah dibandingkan dengan
memproduksinya sendiri. Dengan kata lain, suatu wilayah dapat memperoleh
keuntungan dari perdagangan apabila total biaya sumber daya untuk
memproduksi suatu barang secara absolut lebih rendah dari biaya sumber daya
untuk memproduksi barang yang sama di negara lain. Oleh karena itu, menurut
konsep tersebut, setiap negara hendaknya mengkhususkan diri untuk
memproduksi barang-barang yang paling efisien yaitu barang-barang yang
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa ternyata dua wilayah
masih mendapatkan keuntungan dari perdagangan bahkan apabila salah satu
negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi semua
komoditas atau produk. Dipicu oleh realitas tersebut, kemudian muncul konsep
keunggulan komparatif dari David Ricardo (1817) yang menyatakan bahwa
apabila suatu wilayah dapat memproduksi masing-masing dua barang dengan
lebih efisien dibandingkan dengan wilayah lainnya, dan dapat memproduksi
salah satu dari kedua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya
wilayah tersebut mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara
komparatif lebih efisien, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan absolut
terbesar. Sebaliknya, wilayah yang memiliki efisiensi yang lebih rendah
hendaknya mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara
komparatif lebih rendah inefisiensinya yaitu komoditas yang paling rendah dalam
ketidakunggulannya (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).
Selanjutnya, muncul konsep keunggulan kompetitif yang merupakan
penyempurnaan dari konsep keunggulan komparatif. Pada konsep keunggulan
kompetitif, keunggulan suatu wilayah tidak hanya bersumber dari faktor alamiah
saja. Konsep keunggulan kompetitif yang terkenal adalah konsep yang
dicanangkan oleh Porter (1990), yang mengemukakan bahwa daya saing suatu
industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat
atribut yang dimilikinya, yaitu: (1) kondisi faktor, (2) kondisi permintaan, (3)
industri terkait dan penunjang, dan (4) strategi, struktur, dan persaingan
perusahaan, yang terkenal dengan sebutan “The Diamond of Porter”. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta
kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan
koordinasi antar atribut tersebut, kesemuanya akan mempengaruhi kemampuan
Sinergis dengan Potter (1990), Cho (1994) mengemukakan bahwa dalam
dunia dimana bahan baku, modal dan tenaga kerja bergerak diseluruh batas
wilayah, keunggulan komparatif saja tidak menentukan daya saing internasional.
Daya saing juga tidak boleh diukur dari pangsa pasar suatu negara dalam pasar
dunia, karena suatu negara dapat saja meningkatkan pangsa pasarnya dengan
menurunkan harga misalnya melalui subsidi tetapi daya saing internasionalnya
tidak selalu menguat. Daya saing juga tidak boleh diukur berdasarkan faktor
harga atau bukan harga. Harga yang meningkat terlihat melemahkan daya saing
internasional sebuah negara, namun dalam kenyataannya negara dengan daya
saing internasional yang kuat dapat meningkatkan harga produknya. Status
kualitas, daya tahan, rancangan dan kepuasan konsumen digunakan untuk
mengevaluasi daya saing bukan harga, tetapi tidak ada bukti empiris untuk
membuktikan pengaruhnya. Faktor harga dan bukan harga bukanlah penyebab
tetapi merupakan hasil dari daya saing internasional sebuah negara.
Konsep terakhir mengenai daya saing yang dikembangkan Cho dan Moon
(2003) dapat menjelaskan mengapa tiap ahli pada zamannya dan pada lokasi
berbeda mendefinisikan daya saing secara berbeda pula, konsep ini dikenal
sebagai model sembilan faktor yang merupakan model penyempurnaan dari
model diamond yang dikemukakan oleh Potter (1990). Model sembilan faktor
mengemukaan bahwa daya saing internasional ditentukan oleh 4 faktor
fisik-sumber daya yang dianugrahkan yang keseluruhannya dimobilisasi dan
dikendalikan oleh keempat faktor manusia. Kedelapan faktor ini memainkan
peran yang berbeda dalam tahap yang berbeda dalam pembangunan
perekonomian suatu wilayah atau negara yaitu: (1) tahap awal, dimana
persaingan terbatas pada sumber daya yang dianugrahkan, dalam kondisi ini
suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk
pertumbuhan, industri memerlukan politisi dan birokrat yang bersedia
mendukung bisnis secara sistematis melalui berbagai kebijakan yang
mendukung, (3) tahap kedewasaan, inovasi muncul dalam proses manufaktur,
pengembangan produk dan organisasi bisnis, dimana industri mencakup
persaingan penuh dari perusahaan domestik maupun asing dan persaingan akan
merangsang pengembangan produk dan perbaikan kualitas, dan (4) tahap
penurunan, industri yang gagal mempertahan inovasi akan memasuki tahap
penurunan, untuk memperbaiki kondisi ini diperlukan manajer yang profesional.
Daya saing internasional suatu industri diperkuat dan diperlemah oleh berbagai
peluang dan peristiwa atau faktor eksternal yang merupakan faktor ke sembilan.
Untuk lebih jelas pembagian sembilan faktor penentu daya saing dalam tahap
pembangunan perekonomian sebuah negara dapat dilihat pada Gambar 1.
[image:31.595.118.504.402.733.2]Ti ng kat daya s ai ng in tern asi o n al
Gambar 3. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor
Tahap Tahap awal Tahap
bertumbuh
Tahap dewasa Tahap
Penurunan 4 Faktor Fisik Sumber daya
Alam Lingkungan Bisnis Industri terkait dan Pendukung Permintaan domestik 4 Faktor Manusia
Pekerja Politisi dan
Birokrat Para wirausahawan Para manajer dan profesional Faktor Eksternal Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa Peluang dan peristiwa
Contoh: Sebagian besar
negara Afrika dan beberapa negara Asia dan Amerika latin Thailand Filipina Indonesia Korea, Taiwan, Hongkong, Singapura, Spanyol dan Brazilia Amerika Serikat, Jepang dan Negara-negara Eropa barat
Sebagian besar wilayah Indonesia berdasarkan konsep model sembilan
faktor berada pada tahap awal dan pertumbuhan, dimana daya saing masih
dominan ditentukan olah keunggulan komparatif atau sumber daya yang
dianugrahkan dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Dalam kondisi ini
suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk
yang memiliki biaya produksi terendah atau berharga lebih rendah dan
memerlukan kebijakan pemerintah yang mendukung. Oleh karena itu pendekatan
keunggulan komparatif dan kompetitif dengan metode DRCR dan PCR masih
cukup sesuai untuk menilai daya saing produk industri Indonesia.
2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha
Menurut Kotler (1997), hasil analisis faktor internal dan eksternal dapat
dipakai untuk mengetahui posisi dan menyusun strategi pengembangan usaha
kedepan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam suatu usaha
dalam kaitannya dalam tujuan jangka panjang, program tidak lanjut dan prioritas
alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 2006), selanjutnya
menurut Porter (1998), strategi adalah alat penting untuk mendapatkan
keunggulan bersaing.
Strategi pengembangan usaha yang baik berasal dari perencanaan
strategis yang baik pula, yaitu suatu proses analisis, perumusan dan evaluasi
strategi-strategi, dimana tujuan utama dari dari perencanaan strategis adalah
mencari kesesuaian aktivitas-aktivitas usaha dengan kondisi internal-eksternal
yang mempengaruhi pengembangan usaha. Jadi strategi dalam pengembangan
suatu usaha penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan menghasilkan
output sesuai dengan permintaan pasar dengan dukungan optimal dari
Teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2002) dapat
dipadukan menjadi kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap, yaitu: (1)
tahap input, (2) tahap mencocokkan, dan (3) tahap keputusan. Tahap input
merupakan tahap analisis lingkungan, beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam dalam prosedur analisis lingkungan adalah: (1) menentukan relevansi
karena tidak semua faktor lngkungan berpengaruh pada suatu usaha dan (2)
menentukan tingkat relevansi dari issu strategi (strategic issue), yaitu faktor lingkungan yang mempengaruh besar terhadap usaha. Tahap mencocokkan,
mencocokkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal merupakan kunci
efektif menghasilkan alternatif strategi yang layak. Tahap keputusan, tahap
keputusan menjadi penting jika ada beberapa alternatif strategi dalam
pengembangan usaha. Pada umumnya strategi yang terpilih adalah strategi
memiliki peringkat tertinggi atau yang diramalkan dapat memenuhi tujuan dari
suatu usaha secara optimal.
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang minyak cengkeh yang telah banyak dilakukan adalah
mengenai pengujian kualitas, teknis produksi, pemisahan unsur-unsur dalam
minyak cengkeh dan pemanfaatan minyak cengkeh untuk berbagai produk
industri, sedangkan penelitian tentang terkait dengan daya dukung faktor internal
dan eksternal dalam pengembangan UKM penyulingan minyak cengkeh dan
strategi pengembangannya masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam dalam
bagian penelitian-penelitian terdahulu ini menampilkan hasil-hasil penelitian yang
memiliki kemiripan produk dan alat analisa.
Menurut Hafsah (2004), pada umumnya permasalahan yang dihadapi
oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terkait dengan faktor internal UKM
yang terbatas (3) sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun, (4) sifat produk dengan lifetime
pendek (5) lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar,
sedangkan yang terkait dengan faktor eksternal UKM antara lain meliputi: (1)
iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana
usaha, (3) implikasi otonomi daerah, dan (4) implikasi perdagangan bebas. Oleh
karena itu pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan
lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan
era otonomi daerah dan pasar bebas, atau dengan kata lain pemgembangan
UKM perlu pemikiran dalam skala global namun implentasi tindakan yang bersifat
lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan UKM.
Penelitian yang dilakukan oleh Supriatna (2004), mengenai sistem
perencanaan model pengembangan agroindustri minyak cengkeh di Sulawesi
Utara menunjukkan ketersediaan bahan baku, kemudahan pemasaran,
kemudahan transportasi, ketersediaan tenaga kerja, adanya sarana listrik,
adanya sarana air, kemudahan investasi, iklim, tersedianya unsur penunjang dan
prospek jangka panjang merupakan faktor internal penting yang sangat
berpengaruh pada kelayakan usaha minyak cengkeh pada kapasitas
penyulingan 18 ton daun cengkeh kering per harinya dengan prediksi perolehan
minyak 504 kg/hari pada rendemen penyulingan 2,8%. Secara finansial prediksi
investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik minyak cengkeh pada
kapasitas tersebut di atas adalah Rp. 863 juta, modal investasi ini diperkirakan
akan kembali selama 0.63 tahun atau 7.56 bulan dengan titik pulang pokok
10.515 ton /tahun. Hasil analisis kelayakannya menunjukkan NPV sebesar Rp.
5.35 milyar (lebih besar dari nol), nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan teknologi penyulingan
minyak di Sulawesi Utara layak untuk dilaksanakan.
Selanjutnya hasil penelitian Smallfield (2004), mengatakan bahwa ukuran
kapasitas produksi dan penggunaan teknologi yang tepat sangat penting dalam
upaya pencapaian efisiensi produksi dalam destilasi minyak atsiri atau dengan
kata lain memaksimalkan rendemen yang diperoleh. Rendemen minyak yang
dihasilkan lewat proses destilasi umumnya kecil yaitu berkisar antara 0.1 – 2
persen oleh karena itu dalam pengusahaannya sebaiknya mengolah bahan baku
dari luas areal minimal sebesar 20 hektar per unit investasi agar diperoleh
kuantitas minyak dan keuntungan yang layak.
Penelitian MacTavish (2002), mengenai studi ekonomi produksi essensial
oil di UK, menunjukkan bahwa subsidi dan tingkat bunga yang rendah berhasil
meningkatkan produksi minyak atsiri, dalam hal ini akses terhadap alat
penyulingan yang baik adalah penting mengingat harga peralatan tersebut cukup
mahal. Hal ini memungkinkan dengan melibatkan lembaga riset untuk
menciptakan alat suling yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil
penyulingan, memberikan bantuan modal kepada produsen, mengembangkan
kerjasama untuk meningkatkan output dalam skala besar, perbaikan penetrasi
pasar dan posisi tawar, pengembangan infrastuktur, industri terkait, asosiasi
pengusaha dan pusat riset minyak atsiri yang baik .
Penelitian yang dilakukan oleh Maarthen (1998), mengenai aspek ekonomi
penyulingan minyak kayu putih Pulau Buru, menunjukkan produk minyak kayu
putih Maluku memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR sebesar 0.4574,
dimana sebagian besar produksi minyak kayu putih Maluku adalah untuk
memenuhi kebutuhan domestik Indonesia.
NPV bernilai positif, IRR diatas suku bunga komersial (22 %) dan Net B/C di atas
satu. Analisisis nilai tambah pada skala optimal menunjukkan pengolahan
mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 135.65 per butir kelapa dengan
rasio nilai tambah pada proses pengolahan mencapai 75.35 persen, bagian
tenaga kerja mencapai 62.01 persen dan bagian manajemen mencapai 62.01
persen dan agar distribusi kebutuhan investasi dan modal tersebar luas, skala
optimal sebaiknya dilakukan selama 6 tahun investasi. Analisa daya dukung
faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis matrix IFE dan EFE
yang dipetakan pada diagram SWOT, menunjukkan skor parameter peluang
lebih besar dari parameter ancaman dan pengembangan agroindusti pengolahan
sabut kelapa berada pada skenario optimis dan implementasi penuh merupakan
alternatif terbaik.
Hasil analisis daya saing komoditas kedelai yang dilakukan oleh Siregar
(2003) di DAS Brantas, menyimpulkan bahwa daya saing komoditas kedelai
mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya karena produsen kedelai
membayar input lebih tinggi dari harga bayangannya dan menerima harga output
yang lebih rendah dari harga bayangannya sebagai dampak dari stuktur dan
sistem pemasaran yang tidak efisien, dan kebijakan pemerintah yang tidak
memihak pada usahatani tersebut. Kondisi berdampak pada menurunnya jumlah
petani kedelai, karena tingkat penerimaan bersih yang dicapai tidak mewakili
opportunity cost atau kurang dari 20 persen dari biaya yang dikeluarkan. Selain
itu skala usaha yang tidak ekonomis (relatif sangat kecil) membuat biaya per unit
output yang tinggi sehingga tidak memenuhi kriteria keuntungan yang rasional
untuk dilaksanakan usaha tersebut.
Hasil penelitian Astana et al. (2005), terkait jenis komoditas minyak cendana, diketahui bahwa nilai PCR minyak cendana relatif tinggi (0.76)
saing ekspor. Ekspor minyak cendana belum tergoncang jika harga inputnya
meningkat sampai 84 persen dan harga outputnya menurun sampai 10 persen.
Hasil penelitian Nurasa dan Supriatna (2005), menyimpulkan bahwa
komoditi perkebunan rakyat memiliki kelemahan mendasar, yaitu: (1) kualitas,
kuantitas dan kontinueitas pasokan hasil tidak selalu dapat mencukupi
permintaan pasar, (2) lokasi, kapasitas dan teknologi pengolahan hasil yang tidak
sesuai dengan kualitas maupun kuantitas bahan baku yang tersedia dan
permintaan pasar terhadap hasil olahan, dan (3) sistem pemasaran hasil kurang
efisien. Kelemahan ini menimbulkan beberapa implikasi yaitu: (1) sistem
agribisnis menjadi tidak efisien, biaya produk per satuan output menjadi tinggi
sehingga keunggulan komparatif menjadi rendah, dan (2) rendahnya kualitas dan
kontinuitas pasokan menyebabkan tingkat kepercayaan pembeli luar negeri
berkurang sehingga keunggulan kompetitif menjadi rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmawansyah (2003) mengenai
maksimisasi sektor ekonomi unggulan untuk menunjang peningkatan
penerimaan daerah (studi kasus di Kabupaten Takalar) dengan menggunakan
metode linier programming untuk mencari solusi optimal dalam alokasi
pemanfaatan lahan dan sumber daya yang sifatnya terbatas yang pada akhirnya
akan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dan PAD,
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang mampu
memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 22.15 persen terhadap PAD dan
PDRB. Di mana kondisi ini dapat dicapai jika penggunaan lahan di optimalkan
untuk komoditas yang memiliki tingkat produktivitas serta nilai ekonomis tinggi
dan memiliki potensi untuk dikembangkan di Takalar adalah padi, jagung, kacang
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap
pengembangan usaha PMC dalam penelitian ini menggunakan 2 pendekatan
yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam analisis dengan pendekatan
kuantitatif digunakan analisis kelayakan usaha dan analisis daya saing,
sedangkan dalam analisis dengan pendekatan kualitatif digunakan analisis
pengidentifikasian faktor internal dan eksternal.
Analisis kelayakan usaha secara umum sering dipakai dalam menentukan
layak dan tidak layaknya suatu usaha untuk dikembangkan. Suatu usaha
dikatakan layak untuk dilaksanakan jika hasil analisis kelayakannya yaitu berupa
nilai kriteria investasi yang meliputi nilai NPV, Net B/C, IRR dan Pay Back Period,
memenuhi syarat kelayakan. Namun seiring era liberalisasi perdagangan
kemudian ditemui bahwa kriteria kelayakan usaha ternyata tidak dapat memberi
informasi yang cukup dalam upaya pengembangan usaha terkait peluang dan
ancaman yang dapat diraih dan dihadapi, dalam kasus ini analisis daya saing
memegang peranan penting.
Dalam analisis daya saing suatu produk khususnya pada daerah yang
dikelompokan berada antara tahap awal dan pertumbuhan pembangunan
ekonomi, unsur harga seringkali diasumsikan identik dengan hasil dari daya
saing. Terkait fenomena tersebut ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur daya saing yaitu pendekatan keunggulan komparatif dengan metode
Domestic Resources Cost Coeficient (k) dan keunggulan kompetitif dengan metode Privat Cost Ratio (PCR).
Jika hasil kelayakan dan daya saing cukup memuaskan seharusnya usaha
akan menunjukkan trend perkembangan yang baik, namun jika yang terjadi
sebaliknya maka pengidentifikasian faktor internal dan eksternal menjadi penting
sebagai jawaban dari ketidaksesuaian. Analisis pengidentifikasian faktor internal
dan ekternal dapat menjelaskan fenomena yang ditidak dapat dijelaskan secara
kuantitatif. Analisis pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan
gambaran kondisi suatu daerah atau usaha secara deskriptif, dimana ada dua
bagian pada faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan
persaingan yaitu kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap
lingkungan eksternal diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memberikan peluang dan ancaman bagi pengembangan suatu usaha.
Upaya pengembangan usaha PMC yang efektif dan efisien sangat
memerlukan strategi pengembangan yang kompeten, dimana strategi ini hanya
dapat diperoleh melalui proses analisa, perumusan dan evaluasi dari faktor
internal dan eksternal yang dimiliki suatu wilayah dan strategi-strategi yang telah
dan belum dijalankan. Dengan kata lain hasil dari analisis daya dukung faktor
internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC dapat dipakai dalam
merumuskan dan mengevaluasi strategi-strategi yang dapat dijalankan dalam
upaya pengembangan usaha. Dalam kasus ini ada 2 analisa yang dipakai yaitu
(1) analisis linier programing, untuk mencari strategi yang dapat mengoptimali
penggunaan sumberdaya dan (2) analisis matriks I-E untuk menilai dan
menentukan strategi yang dapat dijalankan dalam program pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku, dimana skema keterkaitan berbagai faktor dan
Analisis Daya Dukung Lingkungan Internal-Eksternal dengan Tahapan: 1. Analisis Kelayakan Usaha
2. Analisis Daya Saing 3. Analisis Matriks IFE-EFE Target Pengembangan Usaha
PMC Nasional
Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku
Pengembangan Usaha PMC
Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku
Kelayakan Usaha PMC
Maluku
Faktor Internal – Eksternal Pengembangan Usaha PMC
di Provinsi Maluku
Strategi Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku
Prioritas Strategi
Pengembangan Usaha PMC
Analisis Strategi Pengembangan denganTahapan:
1. Analisis Linier Programming 2. Analisis Maktriks I - E Masalah: Permintaaan
[image:40.595.114.505.104.680.2]Penurunan Ekspor (pangsa pasar) Permintaan domestik meningkat Perkembangan industri lanjutan Perkembangan Usaha PMC lambat
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten
Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Provinsi Maluku merupakan
salah satu daerah sasaran pengembangan usaha PMC nasional, sedangkan
Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat merupakan kabupaten yang
memiliki potensi tanaman cengkeh terbesar di Provinsi Maluku. Pelaksanaan
Pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli
sampai dengan Oktober 2007.
3.2. Metode Pengambilan Contoh
Pada penelitian ini pengambilan contoh pada tingkat kecamatan,
responden penentu faktor internal dan eksternal dan responden pengusaha PMC
dengan alat suling nonstainless dilakukan secara purposive sampling.
Kecamatan yang dipilih adalah Kecamatan Leihitu, Salahutu dan Amahai pada
Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Kairatu dan Taniwel pada Kabupaten
Seram Bagian Barat karena memiliki usaha PMC terbanyak. Pengambilan
responden penentu faktor internal dan eksternal adalah sebanyak 9 (sembilan
orang) yang dianggap ahli/paham tentang permasalahan yang akan dikaji yaitu
dari kalangan akademis, LSM, instansi terkait dan salah satu pengusaha PMC.
Pengambilan contoh untuk pengusaha PMC dengan jenis alat nonstainless
(usaha PMCns) sebanyak 5 RTU dengan KAS 100 kilogram, sedangkan
pengambilan contoh pengusaha PMC dengan jenis alat suling stainless (usaha
PMCs) dilakukan secara stratified random sampling dimana penyuling dibedakan
kelompok usaha dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 rumah tangga
usaha (RTU).
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) berupa
data kualitatif dan kuantitatif. Untuk sumber data yang digunakan adalah data
primer (primary data sources) dan data sekunder (secondary data sources). Data
primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan responden
terpilih, sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaahan pustaka dan data
yang bersumber dari lembaga/instansi terkait dengan kajian ini.
3.4. Metode Analisis
Data yang dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan disajikan dalam bentuk
tabulasi. Adapun metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
analisis daya dukung faktor internal dan ekternal dan analisis strategi dalam
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku
Untuk menelaah dan mengidentifikasi daya dukung faktor internal dan
ekternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dilakukan
beberapa tahapan analisis yaitu:
3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Untuk menelaah kinerja ekonomi dan finasial usaha PMC dilakukan
Analisis DCF dengan 4 metode penilaian investasi yaitu: NPV, IRR, Net B/C dan
PBP pada SDR sebesar 13.5 persen, dengan persamaan sebagai berikut :
………. ….. (3.1) NPV =
(1+i)t
n
t =0
dimana:
NPV = Net Present Value B/C = Benefit Cost ratio IRR = Internal Return Rate
Bt = penerimaan proyek pada tahun t.
Ct = biaya proyek pada tahun t.
n = umur ekonomis proyek.
i = social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai social discount rate
t = tahun pelaksanaan proyek
k(PBP) = periode pengembalian
CFt = cash flow periode ke t
dengan kriteria pengambilan keputusan:
NPV > 0, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
B/C > 1, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
IRR > i, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
k ≤ n, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh
Daya saing komoditas di pasar dunia dapat diukur dengan menggunakan
pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif, sebagai berikut:
1. Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif suatu komoditas dapat dihitung dengan
menggunakan metode Domestic Resource Cost (DRC). Secara formal DRC Net B/C =
(1+i)t
Bt - Ct n
t=0
untuk Bt - Ct > 0
n
t=0
Ct - Bt
(1+ i)t
untuk Bt - Ct < 0
………….... (3.2)
= 0 n
t=0
Bt - Ct
(1+ IRR)t
...………...…...….. (3.3)
k(PBP) =
n
didefinisikan sebagai rasio antara biaya faktor produksi domestik dengan selisih
antara border price of output dan biaya faktor produksi tradeable. Suatu komoditi
dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika memiliki koefisien DRC (k) atau
rasio antara DRC dan nilai tukar implisitnya lebih besar dari satu (Kasryno, 1990
dalam Astana, 2004 ). Adapun rumus DRC dan k adalah sebagai berikut:
)
(
P
T
D
DRC
−
=
,p
DRC
k
=
... (3.3)dimana:
DRC = nilai ekonomi biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit devisa (Rp)
D = nilai ekonomi faktor produksi domestik yang dikorbankan untuk
memproduksi satu unit output (Rp)
P = nilai ekonomi (harga internasional) satu unit output (US$)
T = nilai ekonomi faktor produksi tradeable yang digunakan untuk
memproduksi satu unit output (US$)
k = koefisien DRC
p = nilai tukar Rp terhadap US$.
Untuk menghitung DRC diperlukan analisis harga bayangan (shadow
price). Harga bayangan didefinisikan sebagai suatu harga yang terbentuk dalam pasar persaingan sempurna. Analisis harga bayangan diperlukan untuk
mengoreksi kemungkinan penyimpangan harga akibat adanya kebijakan
pemerintah seperti subsidi, pajak dan kebijakan harga, yang menyebabkan harga
tidak mencerminkan kelangkaan sumberdaya yang sebenarnya. Adapun
penentuan harga bayangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Harga Bayangan Output
Harga banyangan output minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian
ini adalah harga batas (border price) yaitu harga free on board (fob).
2. Harga Bayangan Bahan Baku
Bahan baku (daun dan gagang cengkeh) adalah barang yang belum masuk
aktivitas perdagangan internasional, oleh karena itu harga bayangan bahan
ada kebijakan pemerintah yang mengatur harga bahan baku secara
langsung.
3. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diantaranya yang dilakukan oleh
Martheen (1998) dan Astana et al. (2004), harga bayangan tenaga kerja
umumnya sebesar 80 persen dari upah yang berlaku. Dalam penelitian ini
harga bayangan tenaga kerja diasumsikan sama dengan upah faktual tenaga
kerja, dengan pertimbangangan bahwa upah tenaga kerja pada lokasi
penelitian jauh dibawah UMR dan dapat dianggap mendekati harga
ekonominya.
4. Harga Bayangan Bangunan
Bangunan yang digunakan dalam usaha PMC adalah bangunan yang dibuat
dari bahan bangunan yang diperoleh secara lokal, oleh karena itu harga
bayangan bangunan diasumsikan sama dengan harga faktualnya
5. Harga Bayangan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penyulingan minyak cengkeh adalah
peralatan yang memiliki komponen domestik dan tradeable, namun
diproduksi dalam negeri. Berdasarkan informasi dari Barinstand harga yang
ekonomi yang ditawarkan mendekati harga finansialnya.
6. Harga Bayangan Nilai Tukar
Harga bayangan nilai tukar uang yang dipakai dalam penelitian ini adalah
nilai tukar implisit rata-rata tahun 2006-2007 rupiah terhadap dollar USA.
2. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif dapat dilihat melalui ukuran sederhana yaitu Private
privat input tradeable. Suatu komoditi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif
jika nilai PCR lebih kecil dari satu (Pearson et all, 2005). Adapun rumus PCR
adalah sebagai berikut:
I
R
G
PCR
−
=
... (3.4)dimana:
PCR = rasio nilai finansial biaya domestik yang digunakan untuk
menghasilkan satu unit output.
G = nilai finansial biaya faktor produksi domestik yang digunakan
untuk menghasilkan satu unit output (Rp).
R = nilai finansial satu unit output (Rp).
I = nilai finansial biaya faktor produksi tradeable yang digunakan
untuk memproduksi satu unit output (Rp).
Dalam pengalokasian biaya domestik dan tradeable dalam perhitungan
koefisien DRC dan PCR sebagian besar penelitian terdahulu menggunakan
menggunakan pendekatan total. Pendekatan total adalah pendekatan yang
membagi tiap komponen biaya dalam komponen biaya domestik dan tradeable.
Dalam penelitian ini pendekatan total juga digunakan dalam pengalokasian
komponen biaya mengikuti pengalokasian biaya yang telah dilakukan oleh
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya asing
Persentasi Komponen Biaya
No. Jenis Biaya
Domestik Asing 1 2 3 4 5 Tenaga kerja Bahan baku Bangunan Peralatan Bahan lainnya 100 100 100 50 50 0 0 0 50 50
Sumber: Suryana (1981), Wahyudi (1989), Soemodihardjo (1993) dalam Astana et al
(2004)
3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internaldan Evaluasi Faktor Eksternal
Matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk meringkas dan
Gambar
Dokumen terkait
Verifier 3.4.2. Implementasi kegiatan identifikasi. Papua Satya Kencana telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi terhadap jenis-jenis flora dan fauna
Pentingnya mengetahui berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tentang perbankan karena apabila kinerja perbankan tersebut baik, maka akan ditanggapi positif oleh
Data perdagangan negara tersebut selama periode tahun 2010-2014 menunjukkan angka impor yang lebih tinggi dari ekspor, hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan akan
Foto SEM, yang terlihat bentuk kristalisasi pada besi cor kelabu, variasi kekasaran pasir dan kadar clay tidak mempengaruhi hasil dari coran terhadap Hasil uji
yang menyerang berbgai jenis tanaman sayuran di lapang, untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid yang berasosiasi dengan hama Liriomyza spp., untuk
Indonesia sangat beruntung menjadi Negara yang kaya akan kebudayaan, karena dengan adanya berbagai macam kebudayaan maka Indonesia memiliki suatu daya
komitmen organisasi memoderasi pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah terhadap laporan keuangan. Selain itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk menilai tingkat profitabilitas perbankan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Hesti Werdaningtyas