Analisis Variabel Makro Ekonomi dan Variabel Internal Bank
Terhadap Non Performing Loan
(Studi Kasus Pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Periode 2008-2014)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
RIO RAHMAT ALI 109081000079
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rio Rahmat Ali
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 26 Januari 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jalan Amd X RT 009 RW 001 NO.22 Pesanggrahan Petukangan Utara Jakarta Selatan 12660
No Telepon/ Hp : 0899-8826-705
Email : riorahmatali@gmail.com
II. PENDIDIKAN
1. SDN 05 PAGI PETUKANGAN UTARA : 1997-2003
2. SMPN 245 PESANGGRAHAN : 2003-2006
3. SMA SUMPAH PEMUDA JAKARTA BARAT : 2006-2009
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Remaja Masjid Baiturahan : 2007-2010
2. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) : 2009-2011
3. Anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) : 2009-2012
IV. PENGALAMAN KERJA
1. PENGAJAR EKSTRA KULIKULER PRAMUKA : 2012-2015
2. PENGAJAR PRIVATE GURU BIMBLE : 2012-2015
vi ABSTRACT
This Study aims to analysis macroeconomic variables and internal’s bank variables to Non Performing loan (Bank Case Study National Private Commercial Bank non Foreign periode’s 2008-2014). Macroeconomic variables are Inflation, Exchange Rate, and Interest BI Rate, while internal’s bank variables are LDR and Bank Size. This study used a method multiple regression linear analysis and used a computer program SPSS Version 17.0 and Microsoft Excel 2007.
The result showed that macroeconomic variables and internal’s bank variables as simultanous has significant to Non Performing Loan. The result showed too as partially Inflation and Bank Size has significantly negative to Non Performing Loan amounted -0,063 and – 0,38. While Loan to Deposit Ratio has significantly positive to Non Performing Loan amounted 0,028. While Kurs and Interest BI Rate no has significant to Non Performing Loan.
vii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel makro ekonomi dan variabel internal bank terhadap non performing loan (studi kasus bank umum swasta nasional non devisa periode 2008-2014), variabel makro ekonomi adalah Inflasi, Kurs, dan BI rate, sedangkan variabel internal bank adalah LDR dan Bank Size. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dan menggunakan program komputer SPSS versi 17.00 dan Microsoft Excel 2007.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel makro ekonomi dan variabel internal bank secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Loan. Secara parsial Inflasi dan Bank Size berpengaruh signifikan negatif terhadap Non Performing Loan sebesar -0,063 dan –0,38, sedangkan LDR berpengaruh signifikan positif terhadap Non Performing Loan sebesar 0,028. Sedangkan Kurs dan BI Rate tidak berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Loan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamiin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita, nabi Muhammad SAW sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Variabel Makro Ekonomi Dan Variabel Internal Bank Terhadap Risiko Non Performing Loan (Studi Kasus Bank
Swasta Nasional Non Devisa di Indonesia Periode 2008-2014“sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam konsentrasi Perbankan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sadar diri bahwasannya tulisan dari penelitian skripsi ini amatlah jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini dengan baik.
Penulis juga menyadari bahwasannya penyusunan skripsi ini tidak mungkin bisa selesai tanpa adanya bantuan dari semua pihak. Maka dari itu penulis persembahkan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang ikut turut serta membantu penulis dalam penyusunan skripsi baik materil maupun non-materil. Terimakasih ku:
1. Allah SWT atas segala karunia, nikmat, keberkahan, kesehatan dan begitu amat banyak nikmat yang Engkau berikan pada hambamu ini. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua Orangtua Bapak dan Ibu. Terimakasih telah selalu mendoakan anakmu menjadi anak yang sukses dan menjadi orang yang hebat, semoga ini adalah awal dari semua doamu. Terimakasih sudah bersabar menunggu kelulusanku.
3. Saudariku Rinastuti Rahayu, dan teman spesialku Ayu Adeline Brilianty.
ix
5. Bapak Arief Mufraini, Lc.,M.Si selaku dekan FEB dan Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Ibu Ela Patriana, MM,. AAAIJ yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak DRS. Miftahul Munir MM dan Ibu Yunia Silvia Sesunan,SE., MM selaku penasehat akademik, yang telah membimbing serta mengarahkan kegiatan pekuliahan hingga selesai
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mengamalkan ilmunya untuk kepada kami.
8. Seluruh jajaran staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas kerjasamanya dalam membantu kelancaran proses perkuliahan hingga selesai
9. Teruntuk teman-teman terdekatku, Egi Fajar Nur Ali, Rizki Ramadhan, Achmad Reza Maulana, M.Singgih A.P, Budi Kurniawan, Andika Tri Laksono, Yoga Saputra, M. Andrian, M.Siddiq, Sucahyono Terimakasih telah banyak mengajarkan penulis akan banyaknya rasa hidup menjadi mahasiswa, memberikan pelajaran dan pengetahuan serta pengalaman.
10. Untuk teman-temanku yang namanya dan kisahnya selalu terekam dalam memori penulis. Fajar ari juniarti, Fanny Agustin, Yudnina Falhanawati, Novi dehasni, Bathalatu Karbela, Eka septia, Mery Wulandari, Fitria Astrid Damayanti, Astriani lesmaya, Fitri, Retni, Leni, Mpok Evi, Izzah Nasution. Fitrah Amirudin, Reza, Geraldo Gusti,
11. Teman-teman Manajemen B dan manajemen Perbankan
12. Seluruh Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jazakumullah Khoiron Semoga Allah yang membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan.
Wasallamuallaikum Wr.Wb
Tangerang, 21 Juni 2016
Penulis
x DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
xi
6. Kebijakan yang dapat diambil untuk menghadapi inflasi ... 33
E. BI Rate ... 35
F. Kurs ... 36
G.Loan to Deposit Ratio ... 38
H. Ukuran Bank (Bank Size) ... 40
I. Hubungan Antar Variabel ... 41
J. PenelitianTerdahulu ... 46
K. Kerangka Pemikiran ... 50
E. Operasional Variabel Penelitian ... 64
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
B. Analisa dan Pembahasan ... 71
1. Deskriptif Sampel ... 71
2. Deskriptif Variabel ... 72
3. Analisis Pengujian Asumsi Klasik ... 79
4. Pengujian Hipotesis ... 88
xii
A. Kesimpulan ... 97
B. Implikasi ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 100
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Posisi Aset dan Dana Pihak Ketiga ... 3
1.2 Perbandingan Variabel ... 5
2.1 Penelitian Terdahulu ... 46
4.1 Daftar Bank Umum Swasta Nasional non Devisa ... 72
4.2 Inflasi ... 73
4.3 BI Rate ... 74
4.4 Kurs ... 75
4.5 LDR ... 76
4.6 Bank Size ... 78
4.7 NPL ... 79
4.8 Uji Kolmogorov-Smirnov ... 82
4.9 Uji Multikolineritas ... 83
4.10 Uji Durbin-Watson ... 85
4.11 Uji Park ... 87
4.12 Uji F ... 88
4.13 Uji t ... 90
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Pertumbuhan Aset dan DPK ... 4
2.1 Kerangka Pikiran ... 50
4.1 Hasil Analisis Histogram ... 80
4.2 Grafik Normal Probalilty Plot ... 81
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1. Data data Variabel Penelitian 2008-2012 ... 104
2. Tabel Deskriptif Statistik ... 106
3. Tabel Model Regresi, Anova, dan Koefisien ... 106
4. Uji Normalitas ... 107
5. Uji Multikolineritas dan Autokorelasi ... 109
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan dan pertumbuhan suatu
Negara dilihat dari faktor ekonomi makro maupun mikro. Semakin ketatnya
persaingan dalam dunia bisnis baik dalam skala global maupun skala nasional
menjadi salah satu faktor lain juga yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan. Maka dalam pemerintahannya suatu Negara memerlukan lembaga
intermediary atau lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat lalu
disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman, yang lebih sering kita kenal sebagai
bank.
Kasmir (2003:5) fungsi utama perbankan adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) guna untuk
peningkatan taraf hidup masyarakat. Menurut Undang-undang RI Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “Badan
Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Kegiatan bank dalam usaha penyaluran dana kembali pada pihak lain yang
2 pada sisi aktiva, kredit merupakan aktiva produktif terbesar dalam memberikan
pendapatan dibanding aktiva produktif lainnya. Manurung dan Prathama Rahardja
(2004:134) menambahkan bahwasannya bank juga merupakan lembaga keuangan
yang paling sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi. Dengan
menyalurkan dananya kepada masyarakat yang tujuannya adalah menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi, maka bank dapat mendorong peningkatan
taraf hidup rakyat banyak.
Bank yang memiliki fungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dananya kepada masyarakat, maka dalam peranannya harus
terjadi hubungan saling keprcayaan antara pihak bank dengan pihan nasabah. Atas
dasar kepercayaan dan tentunya dilandasi oleh hukum yang berlaku maka bank
dapat menjalankan fungsi nya dengan baik. Bank juga merupakan lembaga
keuangan terpenting yang mempengaruhi perekonomian suatu Negara baik secara
makro maupun mikro. Pertumbuhan bank yang semakin meningkat dari periode ke
periode merupakan salah satu ukuran dari majunya perekonomian suatu Negara.
Bank umum konvesional dibagi kedalam Bank Umum Milik Pemerintah,
Bank Swasta, Bank Swasta Nasional Devisa, Bank Swasta Nasional non Devisa,
Bank Pembangunan Daerah, Bank campuran, Bank asing. Dalam penelitian kali
3 Indonesia mengenai Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa. Meskipun asset
yang dimiliki Bank Umum Swasta Nasional non Devisa tidak sebesar Bank Umum
Swasta Nasional Devisa dan Bank Persero namun Bank Umum Swasta Nasional
non Devisa turut ambil andil dalam menyumbang angka pertumbuhan dari sektor
perekonomian melalui dana yang disalurkan kepada masyarakat.
Pertumbuhan asset Bank Umum Swasta non Devisa dari tahun ke tahun terus
Berikut data yang disajikan dalam bentuk tabel:
Tabel 1.1
Posisi Aset dan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Swasta Nasional non Devisa di Indonesia Periode 2008-2014 (dalam Milyar Rupiah)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Aset 479.564 572.204 781.721 1.068.795 1.418.524 1.752.310 2.040.660
DPK 379.928 449.140 599.966 812.863 1.100.140 1.336.284 1.539.130
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (data diolah)
Melalui data tabel diatas dapat dilihat bahwa dana pihak ketiga yang dapat
dihimpun oleh bank umum swasta non devisa terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2009 dana yang berhasil dihimpun mengalami
kenaikan sebesar 18,21% dari tahun sebelumnya, dan mengalami kenaikan yang
signifikan pada tahun 2010 dan 2011 yaitu naik sebesar 33,58% dan 35,48 %.
Namun pada tahun berikutnya walaupun dari segi jumlah angka terus bertambah
namun dari segi persentase mengalami penurunan yaitu hanya naik sebesar
4 umum swasta nasional non devisa mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,31%
dibanding tahun sebelumnya 2008 dan naik kembali pada tahun 2010 yaitu sebesar
36,61% akan tetapi mengalami penurunan dari segi persentase pertumbuhan di
tahun 2014 yang hanya mencatat pertumbuhan sebesar 16,45%.
Agar lebih mudah dalam melihat tabel penulis memvisualisasikannya juga
kedalam bentuk grafik
Gambar 1.1
Pertumbuhan Aset dan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa 2008-2014
(Data diolah dengan Microsoft excel)
0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000
2008 2009 2010
2011 2012 2013
2014
5
Tabel 1.2
Perbandingan Rata-rata Inflasi, Kurs, BI Rate, Bank Size, Loan to Deposit Ratio dan Non Performing Loan (NPL) Periode Tahun 2008-2014
Tanggal Inflasi Kurs (Rupiah)
6 ini diimbangi oleh besarnya aset yang dimiliki oleh bank umum swasta nasional
devisa itu sendiri.
Menurut Ali (2006:27) Risiko Kredit adalah risiko dari kemungkinan
terjadinya kerugian bank sebagai akiat tidak dilunasinya kembali kredit yang
diberikan bank kepada debitur maupun Counterparty lainnya Kredit bermasalah
adalah masalah yang paling ditakuti oleh sebuah bank, karena kredit bermasalah
dapat menganggu jalannya kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Akan tetapi
bank tidak dapat menghindari risiko dari kredit bermasalah.
Menurut Rose (2002:326) Risiko kredit bermasalah berbahaya bagi eksitensi
suatu bank dalam menepati kewajibannya, mengurangi profitabilitas dan
membahayakan bagi kelangsungan hidupnya. Penyaluran kredit yang dinilai
dengan Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah
kredit yang diberikan atas simpanan pihak ketiga dan modal sendiri. Lestari dan
Sugiharto (2007:2) mengatakan bahawa semakin tinggi tingkat LDR maka
semakin berpotensi menyebabkan nilai NPL mengalami kenaikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Somoye, R.O.C (2010) mengenai risiko kredit
macet di Nigeria, dimana varibel dependennnya adalah Non Performing Loan dan
variable indpendennya adalah tingkat kebijakan moneter, suku bunga, risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko suku bunga, risiko produktif, risiko
7 memiliki hubungan positif moderat dengan kredit bermasalah. Sebaliknya, tingkat
risko suku bunga menunjukkan bahwa memiliki hubungan positif yang kuat,
sedangkan untuk risiko pendapatan yang sangat tinggi menunjukkan bahwa ia
memiliki hubungan yang kuat sangat positif dengan kredit bermasalah.
Inflasi merupakan kondisi yang dialami suatu Negara dimana harga-harga
barang naik secara terus menerus. Inflasi adalah dimana terjadi kelebihan
permintaan barang dan jasa dalam perekonomian secara keseluruhan Sukirno
(2008) Faktor penyebab Non Performing Loan adalah inflasi.
Menurut Jakubik P (2007) yang melakukan penelitian di Ceko menemukan
bahwa inflasi berpengaruh terhadap resiko kredit. Hogart et al yang melakukan
penelitiannya di Inggris raya menemukan pengaruh yang signifikan antara inflasi
dengan peningkatan jumlah penghapusan pinjaman.
Melihat kondisi tersebut penulis merasa tertarik untuk menganalisa
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi bank umum swasta nasional non devisa
sesuai dengan peranan dari bank yaitu sebagai lembaga intermediasi. Sehingga
penulis membuat judul penelitian ini “ Analisis Variabel Makro Ekonomi Dan
8
B. Rumusan Masalah
Perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi memiliki peranan
penting dalam menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih dan
menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang
membutuhkan. Hal ini dilakukan oleh bank untuk mencapai tujuannya yaitu
meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank yang telah menyalurkan danana
berupa kredit tidak terlepas dari risiko kredit dimana uang yang dipinjamkan
dikembalikan telat, lewat jatuh tempo, tidak dibayar sama sekali atau yang lebih
dikenal dengan kredit bermasalah.
Faktor-faktor makro ekonomi seperti Inflasi, BI Rate dan Kurs yang bisa
saja berdampak pada tingkat pengembalian pinjaman sehingga menyebabkan
risiko Non Performing Loan, ditambah dari Faktor-faktor internal bank seperti
Loan Deposit to Ratio dan Bank Size pada risiko Non Performing Loan.
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang dikemukakan di atas, maka
pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Inflasi, BI Rate, Kurs, LDR dan Bank Size berpengaruh terhadap
NPL sektor secara simultan?
2. Apakah Inflasi, BI Rate, Kurs, LDR dan Bank Size berpengaruh terhadap
9 3. Manakah diantara variabel bebas yang memiliki pengaruh yang dominan
terhadap variabel NPL?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan
Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah maka diperoleh tujuan
dari penelitian, yaitu:
a. Menganalisis variabel-variabel secara bersamaan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh signifikan terhadap risiko Non Performing Loan pada
Bank Umum Swasta Nasional non Devisa
b. Menganalisis ada tidaknya variabel-variabel tertentu yang merupakan
faktor eksternal dan internal Apakah Inflasi, BI Rate, Kurs, LDR dan Bank
Size berpengaruh terhadap NPL pada Bank Umum Swasta Nasional non
Devisa.
c. Menganalisis variabel mana yang mengambil peranan lebih dalam
mempengaruhi terjadinya risiko Non Performing Loan pada pada Bank
10
2. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dan pihak-pihak lainyang
berkepentingan, yaitu:
a. Menjadi bahan masukan bagi praktisi dalam mengambil langkah keputusan
dan kebijakan berkaitan dengan manajemen risiko untuk meminimalisir
terjadinya risiko kredit.
b. Dapat menambah wawasan baru akan dunia perbankan khususnya
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Non
Performing Loan terhadap pembiayaan kredit.
c. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penilitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan penelitian ini.
d. Menambah referensi dalam menilai kondisi kinerja dan kesehatan suatu
11
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
A. Bank
1. Pengertian Bank
Menurut Dahlan siamat (2005:4). Lembaga keuangan adalah badan usaha
yang kekayaannya terutama berbentuk asset keuangan (financial assets) atau
tagihan (claims) dibandingkan dengan asset non keuangan (non financial assets)
lembaga keuangan terutama memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam
surat-surat berharga. Disamping itu lembaga keuangan juga menyediakan jasa
keuangan lainnya antara lain: simpanan, kredit, proteksi asuransi, program
pensiun, penyediaan mekasnisme pembayaran dan mekanisme transfer dana.
Menurut Kasmir (2005:9) lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang
bergerak dibidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun
dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan
menyalurkan dana.
Lembaga keuangan menurut UU No.14/1967 pasal 1 yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang no.7/1992 tentang perbankan di Indonesia bahwa
lembaga keuangan merupakan badan atau lembaga yang kegiatannya menarik
12 Dalam keputusan SK menkeu RI/No.792 /tahun 1990 dinyatakan bahwa
lembaga keuangan adalah semua badan usaha yang kegiatannya di bidang
keuangan melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana kepada masyarakat
terutama dalam membiayai investasi pembangunan.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang
dimaksud dengan Bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak” .
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Surat Keputusan Menteri
Keuangan RI No.792/Tahun1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31
dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007): “Bank adalah suatu lembaga yang
berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang
memerlukan dana (deficit unit), serta sebagai lembaga yang berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran”.
Menurut Kasmir (2003.12) bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang keuangan artinya masalah perbankan selalu berkaitan masalah bidang
keuangan jadi dapat disimpulkan bahwa perbankan meliputi dari beberapa
13 dana dan bank memberikan jasa bank keuangan lainnya. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa bank adalah sebagai lembaga intermediary atau lembaga
keuangan perantara antara pihak yang ingin menghimpun dana dan pihak yang
membutuhkan dana dengan menyalurkannya.
2. Jenis-Jenis Bank
a. Dilihat dari segi fungsinya
Menurut undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ditegaskan
kembali di Undang-undang RI no 10 tahun 1998, maka jenis perbankan
berdasarkan fungsinya terdiri dari:
1) Bank Umum
Bank umum adalah bank yang segala kegiatan usahanya dilaksanakan
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah dalam
memberikan jasa yang berada dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang
diberikannya pun bersifat umum yang artinya dapat memberikan seluruh
jasa perbankan yang tersedia.
Wilayah operasi jangkauan dari pelayanan bank umum pun mencakup
seluruh wilayah di Indonesia maupun di luar negeri. Bank Umum lebih
sering disebut dengan bank komersial karena sifatnya yang berbeda dengan
bank Syariah.
14 Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya
Bank Perkreditan Rakyat memiliki cangkupan yang jauh lebih sempit jika
dibandingkan dengan dengan kegiatan Bank Umum.
b. Dilihat dari segi kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikan adalah siapapun yang turut andil dalam
pendirian suatu bank. Kepemilikan bank dapat diihat dari akte pendirian dan
penguasaan saham yang dimilikinya. Berikut jenis bank dilihat dari segi
kepemilikannya:
1) Bank Milik Pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang akta pendirian maupun
modal bank ini sepenuhnya di miliki oleh pemerintah Indonesia, sehingga
keseluruhan keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Bank
yang dimiliki oleh pemerintah antara lain Bank Negara Indonesia 46
(BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan
Bank Mandiri.
2) Bank Milik Swasta Nasional
Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Hal ini dapat
15 keuntungan yang sebagian besar untuk swasta nasional. Bank yang
dimiliiki oleh swasta nasional antara lain adalah Bank Central Asia, bank
danamon Indonesia, Bank Niaga, Bank Universal, Bank Internasional
Indonesia.
3) Bank Milik Koperasi
Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan sahamnya
dimiliki oleh perusahaan dibawah payung berbadan hukum Koperasi.
Bank Umum Koperasi Indonesia merupakan contoh dari Bank Milik
Koperasi.
4) Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negei
baik milik swasta asing maupun pemerintah asing.Bank milik asing dari
segi kepemilikan berdasarkan akta pendirian dan kepemilikan sahamnya
100% dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) yang berada di Indonesia.
Contoh bank Milik Asing American Express Bank, Bank Of Amerika, dll
5) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang dari segi kepemilikan
sahamnya dimiliki oleh dua belah pihak yaitu dalam negeri dan luar negeri
biasanya oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Saham bank
campuran secara mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia. Contoh
bank campuran yaitu Inter Pacific Bank, Mitsubishi Buana Bank, Sanwa
16 c. Dilihat dari segi status
Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, terutama
bank umum. Pengklasifikasian dibentuk berdasarkan kedudukan atau status
bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran-ukuran
kemampuan bank dalam melayani masyarakat dari segi jumlah produk,
modal, maupun kualitas pelayananya. Untuk memperoleh status tertentu maka
diperlukan penilaian-penilaian dengan criteria tertentu pula. Status bank yang
dimaksudkan adalah:
1) Bank Devisa
Adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau
berhubungan dengan nilai mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya
transfer keluar negeri, traveler cheque, pembukaan dan pembayaran letter
of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini
ditentukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non-Devisa
Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi
sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
seperti yang dilakukan oleh Bank Devisa. Jadi bank non devisa hanya dapat
17 d. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual
maupun harga beli, bank terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Bank yang berdasarkan prinsip konvesional
Bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang masih
berorientasi pada prinsip konvesional (Profit oriented). Dalam hal ini
terdapat dua metode yang dilakukan oleh bank konvesional dalam mencari
keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya yaitu; metode
pertama menentapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan seperti
giro, tabungan maupun deposito.
Demikian pula, harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga dtentukan
berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan yang lebih dikenal
dengan spread based.
Metode kedua yang digunakan adalah untuk jasa-jasa bank lainnya,
pihak perbankan menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya
nominal atau dalam prosentase tertenut. Sistem pengenaan biaya ini dikenal
dengan istilah fee based.
2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah (non profit oriented)
Bank berdasarkan prinsip syariah adalah bank yang segala kegiatannya
hampir sama dengan bank konvesional yakni menghimpun dana dan
18 dengan berlandaskan Al-quran. Dalam menentukan harga atau mencari
keuntungan bagi bangk yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai
berikut:
(a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
(b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
(c) Prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
(d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(ijarah)
(e) Dengan adanya pilihan pemindah kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
B. Manajemen Kredit
Manajemen Kredit adalah illmu yang mempelajari bagaimana suatu lembaga
atau institusi menggunakan sumberdaya yang dimilikinya untuk merencanakan,
mengorganisasi, mengendalikan dan mengimplementasikannya dalam sebuah
kebijakan yang berhubungan dengan kredit.
Dengan diterapkannya manajemen kredit tidak lain adalah untuk mengelola
kegiatan-kegiatan yang terdapat unsur penyaluran kredit maupun tingkat
19 antara kredit yang disalurkan dengan tingkat pengembaliannya. Hal ini bertujuan
juga sebagai tolak ukur dari kinerja suatu bank dari segi penyaluran dana.
1. Definisi kredit
Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud
kredit adalah “ Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan maka tugas
penyaluran kredit merupakan satu dari kegiatan bank umu yang bersumber
dari dana masyarakat atau lebih dikenal dari dana pihak ketiga. Sebelum bank
memberikan atau menyalurkan kreditnya kepada pihak yang membutuhkan
(debitur) bank terlebih dahulu menilai kelayakan para calon debiturnya untuk
menghindari hal-hal yang akan mengakibatkan kredit bermasalah.
2. Unsur-Unsur Kredit
Dari pengertian di atas, menurut Fahmi dan Lavianti (2010:7) maka
unsur- unsur kredit adalah sebagai berikut.
a. Kepercayaan.
Kepercayaan (Trust) adalah sesuatu yang paling utama dari unsure
kredit yang harus ada karena tanpa ada rasa saling percaya antara kreditur
20 b. Waktu (Time)
Waktu adalah bagian yang sering dijadikan kajian oleh pihak analisis
finance khususnya analisis kredit. Analisis waktu bagi pihak kreditur
menyangkut dengan analisis dalam bentuk calculation of time value of
money yaitu nilai uang pada saat sekarang adalah berbeda dengan nilai
uang pada saat yang akan datang
c. Risiko
Risiko di sini menyangkut persolan seperti degree of risk.Dalam hal
ini yang paling dikaji adalah keadaan yang terburuk yaitu pada saat kredit
tersebut bermasalah atau sering disebut kredit macet.
d. Prestasi
Prestasi adalah treck record yang dimiliki oleh kreditur yang diberikan
kepada debitur. Yang tujuannya adalah bagaimana kreditur melihat
bagaimana debitur dalam mengelola kredit yang diberikan tersebut.
e. Kreditur
Kreditur adalah pihak yang memiliki uang, barang atau jasa untuk
dipinjamkan kepada pihak lain yang membutuhkan dengan harapan dari
hasil pinjaman tersebut diperoleh keuntungan dalam bentuk bunga
21 f. Debitur
Debitur adalah pihak yang memerlukan uang, barang atau jasa dan
berkomitmen untuk mengembalikannya tepat sesuai dengan peraturan dan
kesepakatan yang telah disepakati bersama dengan kreditur.
3. Jenis-Jenis Kredit
Menurut Ismail (2010: 99) kredit dibedakan menjadi beberapa jenis antara
lain:
a. Kredit Dilihat Dari Tujuan Penggunanya
1) Kredit investasi
Kredit Investasi merupakan kredit yang diberiakan oleh bank kepada
debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang
mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun.
2) Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus
usaha. Kredit modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek
yaitu lamanya satu tahun.
22 Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah
untuk membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk
digunakan keperluan usaha.
b. Kredit dilihat dari jangka waktunya
Sesuai dengan jangka waktunya kredit dibagi menjadi 3, yaitu kredit jangka
pendek, menengah dan panjang
1) Kredit jangka pendek
Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan
jangka waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan
oleh bank untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai
siklus usaha dalam satu tahun.
2) Kredit jangka menengah
Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan
jangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat
diberikan untuk ketiga jenis kredit yaitu modal kerja, kredit investasi,
dan kredit konsumtif.
3) Kredit jangka panjang
Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini
diberikan untuk kredit investasi, misalnya untuk pembelian gedung,
23 c. Kredit dilihat dari cara penarikannya
1) Kredit Sekaligus
Kredit sekaligus bisa disebut dengan afloped credit yaitu kredit yang
dicairkan sekaligus sesuai dengan plafon kredit yang disetujui. Kredit
tersebut bisa dicairkan secara tunai, maupun nontunai yaitu memalui
pemindah bukuan.
2) Kredit bertahap
Kredit yang pencairannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan
secara bertahap 2,3,4 kali pencairan dalam masa kredit. Pencairannya
disesuaikan dengan dana yang dibutuhkan kreditur.
3) Kredit rekening koran
Kredit rekening koran merupakan kredit yang penyediaan dananya
dilakukan melaui pemindahbukuaan. Bank akan memindahkan kredit
tersebut ke dalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikannya
dilakukan dengan menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau
surat pemindah bukuan.
Namun menurut Kasmir (2008:105) jenis-jenis penggolongan kredit selain
beberapa penggolongan yang disebutkan diatas, penggolongan kredit
24 d. Menurut segi jaminannya
1) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan
yang diberikan si calon debitur.
2) Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang di berikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan
karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.
e. Dilihat dari segi usaha
1) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan tau pertanian rakyat
2) Kredit pertenakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya
peternakan ayam dan jangka panjang kambing atau sapi.
3) Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil, menengah
atau besar.
4) Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibayainya biasanya
25 5) Kredit pendidikan, merupaka kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk
para mahasiswa.
6) Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti dosen, dokter
atau pengacara.
7) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan.
8) Dan sektor-sektor lainnya.
D. Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah adalah salah satu resiko yang dihadapi dalam dunia
perbankan, karena hampir semua perbankan memiliki kredit bermasalah. Kredit
bermasalah dapat mempengaruhi keberlangsungan bank dalam beroperasi,
karena tidak sedikit bank di Indonesia yang harus tutup karena mengalami
kredit bermasalah. Oleh sebab itu hampir setiap bank pula menerapkan
manajemen kredit untuk meminimalisir terjadinya kredit bermasalah.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.31 tentang
akuntansi perbankan butir 24 menyebutkan bahwa: “Kredit non performing
pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau
26 atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit
non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang
lancar, diragukan, dan macet.”
Menurut Sutojo (2008:13) menyatakan jika “pengertian kredit bermasalah
adalah suatu keadaan di mana debitur mengingkari janji mereka membayar
bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi
keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.
Sedangkan menurut Manurung (2004:196) kredit yang disalurkan dikatakan
bermasalah apabila pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang telah
direncanakan atau lewat dari jatuh tempo, bahkan tidak dikembalikan sama
sekali.
Dalam dunia perbankan internasional, kredit dapat dikatagorikan ke dalam
kredit bermasalah bilamana (Sutojo,2008:13)
1) Terjadinya keterlambatan pembayaran bunga dan/atau kredit induk lebih dari 90
hari sejak tanggal jatuh temponya.
2) Tidak dilunasi sama sekali, atau
3) Diperlukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit dan bunga
27 Kredit bermasalah dikategorikan dalam tiga kelompok (Sutojo, 2008:13)
yaitu kredit kurang lancar, kredit yang diragukan, dan kredit macet. Dapat
disimpulkan bahwa kredit bermasalah adalah pituang yang tak tertagih atau
kredit yang mempunyai kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet karena
mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor tertentu.
Berdasarkan surat Edaran Bank Indonesia Nomor7/56/DPbS tanggal 9
Desember 2005, pedoman untuk perhitungan rasio non performing loan (NPL)
dihitung dengan cara sebagai berikut:
NPL= X 100%
E. Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami
kenaikan secara terus menerus (Nanga, 2001:237).Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi
jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-mempengaruhi. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali
waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Kredit yang bermasalah
28 Sementara itu Earchen (2000:13) bahwa Inflasi adalah kenaikan harga
terus-menerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi,
bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan harga tidak berarti
sebagai inflasi. Sedangkan Sukirno (2004:27) memberikan definisi bahwa
inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian.
2. Jenis-Jenis Inflasi
Dalam teori ekonomi penggolongan pertama inflasi didasarkan parah atau
tidaknya inflasi tersebut. Sukirno (2005:11) membedakan beberapa macam
inflasi yaitu:
a. Inflasi Merayap
Yakni jenis inflasi yang terjadi besarannya hanya sekitar 2-3%
pertahun.
b. Inflasi Sederhana/Inflasi menengah
Inflasi yang terjadi sekitar 5-8% pertahun atau masih <10% inflasi ini
dapat ditandai dengan meningkatnya harga yang cukup besar dan kondisi
tersebut berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat
akselerasi, yang artinya harga pada bulan/minggu berikutnya selalu lebih
tinggi dari waktu sebelumnya.
29 Inflasi jenis ini sangat mengkhawatirkan, karena harga-harga barang
meningkat sampai dengan lima atau enam kali dalam waktu satu tahun
sehingga nilai uang turun secara tajam. Inflasi yang tinggi biasanya
dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang panas (over heated), artinya
permintaan atas produk melebihi kapasitas penawaran produknya.
3. Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya, dibedakan menjadi dua, yaitu: (Sukirno, 2006:333).
a. Demand pull inflation
Yaitu inflasi yang disebabkan terlalu kuatnya peningkatan agregat
permintaan terhadap komoditi-komoditi di pasar barang.
b. Cost low inflation
Yaitu inflasi yang dissebabkan bergesernya kurva agregat penawaran ke
arah kiri atas. Penyebabnya adalah meningkatnya harga-harga faktor
produksi sehingga menaikan harga komoditi di pasar.
4. Efek Inflasi
Efek Inflasi dapat mempengaruhi sektor perekonomian dan meningkatkan
30 oleh fluktuaktifnya harga minyak dunia, dan telah terbukti menjadi peristiwa
yang banyak mengacaukan perekonomian dunia dalam dekade akhir. Dampak
inflasi yang dirasakan bagi rakyat miskin atau berpenghasilan rendah terkadang
jauh lebih besar dibandingkan dengan angka inflasi itu sendiri.
Inflasi telah mendepresiai nilai kekayaan dan pendapatan riil masyarakat
sehingga terjadi penurunan daya beli. Dalam kondisi demikian perusahaan
dililit oleh biaya – biaya produksi dan pemasaran yang semakin naik. Sehingga
pendapatan perusahaan makin menurun.
Menurut Manurung (2008:371) setidaknya ada tiga biaya sosial yang harus
ditanggung akibat tingginya angka inflasi. Dampak sosial tersebut ialah
menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi pendapatan,
dan terganggunya stabilitas perekonomian. Inflasi dapat menimbulkan beberapa
efek buruk terhadap kegiatan ekonomi dan kemakmuran individu dan
masyarakat (Sukirno 2006:338).
a. Efek Buruk Inflasi terhadap Perkembangan Ekonomi
Biaya yang terus-menerus mengalami kenaikan menyebabkan kegiatan
produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih
suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Kegiatan ekonomi
semacam ini dapat menyebabkan produktivitas dan berakibat pada
31 produk dalam negeri tidak bisa bersaing diluar negeri sehingga ekspor akan
menurun.
b. Efek Buruk Inflasi terhadap Kemakmuran Masyarakat
Inflasi dapat menurunkan pendapatan riil orang-orang yang
berpendapatan tetap. Selain itu inflasi dapat mengurangi nilai kekayaan
yang berbentuk uang. Sebaliknya harta-harta tetap seperti rumah dan tanah
akan terus mengalami kenaikan harga. Hal demikian dapat menyebabkan
tidak meratanya kekayaan di masyarakat.
5. Indikator Inflasi
Menurut Manurung dan Prathama (2004:164) ada beberapa indikator
ekonomi makro yang digunaka untuk mengetahui tingkat inflasi selama satu
periode tertentu yaitu:
a. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukan
tingkat harga barang dan jasa harus dibeli konsumen dalam suatu periode
tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan
jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam suatu periode tertentu.
Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan
tingkat keutamaanya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi
32 Di Indonesia sendiri untuk menghitung IHK dilakukan dengan
memperhitungkan sekitar beberapa ratus harga komoditas pokok. Hal ini
dilakukan untuk lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
perhitungan IHK dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu
dengan mempertimbangkan tingkat inflasi kota-kota besar, terutama
Ibukota Propinsi di Indonesia.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Jika inflasi melihat dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan
Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB seing
juga disebut sebagai indeks harga produsen. IHPB menunjukkan tingkat
harga yang diterima oleh produsen berbagai tingkat produksi. Prinsip
menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan cara
berdasarkan IHK
c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran
laju inflasi yang terbatas. Sebab jika dilihat dari metode perhitungannya kedua
indikator tersebut hanya melengkapi beberapa puluh kota saja. Sama halnya IHK-IHKt-1
INFLASI = X 100%
IHKt-1
IHPB-IHPBt-1
INFLASI = X 100%
33 dengan dua indikator sebelumnya, perhitungan inflasi berdasarkan IHI
dilakukan dengan menghitung perubahaan angka indeks.
6. Kebijakan yang dapat diambil untuk menghadapi inflasi
Inflasi tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat dilakukan
pemerintah dan otoritas moneter dengan cara melakukan beberapa kebijakan
yang menyangkut bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun kebijakan
tersebut yaitu:
a. Kebijakan moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar.
Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi
menuju kondisi normal. Untuk menjalankan kebijakan ini bank Indonesia
menjalankan beberapa politik/kebijakan yaitu politik diskonto, politik pasar
terbuka dan menaikkan cash ratio.
1) Politik diskonto ditujukan untuk menaikan tingkat bunga karena
dengan bunga kredit tinggi maka aktiitas ekonomi yang menggunakan IHI-IHIt-1
INFLASI = X 100%
34 dan pinjaman akan tertahan karena modal pinjaman akan menjadi
mahal.
2) Politik pasar terbuka dilakukan dengan cara menawarkan surat
berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan masyaraka
membeli surat berharga tersebut seperti surat yang memiliki tingkat
bunga tinggi dan ini merupakan upaya agar uang yang beredar
dimasyarakan mengalai penurunan jumlahnya.
3) Cash Ratio artinya cadangan yang diwajibkan oleh bank sentral
kepada bank-bank umum yang besarannya tergantung kepada
keputusan dan kebijakan dari bank sentral atau pemerintah.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan yang berhubungan dengan financial pemerintah. Bentuk
kebijakan ini antara lain:
1) Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran
keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
2) Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat
berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang
menurun dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat
35 c. Kebijakan Non-Moneter
Kebijakan ini dapat dilakukan dengan cara menaikan hasil produksi,
kebijakan upah dan pengawasan harga dan distibusi barang.
F. BI Rate
Menurut situs resmi Bank Indonesia www.bi.go.id, BI rate adalah suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat
Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang
dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management)
di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga
PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan
pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank
Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabilaterjadi inflasiyang
melampaui batas pada sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia
akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah
36 Dalam hal ini jadwal penetapan dan penentuan BI rate melalui Rapat Dewan
Gubernur (RDG), yaitu:
a) Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui
mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
b) Respon kebijakan moneter (BI rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG
berikutnya
c) Penetapan respon kebijakan moneter (BI rate) dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam
memengaruhi inflasi.
d) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula,
penetapan stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan
melalui RDG Mingguan.
G. Kurs
Menurut www.bi.go.id, yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai tukar
satuan uang suatu negara terhadap negara lain. Nilai tukar dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan
intervensi bank sentral terhadap pasar uang jika diperlukan sehingga senantiasa
berubah.
Menurut Mandala Manurung Prathama Rahardja dalam bukunya Uang,
37 sebagai kurs atau nilai tukar, harga suatu mata uang dinilai dengan mata uang lain.
Jadi nilai tukar atau harga mata uang asing adalah nilai tukara mata uang suatu
negara terhadap suatu mata uang negara lainnya.
Exchange Rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan
sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang
asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic
currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang
asing (Adiwarman Karim, 2008:157). Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat
harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan
dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional,
turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek
antarnegara, yang melewati batasbatas geografis ataupun batas-batas hukum.
Kurs merupakan salah satu hal terpenting dalam perekonomian terbuka,
karena memiliki pengaruh yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun
variabel-variabel makroekonomi lainnya.
Kurs menggambarkan harga dari suatu mata uang terhadap mata uang negara
lainnya, juga merupakan harga dari suatu aktiva atau harga aset (asset price)
(Krugman, 2005: 40). Sadono sukirno (2004:197), menjelaskan bahwa kurs valuta
asing dapat didefinisikan sebagai nilai seunit valuta (mata uang) asing apabila
38 mata uang suatu negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar riil
dan nilai tukar nominal (Mankiw, 2006:242).
Nilai tukar nominal adalah nilai tukar yang digunakan seseorang saat
menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar
rupiah merupakan nilai dari suatu mata uang rupiah yang ditukarkan ke dalam
mata uang negara lain. Contohnya nilai tukar rupiah terhadap dolaar AS, nilai
tukar rupiah terhadap Yen, nilai tukar rupih terhadap Euro dan lain-lain.
Nilai tukar riil ialah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan
barang dan jasa suatu negara dengan barang dan jasa negara lain, nilai
tukar riil menyatakan tingkat dimana pelaku ekonomi dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatau negara dengan barang-barang
negara lain.
H. Loan to Deposit Ratio
Loan to Deposit Ratio atau yang sering disingkat dengan LDR adalah rasio
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam bentuk rupiah dan valuta asing
dan tidak termasuk kredit kepada Bank lain, diman dana pihak ketiga mencangkup
giro, tabungan, dan deposto dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana
antar Bank. (www.bi.go.id)
Menurut Mulyono (2001:101) Loan to Deposit Ratio merupakan rasio
39 kredit dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Loan to
Deposit Ratio menjadi salah satu gambaran kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Jadi semakin tinggi tingkat Loan to
Deposit Ratio memberikan indikasi bahwa tingkat kemampuan likuiditas bank
semakin rendah, dikarendakan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai
kredit menjadi semakin besar. Begitupun sebaliknya, apabila Loan to Deposit
Ratio rendah maka menunjukkan bahwa tingkat ekspansi kredit yang rendah
dibandingkan dengan dana yang diterimanya dan menunjukkan bahwa bank masih
jauh dari maksimal dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Yaitu bank
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan
menyalurkannya kembali ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit.
Menurut Lukman Dendawijaya (2005:116) Loan to Deposit Ratio adalah
ukuran seberap jauh kemampuan bank dalam membiayai kembali penarikan dana
yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Lukman Denda Wijaya (2009:116) Perhitungan Loan to
Deposit Ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LDR= Total Kredit yang disalurkan X100%
40
I. Ukuran Bank (Bank Size)
Ukuran bank atau istilah yang lebih dikenal adalah bank size didefinisikan
sebagai ukuran besar kecilnya skala suatu bank degan berbagai cara, antara lain
adalah : total aktiva, nilai pasar saham dan lain-lain. Menurut Rose (2002:172)
Pada dasarnya bank dapat dibagi menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total
assets yaitu bank besar dengan asset 100 milyar dolar Amerika, bank menengah
dengan asset 100 juta hingga 10 milyar dolar Amerika, dan bank kecil dengan
asset dibawah 100 juta dolar Amerika .
Menurut Ardi dan Lana (2006_ besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari
total asset yang dimiiliki oleh perusahaan tersebut. Semakin besar asset yang
dimiliki perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Asset
perusahaan merupakan posisi utama dalam mencerminkan kekayaan yang
merupakan hasil penjualan dalam berbagai bentuk. Dalam perusahaan perbankan
ukuran perusahaan dapat dilihat dari jumlah total asset yang dimiliki oleh bank
tersebut. Asset yang dimiliki oleh bank terdiri atas kas, giro pada bank lain, giro
pada BI penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan,
penyertaan, biaya dibayar dimuka, aktiva tetap, aktiva sewa guna usaha, aktiva
lain-lain.
Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional
41 besar hasil operasional perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti dengan
peningkatan hasil operasi akan semakin meningkatkan kepercayaan dari pihak
eksternal terhadap perusahaan. Berdasarkan teori skala efesiensi dapat
disimpulkan bahwa perusahaan dengan aset yang besar mampu menghasilkan
keuntungan lebih besar apabila diikuti dengan hasil dari aktivitas operasionalnya.
J. Hubungan antar Variabel
1. Hubungan antara Inflasi dengan Non Performing Loan
Dalam dunia perekonomian inflasi tidak dapat dipisahkan dengan
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu negara. Inflasi merupakan
hal yang wajar terjadi, hal ini bisa memiliki arti suatu negara dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan yang baik atau malah sebaliknya. Dengan kata
lain inflasi dapat menjadi acuan tolak ukur bagi perekonomia suatu negara.
Hal ini Inflasi turut mendorong para pelaku ekonomi dalam menyesuaikan
penilaian terhadap harga-harga dan dengan adanya penyesuaian itu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Manurung, 2008:260). Selain itu inflasi
juga mengharuskan pengusaha untuk menaikan gaji para pegawainya. Kedua hal
tersebut dapat mempengaruhi pada kegiatan usaha produksi suatu perusahaan dan
akan berpengaruh pula pada tingkat keuntungan yang diraup oleh perusahaan,
42 pembiayaan yang telah diberikan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
kenaikan tingkat pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh perbankan.
2. Hubungan antara BI Rate dengan Non Performing Loan
BI Rate merupakan suku bunga acuan yang menjadi kebijakan yang
diambil oleh Bank Indonesia yang merupakan peranannya sebagai bank central
pemerintahaan, BI Rate menjadi salah satu tools kebijakan moneter dalam
perekonomian Indonesia. Kebijakan BI rate ini di ambil dan di umumkan
kepada bank-bank umum yang ada di Indonesia untuk menekan laju inflasi
yang terjadi dan nantinya besaran dari kebijakan BI rate ini dapat menjadi suku
bunga acuan bagi bank-bank lainnya dalam melakukan kegiatan perbankan.
Kenaikan BI Rate sebagai suku bunga acuan dapat mempengaruhi tingkat
penyaluran kredit perbankan ke masyarakat, karena hal ini masyarakat akan
berpikir dua kali untuk mengambil dan mengajukan pinjaman ke bank. Hal ini
akan berakibat sama juga pada tingkat pengembalian kredit ke bank, karena
kemampuan masyarakat dalam pengembalian pinjaman akan berpengaruh
akibat dari kenaikan suku bunga pinjaman. Hal ini bisa diambil hipotesa bahwa
43
3. Hubungan antara Kurs dengan Non Performing Loan
Kurs atau nilai tukar merupakan cerminan dari fundamental
perekonomian suatu negara terhadap negara lain. Penguatan atau pelemahan
nilai tukar rupiah khususnya terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi
perekonomian dan mempengaruhi pemerintah dalam menetapkan suatu
kebijakan, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal.. Penguatan atau
pelemahan kurs akan mempengaruhi tingkat harga suatu barang dan hal ini
dapat memicu terjadinya inflasi. dan nantinya akan berimbas pula bagi kegiatan
perbankan di Indonesia dalam menentukan besaran biaya yang akan disalurkan
mengingat masyarakat akan berpikir untuk melakukan pengajuan pinjaman
apabila harga-harga naik. Dan hal ini dapat berpengaruh juga terhadap tingkat
pengembalian pinjaman karena bank harus bisa mengatur dengan menyesuaikan
terhadap lonjakan yang terjadi pada nilai tukar.
4. Hubungan antara Loan to Deposit Ratio dengan Non Performing Loan
Menurut Wiagustini (2010:76) likuiditas merupakan rasio keuangan untuk
mengatur kemampuan oerasional bank dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya pada saat ditagih. Sedangkan menurut Riyadi (2006:165) Idikator
likuiditas dan penurunan fungsi intermediasi perbankan ii dapat dilihat dari
Loan to Deposit Ratio dimana perbandingan antara total kredit yang diberikan
44 Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank untuk menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediary, oleh karena itu kegiatan
penghimpunan dana kredit dari masyarakat sangat menentukan besar kecilnya
profit atau keuntungan bank sekaligus menentukan besar kecilnya risiko yang
diambil oleh bank. Besar kecilnya rasio keuntungan maupun kerugian yang
akan dialam oleh bank hal ini sangat dipengaruhi adanya kredit bermasalah atau
Non Performing Loan.
Rasio LDR merupakan acuan dari neraca keuangan oleh bank, dan menjadi
salah satu indikator besarnya kredit yang disalurkan oleh bank, semakin tinggi
LDR maka jumlah kredit yang akan diberkan juga semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan awha pada saat jumlah kredit yang diberikan dan rasio LDR
tinggi, kemungkinan laba yang diperoleh melalui pendapatan bunga pun akan
tinggi
5. Hubungan antara Bank Size dengan Non Performing Loan
Menurut Ranjan dan Dahl (2003), Ukuran Bank diperoleh melalui
perhitungan total asset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan jika
dibandingkan dengan total assets dari bank-bank lain.
Assets disebut juga aktiva, sisi aktiva pada bank menunjukkan strategi dan
45 kas, rekening pada bank sentral, pinjaman jangka pendek dan jangka panjang,
serta aktiva tetap.Semakin besar assets atau aktiva yang dimiliki oleh suatu
bank maka semakin besar pula jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh bank
tersebut.
Menurut Dendawijaya (2000) semakin besar volume kredit memberikan
kesempatan bagi pihak bank untuk menekan tingkat Spread, yang pada
akhirnya akan menurunkan tingkat bunga kredit (lending rate) sehingga bank
akan lebih kompetitif dalam memberikan pelayanan kepada kreditur atau
nasabah yang membutuhkan kredit. Dalam penelitian Rajiv Ranjan dan Sarat
Chandra Dahl (2003) mengungkapkan bahwa semakin besar ukuran bank (Bank
46
K. Penelitian Terdahulu
No Peneliti, Tahun, Judul
Variabel Metode Hasil Penilitian
48
Hasil dari penelitian adalah bank lending rate, collateral value against
loan, bank size, dan
bank’s credit culture
51
M. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teoritis dan penelitian terdahulu yang telah disajikan,
hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis 1: Terdapat pengaruh antara variabel penyaluran kredit Inflasi,
Kurs, BI Rate, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Bank Size secara
simultanterhadap Non Performing Loan (NPL)
2. Hipotesis 2: Terdapat pengaruh antara Inflasi secara parsial terhadap Non
Performing Loan (NPL)
3. Hipotesis 3: Terdapat pengaruh antara Kurs secara parsial terhadap Non
Performing Loan(NPL)
4. Hipotesis 4: Terdapat pengaruh antara Loan to Deposit Ratio secara
parsialterhadap Non Performing Loan(NPL)
5. Hipotesis 5: Terdapat pengaruh antara Bank Size secara parsial terhadap
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Obyek dari penelitian adalah Bank Umum Swasta non Devisa. Data yang
digunakan adalah dari tahun 2008-2014 dengan menggunakan data time series
yang diperoleh melalui Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat (dependent variables) yaitu
kredit bermasalah Non Performing Loan pada Bank Umum Swasta non Devisa
Sedangkan variabel bebasnya (independent variables) menggunakan faktor
ekonomi makro dan internal bank yaitu adalah Inflasi, BI Rate, kurs, LDR dan
Bank Size.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karaketristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008:61). Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2008:62)
Obyek dalam penelitian ini adalah Bank Umum Swasta non Devisa dari
periode Januari 2008 sampai Desember 2014 dari laporan keuangan bank yang