PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH,
KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK
TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi ( S.E )
Disusun Oleh :
HUSNI AENIN
NIM. 1111082000116
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Husni Aenin
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Oktober 1993
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah Abang – Jakarta Pusat
Telepon : 083892103690 Email : husni.aenin@live.com
II. PENDIDIKAN
SD N No. 13 Allu 1 1999-2005
SMP N 1 Bangkala 2005-2008
SMA N 1 Tamalatea 2008-2009
MA Jamiat Kheir 2009-2011
S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah 2011-2015
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : Muhammad Ribekhi
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 06 November 1959
Ibu : Aminingsih
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 30 November 1965
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah Abang – Jakarta Pusat
ABSTRACT
THE EFFECT OF THE CHARACTERISTICS OF THE GOVERNMENT, THE COMPLEXITY OF THE GOVERMENT AND THE RESULTS OF AUDIT OF THE FINANCIAL STATEMENT DISCLOSURE LEVEL IN INDONESIA IN 2013
By Husni Aenin
This study was conducted to analyze the effect of the government characteristics, the complexity of the government and the results of audits of the financial statement disclosure level of local government in Indonesia in 2013. Three factors influencing that 1) the characteristics of government consists of local goverement wealth, the level of dependence, total assets and the type of government; 2) the complexity of government consists of a population and the number of units under local government (SKPD); and 3) Results of audit consists of audit findings and the value of the findings. In this study using two (2) research model. The first model using lag effect and the second model using no lag effect. This study used a sample of local government districts and cities in Indonesia during 2013. Based on the purposive sampling method, the total sample was 425 financial statements. Testing the hypothesis in this study using multiple regression techniques.
The results showed that for both models only the wealth of the goverement and the type of government that have a significant effect on the level of disclosure. For regional assets have positive and significant impact on the disclosure. As for the type of government found that the district government revelations level higher than the level of disclosure of the city government.
ABSTRAK
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH, KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA TAHUN 2013
Oleh Husni Aenin
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintah dan hasil audit BPK terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia tahun 2013. Tiga Faktor yang mempengaruhi yaitu 1) karakteristik pemerintah terdiri dari kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total aset dan tipe pemerintah; 2) kompleksitas pemerintah terdiri dari jumlah penduduk dan jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD); dan 3) Hasil audit BPK terdiri dari temuan audit dan nilai temuan. Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) model penelitian. Model pertama menggunakan metode lag effect dan model kedua menggunakan metode no lag effect. Penelitian ini menggunakan sampel pemerintah daerah kabupaten dan kota di Indonesia selama tahun 2013. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel penelitian adalah 425 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk kedua model hanya kekayaan daerah dan tipe pemerintah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Untuk kekayaan daerah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan. Sedangkan untuk tipe pemerintah menemukan bahwa tingkat pegungkapan pemerintah kabupaten lebih tinggi dari tingkat pengungkapan pemerintah kota.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta
salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah
membimbing umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka
memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, bimbingan,
dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini, kepada :
1. Bapak Muhammad Ribekhi dan Mamah Aminingsih tersayang terimakasih atas
segala pengorbanan, perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa tiada henti yang
selalu tercurah untuk ananda, semoga ananda senantiasa bisa membuat kalian
bangga dan bahagia. Maaf atas keterlambatan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA Selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
semua saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai
terlaksananya sidang skripsi.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Dr. Rini, M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
7. Kakakku Mas Faat, dan Husna nana terimakasih atas dukungan yang bersifat
moril dan materiil yang diberikan kepada penulis.
8. Sahabat Celotehku Tersayang, Rika W, Mute, Rika J, Syaifa, Fia, Ulfah, Hani,
Amanah dan Dian, Terimakasih telah memberikan motivasi dan doa kepada
penulis selama proses pembuatan skripsi.
9. The Buddiest do re mi (Mute dan Kw), yang selalu menyemangati dan
memberikan perhatian serta menjadi motivator, Terima kasih sayang-sayangku,
Terimakasih untuk kebersamaan kita yang luar biasa.
10. Seluruh Kawan-kawan Akuntansi 2011 khususnya Akuntansi B dan Adik-adik
angkatan 2012 - 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
:Jakarta, Nopember 2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul………...………ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif……..………...………iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi………..…....iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah……….….…....v
Daftar Riwayat Hidup………....……….vi
Abstract...viii
Abstrak………...…………..………..ix
Kata Pengantar……….………..……….…...x
Daftar Isi………...…...………..………..xiii
Daftar Tabel...xviii
Daftar Gambar...xix
Daftar Lampiran……….……….………...xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...…………..………1
B. Perumusan Masalah..………...………...7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….………8
1. Tujuan Penelitian………...……...8
2. Manfaat penelitian……….………10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur…..……...…………...…..………11
1. Teori Keagenan…….………..………..11
2. Teori Signalling………….…………..……….……….14
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah………...…………16
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten dan Kota..25
7. Karakteristik Pemerintah……..……...………...………...34
a. Kekayaan Daerah……...…….………….….………35
b. Tingkat Ketergantungan…..….……….………...36
c. Total Aset………....……….38
d. Tipe Pemerintahan………...…………..………39
8. Kompleksitas Pemerintah.……….……….….40
a. Jumlah Penduduk…...……….….41
b. Jumlah SKPD…………..………....41
9. Hasil Audit BPK…...………...………..42
B. Penelitian Terdahulu.……….……...………47
C. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis….………..…….56
1. Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.………….……….56
2. Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….……..………57
3. Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………….……….……….58
4. Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….………..59
5. Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………….………..………60
6. Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….………...61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Ruang Lingkup Penelitian………..………...67
B.Metode Penentuan Populasi dan Sampel...………..……….67
C.Metode Pengumpulan Data…..………....………...68
D.Metode Analisis Data………..…………..………….………..69
1. Statistik Deskriptif………..……..………70
2. Uji Asumsi Klasik……….……...………...………..71
a. Uji Normalitas………...……….71
b. Uji Multikolinieritas………..………72
c. Uji Heteroskedastisitas……….………73
3. Pengujian Hipotesis…….……...…………..………73
a. Koefisien Determinasi (R²)……...……...………...76
b. Uji F-statistik………..………...76
c. Uji T-statistik………..………...77
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian………..……….…………...78
1. Pengungkapan LKPD………..……….78
2. Kekayaan Daerah………..………....80
3. Tingkat Ketergantungan………….……….………….81
4. Total Aset……….……..81
5. Tipe Pemerintah…………..………..82
6. Jumlah Penduduk………83
7. Jumlah SKPD………..……….……….83
8. Temuan Audit………...……….84
9. Tingkat penyimpangan………..……...84
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………86
1. Deskripsi Objek Penelitian………...86
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian………...88
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif………88
a. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model I……...………...88
b. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model II………..93
2. Uji Asumsi Klasik………97
a. Uji Normalitas………..………...98
b. Uji Multikolinieritas……….………..99
1) Uji Multikolineritas pada Model I…………...….100
2) Uji Multikolineritas pada Model II………...…..101
c. Uji Heteroskedastisitas………...………….…102
d. Uji Autokorelasi………...….………...104
1) Uji Autokorelasi pada Model I……….……….105
2) Uji Autokorelasi pada Model I1………….…………105
3. Uji Hipotesis………...…………..……….106
a. Uji Koefisien Determinasi R (Adjusted R-Squared)………..106
b. Uji Signifikansi F-test (Uji F)……….108
c. Uji Signifikansi T-test (Uji-t)………...……..110
1) Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………...111 2) Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………..………...112
3) Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………113
6) Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah………117
7) Jumlah temuan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model I)………...117
8) Jumlah temuan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)………...…120
9) Tingkat Penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model I)………...…..………...120
10) Tingkat Penyimpangan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)….……….………122
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan………..123
B. Implikasi…...………127
C. Saran……….128
Daftar Pustaka……….……….129
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu………..……...…….47
4.1 Proses Pengambilan Sampel……...………86
4.2 Statistik Deskriptif Model I………..………...89
4.3 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model I………..………...91
4.4 Statistik Deskriptif Model II…….………...………...93
4.5 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model II…...……….……….……..………...95
4.6 Hasil Uji Multikolinearitas Model I………...…….100
4.7 Hasil Uji Multikolinearitas Model II………...101
4.8 Uji Autokorelasi Model I………..………..………...105
4.9 Uji Autokorelasi Model II...…………..………..…..………...106 4.10 Uji Koefisien Determinasi Model I………..………...107
4.11 Uji Koefisien Determinasi Model I………..………...108
4.12 Hasil Uji Statistik F Model I………..………..109 4.13 Hasil Uji Statistik F Model I……….………..109 4.14 Hasil Uji t Model I……….………110
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran Model I (Lag Effect)………65
2.2 Skema Kerangka Pemikiran Model II (No Lag Effect)………..…....66
4.1 Grafik Histogram Model I………...………...98
4.2 Grafik Histogram Model II………..98
4.3 Grafik P-Plot Model I………..99
4.4 Grafik P-Plot Model II……….99
4.5 Grafik Scatterplot Model I…………...……….…...102
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Tabel Checklist Scoring Laporan keuangan………...132
2. Data Sampel………141
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi Daerah diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan
diamandemen menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
menyatakan bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undanganan. Pemberian wewenang ini juga berdampak pada pengalihan anggaran
untuk pemenuhan urusan tersebut dari pusat ke daerah. Otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal ini diikuti dengan reformasi keuangan. Reformasi keuangan
dilakukan pada semua tahapan proses keuangan negara dimulai dari perencanaan
dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan
dan audit. Oleh karena itu dalam rangka mendukung terciptanya tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance), dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangannya secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Bentuk upaya pemerintah daerah dalam
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah secara akuntabel dan
(LKPD) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku agar bisa menyajikan
informasi yang mudah diakses, dipahami dan dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah menyebutkan bahwa pendelegasian kewenangan
yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu,
mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan melalui mekanisme
perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Kewenangan untuk
memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui dana
perimbangan yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana
alokasi khusus. Otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Salah satu upaya konkrit
Pemerintah Daerah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
daerah secara akuntabel dan transparan adalah dengan menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) termasuk didalamnya pengungkapan yang
wajar sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24/2005) yang diubah terakhir
kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (PP 71/2010) tentang
hal yang sama. Berdasarkan PP 71/2010, pengungkapan laporan keuangan yang
disusun pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap,
dimana laporan keuangan harus menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan. Informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka (on the
face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Namun beberapa penelitian menemukan bahwa tingkat pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) pada Catatan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan di Indonesia masih rendah yaitu
rata-rata pengungkapan sebesar 52.57% (Liestiani, 2008), 44,56% (Hilmi dan
Martani 2012 ), 51.9% (Andriani 2012), 60,1% (Arifin dan Fitriasari 2014), serta
dalam penelitian Sarah (2014) yang menunjukkan tingkat pengungkapan LKPD
sebesar 54%.
Pengungkapan laporan keuangan pemerintah, khususnya pemerintah
daerah (Pemda), belum sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal. Penelitian
yang dilakukan oleh Hilmi dan Martani (2011) menunjukkan bahwa rata-rata
tingkat pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan selama tahun 2006
hingga tahun 2009 adalah 44,56%. Bagian dengan rata-rata tingkat pengungkapan
dengan rata-rata tingkat pengungkapan terendah terdapat pada bagian ikhtisar
pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan dengan rata-rata tingkat
pengungkapan hanya sebesar 15,13%.
Ingram (1984) dalam penelitiannya menyebutkan bebarapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pengungkapan yaitu : (1) koalisi pemilih (masyarakat)
yang mendorong peningkatan permintaan akan informasi, (2) kekuatan
administrasi, seperti pemilihan administrator sistem akuntansi, pemilihan auditor,
dan (3) management incentive yang terdiri dari kekayaan negara, profesionalisme
dan kompleksitas pemerintah. Penelitian ini mengambil sampel pemerintah
negara bagian di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat
pengungkapan berhubungan positif dan signifikan dengan koalisi pemilih,
kekuatan administrasi, dan management incentive. Sedangkan faktor alternatif
information source mempunyai hubungan negatif dengan tingkat pengungkapan.
Penelitian lain dilakukan oleh Cheng (1992) dengan menggunakan model
ekonomi-politik didasarkan pada teori dan studi empiris dalam sektor publik
untuk menjelaskan pengungkapan laporan keuangan dalam pemerintah daerah.
Terdapat bukti yang mendukung bahwa pengungkapan tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan politik dan kekuatan dari institusi yang terdapat pada pemerintah
daerah.
faktor-Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota untuk tahun anggaran 2006. Variabel
independen yang digunakan oleh Liestiani (2008) dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu insentif pemda, hasil pemeriksaan, dan karakteristik daerah. Insentif pemda
terdiri dari tiga variabel yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan dan
kompleksitas pemerintahan. Kelompok hasil pemeriksaan ada dua hal yang
diteliti yakni jumlah temuan pemeriksaan dan tingkat penyimpangan. Dari enam
variabel yang diteliti, variabel kekayaan daerah, kompleksitas pemerintah (jumlah
populasi), jumlah temuan, dan tingkat penyimpangan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan
tingkat ketergantungan dan karakteristik daerah tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Hilmi dan
Martani (2011) juga melakukan penelitian tentang tingkat pengungkapan yang
menunjukkan bahwa kekayaan lokal, populasi, dan tingkat penyimpangan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan provinsi
laporan keuangan pemerintah. Tingkat ketergantungan, total aset, jumlah satuan
kerja perangkat daerah (SKPD), dan jumlah temuan audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2008) dan Hilmi (2011)
menggunakan variabel temuan audit dan nilai temuan pada tahun yang sama.
Padahal UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga
laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat
koreksi tersebut. Sehingga idealnya pemerintah daerah akan memenuhi
rekomendasi yang diberikan oleh BPK untuk melakukan perbaikan dan
meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya dengan melakukan
perbaikan-perbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan rekomendasi yang telah
diberikan oleh auditor. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 2 metode
untuk mengukur jumlah temuan dan nilai temuan yaitu dengan metode lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan tahun lalu untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan
keuangan tahun berikutnya. Selain itu, metode kedua adalah metode no lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan periode sekarang untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan
keuangan pada tahun yang sama seperti yang dilakukan oleh Liestiani (2008),
Hilmi (2010), Khasanah (2014). Selain itu, dalam penelitian ini terdapat
penambahan satu variabel yaitu Tipe pemerintahan sebagai proksi dari
karakteristik pemerintah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
tingkat pengungkapan kota dengan tingkat pengungkapan kabupaten.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengambil topik ini untuk
disebabkan karena terbatasnya informasi pemerintah yang dapat diakses publik
dan sulitnya mengembangkan motif yang mendasari pengungkapan. Kedua,
penelitian yang mengukur variabel jumlah temuan audit dan nilai temuan dengan
menggunakan dua metode ( lag effect dan no lag effect ) jarang dilakukan, hanya
terdapat beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Andriani (2012) dan
Fitriasari (2014). Ketiga, laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan tahun terbaru yaitu tahun 2013 yang juga
menggunakan peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Berdasarkan hal
tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik
Pemerintah, Kompleksitas Pemerintah, Hasil Audit BPK terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Daerah di Indonesia Tahun 2013
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
1. Apakah kekayaan daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
2. Apakah tingkat ketergantungan pemerintah daerah kabupaten / kota terhadap
pemerintah pusat berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
3. Apakah total aset berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
4. Apakah tipe pemerintahan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
5. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
6. Apakah jumlah SKPD berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
7. Apakah temuan audit tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
8. Apakah temuan audit periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
9. Apakah tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
10.Apakah tingkat penyimpangan periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
b. Menganalisis pengaruh tingkat ketergantungan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
c. Menganalisis pengaruh total aset terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia.
d. Menganalisis pengaruh tipe pemerintahan terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
e. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
f. Menganalisis pengaruh jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
g. Menganalisis pengaruh temuan audit tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
h. Menganalisis pengaruh temuan audit periode sekarang terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
i. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
j. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan periode sekarang terhadap
2. Manfaat Penelitian
A. Kontribusi Teoritis
1. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2. Peneliti berikutnya, Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang
akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
3. Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah
referensi mengenai akuntansi pemerintahan sehingga dapat bermanfaat
bagi penulis di masa yang akan datang.
B. Kontribusi Praktis
1. BPK RI, sebagai salah satu bahan pertimbangan mengenai audit yang
akan dilakukan di pemerintahan daerah.
2. Pemerintahan Daerah sebagai bahan evaluasi agar terus meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah.
3. Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang akuntabilitas dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Teori Keagenan (Agency Theory) membahas tentang hubungan
keagenan dimana suatu pihak tertentu (Principal) mendelegasikan pekerjaan
kepada pihak lain (Agent) yang melakukan pekerjaan. Jensen dan Meckling
(1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a
contract under which one or more person (the principals) engage another
person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang
terbaik bagi principal (Setiawan, 2012).
Principal didefinisikan sebagai pihak yang merupakan pemilik dari
suatu institusi (beneficiary holder), sebutlah perusahaan atau institusi
pemerintah, sedangkan agent adalah staf yang ditunjuk untuk mengelola dan
menjalankan aktivitas. Problem muncul ketika ada perbedaan kepentingan
bisnis atau melaksanakan kegiatan secara efisien, sedangkan agent bertujuan
meningkatkan standar hidup dirinya dan keluarganya (Lesmana, 2010).
Dalam banyak kasus, tidak semua informasi yang dimiliki oleh agent
juga dimiliki oleh principal sehingga sangat memungkinkan bagi agent
untuk memanipulasi informasi untuk kepentingan dirinya (asymmetric
information). adanya asymetric information menyebabkan terjadinya
penyelewengan yang dilakukan oleh agent dan menimbulkan
ketidakpercayaan principal. oleh karena itu agent harus memberikan
pertanggungjawaban kepada principal untuk memastikan bahwa agent tidak
menyalahgunakan wewenang yang mereka miliki (Hilmi, 2012).
Principal bisa mengurangi asymetric information dengan
menempatkan pengawasan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan terhadap berbagai peraturan
dan ketentuan yang berlaku sehingga dengan meningkatnya akuntabilitas
pemerintah, maka principal akan lebih percaya dan dapat mengurangi
asymetric information yang berakibat pada berkurangnya tindakan
penyelewengan dan kegiatan yang tidak efisien. Tindakan Pengawasan dapat
dilakukan dengan melihat Laporan keuangan termasuk catatan atas laporan
keuangan yang digunakan untuk membantu pemahaman para pembaca dan
Menurut Zimmerman (1977) agency problem juga ada dalam konteks
organisasi pemerintahan. Rakyat sebagai principles memberikan mandat
kepada pemerintah sebagai agen, untuk menjalankan tugas pemerintahan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks lain,
politisi dapat juga disebut principles karena menggantikan peran rakyat,
namun dapat juga dipandang sebagai agen karena menjalankan tugas
pengawasan yang diberikan oleh rakyat. Moe (1984) dalam Hilmi dan
Martani (2011) mengemukakan bahwa hubungan prinsipal dan agen dapat
dilihat dalam politik demokrasi. Masyarakat adalah prinsipal, politisi
(legislatif) adalah agen mereka. Politisi (legislatif) adalah prinsipal,
birokrat/pemerintah adalah agen mereka. Pejabat pemerintahan adalah
prinsipal, pegawai pemerintahan adalah agen mereka. Keseluruhan politik
tersusun dari alur hubungan prinsipal-agen, dari masyarat hingga level
terendah pemerintahan ( Hilmi, 2012).
Zimmerman (1977) dalam Arifin dan Fitriasari (2014) menyatakan
bahwa pemerintah sebagai agent yang mendapatkan mandat dari rakyat
sebagai principal, berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah diamanatkan oleh rakyat kepadanya. Pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat dalam hal penggunaan keuangan negara adalah dengan
membuat suatu laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tersebut
berhubungan dengan keuangan negara dalam catatan atas laporan keuangan
yang merupakan bagian dari laporan keuangan pemerintah (Arifin dan
Fitriasari, 2014).
Pengguna Laporan keuangan adalah masyarakat, legislatif, lembaga
pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses
donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah (Andriani, 2012). Agar
laporan keuangan mudah dipahami maka pemerintah harus memberikan
pengungkapan yang wajar atas segala sesuatu yang berkaitan dengan
keuangan negara. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari laporan keuangan pemerintah.
2. Teori Signalling
Masyarakat sebagai pengguna laporan keuangan daerah menuntut
transparasi dari segala hal informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah daerahnya. Oleh karena itu pemerintah daerah wajib
menyediakan informasi untuk memenuhi keinginan masyarakat dan
mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diungkap oleh pemerintah
daerah memberikan sinyal yang menggambarkan kualitas pengelolaan
wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) (Hilmi, 2012).
Signaling Theory menjelaskan mengapa suatu entitas mempunyai
dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak
eksternal (masyarakat). Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah entitas (pemerintah daerah) memberikan sinyal kepada
pengguna laporan keuangan (masyarakat). Sinyal ini berupa informasi
mengenai apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
merealisasikan keinginan masyarakat (Andriani, 2012).
Signalling theory, Evans dan Patton (1987) dalam Fitriasari (2014)
menyatakan bahwa dalam konteks signalling theory pemerintah berusaha
untuk memberikan sinyal yang baik kepada rakyat agar rakyat dapat terus
mendukung kegiatan pemerintah yang saat ini berjalan. Salah satu sinyal
yang baik yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat adalah dengan
menerbitkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun
sebagai bentuk promosi politik bahwa pemerintah telah menjalankan
tugasnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan reputasi pemerintah
dimata rakyat (Arifin dan Fitriasari, 2014).
Agar laporan keuangan yang dijadikan sebagai bentuk promosi
politik tersebut dapat dipahami oleh rakyat, maka segala sesuatu yang
jelas. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam CaLK
yang merupakan salah satu komponen dari laporan keuangan.
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyatakan bahwa laporan keuangan
merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Sedangkan
yang dimaksud dengan entitas pelaporan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010
ialah:
“Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggung jawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: (a) Pemerintah pusat; (b) Pemerintah daerah; (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat; (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundangundangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.”
Berdasar PP Nomor 71 Tahun 2010, laporan keuangan disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode
pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai
efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Khasanah, 2014).
Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan
informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas
dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya
keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan
anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/deficit Laporan Operasional (LO),
aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan (Setiawan,
2012).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15
Tahun 2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas
dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) disusun berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya
merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan Satuan
(PPKD) bertugas menyusun LKPD. Proses penyusunan LKPD paling lambat
tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun
dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
(Setiawan, 2012).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan.
Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar
realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan
keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit
BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan
dengan peraturan daerah (perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD (Andriani, 2012).
4. Standar Akuntansi Pemerintah
Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Peraturan tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju akrual (Cash
towards Accrual). PP ini merupakan transisi sebab Undang-Undang
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual (Khasanah,
2014).
Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis
akrual tuntas disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan
ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.
Implementasi dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi
berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan
pemerintah daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual. SAP merupakan
pedoman dalam menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna dan
auditor. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan keuangan
entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP
berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP juga mengatur mengenai
informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana
menetapkan, mengukur dan melaporkannya. Selain itu, SAP juga digunakan
oleh pengguna laporan keuangan termasuk legislatif untuk memahami
informasi yang disajikan dalam laporan. Sedangkan untuk pihak auditor
eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan
Komponen yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II ialah :
1) Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal
tertentu. Neraca meliputi sekurang-kurangnya pos-pos seperti, kas dan
setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak,
persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
2) Laporan Realisasi Anggaran
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan
informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara
tersanding. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi
mengenai realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya.
3) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama
4) Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas
laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan
komitmen-komitmen lainnya.
5. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Penyediaan informasi
tersebut untuk kepentingan transparansi, yaitu memberikan informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. Transparansi
mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi
yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan (masyarakat)
(Setiawan, 2014).
Kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau
disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberi
informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit
usaha (Chariri dan Ghozali, 2000 : 235).
Salah satu komponen pokok dalam laporan keuangan pemerintah
adalah Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam PP Nomor 71
Tahun 2010 dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas
Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi
yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar (Khasanah, 2014).
Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I, Catatan atas
Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan
hal-hal sebagai berikut :
1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.
2) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.
4) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan
kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya.
5) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
muka laporan keuangan.
6) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.
7) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II, Catatan
atas Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan
hal-hal sebagai berikut:
1) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
2) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
pelaporan.
3) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
4) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan.
5) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan
belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
6) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Seluruh komponen laporan keuangan pemerintah daerah diatur dalam
Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 71 tahun 2010. PP ini memperbaharui SAP sebelumnya yaitu PP No. 24
Tahun 2005 yang masih menggunakan basis cash towards accrual namun
masih diberi tenggang waktu hingga tahun 2014 untuk mengubah basis
akuntansi yang digunakan (Sarah, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode dengan sistem scoring. Sistem
scoring yang dimaksud adalah dengan membuat daftar checklist
pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan PP 24 tahun 2005 atau PP 71 tahun 2010 Lampiran II yang
dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada Permendagri No. 13 tahun
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten
Penilaian tingkat pengungkapan dalam penelitian ini digunakan
checklist form yang berisi komponen yang harus ada dalam catatan atas
laporan keuangan yang bersumber dari Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) terbaru yaitu PP No. 71 Tahun 2010 Lampiran II (Sarah, 2014).
Check list form dari CALK tersebut disusun dari SAP yang berisi:
1) Bagian pertama menyajikan informasi tentang Kebijakan
Fiskal/Keuangan, Ekonomi Makro, Pencapaian Target
Undang-Undang APBN/Peraturan Daerah APBD, berikut Kendala dan
Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target. Yang dapat
dirinci sebagai berikut :
a. Kebijakan Fiskal/Keuangan
Dalam bagian ini entitas terkait harus dapat menjelaskan
perbedaan-perbedaan penting tentang posisi dan kondisi
keuangan/fiskal dengan periode sebelumnya dengan
anggaran/rencana lainnya dan kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah dalam meningkatkan pendapatan, efisiensi belanja serta
penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan.
Menjelaskan perubahan anggaran yang penting selama
periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali
disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam
pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya
yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk
diketahui pembaca laporan keuangan.
c. Kondisi Ekonomi Makro
Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator
ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN/APBD
berikut tingkat capaiannya. Indikator ekonomi makro tersebut
antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional
Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga
minyak, tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.
2) Dalam bagian kedua, kinerja keuangan entitas pelaporan dalam
Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan
pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan
dalam suatu periode pelaporan.
a. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan
tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat
diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan
(input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan
hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.
b. Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk
mencapai tujuan, memberikan gambaran yang jelas atas realisasi
dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan
menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh
manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan
bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan
dan andal.
3) Bagian ketiga mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi. Berikut poin yang termasuk ke dalam bagian
ketiga :
a. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari
penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara
spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi
atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
b. Penjelasan pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi
pertimbangan sehat, substansi mengungguli bentuk formal serta
materialitas.
c. Isi dari Kebijakan akuntansi yang menjelaskan tentang:
a) Entitas pelaporan
Dalam entitas pelaporan berisi tentang domisili, bentuk
hukum, dan juridiksi entitas tersebut berada, penjelasan
mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya,
ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan
kegiatan operasionalnya, serta jumlah unit entitas yang berada
di bawahnya.
b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan.
Dalam PP No 71 Tahun 2010 Lampiran II basis akuntansi yang
digunakan masih basis cash towards accrual.
c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan. Basis pengukuran yang disajikan berupa basis
pengukuran tiap pos, yaitu:
I. Aset disajikan per pos pengukurannya berdasar pada SAP,
yaitu pengukuran kas, investasi jangka pendek, piutang,
persediaan, investasi jangka panjang, asset tetap dan asset
II. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal dan jika dalam
mata uang asing maka harus dinyatakan dalam rupiah
menggunkaan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca.
III. Ekuitas diukur sebesar selisih antara asset dan kewajiban.
Ekuitas terbagi menjadi tiga, yaitu ekuitas dana lancar,
ekuitas dana investasi dan ekuitas dana cadangan.
IV. Pendapatan, belanja dan pembiayaan diukur berdasarkan
asas bruto dan diakui saat diterima di Rekening Umum
Daerah.
4) Bagian keempat adalah penjelasan pos-pos dalam Laporan Keuangan.
Dalam bagian ini dijelaskan rincian angka per pos dalam laporan
keuangan dan sumber dana yang ada dalam angka tersebut dan
terdapat poin-poin yang harus diungkapkan seperti,
a. Aset yang terdiri dari:
a) Kas
Kas dijelaskan berdasarkan jumlah yang dipegang oleh
masing-masing bendahara, yaitu bendahara pengeluaran,
penerimaan dan kas daerah.
Harus diungkapkan rincian investasi jangka pendek tersebut
dan perubahan harga pasar. Investasi jangka pendek harus
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
I. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
II. Investasi ter sebut ditujukan dalam rangka manajemen
kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut
apabila timbul kebutuhan kas;
III. Berisiko rendah.
c) Piutang
Dalam akun ini dijelaskan pos-pos piutang yang dimiliki oleh
entitas.
d) Persediaan
Dalam pos persediaan harus diungkapkan lebih rinci mengenai
kondisi dari persediaan dan kelompok-kelompok persediaan
seperti perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan
masyarakat, persediaan yang masih dalam proses produksi,
barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat dan barang yang masih dalam proses produksi
yang ditujukan untuk dijual atau diserahkan ke masyarakat.
Terdapat bagian dari investasi jangka panjang ini, yaitu
investasi permanen dan non permanen. Investasi Permanen
adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi
Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
f) Aset Tetap
Dalam pos aset tetap harus disajikan dengan rincian aset tetap
yang dimiliki oleh entitas dan mutasi penambahan aset tetap
tersebut, serta bila telah melakukan penyusutan harus dirinci
nilai tahun ini dan tahun sebelum, metode penyusutan, masa
manfaat dan nilai bruto. Namun tentang mekanisme
penyusutan biasanya disajikan di halaman muka atau halaman
penjelasan mengenai basis pengukuran yang digunakan
sehingga dalam bagian pos-pos LKPD tidak disajikan lagi.
Penyajian aset tetap juga harus mengungkapkan rincian jika
terjadi penilaian kembali aset tetap, namun seluruh Kabupaten
di Indonesia tidak menjelaskan bila ada penilaian kembali.
Rincian Konstruksi dalam Pengerjaan juga masih kurang
karena tidak mencantumkan kontrak, biaya, uang muka, dan
g) Dana Cadangan
Dana cadangan harus diungkapkan beserta perda
pembentuknya dan tujuan dana cadangan tersebut.
h) Aset Lainnya
Dalam aset lainnya diungkapkan aset-aset yang tidak termasuk
dalam golongan di atas seperti Tagihan Penjualan Angsuran,
Tuntutan Perbendaharaan, Tuntutan Ganti Rugi, Kemitraan
dengan Pihak Ketiga, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-Lain.
b. Kewajiban
Kewajiban dibagi dua, yaitu Utang Jangka Pendek dan Utang
Jangka Panjang.
c. Ekuitas
Ekuitas terbagi tiga, yaitu ekuitas dana lancar, ekuitas dana
investasi dan ekuitas dana cadangan.
d. Pendapatan
Pendapatan daerah menurut jenisnya dibagi menjadi tiga, yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan
Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Seluruh pos ini harus diungkapkan
beserta nilai nominal dan presentase atas selisih lebih/kurang
atas selisih antara pendapatan yang didapat periode ini dengan
pendapatan periode tahun lalu.
e. Belanja
Belanja dapat diungkapkan berdasarkan klasifikasi jenis atau
fungsi. Seluruh entitas yang diteliti mengungkapkan belanja sesuai
dengan jenisnya. Dalam pengungkapan belanja ini juga harus
diungkapkan prosentase atas selisih lebih/kurang antara realisasi
dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya.
f. Pembiayaan
Pembiayaan disajikan dengan presentase atas selisih lebih/kurang
antara realisasi dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun
sebelumnya. Penerimaan pembiayaan mayoritas kabupaten adalah
penggunaan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya
(SiLPA) dan pengeluaran pembiayaan mayoritas terjadi untuk
penyertaan modal pemerintah dan pembayaran pokok hutang.
g. Laporan Arus Kas
Laporam arus kas terbagi menjadi empat, yaitu dari aktivitas
operasi, investasi aset nonkeuangan, aktivitas pembiayaan dan
aktivitas nonanggaran.
5) Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
suatu entitas pelaporan. Jika ada kebijakan akuntansi yang dipilih tidak
sesuai dengan SAP harus diungkapkan.
6) Penjelasan mengenai kontinjensi dan kewajiban lainnya serta
pengungkapan lain seperti penggantian manajemen pemerintahan
selama tahun berjalan, kesalahan manajemen terdahulu yang telah
dikoreksi manajemen baru serta pemekaran entitas dan kejadian yang
mempunyai dampak sosial harus diungkapkan dalam bagian akhir
Catatan atas Laporan Keuangan.
7. Karakteristik Pemerintah
Karakteristik berarti mempunyai sifat khas sesuai dengan
perwatakan tertentu. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006),
karakteristik adalah cirri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan)
sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang)
dengan sesuatu yang lain. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan
Miranti (2009) dalam Khazanah (2014) pada sektor swasta
mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang
melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan
membedakannya dengan perusahaan lain.
total pendapatan dibagi jumlah penduduk, tingkat ketergantungan yang
diproksikan dengan dana transfer dibagi total pendapatan, dan jumlah
aset. Martani dan Liestiani (2010) mengukur karakteristik pemerintah
dengan hanya menggunakan tipe pemerintahan. Sedangkan Arifin dan
Fitriasari (2014) yang menggunakan laporan keuangan pemerintah pusat
membandingkan antara kementerian dan lembaga sebagai proksi dari
variabel jenis organisasi.
Penelitian Setyaningrum (2012) menerangkan karakteristik daerah
melalui beberapa variabel, yaitu ukuran pemda yang diproksikan dengan
total asset, jumlah DPRD, umur pemda, kekayaan daerah (PAD), jumlah
SKPD, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan pemda dan
intergovernmental revenue atau tingkat ketergantungan.
Penelitian ini menggunakan model karakteristik pemerintah yang
dilakukan Hilmi (2011), yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan ,
dan total aset. Peneliti juga menambahkan satu variabel baru untuk
karakteristik pemerintah yaitu Tipe pemerintahan dengan mengacu pada
penelitian Martani dan Liestiani (2010) dan Firiasari (2014).
a. Kekayaan Daerah
Tingkat kemakmuran suatu daerah dapat tergambarkan dari
Kekayaan pemerintah daerah dapat dinyatakan dengan jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Setyaningrum, 2012). Menurut
Kawedar et. al. (2008:180), pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. PAD sebagai
salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya
sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah (Santosa dan
Rahayu 2005).
Sumber PAD yang utama adalah pajak dan retribusi daerah
yang berasal dari masyarakat masing-masing daerah (Setyaningrum,
2012). Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah
b. Tingkat Ketergantungan
Hilmi dan Martani (2011) serta Andriani (2012) melakukan
pendanaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat atau provinsi.
Sebagai timbal baliknya, pemerintah daerah membelanjakan
pendapatan transfer antar pemerintah sesuai dengan alokasi dan
petunjuk anggaran menurut undang-undang (Lesmana, 2010).
Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selanjutnya
dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku
Kuasa Pengguna Anggaran atas Nama Menteri Keuangan selaku
pengguna anggaran untuk tiap jenis transfer ke daerah dengan
dilampiri rincian alokasi per daerah (Liestiani, 2010). Pendapatan
transfer terdiri dari :
1) Transfer pemerintah pusat - Dana perimbangan
a) Dana bagi hasil
b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus
2) Transfer pemerintah pusat lainnya
a) Dana penyesuaian
c. Total Aset
Dalam beberapa penelitian, jumlah asset digunakan untuk
mengukur ukuran perusahaan (size) seperti dalam penelitian Liestiani
(2010), Hilmi (2011), Setyaningrum (2012) dan Fitriasari (2014).
Total aset atau total aktiva dipilih dalam penelitian ini karena
nilainya yang lebih stabil daripada penjualan dan kapitalisasi pasar.
Nilai aset dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah
aset dalam neraca pemerintah daerah tersebut. Telah banyak studi
yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi akan secara
signifikan mempengaruhi struktur organisasi, dimana organisasi
besar cenderung lebih banyak memiliki aturan dan ketentuan
daripada organisasi kecil (Yulianingtyas, 2011) dalam Khazanah
(2014).
Selain nilai total aset, menurut Sudarmadji dan Sularto (2007)
dalam Khazanah (2014) besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan
dalam penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel tersebut dapat
digunakan dalam mengukur besar ukuran karena kemampuan
ketiganya dalam mewakili seberapa besar perusahaan tersebut.
Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam.
Semakin besar kapitalisasi pasar semakin besar perusahaan tersebut
dikenal masyarakat (Sudarsana, 2013).
d. Tipe Pemerintahan
Tipe pemerintahan daerah terdiri dari pemerintahan provinsi,
pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten. Daerah yang
populasinya banyak dan memiliki beragam latar belakang sosial,
maka permasalahan pemerintah daerahnya semakin kompleks.
Permasalahan yang dihadapi pemerintah kota cenderung lebih
kompleks dibandingkan kabupaten. Hal ini dikarenakan dari jumlah
masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang sosial dan
pendidikan (Liestiani, 2010).
Kepala daerah memiliki dorongan yang lebih besar untuk
secara sukarela memberikan informasi guna pemantauan secara
proporsional dengan wilayah metropolitan yang memiliki populasi
penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang
memiliki jumlah penduduk relatif besar. Wilayah metropolitan
merupakan daerah tujuan urbanisasi yang memiliki penduduk lebih
heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan ekonomi (Sinaga,
Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih
dalam melayani kebutuhan warganya. Semakin kompleks
permasalahan di suatu daerah maka semakin besar pula tanggung
jawab pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang
maksimal bagi warganya. Untuk itu diperlukan adanya transparansi
dalam setiap tindakan pemerintah daerah, termasuk transparansi
dalam mengelola keuangan daerah (Khasanah, 2014).
8. Kompleksitas Pemerintah
Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi
dimana terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda-beda yang
mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak
langsung (khazanah, 2014). Ingram (1984) memaparkan bahwa variabel
kompleksitas pemerintahan (yang diproksikan dengan jumlah penduduk)
memberikan dorongan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan
pengungkapan pada laporan keuangannya. Hilmi (2011) menggunakan
variabel jumlah SKPD dan jumlah penduduk dalam mengukur
kompleksitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model
1. Jumlah SKPD
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, SKPD atau Satuan Kerja Perangkat
Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggaran/pengguna barang.
Sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah
daerah sekaligus pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan
daerah, Kepala Daerah, selanjutnya melimpahkan kekuasaannya
tersebut untuk dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelolaan
keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang di bawah
koordinasi sekretaris daerah. Pembuatan laporan keuangan yang
dilakukan masing-masing SKPD akan dikonsolidasikan oleh SKPKD
untuk menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah baik Pemerintah
Provinsi/Kota/Kabupaten (Khasanah, 2014).
2. Jumlah Penduduk
Dalam sosiologi penduduk didefinisikan sebagai kumpulan
manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan mejadi dua,