PERFORMA KELINCI PERSILANGAN NEW ZEALAND
WHITE YANG DIBERI PAKAN KOMPLIT DENGAN
KANDUNGAN PROTEIN BERBEDA
TONY PANJI PURNAMA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Kelinci Persilangan New Zealand White yang Diberi Pakan Komplit dengan Kandungan Protein Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
TONY PANJI PURNAMA. Performa Kelinci Persilangan New Zealand White yang Diberi Pakan Komplit dengan Kandungan Protein Berbeda. Dibimbing oleh NAHROWI dan WIDYA HERMANA
Studi kebutuhan protein untuk kelinci persilangan New Zealand White (NZW) pada masa pertumbuhan yang dikembangkan di daerah tropis telah dipelajari. Sebanyak 12 ekor kelinci jantan dan betina diberikan satu dari tiga macam perlakuan pakan secara acak, yaitu P1: level protein pakan 12%; P2: level protein pakan 14%; dan P3: level protein pakan 16% dengan menggunakan desain rancangan acak kelompok faktorial pola 2×3. Data konsumsi pakan harian, pertambahan bobot badan harian (PBBH), dan konversi pakan diuji sidik ragam, jika terdapat perbedaan maka diuji lanjut dengan metode kontras ortogonal dan uji Duncan. Data konsumsi air minum harian dan kejadian estrus dijelaskan secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai konsumsi pakan hasil interaksi level protein dengan jenis kelamin yang tertinggi terdapat pada kelinci betina yang diberi pakan P2 dan P3. Kelinci yang diberi pakan P3 memiliki nilai PBBH yang tertinggi (P<0.01). Nilai konversi pakan yang paling tinggi (P<0.05) terdapat pada kelinci yang diberi pakan P2. Tingkat kejadian estrus yang paling baik terdapat pada kelinci betina yang diberi pakan P3. Dapat disimpulkan bahwa kelinci masa pertumbuhan cukup baik diberi pakan dengan kandungan protein kasar 16%. Kata kunci: estrus, jenis kelamin, kelinci, level protein, performa
ABSTRACT
TONY PANJI PURNAMA. Performance of New Zealand White Cross Breed Rabbit which Feeding with Different Crude Protein Level. Supervised by NAHROWI and WIDYA HERMANA.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PERFORMA KELINCI PERSILANGAN NEW ZEALAND
WHITE YANG DIBERI PAKAN KOMPLIT DENGAN
KANDUNGAN PROTEIN BERBEDA
TONY PANJI PURNAMA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2012, dengan judul Performa Kelinci Persilangan New Zealand White yang Diberi Pakan Komplit dengan Kandungan Protein Berbeda.
Potensi ternak kelinci yang begitu besar untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil pupuk, daging, dan kulit menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji secara mendalam akan kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi di dalam pakan. Kandungan level protein di dalam pakan yang optimal yang disusun dalam bentuk pakan komplit menjadi fokus bagi penulis karena selain dari sifatnya yang praktis, juga memiliki peranan yang penting dalam proses pertumbuhan serta perkembangan reproduksi kelinci. Besar harapan bagi penulis terhadap hasil dari penelitian ini agar dapat diaplikasikan secara nyata di masyarakat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Prosedur Percobaan 3
Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan 9
Deteksi Estrus 10
1 Susunan dan kandungan nutrisi pakan penelitian 2
2 Kondisi lingkungan kandang penelitian 6
3 Pengaruh faktor jenis kelamin dan taraf protein pakan terhadap konsumsi
pakan dan konsumsi nutrisi kelinci penelitian 6
4 Interaksi level protein dengan jenis kelamin terhadap konsumsi pakan
dan konsumsi nutrisi kelinci penelitian 7
5 Rataan konsumsi air minum kelinci penelitian 9
DAFTAR GAMBAR
1 Pakan penelitian Error! Bookmark not defined.3
2 Pemeriksaan kelinci estrus 4
3 Kondisi fur kelinci yang mendapat perlakuan pakan dengan level protein
12% 8
4 Diagram hubungan antara taraf protein pakan dengan total kejadian
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kandungan asam amino pakan penelitian dalam 1 kg as fed 13
2 Sidik ragam konsumsi pakan harian 13
3 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi pakan harian 13 4 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi pakan 14 5 Uji jarak Duncan (F0.05) faktor kelompok terhadap konsumsi pakan
harian 14
6 Sidik ragam konsumsi bahan kering harian 14
7 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi bahan kering (BK) harian 14 8 Uji jarak Duncan (F0.01) interaksi faktor terhadap konsumsi BK 14
9 Sidik ragam konsumsi protein kasar harian 15
10 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi protein kasar harian 15 11 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi protein
harian 15
12 Sidik ragam konsumsi lemak kasar harian 15
13 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi lemak 15 14 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi lemak kasar harian 16
15 Sidik ragam konsumsi serat kasar harian 16
16 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi serat kasar harian 16 17 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi Serat 16
18 Sidik ragam pertambahan bobot badan harian 16
19 Uji lanjut kontras ortogonal pertambahan bobot badan harian 17
20 Sidik ragam konversi pakan 17
21 Uji lanjut kontras ortogonal konversi pakan 17
PENDAHULUAN
Tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan menjadikan daging kelinci sebagai sumber protein yang baik untuk dikonsumsi. Beberapa keistimewaan dari daging kelinci diantaranya yaitu memiliki kandungan protein yang tinggi, kaya akan asam lemak tak jenuh dan rendah kolestrol (Hernandez dan Zotte 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, maka kelinci mulai dikembangkan secara intensif sebagai upaya pemenuhan sumber pangan protein hewani yang menyehatkan.
Informasi kebutuhan protein kasar untuk kelinci persilangan New Zealand White (NZW) masa pertumbuhan sangat penting diketahui untuk mendukung performa produksi dan reproduksi yang optimal. Kebutuhan level protein untuk kelinci masa pertumbuhan menurut NRC (1977) adalah 16%, sedangkan menurut Blas dan Mateos (2006) sebesar 14.5%-16.2%. Level protein pada pakan komersial saat ini untuk penggemukan dan reproduksi indukan berkisar dari 16% hingga 18%. Level tersebut masih melebihi rekomendasi di beberapa keadaan, sebagai fase final pertumbuhan atau laktasi (Xiccato 2006). Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Kultsum (1994) yang mengungkapkan bahwa level protein kasar 18% di dalam pakan merupakan level yang optimal untuk performa pertumbuhan kelinci jantan persilangan NZW dengan California.
Perbedaan kondisi iklim membuat kebutuhan nutrisi serta karakteristik pertumbuhan kelinci menjadi berbeda. Pertumbuhan kelinci jantan lokal peranakan NZW yang dipelihara di lingkungan tropis memiliki nilai pertambahan bobot badan sebesar 17.93 g/hari (Mulia 2010). Nilai pertumbuhan tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan nilai pertambahan bobot badan harian pada penelitian Carrion et al. (2011) terhadap kelinci persilangan NZW yang dipelihara di wilayah subtropis yaitu sebesar 47.6 g/hari. Adanya perbedaan pertumbuhan mempengaruhi kebutuhan nutrisi yang harus tercukupi di dalam pakan, terutama level protein untuk mengoptimalkan performa pertumbuhan dan reproduksi kelinci.
Pemberian pakan kelinci di peternak secara umum masih belum menyertakan aspek kecukupan kebutuhan nutrisi khususnya level protein di dalam pakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu pengkajian terhadap level protein pakan untuk mendukung performa produksi dan reproduksi yang optimal.
2
METODE
Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 72 ekor kelinci persilangan NZW masa pertumbuhan yang terdiri dari 36 kelinci jantan dan 36 kelinci betina. Sebanyak 24 ekor dari 72 ekor kelinci, yang masing-masing terdiri dari 12 ekor kelinci jantan dan betina dengan bobot awal berkisar antara 982.83 ±303.534 g digunakan sebagai sampel untuk proses pengambilan data. Ternak kelinci diperoleh dari para peternak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor seperti Desa Purwasari, Cibanteng, Desa Tenjolaya, Cibatok, Cipanas, Ciherang dan di wilayah Kota Bogor.
Pakan penelitian yang digunakan tersusun dari bahan baku jagung, onggok, pollard, CGF, bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kedele, kulit kopi, DCP, CaCO3 dan premix. Susunan bahan baku dan kandungan nutrisi pakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Susunan dan kandungan nutrisi pakan penelitian
P1 (PK 12%) P2 (PK 14%) P3 (PK 16%) Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2012). Kandungan pakan
berdasarkan as fed. **) Kandungan pakan dalam 1 kg bahan kering, ***) dihitung berdasarkan
rumus Ibrahim et al. (2011) DE (MJ/kg BK) = 4.36-0.04 x NDF%, P1: pakan dengan kandungan
3 Pakan penelitian disusun dengan kandungan level protein yang berbeda. Bahan baku sumber protein yang digunakan merupakan bahan baku asal nabati. Adapun pakan perlakuan (Gambar 1) penelitian ini meliputi:
P1: Pakan komplit dengan kandungan protein kasar 12% P2: Pakan komplit dengan kandungan protein kasar 14% P3: Pakan komplit dengan kandungan protein kasar 16%
P1 P2 P3
Gambar 1 Pakan penelitian
Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan kandang individu sebanyak 24 kandang dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi berturut-turut adalah 75 cm, 60 cm, dan 60 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang terbuat dari keramik. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari timbangan digital skala 0 sampai 5000 gram, kertas recording, gelas takar, dan thermohigrometer.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2012. Lokasi penelitian bertempat di Peternakan Kelinci Laladon Bogor. Pembuatan pakan pellet dilakukan di PT. Indofeed Bogor, Jawa Barat.
Prosedur Percobaan
Parameter yang diukur meliputi konsumsi pakan (g/ekor/hari), konsumsi bahan kering (BK) (g/ekor/hari), konsumsi protein kasar (PK) (g/ekor/hari), konsumsi serat kasar (SK) (g/ekor/hari), konsumsi lemak kasar (LK) (g/ekor/hari), konsumsi air minum (ml/ekor/hari), pertambahan bobot badan harian (PBBH) (g/ekor/hari), konversi pakan dan deteksi estrus. Pembuatan pakan dilakukan di PT. Indofeed Bogor. Ukuran lubang die yang digunakan untuk mencetak pellet adalah 4 mm. Formulasi pakan dilakukan dengan menggunakan software Winfeed 2.8.
4
dahulu selama dua minggu. Setelah masa adaptasi, ternak kemudian dikelompokkan ke dalam empat kelompok berdasarkan bobot badan yang masing-masing untuk kelompok 1, 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 600±50.59, 840.83±94.90, 1159.17±147.46 dan 1331.33±85.87 gram. Proses pengambilan data konsumsi pakan dan PBB berlangsung selama 10 minggu.
Pemberian pakan dan minum dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 - 09.00. Masing-masing sisa pakan dan minum hari sebelumnya dicatat sebagai data konsumsi pakan dan konsumsi minum harian. Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Air minum diberikan sebanyak 500 ml/ekor/hari. Suhu dan kelembaban kandang dicatat selama proses penelitian pada pagi, siang, sore dan malam yaitu pada pukul 07.00, 13.00, 17.00 dan 20.00 berturut-turut.
Nilai konsumsi nutrisi harian seperti konsumsi protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar dilakukan dengan mengalikan nilai konsumsi bahan kering harian dengan persentase hasil analisis masing-masing zat nutrisi. Nilai PBB dihitung berdasarkan selisih perubahan bobot badan kelinci pada saat dilakukan penimbangan setiap minggu selama penelitian berlangsung. Perhitungan konversi pakan dilakukan dengan cara membagi nilai konsumsi pakan dengan PBB. Data estrus diambil selama 12 hari sebelum penelitian selesai. Pencatatan estrus dilakukan pada malam hari secara induksi yaitu dengan memberikan sentuhan pada bagian panggul dan pangkal ekor selama 15 detik. Ternak yang estrus ditandai dengan kondisi vulva yang merah dan bengkak (Gambar 2).
Gambar 2 Pemeriksaan kelinci estrus (tanda panah menunjukkan kondisi vulva kelinci betina estrus)
Analisis Data
5 Yijk = µ + Ai + Bj +Kk + ABij + ijk
Keterangan :
Yijk : Pengamatan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k
: Nilai rataan umum
Ai : Pengaruh faktor A pada taraf ke-i Bj : Pengaruh faktor B pada taraf ke-j Kk : Pengaruh kelompok ke-k
ABij : Interaksi faktor A dengan faktor B
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Karakteristik kandang penelitian merupakan kandang terbuka sehingga kondisi temperatur dan kelembaban kandang sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi lingkungan penelitian seperti suhu dan kelembaban disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kondisi lingkungan harian kandang penelitian
Pagi (07.00) Siang (13.00) Sore (17.00) Malam (20.00) Rataan
Suhu (°C) 24.75±1.23 30.51±1.26 28.72±1.19 26.50±1.46 27.50±0.78
Kelembaban (%) 87.61±4.80 63.90±8.00 68.68±8.21 79.52±6.45 74.9±5.96
Konsumsi Pakan
Nilai konsumsi pakan kelinci betina lebih tinggi (P<0.01) jika dibandingkan dengan kelinci jantan (Tabel 3). Tingginya tingkat aktivitas pada kelinci jantan diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi pakan. Hal tersebut bisa juga dikaitkan dengan tingkat perkembangan libido pada kelinci jantan. Konsumsi pakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya level protein pakan (Kultsum 1994).
Tabel 3 Pengaruh faktor jenis kelamin dan taraf protein pakan terhadap konsumsi pakan dan konsumsi nutrisi kelinci penelitian
Perlakuan Konsumsi
Jantan 69.64±4.97A 63.91±4.44A 9.65±2.59A 11.67±2.84A 3.49±0.83A
Betina 85.50±16.68B 78.62±15.30B 12.03±3.70B 14.38±3.46B 4.30±1.03B
P1 65.46±11.89A 60.22±1.29A 7.77±0.16A 10.46±1.65A 3.13±0.49A
P2 83.66±19.09B 76.68±12.05B 11.53±1.81B 14.81±2.79B 4.36±0.82B
P3 83.60±19.97B 76.90±17.84B 13.23±3.07C 13.81±2.24B 4.20±0.73B
P1: pakan berprotein kasar 12%, P2: pakan berprotein kasar 14%, P3: pakan berprotein kasar 16%. Pembacaan tabel dan superskrip berdasarkan kolom. Superskrip menunjukkan perbedaan perbedaan sangat nyata (P<0.01).
Hasil interaksi antara faktor taraf protein dengan jenis kelamin terhadap nilai konsumsi pakan yang tertinggi terdapat pada kelinci betina yang mendapat level protein pakan 14% dan 16% (Tabel 4). Pengaruh kelompok secara nyata (P<0.05) menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot badan kelinci maka konsumsi pakan akan semakin meningkat.
7 konsumsi bahan kering per hari pada penelitian ini diperoleh sebesar 5.17% dari bobot badan hidup. Hal tersebut sama seperti yang dinyatakan oleh Irlbeck (2001) yaitu konsumsi bahan kering kelinci sebesar 5% dari bobot badan per hari. Nilai konsumsi bahan kering penelitian ini masih lebih rendah dari studi yang dilakukan oleh Futiha (2010) pada kelinci jantan lokal yaitu sebesar 105.05 g/ekor/hari. Rendahnya nilai konsumsi bahan kering bisa dipengaruhi oleh palatabilitas pakan yang rendah dan kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban kandang. Cervera dan Carmona (2010) mengemukakan bahwa pada umumnya penurunan konsumsi pakan terjadi ketika lingkungan bersuhu 25°C atau di atas suhu 22°C.
Tabel 4 Interaksi level protein dengan jenis kelamin terhadap konsumsi pakan dan konsumsi nutrisi kelinci penelitian
P1 Jantan 64.50±13.21a 59.30±12.14A 7.65±1.56a 10.30±2.11a 3.08±0.63a
P1 Betina 66.41±12.36a 61.13±11.35A 7.88±1.46ab 10.62±1.97a 3.18±0.60a
P2 Jantan 74.44±21.54a 68.15±19.65A 10.25±2.96bc 13.17±3.80b 3.88±1.12b
P2 Betina 92.88±12.67b 85.20±11.77B 12.81±1.77d 16.46±2.27c 4.85±0.67c
P3 Jantan 69.98±14.03a 64.28±12.86A 11.06±2.21cd 11.54±2.31ab 3.51±0.70ab
P3 Betina 97.22±15.47b 89.52±14.21B 15.41±2.44e 16.07±2.55c 4.88±0.77c
Pembacaan tabel dan superskrip berdasarkan kolom. Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05), superskrip huruf besar menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).
Nilai konsumsi protein harian dari hasil interaksi faktor taraf protein dengan jenis kelamin (Tabel 4) yang paling tinggi (P<0.05) terdapat pada kelinci betina yang mendapat pakan P3. Pakan dengan kandungan protein kasar tertinggi (16%) memberikan respon konsumsi protein yang sangat baik bagi kelinci. Tingkat konsumsi protein sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi bahan kering serta level protein pakan. Kelinci jantan yang diberi pakan P1 memiliki nilai konsumsi yang terendah baik dari konsumsi bahan kering maupun konsumsi protein.
8
A B
Gambar 3 Kondisi fur kelinci yang mendapat perlakuan pakan dengan level protein 12%. (A: kelinci jantan yang mengalami fur kasar; B: kelinci betina yang mengalami fur rontok [tanda panah])
Pengaruh interaksi faktor jenis kelamin dengan level protein pakan terhadap nilai konsumsi serat kasar harian (Tabel 4) yang paling tinggi (P<0.05) terdapat pada kelinci betina yang diberi pakan P2 dan P3. Konsumsi serat sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar di dalam pakan. Konsumsi serat memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatur kesehatan saluran pencernaan. Sumber serat utama pada pakan penelitian ini adalah kulit kopi. Tingginya level serat di dalam pakan secara normal dapat menyebabkan kecernaan pakan menjadi berkurang (Gidenne et al. 2006). Konsumsi serat pakan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit pencernaan terutama dalam mengontrol mikroba usus melalui kemampuan partikel serat yang transit di dalam saluran pencernaan dan sebagai substrat bagi pertumbuhan mikroba (Carabano et al. 2008).
Nilai konsumsi lemak hasil interaksi faktor jenis kelamin dengan level protein pakan (Tabel 4) yang tertinggi terdapat pada kelinci betina yang diberi pakan P2 dan P3. Semakin rendah nilai konsumsi bahan kering maka menyebabkan nilai konsumsi lemak semakin rendah. Konsumsi lemak dipengaruhi juga oleh kandungan lemak di dalam pakan. Kecernaan lemak sangat bergantung pada level dan sumber lemak yang ditambahkan (Xiccato 2006). Konsumsi lemak memiliki beberapa fungsi seperti menurunkan tingkat stress lingkungan. Ketika pemeliharaan berlangsung di bawah cekaman panas, kelinci membutuhkan konsumsi energi yang tinggi (Maertens 1998). Penambahan lemak di dalam pakan untuk kelinci masa pertumbuhan memiliki manfaat untuk membantu meningkatkan level kecernaan energi tanpa adanya penurunan level serat (Gidenne 2000).
Konsumsi Air Minum
9 Tabel 5 Rataan konsumsi air minum kelinci penelitian
Faktor Rataan (ml/ekor/hari) normal. Rataan keseluruhan rasio konsumsi air minum dengan konsumsi bahan kering pada penelitian ini yaitu sebesar 2.99. Peningkatan rasio konsumsi air dengan konsumsi bahan kering terjadi di atas 2.4 ketika kondisi lingkungan bersuhu antara 20°C sampai 30°C (Cervera dan Carmona 2010). Penggunaan jenis bahan baku pakan seperti kulit kopi di dalam pakan diduga dapat meningkatkan nilai konsumsi air minum (Bressani 1979).
Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan
Pengaruh faktor kelamin terhadap nilai rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH) untuk kelinci jantan dan betina berturut-turut sebesar 11.85±2.28 dan 16.24±1.69 g/ekor/hari. Tingginya nilai rataan pertumbuhan pada kelinci betina (P<0.01) diduga karena tingkat konsumsi pakan yang tinggi.
Nilai rataan PBBH perlakuan pakan 1, 2 dan 3 masing-masingnya adalah 12.03±0.84, 13.41±1.74, dan 16.70±0.88 g/ekor/hari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cheeke (1987) bahwa pertumbuhan kelinci di daerah tropis sekitar 10-20 g/hari. Kelinci yang diberi pakan P3 menghasilkan nilai PBBH tertinggi (P<0.01). Kelinci yang diberi pakan P2 memiliki nilai PBBH yang lebih tinggi (P<0.01) jika dibandingkan dengan kelinci yang diberi pakan P1. Nilai PBBH pada penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Carrion et al. (2011) yaitu sebesar 47.6 g. Pengaruh kelompok terhadap pertambahan bobot badan kelinci tidak nyata sehingga hal ini menandakan bahwa nilai pertumbuhan pada setiap kelompok relatif sama. Tidak terdapat adanya interaksi faktor jenis kelamin dengan faktor taraf protein terhadap PBBH kelinci penelitian.
Rendahnya nilai performa pertumbuhan pada kelinci penelitian bisa disebabkan karena tingginya tingkat stress panas akibat lingkungan tropis yang bersuhu mencapai 30°C. Studi dengan meningkatan level protein pakan dari 130 hingga 200 g/kg memperlihatkan adanya peningkatan nilai rataan pertumbuhan yang lambat ketika pakan tersebut diberikan pada kelinci yang hidup di daerah tropis (Deshmusk dan Pathak 1991).
10
mempengaruhi nilai konversi pada penelitian ini terdapat pada kandungan serat kasar serta bahan baku yang digunakan. Penggunaan kulit kopi sebagai bahan baku di dalam pakan diduga ikut mempengaruhi tingginya nilai konversi pakan penelitian (Jarquin 1979).
Pengaruh level protein pakan terhadap nilai konversi tidak menunjukkan hasil yang signifikan antara P1 dan P3 yaitu berturut-turut sebesar 5.63±1.27 dan 5.20±1.00. Konversi pakan P2 memiliki nilai konversi yang paling tinggi (P<0.05) yaitu sebesar 6.62±1.97. Hal tersebut diduga karena kandungan level serat kasar di dalam pakan P2 yang paling tinggi (17.73%). Semakin tinggi level serat di dalam pakan maka akan menghambat kecernaan (Ensminger 1991). Tidak terdapat interaksi antara faktor jenis kelamin dengan taraf protein pakan terhadap nilai konversi pakan. Pengaruh kelompok menunjukkan bahwa kelompok dengan bobot badan yang tinggi memiliki nilai konversi pakan yang lebih tinggi (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelompok bobot badan yang rendah.
Deteksi Estrus
Pengaruh tingkat kecukupan protein kelinci terhadap kejadian estrus dapat dihubungkan dengan proses kerja hormonal tertutama hormon-hormon reproduksi primer yang memiliki struktur penyusun berupa protein dan peptide. Hormon-hormon tersebut terdiri dari luteinizing hormone (LH) yang berfungsi dalam pelepasan estrogen, proses ovulasi, pelepasan progesteron dan follicle stimulating hormone (FSH) yang berfungsi dalam pertumbuhan folikel (Feradis 2010). Hubungan antara pengaruh taraf protein pakan dengan kejadian estrus harian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram hubungan antara taraf protein pakan dengan total kejadian estrus selama pengamatan berlangsung
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pakan yang memiliki kadar protein yang paling rendah (PK 12%) menyebabkan performa pertumbuhan dan tingkat kejadian estrus yang rendah. Tingginya konsumsi protein pada pakan P3 memiliki pengaruh yang paling tinggi terhadap kejadian estrus kelinci.
11
SIMPULAN
Kelinci jantan dan betina pesilangan New Zealand White cukup diberikan pakan dengan kandungan protein kasar 16% yang dilihat dari aspek konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan serta proses estrus pada kelinci betina.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang D, Harahap MA, Raharjo YC. 2004. Pengaruh penambahan biovet dalam ransum dengan berbagai kandungan protein-energi terhadap pertumbuhan anak kelinci rex. Med Pet. 27(2):69-76.
Bressani R. 1979. Antiphysiological Factors in Coffee Pulp. di dalam: Braham JE, Bressanni R, editor. Coffee Pulp Composition, Tehnology, and Utilization. America (USA): INCAP.
Carabano R, Badiola I, Chamorro S, Garcia J, Garcia-Ruiz AI, Garcia-Rebollar P, Gomez-Conde MS, Guiterrez I, Nicodemus N, Villamide MJ et al. 2008. Review. New trends in rabbit feeding: influence of nutrition on intestinal health. Span J. Agric Res 6:15-25.
Carrion S, De Blas JC, Mendez J, Caidas A, Garcia-Rebolllar P. 2011. Nutritive value of palm kernel meal in diets for growing rabbits. Anim. Feed Sci. Tech. 165:79-84.
Cervera C, Carmona JF. 2010. Nutrition and the Climatic Environment. Di dalam: de Blas C, Wiseman J, editor. Nutrition of the Rabbit, 2th ed. UK: CAB International. hlm 267-284.
Cheeke PR. 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Oregon (USA): Oregon State University.
Deshmuskh SV, Pathak NN. 1991. Effect of different dietary protein and energy level on growth performance and nutrient utilization in New Zealand White Rabbits. J Appl. Rabbit Res. 14:18-24.
Ensminger ME. 1991. Animal Science, 9th ed. Danville, Illionis: Interstate Publishers, Inc.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Bandung (ID): Alfabeta.
Futiha EN. 2010. Kecernaan zat makanan kelinci jantan lokal yang diberi ransum komplit mengandung bungkil inti sawit dengan jenis hijauan yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Gidenne T. 2000. Recent advances in rabbit nutrition emphasis on fibre requirement. A review. World Rabbit Sci. 8(1): 23-32.
Gidenne T, Carabano R, Garcia J, de Blas C. 2006. Fibre Digestion. Di dalam: de Blas C, Wiseman J, editor. Nutrition of the Rabbit. UK: CAB International. hlm 69-88.
12
Ibrahim AM, Omer HAA, Ali FAF, El-Mallah GM. 2011. Performance of Rabbit Fed Diet Containing Different Levels of Energy and Lesser Galangal (Alpina Officinarum). J Agrc Sci 3 (4): 241-253.
Irlbeck NA. 2001. How to feed the rabbit (Oryctolagus cuniculus) gastrointestinal tract. J Anim Sci. 79:E343-E346.
Jarquin R. 1979. Coffe pulp in swine feeding. Di dalam: Braham JE, Bressanni R, editor. Coffee Pulp Composition, Tehnology, and Utilization. USA: INCAP. Kultsum U. 1994. Tanggapan kelinci persilangan jantan dengan kadar protein
ransum yang berbeda terhadap produksi daging [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Maertens L. 1998. Fats in rabbit nutrition: a review. World Rabbit Sci. 6(3-4):341-348.
Maertens L. 2010. Feeding system for intensive production. Di dalam: de Blas C, Wiseman J, editor. Nutrition of the Rabbit, 2th ed. UK: CAB International. hlm 253-266.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
McDonald P, Edwards EA, Greenhalgh JF. 1992. Animal Nutrition, 4th ed. New York (USA): Longman Scientific & Technical.
Mulia CD. 2010. Kualitas ransum komplit mengandung bungkil inti sawit dengan kombinasi hijauan berbeda pada kelinci [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
[NRC] National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of Rabbits, 2th Revised ed. Washington DC (USA): National Academic of Sciences.
Sandford MA JC, Woodgate FGZ FG. 1980. The Domestic Rabbit, 3thed. New York (USA): Granada.
13 Lampiran 1 Kandungan asam amino pakan penelitian dalam 1 kg as fed*
Asam Amino P1 (PK 12%) P2 (PK 14%) P3 (PK 16%) NRC
Fenilalanina+tirosina (g) 7.34 9.09 10.83 11
*Hasil perhitungan berdasarkan informasi kandungan setiap bahan baku pakan selain kulit kopi. **Merupakan jumlah dalam 1 kg pakan pada taraf cukup.
Lampiran 2 Sidik ragam konsumsi pakan harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Total 23 396853.2468 17254.48899
Perlakuan 5 192746.0343 38549.20685
A 1 73978.7344 73978.7344 19.22194 8.683117 4.543077 **
B 2 86325.41632 43162.70816 11.21499 6.358873 3.68232 **
A*B 2 32441.88355 16220.94178 4.214697 6.358873 3.68232 *
Kelompok 3 146377.2858 48792.42861 12.67776 5.416965 3.287382 **
Error 15 57729.92667 3848.661778
Lampiran 3 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi pakan harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F 0.05 Ket
Faktor B 2 86325.416 43162.71 11.21499125 6.358873481
PK12 vs PK14, PK 16
1 172649.58 172649.6 44.85964047 8.683116814 **
PK 14 vs PK 16 1 1.2489901 1.24899 0.000324526 8.683116814 4.543077 NS
14
Lampiran 4 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi pakan
Interaksi JantanP1 BetinaP1 JantanP3 JantanP2 BetinaP2 BetinaP3
Rataan 64.50 66.41 69.98 74.44 92.88 97.22
Huruf a a a a b b
Lampiran 5 Uji jarak Duncan (F0.05) faktor kelompok terhadap konsumsi pakan harian
Kelompok 1 2 3 4
Rataan 61.09±11.37 73.57±20.97 87.35±16.44 88.29±13.52
Huruf a b c c
Lampiran 6 Sidik ragam konsumsi bahan kering harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Total 23 6833.43 297.1057
Perlakuan 5 3327.376 665.4753
A 1 1297.965 1297.965 19.92373 8.683117 4.543077 **
B 2 1464.825 732.4124 11.24251 6.358873 3.68232 **
A*B 2 564.5868 282.2934 4.333197 6.358873 3.68232 *
Kelompok 3 2528.853 842.9511 12.93928 5.416965 3.287382 **
Error 15 977.2004 65.14669
Lampiran 7 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi bahan kering (BK) harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F 0.05 Ket
Faktor B 2 1464.825 732.4123796 11.24251069 6.358873481
PK12 vs PK14, PK 16
1 2929.255 2929.254668 44.96398184 8.683116814 **
PK 14 vs PK 16
1 0.39485 0.394850189 0.00606094 8.683116814 4.543077 NS
Error 15 977.2004 65.14669183
Lampiran 8 Uji jarak Duncan (F0.01) interaksi faktor terhadap konsumsi BK
Interaksi JantanP1 BetinaP1 JantanP3 JantanP2 BetinaP2 BetinaP3
Rataan 59.30 61.13 64.28 68.15 85.20 89.52
15 Lampiran 9 Sidik ragam konsumsi protein kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Total 23 258.3709559 11.23351982
Perlakuan 5 176.2683216 35.25366433
A 1 34.04686882 34.04686882 21.85124 8.683117 4.543077 **
B 2 125.2390148 62.61950741 40.18913 6.358873 3.68232 **
A*B 2 16.98243799 8.491218993 5.449655 6.358873 3.68232 *
Kelompok 3 58.73082592 19.57694197 12.56446
Error 15 23.37180831 1.558120554
Lampiran 10 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi protein kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F 0.05 Ket
Faktor B 2 125.2390148 62.61950741 40.18912865 6.358873481
PK12 vs PK14, PK 16
1 227.3435573 227.3435573 145.9088365 8.683116814 **
PK 14 VS PK 16
1 23.13447236 23.13447236 14.84767805 8.683116814 4.543077 NS
Error 15 23.37180831 1.558120554
Lampiran 11 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi protein kasar
Interaksi JantanP1 BetinaP1 JantanP2 JantanP3 BetinaP2 BetinaP3
Rataan 7.65 7.88 10.25 11.06 12.81 15.41
Huruf a ab bc cd d e
Lampiran 12 Sidik ragam konsumsi lemak kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Total 23 23.55278124 1.024033967
Perlakuan 5 12.91278066 2.582556131
A 1 3.984917947 3.984917947 19.67121 8.683117 4.543077 **
B 2 7.208482003 3.604241002 17.79203 6.358873 3.68232 **
A*B 2 1.719380704 0.859690352 4.243789 6.358873 3.68232 *
Kelompok 3 7.601358878 2.533786293 12.50782
Error 15 3.038641704 0.202576114
Lampiran 13 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi lemak
Interaksi JantanP1 BetinaP1 JantanP3 JantanP2 BetinaP2 BetinaP3
Rataan 3.08 3.18 3.51 3.88 4.85 4.88
16
Lampiran 14 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi lemak kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F 0.05 Ket
Faktor B 2 7.208482003 3.604241 17.79203351 6.358873481
PK12 vs PK14, PK 16
1 14.18186244 14.18186 70.0075749 8.683116814 **
PK 14 vs PK 16
1 0.235101564 0.235102 1.160559158 8.683116814 4.543077 NS
Error 15 3.038641704 0.202576
Lampiran 15 Sidik ragam konsumsi serat kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Kelompok 3 84.93985005 28.31328335 12.347089
Error 15 34.39671153 2.293114102
Lampiran 16 Uji lanjut kontras ortogonal konsumsi serat kasar harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F 0.05 Ket
Faktor B 2 83.072138 41.536069 18.11338944 6.358873481
PK12 vs PK14, PK 16
1 158.00096 158.00096 68.90235419 8.683116814 **
PK 14 VS PK 16
1 8.143315 8.143315 3.551203583 8.683116814 4.543077 NS
Error 15 34.396712 2.2931141
Lampiran 17 Uji jarak Duncan (F0.05) interaksi faktor terhadap konsumsi serat
Interaksi JantanP1 BetinaP1 JantanP3 JantanP2 BetinaP2 BetinaP3
Rataan 10.30 10.62 11.54 13.17 16.46 16.07
Huruf a a ab b c c
Lampiran 18 Sidik ragam pertambahan bobot badan harian
SK db JK KT Fhit F0.01 F0.05
Kelompok 3 682.4344 227.4781 0.548621
17 Lampiran 19 Uji lanjut kontras ortogonal pertambahan bobot badan harian
SK db JK KT FHIT F0.05 F0.01 Ket
Total 11.00 2921.786
Perlakuan 2 2254.802 1183.571
PK 12 Vs 14, 16
1 1190.964 1190.964 15.97169 5.987378 13.74502 **
PK 14 vs 16 1 1063.838 1063.838 14.26683 5.987378 13.74502 **
Kelompok 3 341.2172 82.09657
Error 6 325.77 74.56722
Lampiran 20 Sidik ragam konversi pakan
SK db JK KT Fhit F0.11 Ket
Total 23 74.81021 3.252618
Perlakuan 7 15.60198 2.228854
A 1 4.914399 4.914399 2.976219 2.885858 *
B 2 8.483517 4.241759 2.56886 2.566432 *
A*B 2 2.204061 1.102031 0.667403 2.566432 NS
Kelompok 3 34.4399 11.47997 6.952405
Error 15 24.76833 1.651222
Lampiran 21 Uji lanjut kontras ortogonal konversi pakan
SK db JK KT FHIT F0.05 F0.01 Ket
Total 11.00 23.826
Perlakuan 2 4.241
PK 14 Vs 12, 16
1 3.867 3.867 9.811 5.987378 13.74502 *
PK 12 vs 16 1 0.374 0.374 0.948 5.987378 13.74502 NS
Kelompok 3 17.219 5.739
Error 6 2.37 0.394
Lampiran 22 Uji jarak Duncan (F0.05) faktor kelompok terhadap konversi pakan harian
Kelompok 1 2 3 4
Rataan 4.34±1.33 4.93±0.27 7.06±1.66 6.94±1.87
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 April 1990 di Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Diding Djunaedi dan Ibu Tini Suhartini. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 49 Bandung pada tahun 2002 hingga 2005 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Badan Perguruan Indonesia Bandung pada tahun 2005 yang diselesaikan pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2009. Penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Panahan IPB (periode 2010-2011).
Penulis pernah menerima dana kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa di bidang Teknologi dengan Judul Penggunaan Kincir Angin Savonius Sebagai Sumber Energi Lampu Celup Bawah Air (LACUBA) di Bagan Nelayan pada tahun 2010. Penulis diberi kesempatan untuk menjadi penerima dana Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) pada tahun 2011 yang berfokus pada usaha budidaya kelinci organik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa syukur yang tiada terputus kepada Allah SWT yang merupakan salah satu dari sekian banyak rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Nahrowi, MSc selaku pembimbing skripsi beserta keluarga atas masukan dan bimbingannya kepada penulis, juga kepada Ibu Ir Widya Hermana, MSc selaku pembimbing akademik serta pembimbing skripsi. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Ir. Kukuh Budi Satoto, MM selaku dosen penguji seminar, Ibu Dr Ir Yuli Retnani, MSc dan Ibu Ir Hotnida CH Siregar, MSi yang memberi masukan saat ujian sidang berlangsung, serta Bapak Iwan Prihantoro, SPt, MSi dan Ibu Dr Ir Sri Suharti, MSi atas masukan dan koreksi dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Idris Siregar dari PT Indofeed yang telah membantu selama proses pembuatan pakan berlangsung, anggota KPS Bogor, dan anggota Koperasi Peternak Kelinci (KOPNAKCI). Kepada kedua orang tua beserta keluarga serta kerabat, penulis haturkan terima kasih atas seluruh dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.