• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

ARIES RAMA SAPUTRO.Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia. Dibimbing oleh AUNU RAUF.

Kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), telah dilaporkan sebagai hama invasif baru yang menyebabkan kerusakan berat pada tanaman ubikayu di Indonesia sejak tahun 2010. Penelitian telah dilakukan di dalam laboratorium dengan tujuan menentukan biologi dan parameter siklus hidup dari kutu putih sebagai hama pada tanaman ubikayu. P. manihoti merupakan spesies partenogenetik, yang hanya menghasilkan keturunan betina.Telur serangga ini menetas 78 hari setelah peletakan telur.Nimfa instar1, -2, -3 berturut-turut mempunyai rata-rata hidup 4.58, 4.20, 4.58 hari.Rata-rata lama hidup imago betina yaitu 34.38 hari, dengan rata-rata keperidian sebesar 570 telur.Laju pertumbuhan instrinsik (rm) sebesar 0.213 keturunan betina per betina per hari.Rata-rata masa generasi (T) adalah 28.48 hari dan laju reproduksi bersih (Ro) selama periode ini sebesar 456.02. Laju pertambahan terbatas (λ) sebesar 1.24 kali per hari dan masa ganda (Dt) selama 3.22 hari.

Kata kunci: kutu putih, Phenacoccus manihoti, ubikayu

ABSTRACT

ARIES RAMA SAPUTRO.Biology and Potential for Increase of the Cassava Mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), A Newly Introduced Insect Pest in Indonesia. Supervised by AUNU RAUF.

The cassava mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), has been reported as a new invasive pest causing heavy damage on cassava in Indonesia since 2010. Study was conducted in laboratory with the objectives to determine the biology and life table parameters of the mealybug as feeding on cassava plants. P. manihoti is parthenogenic species, producing only female offspring. The eggs hatched 78 days after oviposition. Nymphal instar1, -2, -3 lasted 4.58, 4.20, 4.58 days, respectively. Adult female mean longevity was 34.38 days, with an average fecundity was 570 eggs. The intrinsic rate of increase (rm) was 0.213 female offspring per female per day. The mean generation time (T) was 28.48 days and the net reproductive rate (Ro) during this period was 456.02. The finite rate of increase (λ) was 1.24 times per days and the population doubling time (Dt) was 3.22 days.

(3)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(4)

BIOLOGI DAN POTENSI PENINGKATAN POPULASI KUTU

PUTIH SINGKONG,

Phenacoccus manihoti

Matile-Ferrero

(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE), HAMA PENDATANG

BARU DI INDONESIA

ARIES RAMA SAPUTRO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia

Nama : Aries Rama Saputro

NIM : A34080095

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong,Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia”. Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September2012.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi atas segala kesabaran dalam memberi ilmu, bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan Dr. Ir. Efi Toding Tondok, M.Sc, selaku dosen penguji tamu, yang telah memberi dukungan, motivasi dan saran.Kedua orang tua Srihadi dan Litawati dan kakak-kakak tercinta Dirga Adi Utama dan Trisna Hari Ismanto yang selalu memberikan dukungan, fasilitas dan motivasi.Anggota laboratorium Ekologi Serangga Pak Wawan, Ibu Nila, Ridwan dan temen-temen seperjuangan Proteksi Tanaman angkatan 45 yang selalu memberikan motivasi Rizkika Latania, Sagita Phinanthie, Nia Tri Kusuma, Keysia Disa, Adnan, Ciptadi, dan Fiqi serta rasa terima kepada kakak-kakak dan adik-adik kelas mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat di kemudian hari dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii 

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan 2 

Manfaat 2 

BAHAN DAN METODE 3 

Tempat dan Waktu Penelitian 3 

Bahan dan Alat 3 

Persiapan Tanaman Inang 3 

Penyiapan Serangga 3 

Persiapan Wadah Pembiakan 4 

Persiapan Kurungan Serangga 4 

Pengamatan Biologi dan Morfologi 4 

Pengamatan Siklus Hidup dan Potensi Reproduksi 4 

Analisis Data 5 

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 

Dimensi Tubuh P. manihoti

Siklus Hidup dan Reproduksi P. manihoti

Neraca Hayati 8 

SIMPULAN DAN SARAN 13 

Simpulan 13 

Saran 13 

DAFTAR PUSTAKA 14 

LAMPIRAN 17 

(8)

DAFTAR TABEL

1 Masa perkembangan dan keperidian kutu putih singkong, 7  2 Rataan banyaknya telur yang diletakkan setiap hari 8  3 Neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti 9  4 Parameter neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus

manihoti 11 

DAFTAR GAMBAR

1 Ulangan tanaman ubikayu sebanyak 40 ulangan, (A) penanaman

tanaman ubikayu dengan media air (B) 3 

2 Kurungan serangga, (A) perlakuan pada tanaman ubikayu (B) 4  3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B)

stadium nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P. manihoti, (D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti

yang sedang bertelur (F) 6 

4 Kurva sintasan kutu putih singkong, P. manihoti 10  5 Kurva reproduksi harian kutu putih singkong, P. manihoti 10 

 

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu (Manihot esculenta) atau biasa dikenal dengan singkong berasal dari Benua Amerika, tepatnya dari Brazil dan merupakan tanaman pertanian yang penting di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan pada tahun 1852, tanaman ini masuk ke Indonesia (Purwono dan Purnamawati 2007).

Ubikayu merupakan tanaman yang penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan tanaman ubikayu memiliki banyak manfaat, diantaranya berperan sebagai bahan diversifikasi pangan. Hal ini dikarenakan ubikayu merupakan tanaman pangan penghasil sumber karbohidrat yang cukup banyak. Menurut Soetanto (2008), kandungan karbohidrat dalam tanaman ubikayu sebesar 34.7 gram/100g. Selain berperan sebagai bahan untuk diversifikasi pangan, ubikayu juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan, bahan baku industri, dan bahan baku bioetanol (Ditjentan 2012).

Tanaman ubikayu memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan atau hortikultura yang lain. Keunggulan tersebut adalah memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga dapat ditanam pada lahan marjinal, kegiatan penanaman dapat dilakukan pada musim kemarau maupun penghujan, mudah disimpan, mempunyai rasa yang enak, dan hasil produksi yang dapat diambil setiap saat. Sebagian besar produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (85-90%) sedangkan sisanya diekspor (Hafsah 2003). Permintaan terhadap ubikayu diperkirakan akan meningkat seiring dengan naik dan melambungnya harga bahan bakar minyak di pasar dunia. Selain itu, menurut Roja (2009) peningkatan permintaan terhadap ubikayu dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, berkembanganya industri pangan, dan pakan serta peningkatan volume ekspor.

Indonesia merupakan negara penghasil ubikayu terbesar keempat didunia setelah Brazil, Nigeria, dan Thailand. Produksi ubikayu di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 23.5 juta ton per tahun yang didapat dari luas panen sebesar 1.2 juta hektar dengan hasil 19.5 ton per hektar. Namun pada tahun 2012, produksi ubikayu mengalami penurunan sebesar 22.7 ton per tahun (BPS 2012).

Dalam dua tahun terakhir ini, keberlanjutan produksi ubikayu terancam oleh adanya invasi hama asing yaitu kutu putih Phenacoccus manihoti (Rauf, komunikasi pribadi). Phenacoccus manihoti atau kutu putih singkong merupakan hama baru yang berpotensi menjadi ancaman di pertanaman khususnya tanaman singkong. P. manihoti berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil. Pada awal tahun 1970-an, kutu putih P. manihoti terbawa masuk ke Afrika dan menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan. Hama ini mulai masuk ke Asia pada tahun 2009, pertama kali ditemukan di Thailand yang kemudian segera menyebar ke Kamboja dan Laos (Winotai et al. 2010; Parsa et al. 2012). Pada tahun 2010, kutu putih P. manihoti masuk ke Indonesia dan ditemukan menyerang pertanaman ubikayu di Bogor (Muniappan et al. 2011).

(10)

2

dari tempat asal ke tempat lain karena ketiadaan musuh alami (Herren 1981). Gejala yang ditimbulkan diantaranya keriting pada bagian tunas daun, daun menguning, perubahan bentuk pada batang, roset pada titik tumbuh, dan kematian pada tanaman muda (Belloti et al. 2003). Pada serangan berat, daun akan gugur dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dengan gejala bunchy top (Belloti et al. 2003; Calatayud dan Le Ru 2006).

Masuknya hama ini menyebabkan kerugian yang besar bagi produksi ubikayu. Pada kondisi kering seperti di Afrika, kehilangan hasil akibat serangan kutu putih singkong mencapai 80% (Nwanze 1982; Belloti 2002). Serangan P. manihoti pada pertanaman ubikayu yang terjadi di Asia khususnya Indonesia, saat ini mulai berdampak pada keberlanjutan produksi tanaman ubikayu. Berdasarkan wawancara dengan petani, serangan hama ini menyebabkan kehilangan hasil hingga 50% (Wardhani, komunikasi pribadi). Karena P. manihoti adalah hama pendatang baru di Indonesia, maka pengetahuan tentang biologinya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan bertujuan mengukur berbagai parameter siklus hidup dan potensi reproduksi hama baru ini.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengukur berbagai parameter siklus hidup dan potensi reproduksi kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti (Hemiptera: Pseudococcidae).

Manfaat

(11)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai September 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubikayu (Manihot esculenta) varietas Manggu, imago Phenacoccus manihoti. Alat yang digunakan yaitu kuas, mikroskop compound, kamera digital, alat tulis, jarum, pinset, kuas, gelas plastik, kurungan serangga, label, tissu, dan counter.

Persiapan Tanaman Inang

Persiapan tanaman ubikayu sebagai tanaman inang untuk pemeliharaan dan perkembangbiakan kutu putih. Persiapan tanaman meliputi penyiapan bibit tanaman singkong. Pada penelitian ini digunakan ubikayu varietas Manggu yang banyak ditanam petani karena rasanya yang lezat dan manis. Stek ubikayu diperoleh dari petani di Desa Ngampar Kec. Sukaraja Kab. Bogor. Stek ubikayu kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik berisi air dan dibiarkan tumbuh hingga muncul daun pucuk. Stek ubikayu yang digunakan untuk percobaan berjumlah 40 batang (ulangan).

Gambar 1 Ulangan tanaman ubikayu sebanyak 40 ulangan, (A) penanaman tanaman ubikayu dengan media air (B)

Penyiapan Serangga

Pemeliharan dan perbanyakan kutu putih dilakukan dilaboratorium. Imago kutu putih yang diperoleh merupakan koleksi pembiakan massal yang ada di Laboratorium Ekologi Serangga. Kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini berawal dari pemeliharaan 15 imago. Imago kemudian dibiarkan bertelur dan telur yang diletakkan dipindahkan bersama kantung telur ke gelas plastik. Setelah telur menetas, nimfa instar-1 dipindahkan ke pucuk tanaman ubikayu secara hati-hati dengan bantuan kuas halus masing-masing satu kutu satu tanaman yang diulang sebanyak 40 ulangan.

(12)

4

Persiapan Wadah Pembiakan

Penyiapan wadah bertujuan memelihara telur sampai menetas. Wadah yang digunakan yaitu gelas plastik berisi kertas tisu yang telah dibasahi dan daun singkong yang permukaan daunnya terdapat kelompok telur. Daun singkong yang kering diganti dengan daun singkong yang baru.

Persiapan Kurungan Serangga

Kurungan serangga berbentuk silinder yang terbuat dari plastik mika. Bagian atas kurungan ditutup dengan kain kasa sebagai ventilasi. Kurungan serangga memiliki tinggi 47 cm dan diameter 16 cm. Tujuan pembuatan kurungan untuk menghindari kontaminasi antara kutu putih singkong perlakuan dengan kutu putih singkong lainnya yang bukan perlakuan. Stek ubikayu kemudian disungkup dengan kurungan seperti pada gambar 2.

Gambar 2 Kurungan serangga, (A) perlakuan pada tanaman ubikayu (B) Pengamatan Biologi dan Morfologi

Pengamatan biologi dan morfologi P. manihoti meliputi lama perkembangan siklus hidup, lama hidup imago, keperidian, dan pengukuran panjang dan lebar tubuh kutu putih. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop compound dan diamati setiap hari.

Pengamatan Siklus Hidup dan Potensi Reproduksi

Pengamatan perkembangan lama siklus hidup kutu putih P. manihoti dimulai dari telur sampai serangga tersebut menjadi imago. Pengamatan masa perkembangan telur berasal dari imago yang sebelumnya telah dipelihara. Kelompok telur yang dihasilkan dipindahkan ke wadah yang telah disiapkan untuk dipelihara dan diamati perkembangan lama stadium telur. Telur yang menetas, diambil nimfa instar-1 untuk kemudian dipindahkan ke pucuk tanaman ubikayu masing-masing satu kutu satu tanaman yang diulang sebanyak 40 ulangan. Perkembangan nimfa diamati setiap hari hingga menjadi imago. Pergantian instar nimfa ditandai oleh adanya kulit lama (eksuvia) yang menempel pada permukaan daun. Pengamatan lama hidup imago meliputi lama masa imago dimulai dari masa praoviposisi, masa oviposisi, masa pascaoviposisi, dan akhirnya mati. Pengamatan keperidian meliputi pengamatan dan perhitungan rata-rata jumlah telur yang dihasilkan per hari oleh imago serta keseluruhan total jumlah telur yang dihasilkan.

(13)

5

Hasil pengamataan keperidian dan lama masa imago digunakan untuk mengetahui neraca hayati potensi reproduksi. Masa perkembangan setiap instar nimfa, imago, keperidian, dan sintasan diamati setiap hari. Selain itu, dilakukan pula pengukuran terhadap 20 individu untuk menentukan panjang dan lebar setiap instar kutu putih. Pengukuran morfologi dimulai dari stadium telur dan perkembangan instar. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mikroskop compound yang lensa okulernya memiliki ukuran (pengggaris).

Analisis Data

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Tubuh P. manihoti

Telur P. manihoti berbentuk lonjong, berukuran panjang 0.33 mm dan lebar 0.18 mm, berwarna kekuningan, dan diletakkan berkelompok di dalam kantung telur yang ditutupi serabut lilin berwarna putih. Nimfa terdiri dari 3 instar dan berwarna merah jambu. Nimfa instar-1 berukuran panjang 0.41 mm dan lebar 0.17 mm, instar-2 panjang 0.60 mm dan lebar 0.26 mm, instar-3 panjang 0.86 mm dan lebar 0.39 mm. Seperti nimfa, serangga imago juga berwarna merah jambu dengan ukuran panjang 1.25 mm dan lebar 0.63 mm.

Perbedaaan karakter atau ciri-ciri dari setiap stadium instar tidak begitu terlalu signifikan. Beberapa perbedaaan karakter atau ciri-ciri hanya terlihat pada perbedaaan ukuran panjang dan lebar tubuh setiap stadium instar. Penelitian tentang morfologi P. manihoti pernah dilakukan oleh Nwanze (1977) dan Matile-Ferrero (1978) di Kongo. Adapun hasil penelitian yang didapatkan meliputi pengukuran masing-masing panjang dan lebar tubuh yang terdiri dari telur (0.30-0.75 mm dan 0.15-0.30 mm), instar-1 (0.40-(0.30-0.75 mm dan 0.20-0.30 mm), instar-2 (1.00-1.10 mm dan 0.50-0.65 mm), instar-3 (1.10-1.50 mm dan 0.50-0.60), dan imago (1.10-2.6 mm dan 0.50-1.40 mm). Pengukuran morfologi yang dilakukan oleh Nwanze dan Matile-Ferrero memiliki hasil yang berbeda dengan hasil pada penelitian ini. Hasil pengukuran pada penelitian ini memiliki rata-rata ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan Nwanze dan Matile-Ferrero. Perbedaan ini mungkin dikarenakan faktor lingkungan seperti iklim, curah hujan, dan suhu.

Gambar 3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B) stadium nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P. manihoti, (D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti yang sedang bertelur (F)

A B C

(15)

7

Siklus Hidup dan Reproduksi P. manihoti

P. manihoti memiliki perkembangan siklus hidup yang dimulai dari telur dan 3 tahapan perkembangan instar yang kemudian menjadi imago. Perkembangan antar stadia instar ditandai dengan adanya bekas tanda ganti kulit (eksuvia). Nimfa instar-1 merupakan nimfa yang aktif bergerak (Nwanze 1977) yang biasa disebut crawler (Amarasekare et al. 2008) yang berperan dalam penyebaran sedangkan nimfa instar berikutnya bergerak lamban dan cenderung menetap.

Tabel 1 Masa perkembangan dan keperidian kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti

Parameter siklus hidup x ± SB

Lama stadium pradewasa (hari)

Telur 7.55 ± 0.50

Nimfa-1 4.58 ± 0.78

Nimfa-2 4.20 ± 0.56

Nimfa-3 4.58 ± 0.55

Lama stadium dewasa (hari)

Praoviposisi 4.7 ± 0.69

Oviposisi 21.19 ± 3.33

Pascaoviposisi 8.5 ± 7.98

Masa perkembangan pradewasa kutu putih singkong disajikan pada Tabel 1. Rataan stadium telur yaitu 7.55 hari dengan kisaran 7-8 hari. Nimfa instar-1, -2, -3 masing berkisar 4-5 hari dengan rataan secara berurutan 4.58, 4.2, dan 4.58 hari. Dengan demikian, total rataan lama perkembangan siklus hidup P. manihoti dari telur sampai menjadi imago yaitu 20.9 hari dengan kisaran 20-21 hari. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nwanze. Menurut Nwanze (1977), lama perkembangan telur yaitu 8 hari, lama perkembangan nimfa instar-1 ke instar-2 dan instar-2 ke instar-3 yaitu 4 hari, sedangkan lama perkembangan instar-3 ke imago yaitu 5 hari dengan total lama perkembangan siklus hidup dari telur sampai imago yaitu sekitar 21 hari.

Periode masa peletakkan telur kutu putih terdiri dari masa praoviposisi, masa oviposisi, dan masa pascaoviposisi. Pengembangan rata-rata lama periode masa peletakan telur P. manihoti sekitar 33 hari pada suhu 27 °C. Kondisi suhu yang berada di bawah kondisi laboratorium yaitu pada 25 °C, pengembangan lama periode masa peletakan telur membutuhkan rata-rata 31-33 hari (Iheagwam dan Eluwa 1983). Rataan masa hidup imago pada penelitian ini yaitu 34.38 hari dengan kisaran 27-45 hari yang terbagi atas masa praoviposisi 4-5 hari (rataan 4.7 hari), masaoviposisi 16-26 hari (rataan 21.19 hari), dan masa pascaoviposisi 0-22 hari (rataan 8.5 hari). Hal ini hampir sama dengan hasil studi Nwanze et al.(1979) yang melaporkan P. manihoti memiliki rata-rata masa praoviposisi 5.2 hari, masa oviposisi yaitu 20.2 hari, dan masa pascaoviposisi 1-3 hari.

(16)

8

(Iheagwam 1981; Lema dan Herren 1985). Rataan banyaknya telur yang diletakkan imago setiap harinya disajikan pada Tabel 2.

Selama penelitian berlangsung tidak pernah dijumpai adanya imago jantan. Hal ini sesuai dengan pengamatan Calatayud dan Le Ru (2006) yang mendapatkan bahwa P. manihoti bersifat partenogenetik dengan semua keturunan yang dihasilkan dari induk yang tidak kawin adalah betina (Williams dan Granara de Willink 1992). Perkembangbiakkan serangga secara partenogenetik dapat menyebabkan perkembangbiakkan menjadi cepat dan masif. Imago betina yang berumur kurang dari 17 hari mampu meletakkan telur antara 20-45 butir per harinya.

Tabel 2 Rataan banyaknya telur yang diletakkan setiap hari

Hari ke x ±SB Hari x±SB

Banyak dan sedikitnya jumlah telur yang diletakkan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan dan kesesuaian nutrisi tanaman inang, jenis tanaman inang, dan faktor lingkungan. Ketersediaan dan kesesuaian nutrisi yang cukup dari tanaman inang dapat meningkatkan produktivitas telur yang dihasilkan oleh imago betina. Selain itu, menurut Awmack dan Leather (2002), ketersediaan dan kesesuaian nutrisi dapat mempengaruhi morfologi serangga seperti bentuk dan ukuran serangga, nisbah kelamin, dan populasi. Kualitas tanaman inang yang baik akan mempengaruhi fekunditas serangga karena didalam tanaman terdapat komponen-komponen seperti karbon, nitrogen, dan metabolit sekunder yang dapat mempengaruhi keperidian serangga (Awmack dan Leather 2002).

Neraca Hayati

(17)

9

Tabel 3 Neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Umur (hari)

x

(18)

10

Pengamatan harian banyaknya individu yang masih hidup menghasilkan data sintasan pada berbagai umur kutu. Nilai lx menunjukkan peluang hidup imago pada umur ke-x. Gambar 4 menyajikan sintasan harian dari imago betina P. manihoti. Tampak bahwa kematian mulai terjadi pada saat imago berumur 19 hari, dan setelah umur itu proporsi imago yang hidup menurun dengan tajam.

. Umur imago betina (hari)

0 10 20 30 40 50 60

Gambar 4 Kurva sintasan kutu putih singkong, P. manihoti

Pola reproduksi harian disajikan pada Gambar 5 yang memperlihatkan hubungan antara umur imago (x) dengan banyaknya telur yang diletakkan pada umur itu (mx). Masa peletakkan telur P. manihoti terjadi pada imago ketika mulai berumur 3 hari setelah menjadi imago. Puncak peletakkan telur terjadi pada imago yang berumur 6-15 hari dan setelah umur itu, banyaknya telur yang diletakkan mulai menurun tajam. Bahkan telur tidak lagi diletakkan setelah imago berumur 30 hari.

(19)

11

Parameter potensi peningkatan populasi yang mencakup Ro, rm, T, λ, dan Dt disajikan pada Tabel 4. Nilai Ro menunjukkan jumlah keturanan betina yang dihasilkan oleh induk imago betina per generasi. Dalam penelitian ini didapatkan Ro= 456.02 yang berarti populasi P. manihoti dapat mengalami peningkatan 456 kali lipat pada generasi berikutnya. Menurut Kurniawan (2007), nilai Ro yang tinggi dapat memperlihatkan kesesuaian hidup serangga terhadap tanaman inangnya. Laju pertambahan intrinsik (rm) adalah laju pertumbuhan populasi pada keadaan lingkungan konstan, sumberdaya tak terbatas, serta kematian yang terjadi hanya disebabkan oleh faktor fisiologi (Birch 1948). Nilai ini juga menunjukkan kapasitas reproduksi suatu populasi pada kondisi optimum. Nilai rm untuk kutu P.

manihoti adalah 0.213 betina per induk per hari. Laju pertumbuhan instrinsik dipengaruhi oleh masa perkembangan stadium, laju daya bertahan hidup, dan laju reproduksi bersih. Laju pertambahan terbatasnya λ= 1.240, nilai ini menunjukkan kelipatan populasi kutu putih singkong per hari. Rataan masa generasi T= 28.484 hari. Rata-rata masa generasi tersebut meliputi waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan P. manihoti sejak telur diletakkan hingga saat imago menghasilkan telur. Nilai T dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangbiakan suatu organisme dimana semakin kecil nilai T maka semakin cepat waktu organisme untuk berkembangbiak. Nilai Dt atau waktu yang dibutuhkan populasi P. manihoti untuk berlipat ganda yaitu 3.22 hari. Nilai Dt yang tinggi dapat mempengaruhi laju reproduksi bersih (Ro) dan laju pertumbuhan instrinsik (rm).

Tabel 4 Parameter neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti

Parameter neraca hayati x ± SB Satuan

Ro 456.020 ± 14.489 Betina/induk/generasi rm 0.213 ± 0.002 Betina/induk/hari

T 28.484 ± 0.206 Hari

λ 1.240 ± 0.002 Betina/induk/hari

Dt 3.224 ± 0.029 Hari

Keterangan: Laju reproduksi bersih (Ro), laju pertumbuhan intrinsik (rm), rataan masa generasi (T), laju pertumbuhan terbatas (λ), waktu untuk populasi berlipat ganda (Dt)

(20)

12

(21)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kutu putih P. manihoti berkembangbiak secara partenogenetik. Siklus hidup dari sejak telur hingga menjadi imago yaitu 20.9 hari. Masa stadium telur 7.55 hari, nimfa instar pertama 4.58 hari, instar kedua 4.2 hari, instar ketiga 4.58 hari. Rataan masa hidup imago yaitu 34.38 hari. Selama masa itu, seekor imago betina mampu meletakkan telur sebanyak 570 butir. Periode masa peletakan telur memiliki rata-rata yaitu masa praoviposisi 4.7 hari, masa oviposisi 21.19 hari, dan masa pascaoviposisi 8.5 hari.

Pada keadaan lingkungan yang sesuai, kutu putih P. manihoti memiliki potensi peningkatan populasi yang tinggi seperti ditunjukkan oleh laju pertambahan intrinsik (rm) yang relatif besar (0.213 betina/induk/hari) dan masa generasi (T) yang relatif singkat (28.48 hari). Selain itu, potensi peningkatan populasi ditunjukkan juga oleh laju reproduksi bersih (Ro) sebesar 456.02 betina/induk/generasi, laju pertumbuhan terbatas (λ) sebesar 1.24 betina/induk/hari, dan waktu untuk populasi berlipat ganda (Dt) sebesar 3.22 hari.

Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Amarasekare KG, Mannion KM, Osborne LS, Epsky ND. 2008. Life history of Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) on four host plant species under laboratory conditions. Environ Entomol. 37:630-635.

Awmack CS, Leather SR. 2002. Host plant quality and fecundity in herbivorous insect. Annu Rev Entomol. 47:817-844.

Bellotti AC. 2002. Arthropod pests. Di dalam: Hillocks RJ, editor. Cassava: Biology, Production and Utilization. Wallingford (GB): CAB Internasional Publishing. hlm 209-235.

Bellotti AC, Melo EL, Arias B, Herrera CJ, Hernandez MDP, Holguin CM, Guerrero JM, Trujillo H. 2003. Biological control in the neotropics: a selective review with emphasis on cassava. Biologic Contr Arthrop. hlm 206-277.

Birch LC. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J Anim Ecol. 17:15-26.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubikayu seluruh provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [internet]. [diunduh 2013 Jan 3]. Tersedia pada: www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. Calatayud PA, Le Rü B. 2006. Cassava Mealybug Interactions. Paris (FR):

Institut De Recherche Pour Le Développement.

Ditjentan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubikayu. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian.

Hafsah MJ. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Herren H. 1981. IITA’s role and actions in controlling the cassava mealybug in

Africa. IITA Research Briefs. 2(4):1-4.

Herren HR, Neuenschwander P. 1991. Biological control of cassava pests in Africa. Annu Rev Entomol. 36:257-283.

Iheagwam EU. 1981. The influence of temperature on increase rates of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr (Homoptera: Pseudococcidae). Rev Zool Afr. 95(4):959-967.

Iheagwam EU, Eluwa MC. 1983. The effects of temperature on the development of the immature stages of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti Mat-Ferr (Homoptera: Pseudococcidae). Deut Entomol Z. 30:17-22.

Kurniawan HA. 2007. Neraca kehidupan kutu kebul, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) biotipe-B dan non-B pada tanaman mentimun (curcumas sativus L.) dan cabai (Capsicum annuum L.) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lema KM, Herren HR. 1985. The influence of constant temperature on populatin growth rates of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti. Entomol Exp Appl. 38(2):165-169.

(23)

15

Maia AHN, Luiz AJB, Campanhola C. 2000. Statistical infence on associated fertility life table parameter using jackknife technique: computational aspects. J Econ Entomol. 93(2):511-518.

Matile-Ferrero D. 1978. Cassava mealybug in the people’s Republic of Congo. Di dalam: Nwanze KF, Leuschner K, editor. Proceedings of the International Workshop on the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat.-Ferr. (Pseudococcidae) held at INERA-M'vuazi, Bas-Zaire; 1977 Jun 26-29; Zaire. Ibadania Niger: IITA. hlm 29-46.

Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Rauf A, Sartiami D, Hidayat P, Afun JVK, Goergen G, Rahman AKMZ. 2011. New records of invasive insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in southern Asia and West Africa. J Agric Urban Entomol. 26(4):167-174.

Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: a review. Biol Control. 21:214–229.

Neuenschwander P, Herren HR, Harpaz I, Badulescu D, Akingbohungbe AE. 1988. Biological control of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti, by the exotic parasitoid Epidinocarsis lopezi in Africa. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 318:319–333.

Nwanze KF. 1977. Biology of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr. in the Republic of Zaire. Di dalam: Nwanze KF, Leuschner K, editor. Proceedings of The International Workshop on The Cassava Mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr. (Pseudococcidae). Held at INERA-M'vuazi Bas-Zaire; 1977 Jun 26-29; Zaire. Ibadan Nigeria: IITA Press. hlm 20-28.

Nwanze KF. 1982. Relationship between cassava root yields and infestations by the mealybug, Phenacoccus manihoti. Trop Pest Manage. 28(1):27-32. Nwanze KF, Leuschner K, Ezaumah HC. 1979. The cassava mealybug,

Phenacoccus sp. in the Republic of Zaire. PANS. 25(2):125-130.

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. hlm 58.

Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus manihoti) in Asia: first records, potential distribution, and ad identification

key. PLOS ONE [Internet]. 7(10):e47675. DOI:

10.1371/journal.pone.0047675.

Roja A. 2009. Ubikayu: varietas dan teknologi budidaya [makalah pelatihan spesifik lokalita kabupaten 50 kota Sumatera Barat]. Sumatera Barat (ID): Peneliti Madya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. 15 hlm.

Schulthess F, Baumgartner JU, Herren HR. 1987. Factors influencing the life table statistics of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti. Int J Trop Insect Sci. 8(4-6):851-856.

Soetanto NE. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Yogyakarta (ID): Kanisius. hlm 81.

Williams DJ, Granara de Willink MC.1992. Mealybugs of Central and South America. Wallingford (GB): CAB International.

(24)

16

(25)
(26)

18

Lampiran 1 Lama perkembangan siklus hidup P. manihoti

Sampel Stadium (hari)

Telur Instar 1 Instar 2 Instar 3 Imago

(27)

19

Lampiran 2 Masa peletakan dan jumlah total peletakan telur P. manihoti

Sampel Praoviposisis Oviposisi Pascaoviposisi ∑ Total telur

(28)

Lampiran 3 Pengukuran panjang dan lebar tubuh P. manihoti Ulangan

Morfologi P. manihoti (mm)

Telur Instar-1 Instar-2 Instar-3 Imago

Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar

1 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.25 0.85 0.38 1.2 0.63

2 0.33 0.18 0.4 0.18 0.6 0.25 0.85 0.38 1.2 0.65

3 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.28 0.85 0.38 1.2 0.65

4 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.83 0.38 1.35 0.65

5 0.33 0.18 0.43 0.15 0.6 0.28 0.85 0.4 1.33 0.63

6 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.88 0.4 1.2 0.63

7 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.88 0.38 1.33 0.63

8 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.88 0.4 1.33 0.65

9 0.33 0.18 0.4 0.18 0.63 0.28 0.88 0.38 1.2 0.63

10 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.85 0.4 1.2 0.6

11 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.88 0.38 1.35 0.65

12 0.33 0.18 0.43 0.15 0.58 0.28 0.85 0.38 1.2 0.63

13 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.85 0.38 1.35 0.65

14 0.33 0.18 0.4 0.18 0.6 0.28 0.85 0.38 1.2 0.6

15 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.83 0.38 1.2 0.63

16 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.28 0.88 0.4 1.2 0.6

17 0.33 0.18 0.4 0.18 0.63 0.25 0.85 0.4 1.2 0.63

18 0.33 0.18 0.43 0.15 0.58 0.25 0.88 0.4 1.2 0.63

19 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.28 0.85 0.38 1.35 0.65

20 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.85 0.4 1.2 0.63

Rataan±SD 0.33±0 0.18±0 0.41±0.01 0.17±0.02 0.60±0.02 0.26±0.01 0.86±0.02 0.39±0.01 1.25±0.07 0.63±0.02

(29)

Lampiran 4 Jumlah peletakan telur P. manihoti per hari

Sampel Hari

Ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

1 16 47 39 49 41 45 49 33 47 39 41 37 18 13 6 10 10 10 12 7 2 - - - -

-2 16 51 36 38 19 11 13 21 24 28 28 18 26 35 39 30 29 27 18 4 2 - - - -

-3 21 47 61 51 53 59 46 51 32 52 29 27 24 22 14 18 21 9 12 11 5 11 8 4 1

-4 21 58 54 43 45 55 35 31 24 28 10 10 6 1 1 - - -

-5 1 43 41 37 36 28 26 33 23 33 33 41 28 51 14 4 - - -

-6 16 51 43 45 54 43 49 53 43 46 37 29 25 25 27 19 23 11 9 1 - - -

-7 19 36 21 22 19 19 30 31 43 38 37 31 30 32 29 21 18 8 5 1 1 - - - -

-8 24 61 41 37 35 28 21 12 11 11 19 18 19 25 32 28 21 13 13 7 6 - - - -

-9 1 39 56 40 27 44 46 49 41 43 50 37 12 29 26 31 27 54 36 15 21 9 1 2 1

-10 7 44 34 42 37 48 52 60 24 55 42 14 7 2 3 1 - - -

-11 24 57 54 53 53 58 51 18 24 27 15 2 1 - - -

-12 3 28 24 22 12 12 17 21 26 43 32 31 28 23 29 37 25 23 14 4 1 4 - - -

-13 13 36 21 19 22 19 16 12 10 11 16 18 18 17 16 23 27 23 22 19 20 16 15 11 6 3

14 25 41 28 28 38 30 38 31 40 40 39 37 34 27 30 22 15 14 6 3 - - -

-15 6 50 40 27 39 34 34 42 36 54 32 33 26 40 31 30 27 17 7 7 5 9 - - -

-16 22 43 43 39 39 41 32 21 36 25 21 21 31 40 41 34 15 8 5 3 2 - - - -

-17 39 28 22 12 11 13 19 27 25 36 41 38 27 18 19 14 16 21 27 17 13 6 3 1 -

-18 68 58 51 54 67 40 43 40 42 50 49 41 51 28 37 16 37 16 9 7 2 2 4 2 -

-19 36 41 29 35 35 37 27 8 17 30 35 31 24 11 16 32 29 29 24 14 17 17 4 3 2

-20 16 50 37 38 35 51 38 20 21 34 29 34 31 31 16 8 2 2 1 1 2 - - - -

-21 17 62 33 16 13 13 11 23 36 41 29 41 55 48 33 32 7 9 3 9 - - -

-22 17 38 25 35 34 35 31 38 47 36 32 35 26 39 36 29 14 8 8 4 2 1 2 - -

(30)

Lampiran 4 Lanjutan

Sampel Hari

Ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

23 33 32 33 35 24 31 37 31 44 31 37 36 29 34 28 20 20 25 13 10 3 2 - - -

-24 11 46 39 39 31 32 44 49 55 40 48 42 41 38 37 49 48 32 31 16 - - -

-25 36 47 52 46 34 41 39 43 47 54 37 21 24 24 13 19 10 9 2 1 1 - - - -

-26 48 62 38 31 48 43 44 37 47 50 49 36 48 41 29 27 20 13 7 3 2 4 - - -

-27 5 29 26 31 27 30 21 30 30 32 37 42 45 38 33 26 28 20 12 9 6 8 13 5 1 1

28 33 38 43 38 27 17 20 17 22 15 21 37 33 27 19 16 36 32 22 14 12 5 7 4 4 4

29 16 27 29 26 24 37 31 13 19 38 32 22 12 6 10 8 8 9 9 16 21 11 4 6 -

-30 11 53 51 49 53 44 49 31 37 23 34 28 24 23 30 27 19 16 12 12 9 12 9 4 1

-31 48 67 51 54 61 56 45 51 47 64 41 54 36 10 18 14 10 4 5 - - -

-32 27 31 21 25 22 20 38 47 35 9 27 25 19 18 33 33 23 12 5 3 3 - - - -

-33 53 53 49 50 53 63 50 42 48 60 56 49 38 32 27 12 17 12 5 5 1 - - - -

-34 7 48 39 27 25 19 12 24 34 37 27 26 39 37 40 38 35 22 7 16 6 1 - - -

-35 31 51 37 43 34 36 28 41 38 39 28 34 41 28 26 14 7 15 16 2 - - -

-36 24 41 25 14 21 24 29 44 24 19 11 1 - - -

-37 14 45 31 29 42 38 54 38 44 40 44 42 43 33 12 6 11 2 - - -

-38 3 61 51 44 44 50 50 43 54 56 51 52 34 36 24 23 13 11 5 3 4 3 1 - -

-39 29 41 40 29 32 40 34 30 36 45 27 29 37 38 36 29 21 11 7 2 - - -

-40 34 46 40 13 8 13 13 22 21 32 31 32 27 27 22 18 15 19 20 18 10 8 3 - -

(31)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belitung pada tanggal 12 April 1990 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Srihadi dan Ibu Litawati.

Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Dendang. Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Gambar

Gambar 3  Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B) stadium
Tabel 1  Masa perkembangan dan keperidian kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti
Tabel 2  Rataan banyaknya telur yang diletakkan setiap hari
Tabel 3  Neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tubuh serangga ini berwarna pink yang ditutupi oleh lapisan lilin berwarna putih, berbentuk oval, mempunyai filamen tubuh yang pendek (James et al. Reproduksi

Ukuran tubuh dari nimfa-1 yang jauh lebih kecil dari tahapan instar kutu putih yang lain mengakibatkan parasitoid sulit untuk meletakkan telur pada inang tersebut, nutrisi

Gambar 4 Stadia cendawan Entomophthorales yang ditemukan saat pengamatan (a) Kutu putih sehat, (b) Konidia sekunder yang menempel pada antena kutu putih, (c) dan (d)

Gambar 4 Stadia cendawan Entomophthorales yang ditemukan saat pengamatan (a) Kutu putih sehat, (b) Konidia sekunder yang menempel pada antena kutu putih, (c) dan (d)

Seluruh kutu putih yang ditemukan tersebar pada 23 tanaman inang, yaitu: alpukat, belimbing, buah naga, duku, jambu air, jambu biji, jambu bol, jeruk manis, jeruk nipis, jeruk

Berdasarkan kutu putih yang dikumpulkan dua hari setelah pelepasan parasitoid, tampak bahwa jarak inang terhadap titik pelepasan berpengaruh nyata terhadap

Berdasarkan kutu putih yang dikumpulkan dua hari setelah pelepasan parasitoid, tampak bahwa jarak inang terhadap titik pelepasan berpengaruh nyata terhadap

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kepadatan populasi kutu putih yang ditemukan di green house pembibiitan