• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK

EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG

LUNGIT SHRIWINANTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya dengan arah anda rikomisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau diikuti dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

LUNGIT SHRIWINANTI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

Konversi lahan telah terjadi di Kabupaten Tangerang yang terjadi setiap tahun secara fluktuatif. Rata–rata laju konversi lahan pertanian di Kabupaten Tangerang sebesar 0,706 persen per tahun. Pada penelitian ini, luas lahan bangunan, jumlah industri dan produktivitas padi sawah merupakan faktor yang menyebabkan adanya konversi lahan di tingkat wilayah. Faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di tingkat petani yaitu lama tinggal, pengalaman bertani, harga benih dan harga jual padi. Sedangkan dampak yang terjadi akibat adanya konversi lahan yaitu perubahan pada rata-rata pendapatan total petani sebelum dan sesudah konversi lahan yaitu mengalami penurunan sebesar Rp 1.100.833. Rata-rata pendapatan sebelum adanya konversi lahan pertanian sebesar Rp 3.649.167 dan rata-rata pendapatan setelah adanya konversi lahan pertanian sebesar Rp 2.548.333. Selain pendapatan, akibat konversi lahan pertanian juga menyebabkan penurunan produksi padi. Rata-rata kehilangan produksi padi yaitu sebesar 3.5612,41 ton per hektar per tahun, sedangkan kehilangan rata-rata nilai produksi yaitu sebesar Rp 15.313.335.440 per tahun dalam bentuk padi dan sebesar Rp 24.928.685.600 per tahun dalam bentuk beras. Hasil Simulasi ketahanan pangan adalah Kabupaten Tangerang tidak dapat memenuhi kebutuhan beras pada tahun 2014 dengan kekurangan beras sebesar 1.169 ton, sedangkan jika terjadi penurunan kebutuhan beras sebesar 1,5 persen per tahun maka Kabupaten Tangerang tidak dapat memenuhi kebutuhan berasnya pada tahun 2018 dengan kekurangan beras sebesar 7.454 ton.

(6)

ABSTRACT

LUNGIT SHRIWINANTI. Analysis on Agricultural Land Conversion Factors and Economic Impact in Tangerang Regency. Supervised by RIZAL BAHTIAR.

Fluctuation on land conversion in Tangerang Regency is occurred annualy. Average lan conversion in Tangerang Regency was 0,706 percent per year. In this study, land construction area, numbers of industrial area, and rice field productivity were factors causing agricultural land conversion on the regional level. Factors affected agricultural land conversions on the farm level were residential period, farming experience, seed prices, and its selling prices. As a result, land conversion impacted on the average total farmers‟ income changes before and after the conversion which was decreased Rp 1.100.833. the average income before the land conversion was Rp 3.649.167 while after conversion was Rp 2.548.333. in addition, agricultural land conversion also caused a decrease on rice production. The average loss of rice production was equal to 3561,41 tonnes per hectare per year, while the average loss of production value was Rp 15.313.335.440 per year (grain form) and Rp 24.928.685.600 per year (rice form). Based on food security simulatio, Tangerang Regency would not meet its rice demand by 2014 with 1.169 tons of rice shortage. Moreover, if decline on the rice demand 1,5 percent per year, Tangerang Regency would not meet its rice demand in 2018 with 7.454 tons of rice shortage.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK

EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG

LUNGIT SHRIWINANTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang

Nama : Lungit Shriwinanti

NIM : H44090068

Disetujui oleh

Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir.Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Nindyantoro, M.Sp dan Ibu Asti Istiqomah, S.P, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hj. Nasirun dari Dinas Pertanian, Bapak Dadang dan para penyuluh pertanian di Kecamatan Sepatan yang telah membantu dalam pengumpulan data dalam penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah (Mamik Hermawan), ibu (Ria Febri Maryani), adik (Hastari Herwhiana dan Dinda Luhas Trianti), Tubagus Rifky serta seluruh pihak keluarga yang selalu memberi semangat, doa dan mendampingi dalam pembuatan karya ilmiah ini serta teman-teman ESL 46 atas doa dan dukungannya. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari teman-teman agar karya ilmiah ini dapat menjadi lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1Lahan Pertanian ... 8

2.2Konversi Lahan Sawah ... 9

2.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan sawah... 10

2.4Dampak Konversi Lahan Pertanian ... 11

2.5Produktivitas Lahan ... 12

2.6Landasan Hukum Kebijakan Konversi Lahan ... 13

2.7Ketahanan Pangan ... 14

2.8Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1Kerangka Operasional ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 24

4.1Lokasi dan Waktu ... 24

4.2Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3Metode Pengambilan Sampel ... 25

4.4Analisis Data ... 25

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 26

4.4.2 Analisis Laju Konversi Lahan ... 26

4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda ... 27

4.4.4 Analisis Regresi Logistik ... 31

4.4.5 Analisis Hilangnya Penerimaan Petani ... 34

4.4.6 Analisis Hilangnya Produksi Padi ... 35

V. GAMBARAN UMUM ... 37

5.1Letak Geografis ... 37

5.2Penduduk ... 38

5.3Keadaan Lahan di Kabupaten Tagerang ... 39

5.4Gambaran Umum Kecamatan Sepatan ... 40

5.5Karakteristik Responden ... 41

(15)

5.5.2 Pendidikan Formal Responden ... 42

5.5.3 Lama Menetap di Lokasi ... 43

5.5.4 Luas Lahan yang Dimiliki ... 44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

6.1Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tagerang ... 45

6.2Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan di Tingkat Wilayah ... 48

6.3Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan di Tingkat Petani ... 51

6.4Dampak Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Petani ... 55

6.5Dampak Konversi Lahan Terhadap Produksi yang Hilang ... 57

6.6Perkiraan Terhadap Konsumsi Pangan Masa Depan ... 58

6.61 Implikasi Kebijakan ... 60

VII.SIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1Simpulan ... 62

7.2Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 69

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai PDRB Indonesia pada Tahun 2010–2011 Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 ... 2

2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2008-2012 ... 3

3. Jumlah Penduduk Provinsi Banten 2006-2009 ... 4

4. Penelitian Terdahulu ... 16

5. Matriks Metode Analisis Data ... 25

6. Kecamatan dan Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tangerang pada Tahun 2012 ... 38

7. Luas Pemanfaatan Lahan dalam Bidang Pertanian di Kabupaten Tangerang Tahun 2012 ... 40

8. Luas Lahan Kepemilikan Berdasarkan Rata-Rata Luas Lahan ... 44

9. Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Tahun 2002-2011 ... 47

10. Rata–rata Luas Lahan Terkonversi Menurut Jenis Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Selama Periode 2002–2011 (dalam Hektar) ... 47

11. Pola Konversi Lahan Sawah Menurut Jenis Sawah Terkonversi di Kabupaten Tangerang 2002-2011 (dalam persen) ... 48

12. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian di Tingkat Wilayah ... 48

13. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertanian ... 52

14. Perbandingan Rata-Rata Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan ... 56

15. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat Alih Fungsi Lahan Sawah ... 58

16. Simulasi Perbandingan Kebutuhan dan Produksi Beras dengan Konsumsi Beras Perkapita Tetap ... 59

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alur Pikir ... 23

2. Karakteristik Responden di Kecamatan Sepatan Berdasarkan Umur Tahun 2012 ... 42

3. Karakteristik Responden di Kecamatan Sepatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Tahun 2012 ... 43

4. Karakteristik Responden di Kecamatan Sepatan Berdasarkan Lama Menetap Tahun 2012 ... 43

5. Luas lahan sawah di Kabupaten Tangerang tahun 2002-2011 ... 46

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Total Pendapatan Petani Sebelum Konversi Lahan... 69

2. Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda... 72

3. Hasil Estimasi Regresi Linier Logistik ... 74

4. Peta Kabupaten Tangerang ... 76

(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan wilayah daratan dan lautan yang sangat luas serta posisi yang sangat strategis membawa implikasi adanya kandungan kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan pertanian, sehingga sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat Indonesia adalah petani. Di masa Orde Baru, pembangunan pertanian menjadi skala prioritas pertama dimana pertanian telah dijadikan dasar pembangunan nasional yang menyeluruh.

Sektor pertanian merupakan tulang punggung dari perekonomian dan pembangunan nasional serta berperan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dan menyerap sebagian besar tenaga kerja. Sektor pertanian juga berperan dalam pemerataan kemiskinan dan perbaikan pendapatan masyarakat. Meskipun pada kenyataannya saat ini terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian lebih ditopang pada sektor industri dan jasa.

Sektor pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, seperti peningkatan ketahanan nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), perolehan devisa melalui expor–impor, dan penekanan inflasi. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor kedua setelah industri pengolahan yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan PDRB Indonesia.

(19)

pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan masih memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan di Indonesia.

Tabel 1. Nilai PDRB Indonesia pada Tahun 2010–2011 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000.

Lapangan Usaha

Pertambangan dan penggalian 718,1 886,3 186,6 189,2

Industri pengolahan 1595,8 1803,5 597,1 634,2

Listrik, gas dan air bersih 49,1 55,7 18,1 18,9

Bangunan 660,9 756,5 150,0 160,1

Perdagangan, hotel, restoran 882,5 1022,1 400,5 437,2 Pengangkutan dan komunikasi 423,2 491,2 218 241,3 Keuangan, persewaaan, jasa

perusahaan 466,6 535,0 221,0 236,1

Jasa – jasa 654,7 783,3 217,8 232,5

Produk domestik Bruto (PDB) 6436,3 7427,1 2313,8 2463,2

PDB Tanpa Migas 5936,2 6794,4 2171 2321,8

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Dalam penyediaan lapangan pekerjaanpun, sektor pertanian mempunyai kontribusi yang sangat besar dan terbesar dari sektor–sektor lain di Indonesia. Dapat dilihat pada Tabel 2. hingga tahun 2012, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan masih terbesar dibandingkan dengan sektor–sektor lain. Pada tahun 2012 terjadi penurunan terhadap tenaga kerja pada sektor pertanian, salah satu faktor penyebabnya adalah adanya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hingga saat ini tenaga kerja Indonesia masih bertumpu pada sektor pertanian, dimana sektor pertanian menyumbang penyerapan tenaga kerja baru disetiap tahunnya. Kebutuhan pangan nasionalpun masih menumpukan harapan terhadap sektor pertanian.

(20)

lahan sawah seluas 80000 ha per tahun menjadi lahan non pertanian seperti industri dan perumahan, sehingga menyebabkan adanya pengurangan terhadap lahan pertanian.

Tabel 2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2008-2012

41,331,706 41,611,840 41,494,941 39,328,915 38,882,134

2. Pertambangan dan

Penggalian

1,070,540 1,155,233 1,254,501 1,465,376 1,601,019

3. Industri 12,549,376 12,839,800 13,824,251 14,542,081 15,367,242 4. Listrik, Gas

dan Air 201,114 223,054 234,070 239,636 248,927 5. Konstruksi 5,438,965 5,486,817 5,592,897 6,339,811 6,791,662 6. Perdagangan,

Rumah Makan dan Jasa

21,221,744 21,947,823 22,492,176 23,396,537 23,155,798

7. Transportasi, Pergudangan dan

Komunikasi

6,179,503 6,177,985 5,619,022 5,078,822 4,998,260

8. Lembaga

1,459,985 1,486,596 1,739,486 2,633,362 2,662,216

9. Jasa

Kemasyarakat an, Sosial, dan Perorangan

13,099,817 14,001,515 15,956,423 16,645,859 17,100,896

10. Lainnya - - - - -

Total 102,552,750 104,870,663 108,207,767 109,670,399 110,808,154

Sumber : Badan Pusat Statistik. 2012

(21)

Fenomena konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian saat ini sering terjadi di beberapa wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa yang merupakan kota–kota pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Semakin besarnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan tingginya kompetitif penggunaan lahan. Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami konversi lahan adalah Provinsi Banten, dengan salah satu faktor pendukungnya adalah pertambahan jumlah penduduk tiap tahunnya yang cukup pesat. Dapat dilihat pada Tabel 3. Pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten sebanyak 536.621 jiwa dari tahun 2006 sebanyak 9.246.158 jiwa menjadi 9.782.779 jiwa pada tahun 2009.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Provinsi Banten 2006-2009

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

2006 9 246 158

2007 9 423 367

2008 9 602 445

2009 9 782 779

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu bagian dari Provinsi Banten yang mengalami konversi lahan pertanian. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut yang cukup tinggi. Kemudian dengan aksesbilitas dan letak geografis Kabupaten Tangerang yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI Jakarta, Bogor, Bekasi dan Depok.

Kabupaten Tangerang dapat memberikan sumbangan terhadap PDRB dalam jumlah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dalam sektor pertaniannya. Sektor pertanian di Kabupaten Tangerang memberi sumbangan terbesar kedua setelah sektor industri pembangunan yaitu sebesar 9,84% pada tahun 2007, sebesar 9,88% pada tahun 2008, sebesar 10,04% pada tahun 2009, sebesar 10,28% pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0,23% sehingga pada tahun 2011 menjadi 10,05% (Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2012).

(22)

Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pola penguasaan lahan, pergeseran tenaga kerja terutama pada sektor pertanian serta perubahan sosial dan komunitas yang menyebabkan kemunduran ekonomi pada sektor pertanian terutama pada pendapatan petani.

1.2. Perumusan Masalah

Meningkatnya konversi lahan di Kabupaten Tangerang diakibatkan oleh adanya beberapa faktor yang di timbulkan oleh masyarakat Kabupaten Tangerang. Faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan yaitu adanya pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang serta adanya intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perubahan pola penggunaan lahan tersebut pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah. Konversi lahan tersebut terjadi karena kebutuhan masyarakat yang semakin bertambah tiap tahunnya, tuntutan hidup untuk memperoleh kondisi yang lebih baik serta adanya tingkat egoisme manusia terhadap lingkungan.

Menurut Maulana (2004), lahan sebagai faktor produksi dan komoditas strategis, mempunyai karakteristik yang khas yaitu ; (1) penyediaan yang bersifat permanen/tetap dan terbatas, (2) lokasi yang pasti/tidak dapat dipindahkan, (3) bersifat unik yaitu tidak satu bidang tanah yang mempunyai nilai yang sama dan tidak terpengaruh oleh waktu. Karena persediaan lahan yang bersifat tetap dengan permintaan lahan yang terus menerus bertambah, maka secara alamiah sesuai karakteristiknya akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas.

(23)

lahan yang terjadi, lahan–lahan pertanian berubah menjadi lahan industri dan pemukiman, luas areal pertanian dan hasil produksi padi terus menurun,

Pada dasarnya konversi lahan tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan. Peningkatan kebutuhan lahan terjadi akibat adanya peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya serta kebutuhan penduduk tersebut secara langsung dan tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian.

Pertambahan penduduk di Kabupaten Tangerang merupakan salah satu akibat terjadinya konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka, semakin meningkat permintaan terhadap lahan pertanian yang mengakibatkan luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang mengalami penurunan. Penurunan lahan pertanian di Kabupaten Tangerang akibat dari adanya konversi lahan di wilayah tersebut.

Konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang akan menimbulkan dampak negatif karena menurunkan hasil produksi pertanian dan daya serap tenaga kerja sehingga akan berpengaruh terhadap keberlanjutan hidup petani. Kehilangan lapangan pekerjaan oleh petani, menyebabkan penurunan pendapatan bagi rumah tangga petani itu sendiri, sehingga terjadi kemiskinan dan penurunan kesejahteraan petani serta penurunan pada hasil produksi pertanian.

Oleh karena itu, permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa laju konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang?

2. Faktor–faktor apa saja yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang?

3. Bagaimana dampak konversi lahan terhadap pendapatan petani dan produksi padi di Kabupaten Tangerang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

(24)

2. Mengidentifikasi faktor–faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang.

3. Menganalisis dampak konversi lahan terhadap pendapatan petani dan produksi padi di Kabupaten Tangerang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharapkan peneliti dapat menjadi sarana dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dipelajari selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor

2. Bagi pemerintah, informasi ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pembangunan pertanian. Serta dapat mempertahankan swasembada pangan agar tidak bergantung terhadap produk impor.

3. Bagi civitas akademi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang diperlukan batasan penelitian agar lebih fokus dalam penelitian. Adapun pembatasan penelitian dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tangerang.

2. Konversi lahan pertanian yang terjadi berupa lahan sawah di Kabupaten Tangerang menjadi perumahan atau industri.

3. Faktor–faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian dilihat dari faktor di tingkat wilayah dan faktor di tingkat petani di wilayah tersebut. 4. Pendapatan yang diperhitungakan dilihat dari perubahan pendapatan rumah

tangga dari petani sebelum dan sesudah kegiatan konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Pertanian

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia, seperti sebagai tempat tinggal, tempat mencari nafkah, tempat berwisata, dan tempat bercocok tanam.

Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir seluruh sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi. Fungsi pertanian adalah mengukur hasil gabah dan jerami yang dihasilkan untuk suatu luas tertentu, adapun fungsi lain persawahan yang berpengaruh lebih luas adalah menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS), menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan serta mempertahankan nilai–nilai budaya.

Fungsi lahan bagi para stakeholder memiliki arti penting masing-masing. Fungsi lahan bagi masyarakat, lahan sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan sebagai sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyat.

Menurut Sumaryanto dan Tahlim (2005), manfaat lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, use value. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Contoh dari use value lahan pertanian adalah hasil panen yang diperoleh dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Kedua, non use value, berbagai manfaat yang dapat tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari eksploitasi dari pemilik lahan pertanian. Contoh dari non use value dari lahan pertanian adalah mencegah banjir dan mencegah erosi.

(26)

berkontribusi dalam lima manfaat, yaitu: pencegahan banjir, pengendali keseimbangan tata air, pencegahan erosi, pengurangan pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga, dan mencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan.

2.2 Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan yang sedang marak terjadi bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Semakin meningkatnya taraf hidup bagi masyarakat dan terbukanya kesempatan menciptakan lapangan kerja menyebabkan kesempatan para investor– investor yang ada memanfaatkan lahan pertanian menjadi penggunaan ke arah non pertanian. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah lahan yang terbatas.

Pada kenyataannya, ketergantungan masyarakat terhadap lahan pertanian sangat tinggi. Konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait dengan kebijakan tataguna lahan (Ruswandi 2005). Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan biasanya terjadi di wilayah sekitar perkotaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membangun sektor–sektor industri dan jasa.

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat permanen dan juga dapat bersifat sementara (Utomo, 1992). Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri, maka konversi lahan bersifat permanen. Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka konversi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun–tahun yang akan datang dapat dijadikan sawah kembali. Alih fungsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya dari pada alih fungsi lahan sementara.

(27)

membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana yang berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi dengan pemukiman sebagai tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati, 1995).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Sejalan dengan peningkatan pembangunan pertumbuhan ekonomi, maka laju penggunaan lahan akan semakin meningkat. Meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Menurut Pakpahan (1993), faktor–faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi keputusan petani melakukan konversi.

Hayat (2002), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu, penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian. Namun dalam hal penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi sektor non pertanian.

(28)

masih lemah, dan pelaksanaan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) masih lemah dan penegakkan hukum yang masih lemah.

Witjaksono (1996) memaparkan lima faktor sosial yang mempengaruhi konversi lahan, yaitu perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Sedangkan menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain : 1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat telah meningkatkan permintaan tanah.

2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi.

3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakkan hukum dari peraturan yang ada.

2.4 Dampak Konversi Lahan Pertanian

Menurut Widjanarko et all (2006) dampak negatif akibat konversi lahan, antara lain :

1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan.

(29)

Dampak sosial ini akan berkembang dengan meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pendatang yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan konflik sosial.

3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.

4. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri sebagai dampak krisis ekonomi atau karena kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh sehingga meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.

5. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa yang terbaik dan telah terbentuk puluhan tahun, sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan Tengah, tidak memuaskan hasilnya.

Menurut Sibolak (1995), pengalihan fungsi lahan ke penggunaan lain, secara otomatis mengubah besaran maupun jenis manfaat yang dapat di terima dari penggunaan lahan tersebut. Kerugiannya akibat konversi lahan sawah terutama adalah hilangnya „peluang‟ memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang terkonversi. Kerugiannya antara lain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani, kehilangan manfaat investasi dari lahan terkonversi.

Menurut Firman (2005) alih fungsi lahan yang terjadi menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang diakibatkan oleh konversi lahan berupa hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan masalah lingkungan. Sedangkan dampak tidak langsung yang ditimbulkan berupa inflasi penduduk dari wilayah perkotaan ke wilayah tepi kota.

2.5 Produktivitas lahan

(30)

diakibatkan oleh rendahnya produktivitas lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktivitas rendah (Utama, 2006).

2.6 Landasan Hukum Kebijakan Konversi Lahan

Dasar kebijakan pertanahan adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 45) pasal 33 ayat (3), yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan suatu landasan hukum dari adanya kebijakan pertanahan. Tujuan diberlakukannya UUPA adalah:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Landasan hukum dari kebijakan konversi lahan pertanian selain UUPA antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada pasal 50, yang menyebutkan bahwa segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum. 2. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang terutama

(31)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah terutama pasal 13, yang menjelaskan penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1998 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, dimana pada pasal 11 dijelaskan tanah yang diperoleh dasar penggunaannya oleh orang perseorangan yang tidak menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau tidak memeliharanya dengan baik, atau tidak mengambil langkah-langkah pengelolaan bukan karena tidak mampu dari segi ekonomi, maka kepala kantor pertanahan mengusulkan kepada kepala kantor wilayah agar pemegang hak diberi peringatan agar dalam waktu tertentu sudah menggunakan tanahnya sesuai keadaan atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya.

5. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 tahun 1999 tentang izin lokasi penguasaan dan teknis tata guna tanah dimana pada pasal 6 disebutkan izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah.

2.7 Ketahanan Pangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dari definisi pada undang-undang tersebut, ketahanan pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

(32)

2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan sebagai bebas dari cemaran biologis, kimia, atau benda lain yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan manusia. Hal tersebut juga termasuk aman dari kaidah agama atau kepercayaan masing-masing.

3. Terpenuhinya pangan secara merata, diartikan dengan pangan yang aman dan berkualitas tadi harus tersebar merata untuk mencukupi kebutuhan jumlah kalori setiap rumah tangga di Indonesia.

4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, yaitu pangan yang aman dan berkualitas tadi harus dapat dibeli dengan harga yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat Indonesia.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan kumpulan dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian ke non pertanian. Tabel 4. merupakan kumpulan dari penelitian terdahulu.

(33)

Tabel 4. Penelitian Terdahulu No

Pengarang, Tahun dan

Judul Tujuan Metode Hasilnya

1. petani setelah melakukan alih fungsi lahan.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di tingkat wilayah dan tingkat petani.

4. Menganalisis dampak alih fungsi lahan sawah terhadap pendapatan petani. Bogor 1996-2001, secara keseluruhan menurun 2.946 ha atau 491 ha per tahun. 2. Konversi lahan yang terjadi di kabupaten

3. Faktor–faktor yang mempengaruhi adalah jumlah penduduk, jumlah sarana pendidikan, panjang jalan aspal dan produktivitas lahan sawah. yang terjadi dan mengetahui dampak ekonomi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian terhadap pembangunan wilayah di kabupaten Dati II di Bogor.

2. Mengetahui proses transformasi perekonomian yang terjadi sebagai implikasi konversi lahan sawah yang terjadai di Kabupaten Bogor.

3. Faktor–faktor apa yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Dati II Bogor.

1. Analisis deskriptif

2. Analisis kuantitatif estimasi dampak konversi lahan sawah 3. Metode Location Quotient

(LQ).

4. Analisis surplus pendapatan petani dan tenaga kerja.

5. Analisis estimasi pertumbuhan. 6. Analisis regresi linier berganda.

1. Pada tahun 1991-2000 jumlah lahan yang sawah irigasi sederhana yaitu 44% dari luas lahan yang terkonversi.

(34)

3.

1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah selama sepeluh tahun terakhir di wilayah Kabupaten Tangerang.

2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi

4. Analisis surplus pendapatan dan tenaga kerja.

5. Analisis regresi linier berganda.

1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang pada tahun 1994-2003 sebesar 5.407 ha dengan laju sebesar 2,44% per tahun.

2. Rata-rata lahan sawah yang terkonversi selama 1994-2003 yaitu sebesar 3.588,11 ton per tahun dan kehilangan nilai produksi sebesar Rp 48.439.427.500.

3. Hasil perhitungan LQ berdasarkan indikator pendapatan menunjukan sektor pertanian merupakan sektor basis dan mampu memberikan nilai surplus. yang terjadi dan mengetahui dampak ekonomi konversi lahan sawah.

3. Menganalisis faktor–faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di kabupaten Cirebon.

1. Analisis Deskriptif

2. Analisis Kuantitatif Estimasi Dampak Konversi Lahan Sawah

3. Analisis Regresi 4. Analisis Operasional

1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Cirebon pada tahun 1990-2004 sebesar 5.872 ha atau sekitar 391,47 ha per tahun. 2. Konversi lahan sawah yang terjadi

mengakibatkan kehilangan peluang produksi padi sebesar 42.209,08 ton dengan nilai sebesar Rp 78.086.798.000 jika diasumsikan harga 1 ton gabah kering giling sebesar Rp 1.850.000.

3. Faktor–faktor yang mempengaruhi adalah kepadatan penduduk, produktivitas lahan sawah, kontribusi PDRB non pertanian dan pertumbuhan panjang jalan aspal.

1. Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong Pemerintah Kota Bogor mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman.

2. Menjelaskan dan menghitung dampak pembangunan perumahan Pakuan Regency terhadap hilangnya padi dan pemasukan (income) petani dari

1. Analisis deskriptif

2. Analisis dampak konversi lahan pertanian

- Dampak lingkungan

- Analisis hilangnya produksi padi

- Analisis hilangnya penerimaan petani

1. Faktor-faktor yang mendorong peningkatkan kualitas pemukiman yang telah ada, yaitu visi Kota Bogor sebagai kota pemukiman sebelum diubah menjadai kota jasa dan kontribusi terhadap PDRB. 2. Pembangunan perumahan Pakuan Regency

(35)

Barat, Kota Bogor) usahatani padi.

3. Menjelaskan dan menghitung perbandingan nilai Land Rent sebelum dan sesuadah dibangunnya perumahan Pakuan Regency.

Menjelaskan pengaruh dari faktor-faktor Land Rent terhadap nilai ekonomi lahan (land rent) pada lahan pertanian dan lahan pemukiman perumahan Pakuan Regency.

- Analisis Land rent

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Land Rent

produksi padi sebesar 392 ton Gabah Kering Giling (GKG) dan lahan yang terganggu aliran air irigasinya sebesar 22,4 ton GKG dengan jumlah pendapatan yang hilang Rp 1.141.760.000,00 per tahun. Land Rent pemukiman lebih besar 71,68 kali dibandingkan dengan Land Rent pertanian.

3. Variabel luas lahan dan biaya operasional berpengaruh negatif terhadap land rent pertanian dan variabel penerimaan berpengaruh secara negatif oleh variabel luas lahan, biaya operasional dan pajak, sedangkan variabel luas bangunan dan total penerimaan berpengaruh positif.

1. Mengidentifikasi laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua.

2. Menganalisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Cisarua.

3. Mengkaji faktor–faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan di hulu sungai.

1. Laju konversi lahan

2. Analisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian.

3. Analisis faktor–faktor yang memepengaruhi konversi lahan.

1. Laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua tahun 2001-2010 mengalami peningkatan. Konversi lahan tertinggi pada tahun 2006, ada pertambahan jumlah objek wisata dan jumlah penduduk. Tingkat konversi lahan untuk pertanian dan pemukiman masing– masing sebesara 2.28% dan 3.94%.

2. Harga lahan di Kecamatan Cisarua pada tahun 2001-2010 berhubungan positif terhadap konversi lahan. Laju konversi semakin tinggi karena harga lahan di kecamatan cisarua lebih murah dibandingkan dengan daerah asal mayoritas pembeli yaitu Jakarta.

(36)

saat sebelum dijual. pertanian di Kecamatan Karawang Timur

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pada tingkat wilayah dan petani.

3. Menganalisis dampak alih fungsi lahan terhadap pendapatan petani di Desa Kondangjaya

4. Menganalisis dampak alih fungsi lahan pertanian di Desa Kondangjaya.

1. Analisis deskriptif

2. Analisis laju alih fungsi lahan 3. Analisis regresi linear berganda 4. Analisis regresi logistik

5. Uji beda rata-rata

1. Alih fungsi lahan yang terjadi pada tahun 2006-2011 sebesar 0,47%.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah industri, proporsi luas lahan sawah,tingkat usia, pendapatan dan pengalaman bertani. 3. Rata-rata pendapatan Rp 1.421.512,03

menjadi Rp 1.299.796,30 setelah terjadinya laju alih fungsi lahan.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Lahan merupakan sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia. Kehidupan sehari-hari manusia sangat bergantung terhadap lahan, seperti tempat hidup, tempat mencari nafkah bahkan tempat yang menghasilkan sumber bahan makanan pokok. Dalam proses produksi pertanian, lahan merupakan modal penting yang diperlukan. Permasalahan pertumbuhan penduduk dan pembangunan sektor ekonomi yang terjadi sangat mempengaruhi ketersediaan lahan pertanian yang ada.

Pembangunan sektor ekonomi yang ada dalam suatu wilayah, sangat berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan salah satunya terjadi pada sektor industri. Pertumbuhan sektor industri yang sangat cepat menyebabkan permintaan akan kebutuhan lahan akan semakin meningkat. Sehingga, lahan yang awalnya berupa lahan pertanian, khususnya sawah kini menjadi lahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan tempat tinggal serta sarana dan prasarana sehari-hari akan meningkat. Adanya peningkatan kebutuhan tempat tinggal, mempengaruhi peningkatan permintaan terhadap lahan. Sehingga, lahan yang sifatnya relatif tetap, dengan kebutuhan serta permintaan yang tidak terbatas, mengakibatkan adanya konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Hal tersebut mengakibatkan, jumlah lahan pertanian mengalami penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.

(38)

Luas lahan pertanian yang semakin sempit, khususnya lahan sawah, akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap hilangnya jumlah produksi dan nilai produksi padi dan hilangnya nilai pendapatan rumah tangga petani. Jumlah produksi padi yang mengalami penurunan, mengakibatkan adanya krisis pangan yang merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Krisis pangan yang terjadi, akan meningkatkan impor bahan pangan dari negara lain, serta kenaikkan harga bahan pangan di dalam negeri. Keadaan seperti itu akan menyebabkan terjadinya kelaparan serta kemiskinan.

Dampak yang dirasakan petani akibat terjadinya konversi lahan yaitu, petani yang pada awalnya merupakan petani pemilik lahan, perlahan mereka mulai berubah kedudukkan menjadi petani penggarap di lahan orang lain, buruh tani, penggarap ataupun beralih ke pekerjaan lain, sehingga nilai pendapatan rumah tangga mereka dapat mengalami peningkatan, penurunan atau bahkan hilang. Hal tersebut menunjukkan adanya transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Penurunan volume produksi padi akan menghilangkan nilai produksi pertanian dan pendapatan petani. Selain itu, adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian juga berpengaruh terhadap kondisi lingkungan secara fisik.

Konversi lahan pertanian ke non pertanian didasari oleh adanya faktor-faktor tertentu, baik faktor-faktor yang mempengaruhi di tingkat wilayah maupun faktor-faktor yang mempengaruhi di tingkat petani. Faktor yang mempengaruhi konversi lahan di tingkat wilayah, merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil keputusan petani melakukan konversi lahan. Faktor yang mempengaruhi konversi di tingkat petani, merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi petani melakukan konversi lahan. Pengaruh langsung dipengaruhi oleh pengaruh tidak langsung contohnya, pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan struktur ekonomi sehingga membangun sektor industri, jasa akan meningkatkan kebutuhan pembangunan sarana transportasi serta peningkatan arus urbanisasi dapat meningkatkan tekanan penduduk atas lahan di pinggiran kota.

(39)

dan urbanisasi. Sedangkan konversi lahan secara tidak langsung terjadi akibat makin menurunnya kualitas lahan sawah, diantaranya dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan pertanian.

(40)

Gambar 1. Diagram Alur Pikir Permasalahan

Analisis Laju Konversi Lahan Pertanian

Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendapatan

Petani dan Alih Kerja

Analisis Produksi Pangan

Menurunnya Kondisi Lahan

Perubahan Pendapatan Petani

Penurunan Produksi Pangan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Konversi Lahan

Pertanian

Dampak Konversi Lahan

Pertanian Peningkatan Kebutuhan

Pemukiman

Peningkatan Kebutuhan Lahan Industri Pembangunan Sektor

(41)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kayu Agung dan Desa Pondok Jaya, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pada Maret hingga April 2013 selama dua bulan. Pemilihan Kabupaten Tangerang sebagai lokasi Penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).

Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah penelitian :

1. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun mengalami penurunan sedangkan kontribusi sektor non pertanian lainnya meningkat. 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi dalam pelaksanaan pembangunan, Kabupaten

Tangerang berada di urutan kedua setelah Kabupaten Pandeglang dan kontribusi kabupaten terhadap provinsi berada pada urutan pertama. (Banten Dalam Angka, 2010)

3. Kabupaten Tangerang merupakan daerah penyangga DKI Jakarta serta proyeksikan sebagai daerah pengalihan kegiatan industri dari DKI Jakarta. Hal ini sebagai indikasi terjadinya pergeseran struktur ekonomi dan akan berpengaruh terhadap konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(42)

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan kepada petani pemilik lahan yang mengalami konversi lahan atau petani yang tidak mengalami konversi lahan dilakukan secara purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan bentuk dari non-probability sampling method. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode sampling non-probability disebabkan oleh jumlah populasi yang akan diteliti tidak diketahui secara pasti.

Responden dalam penelitian ini adalah petani setempat yang lahan usaha taninya mengalami konversi lahan maupun tidak melakukan konversi lahan. Dalam penelitian ini terdapat 60 responden petani yang terdiri dari 55 responden petani melakukan konversi lahan sedangkan 5 responden petani tidak melakukan konversi lahan.

Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Responden merupakan pihak yang memberikan informasi dan dapat mewakili dalam menjawab permasalahan dalam penelitian.

4.4 Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel yang mudah dipahami dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang akan dilakukan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5. Matriks Metode Analisis Data

(43)

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program microsoft office excel 2007, Eviews 7 dan Statistical Program and Service Solution (SPSS)

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan metode yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena (Withney, 1960) dalam (Nazir, 2005). Data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penulisan data dan informasi diperoleh selama penelitian dengan tujuan

untuk mengevaluasi data. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan yang terjadi selama pengamatan.

2. Merumuskan data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk menghindari kesimpangsiuran interpretasi serta sekaligus untuk mempermudah interpretasi data.

3. Menghubungkan hasil penelitian yang diperoleh dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian, dengan tujuan mencari arti atau memberi interpretasi yang lebih luas dari data yang diperoleh.

Dengan menggunakan analisis deskriptif akan diperoleh gambaran mengenai faktor-faktor lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, dampaknya terhadap pendapatan petani dan produksi pangan di Kabupaten Tangerang.

4.4.2 Analisis Laju Konversi Lahan

Laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009) dalam Astuti (2011). Laju konversi lahan secara parsial dapat dijelaskan secara berikut :

...(4.1) Dimana :

V = Laju Konversi lahan (%)

(44)

Laju konversi lahan (%) dapat ditentukan dengan nilai selisih luas lahan pada tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya, dibagi dengan luas lahan tahun sebelumnya, kemudian dikalikan dengan 100%. Hal ini dapat dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat diperoleh hasil laju konversi setiap tahun.

4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan lahan akibat konversi lahan pertanian digunakan model analisis regresi linier berganda. Analisis regresi adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel peubah bebas atau independent (Y) dengan variabel peubah tak bebas atau dependent (X).

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di tingkat wilayah adalah: 1. Luas Lahan Bangunan (Ha)

Luas lahan bangunan mempengaruhi permintaan terhadap lahan. Akibat adanya pertambahan jumlah penduduk maka dibutuhkan untuk pemukiman, sarana dan prasarana serta fasilitas umum lainnya. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah luas lahan bangunan sehingga meningkatan permintaan terhadap lahan serta mendorong penurunan luas lahan sawah akibat konversi lahan sawah yang semakin tinggi.

2. Jumlah Industri (unit)

Peningkatan jumlah industri mendorong meningkatnya permintaan terhadap lahan. Semakin tinggi pertambahan jumlah industri maka semakin tinggi penurunan luas lahan sawah akibat konversi lahan sawah yang terjadi. 3. Produktivitas Padi Sawah (ton/ha)

Semakin rendah produktivitas lahan pertanian, maka akan meningkatkan penurunan luas lahan sawah akibat adanya konversi lahan karena lahan dianggap memilik opportunity cost.

Persamaan model regresi linier berganda antara peubah-peubah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + ε ... (4.2) Tanda yang diharapkan :

(45)

Dimana :

Y = Penurunan lahan pertanian akibat konversi lahan (Ha) α = Intersep

Xi = Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan β i = Koefisien regresi

ε = Erorr Term

Metode Analisis Linier Berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada Metode Ordinary Least Square (OLS). Konsep dari metode Least Square adalah menduga koefisisen regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan

(error). Ordinary Least Square (OLS) memiliki beberapa sifat : (1) tidak bias dengan penaksiran varian yang minimum baik linear maupun bukan, (2) konsisten yaitu dengan meningkatnya ukuran sampel secara tidak terbatas, penaksir mengarah ke nilai populasi sebenarnya, dan (3) β0 dan β1 terdistribusi secara normal (Gujarati 2002).

Langkah awal yang dapat dilakukan dalam pengujian ini adalah dengan pengujian ketelitian dan kemampuan model regresi. Pengujian model regresi diperlukan dalam penelitian ini. Terdapat tiga pengujian, yaitu uji koefisien determinasi (R-squared), Uji F, dan Uji t.

1. Uji Koefisien Determinasi (R-square)

Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R-squared dapat menjelaskan kemampuan variabel bebas secara bersamaan dalam menjelaskan variasi dari peubah tak bebas. Nilai R-squared memiliki besaran yang positif yaitu 0< R-squared < 1. Jika nilai R-squared bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna (Gujarati, 2002). Rumus R-squared dapat dilihat sebagai berikut:

...(4.3) Dimana :

(46)

TSS = Total Sum of Squared 2. Uji t

Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Prosedur dalam pengujian Uji t oleh Gujarati (2002) : H0: β1 = 0

H0: β1 ≠ 0

...(4.4)

Dimana :

b = Parameter dugaan β1 = Parameter hipotesis Seβ = Standar error parameter β

Jika t hitung (n-k) < t tabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Namun, jika t hitung (n-k) > t tabel α/2, maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

3. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen atau bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau tidak bebas (Y). Adapun prosedur yang digunakan dalam uji F (Gujarati 2002):

H0= β1 = β2= β3= ... = βi = 0 H1 = minimal ada satu βi≠ 0

...(4.5) Dimana :

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKG = Jumlah Kuadrat Galat

k = Jumlah variabel terhadap intersep n = Jumlah pengamatan/sampel

(47)

Model yang dihasilkan dari regresi linear berganda haruslah baik, sehingga harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk mendapatkan model yang baik. Setelah model diregresikan kemudian dilakukan uji penyimpangan asumsi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat model tersebut baik atau tidak. Model yang baik jika mempunyai distribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov.

Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut : H0 : Error term terdistribusi normal

H1 : Error term tidak terdistribusi normal Dengan kriteria uji :

Jika P-value < α maka tolak H0 Jika P-value > α maka terima H0

Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat lain. Penerapan pada uji Kolmogrov-Smirnov adalah jika signifikansi di atas 5 persen berarti tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara data yang di uji dengan data baku. b. Uji Autokorelasi

Autokerelasi adalah adanya korelasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan berbeda waktu dan individu yang terjadi pada data time series. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Salah satunya adalah Uji Durbin Watson (DW-test). Besarnya nilai statistik DW dapat diperoleh dengan rumus (Nachrowi et all. 2002):

∑ ( ̂̂ )

...(4.6)

Dimana :

(48)

Pengambilan keputusannya :

- Jika nilai DW terletak antara batas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autkorelasi positif. - Jika nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lowne bound (dl),

maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

- Jika nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

- Jika nilai DW lebih kecil daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

- Jika nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. c. Uji Multikolinearitas

Jika suatu model regrasi berganda terdapat hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, maka dapat dikatakan model tersebut mengalami multikolinearitas. Terjadinya multikolinearitas menyebabkan R-squared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. Uji Varian

Invaction Factor (VIF) merupakan salah satu cara yang digunakan dalam metode

ini. Hanya melihat apakah nilai VIF untuk masing-masing variabel lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka model tersebut mengalami multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10 maka model tersebut tidak mengalami multikolinearitas.

d. Uji Heteroskedastisitas

(49)

4.4.4 Analisis Regresi Logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan sawah. Menurut Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam parameter maupun dalam variabel. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009) :

( )...(4.7) Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....). Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi :

...(4.8)

Peubah Pi / 1 - Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML). Dengan persamaan logaritma natural, maka :

...(4.9) Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut :

... (4.10) Dimana:

Z = Peluang tidak konversi lahan (1) dan konversi lahan (0) α = Intersep

Xi = Faktor –faktor yang diduga mempengaruhi keputusan konversi lahan βi = Koefisien regresi

ε = Error Term

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di tingkat petani adalah:

1. Lama Tinggal (Tahun)

(50)

2. Pengalaman Bertani (Tahun)

Semakin lama pengalaman bertani yang petani miliki, maka petani akan lebih mempertahankan lahan sawahnya.

3. Harga Benih (Rp/kg)

Harga benih yang tinggi, akan mengakibatkan petani lebih memilih untuk menkonversi lahannya, sehingga konversi lahan akan mengalami peningkatan.

4. Harga Pupuk (Rp/kg)

Semakin meningkat harga pupuk, maka petani akan lebih memilih melakukan konversi lahan daripada mempertahankan lahannya dengan harga pupuk yang tinggi.

5. Hasil Panen (ton/ha)

Semakin tinggi hasil panen akan memberikan tingkat pengembalian yang besar, sehingga akan mendorong petani untuk mempertahankan lahannya. Konversi lahan yang terjadi akan menurun.

6. Harga Jual Padi (Rp/ton)

Harga jual padi akan mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan konversi lahan. Semakin tinggi harga jual padi, semakin rendah tingkat konversi lahan.

7. Luas Lahan (Ha)

Besarnya luas lahan yang dimiliki oleh petani, maka akan mempengaruhi konversi lahan yang terjadi. Semakin besar luas lahan sawah yang dimilki oleh petani, maka petani akan mempertahankan lahan sawahnya.

Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan pengujian untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang dilakukan dengan menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing–masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Odds Ratio

Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadinya sukses (y=1) terhadap

(51)

epidemologi. Pada dasarnya Odds ratio digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat dalam model logit. Odds ratio dapat didefinisikan sebagai berikut :

dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa (Z=1) dan 1-P menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa.

b. Likelihood Ratio

Likelihood Ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum yang digunakan

untuk menguji peranan variabel secara serentak (Hosmer dan Lemeshow 2002). Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai Likelihood Ratio adalah Uji G dengan rumus seperti:

...(4.11) Dimana l0 merupakan nilai likelihood tanpa variabel penjelas dan li

merupakan nilai likelihood model penuh. Statistik uji G akan mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G

> chi-square maka H0 ditolak. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada βj ≠ 0, dengan pengertian lain, model regresi logistik dapat

menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. 4.4.5 Analisis Hilangnya Penerimaan Petani

Penerimaan pendapatan petani yang hilang merupakan penjumlahan dari penerimaan petani yang lahan pertaniannya terkonversi dan selisih penerimaan petani yang lahan pertaniannya terganggu sehingga tidak dapat melakukan usahatani padi. Penerimaan petani yang lahan pertaniannya terkonversi dihitung berdasarkan produksi padi yang hilang dikalikan dengan harga padi yang berlaku. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

NQ1 = PR x QR...(4.12)

Dimana :

NQ1 = Penerimaan petani yang hilang dari lahan pertanian yang terkonversi (Rp)

PR = Harga padi (Rp)

QR = Produksi padi yang hilang (kg)

(52)

sebelum lahan pertanian tersebut terganggu dan setelah lahan pertanian tersebut terganggu. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

∑( ), ...(4.13) Dimana :

NQZ = Selisih penerimaan usahatani sebelum dan sesudah adanya konversi lahan (Rp)

QR = Produksi padi yang hilang (kg) QVj = Produksi perkebunan (kg) PR = Harga padi (Rp)

PV = Harga komoditi perkebunan (kg)

Penerimaan dari usahatani padi sebagai dampak konversi lahan merupakan penjumlahan dari penerimaan yang hilang pada lahan yang terkonversi dan selisih penerimaan antara usahatani padi dan usahatani perkebunan. Dapat dirumuskan : NQT = NQ1 - NQ2 ...(4.14)

Dimana NQT merupakan hilangnya penerimaan total sebagai dampak konversi lahan.

4.4.6 Analisis Hilangnya Produksi Padi

Salah satu dampak dari konversi lahan pertanian adalah hilangnya kesempatan memproduksi pangan dari lahan pertanian yang terkonversi dan lahan pertanian yang terganggu di sekitar lahan pertanian yang terkonversi. Model dapat dituliskan sebagai berikut :

̅ ̅ ...(4.15) Dimana :

Q = Produksi padi per tahun yang hilang (kg) S1 = Luas lahan yang terkonversi (m2)

S2 = Luas lahan yang terganggu sehingga tidak dapat menghasilkan produksi padi

̅ = Produktivitas lahan rata – rata pada kawasan lahan yang terkonversi (kg/m2)

(53)

̅ ∑ ...(4.16) Dimana :

∑ = Jumlah produktivitas lahan sawah dari seluruh responden yang melakukan usahatani. (kg/m2)

(54)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di bagian Timur Provinsi Banten. Luas wilayah Kabupaten Tangerang 1.110, 38 km2 atau 111.038 hektar. Secara geografis, Kabupaten Tangerang terletak antara 106°20‟ - 106°43‟ Bujur Timur dan 6°00‟ - 6°20‟ lintang Selatan. Wilayah ini termasuk daerah dataran yang relatif rendah dimana mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 – 85 meter diatas permukaan laut dengan rata–rata kemiringan tanah 0 – 3% menurun ke utara.

Pada tahun 2012 Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 kecamatan dengan jumlah desa seluruhnya 246 desa dan 28 kelurahan (BPS, 2012). Batas–batas wilayah Kabupaten Tangerang secara geografis sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak Kabupaten Tangerang memiliki hujan tropis dan termasuk zona iklim sedang. Sebagian besar wilayahnya adalah pantai, sehingga sangat di pengaruhi oleh iklim laut. Temperatur udara rata–rata berkisar antara 25,9 – 28,3 °C. Rata– rata kelembaban udara dan intensitas matahari sekitar 80,3% dan 51,8%. Keadaan curah hujan tertinggi terdiri pada bulan Februari sedangkan rata–rata curah hujan dalam setahun 145,3 mm.

Kabupaten Tangerang memiliki topografi relatif datar yang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

Gambar

Tabel 1. Nilai PDRB Indonesia pada Tahun 2010–2011 Menurut Lapangan Usaha
Tabel 2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2008-2012
Tabel 4. Penelitian Terdahulu
Gambar 1. Diagram Alur Pikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan ilmu kepada saya selama 4 tahun mencari ilmu.. General Manager

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Reklame Dan Nilai Strategis

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan saluran tataniaga dan fungsi tataniaga ubi jalar, (2) menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, serta

Matakuliah ini mengaji tentang perkembangan sejarah di wilayah Asia Selatan sejak awal peradaban kuno sampai menjadi negara modern di masa kini meliputi:

[r]

[r]

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi / Tugas Akhir yang berjudul “ Korelasi Koefisien Permeabilitas dari Uji Constant Head dan Hasil Permeabiltas dari Uji

tanggapan personal tentang buku yang dibaca juga dibuat sebagai pilihan (tidak diwajibkan). Pemberian tugas seperti membuat ringkasan cerita akan menghilangkan sifat kegiatan