• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA (Passer

montanus Oates) DAN UJI PREFERENSI PAKAN SERTA

UMPAN BERACUN PADA BONDOL JAWA (Lonchura

leucogastroides Horsfield & Moore) DAN BONDOL PEKING

(Lonchura punctulata Linnaeus)

ACHMAD RIYADI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

ACHMAD RIYADI

.

Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Dibimbing oleh SWASTIKO

PRIYAMBODO.

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat besar peranannya bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia, yang merupakan sumber karbohidrat utama. Salah satu faktor pembatas dalam produksi padi yaitu hama burung. Jenis-jenis hama burung yang cukup penting pada pertanaman padi yaitu burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore) dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Diperlukan adanya alternatif cara pengendalian untuk menekan serangan hama burung tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan biji-bijian lainnya, mengetahui jenis pakan yang disukai oleh burung bondol serta mengetahui jenis racun yang disukai sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai cara alternatif pengendalian burung. Pengujian dalam pernelitian ini yaitu pengujian individu dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama yaitu uji kemampuan makan burung gereja terhadap gabah. Tingkat konsumsi burung gereja rata-rata 1.969 g per hari. Perlakuan kedua yaitu uji preferensi pakan dengan metode pilihan (choice test) dan tanpa pilihan (no choice test). Pada uji preferensi pakan burung gereja dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, milet, jewawut, pelet, jagung pipilan, dan beras merah) secara bersamaan pada kandang. Pada uji preferensi burung bondol dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, ulat hongkong, ketan putih, ketan hitam, beras, dan sorgum). Sedangkan dengan metode tanpa pilihan dilakukan uji kemampuan makan burung bondol tiga jenis pakan (beras, ketan putih dan ketan hitam). Jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh bondol pada uji preferensi pakan dengan metode pilihan maupun tanpa pilihan setelah gabah yaitu ketan putih. Perlakuan ketiga yaitu uji preferensi racun dengan metode pilihan. Pada pengujian menunjukkan konsumsi racun yang paling banyak dikonsumsi adalah yang berbahan aktif bromadiolon.

(3)

ABSTRACT

ACHMAD RIYADI. Feeding Test on Sparrow (Passer montanus Oates), Feed Preference and Poison Bait Test on Javan Munia (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore) and Scaly-Breasted Munia (Lonchura punctulata Linnaeus). Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rice is the most important food commodity role for the majority of people in the world, especially Indonesia, which is the main carbohydrate source. One of the limiting factor of rice production is bird as a pest. There are several important species of birds in the rice crop : sparrow (P. montanus Oates), javan munia (L. leucogastroides Horsfield & Moore) and scaly-breasted munia (L. punctulata

Linnaeus). The alternative method to control the population and reduce the damage is necessary. The aim of research is to understand the consumption level of the sparrows on grain, feed preference of scaly-breasted birds to the grain and poisons which are effective. Therefore could be used as bait in trapping or poison baits as an alternative method to control this pest. The test in this experiment is individual of bird with three treatment. The first experiment is consumption of sparrows on grain. Consumption level of sparrow is per 10 g of body weight 1.969 grams a day. The second experiment is feeding preference by choice test and no choice test. On feeding preference treatment of sparrow by choice test, there were six kinds of feed (grain, millet, barley, pellet, corn grain, and brown rice) simultaneously on each cage, and for scaly-breasted birds treated with grain, hongkong caterpillar, white sticky rice, black sticky rice, rice, and sorghum. In no choice test, the ability eat of scaly-breasted to three types of feed (unhulled rice, white sticky rice, and black sticky rice). The most consumed by the scaly-breasted on feed preference test with choice test and no choice test after unhulled rice is white sticky rice. The third experiment is poisons bait preference treatment by choice test. In this test, showed consumption of the most consumed poison is a feed with bromadiolon active ingredient.

Keywords: Sparrow, Javan Munia, and Scaly-breasted Munia, feed preference test, poison bait test.

(4)

UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA (Passer

montanus Oates) DAN UJI PREFERENSI PAKAN SERTA

UMPAN BERACUN PADA BONDOL JAWA (Lonchura

leucogastroides Horsfield & Moore) DAN BONDOL PEKING

(Lonchura punctulata Linnaeus)

ACHMAD RIYADI

A34070087

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)

Nama Mahasiswa : Achmad Riyadi NRP : A34070087

Menyetuji, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP 19630226 198703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP 19640204 199002 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Tua, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas, Prov. Sumatera Utara, pada tanggal 13 September 1988. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Husin Marsall dan Ibu Erlinawati Hasibuan.

Penulis menyelesaikan sekolah di Madrasah Aliyah Swasta Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama RI.

Selama kuliah penulis mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) futsal IPB, menjadi sekretaris IKAPDA (Ikatan Alumni Pondok Pesantren Darul Arafah) Bogor (2009-2010), dan ketua IKAPDA Bogor (2010-2011). Penulis pernah magang di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Juara II Badminton Tunggal Putra Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman, juara I Futsal Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman, juara I Badminton Tunggal Putra CSS (Community of Santri Schoolars) League IPB.

(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT penulis ucapkan atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus

Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tamanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan bulan Maret sampai Juni 2011.

Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada:

1. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan segala bimbingan, arahan, dorongan, semangat, dan masukan kepada penulis.

2. Ir. Ivonne, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan

saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dr.Ir. Ali Nurmansyah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu

membimbing dan memberi arahan selama masa studi.

4. Bapak Don Dariono sebagai staf di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Bogor dan staf lainnya yang telah memberi pengetahuan dan bantuan selama penelitian.

5. Ayahanda, ibunda, adik-adik serta keluargaku lainnya di Gunung Tua dan di

Padang Sidempuan yang telah memberikan dorongan dan dukungan moril

maupun materil serta do’a restu.

6. Bapak Ahmad Soban selaku laboran Lab. Vertebrata Hama, dosen, serta staf

dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman.

7. Terimakasih juga kepada seluruh rekan-rekan angkatan 44 DPT seperjuangan.

8. Terimakasih banyak kepada teman-teman CSS MoRA (Community of santri

Scholar of Ministry of Relegion Affairs) Nasional di 9 PTN (IPB, ITB, ITS, UGM, UNAIR, UIN Jakarta, UIN Jogjakarta, IAIN Surabaya dan IAIN Semarang) atas dukungannya.

9. Kepada teman-teman satu kontrakan, Lukman, bang Fahry, Eko, Sholih, dan bang Azwar atas bantuan dan sarannya.

10.Rekan-rekan seperjuangan Lab. Vertebrata Hama, Dwi Dinar Murjani dan Kurniyatus Ziyadah atas do’a dan dukungannya.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... 1

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Hama Burung ... 3

Burung Pemakan Biji-Bijian ... 4

Burung Gereja (Passer montanus Oates) ... 4

Burung Bondol atau Pipit ... 5

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) ... 6

Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus) ... 6

Pakan Burung ... 7

Racun ... 9

Seng Fosfida (Zn3P2) ... 9

Bromadiolon (C30H23BrO4) ... 9

Kumatetralil (C19H16O3) ... 10

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Hewan Uji ... 11

Kandang Percobaan ... 11

Pakan ... 11

Timbangan ... 13

Racun ... 13

Metode Penelitian ... 14

Persiapan Kandang ... 14

Persiapan Hewan Uji ... 14

Pengujian Kemampuan Makan... 15

Pengujian Preferensi Pakan (choice test) ... 15

Pengujian Pakan tanpa Pilihan (no choice test) ... 15

Pengujian Racun ... 15

Konversi Umpan ... 16

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Kemampuan Makan Burung Gereja ... 18

(9)

Pengujian Preferensi Pakan Burung Gereja ... 19

Pengujian Preferensi Pakan Bondol Jawa dan Bondol Peking ... 19

Konsumsi Harian Bondol Jawa dan Bondol Peking ... 21

Pengujian pakan tanpa pilihan (beras, ketan putih, ketan hitam)... 22

Perbandingan Jenis Kelamin Burung Bondol terhadap Konsumsi Ketan Putih 23 Pengujian racun terhadap bondol jawa dan bondol peking ... 24

Konsumsi racun dan kematian burung bondol ... 24

Jumlah kematian bondol jawa dan bondol peking... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

(10)

1

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Burung gereja ... 5

Gambar 2. Burung bondol jawa ... 6

Gambar 3. Burung bondol peking ... 7

Gambar 4. A. Gabah, B. Milet, C. Jagung pipil, D. Pelet, E. Jewawut, F. Beras merah... 12

Gambar 5. Jenis pakan burung bondol, A. Gabah, B. Beras, C. Ketan putih, D. Ulat hongkong, E. Sorgum, F. Ketan hitam ... 12

Gambar 6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) ... 13

Gambar 7. Jenis racun yang digunakan dalam pengujian racun, A. Sengfosfida 80 %, B. Kumatetralil 0.75 %, C. Bromadiolon 0.25 %. ... 13

Gambar 8. Umpan penguajian racun, A. gabah tanpa racun, B. gabah dengan racun b.a. seng fosfida, C. gabah dengan racun b.a. bromadiolon, D. gabah dengan racun b.a. Kumatetralil. ... 14

Gambar 9. Kandang pengujian (bahan aluminium) ... 14

Gambar 10. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol jawa ... 21

Gambar 11. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol peking ... 22

Gambar 12. Histogram konsumsi bondol terhadap racun (ppm) ... 24

Gambar 13. Histogram kematian burung bondol jawa dan peking ... 25

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Konsumsi burung gereja terhadap gabah dan bobot tubuhnya ... 18

Tabel 2. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking ... 20

Tabel 3. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap beras, ketan putih, ketan hitam. ... 22

Tabel 4. Konsumsi bondol terhadap ketan putih berdasarkan jenis kelamin dan bobot tubuhnya ... 23

(11)

2

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran1. Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol jawa ... 30

Lampiran 2. Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol peking ... 30

Lampiran 3. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol jawa ... 30

Lampiran 4. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol peking ... 30

Lampiran 5. Analisis jenis kelamin burung bondol jawa terhadap konsumsi ketan putih ... 31

Lampiran 6. Analisis jenis kelamin burung bondol peking terhadap konsumsi ketan putih... 31

Lampiran 7. Analisis bobot jantan dan betina bondol jawa ... 31

Lampiran 8. Analisis ragam bobot jantan dan betina bondol peking ... 31

Lampiran 9. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa ... 32

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian, dimana sektor pertanian terdiri atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan perkebunan (Rahim dan Diah 2008). Salah satu subsektor pertanian yang terpenting yaitu pangan, yang merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang merupakan hak asasi yang layak dipenuhi.

Salah satu komoditi pangan yang berperan penting adalah padi, yang merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun membuat kebutuhan padi di negara kita tidak pernah berkurang, melainkan bertambah, sehingga untuk mencukupi kebutuhan tersebut sudah merupakan masalah yang cukup besar. Produksi padi tahun 2011 diperkirakan sebanyak 67,31 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat sebanyak 895,86 ribu ton dibandingkan pada tahun 2010 yang sebanyak 66,41 juta ton GKG (BPS 2011). Beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia berperan penting dalam mewujudkan stabilitas nasional (Hafsah dan Sudaryanto 2004). Perekonomian beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960 (Timmer 1996). Pangan khususnya beras, merupakan pertahanan terakhir perekonomian Indonesia (Amang dan Sawit 2001). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan mempunyai jumlah penduduk yang banyak ini, sangat merasakan adanya program penyediaan pangan terutama beras. Namun, hal itu dihadapkan pada salah satu kendala yaitu keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT) sebagai faktor pembatas dalam usaha peningkatan produksi beras. Salah satu kelompok OPT tersebut yaitu hama burung.

(13)

2 Penelitian tentang burung, baik yang sudah menjadi hama dan yang berpotensi sebagai hama di Indonesia masih belum banyak. Hal ini diketahui dengan kurangnya informasi dan publikasi tentang sifat dan kemampuan makan burung yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengendalian hama burung terhadap tanaman padi. Berdasarkan latar belakang tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap ketiga jenis burung berikut yaitu : burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore), dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan beberapa pakan lainnya, jenis pakan yang disukai oleh burung bondol dan tingkat konsumsinya, serta jenis racun yang efektif, sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai alternatif teknik pengendalian burung bondol.

Manfaat Penelitian

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Hama Burung

(15)

4

Burung Pemakan Biji-Bijian

Berdasarkan tipe makanannya, burung dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: pemakan biji, buah, dan serangga. Di alam, pembagian tersebut sesungguhnya lebih luas lagi dengan adanya burung pemakan ikan, pemakan mamalia kecil, pengisap nektar bunga, dan lain-lain. Kekhususan burung terhadap makanannya ini tidak berlaku mutlak karena hanya berdasarkan pada jenis makanan utamanya. Hampir seluruh burung pemakan biji-bijian tersebar di wilayah Indonesia. Burung seperti ini biasanya bertubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah sehingga dalam keadaan liar sukar ditangkap. Burung tersebut antara lain parkit, gelatik, dan pipit/bondol. Beberapa jenis burung pemakan biji antara lain jenis bondol seperti bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cerukcuk (Pycnonotus goiaver), dan burung cabe (Dicaeum trochileum) (Suaskara, Ginatra, & Muksin 2010). Burung pemakan biji ini mengonsumsi biji sebanyak 10% dari berat tubuhnya. (Soemadi dan Mutholib 2003). Sebelum makan, burung mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong, atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Ada pula burung yang langsung menelan biji tanpa perlu bersusah-payah mengupasnya.

Ada beberapa burung yang karena kesukaannya pada biji-bijian menjadi hama tanaman. Kakatua, nuri, bayan, dan gagak sering menjadi hama tanaman pertanian. Burung-burung itu menyukai biji dan kecambah yang muncul di atas permukaan tanah. Di negara lain dilaporkan bahwa gagak telah menjadi hama karena memakan biji jagung yang baru ditanam oleh petani sehingga kejadian ini tentu saja sangat merepotkan dan merugikan petani (Soemadi dan Mutholib 2003).

Adapun yang termasuk hama burung pada padi adalah dari ordo Passeriformes antara lain : burung pipit pinang/bondol peking (Lonchura punctulata), pipit/bondol haji (Lonchura maja), burung manyar (Ploceus manyar), burung gelatik (Padda oryzivora) dari Famili Estrildidae, dan burung gereja (Passer montanus) dari Famili Ploceidae (Soemadi dan Mutholib 2003).

Burung Gereja (Passer montanus Oates)

(16)

5 baru menetas, berwarna coklat kehitaman dengan semu keabuan pada dada dan perut, serta paruh dan kaki berwarna hitam.

Burung gereja bertelur sekali setahun. Telurnya sebesar biji salak berbentuk lonjong, berwarna putih kehijau-hijauan. Jumlah telur 3 – 6 butir dalam satu sarang yang terbuat dari alang-alang, batang padi (jerami) dan ranting-ranting kecil. Di Jawa Barat, burung gereja bertelur sepanjang tahun, kecuali pada bulan Februari, sedang di Jawa Tengah burung ini bertelur pada masa dari Maret sampai Agustus. Sampai kini burung gereja tercatat tersebar dari India sampai Kalimantan, mencapai ketinggian penyebaran dari tempat-tempat setinggi permukaan laut sampai 1800 m dpl (LIPI, 1980).

Makanan burung gereja ialah biji rumput-rumputan, termasuk padi. Burung ini meningkat menjadi hama padi jika biji-biji rumput yang di sekitar sarangnya habis dan burung gereja ini datang ke persawahan dalam jumlah yang banyak. Gerombolan burung gereja dapat mencapai 50 – 100 ekor tiap gerombol dan mendatangi sawah yang sama berkali-kali.

Gambar 1. Burung gereja

Burung Bondol atau Pipit

(17)

6

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)

Bondol jawa (L. leucogastrioides) adalah sejenis burung kecil pemakan padi dan biji-bijian. Burung ini juga disebut dengan nama lain seperti pipit bondol, piit bondol, emprit bondol dan lain-lain, mengikuti suara yang dihasilkannya. Burung ini berbadan kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa dominan coklat tua di punggung, sayap dan sisi atas tubuhnya, tanpa coretan-coretan. Muka, leher dan dada atas berwarna hitam, dada bawah, perut dan sisi tubuh putih bersih, tampak kontras dengan bagian atasnya. Sisi bawah ekor kecoklatan. Burung muda dengan dada dan perut coklat kekuningan kotor.

Penyebaran burung ini tercatat di Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Kemungkinan kini burung ini sudah meluas mengikuti penyebaran pertanaman padi di kepulauan lainnya. Ketinggian penyebaran belum diketahui. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rerumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol sampai dalam satu pohon terdapat beberapa sarang. Dalam satu sarang terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun dengan bentuknya lonjong berwarna putih kelabu. Dalam satu kali masa telur seekor induk dapat menghasilkan 4 – 5 butir telur, kadang-kadang sampai 6 butir telur. Menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan atau pekarangan, terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Di jawa, burung ini pernah merupakan hama padi yang gawat, walaupun demikian, secara terperinci kerugian yang ditimbulkan oleh serangan bondol jawa ini belum diperhitungkan. Pada saat padi menguning, burung ini dating bergerombol berkali-kali untuk mendapatkan makanan yang berupa padi masak (LIPI 1980).

Gambar 2. Burung bondol jawa

Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)

(18)

7 kepada warna bulu-bulu di dadanya. Orang Jawa menyebutnya emprit peking, prit peking; orang Sunda menamainya piit peking atau manuk peking, meniru bunyi suaranya. Burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa berwarna coklat kemerahan di leher dan sisi atas tubuhnya, dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih, dengan lukisan serupa sisik berwarna coklat pada dada dan sisi tubuh.

Makanan utama burung ini adalah biji rerumputan, di antaranya yang paling disukai yaitu padi. Karena kebiasaannya dalam mencari makan selalu bergerombol sampai mencapai 50 ekor atau lebih tiap gerombol, burung ini dapat bertindak sebagai hama.

Penyebaran burung tersebar dari India sampai Filipina, ke selatan mencapai Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Penyebaran ini mengikuti daerah penyebaran padi. Ke arah gunung, burung ini dijumpai sampai ketinggian 1500 m dpl.

Sarang burung ini berbentuk genta. Sarang tersebut dibuat dari rerumputan atau alang-alang. Dalam satu sarang biasanya terdapat beberapa induk. Bila akan bertelur burung betina membuat sarang sendiri-sendiri. Sarang burung ini dapat dijumpai di pekarangan, perkebunan dan persawahan. Seekor peking betina sekali bertelur menghasilkan 4 – 5 butir. Masa bertelur berlangsung sepanjang tahun, tetapi burung ini hanya bertelur sekali dalam satu tahun. Telur berbentuk bulat dengan garis tengah 1,5 – 2 cm dan berwarna putih keabu-abuan (LIPI 1980).

Gambar 3. Burung bondol peking

Pakan Burung

(19)

8

Tenebrio molitor. Setelah berumur dua bulan, ulat ini mencapai ukuran panjang 1,5 – 2 cm dan siap dijadikan sebagai pakan burung yang merupakan sumber protein dengan kadar lemak tinggi. Biji sorgum (Sorghum vulgare) sering digunakan sebagai campuran pakan burung merpati dan dapat menggantikan biji jagung dan padi. Secara umum, beras mengandung karbohidrat (berbentuk pati), protein, vitamin, mineral, dan air sehingga beras sangat penting karena mengandung unsur-unsur yang penting dalam pakan burung. Unsur-unsur yang penting dalam pakan burung antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (Prahara 2000). Jewawut sering diberikan pada burung dalam bentuk malai atau pipilan. Beberapa burung seperti puter, pipit, gelatik, perkutut, parkit, merpati, dan kenari sangat lahap memakan biji ini, karena kandungan gizinya dapat disamakan dengan jagung dan padi. Di Indonesia milet hanya dijadikan sebagai pakan burung pemakan biji-bijian seperti bondol, pipit, gelatik, dan perkutut.

Tongkol jagung muda sangat disukai oleh burung berparuh bengkok seperti kakatua, nuri, parkit, dan bayan. Burung dengan paruh kerucut (pemakan biji) lebih menyukai jagung berbentuk pipilan, yaitu biji jagung yang sudah dipecah atau ditumbuk kasar.

Pelet merupakan pakan buatan yaitu, bahan makanan yang dibuat dan diramu untuk melengkapi kebutuhan pakan burung. Pelet biasanya diberikan sebagai makanan burung perkutut, murai batu, cucakrawa, kacer, jalak, poksay, cucak ijo, sambo, larwo, dan merpati. Hal ini diperkuat oleh Khairuman dan Amri 2002, yang juga menyebutkan bahwa pelet merupakan pakan ikan buatan berbentuk butiran dengan dua jenis pelet yang banyak dikenal yaitu berupa pelet basah dan pelet kering.

(20)

9

Racun

Seng Fosfida (Zn3P2)

Seng fosfida tergolong dalam jenis racun akut. Racun akut adalah racun yang menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle & Smith 1996). Menurut Priyambodo (2003), racun akut bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf. Seng fosfida berbentuk tepung yang berwarna hitam keabu-abuan dengan bau seperti bawang putih yang diproduksi dengan cara mengkombinasikan antara seng dan fosfor (Buckle 1996). Bau bawang tersebut tidak menarik bagi manusia dan hewan peliharaan, tetapi menarik bagi tikus. Seng fosfida telah dikenal sejak dulu sebagai racun tikus yang efektif dan tidak dapat larut dalam alkohol dan air. Racun ini termasuk racun akut yang efektif (Corrigan 1997). Selain tikus, burung juga sangat sensitif terhadap racun ini. Racun akut ini telah digunakan secara luas terhadap tikus (Sikora 1981). Lama kematian tikus setelah mengonsumsi racun ini adalah antara 17 menit sampai dengan beberapa jam. Tikus yang mengonsumsi racun ini dengan dosis rendah dapat bertahan hidup selama beberapa hari. Tikus yang mati karena mengonsumsi racun ini akan mengalami kerusakan pada bagian hati dan seperti mengalami gagal ginjal (Corrigan 1997).

Bromadiolon (C30H23BrO4)

(21)

10

Kumatetralil (C19H16O3)

Kumatetralil adalah suatu bubuk berwarna biru yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam aseton dan ethanol. Rodentisida ini diproduksi dalam bentuk tepung dan umpan siap pakai. Kumatetralil efektif terhadap spesies tikus Norway (Rattus norvegicus) yang resisten terhadap racun antikoagulan lainnya, misalnya terhadap warfarin (Sikora 1981). Rodentisida ini merupakan suatu antikoagulan yang tidak menyebabkan jera umpan. Antidote dari racun ini adalah vitamin K1. LD50 sub kronis untuk tikus rumah (Rattus rattus) adalah 0,3 ppm (Sikora 1981), dan untuk R. norvegicus adalah 16,5 ppm. Racun ini digunakan dengan kandungan bahan aktif yang rendah. Resiko keracunan terhadap organisme buka sasaran termasuk manusia sangat kecil (Prakash 1988)

(22)

11

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Bahan dan Alat

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah burung gereja (P. montanus), bondol jawa (L. leucogastroides) dan bondol peking (L. punctulata) yang diperoleh dari penjual burung di Pasar Bogor, di simpangan Bogor Trade Mall dan di Ciampea. Burung yang digunakan sebanyak 250 ekor, dengan berat antara 8-15 gram.

Kandang Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pengujian yaitu kandang individu yang terbuat dari aluminium berukuran 50 cm x 34,5 cm x 33 cm (p x l x t). Jumlah yang kandang yang digunakan sebanyak 15 buah dengan setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, kayu untuk bertengger, dan penampung kotoran.

Pakan

(23)

12 A B C D

E F

Gambar 4. Jenis pakan untuk burung gereja, A. Gabah, B. Milet, C. Jagung pipil, D. Pelet, E. Jewawut, F. Beras merah

Pakan yang digunakan pada pengujian preferensi pakan untuk burung bondol yaitu gabah, beras, ketan putih, ulat hongkong, sorgum, dan ketan hitam (Gambar 5).

A B C

D E F

(24)

13

Timbangan

Alat yang digunakan untuk menghitung bobot bahan dalam pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar 6). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum dan sesudah perlakuan serta mendapatkan besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi pakan hewan uji.

Gambar 6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)

Racun

Racun yang digunakan dalam pengujian bersifat racun akut dan racun kronis. Racun akut yang digunakan berbahan aktif seng fosfida, racun kronis yang digunakan berbahan aktif bromadiolon dan kumatetralil (Gambar 7). Pengujian racun hanya diberikan pada burung bondol jawa dan bondol peking, karena burung gereja bersifat liar dan bukan jenis burung peliharaan sehingga mudah dan cepat mati walaupun tetap diberikan pakan. Pengujian terhadap burung gereja hanya diperoleh data sampai pada pengujian preferensi pakan saja. Ketiga jenis racun yang digunakan berbentuk serbuk yang akan dicampur dengan bahan dasar pakan pada pengujian (Gambar 8).

A B C

(25)

14

A B C D

Gambar 8. Umpan pengujian racun, A. gabah tanpa racun, B. gabah dengan racun b.a. seng fosfida, C. gabah dengan racun b.a. bromadiolon, D. gabah dengan racun b.a. Kumatetralil.

Metode Penelitian

Persiapan Kandang

Sebelum digunakan seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan mangkuk tempat minum dan makan burung (Gambar 9).

Gambar 9. Kandang pengujian (bahan aluminium)

Persiapan Hewan Uji

(26)

15

Pengujian Kemampuan Makan

Pengujian kemampuan makan dilakukan untuk mengetahui besar konsumsi burung gereja yang dilakukan terhadap individu burung tersebut. Pada perlakuan individu ini, pakan yang digunakan adalah gabah. Pengamatan terhadap gabah dilakukan selama lima hari berturut-turut. Burung ditimbang sebelum dimasukkan dalam kandang individu. Setiap hari konsumsi burung terhadap gabah dihitung dan gabah diganti dengan yang baru. Pemberian gabah setiap hari sekitar 15 gram. Pada akhir pengamatan, burung ditimbang kembali dan dikembalikan ke kandang pemeliharaan untuk dilanjutkan dengan pengujian preferensi pakan.

Pengujian Preferensi Pakan (choice test)

Pengujian dilakukan dengan metode pilihan selama lima hari berturut-turut untuk setiap hewan uji. Penempatan pakan dipisahkan dalam tempat umpan (mangkuk) yang berbeda untuk masing-masing pakan. Pakan yang diberikan ditimbang setiap hari dan diganti dengan yang baru. Perhitungan konsumsi pakan burung dengan cara menghitung selisih pakan sebelum dan sesudah perlakuan.

Pengujian Pakan tanpa Pilihan (no choice test)

Setelah pengujian preferensi, dilanjutkan dengan pengujian kemampuan makan dengan metode tanpa pilihan terhadap 3 jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan jenis umpan yang paling disukai selain gabah, sehingga diperoleh jenis pakan yang paling disukai untuk digunakan sebagai pakan atau umpan beracun pada pengujian racun.

Pengujian Racun

(27)

16 racun dengan bahan dasar pakan (gabah) dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

b.a kumatetralil = jumlah umpan x 1/20 b.a bromadiolon = jumlah umpan x 1/40 b.a seng fosfida = jumlah umpan x 1/100

Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi setiap jenis umpan perlakuan (gabah tanpa racun dan gabah dengan racun) dengan cara perhitungan selisih jumlah awal dan akhir racun yang diberikan.

Konversi Umpan

Semua data yang diperoleh dari pengujian burung gereja dan bondol dikonversi terlebih dahulu terhadap 10 g bobot burung, dengan rumus sebagai berikut:

Konversi umpan/racun (g) = x 10

Rerata bobot tubuh burung (g) =

Analisis Data

Penelitian ini digunakan hanya satu pengujian yaitu pengujian individu. Pengujian terhadap burung gereja dilakukan dengan tiga perlakuan. Setiap perlakuan diuji sebanyak 15 ulangan burung gereja. Pada perlakuan pertama dilakukan pengujian kemampuan makan terhadap gabah. Perlakuan kedua pengujian preferensi dan ketiga pengujian racun, namun perlakuan ketiga tidak sampai dilakukan karena burung sudah mati sebelum sampai ke tahap uji racun.

Pengujian terhadap bondol jawa dan bondol peking dilakukan sebanyak 15 ulangan dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama adalah preferensi pakan dengan metode pilihan (choice test), perlakuan kedua uji tanpa pilihan (no choice test) terhadap tiga jenis pakan yang paling disukai setelah gabah, dan perlakuan

Bobot umpan/racun yang dikonsumsi (g) Rerata bobot burung (g)

(28)
(29)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Makan Burung Gereja

Konsumsi Burung Gereja terhadap Gabah

Pada pengujian kemampuan makan burung gereja ini, dari 15 ulangan hanya diperoleh data sebanyak 6 ulangan, karena sisanya mati sebelum akhir perlakuan selama lima hari (Tabel 1).

Tabel 1. Konsumsi burung gereja terhadap gabah dan bobot tubuhnya ulangan konsumsi konversi

konsumsi

bobot awal

bobot akhir

bobot rerata gram

1 3.382 1.630 19.44 22.05 20.745 2 2.568 1.370 20.26 17.24 18.750 3 4.106 2.008 19.90 21.00 20.450 4 6.114 2.937 21.92 19.71 20.815 5 4.240 2.006 20.45 21.83 21.140 6 3.578 1.861 18.65 19.81 19.230 rerata 3.998 1.969 20.10 20.27 20.188 stdev 1.196 0.534 1.099 1.780 0.966

Berdasarkan data hasil perhitungan, maka rata-rata konsumsi (konversi) harian burung gereja adalah 1.969 g dan rata-rata bobot tubuhnya adalah 20.188 g. Hal ini dapat dibandingkan dengan burung bondol bahwa tingkat konsumsi harian bondol lebih tinggi daripada burung gereja yaitu sekitar 2,0 – 2,5 g per hari (Ziyadah 2011). Bila dilihat dari konsumsi harian kedua jenis burung ini (gereja dan bondol) maka potensi burung gereja sebagai hama lebih rendah dibandingkan bondol.

(30)

19 Burung gereja bersifat monomorfis yaitu jantan dan betina sulit dibedakan secara morfologi (penampakan/bentuk luar tubuh) maka perbandingan antara betina dan jantan belum diketahui. Hal ini dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan pengetahuan jenis kelamin burung dengan cara membedah bagian dalam tubuh.

Pengujian Preferensi Pakan Burung Gereja

Pada pengujian ini, sisa burung gereja yang hidup dari perlakuan sebelumnya (pengujian kemampuan konsumsi gabah) yaitu satu ekor, sehingga diperoleh data tentang pengujian preferensi pakan ini. Berdasarkan pada pengujian preferensi pakan dari satu individu burung gereja tersebut, diperoleh data dengan rata-rata bobot tubuh 20,295 g (bobot awal = 21,83 g dan bobot akhir = 18,76 g) dan rata-rata konsumsi (setelah dikonversi ke 10 g bobot tubuh burung) terhadap gabah, jewawut, pelet, beras merah, jagung pipilan, dan milet berturut-turut 1,547 g; 1,173 g; 1,069 g; 0,355 g; 0,350 g dan 0,197 g. Hal ini menunjukkan bahwa burung gereja termasuk ke dalam golongan burung pemakan biji-bijian dan menyukai pakan buatan seperti pelet. Pelet merupakan pakan buatan yaitu, bahan makanan yang dibuat dan diramu untuk melengkapi kebutuhan pakan burung. Pelet biasanya diberikan sebagai makanan burung perkutut, murai batu, cucakrawa, kacer, jalak, poksay, cucak ijo, sambo, larwo, dan merpati (Soemadi dan Mutholib 2003).

Pengujian Preferensi Pakan Bondol Jawa dan Bondol Peking

(31)

20 Tabel 2.Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking

konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking

jenis pakan b. jawa (g/10g bobot tubuh) b. peking (g/10g bobot tubuh) gabah 1.7586 aA 1.4119 aA

ketan putih 0.5063 bB 0.3509 bB beras 0.4943 bB 0.3185 bB ketan hitam 0.325 bcB 0.2044 bB ulat hongkong 0.2065 bcB 0.1756 bB sorgum 0.0891 cB 0.2767 bB

Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Untuk konsumsi bondol jawa, diperoleh jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi berturut turut adalah gabah, ketan putih, beras, ketan hitam, ulat hongkong, dan sorgum. Sedangkan pada bondol peking adalah gabah, ketan putih, beras, sorgum, ketan hitam, dan ulat hongkong. Tingkat konsumsi bondol jawa terhadap gabah lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan jenis pakan lainnya, begitu juga pada bondol peking. Hal ini disebabkan gabah (padi) merupakan sumber karbohidrat bagi burung, dimana karbohidrat merupakan unsur yang berfungsi sebagai sumber energi. Di dalam tubuh burung, kadar karbohidratnya sekitar 2%, sementara pakan burung yang baik adalah yang mengandung 70% karbohidrat (Prahara 2000).

Pada bondol jawa, konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan ketan putih dan beras, ketan hitam dan ulat hongkong, dan sorgum. Sedangkan pada bondol peking, konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan 5 jenis pakan lainnya yaitu ketan putih, beras, ketan hitam, sorgum, dan ulat hongkong. Hal ini juga diperkuat oleh Ziyadah (2010), yang menyatakan bahwa konsumsi bondol terhadap gabah lebih tinggi dan berbeda nyata dengan jenis pakan lainnya seperti jewawut, milet, jagung pipil, dan pelet.

(32)

21 protein hewani (Soemarjoto 2003). Kulit ulat hongkong sangat keras karena mengandung banyak kitin sehingga sulit dicerna (Sudradjad 1999).

Konsumsi Harian Bondol Jawa dan Bondol Peking

[image:32.595.106.505.88.709.2]

Konsumsi harian bondol jawa dan bondol peking terlihat berfluktuatif (Gambar 10 dan 11), namun secara umum menaik di hari ke-4 dan menurun di hari ke-5 kecuali. Pada hari pertama, kedua, dan ketiga merupakan masa di mana sedang beradaptasi dengan lingkungan (kandang) dan jenis pakan yang diberikan. Menaiknya tingkat konsumsi bondol terhadap pakan menunjukkan bahwa burung tersebut telah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kandang dan pakannya. Sedangkan menurunnya tingkat konsumsi bondol disebabkan oleh psikologis burung terhadap keadaan yang tetap di dalam kandang dan jenis pakan yang tetap sehingga di hari ke-5 menyebabkan burung bosan dan sedikit mengonsumsi pakan.

Gambar 10. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol jawa

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 1 2 3 4 5

k o n su m si b o n d o l jaw a (g/ 10 g b o b o t tu b u h )

(33)
[image:33.595.101.509.34.842.2]

22 Gambar 11. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol peking

Pengujian pakan tanpa pilihan (beras, ketan putih, ketan hitam)

Hasil pengujian konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap pakan tanpa pilihan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap beras, ketan putih, ketan hitam.

konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking

jenis pakan b. jawa (g/10g bobot tubuh) b. peking (g/10g bobot tubuh) ketan putih 2.2313aA 1.9062aA

ketan hitam 2.1407aA 1.4379bA beras 2.0295aA 1.3300bA

Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Pada bondol jawa, konsumsi ketan putih tidak berbeda nyata dengan ketan hitam dan beras. Sedangkan pada bondol peking, konsumsi ketan putih berbeda nyata dengan ketan hitam dan beras. Tingkat konsumsi yang tinggi terjadi pada ketan putih, hal ini disebabkan oleh tekstur biji yang halus sehingga membuat burung mudah mengonsumsinya. Biji-bijian yang dapat diberikan kepada burung antara lain bijian halus dan bijian kasar, jenis pakan yang meliputi biji-bijian yang berukuran kecil dan halus salah satunya adalah beras ketan putih (Prahara 2000). 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 1 2 3 4 5

K o n su m si b o n d o l p e k in g (g/ 10 g b o b o t tu b u h )

(34)

23 Data hasil pengujian pakan dengan metode tanpa pilihan (no choice test) menunjukkan bahwa konsumsi bondol jawa lebih tinggi daripada bondol peking. Hal ini menunjukkan bahwa burung bondol jawa lebih berpotensi sebagai hama daripada burung bondol peking, walaupun demikian kedua jenis bondol tersebut berpotensi sebagai hama (Soemadi dan Mutholib 2003). Jenis pakan yang lebih banyak dikonsumsi oleh kedua jenis bondol tersebut yaitu ketan putih. Jenis pakan ini (ketan putih) dapat dijadikan sebagai umpan beracun.

Perbandingan Jenis Kelamin Burung Bondol terhadap Konsumsi Ketan Putih

Perbandingan jenis kelamin burung bondol dan bobot tubuhnya terhadap konsumsi ketan putih pada pengujian pakan tanpa pilihan dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah burung yang digunakan sebanyak 15 ekor burung (ulangan) dengan rincian 6 jantan dan 9 betina bondol jawa, serta 8 jantan dan 7 betina bondol peking.

Pada bondol jawa, tingkat konsumsi antara jantan dan betina berbeda nyata dimana jantan lebih tinggi daripada betina. Hal ini disebabkan tingkat metabolisme tubuh dan selera makan burung jantan lebih tinggi daripada betina. Prahara (2000), menjelaskan bahwa burung yang memiliki tingkat metabolisme tubuh yang besar maka jumlah pakan yang dikonsumsi juga besar demikian juga dengan selera. Sedangkan pada bondol peking, tingkat konsumsi jantan dan betina tidak berbeda nyata. Untuk bobot tubuh, kedua jenis burung tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ziyadah (2011), bahwa tingkat konsumsi jantan dan betina bondol peking terhadap gabah dan beras sama.

Tabel 4. Konsumsi bondol terhadap ketan putih berdasarkan jenis kelamin dan bobot tubuhnya

jenis kelamin

ketan putih (g/10 g bobot

tubuh) bobot tubuh (g) bondol jawa bondol peking bondol jawa bondol peking jantan 2.5100 aA 2.0386 aA 11.9867 aA 12.1213 aA betina 2.0456 bB 1.7549 aA 11.5178 aA 11.3543 aA rerata 2.2778 1.8968 11.7523 11.7378

(35)

24

Pengujian racun terhadap bondol jawa dan bondol peking

Hasil pengujian beberapa jenis racun terhadap bondol jawa dan bondol peking disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking jenis umpan b. jawa (g/10g bobot

tubuh)

b. peking (g/10g bobot tubuh)

gabah 2.3555 aA 1.9024 aA gabah + bromadiolon 0.2366 bB 0.1936 bB gabah + kumatetralil 0.2088 bB 0.1473 bB gabah + seng fosfida 0.0251 bB 0.0229 bB

Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.

Konsumsi bondol jawa menunjukkan bahwa konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan gabah dicampur racun bromadiolon, kumatetralil, dan seng fosfida, begitu juga dengan konsumsi bondol peking. Hal ini dapat disebabkan bahwa warna gabah dengan gabah campur racun membuat burung curiga dan sedikit hati-hati dalam mengonsumsi. Jenis racun yang paling banyak dikonsumsi adalah racun yang berbahan aktif bromadiolon. Racun berbahan aktif bromadiolon ini lebih disukai atau lebih menarik bagi kedua jenis burung bondol tersebut. Sehingga jenis racun berbahan aktif bromadiolon ini dapat dijadikan sebagai bahan pengendalian burung bondol tersebut yang dicampurkan dengan umpan yang disukai.

Konsumsi racun dan kematian burung bondol

Tingkat konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap racun yang diberikan dapat diketahui pada histogram berikut.

Gambar 12. Histogram konsumsi bondol terhadap racun (ppm)

0 5 10 15 20 25

seng fosfida kumatetralil bromadiolon

K o n su m si b o n d o l te r h ad ap r ac u n (p p m )

Jenis b.a racun

b. jawa

(36)

25 Konsumsi racun pada pengujian individu dapat dilihat pada Gambar 12. Konsumsi bondol terhadap racun seng fosfida lebih tinggi dibandingkan kedua jenis racun lain (bromadiolon dan kumatetralil). Seng fosfida memiliki konsentrasi racun yang tinggi yaitu 80% dengan pencampuran racun sebesar 1/100 dari jumlah umpan sementara untuk bromadiolon 0,25% dan 1/40 dan untuk kumatetralil 0,75% dan 1/20. Hal ini menyebabkan konsentrasi racun seng fosfida lebih besar dibandingkan kedua jenis racun lainnya, sehingga jumlah racun yang dikonsumsi pada jumlah umpan yang sama akan lebih tinggi.

Jumlah kematian bondol jawa dan bondol peking

Gambar 13. Histogram kematian burung bondol jawa dan peking

Jumlah kematian burung yang tertinggi terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dengan jumlah bondol peking dan jawa yang mati berturut-turut 6 ekor dan 7 ekor. Sedangkan jumlah kematian pada hari pengamatan ke-1 belum terlalu terlihat tinggi (hanya 3 ekor dan 1 ekor). Ini diakibatkan bahwa racun yang dikonsumsi oleh burung bondol tersebut merupakan jenis racun kronis dan akut, namun seng fosfida paling banyak dikonsumsi oleh bondol.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 1 2 3 4 5

Ju

m

lah

i

n

d

iv

id

u

m

ati

Pengamatan hari

(37)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tingkat konsumsi atau kemampuan makan individu burung gereja terhadap gabah 1,969 g per hari. Jenis pakan yang disukai burung gereja pada pengujian preferensi pakan adalah gabah, jewawut, dan pelet. Pada pengujian preferensi pakan terhadap burung gereja, diperoleh jenis pakan yang disukai berturut-turut gabah, jewawut, pelet, beras merah, jagung pipilan, dan milet.

Pada pengujian preferensi pakan terhadap bondol jawa dan bondol peking jenis pakan yang paling disukai selain gabah adalah ketan putih, sehingga pakan ini dapat dijadikan sebagai umpan beracun dalam teknik pengendalian kimia hama burung bondol.

Konsumsi umpan beracun yang paling tinggi adalah pada racun berbahan aktif bromadiolon, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pengendalian burung bondol.

Burung gereja merupakan sejenis burung liar sehingga sangat sulit untuk dipelihara dan mudah mati di dalam sebuah sangkar atau kandang burung. Dengan ini, burung gereja tidak sampai pada tahap pengujian preferensi racun.

Jumlah kematian bondol yang banyak terjadi pada hari ke-2 dan 3 masing-masing 6 ekor untuk bondol peking dan 7 ekor untuk bondol jawa dari perlakuan selama 5 hari. Hal ini diakibatkan oleh konsumsi bondol terhadap racun bromadiolon yang bekerja lambat.

Saran

(38)

27

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. 2011. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Sementara Tahun 2010 dan Angka Ramalan I Tahun 2011). Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/brs_file/aram-01mar11.pdf [14 September 2011].

Abdullah A. 2011. Burung pipit serbu ratusan hektar sawah di Aceh Utara. http://www.mediaindonesia.com/read/2011/08/17/251763/126/101/Burung -Pipit-Serbu-Ratusan-Hektar-Sawah-di-Aceh-Utara- [14 September 2011].

Amang B dan H Sawit. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. IPB. Press. Bogor.Hal. 1-20.

Andoko A. 2001. Bertanam Milet untuk Pakan Burung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Buckle AP and Smith RH. 1996. Rodent Pest and Their Control. Cambrige UK:

University Press.

Corrigan MR. 1997. Rats and Mice. Di dalam: Mallis A, editor. Handbook of Pest Control. Ed ke-8. Mallis Handbook and Technical Training Company. Khairuman dan Amri K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Jakarta:

Agromedia Pustaka.

LIPI. 1980. Binatang Hama. Balai Pustaka. Jakarta. 135 hal.

MacKinnon J, Phillipps K, Balen BV. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan: (Termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam). Bogor: Burung Indonesia.

Mujiman A. 1994. Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rahim dan Diah RDH. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Salsabila A. 1991. Burung-burung pintar dan unik. Univ. Andalas: Padang. Sikora RA. 1981. Rodent Pest and Their Control. West Germany: Eschbornz. Soemadi W dan Mutholib A. 2003. Pakan Burung. Jakarta: Penebar Swadaya. Soemarjoto R. 2003. Mengatasi permasalahan burung berkicau. Jakarta: Penebar

Swadaya.

(39)

28 Sudradjad. 1999. Petunjuk memilih burung ocehan bakalan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Prahara, W. 2000. Sukses Memelihara Burung. Jakarta: Penebar Swadaya. Prakash I. 1988. Rodent Pest Management. United states: CRC Press. Priyambodo S. 2003. Seri PHT, Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta :

Penebar Swadaya.

Priyambodo S. 1996. Buku Praktikum Vertebrata Hama. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(40)
(41)

30 Lampiran1.Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol jawa

Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 5 27.68661992 5.537324 21.51 0.0001 Galat 84 21.62123413 0.2573956

Total

terkoreksi 89 49.30785406

Lampiran 2. Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol peking Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 5 16.76759347 3.3535187 12.05 0.0001 Galat 84 23.38347053 0.2783747

Total

terkoreksi 89 40.151064

Lampiran 3. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol jawa Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 2 0.3064852 0.1532426 0.70 0.5017 Galat 42 9.179308 0.218555

Total

terkoreksi 44 9.4857932

Lampiran 4. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol peking Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung Pr > F Perlakuan 2 2.81488884 1.4074444 3.51 0.0389 Galat 42 16.84013613 0.4009556

Total

(42)

31 Lampiran 5. Analisis jenis kelamin burung bondol jawa terhadap konsumsi ketan

putih Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 1 0.77655111 0.7765511 10.75 0.006 Galat 13 0.93943022 0.0722639

Total

terkoreksi 14 1.71598133

Lampiran 6. Analisis jenis kelamin burung bondol peking terhadap konsumsi ketan putih Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 1 0.30062367 0.3006237 0.86 0.3694 Galat 13 4.52035873 0.3477199

Total

terkoreksi 14 4.8209824

Lampiran 7. Analisis bobot jantan dan betina bondol jawa Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 1 0.79148444 0.7914844 0.68 0.4231 Galat 13 15.04088889 1.1569915

Total

terkoreksi 14 15.83237333

Lampiran 8. Analisis ragam bobot jantan dan betina bondol peking Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 1 2.1960744 2.1960744 1.41 0.256 Galat 13 20.22305893 1.5556199

Total

(43)

32 Lampiran 9. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa

Sumber Keragaman

Derajat bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 3 54.78124152 18.260414 81.7 0.0001 Galat 56 12.51647947 0.2235086

Total

terkoreksi 59 67.29772098

Lampiran 10. Analisis ragam preferensi racun bondol peking Sumber

Keragaman

Derajat bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F-hitung Pr > F Perlakuan 3 35.92272927 11.974243 90.26 0.0001 Galat 56 7.42929147 0.1326659

Total

(44)

UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA (Passer

montanus Oates) DAN UJI PREFERENSI PAKAN SERTA

UMPAN BERACUN PADA BONDOL JAWA (Lonchura

leucogastroides Horsfield & Moore) DAN BONDOL PEKING

(Lonchura punctulata Linnaeus)

ACHMAD RIYADI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(45)

ABSTRAK

ACHMAD RIYADI

.

Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Dibimbing oleh SWASTIKO

PRIYAMBODO.

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat besar peranannya bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia, yang merupakan sumber karbohidrat utama. Salah satu faktor pembatas dalam produksi padi yaitu hama burung. Jenis-jenis hama burung yang cukup penting pada pertanaman padi yaitu burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore) dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Diperlukan adanya alternatif cara pengendalian untuk menekan serangan hama burung tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan biji-bijian lainnya, mengetahui jenis pakan yang disukai oleh burung bondol serta mengetahui jenis racun yang disukai sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai cara alternatif pengendalian burung. Pengujian dalam pernelitian ini yaitu pengujian individu dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama yaitu uji kemampuan makan burung gereja terhadap gabah. Tingkat konsumsi burung gereja rata-rata 1.969 g per hari. Perlakuan kedua yaitu uji preferensi pakan dengan metode pilihan (choice test) dan tanpa pilihan (no choice test). Pada uji preferensi pakan burung gereja dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, milet, jewawut, pelet, jagung pipilan, dan beras merah) secara bersamaan pada kandang. Pada uji preferensi burung bondol dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, ulat hongkong, ketan putih, ketan hitam, beras, dan sorgum). Sedangkan dengan metode tanpa pilihan dilakukan uji kemampuan makan burung bondol tiga jenis pakan (beras, ketan putih dan ketan hitam). Jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh bondol pada uji preferensi pakan dengan metode pilihan maupun tanpa pilihan setelah gabah yaitu ketan putih. Perlakuan ketiga yaitu uji preferensi racun dengan metode pilihan. Pada pengujian menunjukkan konsumsi racun yang paling banyak dikonsumsi adalah yang berbahan aktif bromadiolon.

(46)

ABSTRACT

ACHMAD RIYADI. Feeding Test on Sparrow (Passer montanus Oates), Feed Preference and Poison Bait Test on Javan Munia (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore) and Scaly-Breasted Munia (Lonchura punctulata Linnaeus). Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rice is the most important food commodity role for the majority of people in the world, especially Indonesia, which is the main carbohydrate source. One of the limiting factor of rice production is bird as a pest. There are several important species of birds in the rice crop : sparrow (P. montanus Oates), javan munia (L. leucogastroides Horsfield & Moore) and scaly-breasted munia (L. punctulata

Linnaeus). The alternative method to control the population and reduce the damage is necessary. The aim of research is to understand the consumption level of the sparrows on grain, feed preference of scaly-breasted birds to the grain and poisons which are effective. Therefore could be used as bait in trapping or poison baits as an alternative method to control this pest. The test in this experiment is individual of bird with three treatment. The first experiment is consumption of sparrows on grain. Consumption level of sparrow is per 10 g of body weight 1.969 grams a day. The second experiment is feeding preference by choice test and no choice test. On feeding preference treatment of sparrow by choice test, there were six kinds of feed (grain, millet, barley, pellet, corn grain, and brown rice) simultaneously on each cage, and for scaly-breasted birds treated with grain, hongkong caterpillar, white sticky rice, black sticky rice, rice, and sorghum. In no choice test, the ability eat of scaly-breasted to three types of feed (unhulled rice, white sticky rice, and black sticky rice). The most consumed by the scaly-breasted on feed preference test with choice test and no choice test after unhulled rice is white sticky rice. The third experiment is poisons bait preference treatment by choice test. In this test, showed consumption of the most consumed poison is a feed with bromadiolon active ingredient.

Keywords: Sparrow, Javan Munia, and Scaly-breasted Munia, feed preference test, poison bait test.

(47)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian, dimana sektor pertanian terdiri atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan perkebunan (Rahim dan Diah 2008). Salah satu subsektor pertanian yang terpenting yaitu pangan, yang merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang merupakan hak asasi yang layak dipenuhi.

Salah satu komoditi pangan yang berperan penting adalah padi, yang merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun membuat kebutuhan padi di negara kita tidak pernah berkurang, melainkan bertambah, sehingga untuk mencukupi kebutuhan tersebut sudah merupakan masalah yang cukup besar. Produksi padi tahun 2011 diperkirakan sebanyak 67,31 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat sebanyak 895,86 ribu ton dibandingkan pada tahun 2010 yang sebanyak 66,41 juta ton GKG (BPS 2011). Beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia berperan penting dalam mewujudkan stabilitas nasional (Hafsah dan Sudaryanto 2004). Perekonomian beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960 (Timmer 1996). Pangan khususnya beras, merupakan pertahanan terakhir perekonomian Indonesia (Amang dan Sawit 2001). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan mempunyai jumlah penduduk yang banyak ini, sangat merasakan adanya program penyediaan pangan terutama beras. Namun, hal itu dihadapkan pada salah satu kendala yaitu keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT) sebagai faktor pembatas dalam usaha peningkatan produksi beras. Salah satu kelompok OPT tersebut yaitu hama burung.

(48)

2 Penelitian tentang burung, baik yang sudah menjadi hama dan yang berpotensi sebagai hama di Indonesia masih belum banyak. Hal ini diketahui dengan kurangnya informasi dan publikasi tentang sifat dan kemampuan makan burung yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengendalian hama burung terhadap tanaman padi. Berdasarkan latar belakang tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap ketiga jenis burung berikut yaitu : burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides

Horsfield & Moore), dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan beberapa pakan lainnya, jenis pakan yang disukai oleh burung bondol dan tingkat konsumsinya, serta jenis racun yang efektif, sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai alternatif teknik pengendalian burung bondol.

Manfaat Penelitian

(49)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Hama Burung

(50)

4

Burung Pemakan Biji-Bijian

Berdasarkan tipe makanannya, burung dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: pemakan biji, buah, dan serangga. Di alam, pembagian tersebut sesungguhnya lebih luas lagi dengan adanya burung pemakan ikan, pemakan mamalia kecil, pengisap nektar bunga, dan lain-lain. Kekhususan burung terhadap makanannya ini tidak berlaku mutlak karena hanya berdasarkan pada jenis makanan utamanya. Hampir seluruh burung pemakan biji-bijian tersebar di wilayah Indonesia. Burung seperti ini biasanya bertubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah sehingga dalam keadaan liar sukar ditangkap. Burung tersebut antara lain parkit, gelatik, dan pipit/bondol. Beberapa jenis burung pemakan biji antara lain jenis bondol seperti bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cerukcuk (Pycnonotus goiaver), dan burung cabe (Dicaeum trochileum) (Suaskara, Ginatra, & Muksin 2010). Burung pemakan biji ini mengonsumsi biji sebanyak 10% dari berat tubuhnya. (Soemadi dan Mutholib 2003). Sebelum makan, burung mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong, atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Ada pula burung yang langsung menelan biji tanpa perlu bersusah-payah mengupasnya.

Ada beberapa burung yang karena kesukaannya pada biji-bijian menjadi hama tanaman. Kakatua, nuri, bayan, dan gagak sering menjadi hama tanaman pertanian. Burung-burung itu menyukai biji dan kecambah yang muncul di atas permukaan tanah. Di negara lain dilaporkan bahwa gagak telah menjadi hama karena memakan biji jagung yang baru ditanam oleh petani sehingga kejadian ini tentu saja sangat merepotkan dan merugikan petani (Soemadi dan Mutholib 2003).

Adapun yang termasuk hama burung pada padi adalah dari ordo Passeriformes antara lain : burung pipit pinang/bondol peking (Lonchura punctulata), pipit/bondol haji (Lonchura maja), burung manyar (Ploceus manyar), burung gelatik (Padda oryzivora) dari Famili Estrildidae, dan burung gereja (Passer montanus) dari Famili Ploceidae (Soemadi dan Mutholib 2003).

Burung Gereja (Passer montanus Oates)

(51)

5 baru menetas, berwarna coklat kehitaman dengan semu keabuan pada dada dan perut, serta paruh dan kaki berwarna hitam.

Burung gereja bertelur sekali setahun. Telurnya sebesar biji salak berbentuk lonjong, berwarna putih kehijau-hijauan. Jumlah telur 3 – 6 butir dalam satu sarang yang terbuat dari alang-alang, batang padi (jerami) dan ranting-ranting kecil. Di Jawa Barat, burung gereja bertelur sepanjang tahun, kecuali pada bulan Februari, sedang di Jawa Tengah burung ini bertelur pada masa dari Maret sampai Agustus. Sampai kini burung gereja tercatat tersebar dari India sampai Kalimantan, mencapai ketinggian penyebaran dari tempat-tempat setinggi permukaan laut sampai 1800 m dpl (LIPI, 1980).

Makanan burung gereja ialah biji rumput-rumputan, termasuk padi. Burung ini meningkat menjadi hama padi jika biji-biji rumput yang di sekitar sarangnya habis dan burung gereja ini datang ke persawahan dalam jumlah yang banyak. Gerombolan burung gereja dapat mencapai 50 – 100 ekor tiap gerombol dan mendatangi sawah yang sama berkali-kali.

Gambar 1. Burung gereja

Burung Bondol atau Pipit

(52)

6

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)

Bondol jawa (L. leucogastrioides) adalah sejenis burung kecil pemakan padi dan biji-bijian. Burung ini juga disebut dengan nama lain seperti pipit bondol, piit bondol, emprit bondol dan lain-lain, mengikuti suara yang dihasilkannya. Burung ini berbadan kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa dominan coklat tua di punggung, sayap dan sisi atas tubuhnya, tanpa coretan-coretan. Muka, leher dan dada atas berwarna hitam, dada bawah, perut dan sisi tubuh putih bersih, tampak kontras dengan bagian atasnya. Sisi bawah ekor kecoklatan. Burung muda dengan dada dan perut coklat kekuningan kotor.

Penyebaran burung ini tercatat di Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Kemungkinan kini burung ini sudah meluas mengikuti penyebaran pertanaman padi di kepulauan lainnya. Ketinggian penyebaran belum diketahui. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rerumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol sampai dalam satu pohon terdapat beberapa sarang. Dalam satu sarang terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun dengan bentuknya lonjong berwarna putih kelabu. Dalam satu kali masa telur seekor induk dapat menghasilkan 4 – 5 butir telur, kadang-kadang sampai 6 butir telur. Menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan atau pekarangan, terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Di jawa, burung ini pernah merupakan hama padi yang gawat, walaupun demikian, secara terperinci kerugian yang ditimbulkan oleh serangan bondol jawa ini belum diperhitungkan. Pada saat padi menguning, burung ini dating bergerombol berkali-kali untuk mendapatkan makanan yang berupa padi masak (LIPI 1980).

Gambar 2. Burung bondol jawa

Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)

(53)

7 kepada warna bulu-bulu di dadanya. Orang Jawa menyebutnya emprit peking, prit peking; orang Sunda menamainya piit peking atau manuk peking, meniru bunyi suaranya. Burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa berwarna coklat kemerahan di leher dan sisi atas tubuhnya, dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih, dengan lukisan serupa sisik berwarna coklat pada dada dan sisi tubuh.

Makanan utama burung ini adalah biji rerumputan, di antaranya yang paling disukai yaitu padi. Karena kebiasaannya dalam mencari makan selalu bergerombol sampai mencapai 50 ekor atau lebih tiap gerombol, burung ini dapat bertindak sebagai hama.

Penyebaran burung tersebar dari India sampai Filipina, ke selatan mencapai Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Penyebaran ini mengikuti daerah penyebaran padi. Ke arah gunung, burung ini dijumpai sampai ketinggian 1500 m dpl.

Sarang burung ini berbentuk genta. Sarang tersebut dibuat dari rerumputan atau alang-alang. Dalam satu sarang biasanya terdapat beberapa induk. Bila akan bertelur burung betina membuat sarang sendiri-sendiri. Sarang burung ini dapat dijumpai di pekarangan, perkebunan dan persawahan. Seekor peking betina sekali bertelur menghasilkan 4 – 5 butir. Masa bertelur berlangsung sepanjang tahun, tetapi burung ini hanya bertelur sekali dalam satu tahun. Telur berbentuk bulat dengan garis tengah 1,5 – 2 cm dan berwarna putih keabu-abuan (LIPI 1980).

Gambar 3. Burung bondol peking

Pakan Burung

(54)

8

Tenebrio molitor. Setelah berumur dua bulan, ulat ini mencapai ukuran panjang 1,5 – 2 cm dan siap dijadikan sebagai pakan burung yang merupaka

Gambar

Gambar 4. Jenis pakan untuk burung gereja, A. Gabah, B. Milet, C. Jagung pipil,
Gambar 6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)
Gambar 8. Umpan pengujian racun, A. gabah tanpa racun, B. gabah dengan racun
Tabel 1. Konsumsi burung gereja terhadap gabah dan bobot tubuhnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk menjelaskan pengawasan perbankan dengan mengacu pada hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Secara keseluruhan, indeks harga perdagangan tertimbang Bank Dunia untuk enam komoditas ekspor utama Indonesia meningkat sebesar 9,0 persen pada kuartal pertama 2016 dibanding

Hasil uji F test dalam ANOV A menunjukkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen dimana nilai Sig. Dengan demikian

The main objective of this research is to know whether: (1) POWER is more effective than guided writing to teach writing to the tenth grade students of SMA Al-Abidin

Nilai rata-rata VAIC TM diperoleh dari penjumlahan VAHU ( Value Added Human Capital ), VACA ( Value Added Capital Employed ), dan STVA ( Structural Capital Value Added

Jika produk yang dinyatakan diproses atau dicampur dengan bahan lain, butiran yang dinyatakan dalam dokumen ini tidak boleh dipindah kepada produk baru yang terhasil kecuali jika

BGP tempat terjadinya plasma terdiri dari komponen-komponen elektroda ignitor, isolator, elektroda, katoda dan jendela emisi, sedang IEP terdiri dari BGP yang

Sanggar senam Green Casa Studio merupakan sanggar senam khusus putri yang dikelola oleh Dewi Rafaldini yang beralamat di Jl.Tirto Agung No.12 B, Tembalang kota