• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

DI BANTARAN KANAL BANJIR TIMUR, JAKARTA

KHARISMA CIPTA ARIFIN A44070001

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KHARISMA CIPTA ARIFIN. A44070001. Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ir. SITI NURISJAH, MSLA.

Keterbatasan lahan untuk rekreasi dan pentingnya untuk meningkatkan kualitas lingkungan telah menjadi permasalahan di perkotaan. Di Jakarta, ada lahan bantaran Kanal Banjir Timur (KBT) yang dapat dimanfaatkan. Namun, saat ini pemanfaatan bantaran KBT belumlah optimal, maka perlu ada pemanfaatan dengan fungsi tambahan rekreasi.

Penelitian ini adalah tentang pemanfaatan lanskap bantaran KBT untuk menjadi suatu lanskap ruang terbuka rekreatif yang juga berfungsi sebagai penyangga kanal. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menata lanskap bantaran Kanal Banjir Timur guna meningkatkan kualitas fungsional kanal, meningkatkan keindahan dan kenyamanan kota, serta menambah areal rekreasi warga kota. Perencanaan lanskap ini menggunakan tiga parameter, yaitu : 1) Peraturan-peraturan pemerintah, 2) Keinginan masyarakat, dan 3) Kondisi fisik kawasan. Penelitian menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif secara spasial.

Perencanaan lanskap berlokasi di bantaran Kanal Banjir Timur (KBT) yang terletak di Jakarta Timur sampai ke Jakarta Utara, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan panjang total 23,5 Km dan lebar penyangga yang akan direncanakan adalah 50 m dan luas + 235 Ha.

(3)

mengakomodasi kepentingan masyarakat yang sesuai dengan lingkungan perkotaan, juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat kota. Ruang terbuka yang direncanakan diharapkan dapat menciptakan harmoni tata lingkungan perkotaan sehingga memberikan unsur keindahan dan memberikan ruang gerak bagi segenap masyarakat yang memerlukannya.

Dari draft RTRW DKI Jakarta (2011-2030), dapat diketahui pada bantaran KBT terdapat empat bentuk tata guna lahan yaitu (1) pemukiman, (2) perkantoran, perdagangan dan jasa (3) industri dan pergudangan, dan (4) RTH budidaya. Selain itu dari draft RTRW tersebut dapat diketahui bahwa RTH di semua segmen direncanakan akan mengalami peningkatan luasan dengan persentase yang berbeda. Hal ini mendukung dalam pengembangan bantaran sebagai fungsi perlindungan kanal dan rekreasi.

Secara umum kondisi bantaran Kanal Banjir Timur terdiri dari 37% Ruang Terbuka Hijau, 56% Ruang Terbuka non-Hijau dan 7% Ruang terbangun dengan batas 50 m dari kanal. Maka kondisi penutupan lahan yang ada saat ini mendukung rencana pemanfaatan bantaran untuk kegiatan rekreasi outdoor. Berdasarkan keinginan masyarakat, peluang rekreasi luar ruang (aktif dan pasif) yang dapat dikembangkan adalah jogging, bersepeda, beristirahat, berkumpul, duduk-duduk, bermain dan lainnya.

(4)

Hasil perencanaan lanskap ini menyimpulkan bahwa bantaran Kanal Banjir Timur cukup potensial untuk dikembangkan sebagai ruang terbuka kota rekreatif. Lanskap bantaran Kanal Banjir Timur direncanakan memiliki empat model ruang terbuka kota rekreatif yang juga berfungsi sebagai penyangga kanal yaitu model rekreasi : 1) pemukiman, 2) perkantoran, perdagangan dan jasa, 3) industri dan pergudangan, serta 4) RTH budidaya.

Tatanan lanskap rekreasi di daerah pemukiman adalah model ruang terbuka yang dilengkapi dengan fasilitas olahraga (jogging track dan lapangan), tempat berkumpul warga (gazebo/saung), taman bermain anak, tempat duduk, dan lainnya. Untuk lanskap rekreasi di daerah perkantoran, perdagangan dan jasa adalah model ruang terbuka berupa blok-blok taman kota, plaza dan tempat untuk duduk-duduk, berkumpul serta beristirahat bagi para pekerja dengan memiliki nilai estetika yang lebih tinggi dibandingkan dengan model lainnya.

(5)

DI BANTARAN KANAL BANJIR TIMUR, JAKARTA

KHARISMA CIPTA ARIFIN A44070001

Skripsi :

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul : Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta

Nama : Kharisma Cipta Arifin

NRP : A44070001

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(8)

©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Rekreasi di Bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta” dapat diselesaikan. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucspkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi yang memberikan dorongan, arahan dan masukan serta nasehat kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS sebagai pembimbing akademik di Departemen Arsitektur Lanskap.

3. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si dan Dr.Ir. Alinda F.M. Zain, M.Si sebagai dosen penguji skripsi.

4. Mama, Papa, Icha dan Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

5. Teman-teman seperjuangan ARL 44 yang memberikan kenangan indah bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi skripsi ini belum sempurna. Walaupun demikian, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 2 April 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra dari pasangan Bapak Uus Rusmana dan Ibu Euis Julaeha. Penulis menghabiskan sebagian masa kecilnya di Cipanas-Cianjur, karena sempat mengalami pindah timpat tinggal ke Tangerang selama 2 tahun.

Penulis mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1995 di SDN Cipanas IV, kemudian pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pacet. Selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Sukaresmi selama 3 tahun.

(11)

DAFTAR ISI

Masyarakat Tepi Sungai... 6

Kanal ... 8

Kanal Banjir Timur ... 9

Rekreasi ... 10

Perencanaan Lanskap Bantaran Kanal ... 12

METODOLOGI Administrasi dan Teknis ... 22

Kondisi Lingkungan ... 27

Topografi... 27

Geologi dan Tanah ... 27

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran ... 29

Tata Guna Lahan ... 29

Penutupan Lahan ... 33

Kualitas Air ... 40

Penduduk dan Pengguna Kawasan Potensial ... 41

Hasil Analisis ... 43

Sintesis ... 45

PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya ... 48

Tata Ruang ... 49

Tata Vegetasi ... 50

Aktivitas dan Fasilitas ... 53

Rencana Lanskap ... 53

Daya Dukung ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 62

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bahan dan Alat dan yang Digunakan dalam Penelitian ... 16

2. Pembagian Segmen Kawasan Penelitian ... 18

3. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data ... 19

4. Penggunaan Lahan di Sekitar Bantaran KBT ... 31

5. Pola RTH ... 32

6. Persentase Penutupan Lahan di Bantaran KBT ... 38

7. Karakteristik Lanskap di Sekitar Bantaran KBT ... 39

8. Peruntukan Air Sungai di Wilayah KBT DKI Jakarta ... 40

9. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 42

10. Bentuk Rekreasi yang Diinginkan Masyarakat ... 42

11. Matriks Data, Analisis dan Sintesis ... 44

12. Pengembangan Zonasi Bantaran ... 45

13. Model Pengembangan Lanskap Bantaran Kanal Banjir Timur ... 46

14. Pembagian Ruang Model Rekreasi ... 49

15. Alternatif Vegetasi yang Dapat Dikembangkan pada Bantaran KBT ... 51

16. Rencana Pengembangan Aktivitas dan Fasilitas ... 54

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2. Lokasi Penelitian ... 15

3. Pembagian Segmen Kawasan Penelitian ... 17

4. Lebar Batas Perencanaan Lanskap Bantaran Kanal Banjir Timur ... 18

5. Diagram Tahapan Perencanaan ... 21

6. Kanal Banjir Timur ... 22

7. Potongan Utara-Selatan DKI Jakarta ... 23

8. Kondisi Trase 18 – 100 – 18 (22.375 m) ... 25

9. Kondisi Trase 18 – 300 – 18 (350 m) ... 25

10. Kondisi Trase 18 – 200 – 18 (850 m) ... 26

11. Pintu Bendung Gerak ... 26

12. Draft Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta (2011 – 2030) ... 29

13. Peta Tata Guna Lahan ... 30

14. Simulasi pola RTH pada Tiga Bentuk Kawasan ... 32

15. Kondisi Eksisting Kawasan Bantaran Kanal Banjir Timur ... 34

16. Persentase Penutupan Lahan di Bantaran KBT (Lebar 50 m) ... 35

17. Kondisi Penutupan Lahan di Bantaran KBT ... 36

18. Peta Penutupan Lahan ... 37

19. Persentase RTH Tiap Segmen ... 38

20. Persentase Preferensi Akses untuk Mengunjungi Bantaran ... 43

21. Persentase Preferensi Penggunaan Pagar ... 43

22. Rencana Blok ... 47

23. Ilustrasi Konsep (Image reference) ... 48

24. Pengembangan Tata Ruang Bantaran KBT Secara Umum ... 49

25. Image Alternatif Vegetasi yang Direncanakan ... 52

26. Sketsa Perspektif Pemanfaatan Bantaran ... 56

27. Mekanisme Sponge Park untuk Menyerap dan Memfilter Air ... 56

28. Model Tatanan Lanskap Rekreasi di Daerah Pemukiman ... 57

(15)

30. Model Tatanan Lanskap Rekreasi di Daerah Industri dan Pergudangan ... 59 31. Model Tatanan Lanskap Rekreasi di Daerah RTH Budidaya ... 60 32. Ilustrasi Pemanfaatan Bantaran untuk Perlindungan Kanal dan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan fasilitas kota serta adanya keterbatasan lahan di perkotaan untuk rekreasi, menyebabkan pemanfaatan ruang kota mengalami dilema dalam pengendaliannya. Di Jakarta, ada lahan bantaran Kanal Banjir Timur (KBT) yang dapat dimanfaatkan. Namun, saat ini pemanfaatan bantaran KBT belumlah optimal, maka perlu adanya pemanfaatan dengan fungsi tambahan rekreasi.

Upaya-upaya penataan kawasan bantaran kanal ini permasalahannya bukan hanya sekedar perancangan fisik ruang saja tetapi justru permasalahan lingkungan dan sosial merupakan masalah yang sulit untuk diatasi dalam waktu yang relatif singkat. Ruang terbuka atau ruang publik merupakan ruang yang diperlukan warga untuk melakukan kontak sosial. Ruang ini dapat berupa taman, lapangan, alun-alun dan lain sebagainya. Bantaran kanal dapat dikatakan sebagai ruang terbuka karena pemanfaatannya. Pemanfaatan bantaran itu dapat dijadikan sebagai lapangan, rekreasi atau tempat bermain untuk musim-musim tertentu (Budihardjo, 1997).

Simonds dan Starke (2006) menyatakan bahwa sebagai sebuah sumberdaya, badan air berpotensi untuk kegiatan rekreasi di wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepinya. Badan air memiliki nilai, keindahan, yaitu pemandangan dan air itu sendiri yang membangkitkan perasaan menyenangkan. Selain itu, rekreasi telah menjadi kebutuhan tambahan yang mendasar bagi manusia terutama bagi masyarakat yang hidup di lingkungan perkotaan (Gold, 1980). Maka kawasan bantaran dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat perkotaan tersebut. Dalam upaya meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan dalam pemanfaatan bantaran kanal, maka diperlukan pemahaman dan penanganan aspek-aspek yang menyertai secara komprehensif.

(17)

kontribusi pada kota dan masyarakat sekitar, serta menjadi suatu alternatif solusi dari permasalahan lingkungan dan lanskap yang ada pada kawasan bantaran Kanal Banjir Timur.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menata lanskap bantaran Kanal Banjir Timur guna meningkatkan kualitas biofisik kanal dan menjadikan bantaran sebagai penyangga kanal yang rekreatif. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk :

a. identifikasi dan analisis kondisi bantaran Kanal Banjir Timur,

b. menganalisis peluang rekreasi (outdoor recreation) yang dapat dikembangkan pada bantaran Kanal Banjir Timur,

c. merencanakan lanskap bantaran Kanal Banjir Timur sebagai ruang terbuka kota rekreatif dan melindungi fungsi kanal.

Manfaat

Manfaat perencanaan secara umum adalah mengaplikasikan ilmu di bidang Arsitektur Lanskap yang telah diperoleh dalam penataan lanskap bantaran bantaran Kanal Banjir Timur, Jakarta. Selain itu manfaat khusus yang diharapkan antara lain :

a. menjadi bahan masukan bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta dan segenap instansi yang terkait dengan pengembangan lanskap bantaran Kanal Banjir Timur Jakarta, serta

b. menjadi model pengembangan lanskap kanal perkotaan.

Kerangka Pikir

(18)

untuk pengembangan dan mengakomodasi kepentingan rekreasi. Secara umum, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Kota

Ruang terbuka atau ruang publik merupakan ruang yang diperlukan warga untuk melakukan kontak sosial. Ruang ini dapat berupa pekarangan umum, lapangan, alun-alun dan lain sebagainya. Bantaran sungai dapat dikatakan sebagai ruang terbuka karena pemanfaatannya. Pemanfaatan bantaran itu dapat dijadikan sebagai lapangan, rekreasi atau tempat bermain untuk musim-musim tertentu.

Kawasan perairan merupakan salah satu sarana dan wadah yang vital bagi manusia dari dulu hingga sekarang. Sejarah perkembangan daerah-daerah urban di berbagai penjuru dunia menyebutkan bahwa perairan adalah salah satu sarana tertua dan terpenting dalam kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat. Berbicara mengenai kawasan perairan, tidak bisa terlepas dari kawasan di sepanjang tepian perairan tersebut. Kawasan di tepian perairan tentu saja menjadi pusat kegiatan yang strategis, ramai dan sangat diminati (Budihardjo, 1997).

Ruang terbuka dapat berupa waterfront (kawasan pantai, tepian danau, maupun tepian aliran sungai), blueways (aliran sungai, aliran air lainnya serta hamparan banjir), greenways (jalan bebas hambatan, jalan di taman, jalan setapak, koridor transportasi, jalan sepeda dan jogging track), taman kota dan area rekreasi serta ruang terbuka penunjang lainnya (reservoir, hutan kota, kolam renang, lapangan golf, lapangan olahraga dan lain-lain). Dalam suatu perkotaan ruang terbuka memiliki beberapa peran, diantaranya menciptakan harmoni tata lingkungan perkotaan sehingga memberikan unsur keindahan, menyediakan ruang terbuka hijau berupa tanaman yang mengurangi pencemaran serta memberikan ruang gerak bagi segenap masyarakat yang memerlukannya.

(20)

sehingga akan menghasilkan suatu tahapan sajian dalam suatu bentuk aktivitas pergerakan (Nurisjah dan Pramukanto, 1995).

Simonds dan Starke (2006) menyatakan bahwa sebagai sebuah sumberdaya, badan air berpotensi untuk kegiatan rekreasi di wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepinya. Badan air memiliki nilai, keindahan, yaitu pemandangan dan air itu sendiri yang membangkitkan perasaan menyenangkan.

Bantaran Sungai

Daerah sungai meliputi aliran air, alur sungai termasuk bantaran, tanggul dan areal yang dinyatakan sebagai daerah sungai. Pemanfaatan daerah sungai baik untuk kepentingan perseorangan atau umum perlu memperhatikan adanya kepastian bahwa fungsi sungai tidak terganggu, misalnya waktu banjir air sungai masih dapat mengalir dengan lancar dan tidak mengganggu fungsi bangunan-bangunan seperti tanggul, tebing, pintu-pintu air dan sebagainya (Sosrodarsono dan Tominaga, 1994)

Bantaran sungai merupakan kawasan penyangga (buffer) daerah pengelolaan air, berfungsi sebagai tanggul sungai, berada pada kanan dan kiri badan sungai. Kawasan ini dicirikan oleh batuan dasar yang keras yang secara alami air tidak mampu lagi untuk menerobosnya, hingga kadang kala bentuknya berkelok-kelok. Penutupan vegetasinya spesifik (riparian), membentuk satuan ekologik terkecil, dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan jenis batuannya, bantaran sungai merupakan jalur koridor hijau alur badan sungai yang memberikan jasa ekologi sebagai penyaring air limpasan, penahan nutrien dan sedimen, juga merupakan habitat bagi kehidupan satwa liar seperti mamalia terbang, binatang melata, reptil, burung, dan beberapa jenis satwa lainnya.

(21)

Jakarta sebagai kota yang memiliki banyak sungai, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya merefungsi bantaran sungai bebas dari sampah dan permukiman, serta menjadikan halaman muka bangunan dan wajah kota. Meski memakan waktu yang lama, upaya revitalisasi bantaran sungai harus diikuti sosialisasi yang mendorong warga untuk berpartisipasi pindah secara sukarela bergeser (bukan tergusur) ke kawasan terpadu yang komprehensif. Setelah itu, bantaran sungai (dan juga bantaran rel kereta api, jalur tegangan tinggi, kolong jalan layang) dapat dikembangkan sebagai taman penghubung antar-ruang kota (urban park connector). Warga dapat berjalan kaki atau bersepeda menyusuri sungai menuju ke berbagai tempat tujuan harian (kantor, sekolah, pasar) dengan aman, nyaman, dan bebas kemacetan sambil menikmati keindahan lanskap tepi sungai. Pengoperasionalan perahu air sebagai alat transportasi air kota (waterway) dan taman penghubung (jalur sepeda) akan mendukung pola transportasi makro terpadu Jakarta (Joga, 2010).

Sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan tepian sungai sebagai kawasan lindung namun tetap dapat dimanfaatkan oleh warga kota sebagai suatu kawasan yang berfungsi sosial maka perlu adanya konsep penataan kawasan tepian sungai. Tingginya kebutuhan ruang aktivitas serta adanya kompetisi dalam pemanfaatan lahan di perkotaan mengakibatkan naiknya nilai ekonomis lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang memiliki nilai komersial maupun strategis, yang pada akhirnya menyebabkan tekanan dan penghancuran terhadap kawasan yang berkaitan dengan keberadaan ruang-ruang terbuka publik yang ada di perkotaan. Ruang-ruang terbuka publik seperti alun-alun, taman, tempat bermain, lapangan olahraga, lenyap satu per satu berganti dengan bangunan dan perkerasan. Semakin langkanya ruang terbuka di perkotaan berarti akan semakin berkurang pula ruang-ruang publik yang sangat dibutuhkan oleh warga kota akan kebutuhan sosial dan psikologis. (Budihardjo, 1997).

Masyarakat Tepi Sungai

(22)

memasak, mencuci dan kakus. Sungai merupakan sarana transportasi dan sumber penghidupan.

Sebagian besar masyarakat tidak punya pilihan lain dan tetap mengandalkan air sungai untuk keperluan sehari-hari akibat faktor kemiskinan. Pembangunan tidak memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, masyarakat sepanjang tepi sungai justru menerima dampak kerugian berupa bencana banjir dan kekeringan, pencemaran sungai, rusaknya tatanan sosial budaya dan ekonomi warga (Susanto, 2010).

Orientasi pola kehidupan masyarakat juga mulai mengalami perubahan, yang dahulu menjadikan sungai sebagai sumber kehidupan, orientasi hidup dan identitas diri (budaya sungai), sekarang sebagian dari mereka sudah mulai berorientasi ke daratan (budaya darat) dan meninggalkan kehidupan sungainya, menjadikan sungai sebagai bagian belakang rumahnya. Akibatnya terjadi penurunan hingga kerusakan lingkungan berupa pendangkalan, penyempitan, menurunnya kualitas air sungai dan banyak sungai yang hilang tertutup hunian atau diuruk untuk berbagai pembangunan.

Di Indonesia, rumah di pinggiran sungai tidak tertata, seadanya, jemuran menggantung di mana-mana. Penggusuran sering menjadi isu menakutkan masyarakat pinggiran sungai karena menyalahi aturan. Peraturan Pemerintah no.35 tahun 1991 menyebutkan, sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk kanal, yang sangat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Sungai dilindungi dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai (Savitri, 2009).

Kota-kota di pinggir sungai dan tepi pantai di dunia yang sukses dalam penataannya antara lain : Bangkok-Thailand, Istanbul-Turki dengan Sungai Bosfurus, Shanghai-Cina yang dalam dua tahun mengubah sungainya atau Venesia di Italia yang terkenal dengan wisata kanal membelah kota. Singapura pun dalam waktu yang singkat berhasil mengubah pinggiran sungai menjadi tempat piknik yang nyaman (Yoga, 2008).

(23)

dilakukan di kawasan tepi Ohio River, sebuah sungai di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Pada penelitian tersebut, masyarakat diajak berpartisipasi untuk merancang ulang wilayah tepi sungai Ohio melalui proses brainstorming, survey, serta workshop yang akhirnya menghasilkan sebuah proposal desain ulang kawasan tepi sungai sebagai objek rekreasi dan pusat aktivitas masyarakat. Proyek ini hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh pelibatan masyarakat dalam pembangunan lingkungan tepi sungai yang tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga berkelanjutan. Pelibatan masyarakat dalam upaya pemerintah untuk melestarikan lingkungan melalui kegiatan semacam ini tentu akan lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam memelihara dan menjaga fasilitas tersebut (Noviansyah, 2009).

Kanal

Kanal adalah terusan buatan yang merupakan badan air selain sungai. Kanal dapat dibentuk dari sungai itu sendiri maupun hasil sudetan. Ada dua tipe kanal, yaitu (1) kanal irigasi yang digunakan untuk mengalirkan air dan (2)

waterway, yaitu kanal transportasi yang dapat dilayari untuk lintasan orang orang maupun barang dan seringkali terhubungkan dengan danau, sungai dan lautan. Beberapa kanal waterway merupakan sungai yang dikanalkan dengan cara melebarkan sungai maupun memperdalam beberapa bagian dengan kapal keruk dan membangun pintu air.

Kanal, sungai, dan alur air (stream, creek) merupakan contoh dari lingkungan lotik atau model air yang mengalir. Faktor utama yang berpengaruh terhadapa aliran air lingkungan lotik ini menurut Nurisjah (2004) adalah :

a. Kecepatan aliran, b. Turbiditas, dan c. Suhu.

(24)

di pedesaan atau perkotaan, kanal tersebut dilengkapi dengan jalur bersepeda di sepanjang sisinya sehingga menjadi fasilitas yang berharga bagi masyarakat sekitarnya.

Manusia memiliki ketertarikan pada air. Ini adalah kecenderungan alami ketika manusia memiliki keinginan untuk berjalan kaki di sepanjang tepi sungai atau jalur, untuk beristirahat di tepi sambil menikmati pemandangan dan suara, serta untuk melintas ke tepi yang lainnya. Keinginan ini harus diakomodasi dalam perencanaan tapak. Jalur pergerakan akan disesuaikan untuk memberikan berbagai pandangan dan eksplorasi visual dari elemen air. Pada titik dimana penggunaan air intensif atau di mana terdapat pertemuan tanah dan air, maka harus diberikan perlakuan arsitektur yang lebih, bentuk dan bahan jalur dan daerah digunakan akan menjadi lebih struktural juga (Simonds dan Starke, 2006).

Upaya pertama yang berhasil di Amerika Serikat, yakni upaya yang menjadi model bagi proyek sungai perkotaan lainnya, adalah River Walk di San Antonio, Texas. Menarik untuk diperhatikan bahwa pemuka masyarakat di San Antonio pernah mempertimbangkan untuk menutup bagian saluran San Antonio River ini dengan beton dan memperlakukannya terutama sebagai saluran buangan yang sangat besar guna mengurangi bahaya banjir di kota tersebut. Untungnya, terdapat juga kelompok masyarakat yang menentang penutupan sungai tadi, dan melalui usaha mereka, saluran tersebut bukan hanya diselamatkan melainkan diubah menjadi fasilitas taman kota yang paling berharga. Pada dasawarsa yang lalu dan sebelumnya, banyak proyek serupa telah dilaksanakan di kota lain, termasuk Boston, Baltimore, dan New Orleans (Catanese dan Snyder, 1996).

Kanal Banjir Timur

(25)

Rencana perbaikan tata air bagi Kota Jakarta yang disusun oleh Van Breen pada tahun 1920 ini adalah usaha pertama yang dilakukan di Jakarta. Rencana ini bersifat jangka panjang dan memerlukan penjabaran lebih lanjut sejalan dengan perkembangan kota. Kanal Banjir (Terusan Banjir) adalah inti dari tahap permulaan bagi usaha pengendalian banjir sekaligus pengamanan pasokan air guna memenuhi kebutuhan pembersihan kota di musim kemarau.

Kanal Banjir Barat yang sudah ada mengelakkan arus banjir dari Kali Ciliwung ke arah barat, sedangkan Kanal Banjir Timur mengelakkan arus banjir dari Kali Cipinang ke arah timur. Kedua terusan ini menangkis dan menampung secara langsung atau tidak langsung beberapa sungai dalam perjalanannya masing-masing ke laut.

Akhirnya pada tahun 1970-an, berkat bantuan hibah Negara Belanda, tersusun suatu Master Plan bagi tata air Jakarta yang meliputi dua unsur inti :

a. Terusan Banjir Barat b. Terusan Banjir Timur

Kedua-duanya adalah alur buatan yang mengitari wilayah Kota Jakarta seakan-akan suatu tembok benteng yang menangkis serangan arus banjir dari selatan dan mengelakkannya mengelilingi kota langsung ke laut. Dua terusan tersebut tidak hanya berperan sebagai pengelak banjir tetapi juga sebagai reservoir guna memasok air ke kota pada musim kemarau (Soehoed, 2004).

Rekreasi

(26)

Untuk menghasilkan suatu rencana area rekreasi yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianalisis :

a. potensi dan kendala sumberdaya tersedia, b. potensi pengunjung,

c. kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunaannya, dan

d. Alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan. Merencanakan suatu lanskap untuk kawasan rekreasi, terutama rekreasi luar-ruang (outdoor recreation, rekreasi alam), adalah merencanakan suatu bentuk program rekreasi yang sesuai dan terbaik pada suatu sumberdaya lanskap yang tersedia (lanskap yang berbukit, pesisir, perkampungan, dan lainnya). Hal ini terutama untuk menjaga keindahan alami dan keunikan yang dimiliki oleh lanskap atau bentang alam tersebut serta juga untuk melindungi kelestarian ekosistemnya, terutama, bila direncanakan pada area dengan ekosistem yang peka, langka atau unik.

Program rekreasi di luar ruangan atau dalam ruangan, umumnya direncanakan untuk penciptaan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia guna mendukung keinginan, kanyamanan dan kepuasannya. Kategori aktivitas rekreasi ini antara lain mencakup aktivitas berjalan (hiking, bersepeda, menunggang kuda, berlayar, ski air), aktivitas sosial (olah raga, berkemah, piknik), aktivitas estetik atau artistik (fotografi, melukis, melihat dan menikmati pemandangan), aktivitas yang bersifat petualangan (mendaki gunung, memanjat tebing, arung jeram, outbond), dan aktivitas untuk kelangsungan hidup (survival) seperti memancing dan berburu.

Dalam kaitannya dengan pengunjung, maka perilaku dan keinginan pengunjung harus diperhatikan untuk menjamin keberlangsungan kawasan rekreasi yang direncanakan. Aktivitas dan fasilitas yang direncanakan, selain untuk mengakomodasi perilaku dan keinginan positif pengunjung juga untuk menjaga kelestarian kawasan rekreasi (Nurisjah dan Pramukanto, 2008).

Gold (1980) menggolongkan rekreasi dalam empat kategori :

(27)

2. Rekreasi sosial, yaitu bentuk rekreasi yang mencakup interaksi sosial dan aktivitasnya,

3. Rekreasi kognitif, yaitu rekreasi yang mencakup kebudayaan , pendidikan dan estetika,

4. Rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan, yaitu rekreasi yang memanfaatkan sumber daya alam, seperti tanaman, air dan pemandangan.

Perencanaan Lanskap Bantaran Kanal

Nurisjah dan Pramukanto (2008) menyatakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan merupkan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya.

Perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang satu sama lain. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan tapak pada saat awal, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak. Proses perencanaan lanskap dimulai dengan tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan.

Proses perencanaan lanskap dimulai dengan tahap persiapan dimana pada tahapan ini perencanaan harus dapat memperhatikan, menafsirkan dan menjawab berbagai kepentingan ke dalam produk yang direncanakan. Dengan kata lain, proses persiapan merupakan perumusan tujuan program dan informasi lain tentang keinginan pemakai atau pemilik.

(28)

Dalam bentang alam atau lanskap, air merupakan salah satu unsur penentu utama dari kelangsungan fungsi dari suatu badan air, terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan badan air tersebut dalam suatu tatanan fungsional lanskap. Perencanaan, perancangan dan pengelolaan lanskap yang berdasarkan suatu sistem badan air yang sesuai dan baik serta bernilai secara arsitektural, yaitu fungsional dan estetis, haruslah dilandasi dengan pengetahuan terhadap bentuk, ciri dan karakteristik serta perilaku badan air, dan juga kondisi airnya secara alami. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan lanskap tepian badan air antara lain :

1. meminimumkan gangguan seperti terhadap stabilitas lereng dan mencegah erosi,

2. memelihara aliran air, antara lain dengan menghindari pembuatan struktur yang dapat menghalangi aliran air,

3. desain harus tahan terhadap keadaan yang paling buruk,

4. mempertimbangkan kemungkinan terjadinya luapan air, misalnya dengan memperhatikan banjir 50 tahunan.

5. desain perkerasan yang fungsional dan tidak licin,

6. pemilihan dan penggunaan material yang sesuai dengan keadaan cuaca dan tahan terhadap air, dan

7. mencegah adanya aliran permukaan yang mengandung bahan pencemar yang masuk mengikuti aliran air. (Nurisjah dan Pramukanto, 1995)

(29)

Dalam penggunaan air, Simonds dan Starke (2006) mengemukakan tiga prinsip : (1) semua penggunaan yang berhubungan harus sesuai dengan sumberdaya air lanskap, (2) intensitas dari penggunaan yang diintroduksikan tidak boleh melebihi daya dukung atau toleransi biologis dari area daratan dan perairan, serta (3) kelestarian sistem alami dan sistem terbangun terjamin.

(30)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlokasi di bantaran Kanal Banjir Timur (KBT) yang terletak di Jakarta Timur sampai ke Jakarta Utara, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Gambar 2). KBT memiliki luas + 235 Ha dengan panjang total 23,5 Km dan lebar bantaran yang direncanakan adalah 50 m. Kegiatan penelitian dilakukan selama enam bulan, terhitung sejak bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.

Kawasan Perencanaan

Gambar 2. Lokasi Penelitian (tanpa skala)

(31)

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi sampai menghasilkan produk gambar Arsitektur Lanskap yang berbentuk rencana lanskap rekreasi di bantaran Kanal Banjir Timur Jakarta guna meningkatkan kualitas fungsional kanal dan mengembangkan peluang rekreasi outdoor. Rencana lanskap ini juga dilengkapi dengan photo images penunjang lainnya.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Tabel 1. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian

Metode Penelitian

Perencanaan lanskap bantaran Kanal Banjir Timur ini meneliti tiga aspek, yaitu peraturan pemerintah (tata guna lahan dan peraturan perundangan), keinginan masyarakat (aktivitas rekreasi, akses, penggunaan pagar dan lainnya) serta kondisi fisik kawasan (penutupan lahan, topografi, tanah, iklim).

Untuk efisiensi dan memudahkan pengamatan, kawasan Kanal Banjir Timur dibagi menjadi 7 segmen dengan grid yang berukuran (4.500 x 3000) m. Grid dibuat untuk mempermudah pengamatan. Pembagian segmen kawasan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 2. Untuk keinginan calon pemakai tapak diwawancara dari masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran KBT dan pemakai lainnya yang diperkirakan akan mengunjungi tapak. Responden yang dipilih adalah orang yang sedang berada pada tapak dan di sekitar tapak. Jumlah responden yang diamati adalah 35 orang (5 orang tiap segmen).

No. Unit Jenis

1 Bahan Peta, Kuisioner, Data CAD, Data Sejarah, Data Administrasi dan Data Lainnya

2 Alat Digital Camera, Alat Gambar, Global Positioning System dan Peralatan Teknis Lainnya

3 Software Pendukung

(32)

Keterangan : Posisi titik nol = 6.2293204 LS dan 106.8782294 BT Posisi titik akhir = 6.0916324 LS dan 106.9690061 BT

(33)

Tabel 2. Pembagian Segmen Kawasan Penelitian

Sumber : diolah dari Google Earth (2010) dan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta (2010)

Gambar 4. Lebar Batas Perencanaan Lanskap Bantaran Kanal Banjir Timur (tanpa skala)

Gambar 4 memperlihatkan lebar bantaran yang diteliti dalam perencanaan lanskap bantaran Kanal Banjir Timur. Pada pelaksanaanya, penelitian ini mengacu pada proses tahapan perencanaan lanskap yaitu inventarisasi, analisis-sintesis, konsep dan perencanaan lanskap.

Tahapan Penelitian

Mengacu pada metode yang akan dilakukan, penelitian ini memiliki tahapan sebagai berikut :

1. Inventarisasi

Pada tahapan ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan kondisi eksisting tapak dan masyarakat. Data meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil survei langsung di lapangan, berupa pengamatan, dokumentasi, pengukuran langsung untuk mendapatkan data biofisik tapak. Data primer

Segmen Kelurahan Panjang (m)

3 Pulo Gebang, Ujung Menteng 3710

4 Ujung Menteng, Cakung Timur 3022

5 Cakung Timur, Rorotan 3013

6 Rorotan, Marunda 3002

7 Marunda 1609

Total 23524

4675 2 Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka Sari, Malaka

Jaya, Pondok Kopi, Pulo Gebang

1 Cipinang Besar, Cipinang Muara, Pondok Bambu,

(34)

diperoleh dari pengamatan visual, pencatatan dan dokumentasi untuk mendapatkan data fisik dan keadaan tapak saat ini.

Untuk mendapatkan data mengenai aspek masyarakat yang berupa persepsi dan keinginan masyarakat sekitar bantaran Kanal Banjir Timur, serta pihak-pihak yang bersangkutan, maka dilakukan proses wawancara dan kuisioner (Lampiran 4). Selain itu, data peraturan pemerintah daerah termasuk data dari RTRW diperlukan sebagai aspek legal dalam merencanakan kawasan/lanskap. Adapun jenis, sumber, dan cara pengambilan data disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data

2. Tahap Analisis-Sintesis

Analisis merupakan usaha untuk mengemukakan potensi dan kendala dalam hubungannya dengan usaha perencanaan lanskap yang akan dilakukan. Sebelum dilakukan analisis, data dikelompokkan terlebih dahulu menjadi data fisik kawasan, data keinginan masyarakat dan data peraturan pemerintah, baik dalam bentuk tabular maupun spasial. Pada tahap ini, data dan informasi yang didapat akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif secara spasial.

Administrasi Sekunder Bappeda Kota Jakarta Studi Pustaka

Masterplan Sekunder Dinas Pekerjaan Umum Studi Pustaka

Konstruksi Sekunder BBWSCC Studi Pustaka

Iklim Sekunder Bappeda Kota Jakarta Studi Pustaka

Kepadatan Penduduk Sekunder Dinas Tata Ruang Studi Pustaka Bio-Fisik Hidrologi

Tata Guna Lahan Sekunder Dinas Tata Ruang, Bappeda Kota Jakarta

Kelompok Data Jenis Data Bentuk Sumber Cara

Pengambilan

Umum

(35)

Tahap selanjutnya akan dihasilkan beberapa alternatif pengembangan dan pemecahan masalah sehingga dihasilkan alternatif perencanaan yang sesuai. Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian dan pengembangan ruang (zonasi) yang dilengkapi dengan fasilitas kawasan (perlindungan kanal dan rekreasi) untuk mendapatkan perencanaan lanskap rekreasi di bantaran Kanal Banjir Timur yang sesuai dengan tujuan perencanaan.

3. Konsep

Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan kanal dan (2) kegiatan rekreasi outdoor sebagai fungsi tambahan. Setelah itu konsep dikembangkan dengan tata ruang yang dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan manusia dan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan serta mengendalikan kualitas air. Adapun aktivitas rekreasinya dikembangkan berdasarkan keinginan masyarakat yang disesuaikan dengan tata guna lahan yang ada. Selain itu juga pemanfaatan bantaran diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang menggunakannya.

4. Perencanaan Lanskap

(36)
(37)

KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis

Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta Timur (Cipinang Besar, Cipinang Muara, Pondok Bambu, Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pulo Gebang, Ujung Menteng, Cakung Timur) dan dua Kelurahan di Jakarta Utara (Rorotan dan Marunda). Gambar 6 memperlihatkan cakupan wilayah penelitian.

Gambar 6. Kanal Banjir Timur

Sumber : http://kelana-tambora.blogspot.com

(38)

sungai Buaran, sungai Jati Kramat dan sungai Cakung yang kapasitas alirannya masih belum mampu menampung aliran banjir.

Kanal Timur bertujuan untuk melayani sistem drainase pada wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara seluas 270 km2 dan mengurangi 13 kawasan rawan genangan (Angke, Pesanggrahan, Grogol, Sekretaris, Mookervart, Krukut, Cideng, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung) sehingga wilayah tersebut tidak rawan lagi terhadap genangan banjir. Secara umum, potongan utara-selatan DKI Jakarta dapat terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Posisi DKI Jakarta pada Potongan Kawasan DKI Jakarta – Jawa Barat Sumber : http://bebasbanjir2025.wordpress.com

Kanal Banjir Timur diharapkan dapat mengendalikan banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara, dan diharapkan berfungsi sebagai motor penggerak pengembangan DKI Jakarta, yang akan mendorong pengembangan kawasan perkotaan, transportasi air, konservasi air (pengimbuh air tanah), pemukiman, perniagaan, pergudangan, perindustrian, pelabuhan dan menjadikan wilayah timur dan utara DKI Jakarta menjadi kawasan yang bernuansa Water Front City. Kapasitas Kanal Banjir Timur diperhitungkan mampu mengalirkan debit banjir 350 m3/s.

(39)

Kanal Timur dilengkapi dengan bangunan air sebagai berikut :

a. Bendung Gerak (Weir) terdapat pada 3 lokasi (Kel. Pondok Kelapa, Kel. Ujung Menteng & Kel. Marunda),

b. Inlet Sungai terdapat pada 7 Lokasi (Inlet Cipinang, Inlet Sunter, Inlet Buaran, Inlet Jatikramat, Inlet Cibening, Inlet Cakung, Inlet Blencong), c. Outlet Sungai terdapat pada 5 Lokasi (Outlet Cipinang, Outlet Sunter,

Outlet Buaran, Outlet Blencong),

d. Kolam Sedimen terdapat pada 1 Lokasi (Kel.Ujung Menteng),

e. Bangunan Terjun (Drop Structure) terdapat pada 2 Lokasi (Kel.Cipinang Besar),

f. Siphon Saluran Irigasi Bekasi Tengah (Kel.PuloGadung), g. Bangunan Inlet Drainase terdapat pada 19 Lokasi,

h. Jalan Inspeksi dan Saluran Gendong dikiri dan kanan Kanal Timur, i. Jembatan terdapat pada 24 Lokasi.

Manfaat yang diharapkan dari pembangunan Kanal Banjir Timur ini menurut Dinas Pekerjaan Umum Jakarta (2010) antara lain :

a. Terkendalinya banjir di sebagian wilayah Jakarta Timur dan di sebagian wilayah Jakarta Utara

b. Sarana konservasi air (pengimbuh air tanah) c. Sarana pelabuhan

d. Sarana pariwisata (rekreasi) , marina dan jalur sepeda e. Jalur hijau (green belt)

f. Motor penggerak pertumbuhan Wilayah Timur – Utara Jakarta

(40)

Gambar 8. Kondisi Trase 18 – 100 – 18 (22.375 m) Sumber : (BBWSCC, 2011)

Gambar 9. Kondisi Trase 18 – 300 – 18 (350 m) Sumber : (BBWSCC, 2011)

 

 

(41)

Gambar 10. Kondisi Trase 18 – 200 – 18 (850 m) Sumber : (BBWSCC, 2011)

Gambar 11. Pintu Bendung Gerak Sumber : (BBWSCC, 2011)

 

SIDE VIEW B - B

(42)

Kondisi Lingkungan

1. Topografi

Dilihat keadaan topografinya, wilayah DKI Jakarta dikategorikan sebagai daerah datar dan landai. Ketinggian tanah dari pantai sampai ke kanal banjir berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik nol Tanjung Priok. Sedangkan dari banjir kanal sampai batas paling Selatan dari wilayah DKI antara 5 m sampai 50 m di atas permukaan laut. Daerah pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang selalu tergenang air pada musim hujan. Di daerah bagian selatan banjir kanal terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian antara 50 m sampai 75 m (www.dephut.go.id).

2. Geologi dan Tanah

Seluruh dataran wilayah DKI Jakarta terdiri dari endapan aluvial pada zaman Pleistocent setebal ± 50 m. Bagian selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari Timur ke Barat pada Jarak 10 km sebelah Selatan pantai. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua. Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta mengikuti pola yang sama dengan pencapaian lapisan keras di wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m - 25 m. Makin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m - 15 m. (www.dephut.go.id)

Wilayah Kanal Banjir Timur seluruhnya terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang berumur sekarang. Lithostratigrafi satuan batuan yang tersingkap pada wilayah KBT berupa formasi aluvium dengan karakteristik lempung, lanau, pasir dan bongkah yang tersebar di wilayah Kelurahan Cipinang Besar Selatan dan Cipinang Muara (Tambunan, 2004).

3. Iklim

(43)

Cakung, jumlah curah hujan dipengaruhi oleh angin barat, yaitu pada bulan Februari dan Juli.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

1. Tata Guna Lahan

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam rangka membangun Kanal Banjir Timur sepanjang 23,6 kilomenter dan jalan tol lingkar luar Jakarta. Proyek Kanal Banjir Timur akan membebaskan lahan seluas 400 hektar di 13 kelurahan di Jakarta Timur dan Jakarta Utara (http://els.bappenas.go.id).

Gambar 12 memperlihatkan draft Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta (2011-2030). Dari draft RTRW tersebut, dapat diketahui pada bantaran KBT terdapat empat bentuk tata guna lahan yaitu (1) Pemukiman, (2) Perkantoran, Perdagangan dan Jasa (3) Industri dan Pergudangan, dan (4) RTH budidaya. Penggunaan lahan pada bantaran KBT (lebar 50 m) dapat dilihat pada Gambar 13.

(45)
(46)

Tabel 4. Penggunaan Lahan di Sekitar Bantaran KBT

Keterangan : Dihitung dengan cara digitasi dari peta penggunaan lahan eksisting dan draft RTRW (2011-2030)

Dari Tabel 4 diketahui bahwa RTH di semua segmen berdasarkan draft RTRW (2011-2030) direncanakan akan mengalami peningkatan luasan dengan persentase yang berbeda, setiap segmen harus memiliki RTH dengan kategori RTH budidaya. Hal ini mendukung perencanaan yang akan dibuat. Selain RTH, terdapat tiga bentuk alokasi lahan lainnya, yaitu :

a. Pemukiman

b. Perkantoran, Perdagangan dan Jasa c. Industri dan Pergudangan

Tiga bentuk penggunaan lahan ini memiliki pola RTH yang berbeda seperti yang tertera pada Tabel 5.

Kondisi

Eksisting Draft RTRW (+ / -)

Pemukiman 76 53 -23

RTH budidaya 24 47 23

Pemukiman 80 30 -50

RTH budidaya 12 51 39

Perkantoran, Perdagangan dan Jasa 8 19 11

Pemukiman 66 23 -43

RTH budidaya 25 48 23

Perkantoran, Perdagangan dan Jasa 4 16 12 Industri dan Pergudangan 5 13 8

Pemukiman 51 43 -8

RTH budidaya 49 57 8

Pemukiman 30 33 3

RTH budidaya 32 54 22

Industri dan Pergudangan 0 13 13

Lahan kosong 38 0 -38

RTH budidaya 30 46 16

Industri dan Pergudangan 12 54 42

Lahan kosong 58 0 -58

RTH budidaya 15 32 17

Industri dan Pergudangan 30 68 38

(47)

Tabel 5. Pola RTH

Sumber : diolah dari Inmendagri no.14/1988

Berdasarkan kondisi tersebut, maka kondisi optimal untuk perencanaan lanskap ruang terbuka rekreatif adalah segmen 1, 2, 3 dan 4 karena memiliki potensi pengunjung yang berasal dari kawasan pemukiman. Sedangkan pada segmen 5, 6, dan 7 direncanakan untuk dikembangkan menjadi daerah konservasi ataupun untuk melindungi konstruksi kanal. Simulasi pola RTH dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Simulasi pola RTH (tanpa skala) pada tiga bentuk kawasan (pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, serta industri dan pergudangan)

No. Penggunaan Lahan Fungsi Pendukung Penggunaan Lahan Bentuk

1 Pemukiman Rekreasi, keindahan, kenyamanan, interaksi sosial pada kawasan ini berkisar antara 5-20%

3 Industri dan Pergudangan Pencegah erosi, buffer, pengaman bantaran, konservasi air

(48)

Trase saluran Kanal Banjir Timur ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta:

a. SK Gubernur DKI Jakarta No. 121/1987, tanggal 17 Juni 1987 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan bidang tanah untuk pelaksanaan pembangunan Banjir Kanal Timur Tahap I mulai dari Kali Cipinang sampai dengan Buaran wilayah Jakarta Timur.

b. SK Gubernur DKI Jakarta No. 2714/2001, tanggal 24 September 2001 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan bidang tanah untuk pelaksanaan pembangunan Trase Banjir Kanal Timur dari Kali Buaran sampai dengan Laut Jawa.

c. SK Gubernur DKI Jakarta No. 285/2003, tanggal 29 Januari 2003 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan bidang tanah untuk pelaksanaan pembangunan Trase BKT untuk wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara. (BBWSCC, 2011).

Secara umum kondisi eksisting bantaran Kanal Banjir Timur dapat dilihat pada Gambar 15.

2. Penutupan Lahan

Secara umum kondisi bantaran Kanal Banjir Timur terdiri dari 37% Ruang Terbuka Hijau, 56% Ruang Terbuka non-Hijau dan 7% Ruang terbangun dengan batas 50 m dari kanal (diolah dari Google Earth 2010). Perbandingan persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

(49)
(50)

Pada bantaran Kanal Banjir Timur, terdapat beberapa jenis tanaman yang membentuk Ruang Terbuka Hijau, antara lain : Tanjung, Bintaro, Dadap Merah, Glodogan, Trembesi, Mahoni, tanaman liar dan lainnya. Sedangkan ruang terbuka non-hijau yang ada berupa lahan kosong, perkerasan, jalan inspeksi, jalur pedestrian dan badan air yang berupa permukaan kanal. Ruang terbangun yang ada terdiri dari bangunan, jalan, jembatan, turap dan lainnya.

Kondisi penutupan lahan yang ada saat ini mendukung rencana pemanfaatan bantaran untuk kegiatan rekreasi outdoor. Penataan ruang terbuka pada kawasan bantaran Kanal Banjir Timur harus didukung oleh pemenuhan proporsi dan distribusi RTH dengan cara mempertahankan RTH yang telah ada. Pemenuhan proporsi RTH dengan menambahkan luasan proporsi RTH pada area pemukiman (lahan kosong, ruang-ruang yang tercipta antar bangunan) dan sepanjang jalur sempadan kanal.

(51)

Segmen 1 Segmen 2

Segmen 3 Segmen 4

Segmen 5 Segmen 6

Segmen 7

(52)
(53)

Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 19, penutupan lahan yang berupa RTH paling banyak terdapat di Segmen 4. Namun secara keseluruhan, Ruang Terbuka di semua segmen dapat dimanfaatkan, namun harus disesuaikan dengan lebar antara kanal dengan wilayah terbangun yang ada (jalan, pemukiman, pasar, atau lainnya). Pada segmen 4, 5, 6 dapat dikembangkan untuk area hijau rekreasi karena sedikitnya area terbangun pada wilayah bantaran. Hal ini sesuai dengan RTRW (tata guna lahan) yang ada, dimana persebaran persentase RTH tiap segmen ditambah luasannya dan persebarannya hampir merata, sehingga hal ini sangat mendukung perencanaan pemanfaatan bantaran sebagai kawasan rekreasi dengan RTH sebagai elemen penunjangnya.

Tabel 6. Persentase Prakiraan Penutupan Lahan di Bantaran KBT

Sumber : diolah dari Google Earth (2010)

Gambar 19. Persentase Prakiraan RTH Tiap Segmen

Dari kondisi penutupan lahan tersebut, secara umum pola penutupan lahannya belum memiliki pola yang jelas, sehingga perlu ada penataan ruang yang lebih baik, misalkan RTH dan Ruang Terbuka di hulu diharapkan lebih banyak pada daerah bantaran dan semakin ke hilir semakin sedikit. Hal ini berkaitan

Draft RTRW (2011 – 2030)

Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka non-Hijau Ruang Terbangun

1 25,5 64 10,5 100

% Penutupan Lahan Bantaran (50 m dari kanal)

(54)

dengan pola pemukiman yang ada dan tingkat kebutuhan RTH dan Ruang Terbuka.

Pada Tabel 7 dapat dilihat karakteristik lanskap di sekitar bantaran KBT, mencerminkan lanskap di sekitar segmen 4, 5, 6, dan 7 didominasi oleh ruang terbuka. Maka, kawasan wilayah penyangga tersebut sudah cukup baik namun perlu dikembangkan untuk memaksimalkan potensi ruang terbukanya. Sedangkan pemukiman banyak terdapat pada segmen 1 dan 2. Sehingga ketiga segmen tersebut memiliki potensi calon pengunjung tapak terbanyak. Oleh karena itu, ketiga segmen tersebut perlu diutamakan dalam pengembangan ruang terbuka yang bersifat rekreatif.

Tabel 7. Karakteristik Lanskap di Sekitar Bantaran KBT

Sumber : diolah dari Google Earth (2010) dan BBWSCC (2011)

Untuk mengharmonisasikan pemukiman dengan bantaran sungainya, maka perlu ada Ruang terbuka pada jalur bantaran yang dapat menghubungkan masyarakat yang satu dengan lainnya (tempat berkumpul), solusinya dapat berupa dengan menambah RTH sebagai pemersatu elemen dan ruang yang bersifat rekreatif bagi masyarakat di sekitar bantaran (dengan kepadatan tinggi–sedang– rendah).

(Ha) (%)

1 Pemukiman dengan kepadatan tinggi, Bagian hulu 44,9 19,1

2 Pemukiman dengan kepadatan tinggi 46,8 19,9

3 Pemukiman dengan kepadatan sedang, Ruang terbuka

cukup banyak 37,1 15,8

4 Pemukiman dengan kepadatan rendah, Dominasi RTH,

Sediment Trap 30,2 12,8

5 Pemukiman dengan kepadatan rendah, Dominasi RTH 30,1 12,8

6 Pemukiman dengan kepadatan rendah, Dominasi RTH 30 12,8

7 Pemukiman dengan kepadatan rendah, Dominasi Ruang

Terbuka, Bagian Hilir (Titik nol laut) 16,1 6,8

Total 235,2 100

Karakteristik Lanskap di Sekitar Bantaran KBT

(55)

3. Kualitas Air

Pada umumnya, kualitas air di Kanal Banjir Timur termasuk golongan D. Berdasarkan pasal 3 SK Gubernur DKI Jakarta No.582 tahun 1995, golongan D berarti artinya air di wilayah tersebut memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi dan jumlah bakterinya telah melebihi baku mutu. Sehingga peruntukkan airnya hanya dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan juga dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air (Tambunan, 2004).

Tabel 8. Peruntukan Air Sungai di Wilayah KBT DKI Jakarta

Sumber : BPLHD (2009)

Berdasarkan Tabel 8, secara umum, kualitas air di Kanal Banjir Timur memang sudah buruk. Dengan kondisi kualitas air yang sudah tergolong ‘D’ itu, maka RTH dapat dikembangkan sebagi peluang untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Sungai Cipinang merupakan bagian dari sungai Sunter di mana kedua sungai ini bergabung menjadi satu di Pulo Gadung (Jalan Bekasi Timur) dengan nama sungai Sunter. Sungai Cipinang di bagian hulu menerima aliran debit dari Kali Baru Timut (di lokasi Pintu Hek Taman Mini), kondisi debit di hulu sungai Cipinang 0,14 – 4,20 m3/detik, setelah pertemuan dengan sungai Sunter debitnya berkisar 0,62 – 7,58 m3/detik.

Kualitas air sungai Cipinang sangat dipengaruhi oleh debit yang berasal dari hulunya (wilayah Jawa Barat), di mana pada saat debitnya rendah maka proses pencemaran telah terjadi dan kualitasnya menurun, hal ini terlihat dari kualitas di daerah hilir yang relatif lebih buruk dibandingkan di hulu sungai

Segmen Sungai Golongan Peruntukan Sungai

(56)

Cipinang (misal COD 64,48 mg/l dan BOD 45,87 mg/l). Keberadaan sungai Sunter yang bergabung dengan sungai Cipinang pada daerah hulu kualitasnya masih memenuhi baku mutu untuk pertanian (COD 22,79 mg/l dan BOD 13,94 mg/l) dengan debit air sungainya berkisar antara 0,53 m3/det – 7,90 m3/det.

Kualitas air sungai Sunter setelah bercampur dengan sungai Cipinang sudah tidak memenuhi baku mutu yaitu kandungan rerata COD 40,00 mg/l dan BOD 42,63 mg/l. Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas air sungai Sunter tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta untuk golongan D atau peruntukan usaha perkotaan dan pertanian (BPLHD, 2009).

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan masyarakat sekitar KBT tahun 2011, kualitas air kanal yang buruk dan terdapat banyak sampah ternyata penyebabnya berasal dari outlet sungai yang masuk ke kanal tersebut. Dari hasil wawancara, diperoleh bahwa jarang masyarakat yang langsung membuang sampahnya ke kanal karena jaraknya yang agak jauh dan terhalang jalur lalu lintas kendaraan, terkecuali memang ada orang yang benar-benar berniat untuk membuang sampah kesana. Maka solusi untuk perencanaan lanskapnya adalah perlu ada treatment pada setiap outlet sungai yang masuk ke kanal tersebut dan perlu dibuatnya banyak ruang pada bantaran untuk berkumpulnya orang-orang, sehingga orang akan enggan dan malu untuk membuang sampah di kanal tersebut. Selain itu perlu adanya tempat sampah pada bantaran dan upaya pelarangan membuang sampah ke sungai dan kanal.

Untuk meningkatkan kualitas air, dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang dapat meminimumkan masuknya bahan pencemar ke dalam air. Misalkan dengan penataan RTH yang merupakan teknologi lingkungan (biotechnology) yang disarankan pada wilayah perkotaan untuk memperbesar jumlah ketersediaan air dalam tanah (konservasi air tanah).

4. Penduduk dan Pengguna Kawasan Potensial

(57)

Jaya, dengan kepadatan penduduk 46,082 jiwa/km2. Uraian rinci mengenai jumlah, kepadatan dan pertumbuhan penduduk per-segmen di kawasan KBT dapat dilihat pada berikut:

Tabel 9. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Sumber : diolah dari UDGL Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta (2010)

Dari Tabel 9 tersebut, terlihat bahwa secara umum dari hulu ke hilir kepadatan penduduk semakin berkurang, selain itu kepadatan penduduk tertinggi ada pada segmen 1 dan 2. Sehingga tingkat kebutuhan ruang terbuka rekreatif di segmen 1 dan 2 akan lebih besar jika dibandingkan dengan segmen lainnya. Hal ini berhubungan dengan potensi pengguna tapak yang berasal dari segmen tersebut. Berdasarkan hasil kuisioner (Lampiran 4), gambaran secara umum keinginan masyarakat terhadap pemanfaatan bantaran KBT dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bentuk Rekreasi yang Diinginkan Masyarakat

3 Pulo Gebang, Ujung Menteng 48.375 6,86 7.052

4 Ujung Menteng, Cakung Timur 25.268 9,81 2.576

5 Cakung Timur, Rorotan 14.209 4,43 3.207

6 Rorotan, Marunda 36.514 10,64 2.515

7 Marunda 21.106 7,92 1.720

484.248 63,91 7.577

Cipinang Besar, Cipinang Muara, Pondok Bambu, Duren Sawit

Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pulo Gebang

1 jogging, bermain, bersepeda duduk-duduk, berkumpul, bersantai 2 jogging, bermain, bersepeda duduk-duduk, berkumpul, bersantai 3 jogging, bermain, bersepeda duduk-duduk, berkumpul, bersantai

4 jogging, bermain, bersepeda duduk-duduk, bersantai, berfoto

5 jogging, bermain, bersepeda duduk-duduk, bersantai

6 duduk-duduk, bersantai

7 duduk-duduk, bersantai

(58)

Dari Tabel 10 tersebut dapat dilihat bahwa rekreasi aktif diinginkan masyarakat yang berada pada segmen 1 sampai dengan 5, hal ini karena segmen tersebut banyak terdapat pemukiman yang merupakan potensi pengunjung yang akan melakukan rekreasi di daerah tersebut. Sedangkan kegiatan rekreasi pasif diinginkan olah masyarakat pada semua segmen.

Gambar 20. Preferensi Akses untuk Mengunjungi Bantaran (%)

Gambar 21. Preferensi Penggunaan Pagar (%)

Gambar 20 memperlihatkan bahwa masyarakat menginginkan akses yang terbuka untuk mengunjungi bantaran (tapak) sebagai ruang terbuka rekreatif. Selain itu, Gambar 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa perlu adanya penggunaan pagar untuk kepentingan keamanan. Sehingga, akses yang terbuka dan penggunaan pagar dapat diaplikasikan dan disesuaikan pada rencana tapak.

Hasil Analisis

(59)

lainnya agar kondisi bantaran yang ada dapat menjadi lebih baik. Matriks kondisi, analisis dan sintesis untuk perencanaan lanskapnya dapat terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Matriks Data, Analisis dan Sintesis

Untuk mendukung pemanfaatan bantaran sebagai ruang terbuka rekreatif, maka perlu adanya peningkatan kualitas kondisi bantaran, seperti pada kondisi fisik eksisting yang ada (bagian dari rencana pengembangan untuk mengakomodasi kepentingan rekreasi), antara lain :

a. Tanah, di perkotaan sudah tak asli lagi tetapi sudah tercemar, untuk mengatasinya dalam penataan lanskap bantaran tersebut dapat berupa penambahan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, namun tanah yang ada masih dapat dimanfaatkan.

b. Penataan landcover diharapkan minimum perubahan, kalaupun ada yang kurang sesuai, maka akan diganti secara bertahap.

c. Topografi relatif datar, oleh karena itu tidak ada masalah erosi.

d. Kondisi iklim Kanal Banjir Timur dapat dikatakan kurang nyaman. Sehingga solusi yang dapat diterapakan untuk meningkatkan kenyamanan di kawasan tersebut adalah dengan menambah tanaman untuk menaungi dan juga sebagai upaya ameliorasi iklim.

No. Data Analisis Sintesis

1 Tata Guna Lahan

Luasan pemukiman eksisting yang ada sebagian besar sudah melebihi draft RTRW, selain itu persentase RTH budidaya pada draft RTRW direncanakan ditambah pada setiap segmennya.

2 Penutupan Lahan

Masih banyak RTH dan Ruang Terbuka non-Hijau yang dapat dikembangkan, namun belum memiliki pola yang jelas.

3 Kualitas Air

Secara umum, kualitas air di Kanal Banjir Timur sudah buruk karena banyaknya sampah yang dibawa outlet

sungai yang masuk ke kanal.

4

Penduduk dan Pengguna Kawasan Potensial

Secara umum, kepadatan penduduk dari hulu ke hilir semakin berkurang. Bentuk aktivitas rekreasi yang diinginkan masyarakat berupa rekreasi aktif dan pasif.

Bantaran dikembangkan sebagai ruang terbuka rekreatif dan dapat melindungi fungsi kanal, dimana model rekreasi yang direncanakan disesuaikan dengan tata guna lahan pada draft RTRW, dengan memanfaatkan RTH yang sudah ada, dan juga perlu adanya perlindungan (buffer) dari outlet sungai yang masuk ke kanal.

(60)

= Zona Model Rekreasi – Pemukiman

e. Air merupakan sumberdaya yang harus dijaga dengan baik, oleh karena itu perlu ada perlindungan (buffer) di daerah pinggiran sebelum air masuk ke kanal. Pada bagian tertentu diberi tanaman, dalam hal ini tanaman hanyalah sebagai elemen pendukung rekreasi.

Sintesis

Berdasarkan kondisi Tata Guna Lahan dan Keinginan Masyarakat yang ada, maka dapat dibuat pengembangan zonasi bantaran yang dapat dilihat Tabel 12.

Tabel 12. Pengembangan Zonasi Bantaran

Keterangan :

Dari matriks Tabel 13 tersebut, maka dapat dilihat pada perencanaan lanskapnya akan didapat empat model yang berbeda untuk masing-masing penggunaan lahannya. Pengembangan bantaran didasarkan atas pemanfaatan RTH yang sudah ada dan setiap segmen yang disesuaikan dengan draft RTRW yang ada. Adapun pengembangan modelnya disesuaikan dengan bentuk penggunaan lahan yang ada disepanjang bantaran Kanal Banjir Timur tersebut dengan mengacu pada matriks pengembangan zonasi bantaran (kegiatan rekreasi aktif atau pasif). Lebar bantaran yang ingin dikembangkan yaitu antara 15-40 meter (disesuaikan dengan ketersediaan lahan di lokasi tersebut). Model pengembangan lanskap bantaran dapat terlihat pada Tabel 13. Sedangkan Rencana Blok disajikan pada Gambar 22.

= Zona Model Rekreasi – Perkantoran, Perdagangan dan Jasa = Zona Model Rekreasi – Industri dan Pergudangan

(61)

46

Kawasan Segmen Konsep Perencanaan Eksisting Penerapan Total Kanal

Pemukiman 1,2,3,4,5

Pemukiman yang memiliki taman dan tegakan pohon sebagai tempat untuk interaksi sosial, beristirahat dan kegiatan lainnya

Belum adanya pemanfaatan ruang terbuka untuk tempat berkumpul yang bersifat rekreatif, hanya ada

jalur hijau dan jogging track

Pemanfaatan ruang

Kawasan ini diharapkan memiliki ruang terbuka yang estetis untuk menyegarkan aktivitas kerja yang padat

Banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan, tapi sudah ada

Industri dan Pergudangan 3,5,6,7 Area industri yang memiliki RTH berupa

tegakan pohon yang berfungsi sebagai buffer

Area untuk industri belum banyak dikembangkan menambah luasan sesuai yang direncanakan pada RTRW

RTH yang ada sudah cukup banyak namun kurang tertata dan perlu pemanfaatan yang lebih sesuai

Proporsi dan distribusi ruang terbuka yang sesuai tiap segmennnya

(62)
(63)

PERENCANAAN LANSKAP

Konsep dan Pengembangannya

Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan (2) kegiatan rekreasi outdoor. Upaya perlindungan fungsi kanal dilakukan dengan penataan ruangnya, yaitu dengan cara menetapkan ruang 1-2 meter dari kanal tidak boleh ada apa-apa dan dilakukan pemagaran atau dinding pembatas, tapi pada beberapa tempat dilindungi dengan konstruksi yang memiliki fungsi tangga ataupun teras yang dapat digunakan untuk duduk-duduk. Rekreasi yang direncanakan diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat yang sesuai dengan lingkungan perkotaan, juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat kota

Ruang terbuka rekreatif yang dikembangkan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan ruang terbuka yang ada.. Ruang terbuka yang dibuat diharapkan dapat menciptakan harmoni tata lingkungan perkotaan sehingga memberikan unsur keindahan dan memberikan ruang gerak bagi segenap masyarakat yang memerlukannya. Kegiatan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) yang ditawarkan (dikembangkan) antara lain : duduk-duduk, bermain, berjalan-jalan, olah raga, beristirahat, berkumpul, dan berfoto. Adapun pengembangan model Ruang Terbuka di setiap kawasannya akan memiliki perlakuan masing-masing yang sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference)

(64)

Tata Ruang

Ruang yang akan dikembangkan adalah ruang terbuka publik khususnya ruang terbuka hijau yang merupakan salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan saat ini dan dapat menjadi paru-paru kota. Di ruang terbuka publik itu, warga dapat bersosialisasi melalu berbagai kegiatan seperti olahraga, bercengkerama, rekreasi, diskusi, dan lainnya. Anak-anak bisa bermain dengan leluasa di bawah teduhnya pohon-pohon yang rimbun. Ruang yang direncanakan ini dapat menjadi tempat rekreasi dan olahraga yang menyenangkan tanpa harus mengeluarkan biaya.

Pemanfaatan ruang dibagi menjadi beberapa model rekreasi yang disesuaikan dengan draft RTRW yang ada (Tabel 14). Secara umum, pengembangan tata ruang pemanfaatan bantaran dapat dilihat pada Gambar 23.

Tabel 14. Pembagian Ruang Model Rekreasi

Gambar 24. Pengembangan Tata Ruang Bantaran KBT Secara Umum

Jalur sirkulasi pada bantaran direncanakan ada dua yaitu : 1) jalur sirkulasi utama yang berupa jalur sepeda dan jogging track yang menghubungkan satu

SIRKULASI

Ha %

1 Model Rekreasi - Pemukiman 61,1 26

2 Model Rekreasi - Perkantoran,

Perdagangan dan Jasa 11,7 5

3 Model Rekreasi - Industri dan

Pergudangan 49,7 21

4 Model Rekreasi - RTH Budidaya 112,5 48

Total 235 100

Luas Ruang

Gambar

Gambar 2.  Lokasi Penelitian (tanpa skala)
Gambar 3. Pembagian Segmen Kawasan Penelitian
Tabel 3. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data
Gambar 5. Diagram Tahapan Perencanaan
+7

Referensi

Dokumen terkait