• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimization High Performance Liquid Chromatographic Fingerprint of sappan wood (Caesalpinia sappan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimization High Performance Liquid Chromatographic Fingerprint of sappan wood (Caesalpinia sappan)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan)

RETNO DJULAIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

   

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pencarian dan Pengoptimuman

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia

sappan) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Retno Djulaika

(4)
(5)

   

ABSTRACT

RETNO DJULAIKA. Optimization High Performance Liquid Chromatographic

Fingerprint of sappan wood (Caesalpinia sappan). Under direction of LATIFAH

K. DARUSMAN and RUDI HERYANTO

Mixture design has been applied for optimization of Caesalpinia sappan

chromatographic fingerprint. The design applied for unreplicated and simultaneous optimization of HPLC mobile phase mixture. Ethanol extracts with highest antioxidant activity resulted from sonication extraction method was chosen for HPLC analysis . The reversed phase chromatographic mobile phase in simplex centroid design consist of varying proportion of methanol 50 %, methanol: water: TFA (25: 75: 0.025 v/v), and methanol: water: TFA (15: 85: 0.035 v/v). Ethanol 70 % extract of sappan analyzed with ten mobile phase and monitored at 254 and 280 nm. Correlation between HPLC mobile phase and a number of peak analyzed statistically by SAS 9.2. The root mean square errror of calibration (RSMEC) and root mean square errror of calibration (RSMEP) at 254 and 280 nm, were 8.3006 and 8.29659, 3.88730 and 4.85193 respectively. Optimum condition obbtained when ethanol 70 % extract eluted by methanol: water: TFA (15: 85: 0.035 v/v), with the 15 number of peaks.

(6)
(7)

RETNO DJULAIKA. Pencarian dan Pengoptimuman Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan). Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan RUDI HERYANTO.

Secang (Caesalpinia sappan) merupakan bahan baku obat herbal yang memiliki khasiat sebagai pembersih darah, antikanker, immunostimulan, antimikroba, serta antibakteri. Sejauh ini kualitas secang ditentukan berdasarkan kandungan senyawa tunggal yaitu brazilin. Hal ini dinilai kurang memadai karena khasiat obat herbal disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis.

Penggunaan sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk kontrol kualitas obat herbal dapat menjadi pendekatan yang efektif karena dapat menjelaskan karakteristik obat herbal secara komprehensif. Pada penelitian ini dilakukan pengoptimuman sidik jari KCKT ekstrak kayu secang menggunakan bantuan mixture design. Kayu secang yang digunakan berasal dari Semarang dengan kadar air 8.44 ± 0.24 % dan siap untuk diekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan dua teknik yang berbeda yaitu teknik sonikasi dengan waktu ekstraksi 3 x 0.5 jam dan maserasi dengan waktu ekstraksi 3 x 24 jam menggunakan pelarut etanol 70 %, memberikan nilai rendemen dan IC50 berturut-turut 10.30 ± 2.24 %

dan 25.37 ± 0.45 µg/mL, 12.87 ± 0.52 % dan 89.92 ± 3.11 µg/mL. Ekstrak etanol secang dipisahkan dengan KCKT fase terbalik menggunakan sepuluh kombinasi fase gerak sesuai mixture design yang mengambil bentuk simplex-centroid.

Rancangan ini digunakan untuk mempelajari pengaruh fase gerak tunggal, campuran dua fase gerak, dan campuran tiga pelarut terhadap sidik jari kromatografi yang dihasilkan. Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol 50 %, metanol:air:TFA (25:75:0.025 v/v), dan metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v).

Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram KCKT ekstrak kulit kayu secang dihitung berdasarkan kriteria nilai resolusi dan rasio sinyal terhadap derau (S/N). puncak diakui dan dihitung jika memiliki nilai resolusi ൒ 1 dan nilai S/N ൒ 3. Nilai resolusi ൒ 1 digunakan sebagai batasan karena suatu puncak dikatakan terpisah apabila memiliki nilai resolusi ൒ 1 (Dong 2006). Nilai S/N ൒ 3 dipilih karena nilai ini umum digunakan untuk menentukan nilai limit deteksi (Bliesner 2006). Informasi nilai resolusi dan S/N diperoleh melalui pengolahan kromatogram ekstrak menggunakan perangkat lunak LC solution yang terintegrasi dengan KCKT Shimadzu varian LC-20 AD yang digunakan pada penelitian ini.

Model interaksi fase gerak yang menggambarkan pengaruh fase gerak KCKT terhadap jumlah puncak KCKT dibangun dari sepuluh data dengan menggunakan perangkat lunak SAS 9.2.

Pengolahan data dimulai dengan menentukan nilai koefisien setiap interaksi fase gerak KCKT menggunakan persamaan:

ŷ = b1x1 + b2x2 + b3x3 + b12x1x2 + b13x1x3 + b23x2x3 + b123x1x2x3

(8)

model interaksi fase gerak. Untuk panjang gelombang 254 nm didapatkan model interaksi fase geraknya ŷ = 20.78x2 + 14.87x3, sedangkan model interaksi fase

gerak pada panjang gelombang 280 nm adalah ŷ = 9.30x2 + 13.76x3. Model

interaksi fase gerak yang dibangun menunjukkan bahwa fase gerak yang berpotensi meningkatkan puncak pada deteksi dengan panjang gelombang 254 dan 280 nm adalah metanol:air:TFA (25:75:0.025) dan metanol:air:TFA (15:85:0.035).

Nilai root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean

square error of prediction (RMSEP) untuk panjang gelombang 254 dan 280 nm

berturut-turut adalah 8.30060 dan 8.29659, 3.88730 dan 4.85913. Berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP, model interaksi fase gerak terbaik dibangun dari data pada panjang gelombang deteksi 280 nm karena memiliki nilai RMSEC dan RSMEP yang lebih kecil dibanding pada panjang gelombang 254 nm.

Optimasi dilakukan berdasarkan profil KCKT yang diperoleh, model interaksi fase gerak terbaik, dan plot kontur ekstrak. Kondisi optimum pada deteksi dengan panjang gelombang 280 nm dicapai saat ekstrak etanol 70 % dipisahkan dengan fase gerak metanol: air: TFA (15:85:0.035 v/v) yaitu dengan jumlah puncak terdeteksi 15.

(9)

   

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

   

PENCARIAN DAN PENGOPTIMUMAN FASE GERAK SIDIK

JARl KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI EKSTRAK

KAYU SECANG (

Caesalpinia sappan

)

RETNO DJULAIKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Sappan)

Nama : Retno Djulaika

NIM : G451090101

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. Ketua

Diketahui

Ketua Program Mayor Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Se.Agr.

(14)
(15)

   

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juli 2011 ini ialah Pencarian dan Pengoptimuman Fase Gerak Sidik Jari Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan).

Ucapan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. dan Rudi Heryanto S.Si, M.Si selaku pemnimbing, atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral, Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan pada Wulan Tri Wahyuni S.Si, M.Si, Ibu Ani andriati S.Si, M.Si yang telah memberikan banyak saran dan masukan, Agung Zaim STP, M.Si dari Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah membantu selama pengujian bahan. Terimakasih kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah memberikan tema penelitian dalam grup penelitian kayu secang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Abang Zulfahmi, Nabiha, Abida, dan Tsabita serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan pengorbanannya, Yenti Hariyani, Tri Hayati, Yusridah Hasibuan dan rekan-rekan pascasarjana mayor kimia angkatan 2009 atas dorongan semangat dan bantuannya serta kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan penulis selama menjalani program pascasarjana Kimia IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2011

(16)
(17)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 08 Agustus 1977 dari pasangan Bapak Djahri dan Ibu Suwarsi (alm). Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN Wiradesa dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar (D-3 Kehutanan), dan Biokimia (S1-FKH) pada tahun 2000.

(18)
(19)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

PENDAHULUAN ... 1

Metode Pengujian DPPH ... 10

Pengoptimuman Kondisi Kromatografi ... 10

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tiga faktor simplex-centroid ... 9

2 Penentuan kadar air ... 14

3 Nilai IC50 ekstrak kayu secang………. ... 15

4 Desain variabel dan respon ………. ... 18

5 Model interaksi fase gerak pada panjang gelombang 254 dan 280 nm…... 19

6 Nilai RMSEC dan RSMEP pada panjang gelombang 254 dan 280 nm….. 20

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman secang ... 3 2 Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH ... 5 3 Simplex-lattice, simplex-centroid, simplex-centroid dengan axial design ... 8

4 Komposisi fase gerakKCKT sesuai dengan mixture design ... 12

5 Kromatogram KCKT ekstrak etanol 70 % dengan fase gerak

metanol: air: TFA (15:85:0.035 v/v) ... 17

6 Sidik jari KCKT pada panjang gelombang 280 nm ... 22

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bagan alir penelitian ... 25 2 Penentuan kadar air ... 26 3 Penentuan aktivitas antioksidan ... 26

(23)

   

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman yang

memiliki banyak khasiat dalam pengobatan di antaranya sebagai pembersih darah,

antikanker (Park et al. 2002; Eun et al. 2005), ekspektoran, antioksidan

(Yingming et al. 2004), immunostimulan, antimikroba (Lim et al. 2007),

antikomplementary, antibakteri (Xu & Lee 2004) serta antimikroba (Lim et al.

2007). Secang dapat dikembangkan sebagai bahan antioksidan dalam kosmetik

dan antijerawat (Batubara et al. 2010). Di Indonesia, secara tradisional secang

digunakan untuk perawatan kulit oleh masyarakat di kepulauan Sumbawa. Secang

juga digunakan sebagai pewarna merah alami pada minuman tradisional

masyarakat Betawi, yang dikenal dengan nama bir pletok. Oleh karena banyaknya

manfaat dari secang maka perlu dilakukan kendali mutu ekstrak secang.

Metode yang umum digunakan dalam proses standardisasi/kontrol kualitas

bahan baku atau ekstrak penyusun obat herbal adalah dengan menunjukkan kadar

satu atau beberapa senyawa penciri. Namun demikian, analisis senyawa penciri

untuk kontrol kualitas dinilai kurang memadai karena khasiat tanaman obat

disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis (Liang

et al. 2004) sehingga diperlukan suatu metode analisis untuk mengatasi masalah

tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan multi komponen

atau analisis sidik jari.

Analisis sidik jari kromatografi telah digunakan dalam kontrol kualitas

tanaman dan produk akhirnya, serta menjadi teknik yang sangat berguna untuk

kontrol kualitas obat-obat herbal (Lai et al. 2007; Delaroza dan Scarminio 2008).

Analisis sidik jari membantu dalam hal klasifikasi dan validasi spesies botani serta

kontrol kualitas dari tanaman obat (Borges et al. 2007). Model kontrol kualitas

berdasarkan sidik jari kromatografi dapat menjadi teknik alternatif untuk

memonitor kualitas tanaman obat. Seluruh senyawa kimia yang dikandung oleh

tanaman obat tertentu dapat ditampilkan dalam sidik jari kromatografi sehingga

(24)

2009). Teknik ini telah direkomendasikan untuk kontrol kualitas tanaman obat

oleh Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency

(EMEA) (Borges et al. 2007). Bahkan pada tahun 2004, State Food & Drug

Administration of China (SFDA) mewajibkan semua obat-obat suntik yang dibuat

dari tanaman obat atau material kasarnya harus distandarisasi dengan sidik jari

kromatografi (Lai et al. 2007).

Dalam rangka mengembangkan model kontrol kualitas tanaman secang,

diperlukan sidik jari kromatografi ekstrak secang yang informatif dan mampu

menampilkan semaksimal mungkin komponen kimia dengan resolusi yang baik.

Sidik jari ekstrak secang yang informatif dapat diperoleh melalui pengoptimuman

faktor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas

puncak kromatografi. Faktor tersebut meliputi metode dan pelarut ekstraksi,

kondisi instrumen kromatografi, dan fase gerak kromatografi (Borges et al. 2007).

Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sa´diah et al. (2010) yang telah mengembangkan kontrol kualitas

ekstrak etanol 50 % kayu secang berdasarkan senyawa penciri brazilin, dengan

fase gerak metanol dan trifluoraasetat 0.05 % (TFA 0.05 %) secara gradien. Pada

penelitian ini akan dikembangkan metode kontrol kualitas ekstrak etanol 70 %

kayu secang berdasarkan analisis sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) dengan tetap melibatkan senyawa penciri. Pengoptimuman dilakukan

terhadap fase gerak KCKT. Komposisi fase gerak KCKT menentukan baik

tidaknya pemisahan setiap senyawa yang dikandung dalam ekstrak secang dalam

KCKT.

Tujuan

Penelitian bertujuan melakukan pengoptimuman fase gerak KCKT dengan

mixture design untuk memperoleh sidik jari kromatografi ekstrak secang yang

(25)

   

TINJAUAN PUSTAKA

Secang (Caesalpinia sappan)

Tanaman secang termasuk famili fabaceae. Tanaman ini merupakan

tumbuhan perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak, dengan tinggi

mencapai 5-10 m. Batang dan percabangannya berduri, berwarna coklat

keunguan, sedangkan ranting dan tunasnya berbulu kecoklatan. Daunnya

bertumpu, bersirip ganda, dan panjangnya mencapai 50 cm. Bunganya berwarna

kuning dan berbuah polong yang merekah setelah matang. Akarnya berserabut

dan berwarna gelap (Gambar 1).

Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).

Tanaman secang tersebar di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika. Hasil

isolasi yang dilakukan terhadap secang menunjukkan adanya senyawa diterpenoid

(Yodsaue 2007), senyawa aktif flavonoid dan fenolik, yaitu 4-0-metilsapanol,

protosappanin A, protosappanin B, protosappanin E, brazilin, brazilein, caesalpini,

brazilide A, neosapanone, 7,3,4-trihidroksi-3-benzil-2H (Batubara at al. 2010).

Secang merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak khasiat dalam

pengobatan di antaranya sebagai pembersih darah, antikanker (Park et al. 2002;

(26)

Lee 2004), serta immunostimulan, antimikroba (Lim et al. 2007). Secang dapat

dikembangkan sebagai bahan antiioksidan dalam kosmetik. Ekstrak metanol

maupun ekstrak etanol 50% merupakan ekstrak yang paling berpotensi sebagai

antijerawat berdasarkan aktivitasnya menghambat pertumbuhan bakteri

propionibakterium acnes, serta menghambat aktivitas lipase (Batubara et al.

2010).

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif

dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung

pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang

akan diisolasi (Harborne 1987).

Metode ekstraksi maserasi umum digunakan untuk mengekstraksi sampel

yang relatif tidak tahan panas. Metode ini hanya dilakukan dengan merendam

sampel dalam suatu pelarut dengan jangka waktu tertentu, biasanya dilakukan

selama 24 jam tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan metode ini diantaranya

sederhana dan bisa menghindari kerusakan komponen senyawa akibat panas.

Kelemahan metode ini ditinjau dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak

efektif dan efisien karena jumlah pelarut relatif banyak dan waktunya lebih lama

(Meloan 1999).

Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan

frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan

pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan

massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat.

Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi,

yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi

gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel

tanaman (Ashley et al. 2001).

Aktivitas Antioksidan

Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

(27)

   

adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal

bebas. Terdapat dua kategori antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan

sintetik. Antioksidan alami dapat berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid,

dan antioksidan), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan

amina), atau karotenoid seperti asam askorbat (Apak et al. 2007).

Antioksidan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan seperti mencegah

penyakit kanker, mencegah penuaan dini, kerusakan kulit dan penyakit-penyakit

lain (Yuwono 2009). Sebagian besar penyakit jerawat dengan kondisi kronis dapat

disebabkan oleh stres oksidatif, sehingga diperlukan antioksidan untuk

mengurangi stres oksidatif tersebut pada penderita penyakit jerawat kronis

(Batubara et al. 2009).

Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan menggunakan metode

penangkapan radikal bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidracyl). DPPH

adalah suatu radikal bebas stabil, berwarna ungu dalam larutan dan dapat bereaksi

dengan radikal lain membentuk suatu senyawa stabil. Selain itu DPPH juga dapat

bereaksi dengan atom hidrogen (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH

tereduksi (DPPH Hidrazin) yang stabil. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan

persentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko

dikurangi absorbansi sampel. Metode DPPH adalah metode yang cepat, mudah,

dan sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan

(Pourmorad 2006).

1,1-difenil-2-pirilhidrazil 1.1-difenil-2-pikrilhidrazin (ungu) (kuning)

Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Prakash 2001).

(28)

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memisahkan komponen

berdasarkan interaksi komponen dengan fase gerak berupa cairan dan fase diam.

Fase gerak mengalir dengan bantuan tekanan. Komponen yang dipisahkan

teramati sebagai puncak dengan waktu retensi tertentu. Kadar komponen

ditunjukkan oleh luas masing-masing puncak (Ahuja & Rasmussen 2007).

Hasil pemisahan KCKT disajikan dalam kromatogam atau sidik jari

kromatografi. Parameter yang diukur pada analisis sidik jari KCKT meliputi

waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas puncak. Parameter yang banyak

digunakan untuk evaluasi sidik jari kromatografi adalah jumlah puncak (Borges et

al. 2007; Delaroza & Scarminio 2008). Puncak yang diharapkan adalah puncak

yang tajam. Beberapa parameter kromatogram diantaranya adalah nilai resolusi,

jumlah pelat teoritis (N), dan rasio sinyal terhadap derau (S/N).

(1) Resolusi menggambarkan keterpisahan dua buah pita atau puncak. Puncak

dikatakan benar-benar terpisah jika memiliki nilai R > 1.5, ukuran keterpisahan

antar puncak dapat dihitung dengan menggunakan rumus R=2(tRB–tRA)/wA+wB;

(2) Jumlah pelat teoritis (N) berhubungan dengan efisiensi kolom yang berkaitan

dengan kemampuan untuk menghasilkan puncak yang tajam, N dihitung secara

eksperimental melalui persamaan N = tR2/W atau N = 16 VR2/W; (3) Rasio sinyal

terhadap derau (S/N), sinyal adalah informasi yang diinginkan, selain

menghasilkan sinyal yang diinginkan, instrumen yang digunakan juga

menghasilkan noise atau derau, yang dapat merupakan nilai limit deteksi alat,

pengaruh arus, atau interferen (Currell 2000).

KCKT banyak digunakan untuk kontrol kualitas Tradicional Chinese

medicines (TCM) karena memiliki katelitian yang tinggi, sensitif, dan memiliki

ketersalinan yang baik (Zhang et al. 2008). Sidik jari kromatografi memberikan

informasi yang lebih banyak, valid, dan efisien dalam kontrol kualitas obat herbal

dibandingkan dengan metode analisis tradisional (Lai et al. 2007). Sidik jari

kromatografi obat herbal yang dihasilkan bersifat sangat khas. Sidik jari

mempresentasikan senyawa aktif yang terdapat dalam obat herbal dan interaksi

yang terjadi antara komponen aktif maupun antara komponen aktif dengan fase

(29)

   

kualitas Schisandra chinensis (Zhu et al. 2007), green tea (Almeida & Scarminio

2007), Bauhinia variegata (Delaroza & Scarminio 2008), Resina draconis (Cao et

al. 2008), dan Ganoderma lucidum (Chen et al. 2008), Ayurvedic churna

(Chitlange et al. 2009), Phyllanthus niruri (Wahyuni 2010), Artemisia selengensis

(Peng et al. 2011). Sidik jari juga cocok digunakan untuk identifikasi dan

membedakan sampel yang berasal dari daerah berbeda (Zhu et al. 2007).

Pengoptimuman Fase Gerak KCKT dengan Mixture Design

Pengoptimuman kondisi pemisahan KCKT dilakukan untuk memperoleh

hasil pemisahan dengan resolusi yang baik, robust, dan cepat. Pengoptimuman

dapat dilakukan terhadap fase gerak, fase diam, suhu pemisahan, dan kondisi

deteksi. Pengoptimuman fase gerak paling sering dilakukan (Borges et al. 2007).

Rancangan percobaan yang sering digunakan pada pengoptimuman fase gerak

ialah mixture design (Borges et al. 2007; Delaroza & Scarminio 2008),

mixture-mixture design (Wahyuni 2010).

Mixture design digunakan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa

komponen yang jumlah totalnya konstan, yaitu 100%. Respon yang diperoleh

merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap komponen dalam sistem. Pada mixture

design dapat digunakan 2 komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen

yang terlibat akan menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk

menggambarkan mixture. Saat 2 komponen terlibat, maka profil campuran

komponen akan mengikuti garis lurus, saat tiga komponen akan berbentuk

segitiga, berbentuk tetrahedron saat empat komponen digunakan, dan seterusnya.

Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi mixture disebut sebagai

simplex. Pada praktiknya metode simplex banyak digunakan dalam optimasi.

Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat. Daerah optimum adalah jenis

optimasi selektivitas pada pemisahan dengan KCKT, yaitu perubahan elusi

(30)

x1 x1 x1

x2 x3 x2 x3 x2 x3

(a) (b) (c)

Gambar 3. Simplex-lattice (a), simplex-centroid (b), simplex-centroid dengan axial design (c)

Saat digunakan tiga komponen mixture design dapat mengikuti rancangan

simplex-lattice, simplex-centroid, maupun simplex-centroid dengan axial design.

Contoh sederhana ketiga rancangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 3. Pada

rancangan campuran berbentuk simplex-lattice titik-titik yang digunakan tersebar

di sepanjang sisi simplex . Jika diamati lebih lanjut rancangan ini fokus pada

pengaruh komponen tunggal dan kombinasi dua komponen dengan berbagai

ragam proporsi terhadap respon yang dihasilkan. Pada rancangan

simplex-centroid, selain pengaruh sistem tunggal dan biner dipelajari juga pengaruh

kombinasi tiga komponen (pada titik tengah/centroid). Untuk k faktor yang

terlibat, jumlah eksperimen ialah 2k-1 buah dan melibatkan kombinasi proporsi 1,

½, sampai 1/k. Pada simplex–centroid dengan axial design, pengaruh komponen

tiga komponen diperbanyak dengan menambah titik pada daerah axial (Brereton

2005).

Pada rancangan percobaan mengikuti simplex-centroid ada tujuh titik yang diukur

yaitu, 3 titik faktor tunggal, 3 titik interaksi 2 faktor, dan 1 titik interaksi 3 faktor

(Tabel 1).

Pengolahan data dimulai dengan menentukan nilai koefisien setiap interaksi

fase gerak KCKT menggunakan persamaan berikut (Almeida & Scarminio 2007)

ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 ……….. (2)

ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a1a2x1x2 + a1a3x1x3 + a2a3x2x3 ……… (3)

ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a1a2x1x2 + a1a3x1x3 + a2a3x2x3 + a1a2a3x1x2x3… (4)

(31)

   

Tabel 1. Tiga faktor simplex-centroid

(32)
(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai dengan Juli 2011 di Pusat

Studi Biofarmaka LPPM IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan di antaranya peralatan gelas, perangkat ekstraksi, sonikator

Branson 1510, dan sistem KCKT Shimadzu LC-20 AD yang dilengkapi dengan

detektor larik diode, sistem pompa gradien, sistem injeksi loop, dan kolom oven.

Bahan yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan) yang berasal

dari Semarang. Pelarut ekstraksi etanol 70 %, DPPH (2,2-

diphenyl-1-picrylhidracyl), kolom kromatografi C18 LiChospher (5 µm, 250 mm x 4 mm),

dan fase gerak KCKT metanol 50 %, metanol:air:TFA (25:75:0.025 v/v), dan

metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v)

Metode Penelitian

Kayu secang dikeringkan, digiling, dan diukur kadar airnya. Simplisia secang

diekstraksi dengan teknik maserasi dan teknik sonikasi menggunakan pelarut

etanol 70 % dengan perbandingan serbuk kayu dan pelarut 1:100. Ekstrak yang

diperoleh disaring dengan kertas saring dan dikeringkan menggunakan rotary

evaporator pada suhu 30oC. Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak

hasil maserasi dan sonikasi. Ekstrak yang memiliki nilai IC50 tertinggi dipisahkan

dengan KCKT menggunakan kombinasi fase gerak yang ditentukan dengan

mixture design dan dimonitor pada panjang gelombang 254 nm dan 280 nm untuk

mendapatkan fase gerak optimum (Lampiran 1).

Preparasi Sampel.

Kayu secang dikeringkan menggunakan oven bersuhu 40oC hingga kadar airnya

kurang dari 10%. Sampel yang telah kering dihaluskan hingga menjadi serbuk

(34)

Penentuan Kadar Air (AOAC 2006).

Sebanyak 3 gram sampel ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan

pada suhu 105oC selama 30 menit dan ditara. Sampel kemudian dikeringkan

dalam oven bersuhu 105oC hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air diperoleh

sebagai nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah

dikeringkan terhadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Kadar air sampel

ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (Lampiran 2).

Ekstraksi maserasi (Meloan 1999)

Ekstraksi sampel secang dilakukan dengan teknik maserasi menggunakan pelarut

etanol 70%. Sebanyak 1 gram serbuk kayu secang direndam dengan 100 ml

pelarut selama 24 jam. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke

dalam residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulang sampai

hingga tiga kali. Maserat dari setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan

dengan penguap putar.

Ekstraksi sonikasi (Melecci et al. 2006).

Ekstraksi sampel secang juga dilakukan dengan menggunakan teknik sonikasi.

Serbuk kayu secang sebanyak 1 gram diekstraksi dengan 100 mL pelarut etanol

70% dalam ultrasonic cleaning bath dengan frekuensi 42 kHz pada suhu ruang

selama 30 menit. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam

residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan diulang sebanyak tiga kali.

Maserat dari setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan dengan penguap

putar.

Metode Pengujian DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidracyl) (Batubara 2010).

Aktivitas antioksidan diukur dengan metode penangkapan radikal bebas stabil

DPPH. Ekstrak sebanyak 1 mg dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi 10.0,

13.33, 16.67, 33.33, 66.67, 100 µg/mL. 100 µL sampel dimasukkan dalam well

plate dengan 100 µL DPPH, diinkubasi selama 30 menit dan diukur serapannya

(35)

(0,1,0) x2

Pengoptimuman Kondisi Kromatografi (Almeida & Scarminio 2007)

Pengoptimuman kondisi kromatografi dilakukan terhadap komposisi fase gerak

yang disusun sesuai mixture design dengan bentuk simplex-centroid dengan axial

design (Gambar 4). Fase gerak yang digunakan terdiri atas metanol 50 % (x1),

metanol:air:TFA (25:75:0.025 v/v) (x2), dan metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v)

(x3). Fase gerak yang digunakan disaring terlebih dahulu menggunakan membran

filter 0.45 um. Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan adalah 254 nm

dan 280 nm.

Pada analisis dengan KCKT, 50 mg ekstrak secang hasil sonikasi dilarutkan

dalam 5 mL pelarut ekstraksi. Sebanyak 100 µL ekstrak tersebut dilarutkan

dengan 1900 µL fase gerak dan disaring dengan membran filter 0.45 um sebanyak

dua kali. Selanjutnya 20 µL larutan sampel yang telah disaring diinjeksikan ke

dalam kolom C18. Suhu dijaga konstan pada suhu 40oC dengan laju alir fase gerak

1 mL/menit. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram setiap ekstrak

dihitung. Puncak yang dihitung ialah puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap

derau ≥3 dan nilai resolusi ≥ 1.

x1 Metanol 50 %

Gambar 4. Komposisi fase gerak KCKT sesuai mixture design

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Pengaruh fase gerak KCKT terhadap jumlah puncak yang ditampilkan sidik jari

kromatografi dimodelkan dengan bantuan pangolahan statistika. Perangkat lunak

SAS 9.2 digunakan untuk membangun model interaksi fase gerak dari data

pemisahan KCKT tersebut. Data yang digunakan untuk membangun model adalah

(1,0,0)

(0,1/2,1/2) (metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v)

(36)

data yang terletak pada sisi dan pusat simplex mengikuti bentuk simplex-centroid

dengan axial-design.

(37)

Preparasi dan ekstraksi kulit kayu secang

Kayu secang berasal dari Semarang yang diperoleh dari Pusat Studi

Biofarmaka, dengan kadar air sebesar 8.44% (Tabel 2) dan siap diekstraksi

(Lampiran 2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam 100 gram sampel kayu

secang terkandung 8.44 gram air yang terikat secara fisik dan dapat hilang oleh

pemanasan pada suhu sekitar 105oC. Kadar air kurang dari 10% diharapkan

mengurangi resiko kerusakan sampel kulit kayu secang akibat serangan jamur dan

bakteri dan memenuhi standar material untuk uji bahan baku herbal (BPOM

2004).

Tabel 2. Nilai hasil penentuan kadar air

Ulangan Bobot sampel awal (g) Bobot sampel akhir (g)

Rata-rata 1.0062 0.9218 8.440

Std deviasi

0.00025 0.00242 0.24269

Kayu secang dihaluskan hingga berukuran 80 mesh sebelum ekstraksi

dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan sampel

sehingga daerah kontak sampel dengan pelarut ekstraksi lebih besar dan proses

ekstraksi berlangsung lebih optimal (Sembiring et al. 2006). Pada uji

pendahuluan, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan 2 teknik yang berbeda

yaitu teknik maserasi pada suhu ruang dan teknik sonikasi. Pelarut yang

digunakan adalah etanol 70 %. Ekstraksi maserasi memberikan rendemen 12.87±

0.52 % sedangkan ekstraksi sonikasi memberikan rendemen 10.30 ± 0.45 %.

Teknik maserasi memberikan rendemen yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh

waktu ekstraksi yang cukup lama sehingga senyawa yang terekstrak juga semakin

(38)

Pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH

Aktivitas biologis yang di uji pada penelitian ini adalah aktivitas

antioksidan dengan metode DPPH dalam ekstrak kayu secang karena antioksidan

bermanfaat bagi kesehatan kulit dan dapat ditambahkan pada kosmetika (Batubara

et al. 2010), serta berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sa’diah et al.

2010 dalam rangka pengembangan formula sediaan salep dan metode kontrol

kualitas ekstrak kayu secang sebagai antijerawat.

Metode DPPH (2,2-difenyl-1-pikrilhidrazil) merupakan senyawa radikal

nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu

senyawa, misalnya senyawaan fenol membentuk DPPH tereduksi (DPPH

Hidrazin) yang stabil (Prakash 2001). Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini

berlangsung melalui transfer elektron. Larutan DPPH berwarna ungu tetapi

setelah membentuk DPPH tereduksi (DPPH Hidrazin) warnanya berubah menjadi

kuning dengan intensitas perubahan warna tergantung pada kekuatan aktivitas

antioksidannya. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat

pada Tabel 3 sementara data selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 3.

Tabel 3. Nilai IC50 ekstrak kayu secang

Ekstrak etanol 70 % IC50 (µg/mL)

Teknik maserasi

Teknik sonikasi

89.92 ± 3.11

25.37 ± 2.24

Nilai IC50 yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dari nilai IC50

brazilin dari ekstrak metanol 50 % teknik maserasi kulit kayu secang yang telah

dilaporkan oleh Batubara et al. (2010) yaitu 8.8 µM dan Sa’diah et al. 2010 yang

melaporkan bahwa ekstrak etanol 50 % kayu secang asal Semarang memiliki nilai

IC50 sebesar 9.60 ± 0.92 µg/mL. Kadar dan jenis senyawa metabolit sekunder

dalam tanaman sejenis tidak selalu sama, kandungan senyawa metabolit sekunder

tersebut dipengaruhi oleh kandungan hara dan kondisi tanah tempat tumbuh.

Selain itu juga dipengaruhi oleh umur tanaman ketika dipanen, waktu panen, dan

penanganan pasca panen (Briskin 2002). Bagian tanaman dan usia tanaman yang

(39)

ada. Selain itu perbedaan konsentrasi pelarut dan teknik ekstraksi juga

mempengaruhi jenis-jenis senyawa metabolit sekunder yang terekstrak (Harborne

1987). Faktor-faktor di atas diduga menyebabkan terjadinya perbedaan nilai IC50

yang diperoleh dalam penelitian ini dengan nilai IC50 yang telah dilaporkan pada

penelitian-penelitian sebelumnya.

Ekstrak etanol teknik sonikasi dipilih untuk tahap pengoptimuman fase

gerak KCKT karena memiliki nilai IC50 yang lebih rendah. Selain itu teknik

ekstraksi sonikasi dipilih dengan pertimbangan bahwa teknik sonikasi lebih cepat

dan efisien dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan teknik maserasi. Waktu

yang dibutuhkan untuk ekstraksi sonikasi adalah 3 x 0.5 jam sedangkan untuk

maserasi memerlukan waktu 3 x 24 jam.

Pengoptimuman kondisi KCKT

Pada penelitian ini panjang gelombang deteksi yang digunakan adalah 254

nm dan 280 nm. Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan mengacu

pada penelitian terdahulu terhadap ekstrak kulit kayu secang. Batubara et al.

(2010) mengisolasi brazilin pada panjang gelombang 280 nm. Isolasi senyawa

5-hidroxy-1,4-naphtoquinone dilakukan pada panjang gelombang 254 nm (Lim

2007).

Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol 50 %,

metanol: air :TFA (25:75:0.025 v/v), dan metanol :air :TFA (15:85:0.035 v/v).

Ketiga pelarut ini bersifat polar. Metanol dan air umum digunakan sebagai fase

gerak pada KCKT fase terbalik. Menurut Synder & Kirkland (1979) metanol dan

air memiliki selektivitas berlainan sehingga akan memberikan kecepatan elusi

yang bervariasi. Metanol dan air memiliki viskositas dan titik didih yang nilainya

di pertengahan, dapat bercampur dengan baik, sesuai untuk detektor ultraviolet,

dan mudah diperoleh.

Fase gerak yang digunakan pada penelitian juga ini mengacu pada

penelitian terdahulu yang telah dilakukan terhadap secang. Fase gerak yang telah

dilaporkan untuk pemisahan ekstrak kayu secang adalah metanol:air (l:l v/v)

(40)

Ekstrak etanol secang dipisahkan dengan KCKT fase terbalik

menggunakan sepuluh kombinasi fase gerak sesuai mixture design yang

mengambil bentuk simplex-centroid dengan axial design. Rancangan ini

digunakan untuk mempelajari pengaruh fase gerak tunggal, campuran dua fase

gerak, dan campuran tiga pelarut terhadap sidik jari kromatografi yang dihasilkan.

Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram KCKT ekstrak kayu

secang dihitung berdasarkan kriteria nilai resolusi dan rasio sinyal terhadap derau

(S/N). puncak diakui dan dihitung jika memiliki nilai resolusi 1 dan nilai S/N

3. Nilai resolusi 1 digunakan sebagai batasan karena suatu puncak dikatakan

terpisah apabila memiliki nilai resolusi 1 (Dong 2006). Nilai S/N 3 dipilih

karena nilai ini umum digunakan untuk menentukan nilai limit deteksi (Bliesner

2006). Informasi nilai resolusi dan S/N diperoleh melalui pengolahan

kromatogram ekstrak menggunakan perangkat lunak LC solution yang terintegrasi

dengan KCKT Shimadzu varian LC-20 AD yang digunakan pada penelitian ini.

Jumlah puncak yang terdeteksi disajikan pada Tabel 4 dan kromatogram terbaik

disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5, puncak puncak yang ditandai adalah

puncak yang memiliki nilai resolusi 1 dan nilai S/N 3.

Gambar 5. Kromatogram KCKT ekstrak etanol 70 % dengan fase gerak

metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v).

Jumlah puncak terbanyak diperoleh ketika ekstrak etanol 70 % kayu secang

dipisahkan dengan fase gerak metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v) dan dideteksi

pada panjang gelombang 280 nm. Puncak yang terdeteksi sebanyak 23 tetapi yang

memenuhi nilai resolusi 1 dan nilai S/N 3 hanya 15 puncak.

menit 

(41)

Tabel 4. Desain variable dan respon

No X1 X2 X3

Komposisi fase gerak Jumlah puncak

metanol air TFA 245 nm 280 nm

Pemisahan dengan fase gerak metanol 50 % pada panjang gelombang 280 nm

menghasilkan 7 puncak tetapi tidak ada yang memenuhi nilai resolusi ൒ 1 dan

nilai S/N ൒ 3 (Lampiran 4). Adanya TFA dalam fase gerak berpotensi

meningkatkan jumlah puncak yang dihasilkan. TFA merupakan senyawa asam

kuat dan biasa ditambahkan dalam fase gerak KCKT pada konsentrasi rendah

sebagai ion pairing agent (Sadek 2002).

Kecepatan elusi ekstrak etanol bervariasi tergantung komposisi fase

geraknya. Ekstrak terelusi paling cepat ketika dipisahkan dengan fase gerak

metanol 50 %. Hal ini terjadi karena ekstrak etanol yang relatif bersifat polar

mengalami retensi yang kecil oleh fase diam yang bersifat nonpolar.

Dari hasil pemisahan yang dilakukan pada penelitian dapat dilihat bahwa

penambahan pelarut metanol ke dalam fase gerak menyebabkan waktu retensi

turun. Semakin banyak metanol yang ditambahkan maka waktu retensinya juga

turun atau dengan kata lain elusi yang terjadi semakin cepat. Penambahan pelarut

organik yang relatif kurang polar seperti metanol dan asetonitril ke dalam fase

gerak menyebabkan tekanan air berkurang sehingga menyebabkan waktu retensi

berkurang (Dong 2006).

(42)

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Model interaksi fase gerak yang menggambarkan pengaruh fase gerak

KCKT terhadap jumlah puncak KCKT dibangun dari sepuluh data dengan

menggunakan perangkat lunak SAS 9.2.

Pengolahan data dimulai dengan menentukan nilai koefisien setiap interaksi fase

gerak KCKT menggunakan persamaan:

ŷ = b1x1 + b2x2 + b3x3 + b12x1x2 + b13x1x3 + b23x2x3 + b123x1x2x3

Interaksi yang memiliki nilai mutlak t-hitung lebih besar dari t-tabel pada selang

kepercayaan 95% atau nilai p lebih kecil dari α digunakan untuk membangun

model interaksi fase gerak. Model interaksi fase gerak pada masing-masing

panjang gelombang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Model interaksi fase gerak pada panjang gelombang 254 dan 280 nm λ (nm) Model interaksi fase gerak

254

280

20.78x2 + 14.87x3

9.30x2 + 13.76x3

Dua interaksi linear menjadi bagian model interaksi linear pada panjang

gelombang deteksi 254 maupun 280 nm. Interaksi yang terjadi antara ekstrak

etanol 70 % dengan fase gerak yang mengandung TFA (x2 dan x3)menunjukkan

interaksi yang sinergis, atau dengan kata lain fase gerak yang mengandung TFA

berpotensi meningkatkan jumlah puncak yang dapat dideteksi. Koefisien interaksi

menunjukkan jumlah puncak dugaan yang terjadi. Sebagai contoh pada panjamg

gelombang 280 nm notasi 9x2 menunjukkan bahwa jumlah puncak dugaan saat

ekstrak dipisahkan dengan fase gerak metanol: air: TFA (25:75:0.025 v/v) adalah

9 buah ternyata jumlah puncak yang terdeteksi adalah 10 buah. Demikian juga

untuk notasi 13.76x3 yang menunjukkan bahwa jumlah puncak dugaan ada 14

buah ternyata jumlah puncak yang terdeteksi ada 15 buah.

Model interaksi fase gerak juga digunakan untuk menentukan jumlah

puncak dugaan dari data yang digunakan membangun model. Nilai root mean

square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of prediction

(43)

RSMEC dan RSMEP menunjukkan kesesuaian jumlah puncak dugaan dengan

jumlah puncak yang dideteksi pada data yang digunakan membangun model

interaksi fase gerak. Semakin kecil nilai RMSEC dan RMSEP, semakin baik

model interaksi fase gerak yang dibangun (Naes et al. 2002 dalam Wahyuni

2010). berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP, model interaksi fase gerak

dibangun dari data pada panjang gelombang deteksi 280 nm karena memiliki nilai

RMSEC dan RSMEP yang lebih kecil dibanding pada 254 nm.

Tabel 6. Nilai RMSEC dan RMSEP pada 254 dan 280 nm

parameter 254 nm 280 nm

Pada panjang gelombang 280 nm jumlah puncak dugaan yang diperoleh

dari model dan jumlah puncak yang terdeteksi disajikan pada Tabel 7. Terlihat

kedekatan antara jumlah puncak dugaan dan jumlah puncak deteksi, dan sepakat

dengan nilai RSMEC dan RSMEP yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 7. Jumlah puncak dugaan dan puncak terdeteksi pada 280 nm

(44)

Pemilihan kondisi optimum pada panjang gelombang deteksi 280 nm

didasarkan pada tiga hal yaitu profil kromatogram atau banyaknya puncak yang

terdeteksi, model yang dibangun, dan kontur plot.

1. Berdasarkan profil kromatogram

Pada Gambar 5 dapat diamati bahwa pemisahan ekstrak dengan fase gerak

metanol: air: TFA (15:85:0.035 v/v) yang terletak di ujung segitiga kanan bawah

menghasilkan jumlah puncak lebih banyak dengan resolusi yang lebih baik

dibanding kromatogram yang dihasilkan fase gerak KCKT lainnya sejumlah 15

puncak, meskipun secara keseluruhan kromatogram yang dihasilkan belum begitu

bagus karena puncak-puncak yang muncul masih menumpuk di depan.

Kromatogram dapat diperbaiki dengan mengubah fase gerak yang digunakan agar

diperoleh jumlah puncak yang lebih banyak atau mengubah cara elusi isokratik

menjadi elusi gradien serta parameter alat. Semakin banyak jumlah puncak yang

terdeteksi berarti semakin banyak pula jenis senyawa dalam ekstrak yang dapat

terdeteksi sehingga kontrol kualitas yang dibangun juga semakin bagus.

Gambar 5. Sidik jari KCKT ekstrak etanol kayu secang pada 280 nm.

(45)

2.  Berdasarkan model

Kondisi optimum pada panjang gelombang 280 nm dicapai saat ekstrak

etanol 70 % dipisahkan dengan fase gerak metanol: air: TFA (15:85:0.035 v/v).

Kondisi optimum diperoleh berdasarkan model interaksi fase gerak. Ketika

variabel bebas dimasukkan ke dalam model, maka puncak dugaan tertinggi

(respon tertinggi) atau disebut kondisi optimum terjadi ketika ekstrak dipisahkan

dengan fase gerak x3 menghasilkan 14 puncak dugaan.

3. Berdasarkan plot kontur

Gambar 6 menyajikan kontur plot yang dihasilkan saat ekstrak etanol 70 %

dipisahkan dengan berbagai jenis fase gerak KCKT. Dapat diamati bahwa puncak

optimum berada pada daerah x3 yaitu pada pemisahan dengan fase gerak

metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v) dengan jumlah puncak lebih besar dari 12,

sepakat dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu puncak yang terdeteksi

ketika dipisahkan dengan fase gerak metanol:air:TFA (15:85:0.035 v/v) adalah 15

buah.

Gambar 6. Kontur plot ekstrak etanol pada panjang gelombang 280 nm.

 

(46)
(47)

   

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstraksi kayu secang dengan metode sonikasi dan maserasi menggunakan

pelarut etanol 70 % menghasilkan rendemen dan IC50 berturut-turut 10.30 ± 0.45

% dan 25.37 ± 2.24 µg/mL, 12.87 ± 0.52 % dan 89.92 ± 3.11 µg/mL. Model interaksi fase gerak terbaik dibangun pada panjang gelombang 280 nm dengan nilai RSMEC dan RSMEP berturut-turut 3.88730 dan 4.85913. Kondisi optimum pada panjang gelombang 280 nm diperoleh saat digunakan metanol: air: TFA (15:85:0.035 v/v) sebagai fase gerak kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan jumlah puncak yang dihasilkan sebanyak 15 buah.

Saran

(48)
(49)

Ahuja S, Rasmussen H. 2007. HPLC Method Development for Pharmaceuticals. Amsterdam: Elsevier Academic Press.

Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Mariam A. HPLC and HPTLC densitometric

determination of andrographolides and antioxidant potential of Andrographis

paniculata. J of Food Composition and Analysis 19:118-126.

Almeida AA & Scarminio S. 2007. Statustical mixture design optimization of extraction media and mobile phase composition for the characterization of

green tea. J. Sep. Sci 30: 414-420.

[AOAC] Association of Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analysis of

the Association of Official Analytical Chemist. Edisi ke-18. Washington

DC:AOAC.

Apak R et al. 2007. Comparative evaluation of various total antioxidant capacity

assay applied to phenolic compounds with the CUPPRAC assay. Molecules

12:1496-1547.

Ashley K, Andrew RN, Cavazosa L, Demange M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry.

Journal of Analytical Atomic Spectrometry 16:1147-1153.

Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009. Screening anti-acne potency of Indonesian medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition and antioxidant

activities. J Wood Sci 55:230-235.

Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2010. Brazilin from Caesalpinia sappan

wood as an antiacne agent. J Wood Sci 56: 77-81.

Bliesner DM. 2006. Validating Chromatographic Methods: A Practical Guide.

New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, Scarminio IS. 2007. Mixture-mixture design for the fingerprint optimization of chromatographic mobile phases and

extraction solutions for Camellia sinensis. Anal Chim Acta 595: 28-37.

Brereton. 2005. Optimization Strategies. Bristol: Elsevier Ltd

Cao Yuhua et al. 2008. Comparison of microemulsion electrokinetic

chromatography with HPLC for fingerprint analysis of Resina draconis. Anal

(50)

Chen Y et al. 2008. Quality control and original discriminatin of Ganoderma

lucidum based of HPLC fingerprint and combined chemometric methods.

Anal Chem Acta 623:146-156.

Chitlange et al. 2009. HPLC fingerprint for quality control of Terminalia arjuna

containing Ayurvedic churna formulation. J of AOAC International.

Currell G. 2000. Analytical Instrumentation: Performance Characteristic and

Quality. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture Design optimization of extraction and

mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegata L. J Sep

Sci 31: 1034-1041.

Dong MW. 2006. Modern HPLC for Practicing Scientist. New Jersey: John Wiley

& Sons, Inc.

Eun et al. 2005. Caesalpinia sappan induces cell death by increasing the

expression of p53 and p21WAFI/CIPI in head and neck cancer cells. The

American Journal of Chinese Medicine 33:405-414.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;

Niksolihin S, Editor, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:

Phytochemical method.

Lai X, Zhao Y, Wang B, Liang H. 2007. Chromatographic Fingerprint Analysis of

the Flowers of Abelmoschus manihot using HPLC with Photodiode Array

Detection. Anal Let 40: 2192-2202.

Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality Control of herbal medicine. J

Chromatogr B 812: 53-70.

Lim MY, Ju HJ, Eun YJ, Chi HL, & Hoi SL. 2007. Antimicrobial activity of

5-hidroxy-1,4-naphthoquinone isolated from Caesalpinia sappan toward

intestinal bacterial. Food Chem 100:1254-1258.

Melecchi MIS et al. 2006. Optimization of the sonication extraction method of

Hibiscus tiliaceus L. flowers. Ultrasonic Sonochemistry 13:242-250.

Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Wiley.

Otto M. 1999. Chemometrics. New York: J Wiley.

Park KJ et al. 2002. Cytotoxic effects of Korean medicinal herbs determined with

(51)

Peng L, Wang Y, Zhu H, Chen Q. 2011. Fingerprint profile of active compound

for Artemisia selengensis by HPLC-PAD combined with chemometrics. Food

Chem 125:1064-1071.

Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity,

phenol, and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. Afr

J Biotechnol 5:1142-1145.

Prakash A. 2001. Antioxidant activity. Analytical progress 19:2.

Sa´diah, Batubara I, Rafi M. 2010. Pengembangan formula sediaan salep dan

metode kontrol kualitas ekstrak kayu (Caesalpinia sappan) sebagai

antijerawat. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Kerjasama

Internasional dalam Rangka Publikasi Internasional. Sep 2010

Safitri R. Ekstraksi dan identifikasi antioksidan dari tumbuhan jamu kayu secang [Laporan Penelitian]. Bandung: Fakultas MIPA Universitas Padjajaran; 2000 Sembiring BB, Ma’mun, Ginting EI. 2006. Pengaruh kehalusan bahan dan lama

ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.).

Bull Littro XVII(2): 53-58

Synder LR, Kirkland JJ. 1979. Introduction to Modern Liquid Chromatography.

Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Wahyuni WT. Pengoptimuman dan validasi sidik jari kromatografi cair kinerja

tinggi ekstrak Phyllanthus niruri [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor; 2010.

Xu HX, Lee SF. 2004. The antibacterial principle of Caesalpinia sappan.

PhytotherRes 18:647-651.

Yingming P, Ying L, Hengshan W, Min L. 2004. Antioxidant activities of several

chinese medicine herbs. Food Chemistry 88: 347-350.

Youdsaue O et al. 2008. Pharginin A-K, diterpenoids from the seeds of

Caesalpinia sappan Linn. Phytochemistry 69: 1242-1249.

Yuwono A. 2009. Antioxidant and health disease. [terhubung berkala] http://farmacology.org/specialistmedic/internist [2 maret 2009]

Zhang S, Ouyang F, Wang C, Gu M. 2008. Fingerprint of tablet of corydalis tuber

for alleviating pain by HPLC. J of Liquid Chromatogr & Related

(52)

Zhu M, Cao Y, Fan G. 2007. Microwave-assisted extraction and fingerprint

studies of Schisandra chinensis (Turcz) by HPLC. J of Liquid Chromatogr &

Related Technologies 30:123-133.

(53)
(54)

Lampiran 1. Bagan alir penelitian

Ekstraksi sonikasi dengan etanol 70% Pengukuran kadar air

Ekstrak dengan aktivitas antioksidan tertinggi Uji DPPH

(55)

Lampiran 2. Penentuan kadar air

Ulangan Bobot sampel awal (g) Bobot sampel akhir

(g)

Rata-rata 1.0062 0.9218 8.440

Std deviasi 0.00025 0.00242 0.24269

  

Penghitungan kadar air 

Kadar air = bobot sampel awal – bobot sampel akhir  X  100 % 

(56)

Lampiran 4. Kromatogram KCKT

Data 1. (x1:x2:x3 = 1:0:0) pada panjang gelombang 254 nm

 

 

Data 1. (x1:x2:x3 = 1:0:0) pada panjang gelombang 280 nm

mAU 

menit 

mAU 

(57)

Data 2. (x1:x2:x3 = 0:1:0) pada panjang gelombang 254 nm

menit 

(58)

Data 2. (x1:x2:x3 = 0:1:0) pada panjang gelombang 280 nm

menit 

(59)

Data 3. (x1:x2:x3 = 0:0:1) pada panjang gelombang 254 nm

(60)

Data 3. (x1:x2:x3 = 0:0:1) pada panjang gelombang 280 nm

(61)

Data 4. (x1:x2:x3 = 1/2:1/2:0) pada panjang gelombang 254 nm

mAU 

(62)
(63)

Data 5. (x1:x2:x3 = 0:1/2:1/2) pada panjang gelombang 254 nm

(64)

Data 5. (x1:x2:x3 = 0:1/2:1/2) pada panjang gelombang 280 nm

(65)

Data 6. (x1:x2:x3 = 1/2:0:1/2) pada panjang gelombang 254 nm

(66)

Data 6. (x1:x2:x3 = 1/2:0:1/2) pada panjang gelombang 280 nm

(67)

Data 7. (x1:x2:x3 = 1/6:2/3:1/6) pada panjang gelombang 254 nm

Data 7. (x1:x2:x3 = 1/6:2/3:1/6) pada panjang gelombang 280 nm

mAU 

(68)
(69)

Data 8. (x1:x2:x3 = 1/6:1/6:2/3) pada panjang gelombang 254 nm

(70)

Data 8. (x1:x2:x3 = 1/6:1/6:2/3) pada panjang gelombang 280 nm

(71)

Data 9. (x1:x2:x3 = 2/3:1/6:1/6) pada panjang gelombang 254 nm

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(72)

Data 9. (x1:x2:x3 = 2/3:1/6:1/6) pada panjang gelombang 280 nm 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(73)

Data 10. (x1:x2:x3 = 1/3:1/3:1/3) pada panjang gelombang 254 nm 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(74)

Data 10. (x1:x2:x3 = 1/3:1/3:1/3) pada panjang gelombang 280 nm 

 

 

(75)

   

ABSTRACT

RETNO DJULAIKA. Optimization High Performance Liquid Chromatographic

Fingerprint of sappan wood (Caesalpinia sappan). Under direction of LATIFAH

K. DARUSMAN and RUDI HERYANTO

Mixture design has been applied for optimization of Caesalpinia sappan

chromatographic fingerprint. The design applied for unreplicated and simultaneous optimization of HPLC mobile phase mixture. Ethanol extracts with highest antioxidant activity resulted from sonication extraction method was chosen for HPLC analysis . The reversed phase chromatographic mobile phase in simplex centroid design consist of varying proportion of methanol 50 %, methanol: water: TFA (25: 75: 0.025 v/v), and methanol: water: TFA (15: 85: 0.035 v/v). Ethanol 70 % extract of sappan analyzed with ten mobile phase and monitored at 254 and 280 nm. Correlation between HPLC mobile phase and a number of peak analyzed statistically by SAS 9.2. The root mean square errror of calibration (RSMEC) and root mean square errror of calibration (RSMEP) at 254 and 280 nm, were 8.3006 and 8.29659, 3.88730 and 4.85193 respectively. Optimum condition obbtained when ethanol 70 % extract eluted by methanol: water: TFA (15: 85: 0.035 v/v), with the 15 number of peaks.

(76)

   

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman yang

memiliki banyak khasiat dalam pengobatan di antaranya sebagai pembersih darah,

antikanker (Park et al. 2002; Eun et al. 2005), ekspektoran, antioksidan

(Yingming et al. 2004), immunostimulan, antimikroba (Lim et al. 2007),

antikomplementary, antibakteri (Xu & Lee 2004) serta antimikroba (Lim et al.

2007). Secang dapat dikembangkan sebagai bahan antioksidan dalam kosmetik

dan antijerawat (Batubara et al. 2010). Di Indonesia, secara tradisional secang

digunakan untuk perawatan kulit oleh masyarakat di kepulauan Sumbawa. Secang

juga digunakan sebagai pewarna merah alami pada minuman tradisional

masyarakat Betawi, yang dikenal dengan nama bir pletok. Oleh karena banyaknya

manfaat dari secang maka perlu dilakukan kendali mutu ekstrak secang.

Metode yang umum digunakan dalam proses standardisasi/kontrol kualitas

bahan baku atau ekstrak penyusun obat herbal adalah dengan menunjukkan kadar

satu atau beberapa senyawa penciri. Namun demikian, analisis senyawa penciri

untuk kontrol kualitas dinilai kurang memadai karena khasiat tanaman obat

disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis (Liang

et al. 2004) sehingga diperlukan suatu metode analisis untuk mengatasi masalah

tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan multi komponen

atau analisis sidik jari.

Analisis sidik jari kromatografi telah digunakan dalam kontrol kualitas

tanaman dan produk akhirnya, serta menjadi teknik yang sangat berguna untuk

kontrol kualitas obat-obat herbal (Lai et al. 2007; Delaroza dan Scarminio 2008).

Analisis sidik jari membantu dalam hal klasifikasi dan validasi spesies botani serta

kontrol kualitas dari tanaman obat (Borges et al. 2007). Model kontrol kualitas

berdasarkan sidik jari kromatografi dapat menjadi teknik alternatif untuk

memonitor kualitas tanaman obat. Seluruh senyawa kimia yang dikandung oleh

tanaman obat tertentu dapat ditampilkan dalam sidik jari kromatografi sehingga

(77)

2009). Teknik ini telah direkomendasikan untuk kontrol kualitas tanaman obat

oleh Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency

(EMEA) (Borges et al. 2007). Bahkan pada tahun 2004, State Food & Drug

Administration of China (SFDA) mewajibkan semua obat-obat suntik yang dibuat

dari tanaman obat atau material kasarnya harus distandarisasi dengan sidik jari

kromatografi (Lai et al. 2007).

Dalam rangka mengembangkan model kontrol kualitas tanaman secang,

diperlukan sidik jari kromatografi ekstrak secang yang informatif dan mampu

menampilkan semaksimal mungkin komponen kimia dengan resolusi yang baik.

Sidik jari ekstrak secang yang informatif dapat diperoleh melalui pengoptimuman

faktor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas

puncak kromatografi. Faktor tersebut meliputi metode dan pelarut ekstraksi,

kondisi instrumen kromatografi, dan fase gerak kromatografi (Borges et al. 2007).

Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sa´diah et al. (2010) yang telah mengembangkan kontrol kualitas

ekstrak etanol 50 % kayu secang berdasarkan senyawa penciri brazilin, dengan

fase gerak metanol dan trifluoraasetat 0.05 % (TFA 0.05 %) secara gradien. Pada

penelitian ini akan dikembangkan metode kontrol kualitas ekstrak etanol 70 %

kayu secang berdasarkan analisis sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) dengan tetap melibatkan senyawa penciri. Pengoptimuman dilakukan

terhadap fase gerak KCKT. Komposisi fase gerak KCKT menentukan baik

tidaknya pemisahan setiap senyawa yang dikandung dalam ekstrak secang dalam

KCKT.

Tujuan

Penelitian bertujuan melakukan pengoptimuman fase gerak KCKT dengan

mixture design untuk memperoleh sidik jari kromatografi ekstrak secang yang

(78)

   

TINJAUAN PUSTAKA

Secang (Caesalpinia sappan)

Tanaman secang termasuk famili fabaceae. Tanaman ini merupakan

tumbuhan perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak, dengan tinggi

mencapai 5-10 m. Batang dan percabangannya berduri, berwarna coklat

keunguan, sedangkan ranting dan tunasnya berbulu kecoklatan. Daunnya

bertumpu, bersirip ganda, dan panjangnya mencapai 50 cm. Bunganya berwarna

kuning dan berbuah polong yang merekah setelah matang. Akarnya berserabut

dan berwarna gelap (Gambar 1).

Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).

Tanaman secang tersebar di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika. Hasil

isolasi yang dilakukan terhadap secang menunjukkan adanya senyawa diterpenoid

(Yodsaue 2007), senyawa aktif flavonoid dan fenolik, yaitu 4-0-metilsapanol,

protosappanin A, protosappanin B, protosappanin E, brazilin, brazilein, caesalpini,

brazilide A, neosapanone, 7,3,4-trihidroksi-3-benzil-2H (Batubara at al. 2010).

Secang merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak khasiat dalam

pengobatan di antaranya sebagai pembersih darah, antikanker (Park et al. 2002;

(79)

Lee 2004), serta immunostimulan, antimikroba (Lim et al. 2007). Secang dapat

dikembangkan sebagai bahan antiioksidan dalam kosmetik. Ekstrak metanol

maupun ekstrak etanol 50% merupakan ekstrak yang paling berpotensi sebagai

antijerawat berdasarkan aktivitasnya menghambat pertumbuhan bakteri

propionibakterium acnes, serta menghambat aktivitas lipase (Batubara et al.

2010).

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif

dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung

pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang

akan diisolasi (Harborne 1987).

Metode ekstraksi maserasi umum digunakan untuk mengekstraksi sampel

yang relatif tidak tahan panas. Metode ini hanya dilakukan dengan merendam

sampel dalam suatu pelarut dengan jangka waktu tertentu, biasanya dilakukan

selama 24 jam tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan metode ini diantaranya

sederhana dan bisa menghindari kerusakan komponen senyawa akibat panas.

Kelemahan metode ini ditinjau dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak

efektif dan efisien karena jumlah pelarut relatif banyak dan waktunya lebih lama

(Meloan 1999).

Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan

frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan

pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan

massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat.

Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi,

yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi

gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel

tanaman (Ashley et al. 2001).

Aktivitas Antioksidan

Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

(80)

   

adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal

bebas. Terdapat dua kategori antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan

sintetik. Antioksidan alami dapat berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid,

dan antioksidan), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan

amina), atau karotenoid seperti asam askorbat (Apak et al. 2007).

Antioksidan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan seperti mencegah

penyakit kanker, mencegah penuaan dini, kerusakan kulit dan penyakit-penyakit

lain (Yuwono 2009). Sebagian besar penyakit jerawat dengan kondisi kronis dapat

disebabkan oleh stres oksidatif, sehingga diperlukan antioksidan untuk

mengurangi stres oksidatif tersebut pada penderita penyakit jerawat kronis

(Batubara et al. 2009).

Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan menggunakan metode

penangkapan radikal bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidracyl). DPPH

adalah suatu radikal bebas stabil, berwarna ungu dalam larutan dan dapat bereaksi

dengan radikal lain membentuk suatu senyawa stabil. Selain itu DPPH juga dapat

bereaksi dengan atom hidrogen (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH

tereduksi (DPPH Hidrazin) yang stabil. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan

persentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko

dikurangi absorbansi sampel. Metode DPPH adalah metode yang cepat, mudah,

dan sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan

(Pourmorad 2006).

1,1-difenil-2-pirilhidrazil 1.1-difenil-2-pikrilhidrazin (ungu) (kuning)

Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Prakash 2001).

Gambar

Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).
Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Prakash 2001).
Tabel 1. Tiga faktor simplex-centroid
Gambar 5. Kromatogram KCKT ekstrak etanol 70 %  dengan   fase   gerak
+7

Referensi

Dokumen terkait

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU TANAMAN SECANG (Caesalpinia sappan Linn) TERHADAP BAKTERI Escherichia Coli ATCC 11229 DAN Staphylococcus.. Aureus ATCC 6538 SECARA

Senyawa kimia apakah yang terdapat dalam ekstrak etanol kayu secang ( C ... sappan L.) yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kayu secang ( Caesalpinnia sappan L.) yang telah disimpan selama kurang lebih 1

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kayu secang ( Caesalpinnia sappan L.) yang telah disimpan selama kurang lebih 1

Komposisi fase gerak yang optimum ialah yang memisahkan fraksi berpendar biru (brazilin) relatif jauh dengan fraksi yang lain (bukan berependar biru), diduga fase

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang telah disimpan selama kurang lebih satu tahun terhadap

Penelitian ini bertujuan menguji kadar senyawa fitokimia dan kadar total fenol ekstrak etanol dalam kayu secang dengan menggunakan standar epigalokatekin (EGC)

Pada penelitian sebelumnya oleh Nur isnaeni (2015) telah ditemukan bahwa Ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasi dalam sistem penghantaran