• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

DELTA AGUSTIANTO H14070095

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

DELTA AGUSTIANTO. Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).

Keadaan politik yang stabil akan berpengaruh positif terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah suatu negara. Peristiwa bom Bali tentunya memberikan dampak tersendiri terhadap perekonomian provinsi tersebut, baik dari sisi spasial maupun sisi sektoral. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yang merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Provinsi Bali, merupakan salah satu sektor yang mengalami penurunan laju pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak tragedi bom Bali 1 (Legian, 12 Oktober 2002) dan bom Bali 2 (Kuta dan Jimbaran, 1 Oktober 2005) terhadap pola dan posisi perekonomian kabupaten/kota serta pertumbuhan dan pergeseran pertumbuhan sektor perekonomian di Provinsi Bali.

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, selama kurun waktu penelitian sebelum dan sesudah tragedi bom, terjadi perubahan posisi dan pola beberapa kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pada periode 2000-2001 (sebelum bom Bali 1), yang termasuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh hanya Kabupaten Badung. Di sisi lain, tidak ada satu pun kabupaten/kota yang masuk dalam kategori daerah yang maju tapi tertekan. Selanjutnya, yang termasuk dalam kategori daerah berkembang cepat, terdapat empat kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar. Sisanya, sebanyak tiga kabupaten, menempati posisi sebagai daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Karangasem.

Periode berikutnya, yakni 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 atau sebelum bom Bali 2), Kabupaten Badung dan Kota Denpasar termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Di sisi lain, tidak ada satupun kabupaten/kota yang merupakan daerah maju tapi tertekan. Sebanyak lima kabupaten berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat, yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Karangasem. Sisanya, sebanyak dua kabupaten, menempati posisi daerah relatif tertinggal, yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung.

(3)

Sementara itu, hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa selama kurun waktu penelitian sebelum dan sesudah tragedi bom terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali. Pada periode 2000-2001 (sebelum bom Bali 1), sektor yang termasuk tumbuh cepat dan berdaya saing hanya sektor listrik, gas, dan air bersih. Sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing hanya sektor pertambangan dan penggalian. Sisanya yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa.

Periode berikutnya, yakni 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 atau sebelum bom Bali 2), terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Hanya sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang laju pertumbuhannya cepat dan berdaya saing. Sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Di sisi lain tidak ada sektor yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing. Sisanya, sebanyak dua sektor yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertanian dan pertambangan.

Selanjutnya pada periode 2006-2007, yakni sesudah bom Bali 2, juga terjadi pergeseran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali. Pada periode ini, tidak ada satu pun sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing. Di sisi lain, terdapat enam sektor yang laju pertumbuhannya cepat tetapi tidak mampu bersaing, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hanya sektor pertanian yang laju pertumbuhannya lambat dan tidak mampu bersaing. Sisanya, sebanyak dua sektor yang pertumbuhannya lambat tetapi mampu bersaing yaitu sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan.

Dengan demikian, maka diharapkan adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali maupun pemerintah pusat dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah dan antarsektor sesuai dengan isi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan yang mampu memberikan insentif terhadap investasi, sehingga akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten/kota, khususnya kabupaten yang masih tergolong relatif tertinggal yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung.

(4)
(5)

ANALISIS DAMPAK TRAGEDI BOM TERHADAP

PEREKONOMIAN PROVINSI BALI

Oleh

DELTA AGUSTIANTO H14070095

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(6)

Judul : Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali

Nama : Delta Agustianto

NIM : H14070095

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. NIP. 19620816 198701 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Delta Agustianto, lahir pada 21 Agustus 1989 di kota Depok. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Edy Murwoto dan Lusia Mulyani. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Yaspen Tugu Ibu Depok, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Depok dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2007.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Dampak Tragedi Bom Terhadap Perekonomian Provinsi Bali”. Tragedi bom yang terjadi di Provinsi Bali pada 12 Oktober 2002 (di

Legian) dan 1 Oktober 2005 (di Kuta dan Jimbaran) tentunya memberi dampak tersendiri terhadap perekonomian provinsi tersebut. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, baik dari sisi sektoral maupun regional Provinsi Bali.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk terus memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir penulisan skripsi.

2. Dosen penguji utama, Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. dan dosen penguji dari komisi pendidikan, Dr. M. Findi Alexandi, M.Ec. yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang sangat berguna bagi penulis pada saat ujian. 3. Seluruh dosen dan jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan

dan kerjasamanya.

4. Keluarga Penulis, H. Edy Murwoto, S.Pd. (Ayah) dan Lusia Mulyani (Ibu) karena telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai disusun.

5. Beno Junianto (Kakak), Meander Januanto (Adik), dan Hafiz Catur Febrian (Adik) karena selama ini banyak membantu penulis.

6. De’ Retno Priandini, atas bantuan, perhatian, dan support-nya yang selalu menemani penulis selama ini.

(10)

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pihak lain yang membutuhkan pada umumnya.

Bogor, Mei 2011

(11)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Tinjauan Teori dan Konsep ... 11

2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 11

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Guncangan Bom Bali ... 12

(12)

3.3.1. Konsep Data ... 38

5.1. Posisi dan Pola Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 52

5.1.1. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 53

5.1.2. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2008-2009 .. 57

5.2. Pertumbuhan dan Pergeseran Sektor-Sektor Perekonomian Sebelum dan Sesudah Tragedi Bom ... 58

5.2.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2000-2001 ... 58

5.2.2. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) .... 61

5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2003-2004 ... 63

5.2.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 ) ... 65

5.2.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2006-2007 ... 67

(13)

5.2.7. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode

2008-2009 ... 70

5.2.8. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Tahun 2008-2009 ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1. Kesimpulan ... 75

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Distribusi Persentase PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009

(Persen) ... 4 1.2. Banyaknya Tamu Asing dan Domestik yang Datang pada Hotel-

Hotel Berbintang Selama Tahun 2000-2009 ... 5 1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Bali Selama Tahun

2001-2009 (Persen) ... 6 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Selama Tahun 2001-2009 (Persen) ... 7 1.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Selama Tahun 2001-

2009 (Persen) ... 7 4.1. Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 41 4.2. PDRB Kabupaten Tabanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2008 ... 44 4.3. PDRB Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2008 ... 45 4.4. PDRB Kabupaten Gianyar Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2007 ... 46 4.5. PDRB Kabupaten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 47 4.6. PDRB Kabupaten Bangli Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009... 48 4.7. PDRB Kabupaten Karangasem Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 49 4.8. PDRB Kabupaten Buleleng Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2008... 50 4.9. PDRB Kota Denpasar Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2009 ... 51 5.1 Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 59 5.2. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 60 5.3. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PPW) di Provinsi

(15)

5.4. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 61 5.5. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2) ... 64 5.6. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom

Bali 2)... 64 5.7. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom

Bali 2) ... 65 5.8. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau

Sebelum Bom Bali 2) ... 66 5.9. Banyaknya Wisatawan yang Datang Langsung ke Bali Periode

2000-2004 ... 67 5.10. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 67 5.11. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 68 5.12. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 68 5.13. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 69 5.14. Banyaknya Wisatawan yang Datang Langsung ke Bali Periode

2005-2007 ... 70 5.15. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional di Provinsi Bali Tahun

2008-2009 ... 71 5.16. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Provinsi Bali

Tahun 2008-2009 ... 72 5.17. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 ... 72 5.18. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Perekonomian

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Agregat Demand dan Agregat Expenditure ... 14

2.2. Model Analisis Shift Share ... 24

2.3. Kerangka Pemikiran ... 30

3.1. Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen ... 32

4.1. PDRB Per Kapita Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2009 ... 41

4.2. Peta Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota 2010 ... 42

4.3. PDRB Kabupaten Jembrana Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 ... 43

5.1. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 53

5.2. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2) ... 54

5.3. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2) ... 55

5.4. Plot Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2008-2009 ... 57

5.5. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2000-2001 (Sebelum Bom Bali 1) ... 62

5.6. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2003-2004 (Sesudah Bom Bali 1 atau Sebelum Bom Bali 2)... 66

5.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Bali Periode 2006-2007 (Sesudah Bom Bali 2)... 69

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 ... 85

2. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2000-2001 (Rupiah) ... 85 3. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Persen) ... 85 4. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2003-2004 (Rupiah) ... 86 5. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Persen) ... 86 6. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2006-2007 (Rupiah) ... 86 7. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Persen) ... 87 8. Rata-Rata PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2009 (Rupiah) ... 87 9. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan

Selama Tahun 2000-2001 ... 88 10. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2000-2001 ... 88 11. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2000-2001

(Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 89 12. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan

Selama Tahun 2003-2004 ... 89 13. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2003-2004 ... 89 14. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2003-2004 (Nilai

Ra, Ri, dan ri) ... 90 15. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2006-2007 ... 90 16. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

(18)

17. Rasio PDRB Provinsi Bali dan Indonesia Tahun 2006-2007 (Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 91 18. Perubahan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan Selama

Tahun 2008-2009 ... 92 19. Perubahan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Selama

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup

berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

institusi-institusi nasional di samping terus mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan

secara keseluruhan menuju kondisi yang lebih baik. Pembangunan nasional pada

dasarnya diarahkan untuk memecahkan masalah sosial ekonomi yang mendasar

dan diharapkan dapat menciptakan perbaikan dan peningkatan kualitas hidup.

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah ditujukan untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh meliputi material dan spiritual bagi

seluruh rakyat tanpa memandang golongan tertentu dalam rangka memperbaiki

tingkat kehidupan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses bagaimana suatu perekonomian

berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Proses perkembangan tersebut

terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, di mana dapat terjadi penurunan

atau kenaikan perekonomian, namun secara umum menunjukkan kecenderungan

untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Pada gilirannya pertumbuhan

ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas adalah suatu hal

yang wajar apabila ada beberapa wilayah yang maju dan beberapa wilayah lainnya

(20)

menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan

antar wilayah. Penyebab utama terjadinya hal tersebut adalah diduga adanya

perbedaan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah yang disebabkan

oleh perbedaan faktor endowment maupun faktor ekonomi lainnya. Adanya keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan pertumbuhan output

produksi dan kesempatan kerja. Pada wilayah yang bertumbuh cepat, hal ini

disebabkan struktur industri maupun sektor ekonominya mendukung dalam arti

lain sebagian sektornya mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi

wilayah yang pertumbuhannya lambat, sebagian besar sektornya mempunyai laju

pertumbuhan yang lambat.

Ada dua pendekatan dalam pembangunan suatu wilayah, yaitu pendekatan

sektoral dan regional (Budiharsono, 1989). Pendekatan sektoral identik dengan

pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang dikembangkan untuk mencapai

suatu tujuan pembangunan nasional. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa banyak

yang harus diproduksi, dengan cara apa, dan kapan produksi dimulai. Lalu

dilanjuti dengan pertanyaan susulan yaitu di mana aktivitas tiap sektor akan

dilaksanakan, dan diikuti oleh kebijakan apa, langkah-langkah apa, dan strategi

apa yang perlu diambil.

Di sisi lain, berbeda dengan pendekatan sektoral, pada pendekatan

regional lebih menitikberatkan pada pertanyaan daerah mana yang perlu mendapat

prioritas untuk dikembangkan. Lalu sektor apa yang sesuai dikembangkan di

masing-masing daerah. Indonesia, termasuk provinsi-provinsinya, membutuhkan

(21)

maupun dari segi pelaksanaan, khususnya yang menyangkut koordinasi

pembangunan daerah.

Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya

difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan

jasa, antara lain diukur dengan besaran yang disebut produk domestik bruto

(PDB) pada tingkat nasional dan produk domestik regional bruto (PDRB) untuk

daerah, baik untuk daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.

Selama ini pelaksanaan pembangunan di Indonesia juga tidak terlepas dari

pandangan di atas yang secara nasional berdampak pada struktur ekonomi

nasional dan struktur ekonomi daerah. Pembangunan yang berorientasi pada

pertumbuhan pertanian, misalnya menyebabkan sektor pertanian di tingkat

nasional maupun daerah terjadi peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada

variabel seperti kesempatan kerja, produksi (pendapatan) atau nilai tambah

sebagai proporsi yang lebih besar daripada proporsi sebelumnya dalam struktur

perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu. Sektor pertanian hanyalah

salah satu sektor dari perekonomian daerah. Tentunya ada sektor-sektor lain yang

mengalami peningkatan atau penurunan sesuai dengan prestasi sektor-sektor yang

sama ditingkat nasional serta ada kabupaten/kota yang mengalami peningkatan

atau penurunan dari tahun ke tahun.

Peningkatan atau penurunan sektor-sektor perekonomian dan

kabupaten/kota tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

(22)

Provinsi Bali tentunya memberikan dampak tersendiri bagi perekonomian

provinsi tersebut, baik dari sisi sektoral maupun spasial. Kemudian timbul

pertanyaan, bagaimana dengan prestasi setiap sektor dan daerah di Provinsi Bali

terutama setelah dua kali tragedi bom pada 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005?

Provinsi Bali yang terletak pada posisi antara 8003’ - 80 50’ LS dan 1140 25’ – 115042’ BT memiliki struktur perekonomian yang khas dan unik. Berbeda

dengan provinsi-provinsi lainnya bahkan secara nasional. Struktur perekonomian

Provinsi Bali dibangun atas keunggulan komparatif pada industri pariwisata

sebagai leading sector. Hal ini mengakibatkan kelompok sektor perekonomian tersier lebih dominan dan lebih memberikan warna terhadap perekonomian

dibanding sektor primer dan sekunder.

Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009 (Persen)

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 21,54 20,85 19,88 19,86

2 Pertambangan dan Penggalian 0,60 0,60 0,59 0,59

3 Industri Pengolahan 9,46 9,74 9,95 9,95

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,49 1,51 1,56 1,55

5 Bangunan 3,86 3,87 3,90 3,73

6 Perdag., Hotel, dan Restoran 30,82 31,28 31,97 32,33

7 Pengangkutan dan Komunikasi 10,47 10,96 11,26 11,24

8 Keuangan dan Jasa Perusahaan 7,54 7,38 7,26 7,08

9 Jasa-jasa 14,22 13,81 13,63 13,67

PDRB Total 100 100 100 100

(23)

Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa sektor tersier mempunyai kontribusi

yang paling dominan dalam beberapa tahun terakhir. Sektor perekonomian yang

terkait pariwisata seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor

transportasi selain cukup dominan juga memperlihatkan kinerja yang fluktuatif.

Hal ini terkait dengan arus kunjungan wisatawan yang sempat merosot akibat isu

keamanan dan kesehatan.

Tabel 1.2. Banyaknya Tamu Asing dan Domestik yang Datang pada Hotel-Hotel Berbintang Selama Tahun 2000-2009 (Jiwa)

Asing Domestik Jumlah Pertumbuhan (%)

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2010 (diolah).

Tragedi Bom Bali 1 dan 2 sangat berdampak besar terhadap laju

pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Bali. Berdasarkan Tabel 1.3, dapat

dilihat bahwa sektor yang mendukung pariwisata, seperti sektor perdagangan,

hotel, dan restoran dan sektor jasa-jasa, terkena dampak dari adanya tragedi

tersebut. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun terjadinya bom Bali

1 (2002) laju pertumbuhannya turun sampai -0,08 persen yang pada tahun

sebelumnya (2001) sebesar 1,53 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah bom

Bali 2, laju pertumbuhannya turun 5,11 persen yang pada tahun sebelumnya

(24)

Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Bali Selama Tahun Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Tragedi Bom Bali 1 dan 2 juga sangat berdampak besar terhadap laju

pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dari sisi spasial. Berdasarkan Tabel 1.4,

dapat dilihat bahwa daerah-daerah di Provinsi Bali terkena dampak, di samping

ada pula daerah-daerah yang tidak terlalu terkena dampak dari adanya tragedi

tersebut. Kabupaten Badung misalnya, pada tahun terjadinya bom Bali 1 (2002)

laju pertumbuhannya turun sampai 3,90 persen yang pada tahun sebelumnya

(2001) sebesar 5,30 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah bom Bali 2, laju

pertumbuhannya turun 5,03 persen yang pada tahun sebelumnya (2005) sebesar

(25)

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sumber: BPS Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Secara keseluruhan, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali selama

periode 2001-2009 mengalami fluktuatif. Tragedi bom Bali 1 dan 2 cukup

berdampak signifikan terhadap perekonomian Provinsi Bali secara agregat.

Berdasarkan Tabel 1.5, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi

Bali pada tahun terjadinya bom Bali 1 (2002) turun sampai 3,04 persen yang pada

tahun sebelumnya (2001) sebesar 3,39 persen. Kemudian pada tahun 2006, setelah

bom Bali 2 (2005), laju pertumbuhannya turun 5,28 persen yang pada tahun

sebelumnya sebesar 5,56 persen.

Tabel 1.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Selama Tahun 2001-2009 (Persen)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Laju

Pertumbuhan 3,39 3,04 3,57 4,62 5,56 5,28 5,92 5,97 5,33 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2002-2009 (diolah).

Provinsi Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai leading sector-nya, maka kondisi keamanan menjadi salah satu syarat keharusan terlebih karena dua kali terjadinya tragedi bom. Tragedi bom tersebut berdampak sangat

(26)

Sektor unggulan memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang dari

sektor-sektor lain yang cukup besar. Tragedi bom akan menyebabkan terjadi

perubahan perekonomian baik menyangkut pertumbuhan ekonomi, pola dan

pergeseran dari sektor-sektor, maupun kondisi daerah-daerah.

1.2. Perumusan Masalah

Secara makro, perekonomian Provinsi Bali terkena guncangan (shock) yaitu berupa tragedi bom Bali 1 dan 2. Dengan adanya tragedi bom tersebut

tentunya memberi dampak tersendiri terhadap perekonomian Provinsi Bali, baik

dari sisi sektoral maupun spasial. Oleh karena itu, dalam penelitian yang akan

penulis lakukan terdapat beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam

skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan diangkat adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali

yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan

per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Bali sebelum dan sesudah

tragedi bom?

2. Bagaimana pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian

sebelum dan sesudah tragedi bom?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi

Bali yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan

pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Bali sebelum dan

(27)

2. Menganalisis pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian

sebelum dan sesudah tragedi bom.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Bali, diharapkan

dapat lebih memerhatikan sektor perekonomian yang benar-benar

mendukung dan menjadikan perekonomian di kabupaten/kota tersebut

menjadi unggul.

2. Bagi para Akademisi, diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi

penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai Provinsi

Bali.

3. Bagi Masyarakat Umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan umum tentang Provinsi Bali, khususnya kabupaten/kota dan

sektor perekonomian di kabupaten/kota di Provinsi Bali.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada :

1. Analisis PDRB Provinsi Bali menurut lapangan usaha periode 2000-2001

(sebelum bom Bali 1), 2003-2004 (sesudah bom Bali 1 dan sebelum bom

Bali 2), 2006-2007 (sesudah bom Bali 2), dan 2008-2009.

2. Analisis PDB Indonesia menurut lapangan usaha periode 2000-2001,

2003-2004, 2006-2007, dan 2008-2009.

3. Analisis Laju pertumbuhan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali

(28)

4. Analisis PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Bali periode

2000-2001, 2003-2004, 2006-2007, dan 2008-2009.

5. Pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor perekonomian di Provinsi Bali

sebelum dan sesudah tragedi bom.

6. Posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali sebelum

dan sesudah tragedi bom.

7. Dampak bom Bali terhadap perekonomian, hanya menganalisis dampak

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total

dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertumbuhan

penduduk dan disertai dengan pertambahan fundamental dalam struktur ekonomi

suatu negara. Pembangunan ekonomi sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan

ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Terdapat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

ekonomi salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih

bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat

output produksi yang dihasilkan. Sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat

kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat

perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor

perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik (Todaro, 2003).

Setiap negara umumnya memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan

kesejahteraan atau taraf hidup seluruh rakyatnya melalui peningkatan

pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi menjadi syarat perlu jika suatu

negara ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan yang

meningkat antara lain dapat diukur dari kenaikan tingkat pendapatan nasional atau

(30)

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Guncangan Bom Bali

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian

akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil

terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada

pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi

diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto tanpa memandang apakah

kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertambahan penduduk, atau

apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Sukirno, 1985). Indikator

yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat

petumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil. Untuk daerah, makna

pertumbuhan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten,

dan kota.

Menurut Kuncoro (2002), terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam

pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan

memperbanyak jumlah angkatan kerja.

2. Akumulasi modal.

Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru

yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya

(31)

3. Kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi sering disebut sebagai cara yang lebih baik untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan

suatu barang.

Fluktuasi dalam keseluruhan perekonomian berasal dari perubahan

penawaran agregat atau permintaan agregat. Para ekonom menyebut perubahan

eksogen dalam kurva ini sebagai guncangan (shock) terhadap perekonomian. Guncangan yang menggeser kurva permintaan agregat disebut guncangan

permintaan (demand shock), dan guncangan yang menggeser kurva penawaran agregat disebut guncangan penawaran (supply shock). Guncangan ini mengurangi kesejahteraan ekonomi dengan mendorong output dan kesempatan kerja jauh dari

tingkat alamiah. Salah satu tujuan dari model penawaran agregat dan permintaan

agregat adalah untuk menunjukkan bagaimana guncangan menyebabkan fluktuasi

ekonomi.

Tujuan lain dari model tersebut adalah mengevaluasi bagaimana kebijakan

makroekonomi dapat menanggapi guncangan ini. Para ekonom menggunakan

istilah kebijakan stabilisasi (stabilization policy) untuk mengacu pada tindak kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek.

Terjadinya fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat alami

jangka panjangnya sehingga menyebabkan kebijakan stabilisasi memperkecil

siklus bisnis dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat

(32)

Gambar 2.1. Agregat Demand dan Agregat Expenditure

AE = Y

AE

AE0 = C + I + G + (X-M)

AE1

Y

P

AD1 AD0 Y1 Y0 Y

Sumber: Mankiw, 2003.

Pada penelitian ini, tragedi bom Bali 1 dan 2 termasuk ke dalam

guncangan (shock) perekonomian dari sisi permintaan. Bom Bali tentunya akan menurunkan jumlah wisatawan yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri,

sehingga akan berdampak pada menurunnya pendapatan nasional. Penurunan

tersebut bisa disebabkan karena menurunnya variabel investasi misalnya, karena

adanya bom tersebut sehingga membuat wisatawan menarik diri dari Indonesia.

Investasi yang menurun akan membuat AE turun (dari AE0 ke AE1) sehingga akan

berdampak pada menurunnya AD (dari AD0 ke AD1), pada gilirannya akan

menurunkan pendapatan nasional. Di samping itu, wisatawan yang pergi akan

memengaruhi pendapatan sektor-sektor perekonomian yang berhubungan

(33)

2.1.3. Konsep Keamanan

Banyaknya jumlah wisatawan yang datang tentunya di pengarurhi oleh

kondisi keamanan. Keamanan juga termasuk dalam salah satu faktor yang

memengaruhi kinerja perekonomian. Upaya terciptanya keamanan bukan

semata-mata agar lingkungan aman, tetapi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, out come yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat adalah rasa

aman, tertib, kepastian hukum, dan terlindunginya hak asasi manusia/masyarakat.

Dengan kondisi yang aman, tertib, kepatuhan pada hukum, dan terlindunginya hak

azasi, maka setiap orang dapat bekerja dengan tenang sesuai profesi

masing-masing tanpa ada gangguan. Kerja yang tenang akan mencipakan lapangan

pekerjaan, sehingga ekonomi dan bisnis makin baik, yang pada akhirnya

menciptakan kesejahteraan (Kompas, 2011).

Dalam memahami konsep dan isu keamanan terdapat beberapa areal

bidang kaji keamanan itu tersendiri yakni :

1. Keamanan Militer (military security) sebagai objek utama adalah negara meskipun juga termasuk di dalamnya entitas politik lainnya. Dapat

dipahami ancaman di bidang militer ini adalah bagaimana bertahan dari

kekuatan persenjataan yang mampu menguasai negara tersebut baik dari

segi wilayah maupun kebijakan-kebijakan. Bagi Tradisional Security Studies permasalahan militer merupakan inti dari keamanan itu sendiri. Dalam masalah keamanan militer, instrument penting yang harus dibangun

(34)

regional dan global serta melindungi kedaulatan negara dari invansi atau

penguasaan kedaulatan pihak asing.

2. Keamanan Politik (political security), secara tradisional ancaman didefenisikan dalam terminologi prinsip-prinsip konstitusi , kedaulatan dan

ideologi negara. Kedaulatan dapat terancam oleh adanya pengakuan,

legitimasi atau otoritas memerintah.

Dimensi politik merupakan bangunan penting dalam menciptakan

stabilitas keamanan nasional, dimana hal ini berimplikasi terhadap

bagaimana negara sebagai pengatur yang dilegitimasi oleh penduduknya.

Elemen-elemen politik baik struktur maupun proses dan sistem politik

yang tidak stabil dapat menjadi ancaman terhadap hak-hak warga

negaranya.

3. Keamanan Ekonomi (economic security), objek dan ancaman dari keamanan ini agak sulit untuk diturunkan. Secara umum

perusahaan-perusahaan mendapatkan ancaman dari kebangkrutan dan kadangkala

adanya perubahan hukum yang membuat mereka ilegal atau tidak ada

(seperti setelah revolusi komunis). Keamanan ekonomi merupakan

bagaimana akses untuk mendapatkan sumberdaya, keuangan dan pasar

yang mana merupakan elemen penting dalam kelangsungan tingkat

kemakmuran yang dapat diterima dan kekuatan sebuah negara.

Usaha dalam pemenuhan kebutuhan yang terkait dalam bidang ekonomi

(35)

pola-pola hubungan ekonomi yang beragam. Sehingga perkembangan ini

dapat memberikan ancaman bagi negara, masyarakat, dan individu untuk

mengakses atau memperoleh sumber daya ekonominya. Hal ini dapat

terlihat ketika maraknya investasi maupun liberalisasi di sektor ekonomi

yang tanpa memperhatikan keamanan ekonomi mengakibatkan hilangnya

kesempatan bagi masyarakat maupun individu untuk mengelola sumaber

daya ekonominya sendiri. Kejadian ini dapat kita lihat ketika terjadinya

krisis yang disebabkan oleh aktor-aktor non-negara.

4. Keamanan Sosial (societal security), objek keamanan itu sendiri berada pada skala identitas kolektif yang luas dimana berfungsi independen dalam

sebuah negara seperti bangsa (nations) dan agama.

Nilai, norma, identitas dan budaya merupakan elemen penting bagi sebuah

society, namun dengan kondisi Indonesia saat ini yang terdiri dari beragam suku bangsa (nations) mengakibatkan terjadinya persaingan dalam dinamika sosial untuk memperkuat nilai, identitas, norma dan budaya

diantara suku bangsa. Sehingga dalam proses ini tidak dapat terhindrakan

pergesekkan antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Oleh

karena itu perlu adanya perangkat dan alat dalam menjelaskan dan

menganalisis fenomena societal security tersebut (Kompasiana, 2011).

2.1.4. Konsep Wilayah

Priyarsono, et al (2007) menyatakan, wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung

(36)

homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah

administratif.

1. Wilayah Homogen

Konsep ini dipandang sebagai daerah-daerah geografik yang dikaitkan

bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah tersebut

memiliki ciri-ciri yang seragam/relatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu dapat

bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang

serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografi/iklim yang

sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu

wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi

suatu perbedaan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya.

Wilayah homogen pantai utara Jawa Barat (Indramayu, Subang, dan Karawang)

merupakan salah satu contoh wilayah homogen dari segi produksi padi. Dengan

kata lain, setiap perubahan yang terjadi di wilayah tersebut, seperti subsidi harga

pupuk, perubahan harga padi dan sebagainya akan mempengaruhi seluruh bagian

wilayah tersebut dengan proses yang sama.

2. Wilayah Nodal

Wilayah nodal merupakan kesatuan wilayah yang heterogen dan memiliki

hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga

terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya, maupun desa-desa. Ciri umum pada

daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata di antara

pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula di antara pusat-pusat

(37)

perkotaan (urban hierarchy), sehingga timbul ketergantungan antar pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan

menjual barang-barang mentah dan jassa tenaga kerja kepada daerah inti,

sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.

Wilayah nodal contohnya adalah Provinsi DKI Jakarta dan Bodetabek (Bogor,

Depok, Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan Bodetabek

sebagai daerah belakangnya.

3. Wilayah Administrattif

Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan

berdasarkan kepentingan administrasi pemerintah/politik, seperti: provinsi,

kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW. Hal ini disebabkan dua

faktor, yaitu: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan

wilayah diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah

yang batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih

mudah dianalisis.

4. Wilayah perencanaan

Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan

kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki

ciri-ciri: (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yag

berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja

yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai

(38)

pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah

mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. Wilayah

perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi adalah

BALERANG (Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang), wilayah

perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi.

Gunawan (2000) mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali

tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,

yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi,

kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan

dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan

ini, wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu:

1. Wilayah Maju

Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan

diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk,

industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan

memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju

didukung oleh perkembangan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun

wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokal yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastuktur yang lengkap, seperti

jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya mengakibatkan aksesabilitas

(39)

2. Wilayah Sedang Berkembang

Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat

sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah

sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja

yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara

sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.

3. Wilayah Belum Berkembang

Potensi sumberdaya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya masih

belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk

masih rendah, aksesabilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi

wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai

pembangunan secara mandiri.

4. Wilayah Tidak Berkembang

Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya

sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Pembangunan

infrastuktur pun tidak lengkap. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas

sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong rendah.

2.1.5. Konsep Pembangunan Wilayah

Wilayah di Indonesia seluruhnya memiliki kontribusi terhadap tingkat

pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Menurut Soegijoko (1997)

pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari

pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaraan pembangunan yang

(40)

untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah,

antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan

untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah

melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antara pembangunan

sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif

menuju terciptanya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh

pelosok tanah air.

Pembangunan wilayah adalah hasil dari aktivitas ekonomi pada wilayah

tertentu. Hal tersebut meliputi pendapatan per kapita, kesempatan kerja, dan

pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah

dengan wilayah yang lebih maju. Di samping itu, dalam pelaksanaan

pembangunan wilayah terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan

untuk memengaruhi perubahan sosial.

2.1.6. Analisis Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen dugunakan untuk mengetahui gambaran

tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi

Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu

pertumbuhan ekonomi daerah dab pendapatan per kapita daerah. Dengan

menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata

pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi

(41)

relatif tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro, 2002).

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

yang lebih tinggi dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata daerah acuan

atau nasional; (3) daerah berkembang cepat, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding

rata-rata daerah acuan atau nasional; (4) daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih

rendah dibanding rata-rata daerah acuan atau nasional. Dikatakan “tinggi” apabila

indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata daerah acuan dan digolongkan “rendah” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah

dibandingkan rata-rata daerah acuan.

2.1.7. Analisis Shift Share dan Leading Sector

Analisis Shift Share (Priyarsono, et al, 2007) adalah salah satu analisis yang digunakan untuk menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan

ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu

wilayah tertentu. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor di

suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya,

apakah perkembangan dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat

(42)

wilayah lainnya, serta dapat menentukan sektor mana yang menjadi leading sector.

Leading sector merupakan sektor yang termasuk dalam kategori

progressive (berkontribusi tinggi dan tumbuh cepat) dan memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) di wilayah tersebut. Di samping itu, Tujuan analisis Shift share adalah untuk menentukan produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau

nasional). Secara skematik model analisis shift share disajikan pada Gambar1. Gambar 2.2. Model Analisis shift share.

Sumber: Priyarsono, et al, 2007.

Berdasarkan Gambar 1, dapat dipahami bahwa pertumbuhan sektor

perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu:

komponen pertumbuhan nasional (PN) atau komponen pertumbuhan regional

(PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan

pangsa wilayah (PPW). Dari ketiga komponen tersebut dapat diidentifikasikan

pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhannya cepat atau

(43)

termasuk ke dalam kelompok progresif (maju), tetapi apabila PP + PPW ≤ 0

berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.

1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Regional

Komponen pertumbuhan nasional/regional adalah perubahan produksi

suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum,

perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang

memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa

tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka

adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan

wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh

lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor

dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan barang mentah,

perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan

price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Timbulnya komponen pertumbuhan pangsa wilayah terjadi karena

peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah

dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh

akses pasar, dukungan kelembagaan, keunggulan komparatif, prasarana sosial dan

(44)

2.1.8. Kegunaan Analisis Shift Share

Analisis Shift Share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat :

1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap

perkembangan sektor perekonomian di wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara

relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya, sehingga

dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah

tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan

laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

2.1.9. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan analisis shift share dalam memberikan informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari

kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis shift share adalah: 1. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan

tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa

(45)

tanpa memerhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari

wilayah tersebut.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PW) mengasumsikan

bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi

diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Selain itu,

analisis shift share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal tidak semua demikian.

2.2. Penelitian Terdahulu

Kuncoro (2002) menganalisis tentang penetapan kawasan andalan di

Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen.

Kawasan andalan Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari kawasan andalan

Banjarmasin, Kotabaru, dan Hulu Sungai Selatan. Hasil analisis menunjukkan

bahwa Kabupaten Kotabaru merupakan satu-satunya daerah kawasan andalan

yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh, sedangkan

dua daerah lainnya yaitu Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan

masing-masing berada pada kategori daerah maju tapi tertekan dan daerah relatif

tertinggal.

Usya (2006) menganalisis tentang perubahan struktur ekonomi di

Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten

Subang. Hal ini ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi

(46)

Harisman (2007), yang menggunakan analisis Shift Share untuk mengidentifikasi struktur perekonomian Provinsi Lampung. Hasil penelitian

dengan analisis Shift Share menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder yang terus

meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung.

Purwantina (2009), menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing,

profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota

Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007.

Pada penelitian tersebut, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi

digunakan analisis Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan. Sedangkan yang terkecil adalah sektor

pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor

pertanian. Sektor yang mengalami laju pertumbuhan adalah tercepat adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor yang memiliki laju

pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena

ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian.

Hafsari (2010), menganalisis pola petumbuhan spasial serta

pengklasifikasiannya di Provinsi DKI Jakarta menurut analisis Tipologi Klassen.

Pada periode 2001-2004, hanya Jakarta Pusat yang menempati kuadran daerah

maju dan tumbuh pesat, lalu diikuti oleh Jakarta Utara dan Jakarta Selatan yang

menempati kuadran daerah yang masih bisa berkembang pesat, selanjutnya adalah

Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu yang menempati kuadran daerah yang sudah

(47)

dibandingkan dengan daerah acuan DKI Jakarta pada periode tersebut.

Suryantini (2010), menganalisis potensi sektor restoran dan pajak restoran

dalam perekonomian Kota Bandung periode 2004-2008. Berdasarkan analisis shift share, sektor restoran menunjukkan perubahan kontribusi terhadap PDRB Kota Bandung yang bernilai positif. Sektor restoran mempunyai nilai pertumbuhan

regional (PR) yang positif. Pertumbuhan proporsional (PP) sektor restoran bernilai

negatif sedangkan nilai pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) bernilai positif.

Selama periode 2004-2008, sektor restoran berada di kuadran IV yang

menunjukkan bahwa sektor restoran mempunyai pertumbuhan yang lambat tetapi

memiliki dayasaing yang sangat baik bahkan terbesar jika dibandingkan dengan

(48)

2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran.

Perekonomian Provinsi Bali Periode 2000-2009

Spasial Sektoral

Sebelum Bom

- pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor

perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom.

- posisi dan pola perekonomian kabupaten/kota di

Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom. Sebelum Bom

Sesudah Bom Sesudah Bom

Analisis Tipologi Klassen Analisis Shift Share

(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan

jenis data time series periode 2000-2009 dan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Data yang dikumpulkan berupa data Produk Domestik Bruto (PDB)

atas dasar harga konstan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut

lapangan atas dasar harga konstan Provinsi Bali, PDRB per kapita dan laju

pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten

Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung,

Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kota Denpasar, dan Provinsi Bali serta

data terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pengolahan data

dilakukan dengan bantuan perangkat lunak software Microsoft Excel. 3.2. Metode Analisis

3.2.1 Metode Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk menganalisis posisi dan

pola perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali yang diukur melalui

perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita kabupaten/kota

terhadap Provinsi Bali sebelum dan sesudah tragedi bom. Tipologi Klassen pada

dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan

ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu

(50)

yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan

cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Aswandi dan Kuncoro, 2002: 27-45).

Gambar 3.1 Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen.

Pertumbuhan Ekonomi (Sumbu y)

PDRB per kapita (Sumbu x)

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat tumbuh,

daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

yang lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Bali; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat

pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali; (3)

daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata

Provinsi Bali; (4) daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding

rata-rata Provinsi Bali. Dikatakan “tinggi” apabila indikator di suatu

kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di

(51)

Provinsi Bali dan digolongkan “rendah” apabila indikator di suatu kabupaten/kota

lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

3.2.2. Metode Shift Share

Analisis ini digunakan untuk menganalisis pertumbuhan dan pergeseran

sektor-sektor perekonomian sebelum dan sesudah tragedi bom yang dibagi dua

periode waktu: 2000-2001 (sebelum bom Bali 1); 2003-2004 (sesudah bom Bali 1

atau sebelum bom Bali 2); 2006-2007 (sesudah bom Bali 2); dan 2008-2009.

Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat kabupaten/kota provinsi maupun

nasional. Terdapat enam langkah utama dalam analisis shift share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis.

Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota. Jika

wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya

adalah provinsi atau nasional. Dalam penelitian ini analisis dilakukan di tingkat

provinsi (Provinsi Bali) dan wilayah atasnya adalah nasional (Indonesia).

2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis.

Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja.

Pendapatan di suatu wilayah dicerminkan oleh nilai PDRB (tingkat kabupaten,

kota, atau provinsi) dan PDB (tingkat nasional). Dalam penelitian ini indikator

yang digunakan yaitu PDRB Provinsi Bali dan PDB Indonesia.

3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.

Dalam penelitian ini sektor yang menjadi fokus utama yaitu sektor

(52)

4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi.

Misal, dalam suatu negara terdapat m wilayah (j = 1,2,3,...,m) dan n sektor

ekonomi (i = 1,2,3,...,n).

a. PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun

dasar analisis.

Yij=

Di mana:

Y i = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada

tahun dasar analisis,

Yij = produksi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah

j pada tahun dasar analisis.

b. PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun

akhir analisis.

Y’ij =

Di mana:

Y’i = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada

tahun akhir analisis,

Y’ij = produksi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah

j pada tahun akhir analisis.

1. PDB Indonesia pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis

dirumuskan sebagai berikut:

a. PDB Indonesia pada tahun dasar analisis

(53)

Di mana :

Y.. = PDB Indonesia dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun dasar analisis,

Yij = produksi provinsi dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada wilayah j pada tahun dasar analisis

b. PDB Indonesia pada tahun akhir analisis.

Y’.. =

Di mana :

Y’.. = PDB Indonesia pada tahun akhir analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

2. Perubahan produksi sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai

berikut.

Δ Yij = Y’ij – Yij

Di mana :

Δ Yij = perubahan produksi sektor i pada wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis, Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.

3. Persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut.

% Δ Yij = Y’ij – Yij * 100

(54)

5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi (Produksi/Kesempatan Kerja).

a. Rasio produksi sektor i pada wilayah j (ri) ri = (Y’ij – Yij)

Yij

Di mana :

ri = rasio produksi sektor i pada wilayah j

Yij = PDRB Provinsi Bali dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran

pada wilayah j pada tahun dasar analisis,

Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.

b. Rasio produksi (nasional) sektor i (Ri)

Ri = (Y’i – Yi)

Yi

Di mana :

Ri = rasio produksi (nasional) sektor i,

Yi = PDB Indonesia dari sektor i pada tahun dasar analisis, Y’i = PDB Indonesia dari sektor i pada tahun akhir analisis.

c. Rasio produksi (nasional) (Ra) Ra = (Y’.. – Y..)

Y..

Di mana :

Ra = rasio PDB Indonesia,

(55)

6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah

a. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

PNij = (Ra) Yij

Di mana :

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri – Ra) Yij

Di mana :

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri – Ri) Yij

Di mana :

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j,

Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

Apabila:

PPW ij > 0, maka sektor/wilayah j mempunyai dayasaing yang baik

dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.

PPW ij < 0, maka sektor/wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik

Gambar

Gambar 2.1. Agregat Demand dan Agregat Expenditure
Gambar 2.2. Model Analisis shift share.
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran.
Tabel 4.1. Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasir Putih Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai Barat Tahun Anggaran 2012, maka kami Panitia Pengadaan Barang / Jasa, mengumumkan Hasil Pelelangan

Pada tahap proses konsultasi ini, klien yang mengantri di depan ruang konsultasi akan dipanggil oleh sekertaris LPKBH Al-Baihaqy untuk menemui konsultan LPKBH

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai

[r]

Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja para pengurus pencak silat PSHT Cabang Yogyakarta dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Dalam kaitanya sebagai bagian

5) Apabila prodi menyetujui tema dan judul tersebut maka prodi menunjuk dosen pembimbing bagi mahasiswa. 6) Setelah mendapatkan dosen pembimbing mahasiswa berhak

Dalam penyusunan Renja tahun 2017 ini berpedoman pada program dan kegiatan yang tertuang pada Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pelayanan Perizinan dan Kantor

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa biopriming benih R3 (isolat F2B1) memiliki nilai yang relatif tinggi baik pada variabel daya berkecambah (DB), potensi