• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT PREEKLAMSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT PREEKLAMSIA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT

PREEKLAMSIA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

VENNY YULIANTI GANA

G 0007024

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul :

Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia

Venny Yulianti Gana, NIM/Semester : G0007024, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Kamis, Tanggal 21 Oktober 2010

Pembimbing Utama

Nama : Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG

NIP : 196103091988021001 ...

Pembimbing Pendamping

Nama : Heru Priyanto, dr., Sp.OG (K)

NIP : 140350794 ...

Penguji Utama

Nama : Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K)

NIP : 195303311982021003 ...

Anggota Penguji

Nama : Isdaryanto, dr., MARS

NIP : 195003121976101001 ...

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., MKes Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr., MS

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 2010

Venny Yulianti Gana

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Venny Yulianti Gana, 2010. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia, dan untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan kadar hematokrit.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010 di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara fixed exposure sampling, yaitu penyakit preeklamsia/eklamsia. Data yang dapat dianalisis sebanyak 90 sampel, diperoleh dari rekam medis pasien preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr Moewardi. Data kemudian dianalisis antar kelompok, kelompok preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat, dan kelompok preeklamsia berat dengan eklamsia, menggunakan uji t Independent, dan prosedur Receiver Operating Characteristic.

Hasil Penelitian: Dari penelitian ini, uji t Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia berat menunjukkan p = 0,01, dan untuk kelompok preeklamsia berat dan eklamsia p = 0,10 ; nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan ke preeklamsia berat adalah kadar 36,15%, dengan hasil uji Tabulasi Silang menunjukkan p = 0,03 dan OR = 3, dan nilai ambang untuk perubahan preeklamsia berat ke eklamsia adalah kadar 38,30%, dengan hasil uji Tabulasi Silang menunjukkan p = 0,60 dan OR = 1,3.

Simpulan Penelitian: Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dan tidak ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan preeklamsia berat menjadi eklamsia ; nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat adalah 36,15%, dan nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia adalah 38,30%.

(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Venny Yulianti Gana, 2010. The Relationship Between Hematocrit Level and Preeclampsia Severity. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective of research: This research aims to find out whether or not there is a relationship between the increase in hematocrit level and the increase in preeclampsia severity, and predictor of preeclampsia severity changing based on the hematocrit level.

Research Method: This study belongs to an observational analytical research with cross-sectional approach taken palace in June 2010 in Obstetric and Gynecology Department of Surakarta Dr. Moewardi Local Public Hospital. The sample was taken using fixed exposure sampling technique, namely preeclampsia/eclampsia disease. The data that could be analyzed consisted of 90 samples, obtained from the medical record of preeclampsia/eclampsia patients in Dr. Moewardi Local Public Hospital. The data was then analyzed between groups, mild preeclampsia and severe preeclampsia groups, severe preeclampsia and eclampsia groups, using t Independent test and Receiver Operating Characteristic procedure.

Result of Research: From the research, the result of t Independent test on mild preeclampsia and severe preeclampsia groups shows p = 0,01, and for severe preeclampsia and eclampsia groups p = 0,10 ; the hematocrit level threshold for the change from mild preeclampsia to severe preeclampsia is 36,15%, with the cross-tabulation test result showing p = 0,03 and OR = 3, while the threshold for the change from severe preeclampsia and eclampsia is 38,30%, with the cross-tabulation test result showing p = 0,60 and OR = 1,3.

Conclusion: There is a statistically significant relationship between the increase in hematocrit level and the increase of mild preeclampsia to severe preeclampsia, and there is no relationship between the increase in hematocrit level and the increase of severe preeclampsia to eclampsia ; the hematocrit level threshold for the change from mild preeclampsia to severe preeclampsia is 36,15% and the threshold for the change from severe preeclampsia and eclampsia is 38,30%.

(6)

commit to user

vi

PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG selaku Pembimbing Utama yang telah memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.

2. Heru Priyanto, dr., Sp.OG (K) selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi bimbingan dan saran.

3. Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Isdaryanto, dr., MARS selaku Anggota Penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR selaku Direktur RSUD Dr Moewardi Surakarta.

6. Prof. Dr. A.A. Subijanto, MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Muthmainah, dr., MKes. selaku Ketua Tim Skripsi FK-UNS beserta Staf yang telah memberi pengarahan.

8. Papa Ayi Gana, mama Jaswati Rahmat, babang Edvan Gana Senjaya, dan adik Fauzan Hafizh, yang telah memberikan semangat hingga selesainya skripsi ini. 9. Tofan Rakayudha, Intan Rengganis, Adhitya Indra, Samuel H. R. Sinaga, Nurul Ramadhian, Afifah Nur R., Aldila Ayudia A., Tiur E. Situmorang, Sanny Kusuma Sari, Tarida D. Simanjuntak., Monika Sitio, dan teman-teman angkatan 2007.

10. Pihak Rekam Medik dan Bagian Obstetrik Ginekologi RSUD Dr Moewardi, yang telah memberi bantuan dalam penelitian ini.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 2010

(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Preeklamsia... 5

2. Eklamsia ... 17

3. Hematokrit ... 20

4. Hubungan Preeklamsia/ Eklamsia dengan Hematokrit ... 21

B. Kerangka Berpikir ... 22

C. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

(8)

commit to user

viii

B. Lokasi Penelitian ... 25

C. Subyek Penelitian ... 25

D. Teknik Sampling ... 26

E. Rancangan Penelitian ... 27

F. Identifikasi Variabel ... 27

G. Definisi Operasional Variabel ... 27

H. Instrumen Penelitian ... 31

I. Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 32

B. Uji Normalitas Data ... 33

C. Uji Beda Rerata Sampel Penelitian ... 35

D. Hasil Analisis Kadar Hematokrit ... 37

E. Nilai Ambang (Cut-Off Point) ... 40

BAB V PEMBAHASAN ... 44

A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 44

B. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia ... 46

C. Nilai Ambang Hematokrit untuk Perubahan Derajat Preeklamsia ... 47

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1 Variasi Kadar Normal Hematokrit ... 20

Tabel 2 Sebaran dan Keragaman Data Sampel Penelitian ... 32

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data ... 34

Tabel 4 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PER dan PEB ... 35

Tabel 5 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PEB dan Eklamsia ... 36

Tabel 6 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit pada PER, PEB, dan Eklamsia ... 37

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Kadar Hematokrit... 39

Tabel 8 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan PER menjadi PEB ... 42

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia

Ringan dan Preeklamsia Berat ... 38

Gambar 2 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia

Berat dan Eklamsia ... 38

Gambar 3 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan

Spesifisitas untuk Perubahan PER menjadi PEB ... 41

Gambar 4 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari FKUNS

Lampiran 2. Surat Pengantar Penelitian Bag. Pendidikan dan Penelitian RSUD

Dr Moewardi

Lampiran 3. Hasil Analisis Sampel Penelitian

Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Hematokrit

Lampiran 5. Nilai Ambang Kadar Hematokrit

Lampiran 6. Lembar Pengumpulan Data

(12)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit, yang termasuk

dalam penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum

jelas bagaimana hal itu terjadi. Istilah kesatuan penyakit harus diartikan bahwa

kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa eklamsia merupakan peningkatan

yang lebih berat dan berbahaya dari preeklamsia, dengan tambahan

gejala-gejala tertentu (Prawirohardjo, 2007).

Frekuensi eklamsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi

rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan

antenatal yang baik, dan penanganan preeklamsia yang sempurna. Di

negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -

0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% -

0,1% (Prawirohardjo, 2007). Adapun di Indonesia eklamsia (24%) masih

merupakan sebab utama kematian maternal dan perinatal dalam bidang

obstetrik di samping perdarahan (28%) dan infeksi (11%) (Karkata, 2006).

Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8%

- 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%

(Prawirohardjo, 2007). Menurut Dinas Kesehatan Kota Surakarta, berdasarkan

persalinan dengan komplikasi tahun 2006, insiden preeklamsia sebesar 13,42%

(13)

commit to user

31 Desember 2001 terdapat 162 kasus preeklamsia berat dan eklamsia dengan

insidensi 4,4 % dari seluruh persalinan. Jumlah kematian maternal yaitu 16

kasus (9,8%) yang terdiri dari 5 kasus (31,25%) preeklamsia berat dan 11 kasus

(56,25%) eklamsia (Sihwiyana, 2003). Oleh karena itu, diagnosis dini

preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian

ibu dan anak (Prawirohardjo, 2007).

Preeklamsia ditandai dengan adanya hipertensi, edema, dan proteinuria.

Sedangkan pada eklamsia, selain tanda tersebut terdapat tanda tambahan

berupa serangan kejang dan koma. Tanda-tanda pada preeklamsia/eklamsia

yang timbul disebabkan adanya disfungsi endotel yang menyeluruh pada

tubuh penderita. Dalam perjalanan penyakitnya, penderita preeklamsia akan

mengalami banyak perubahan, disfungsi, dan kegagalan pada sistem tubuhnya.

Salah satu perubahan yang terjadi pada preeklamsia/eklamsia adalah

perubahan pada hematologi. Perubahan hematologi yang terjadi yaitu adanya

penurunan volume plasma. Hipervolemia yang secara fisiologis terjadi saat

kehamilan hampir tidak terjadi pada preeklamsia/eklamsia. Volume plasma

pada preeklamsia akan menurun 30%-40% dibanding kehamilan normal.

Penurunan volume plasma akan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan

peningkatan viskositas darah yang tampak pada kenaikan kadar hemoglobin

(14)

commit to user

Oleh karena peningkatan kadar hematokrit merupakan salah satu tanda

pada preeklamsia/eklamsia, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah kadar

hematokrit yang meningkat mempunyai hubungan dengan derajat preeklamsia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Adakah hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan

derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat?

2. Adakah hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan

derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peningkatan kadar

hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan

kadar hematokrit.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang hubungan

(15)

commit to user 2. Manfaat Terapan

a. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai identifikasi ibu

hamil dengan preeklamsia/eklamsia untuk mendapatkan perawatan

selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur.

b. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai prognosis penyakit

preeklamsia sehubungan dengan kadar hematokrit penderita.

c. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai prediktor perubahan

(16)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Preeklamsia

a. Pengertian

Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Prawirohardjo S, 2007).

Penyakit ini umumnya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu

(Cunningham, 2006).

Hipertensi biasanya timbul terlebih dahulu daripada tanda-tanda

lain (Prawirohardjo S, 2007). Hipertensi pada dewasa ditandai oleh

tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90

mmHg (Fox, 2002). Menurut WHO (2002), hipertensi adalah tekanan

darah 140/90 mmHg atau lebih, atau suatu kenaikan tekanan sistolik

sebesar 30 mmHg atau lebih (jika diketahui tingkat yang biasa), atau

kenaikan tekanan darah diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih (jika

diketahui tingkat yang biasa) (Wijayarini, 2002).

Edema ialah penimbunan cairan secara berlebihan dalam jaringan

tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan bagian tubuh (Prawirohardjo, 2007). Kenaikan berat

badan mendadak (occult oedema atau edema samar) sebanyak 1 kg atau

lebih dalam seminggu (atau 3 kg dalam sebulan) adalah indikasi

(17)

commit to user

preeklamsia (kenaikan berat badan normal sekitar ½ kg perminggu).

Edema dapat terjadi di bagian : depan kaki (pretibial), tangan dan jari-jari

tangan, wajah dan kelopak mata, dinding abdomen, daerah sakrum, dan

vulva (Wijayarini, 2002).

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan +1 atau +2, atau ≥ 1 g/liter dalam air kencing yang

dikeluarkan dengan kateter atau midstream(Prawirohardjo, 2007).

b. Etiologi

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari

preeklamsia/eklamsia sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the

disease of theory (Sudhaberata, 2001). Adapun teori-teori tersebut antara

lain :

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2)

yang pada kehamilan normal meningkat. Aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis kemudian akan digantikan dengan trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit

fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan

(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

(18)

commit to user 2) Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang

timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies

terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna

pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa

data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita

preeklamsia/ eklamsia:

a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai

kompleks imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem

komplemen pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.

3) Peran faktor genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada

kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain :

a) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.

b) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia

pada anak dan cucu dari ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/

eklamsia.

(19)

commit to user

c. Faktor Risiko

Secara umum faktor risiko preeklamsia meliputi (Cunningham,

2006 dan Brooks, 2005) :

1) Primigravida

2) Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

3) Penyakit yang menyertai kehamilan (hipertensi kronik, ginjal, diabetes

melitus)

4) Riwayat keluarga (ibu hamil lahir dari ibu yang mengalami

preeklamsia)

5) Pendidikan rendah

6) Sosial ekonomi rendah

7) Kunjungan antenatal kurang dari 4 kali

d. Patogenesis

Pada preeklamsia ada dua tahap perubahan yang mendasari

patogenesisnya, yaitu tahap pertama adalah hipoksia plasenta yang terjadi

karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi

karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada

awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan. Arteri spiralis tidak

dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah

dalam ruang intervilus di plasenta, sehingga terjadilah hipoksia plasenta

(Roeshadi, 2006).

Hipoksia yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksik

(20)

commit to user

sirkulasi darah ibu. Hal ini kemudian akan menyebabkan terjadinya stres

oksidatif, yaitu keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan

dibandingkan antioksidan (Roeshadi, 2006).

Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksik

yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel

pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel, yang dapat terjadi pada

seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita

preeklamsia.

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat

yang bertindak sebagai vasodilator, seperti Prostasiklin dan Nitrit Oksida,

dibandingkan dengan vasokonstriktor, seperti Endothelium I,

Tromboksan, dan Angiotensin II (Roeshadi, 2006). Penurunan Nitrit

Oksida (NO) menyebabkan rusaknya fungsi vasodilator endothel. Kunci

sistem regulator endothel yang normal adalah Nitric Oxide Syntase

(NOS) yang menghasilkan NO. NO berperan sebagai relaxing factor otot

polos, sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang. NO akan

menginduksi vasodilatasi dan mengatur tahanan vaskuler. Terganggunya

fungsi endothel sebagai vasodilator berperan dalam patofisiologi

hipertensi yang merupakan salah satu dari gejala preeklamsia.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem

koagulasi sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan

thrombus. Vasospasme merupakan dasar dari proses penyakit ini. Setelah

(21)

commit to user

prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ

(Roeshadi, 2006).

Dengan demikian disfungsi endothel menonjol pada penderita

preeklamsia dan merupakan patogenesis yang berperan penting pada

(22)

commit to user

Skema Patogenesis Preeklamsia

(Roeshadi, 2006)

Penyakit vaskuler Faktor imunogenetik ↑ Trigliserida & asam lemak bebas

Invasi trophoblast yang tidak adekuat pada arteria spiralis ibu

Penurunan perfusi plasenta

Sirkulasi faktor-faktor Sitokin (IL-16, TNF-α), dan Peroksidase lemak

Stres oksidatif

Disfungsi endothel Aktivasi keping

(23)

commit to user

e. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Patologik

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklamsia adalah

spasmus pembuluh darah disertai retensi garam dan air. Bila dianggap

bahwa spasmus arteriola juga ditemukan di seluruh tubuh, maka mudah

dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat tampaknya merupakan

usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat

dicukupi (Prawirohardjo, 2007).

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan

cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui

sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklamsia dijumpai kadar

aldosteron yang rendah daripada kehamilan normal. Aldosteron penting

untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan

natrium (Prawirohardjo, 2007).

Perubahan organ pada preeklampsia/eklampsia meliputi

(Prawirohardjo, 2007) :

1) Plasenta

Pada preeklamsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua

dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan

plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya

sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena

fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, dipercepat

prosesnya pada preeklamsia dan hipertensi. Pada preeklamsia yang

(24)

commit to user

konstriksi dan penyempitan, yang berakibat aterosis akut disertai

necrotizing arteriopathy.

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan

fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin

terganggu; pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin

sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

2) Ginjal

Organ ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada

simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan

perdarahan-perdarahan kecil.

Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan

(1968) menunjukkan pada preeklamsia terjadi kelainan berupa : a)

kelainan glomerulus; b) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; c)

kelainan pada tubulus-tubulus Henle; d) spasmus pembuluh darah ke

glomerulus.

Perubahan pada ginjal ini disebabkan oleh aliran darah ke dalam

ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus

mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan

dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan

air. Karena terjadi proteinuria, protein serum total dan tekanan

osmotik plasma menurun pada preeklamsia.

Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui dengan

(25)

commit to user

tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh

tubulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus

ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun,

yang menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga retensi

air.

Fungsi ginjal pada preeklamsia tampaknya agak menurun bila

dilihat dari clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun

sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun; pada

keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

3) Retina

Kelainan yang sering ditemukan adalah spasmus pada

arteriola-arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Dapat terlihat

edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat

terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik. Pelepasan retina

disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk

pengakhiran kehamilan segera.

Skotoma, diplopia, dan ambliopia merupakan gejala yang

menunjukkan akan terjadinya eklamsia. Keadaan ini disebabkan oleh

perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri

(26)

commit to user 4) Paru-paru

Paru-paru menunjukkan adanya edema. Edema paru-paru

merupakan sebab utama kematian, dimana komplikasi ini biasanya

disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

5) Otak

Resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam

kehamilan lebih meninggi lagi pada preeklamsia. Pada penyakit yang

belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks

serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.

6) Hati

Organ ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan

tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada

pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis

pada tepi lobulus.

7) Jantung

Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsia,

jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium.

8) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia

tidak diketahui sebabnya. Terjadi di sini pergeseran cairan dari ruang

intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh

kenaikan hematokrit, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan

(27)

commit to user

peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan

di berbagai bagian tubuh mengurang, yang berakibat hipoksia.

Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga

turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan

keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan.

Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada

penderita preeklamsia daripada wanita hamil biasa atau penderita

dengan hipertensi menahun. Penderita preeeklamsia tidak dapat

mnegeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini

disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan

kembali tubulus tidak berubah.

f. Klasifikasi Preeklamsia

Preeklamsia digolongkan ke dalam preeklamsia ringan dan

preeklamsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:

1) Preeklamsia Ringan (Wijayarini, 2002)

a) Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, atau kenaikan ≥ 30 mmHg

(jika diketahui tingkat yang biasa).

b) Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau kenaikan ≥ 15 mmHg

(jika diketahui tingkat yang biasa).

c) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.

d) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas +1 sampai +2

(28)

commit to user 2) Preeklamsia Berat (Duff, 2004)

Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu

hamil, sudah dapat digolongkan preeklamsia berat :

a) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg.

b) Oligouria, urin kurang dari 400cc/24 jam.

c) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter.

d) Keluhan subjektif :

(1) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas

(2) Mual atau muntah

(3) Gangguan penglihatan

(4) Nyeri kepala daerah frontal

(5) Edema paru dan sianosis

(6) Gangguan kesadaran

(7) Hipereksibilitas sistem syaraf pusat, ditandai dengan demam

dan peningkatan refleks tendon.

e) Pemeriksaan :

(1) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus

(2) Perdarahan pada retina

(3) Trombosit kurang dari 100.000/mm.

Peningkatan gejala dan tanda preeklamsia berat memberikan

(29)

commit to user

g. Diagnosis

Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2

dari trias tanda utama : hipertensi, edema, dan proteinuria (Prawirohardjo,

2007).

2. Eklamsia

a. Pengertian

Eklamsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam

masa nifas dengan tanda-tanda preeklamsia berat. Pada wanita yang

menderita eklamsia timbul serangan kejang yang diikuti koma

(Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan waktu terjadinya, eklamsia dapat

dibagi menjadi eklamsia gravidarum, eklamsia parturientum, dan

eklamsia puerperium (Manuaba, 1998)

b. Gejala dan Tanda

Pada jaringan, adanya hemokonsentrasi akan menurunkan perfusi

jaringan sehingga kepekaan otak akan meningkat dan mudah untuk

terjadi kejang (Sulistyowati, 2001).

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya

preeklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,

gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan

hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati,

akan timbul kejang; terutama pada persalinan, bahaya ini besar

(30)

commit to user

Konvulsi eklamsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni (Prawirohardjo,

2007) :

1) Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita

terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar, demikian pula

tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.

2) Tingkat kejang tonik

Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh

otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam,

dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai

menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.

3) Tingkat kejang klonik

Berlangsung antara 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan

berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan

menutup, dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari

mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan sianosis.

Penderita menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian

hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Pada

akhirnya, kejang terhenti dan penderita menarik napas secara

mendengkur.

4) Tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara

(31)

commit to user

bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan berulang, sehingga

penderita tetap dalam koma.

Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu

meningkat sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat

terjadi komplikasi-komplikasi seperti : 1). Lidah tergigit; perlukaan

dan fraktura; 2). Gangguan pernapasan; 3). Solusio plasenta; dan 4).

Perdarahan otak (Prawirohardjo, 2007).

3. Hematokrit

a. Pengertian

Kadar hematokrit (packed red cell volume) adalah konsentrasi

(dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah lengkap

(Gandasoebrata, 2004; Sutedjo, 2007). Biasanya kadar ini ditentukan

dengan darah vena atau kapiler. Hematokrit ditentukan melalui

sentrifugasi darah dalam “tabung hematokrit” sampai sel-sel ini menjadi

benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Adalah tidak mungkin

untuk memampatkan semua eritrosit; karenanya, sekitar 3 sampai 4

persen plasma tetap terjebak di antara sel, dan hematokrit sebenarnya

hanya sekitar 96 persen dari hematokrit yang terukur (Guyton, 1997).

Adapun variasi kadar normal hematokrit sepanjang kehidupan

(32)

commit to user

Tabel 1 Variasi Kadar Normal Hematokrit

Kategori Kadar Hematokrit (%)

Bayi baru lahir cukup bulan (darah tali pusat)

Bayi baru lahir cukup bulan (darah kapiler)

Bayi (3 bulan)

Kadar hematokrit adalah parameter hemokonsentrasi serta

perubahannya. Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya

peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau

penurunan kadar plasma darah. Sebaliknya kadar hematokrit akan

menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi atau disebut

hemodilusi, karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar

plasma darah.

4. Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Hematokrit

Hipoksia plasenta yang terjadi pada preeklamsia/eklamsia akan

membebaskan zat-zat toksik dan radikal bebas dalam sirkulasi darah ibu.

Hal ini kemudian akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif, yaitu

keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan

antioksidan. Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama zat toksik yang

beredar akan merangsang terjadinya kerusakan sel endothel pembuluh darah

(33)

commit to user

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat

yang bertindak sebagai vasodilator, sehingga terjadi vasospasme (Roeshadi,

2006). Vasospasme yang berkelanjutan akan menyebabkan integritas

endothel pembuluh darah rusak, sehingga plasma darah bergeser ke ruang

interstitial. Akibatnya, volume plasma akan menurun dan terjadi

hemokonsentrasi, yang dapat dinilai dari peningkatan kadar hematokrit.

Hemokonsentrasi yang terus meningkat akan menyebabkan perfusi jaringan

semakin berkurang pada seluruh organ, yang kemudian akan memperburuk

preeklamsia itu sendiri (Prawirohardjo, 2007).

B. Kerangka Berpikir

Vasospasme pada preeklamsia akan merusak integritas endothel

pembuluh darah, sehingga permeabilitas vaskuler meningkat. Permeabilitas

vaskuler yang meningkat menyebabkan kebocoran interendothelial sehingga

plasma darah keluar ke ruang interstitial. Pergeseran cairan ini menyebabkan

volume plasma menurun dan terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi

menyebabkan kadar hematokrit meningkat, dimana peningkatan kadar ini

(34)

commit to user Preeklamsia

Hipertensi Vasospasme Proteinuria

Integritas endothel rusak

Peningkatan permeabilitas vaskuler

Kebocoran interendothelial

Hemokonsentrasi Penurunan volume plasma

Plasma keluar

Hematokrit meningkat

(35)

commit to user

C. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan

peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi

preeklamsia berat.

2. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan

(36)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung

diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufikqurrahman, 2004).

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr

Moewardi Surakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

C. Subyek penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien preeklamsia/eklamsia

yang mengunjungi RSUD Dr Moewardi Surakarta.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah subjek dalam populasi penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi dan sudah disingkirkan dengan kriteria

eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi :

1) Ibu hamil dengan preeklamsia/eklamsia

2) Usia kehamilan ≥ 20 minggu

3) Usia 20 – 35 tahun

(37)

commit to user b. Kriteria eksklusi :

1) Ada riwayat anemia

2) Ada riwayat penyakit jantung

3) Ada riwayat penyakit hipertensi kronis

4) Ada riwayat penyakit ginjal

5) Ada riwayat penyakit diabetes mellitus

D. Teknik sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara fixed exposure sampling,

yaitu skema pencuplikan yang dimulai dengan memilih sampel berdasarkan

status paparan subjek, yaitu penyakit preeklamsia/eklamsia. Sampel dibagi

menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok preeklamsia ringan, preeklamsia berat,

dan kelompok eklamsia. Sampel pada masing-masing kelompok sebesar 30

(38)

commit to user

E. Rancangan Penelitian

F. Identifikasi variabel

1. Variabel bebas : Derajat Preeklamsia

2. Variabel terikat : Kadar Hematokrit

G. Definisi operasional variabel

1. Preeklamsia/eklamsia

Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,

edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Preeklamsia

digolongkan ke dalam preeklamsia ringan dan preeklamsia berat

(Prawirohardjo, 2007).

Populasi

Sampel

Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi

Eklamsia Preeklamsia

Berat

Hematokrit Hematokrit

Analisis Statistik Preeklamsia

Ringan

(39)

commit to user

Nilai preeklamsia ringan apabila terdapat hipertensi, edema,

proteinuria akan tetapi tidak ada tanda dari preeklamsia berat. Nilai

preeklamsia berat apabila terdapat satu atau lebih tanda berikut : 1)

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg; 2) Oligouria; 3) Proteinuria lebih

dari 3 gr/liter; 4) Keluhan cerebral, gangguan penglihatan, mual

muntah, atau nyeri di daerah epigastrium; 5) Edema paru atau

sianosis; 6) Trombositopenia ≤ 100.000; 7) Peningkatan enzim hati

(Duff, 2004).

Eklamsia timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas

dengan tanda-tanda preeklamsia berat. Nilai eklamsia apabila

terdapat tanda dan gejala preeklamsia berat, kemudian timbul

serangan kejang yang diikuti dengan koma (Prawirohardjo, 2007).

Skala : Ordinal

2. Kadar Hematokrit

Kadar hematokrit adalah angka yang menunjukkan konsentrasi

eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah lengkap, dinyatakan dalam

persen (Sutedjo, 2007). Kadar normal hematokrit pada wanita

dewasa adalah 37%-47%, sedangkan pada wanita hamil adalah

26%-34% (Waterbury, 2001).

Skala : Rasio

3. Anemia

Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan di bawah

(40)

commit to user

sel darah merah (packed red cells) dalam darah (Dorland, 1998).

Nilai ambang batas untuk menentukan status anemia ibu hamil

berdasarkan pada criteria WHO, ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu

normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat

(kurang dari 8 g/dl). Gejala-gejala anemia antara lain : cepat lelah,

sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah

yang lebih hebat (Manuaba, 1998). Anemia pada pasien dapat

diketahui dari rekam medis.

Skala : Kategorikal

4. Penyakit jantung

Penyakit jantung adalah keadaan dimana jantung abnormal dan

tidak bekerja secara normal dengan berbagai penyebab.

Gejala-gejala insufisiensi jantung antara lain merasa cepat lelah, jantung

berdebar-debar (palpitasi cordis), sesak napas atau angina pektoris

yang dapat disertai sianosis (Prawirohardjo, 2007). Penyakit jantung

pada pasien dapat diketahui dari rekam medis.

Skala : Kategorikal

5. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal

Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menahun

yang sudah ada sebelum wanita menjadi hamil. Penyebab utama

hipertensi ini adalah hipertensi esensial dan penyakit ginjal

(41)

commit to user

Wanita hamil dengan hipertensi esensial biasanya hanya

menunjukkan gejala hipertensi tanpa gejala-gejala lain, di mana

tekanan darah berkisar antara 140/90 mmHg dan 160/100 mmHg

(Manuaba, 1998).

Penyakit ginjal yang menyebabkan tekanan darah meningkat di

antaranya glomerulonefritis akut atau kronis dan pielonefritis akut

atau kronis. Gejala penyakit ginjal pada kehamilan disertai hipertensi

adalah suhu badan yang meningkat dan gangguan miksi (Manuaba,

1998). Hipertensi kronis dan penyakit ginjal pada pasien dapat

diketahui dari rekam medis.

Skala : Kategorikal

6. Diabetes melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gustaviani,

2006).

Keadaan hiperglikemia dapat dilihat dari pemeriksaan glukosa

darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa ≥ 126 mg/dl. Pada DM terdapat keluhan khas berupa poliuria,

polidipsia, dan polifagia (Gustaviani, 2006). Diabetes mellitus pada

pasien dapat diketahui dari rekam medis.

(42)

commit to user

H. Instrumen Penelitian

Data sampel diperoleh dari rekam medis pasien preeklamsia/eklamsia di

RSUD Dr Moewardi, yang dicatat hasil pemeriksaan darah rutin berupa kadar

hematokrit.

I. Analisis Data

1. Untuk mengetahui perbedaan kadar hematokrit antar derajat preeklamsia,

data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t Independent.

2. Untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan

kadar hematokrit, data yang diperoleh dicari nilai ambang terbaiknya untuk

tes diagnostik dengan melihat nilai sensitivitas dan spesifisitasnya, sesuai

(43)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian, data sampel diperoleh dari catatan Rekam Medik pasien

preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr Moewardi Surakarta periode Januari 2009

sampai Mei 2010, dan dari 641 populasi pasien yang ada diambil data sebanyak

90 pasien.

Total sampel sebanyak 90 pasien, terdiri dari 30 pasien preeklamsia ringan,

30 pasien preeklamsia berat, dan 30 pasien eklamsia. Dari data Rekam Medik

pasien dicatat hasil pemeriksaan darah rutin berupa kadar hematokrit.

Berikut merupakan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik.

A.Karateristik Sampel Penelitian

Tabel 2 Sebaran dan Keragaman Data Sampel Penelitian

(44)

commit to user

Tabel 2 menunjukkan karakteristik sampel penelitian yang dilihat dari

sebaran dan keragaman data sampel. Rerata usia sampel pasien preeklamsia/

eklamsia adalah 27 tahun, dengan usia minimal 20 tahun dan usia maksimal 35

tahun. Rerata usia kehamilan sampel pasien preeklamsia/eklamsia adalah 38

minggu, dengan usia minimal 20 minggu dan usia maksimal 42 minggu.

Tekanan darah sistole memiliki rerata 161 mmHg, dengan tekanan minimal

110 mmHg dan tekanan maksimal 230 mmHg. Sedangkan tekanan darah

diastole memiliki rerata 101 mmHg, dengan tekanan maksimal 70 mmHg dan

tekanan minimal 160 mmHg. Rerata kadar hematokrit sampel pasien

preeklamsia/eklamsia adalah 37,16%, dengan kadar minimal 31,10% dan kadar

maksimal 47,00%. Rerata kadar hemoglobin adalah 12,33 gr/dL, dengan kadar

minimal 11,00 gr/dL dan kadar maksimal 15,20 gr/dL. Dan rerata kadar gula

darah sewaktu adalah 100,90 mg/dL, dengan kadar minimal 64,00 mg/dL dan

kadar maksimal 187,00 mg/dL.

B.Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data

normal atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov

Smirnov Test. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan

(45)

commit to user

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Kelompok Kolmogorov

Smirnov Z Nilai p Keterangan

Usia Ibu

Tabel 3 menunjukkan sebaran data hasil analisis Kolmogorov Smirnov

Test dari berbagai variabel penelitian pada kelompok preeklamsia ringan,

preeklamsia berat, dan eklamsia. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir

semua data dari berbagai variabel pada tiap kelompok terdistribusi normal

(46)

commit to user

ringan dan kelompok preeklamsia berat yang tidak terdistribusi normal

(p<0,05).

C. Uji Beda Rerata Sampel Penelitian

Tabel 4 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PER dan PEB

Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda rerata kelompok preeklamsia ringan

dan preeklamsia berat. Didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan antara kedua

kompok tersebut untuk variabel usia ibu, usia kehamilan, kadar hemoglobin

dan kadar gula darah sewaktu (p > 0,05), dan terdapat perbedaan antara kedua

kelompok tersebut untuk variabel tekanan darah sistole (p < 0,05). Digunakan

(47)

commit to user

kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa data homogen

(p > 0,05).

Tabel 5 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PEB dan Eklamsia

Variabel Kelompok Jumlah (N) Rerata SD Nilai p

kehamilan, tekanan darah sistole, kadar hemoglobin maupun kadar gula darah

sewaktu, karena didapatkan nilai p > 0,05. Digunakan uji t Independent dengan

asumsi tidak ada perbedaan varian dalam kedua kelompok untuk variabel usia

ibu, dan kadar hemoglobin, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa data

(48)

commit to user

sistole, dan kadar gula darah sewaktu digunakan uji t Independent dengan

asumsi ada perbedaan varian dalam kedua kelompok, karena hasil uji Levene

menunjukkan bahwa data tidak homogen (p < 0,05).

D. Hasil Analisis Kadar Hematokrit

Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui adakah hubungan antara

peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia. Karena

uji yang digunakan adalah uji t Independent, yang merupakan uji hipotesis

komparatif skala pengukuran numerik, maka variabel bebas dari data yang

dipakai adalah derajat preeklamsia, yaitu preeklamsia ringan, preeklamsia

berat, dan eklamsia (skala ordinal), dengan variabel terikat adalah kadar

hematokrit (skala rasio).

Tabel 6 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit pada PER, PEB dan Eklamsia

Variabel Kelompok Jumlah (N) Distribusi Rerata

Hematokrit

(gambar 1) menunjukkan bahwa kadar hematokrit pada kelompok preeklamsia

berat mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

(49)

commit to user

Gambar 1 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia Ringan dan Preeklamsia Berat

Sedangkan antara kelompok preeklamsia berat dan eklamsia, distribusi

kadar hematokrit tampak lebih tinggi pada kelompok eklamsia (38.69 + 3.702

%) dibandingkan dengan kelompok preeklamsia berat (37.37 + 2.306 %). Hasil

interpretasi grafik (gambar 2) menunjukkan bahwa kadar hematokrit pada

kelompok eklamsia mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan

(50)

commit to user

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Kadar Hematokrit

Variabel Kelompok Kolmogorov

Smirnov Z Nilai p Keterangan

Hematokrit

kelompok yang diuji normalitas datanya dengan Kolmogorov Smirnov Test.

Karena nilai p untuk kadar hematokrit kelompok preeklamsia ringan adalah

0,65 (p > 0,05), kelompok preeklamsia berat adalah 0,60 (p > 0,05), dan

kelompok eklamsia adalah 0.44 (p > 0.05), maka sebaran data pada ketiga

kelompok tersebut adalah normal.

Setelah dilakukan uji normalitas pada masing-masing kelompok, uji t

Independent dapat dilakukan antara derajat preeklamsia, yaitu antara kelompok

preeklamsia ringan dan preeklamsia berat, dan antara preeklamsia berat dan

eklamsia.

Dari uji t Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia

berat didapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan rerata kadar hematokrit antara

preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat, dengan nilai p = 0,01 (p < 0,05).

Uji t Independent ini digunakan dengan asumsi tidak ada perbedaan varian

dalam kedua kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa

(51)

commit to user

Sedangkan dari uji t Independent kelompok preeklamsia berat dan

eklamsia didapatkan hasil yaitu tidak terdapat perbedaan rerata kadar

hematokrit antara preeklamsia berat dengan eklamsia, dengan nilai p = 0,10

(p > 0,05). Uji t Independent digunakan dengan asumsi tidak ada perbedaan

varian dalam kedua kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan

bahwa data homogen dengan nilai p = 0,11 (p > 0,05).

E. Nilai Ambang (Cut-Off Point)

Nilai ambang (cut-off point) adalah nilai batas antara perubahan dari satu

kondisi ke kondisi lainnya. Di sini nilai tersebut digunakan untuk menyatakan

bahwa sampel pasien mempunyai resiko besar mengalami perubahan derajat

preeklamsia, yaitu dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat atau dari

preeklamsia berat menjadi eklamsia. Nilai ambang ditetapkan dengan

mempertimbangkan nilai spesifisitas yang tinggi dan nilai sensitivitas yang

juga tinggi dengan mengevaluasi pada tiap nilai ambang. Nilai ambang didapat

dari perpotongan grafik hubungan spesifisitas dan nilai sensitivitasnya tersebut.

Untuk nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan

menjadi preeklamsia berat dapat dilihat pada gambar 3. Di sini nilai ambang

kadar hematokrit tersebut adalah kadar 36,15% dengan spesifisitas 61% dan

(52)

commit to user

Gambar 3 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas untuk Perubahan PER menjadi PEB

Untuk nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia berat

menjadi eklamsia dapat dilihat pada gambar 4. Adapun nilai ambang kadar

hematokrit tersebut adalah kadar 38,30% dengan spesifisitas 53% dan

sensitivitas 53%.

Gambar 4 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas untuk Perubahan PEB menjadi Eklamsia

36,15%

(53)

commit to user

Setelah didapatkan nilai ambang kadar hematokrit dari tiap perubahan

derajat preeklamsia, tiap nilai tersebut kemudian diuji dengan uji Tabulasi

Silang untuk melihat ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik

antara nilai ambang tersebut dengan kejadian perubahan preeklamsianya, baik

dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, maupun dari preeklamsia

berat menjadi eklamsia.

Tabel 8 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan PER menjadi PEB

Kelompok

Kadar Hmt

Total > 36,15% < 36,15%

Preeklamsia Berat

Preeklamsia Ringan

19

12

10

19

29

31

Total 31 29 60

Hasil yang didapatkan dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit 36,15%

adalah kadar hematokrit > 36,15% mempunyai hubungan terhadap kejadian

perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, hal ini disebabkan

nilai p = 0,03 (p < 0,05), dengan Odds Ratio sebesar 3,00 dan 95% Confidence

(54)

commit to user

Tabel 9 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan PEB ke Eklamsia

Kelompok

Kadar Hmt

Total > 38,30% < 38,30%

Eklamsia

Preeklamsia Berat

16

14

14

16

30

30

Total 30 30 60

Sedangkan hasil yang didapatkan dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit

38,30% adalah kadar hematokrit > 38,30% tidak mempunyai hubungan

terhadap kejadian perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia, hal ini

disebabkan nilai p = 0,60 (p > 0,05), dengan Odds Ratio sebesar 1,30 dan 95%

(55)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

A.Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah kasus preeklamsia/eklamsia di Bagian Obstetri dan Ginekologi

RSUD Dr Moewardi Surakarta periode bulan Januari 2009 sampai bulan Mei

2010 adalah sebesar 641 kasus, yang terdiri dari 201 kasus preeklamsia ringan

atau sebesar 31,36%, 396 kasus preeklamsia berat atau sebesar 61,78%, dan 44

kasus eklamsia atau sebesar 6,86%. Angka ini lebih tinggi dari hasil yang

didapatkan oleh Sari (2007) pada periode tahun 2005-2006 dan bulan April

sampai bulan Juni 2007 yang mendapatkan 537 kasus preeklamsia/eklamsia,

dan oleh Sari (2009) pada periode bulan Januari 2008 sampai bulan Januari

2009 yang mendapatkan 496 kasus preeklamsia/eklamsia, di rumah sakit yang

sama.

Kasus preeklamsia/eklamsia sejumlah 641 kasus disesuaikan dengan

kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dan dipilih secara acak pada

tiap kelompok preeklamsia, baik preeklamsia ringan, preeklamsia berat, dan

eklamsia, sehingga didapatkan data sampel sebesar 90 kasus. Dimana kasus

tersebut terdiri dari 30 kasus preeklamsia ringan, 30 kasus preeklamsia berat,

dan 30 kasus eklamsia.

Pada tabel 2 dapat dilihat rerata usia kehamilan sampel pasien

preeklamsia/eklamsia adalah 38 minggu. Hasil penelitian ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) di RSUD Dr Moewardi,

(56)

commit to user

dimana persentasi usia kehamilan pasien preeklamsia/eklamsia tertinggi

didapatkan pada usia kehamilan 37-40 minggu yaitu sebesar 68,18%, dan oleh

Hendaya dkk di Jakarta yang mendapatkan persentasi 75,20%.

Tabel 3 menunjukkan hasil uji normalitas data dengan Kolmogorov

Smirnov Test. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa hampir semua variabel

penelitian pada kelompok preeklamsia ringan, preeklamsia berat, dan eklamsia

terdistribusi normal, kecuali variabel tekanan darah diastole kelompok

preeklamsia ringan dan preeklamsia berat yang tidak terdistribusi normal. Uji

normalitas data ini diperlukan sebagai syarat penentu analisis selanjutnya,

apakah data dapat dianalisis dengan uji parametrik atau dengan uji

nonparametrik.

Uji selanjutnya yang dipilih untuk menganalisis variabel-variabel antar

derajat preeklamsia, baik preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat dan

preeklamsia berat dengan eklamsia, adalah uji beda rerata atau disebut juga uji

t Independent. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil uji beda rerata kelompok

preeklamsia ringan dan preeklamsia berat yang menunjukkan adanya

perbedaan yang secara statistik bermakna hanyalah variabel tekanan darah

sistole (p < 0,05). Sedangkan hasil uji beda rerata kelompok preeklamsia berat

dan eklamsia menunjukkan tidak ada perbedaan yang secara statistik bermakna

untuk semua variabel (p > 0,05). Adapun variabel tekanan darah diastole tidak

dapat diuji dengan uji beda rerata atau uji t Independent yang termasuk dalam

(57)

commit to user

parametriknya tidak terpenuhi, yaitu data tekanan darah diastole tidak

terdistribusi normal.

B.Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa distribusi rerata kadar hematokrit

semakin meningkat seiring dengan peningkatan derajat preeklamsia. Dimana

rerata kadar hematokrit pada preeklamsia ringan sebesar 35,42%, pada

preeklamsia berat sebesar 37,37%, dan pada eklamsia sebesar 38,69%.

Kadar hematokrit yang meningkat pada preeklamsia/eklamsia terjadi

karena adanya hemokonsentrasi akibat volume plasma yang menurun yang

disebabkan oleh vasospasme. Hemokonsentrasi yang juga menyebabkan

viskositas darah meningkat akan menyababkan perfusi jaringan semakin

berkurang pada seluruh organ, baik ke otak, jantung, paru, ginjal, maupun

jaringan fetoplasenta (Prawirohardjo, 2007).

Kadar hematokrit dari tiap kelompok yang didapat pada penelitian ini

kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji t Independent. Untuk uji t

Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia berat didapatkan

hasil berupa terdapat perbedaan kadar hematokrit antara dua kelompok

tersebut. Hasil ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan

kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia

ringan menjadi preeklamsia berat.

Pada peningkatan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat terjadi

banyak perubahan patologis pada tubuh penderita, yang dilihat dari bertambah

(58)

commit to user

ringan (Duff, 2004). Salah satu perubahan tersebut terdapat pada kadar

hematokrit, seperti pada penelitian ini, dimana terjadi peningkatan kadar

hematokrit yang signifikan antara preeklamsia ringan dengan preeklamsia

berat. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati

(2001) yang menyatakan bahwa kadar hematokrit ≥ 40% meningkatkan atau

merupakan faktor prognosis kematian maternal. Dimana peningkatan

preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat juga akan meningkatkan

kematian maternal.

Adapun uji t Independent untuk kelompok preeklamsia berat dan

eklamsia didapatkan hasil berupa tidak terdapat perbedaan kadar hematokrit

antara dua kelompok tersebut. Hasil ini dapat diartikan bahwa tidak terdapat

hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat

preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.

Preeklamsia berat dan eklamsia memiliki karakteristik gejala dan tanda

yang serupa, yang membedakan keduanya adalah adanya kejang yang diikuti

koma yang terjadi pada eklamsia (Prawirohardjo, 2007). Teori tersebut

mendukung hasil penelitian ini, dimana meskipun kadar hematokrit kelompok

eklamsia lebih tinggi dari pada kadar hematokrit preeklamsia berat, namun

peningkatan tersebut secara statistik tidak bermakna.

C.Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan Derajat Preeklamsia

Kadar hematokrit yang telah dianalisis dengan uji t Independent

kemudian ditentukan nilai ambangnya (cut-off point) untuk setiap perubahan

(59)

commit to user

maupun dari preeklamsia berat menjadi eklamsia. Nilai ambang ini ditetapkan

dari perpotongan nilai spesifisitas dan nilai sensitivitas yang tertinggi dari tiap

nilai ambang.

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai ambang kadar hematokrit yang

didapat untuk perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat adalah

kadar 36,15% dengan spesifisitas 61% dan sensitivitas 65%.

Nilai spesifisitas 61% pada kadar hematokrit 36,15% ini dapat diartikan

bahwa kadar hematokrit 36,15% mampu memberikan 61 simpulan yang benar

dalam menentukan hasil negatif perubahan preeklamsia ringan menjadi

preeklamsia berat pada 100 pasien yang tidak mengalami perubahan

preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat.

Sedangkan nilai sensitifitas 65% pada kadar hematokrit 36,15% diartikan

bahwa kadar hematokrit 36,15% mampu memberikan 65 simpulan yang benar

dalam menentukan hasil positif perubahan preeklamsia ringan menjadi

preeklamsia berat pada 100 pasien yang positif mengalami perubahan

preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat.

Nilai ambang kadar hematokrit 36,15% ini kemudian diuji dengan uji

Tabulasi Silang untuk melihat ada tidaknya hubungan antara nilai ambang

tersebut dengan kejadian perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia

berat.

Dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit 36,15% didapatkan hasil

bahwa kadar hematokrit > 36,15% mempunyai hubungan terhadap kejadian

(60)

commit to user

menandakan bahwa pasien preeklamsia ringan yang memiliki kadar hematokrit

≥ 36,15% akan berisiko mengalami perubahan menjadi preeklamsia berat,

dengan nilai kemungkinannya adalah 3 kali lebih besar dibandingkan dengan

pasien preeklamsia ringan yang kadar hematokritnya < 36,15% (OR = 3).

Sedangkan nilai ambang kadar hematokrit untuk perubahan preeklamsia

berat menjadi eklamsia terdapat pada gambar 4, yaitu sebesar 38,30%, dengan

nilai spesifisitas 53% dan nilai sensitivitas 53%.

Nilai spesifisitas 53% pada kadar hematokrit 38,30% ini dapat diartikan

bahwa kadar hematokrit 38,30% mampu memberikan 53 simpulan yang benar

dalam menentukan hasil negatif perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia

pada 100 pasien yang tidak mengalami perubahan preeklamsia berat menjadi

eklamsia.

Sedangkan nilai sensitifitas 53% pada kadar hematokrit 38,30% diartikan

bahwa kadar hematokrit 38,30% mampu memberikan 53 simpulan yang benar

dalam menentukan hasil positif perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia

pada 100 pasien yang positif mengalami perubahan preeklamsia berat menjadi

eklamsia.

Adapun nilai spesifisitas dan sensitivitas yang rendah pada penentuan

nilai ambang ini, baik nilai ambang untuk preeklamsia ringan menjadi

preeklamsia berat dan nilai ambang untuk preeklamsia berat menjadi eklamsia,

kemungkinan dikarenakan jumlah sampel yang digunakan kurang banyak.

Setelah diuji dengan uji Tabulasi Silang untuk melihat ada tidaknya

(61)

commit to user

perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia, didapatkan hasil p = 0,6

(p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kadar hematokrit > 38,30%

tidak mempunyai hubungan terhadap kejadian perubahan preeklamsia berat

menjadi eklamsia. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna secara statistik

ini bisa dikarenakan jumlah sampel yang kurang banyak. Selain itu juga dapat

dikarenakan hasil uji t Independent kelompok preeklamsia berat dan eklamsia

yang telah dilakukan sebelumnya memberikan hasil yang juga tidak signifikan.

Dari seluruh pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat

preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat dan tidak

terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan

(62)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Populasi di RSUD Dr

Moewardi Surakarta dapat disimpulan bahwa:

1. Ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan

derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dan

secara statistik bermakna.

2. Tidak ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan

peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.

3. Nilai ambang kadar hematokrit untuk terjadinya perubahan preeklamsia

ringan menjadi preeklamsia berat adalah 36,15%.

4. Nilai ambang kadar hematokrit untuk terjadinya perubahan preeklamsia

berat menjadi eklamsia adalah 38,30%.

5. Kadar hematokrit ≥ 36,15% sangat mungkin merupakan faktor prediktor

perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dengan nilai

kemungkinannya 3 kali lebih besar dibandingkan kadar hematokrit

< 36,15%.

6. Kadar hematokrit ≥ 38,30% belum dapat dijadikan sebagai faktor prediktor

perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia.

Gambar

Tabel 1        Variasi Kadar Normal Hematokrit ..................................................
Gambar 2  Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia
Tabel 1   Variasi Kadar Normal Hematokrit
grafik. A. Karateristik Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diskusi informasi tentang cara menentukan konsentrasi asam basa berdasarkan data hasil titrasi.. Memberikan latihan soal menentukan konsentrasi asam basa berdasarkan data hasil

diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang pada ta~un 2012 ini diwajibkan secara elektronik, maka bersama ini disampaikan Rencana Umurll Pengadaan Barang / Jasa

Panti Wilasa Dr. Bagaimana pelaksanaan Informed Consent dalam pelayanan kesehatan.. terhadap pasien lansia di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Bagaimana perlindungan hak pasien lansia

Pada tanggal 31 Desember 2014, persediaan milik Perusahaan yang diperoleh melalui pendanaan dari PT Bank DBS Indonesia (“DBS”) dan seluruh persediaan milik PT Aneka Coffee

Biasanya seseorang meninggalkan proses pengisian bak mandi untuk melakukan kegiatan yang lain, orang tersebut akan melihat keadaan bak mandi sesekali dan apabila air sudah

Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung

Saya setuju dengan pendapat Anda bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat urgen, dan nampaknya dia akan berhalangan memperkuat tim Anda.. Mari kita mengunjungi hotel

Ditinjau dari segi ilmu material, kompleksitas tulang dapat digambarkan sebagai suatu komposit yang terdiri dari matriks kolagen (polimer) yang diperkuat oleh kristal