Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung Kawasan Danau Linting No. Responden :
Hari/Tanggal : A. Data Pribadi Responden.
Nama :
Status Perkawinan : menikah/belum menikah* *) Coret yang tidak perlu
B. Mohon pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda X pada pilihan anda:
1. Dari mana anda mengetahui informasi mengenai kawasan ini?
a. sendiri b. teman c. keluarga d. cerita orang e.media massa/elektronik 2. Berapa kali anda pernah mengunjungi kawasan ini?
a. pertama kali b. kedua kali c. ketiga kali d. lebih dari tiga kali 3. Dengan siapa anda datang ke kawasan ini?
a. sendiri b. teman…..orang c. keluarga…..orang 4. Berapa lama anda berada di dalam kawasan ini?
a. satu hari b. dua hari c. lebih dari dua hari 5. Kapan biasanya anda berkunjung ke kawasan ini?
a. hari libur alasan: b. hari biasa alasan:
6. Jenis kendaraan apa yang anda gunakan untuk mencapai lokasi Danau Linting? a. kendaraan pribadi (motor/mobil) b. kendaraan umum (ojek/bis/taksi/truk) c. kendaraan sewaan/travel d. lainnya…….…
7. Apa tujuan anda mengunjungi Danau Linting ini?
a. menikmati pemandangan b. suasana tenang dan nyaman
c. alasan pendidikan/penelitian d. menikmati keunikan flora -fauna e. menikmati kebudayaan f. mengisi waktu luang
8. Kegiatan apa yang anda lakukan/sukai di kawasan ini?
a. melihat pemandangan alam b. melihat/mengamati flora-fauna c. menjelajah d. berkemah e. penelitian/pengamatan
f. fotografi g. lainnya……
9. Apakah anda berkunjung ke kawasan ini dengan alasan khusus seperti mistik, keperluan agama dan kepercayaan atau semacamnya?
a. ya, tepatnya di lokasi…….. b. tidak
10. Menurut anda, apakah kawasan ini cukup nyaman?
a. bebas dari bau b. Bebas bau yang mengganggu c. Udara sejuk d. Tidak ada lalu lintas umum yang mengganggu e. Bebas kebisingan 11. Apakah anda mengalami hambatan untuk datang ke kawasan ini?
a. Tidak
b. Jika YA, berupa apa……….. 12. Bagaimana kondisi sarana/prasarana wisata di kawasan ini?
a. baik b. cukup baik c. kurang baik
13. Bagaimana sistem pengelolaan kawasan dan pengelolaan pengunjung kawasan ini? a. baik b. cukup baik c. kurang baik
14. Bagaimana kesan anda setelah mengunjungi kawasan ini?
a. menyenangkan, alasan:……….. b. tidak menyenangkan, alasan:………. 15. Apakah anda berminat untuk berkunjung kembali ke kawasan ini?
a. ya, alasan:……….. b. tidak, alasan:………..
16. Menurut anda, apa yang perlu dikembangkan di kawasan ini untuk menambah daya tarik wisata alamnya?
a. perluasan wilayah b. penambahan jenis kegiatan yang dilakukan c. penambahan/perbaikan fasilitas d. peningkatan pelayanan pengunjung e. lainnya, sebutkan………..
Lampiran 2. Karakteristik pengunjung lokasi Wisata Danau Linting
No Kriteria Jumlah Persentase (%) 1 Jenis Kelamin
- Laki-laki 12 60
- Perempuan 8 40
Total 20 100
2 Pendidikan terakhir
- SD 2 10
4 Status pernikahan
- Menikah 8 40
- Belum menikah 12 60
Total 20 100
5 Perolehan informasi mengenai kawasan:
- sendiri 5 25
- teman 12 60
- cerita orang 2 10 - media massa/media elektronik 1 5
Total 20 100
6 Jumlah kunjungan
- pertama kali 6 30
- kedua kali 5 25
- ketiga kali 5 25
- lebih dari tiga kali 4 20
Total 20 100
7 Teman berkunjung
- teman 16 80
9 Jenis kendaraan yang digunakan
- pribadi 13 65
- umum 7 35
Total 20 100
10 Kegiatan yang dilakukan
- melihat pemandangan alam 14 70 - melihat /mengamati flora-fauna 6 30
Total 20 100
11 Jenis kunjungan dengan alasan khusus seperti mistik, keperluan agama dan kepercaayaan
- Tidak 20 100
Total 20 100
- udara sejuk 16 80 - tidak ada lalu lintas yang
mengganggu
14 Kondisi sarana dan prasarana
- baik 1 5
- cukup baik 14 70 - kurang baik 5 25
Total 20 100
15 Sistem pengelolaan
- baik 2 10
17 Kemungkinan kunjungan kembali
- ya 15 75
- tidak 5 25
Total 20 100
18 Yang perlu dikembangkan
Lampiran 3. Kuesioner untuk Masyarakat Sekitar Kawasan Danau Linting No. Responden :
Hari/Tanggal : A. Data Pribadi Responden.
Nama :
Status Perkawinan : menikah/belum menikah*
Suku :
*) Coret yang tidak perlu
B. Mohon pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda X pada pilihan anda:
1. Sudah berapa lama anda tinggal di daerah ini?
2. Apakah anda tahu bahwa anda tinggal di sekitar Kawasan Danau Linting? a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda pernah mengunjunginya? a. Ya
b. Belum
4. Jika ya, kegiatan apa yang anda lakukan?
... ...
Jika belum, mengapa?
... ...
5. Apakah pernah terjadi konflik/perselisihan antara masyarakat dengan pihak Kawasan Danau Linting?
a. Ya, sebutkan... b. Tidak
6. Siapakah pengelola Kawasan Danau Linting?
7. Apakah pernah pihak Kawasan Danau Linting mengadakan kerjasama dengan masyarakat terkait pengembangan daerah tersebut?
a. Pernah, sebutkan! b. Belum pernah
9. Apakah anda bersedia untuk ikut bekerja sama dalam membangun Kawasan Danau Linting?
a. Ya b. Tidak
Lampiran 4. Karakteristik masyarakat yang berada disekitar lokasi Danau Linting
3 Apakah pernah berkunjung ke Danau Linting
- Pernah 10 100
Total 10 100
4 Kegiatan yang dilakukan
- Menikmati pemandangan 3 30 - Sekedar berendam/mandi 7 70
Total 5 100
5 Apakah pernah terjadi konflik
- Tidak 8 80
7 Apakah pernah ada kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah
9 Bersedia ikut berpartisipasi
- Ya 10 100
Total 10 100
10 Peran sebagai apa
- Sebagai siapa saja boleh asal transparansi dalam kegiatan
10 100
Total 10 100
11 Harapan untuk pemerintah
- Membenahi kawasan 8 80 - Memberikan kejelasan untuk
pengembangan Danau Linting
2 20
Lampiran 5. Kriteria Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Modifikasi Pedoman Analisis Daerah Operasi dan Daya Tarik Wisata Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Tahun 2003) Kriteria Penilaian Daya Tarik (bobot 6)
No Unsur/Sub Unsur Nilai 1. Keunikan sumber daya alam:
f. Gua
2. Banyaknya sumberdaya alam yang menonjol:
3. Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan:
f. Menikmati keindahan alam g. Melihat flora dan fauna h. Trekking
4. Kebersihan lokasi objek wisata, tidak ada pengaruh dari:
f. Industri
f. Udara yang bersih dan sejuk
g. Bebas dari bau yang mengganggu
h. Bebas dari kebisingan i. Tidak ada lalu lintas yang
Kriteria Penilaian Aksesibilitas (bobot 5)
Kriteria Penilaian sarana dan prasarana penunjang (dalam radius 15 km) (bobot 3)
No Unsur/Sub Unsur Jumlah
≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada
2. Prasarana penunjang f. Kantor pos g. Puskesmas
Lampiran 6. Hasil Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Danau Linting Kriteria Daya Tarik
Unsur/Sub Unsur Bobot Nilai Skor Total
Keunikan SDA 6 20 120
Kegiatan wisata alam yang dapat dinikmati 6 30 180 - Menikmati keindahan alam
- Melihat flora dan fauna - Trekking
- Penelitian/pendidikan - Berkemah
Kebersihan lokasi objek wisata, tidak ada
pengaruh dari 6 25 150
- Udara yang bersih dan sejuk - Bebas dari bau yang mengganggu - Bebas dari kebisingan
- Tidak ada lalu lintas yang mengganggu
Skor Total Daya Tarik 690
Kriteria Aksesibilitas
Unsur/Sub Unsur
Kondisi jalan 5 20 100
Jarak dari kota 5 10 50
Waktu tempuh dari kota 5 30 125 Skor Total Aksesibilitas 300
Kriteria Sarana dan Prasarana Penunjang
Unsur/Sub Unsur
Sarana 3 30 90
- Warung - Rumah Makan
Prasarana penunjang 3 40 120 - Jaringan air minum
- Jaringan listrik - Jaringan listrik
Lampiran 7. Dokumentasi penelitian
Pengunjung menikmati pemandangan alam di Danau Linting
Batuan kapur Jalur Trekking
Pohon yang terdapat di Danau Linting:
Ficus sp Alstonia sp
Tectona grandis Mangifera sp
Hewan yang terdapat di Danau Linting:
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-Putra, Heddy Shri, Ari Sujito, Wiwied Trisnadi. 2000. Pengembangan Model Pariwisata Pedesaan Sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan. Puspar-UGM Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi VI. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Basuki, Ari. 1992. Desa Wisata Penglipuran: Suatu Penataan Desa Tradisional di Bali. Tugas Akhir Jurusan Teknik Arsitektur. UGM. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan. 1989. Kamus Kehutanan Edisi Pertama. Departemen Kehutanan RI. Jakarta
Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi. Jakarta
Depbudpar. 2011. Ekowisata berbasis masyarakat. Diakses dari: http// budpar.go.id/ [20 Januari 2013 Pukul 20.00 WIB]
Dimjati, A. 1999. Produk Pariwisata: Pengembangan Ekowisata (Wisata Ekologi). Departemen Pariwisata Seni dan Budaya. Jakarta.
Fandeli, C. dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. UGM. Yogyakarta Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. UI Press. Jakarta.
Hamid, E.A.C. 1996. Dasar-Dasar Pengetahuan Pariwisata. Yayasan Bhakti Membangun. Jakarta.
Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung. Humaniora Utama Press.
Ikaputra. 1985. Desa Wisata Kasongan. Tugas Akhir Jurusan Arsitektur. UGM. Yogyakarta.
Kusmayadi. 2004. Statistika Pariwisata Deskriptif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
MacKinnon, J, K. MacKinnon, G. Child dan J. Thorsell. 1986. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi Di Daerah Tropika (Terjemahan). 1990. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Mukaryanti, dan Saraswati, A. 2005. Pengembangan Ekowisata Sebagai Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT.6.(2). Hal 391-396
Mustafa, K. 1988. Riset Partisipatori. PT Gramedia. Jakarta.
Putra, M. 2006. Analisis Daerah Obyek Wisata Alam dalam Tahura Bukit Barisan di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Tidak diterbitkan. Medan: Program Studi Manjemen Kehutanan.
Ramly, N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta
Romani, S. 2006. Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Serta Alternatif Perencanaannya di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Skripsi. IPB. Bogor.
Rimbawanti, A. 2003. Studi Potensi Wisata Alam dan Konsep Pengembangannya di Areal HTI PT> Finnantara Intiga Distrik I Mengkiang Unit Sanggau Kec. Kapuas Kab. Sanggau Prop. Kalimantan Barat. Skripsi. Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Siswanto, H. 2006. Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata serta Alternatif
Perencanaan Paket Wisata di Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Skripsi. Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor
Soebagyo. 1991. Desa Wisata di Bali. Tantangan dan Kesempatan dalam Kertas Kerja PPM. UGM. Yogyakarta.
Suwantoro, G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. ANDI. Yogyakarta. --- 2002. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Wiwoho, B., Ratna, P., dan Yullia, H. 1990. Pariwisata, Citra, dan Manfaatnya. PT Bina Rena Pariwara. Jakarta.
Yoeti. A. O. 1985. Ecotourism, Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Pt. Pertja. Jakarta
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012 di
kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda
(STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1:
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis
dan tally sheet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi kawasan Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu, Pedoman
Analisis Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Dirjen PHKA tahun
2003, dan kuesioner untuk pengunjung dan masyarakat kawasan Danau Linting.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah purposive sampling yang artinya metode
pengambilan sampel dilakukan secara bertujuan. Dalam purposive sampling,
pengumpulan data didasarkan atas pertimbangan pribadi peneliti. Sampel yang
anggota sampelnya dipilih secara sengaja atas dasar pengetahuan dan atas dasar
keyakinan peneliti. Peneliti yaki bahwa anggota sampel yang telah dipilih itu
memenuhi kualifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode
ini digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Berikut ini adalah tabel data-data yang akan dikumpulkan:
Tabel 1. Data-data yang dikumpulkan:
No Data Jenis Data Sumber Keterangan
1. Nilai ODTW Primer Danau Linting Diperoleh dengan
menggunakan Pedoman ODTWA Dirjen PHKA 2003
2. Analisis kesiapan
1. Data Primer
a. Pengamatan Potensi Obyek
Metode yang dilakukan adalah observasi langsung di sepanjang jalur kawasan
wisata Danau Linting. Komponen yang dinilai adalah:
1. Kondisi biologis meliputi jenis flora dan fauna yang dijumpai di sekitar objek
wisata
2. Daya tarik meliputi keunikan, kepekaan, variasi kegiatan, sumberdaya alam
yang menonjol, kebersihan lokasi, keamanan, dan kenyamanan
3. Aksesibilitas meliputi kondisi jalan, jarak dari pusat kota, dan waktu tempuh
dari kota
4. Sarana dan prasarana penunjang yang berada di sekitar lokasi wisata seperti:
jaringan telepon, puskesmas, rumah makan, pasar, bank, dan lain-lain.
b. Analisis Kesiapan Masyarakat
Data ini diperoleh dengan cara kuisioner terhadap masyarakat sekitar Danau
Linting mengenai kesiapan masyarakat dalam pengembangan desa wisata.
.
2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai sumber
referensi serta melakukan observasi kepada pihak pemerintah. Data yang
diperoleh berupa kondisi umum kawasan Danau Linting, batas wilayahnya, letak
geografisnya, dan aksesibilitas ke lokasi tersebut.
Analisis Data
a. Analisis Potensi Objek
Objek dan daya tarik (flora, fauna dan objek lainnya) yang telah diperoleh
Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Dirjen PHKA tahun 2003
sesuai dengan nilai yang telah ditentukan untuk masing-masing kriteria. Jumlah
nilai untuk satu kriteria penilaian ODTWA dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
S = N x B
Dimana: S = skor/nilai suatu kriteria
N = jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria
B = bobot nilai
Kriteria daya tarik diberi 6 karena daya tarik merupakan faktor utama alasan
seseorang melakukan perjalanan wisata. Aksesibilitas diberi bobot 5 karena
merupakan faktor penting yang mendukung wisatawan dapat melakukan kegiatan
wisata. Untuk akomodasi serta sarana dan prasarana diberi bobot 3 karena hanya
bersifat sebagai penunjang dalam kegiatan wisata.
Skor yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan skor total suatu kriteria
apabila setiap sub kriteria memiliki nilai kuat yaitu 5. Karsudi dkk (2010)
menyatakan setelah dilakukan perbandingan, maka akan diperoleh indeks
kelayakan dalam persen. Indeks kelayakan suatu kawasan ekowisata adalah
sebagai berikut:
- Tingkat kelayakan > 66,6% : layak dikembangkan
- Tingkat kelayakan 33,3% - 66,6% : belum layak dikembangkan
Tabel 2. Kriteria Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Modifikasi Pedoman Analisis Daerah Operasi dan Daya Tarik Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Tahun 2003)
Kriteria Penilaian Daya Tarik (bobot 6)
No Unsur/Sub Unsur Nilai
1. Keunikan sumber daya alam: a. Gua
2. Banyaknya sumberdaya alam yang menonjol:
3. Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan:
a. Menikmati keindahan alam b. Melihat flora dan fauna c. Trekking
d. Penelitian/pendidikan e. Berkemah
Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 30 25 20 15 10
4. Kebersihan lokasi objek wisata, tidak ada pengaruh dari:
a. Udara yang bersih dan sejuk b. Bebas dari bau yang
mengganggu
c. Bebas dari kebisingan d. Tidak ada lalu lintas yang
mengganggu
e. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik
Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 30 25 20 15 10
Kriteria Penilaian sarana dan prasarana penunjang (bobot 3)
No Unsur/Sub Unsur Jumlah
≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada
2. Prasarana penunjang a. Kantor pos b. Puskesmas
c. Jaringan air minum d. Jaringan listrik e. Jaringan telepon
50 40 30 20 10
b. Analisis kesiapan masyarakat
Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif adalah gambaran tentang
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, potensi serta peluang pengembangan. Hasil
ini merupakan dasar untuk tahapan proses pemberdayaan masyarakat, yaitu
pembentukan dan pengembangan kelompok serta penyusunan dan pelaksanaan
rencana kegiatan oleh masyarakat. Hasil Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif
juga dapat digunakan oleh Dinas serta instansi lain untuk mengembangkan potensi
yang lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam Kajian Partisipatif
diberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berdiskusi dan berbagi
pengalaman dan pengetahuannya. yang dibuat oleh masyarakat sendiri dan
dipergunakan sebagai media diskusi masyarakat tentang keadaan mereka sendiri
serta lingkungannya. Kualitas informasi yang digali dengan PRA biasanya tinggi,
namun kuantitatif kadang-kadang kurang tepat. Walaupun kita tidak tahu apakah
informasi seratus persen benar, yang penting bahwa informasi itu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Danau Linting
Pengamatan potensi obyek dan daya tarik wisata alam dilakukan dengan
observasi langsung di sepanjang jalur kawasan wisata Danau Linting dan
komponen yang harus dinilai adalah kondisi biologis dari danau tersebut, daya
tariknya, aksesibilitasnya, dan kondisi sarana prasarana dari danau tersebut.
Danau Linting mempunyai keterwakilan ekosistem yang masih alami dan
mempunyai komunitas alam yang unik dan indah serta bentang alam dan potensi
alam yang dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA).
Karakteristik Kawasan Danau Linting
Nama Danau Linting masih belum akrab di kalangan para wisatawan baik
asing maupun domestik. Akses kendaraan yang cukup sulit dan kurangnya
promosi dari Dinas Pariwisata juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan nama Danau Linting kurang dikenal. Danau Linting termasuk
dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tepatnya di Desa
Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda dan berjarak kurang
lebih 49 km atau sekitar 1 jam 45 menit dari kota Medan
(jika menggunakan kendaraan pribadi).
Danau Linting merupakan danau vulkanik yang mengandung belerang.
Menurut beberapa sumber, kedalaman air Danau Linting selalu berubah-ubah
sehingga kita tidak bisa mengetahui dengan pasti berapa kedalaman dari air Danau
Linting tersebut. Selama berada di Danau Linting para pengunjung harus tetap
begitu indah di danau ini membuat sangat nyaman untuk berlama-lama menikmati
pesonanya. Danau Linting juga memiliki keunikan dengan warna air hijau
kebiru-biruan serta airnya yang terasa panas. Berikut ini adalah lokasi wisata Danau
Linting:
Gambar 2. Lokasi Wisata Danau Linting
Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Danau Linting
Penilaian potensi obyek dan daya tarik wisata alam dilakukan dengan cara
pengamatan secara langsung di sepanjang jalur kawasan Danau Linting.
Komponen yang dinilai dari wisata alam Danau Linting tersebut adalah daya tarik
lokasi wisata tersebut, aksesibilitas untuk mencapai lokasi, serta sarana dan
prasarana penunjang yang mendukung perkembangan lokasi wisata tersebut.
Daya Tarik
Daya tarik suatu lokasi kawasan wisata merupakan alasan yang utama para
pengunjung untuk mengunjungi ke lokasi wisata dalam rangka melakukan
kegiatan wisata. Daya tarik yang dimiliki kawasan wisata Danau Linting cukup
keunikan sumber daya alam misalnya sumber air panas, sumber daya alam yang
menonjol misalnya flora ataupun fauna, kegiatan yang dapat dilakukan di lokasi
wisata misalnya kegiatan berkemah, daya tarik berupa kebersihan, dan
kenyamanan lokasi wisata. Setiap daya tarik tersebut memiliki nilai
masing-masing dan nilai tersebut menunjukkan seberapa kuat suatu daya tarik bisa
menarik minat pengunjungnya. Penilaian terhadap komponen daya tarik dapat
dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Hasil penilaian terhadap komponen daya tarik di kawasan Danau Linting
Unsur/sub unsur Jumlah Uraian Bobot* Nilai Skor total**
-Keunikan sumber daya alam
3 gua, flora, dan fauna
6 20 120
-Sumber daya alam yang menonjol
2 batuan dan
sumber air panas
6 15 90
-Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan
-Kenyamanan 4 udara bersih dan
sejuk, bebas dari
*Sesuai dengan kriteria penilaian dari Dirjen PHKA tahun 2003 untuk daya tarik **Hasil kali antara bobot dengan nilai
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sumberdaya alam yang
alam yang dapat dilakukan dan kebersihan lokasinya memiliki skor total tertinggi
yaitu 180. Keunikan sumber daya alam hanya memiliki tiga sub unsur yang
terkandung di dalamnya yaitu gua, flora, dan fauna sehingga didapatkan hasil
yang bernilai 20. Sumber daya alam yang menonjol terdapat dua sub unsur yang
ditemui yaitu batuan dan sumber air panas sehingga diperoleh nilai sebesar 15.
Kegiatan wisata alam yang bisa dilakukan memiliki lima sub unsur yang
terkandung di dalamnya yaitu menikmati keindahan alam, melihat flora dan fauna,
trekking, pendidikan, dan berkemah sehingga didapatkan hasil yang bernilai 30.
Untuk kebersihan lokasi obyek wisata, Danau Linting mengandung empat sub
unsur yang ada sehingga unsur tersebut memiliki nilai sebesar 25. Kenyamanan
obyek wisata Danau Linting terdapat empat sub unsur sehingga unsur tersebut
memiliki nilai sebesar 25.
Berikut ini adalah penjelasan terhadap unsur dan sub unsur untuk kriteria
daya tarik kawasan wisata alam Danau Linting:
1.Keunikan sumber daya alam
Keunikan sumber daya alam merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu
obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata lainnya. Keunikan sumber daya
alam juga merupakan satu komponen daya tarik yang tidak bisa dilepaskan dari
berminat atau tidak berminatnya pengunjung untuk mengunjungi lokasi wisata.
Suwantoro (1997) menyatakan bahwa obyek wisata alam adalah sumber daya
alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta ditujukan untuk
pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaan.
wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu
daerah tujuan wisata.
Terdapat tiga sumber daya alam yang unik yaitu gua, flora, dan fauna yang
berada di sekitar kawasan Danau Linting. Untuk gua berada kurang lebih 50 meter
dari bibir danau. Gua ini terbentuk dari batu kapur. Gua ini mempunyai panjang
dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang kurang lebih 500 meter. Biasanya
masyarakat memanfaatkan gua ini untuk mencari kalilawar. Flora yang ditemukan
berupa pohon beringin (Ficus benjamina), pohon jati (Tectona grandis), pohon mangga (Mangifera sp), pohon pulai (Alstonia sp), sawit (Elaeis guineensis), dan tanaman palawija. Untuk fauna yang ditemukan pada saat melakukan pengamatan
adalah burung gereja (Passeridae sp) dan tupai (Tupaiidae sp). 2. Sumber daya alam yang menonjol
Sumber daya alam yang menonjol merupakan obyek-obyek yang mudah
dilihat oleh para pengunjung ketika pertama kali berada di kawasan wisata alam.
Sumber daya alam yang menonjol memiliki skor total terendah yaitu 90 dimana
hanya terdapat dua sumber daya alam yang menonjol, yaitu bebatuan dan sumber
air panas yang berada di kawasan Danau Linting. Bebatuan yang ditemukan pada
saat pengamatan berada di dalam Danau adalah jenis batuan kapur. Batuan kapur
memiliki warna kecokelatan dan di permukaannya selalu ada celah yang tidak
beraturan. Sumber air panas berada tepat di dalam Danau Linting tersebut dan
satu lagi terdapat tidak jauh dari sekitaran gua. Sumber air panas biasanya
dimanfaatkan para pengunjung untuk berendam dan untuk menyembuhkan
3.Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan
Jenis kegiatan wisata alam merupakan kegiatan-kegiatan yang biasa
dilakukan oleh pengunjung saat berada di kawasan wisata. Kondisi dan situasi di
obyek wisata, keselamatan pengunjung, dan kelestarian sumber daya alam
merupakan faktor penting dalam melakukan kegiatan di obyek wisata. Untuk
kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan memiliki nilai tertinggi yaitu 180 dan
untuk jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan yaitu menikmati keindahan
alam, melihat flora dan fauna, trekking, pendidikan atau penelitian, dan berkemah.
Dari hasil kuisioner para pengunjung, kegiatan yang mereka lakukan saat berada
di Danau Linting adalah sekadar untuk melihat dan menikmati pemandangan
alamnya. Selebihnya para pengunjung memanfaatkan untuk melihat/mengamati
flora dan fauna yang berada di danau tersebut. Berikut ini adalah tabel yang
menunjukkan jenis kegiatan yang dilakukan para pengunjung di lokasi wisata
Danau Linting:
Tabel 4. Jenis kegiatan yang dilakukan para pengunjung di lokasi wisata Danau Linting:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Kegiatan yang dilakukan
- melihat pemandangan alam 14 70
- melihat /mengamati flora-fauna 6 30
Total 20 100
Menikmati keindahan alam Danau Linting dilakukan dengan memandang
pesona Danau Linting dan sekitarnya yang begitu indah. Keindahan alam Danau
Gambar 3. Keindahan Danau Linting
Di sekitar danau kita juga menemukan pohon-pohon besar yang rimbun
sehingga menghadirkan landscape yang sangat menarik. Jalur trekking di sekitar kawasan Danau Linting sangat memprihatinkan karena kurang diperhatikan. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya sampah-sampah daun pohon yang berjatuhan di
sepanjang jalan dan tidak dibersihkan. Mahasiswa juga dapat melakukan
penelitian terkait kondisi tanah di kawasan wisata Danau Linting tersebut. Lokasi
Danau Linting ini juga cukup nyaman untuk dijadikan lokasi untuk berkemah
karena lokasinya yang bersih dan asri serta tidak sulit untuk memperoleh sumber
air.
4.Kebersihan lokasi obyek wisata
Kawasan Danau Linting bebas dari pengaruh industri karena tidak ada
industri besar yang terdapat di sekitar kawasan wisata alam Danau Linting.
Adanya tempat sampah tidak menjamin lokasi Danau Linting bebas dari sampah.
Di kawasan Danau Linting masih ditemukan sampah berserakan yang tidak
ringan, sampah bungkus shampo, dan ada juga sampah kaleng bekas minuman.
Hal ini tentunya akan mengurangi nilai kebersihan lokasi wisata Danau Linting
sebagai salah satu obyek tujuan wisata. Menurut para pengunjung, kebersihan
lokasi sudah bisa dikategorikan dalam keadaan lumayan bersih dikarenakan
mereka masih menganggap sampah yang berserakan tidak terlalau mengganggu
pemandangan.
5. Kenyamanan
Rasa nyaman di lokasi wisata akan menambah minat pengunjung untuk
mengunjungi kembali ke lokasi wisata tersebut. Kawasan wisata Danau Linting
merupakan lokasi wisata yang cukup nyaman dengan udaranya yang bersih dan
sejuk, bebas dari bau yang mengganggu, bebas dari kebisingan, serta tidak adanya
lalu lintas yang mengganggu. Pengunjung menganggap lokasi Danau Linting
berada dalam kondisi nyaman untuk dikunjungi sebagai salah satu objek wisata
karena udaranya yang sejuk dan dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Kondisi kenyamanan menurut para pengunjung di lokasi wisata Danau Linting:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Kenyamanan kawasan
- udara sejuk 16 80
- tidak ada lalu lintas yang mengganggu 2 10
- bebas kebisingan 2 10
Total 20 100
Untuk pelayanan terhadap pengunjung masih kurang baik karena belum
adanya struktur kepengelolaan di kawasan wisata Danau Linting tersebut. Para
pengunjung juga berharap adanya penambahan fasilitas-fasilitas akan menambah
Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan faktor yang mempermudah pengunjung untuk
bepergian dari tempat tinggal pengunjung ke lokasi obyek wisata yang akan
dikunjunginya. Faktor tersebut sangat penting dalam mendorong potensi pasar
suatu obyek. Aksesibilitas membahas tentang jarak, kondisi jalan, dan waktu
tempuh dari pusat kota. Untuk menuju danau ini hanya membutuhkan waktu 1
jam 45 menit dari kota Medan dengan menggunakan sepeda motor. Angkutan
umum yang dapat digunakan untuk menempuh Medan-Tiga Juhar adalah
Robinson. Untuk menuju Danau Linting biasanya menggunakan becak motor
karena tidak ada angkutan khusus untuk mencapai danau tersebut. Lama
perjalanan menggunakan angkutan umum tentu lebih lama dibandingkan
menggunakan kendaraan pribadi sendiri. Penilaian untuk aksesibilitas menuju
kawasan wisata alam Danau Linting dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Hasil penilaian terhadap komponen aksesibilitas menuju kawasan wisata Danau Linting:
No Unsur/Sub Unsur Uraian Bobot* Nilai Skor total**
1 Kondisi jalan sedang 5 20 100
*Sesuai dengan kriteria penilaian dari Dirjen PHKA tahun 2003 untuk
aksesibilitas
**Hasil kali antara bobot dengan nilai
MacKinnon et al. (1990), menyatakan bahwa dua diantara beberapa faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung adalah letaknya yang
dekat pusat kota atau jauh dari pusat kota dan juga perjalanan ke kawasan tersebut
kondisi jalan berada dalam kondisi yang sedang dengan tipe jalan aspal dengan
lebar lebih dari lima meter. Menurut para pengunjung, kondisi yang kurang
mendukung untuk aksesibilitas ini adalah jarak lokasi dari pusat kota Medan yang
tergolong dalam kategori buruk dengan jarak lebih dari 15 kilometer dan tidak
adanya transportasi berupa angkutan umum yang langsung menuju Danau Linting.
Waktu tempuh menuju Danau Linting sekitar 1-2 jam dari pusat kota Medan juga
salah satu faktor yang merupakan hambatan karena para pengunjung menganggap
waktu tempuhnya terlalu lama.
Sarana dan Prasarana Penunjang
Peranan sarana dan prasarana penunjang adalah untuk memudahkan
pengunjung dalam menikmati potensi dan daya tarik wisata alam. Sarana
merupakan salah satu faktor penunjang yang memudahkan pengunjung dalam
menikmati obyek wisata secara langsung. Untuk sarana (dalam radius 15 km)
yang terdapat di Danau Linting masih minim karena hanya terdapat warung dan
rumah makan. Hal ini terlihat dari beberapa sarana penunjang yang belum ada di
desa tersebut misalnya bank, toko cinderamata, dan pasar. Pusat
perbelanjaan/pasar hanya ada di ibukota kecamatan yang dibuka setiap hari Kamis
saja.
Prasarana merupakan salah satu faktor penunjang yang memudahkan
pengunjung dalam menikmati obyek wisata secara tidak langsung. Prasarana
penunjang (dalam radius 15 km) yang terdapat di Danau Linting adalah jaringan
telepon, jaringan air minum, dan jaringan listrik. Hampir semua rumah tangga
kebutuhan rumah tangga lainnya. Penilaian terhadap sarana dan prasarana
penunjang kawasan wisata Danau Linting dapat dilihat pada tabel 7:
Tabel 7. Hasil penilaian terhadap komponen sarana dan prasarana penunjang di kawasan wisata Danau Linting:
Unsur/sub unsur
Jumlah Uraian Bobot* Nilai Skor
total**
-Sarana 2 warung dan rumah makan 3 30 90
-Prasarana penunjang
3 jaringan telepon, jaringan
air minum, dan jaringan listrik
*Sesuai kriteria penilaian dari Dirjen PHKA tahun 2003 untuk sarana dan prasarana penunjang
**Hasil kali antara bobot dengan nilai
Pengunjung menyatakan keadaan sarana dan prasarana penunjang yang
berada di Danau Linting berada dalam kondisi yang cukup baik dengan sarana
yang berupa warung dan rumah makan dan prasarana penunjang lainnya yang
dianggap pengunjung sudah berada dalam layak untuk dikembangkan. Tabel
dibawah ini menunjukkan kondisi sarana dan prasarana menurut para pengunjung
Danau Linting:
Tabel 8. Kondisi sarana dan prasarana menurut para pengunjung di lokasi wisata Danau Linting:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Kondisi sarana dan prasarana
- baik 1 5
- cukup baik 14 70
- kurang baik 5 25
Total 20 100
Penilaian keseluruhan terhadap komponen-komponen wisata alam di
kawasan wisata Danau Linting dapat dilihat pada tabel 9:
No Kriteria Bobot* Nilai* Skor** Skor
****Skor tertinggi untuk setiap kriteria
*****Indeks kelayakan: perbandingan skor dengan skor tertinggi dalam %
Hasil perhitungan pada tabel diatas diketahui bahwa kawasan wisata alam
Danau Linting layak dikembangkan sebagai salah suatu obyek daerah tujuan
wisata dengan persentasi sebesar 71,11%. Untuk kriteria daya tarik kawasan ini
sudah memiki daya tarik yang bernilai tinggi sebesar 76,67%. Hal ini
menunjukkan bahwa daya tarik kawasan wisata alam Danau Linting tersebut
sangat berpotensi dan layak untuk dikembangkan.
Kriteria aksesibilitas yang memiliki nilai sebesar 66,67% dikategorikan
bahwa daya tarik kawasan wisata alam Danau Linting juga layak untuk
dikembangkan. Untuk sarana dan prasarana penunjang yang ada di sekitar
kawasan wisata alam Danau Linting menjadikan lokasi ini layak dijadikan obyek
wisata alam dengan tingkat kelayakan sebesar 70%. Untuk prasarana penunjang
(dalam radius 15 km) seperti jaringan telepon, jaringan air minum, dan jaringan
listrik sudah ada di sekitar lokasi wisata tersebut. Demikian halnya dengan sarana
penunjang (dalam radius 15 km) seperti rumah makan dan warung yang juga
terdapat di sekitar lokasi wisata tersebut. Dari hasil penilaian yang sudah
lokasi tersebut sangat berpeluang untuk dijadikan sebagai salah satu daerah tujuan
wisata alam karena memberi nilai kelayakan yang cukup baik untuk
dikembangkan dari kriteria yang telah dinilai yaitu daya tarik, aksesibilitas, dan
juga sarana dan prasarana penunjang kawasan wisata.
Karakteristik Pengunjung Lokasi Wisata Danau Linting
Pengunjung yang dijadikan sebagai responden sebanyak 20 orang. Para
pengunjung yang datang kebanyakan remaja yang berumur 16-25 tahun. Berikut
ini adalah tabel karakteristik pengunjung lokasi wisata alam Danau Linting:
Tabel 10. Karakteristik pengunjung lokasi wisata Danau Linting berdasarkan umur:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Umur
Pengunjung yang berada di Danau Linting ada yang berasal dari Pancur
Batu Marindal, Marelan, Pangkalan Brandan, Amplas, Tiga Juhar, Helvetia,
Delitua, Tuntungan dan Sibirubiru. Tabel dibawah ini adalah tabel pengunjung
Danau linting berdasarkan daerah asal:
Tabel 11. Karakteristik pengunjung lokasi wisata Danau Linting berdasarkan daerah asal:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
- Helvetia 1 5
- Delitua 3 15
- Tuntungan 1 5
- Sibirubiru 4 20
Total 20 100
Pengunjung yang datang ke Danau Linting biasanya untuk menikmati
pemandangan alam atau hanya sekedar untuk mendapatkan suasana tenang dan
nyaman. Berikut ini adalah tabel pengunjung Danau Linting berdasarkan tujuan
mengunjungi tempat wisata:
Tabel 12. Karakteristik pengunjung lokasi wisata Danau Linting berdasarkan tujuan mengunjungi tempat wisata:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Tujuan mengunjungi tempat wisata:
- menikmati pemandangan 7 35
- mendapatkan suasana tenang
dan nyaman
8 40
- alasan pendidikan/penelitian 1 5
- menikmati keindahan
flora-fauna
2 10
- mengisi waktu luang 2 10
Total 20 100
Pengunjung yang datang ke Danau Linting kebanyakan mengunjungi
Danau Linting pada hari libur dan ini dapat dilihat dari tabel karakteristik
pengunjung lokasi wisata alam Danau Linting berdasarkan waktu kunjungan di
bawah ini:
Tabel 13. Karakteristik pengunjung lokasi wisata Danau Linting berdasarkan waktu kunjungan:
Kriteria Jumlah Persentase (%)
Waktu kunjungan
- hari libur 19 95
- hari biasa 1 5
Mereka mengunjungi Danau Linting dengan berbagai macam alasan, yaitu
ada yang ingin menikmati pemandangan alam ataupun hanya sekedar
menghilangkan penat pada hari libur. Umumnya pengunjung yang datang ke
lokasi Danau Linting datang secara berkelompok baik bersama teman-temannya
maupun keluarganya. Lama kunjungan pengunjung hanya satu hari saja.
Jenis kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para pengunjung selama
berada di Danau Linting adalah menikmati pemandangan alam. Para pengunjung
menikmati kunjungan mereka ke lokasi karena udaranya yang sejuk dan bebas
dari kebisingan. Ada juga yang merasa kurang nyaman karena keberadaan sarana
dan prasarana yang kurang memadai. Meskipun begitu para pengunjung
menyatakan berada di kawasan Danau Linting cukup menyenangkan dan mereka
berniat untuk mengunjunginya kembali. Menurut pengunjung, Danau Linting
perlu dikembangkan dari segi pengelolaan kawasan maupun dalam hal
peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung sebagai daerah obyek wisata.
Analisis Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata
Desa Sibunga-bunga belum bisa disebut sebagai desa wisata karena
kondisi fisiknya belum tertata sebagai lokasi kepariwisataan. Potensi-potensi
wisata yang ada di desa tersebut belum dikelola secara maksimal padahal
memiliki sumber daya alam dan lingkungan hidup yang relatif masih terjaga
kelestarian dan keasriannya. Potensi-potensi wisata Desa Sibunga-bunga cukup
menjanjikan apabila dikelola secara serius. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama
antara masyarakat sekitar dengan Pemerintah untuk membahas dan mengkaji
rancana-rencana pengembangan desa wisata berbasis masyarakat. Analisis
kesiapan masyarakat dalam mengembangkan desanya menjadi desa wisata akan
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Sibunga-bunga
Desa Sibunga-bunga terletak di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda
(STM) Hulu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara. Luas Desa Sibunga-bunga
sekitar 450 Ha dengan jumlah penduduk laki-laki 247 orang dan perempuan 225
orang. Bahasa sehari-hari yang dipakai untuk berkomunikasi adalah bahasa
Simalungun dan Karo.
Kehidupan masyarakat Desa Sibunga-bunga sangat kental dengan
tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Masyarakat wajib melakukan upacara-upacara adat
yang berhubungan dengan siklus hidup manusia seperti upacara kelahiran,
perkawinan, dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Ada juga
upacara kerja tahun yang dilakukan oleh masyarakat yang bersuku Karo setiap
satu tahun sekali. Masyarakat mempunyai nilai kegotong-royongan yang masih
kuat. Mereka masih melakukan kebiasaan menjenguk orang sakit dan biasanya
ketika menjenguk orang sakit, masyarakat membawa makanan atau memberi
bantuan berupa materi dan jasa dengan sukarela. Semua itu menggambarkan
bahwa hubungan kekerabatan di desa Sibunga-bunga masih erat dan kuat.
Kesenian yang paling sering diikut-sertakan dalam pelaksanaan adat dan budaya
adalah gendang karo. Kelompok-kelompok kesenian tradisional terlihat masih
kokoh dan diminati.
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sibunga-bunga
Suku yang paling mendominasi adalah suku Karo dengan persentase 70%
dan simalungun dengan persentase 20%, tetapi adat istiadat yang digunakan
adalah tradisi karo. Agama yang mendominasi adalah Islam dan Kristen. Sumber
dengan cara bertanam kelapa, karet, ataupun dari tanaman buah-buahan. Profesi
bertani memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan pegawai, supir,
dan pedagang. Dibawah ini adalah gambar peta Desa Sibunga-bunga dan
sekitarnya dari hasil PRA dengan masyarakat:
Gambar 4. Hasil PRA berupa gambar peta Karakteristik Kelembagaan
Lembaga yang ada di Desa Sibunga-bunga adalah LKMD atau Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa, BPD atau Badan Permusyawaratan Desa,
perwiridan, RT, RW, Koperasi, BKM atau Badan Kenaziran Masjid, dan
Perpulungan Jabu-jabu (pertemuan keagamaan untuk
agama Nasrani). Untuk diagram kelembagaan dapat disajikan pada gambar 5
Gambar 5. Diagram Kelembagaan di Desa Sibunga-bunga
Lembaga Desa Sibunga-bunga ada yang masih aktif dan ada juga yang
kurang aktif diakibatkan lemahnya kesadaran masyarakat akan fungsi dari
kelembagaan yang berada di desa mereka tersebut. Setiap lembaga tersebut
memiliki peran yang berbeda-beda dimasyarakat berdasarkan tujuan dari di
bentuknya kelembagaan tersebut.
Hasil kuisioner yang diperoleh dari masyarakat Desa Sibunga-bunga
dengan struktur kelembagaan yang masih kurang berfungsi dengan baik
menunjukkan desa mereka tidak pernah mengalami konflik yang sangat besar
hingga menimbulkan perpecahan. Berikut ini adalah beberapa uraian dari hasil
Tabel 14. Hasil uraian dari kuisioner dengan masyarakat Desa Sibunga-bunga:
Aspek yang dinilai Uraian
Konflik Pernah terjadi konflik dalam skala kecil berupa perselisihan
antara warga masyarakat dengan perangkat desa yang akan berencana membangun kawasan Danau Linting mengenai kepemilikan tanaman mereka yang tumbuh di radius 100 meter dari bibir danau, warga masyarakat menginginkan Perangkat desa untuk mengganti tanaman yang telah dirusak dengan sejumlah uang. Tetapi para perangkat desa tidak mengubris tanggapan masyarakat. Akibat yang ditimbulkan masyarakat merasa kecewa dengan keputusan perangkat desa dan mereka akan tetap menunggu adanya inisiatif dari perangkat desa untuk mengganti tanaman mereka yang telah dirusak
Kerjasama Dahulu tidak pernah ada kerjasama antara Pemerintah dengan
warga masyarakat untuk bekerjasama membangun Danau Linting, tetapi pada akhirnya dengan adanya usaha dari perangkat desa yang ingin memajukan desa mereka, Pemerintah memberikan modal sebagai salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah dengan perangkat desa untuk memajukan desa mereka
Pengelola Masyarakat tidak begitu mempermasalahkan tentang siapa
pengelola danau tersebut dikarenakan masyarakat mengganggap hal yang terpenting adalah potensi yang terdapat di Danau Linting bisa dikembangkan dan akan menjadi sumber pendapatan bagi perangkat desa dan masyarakat desa Sibunga-bunga
Partisipasi Masyarakat akan siap dan berperan aktif untuk berpartisipasi
dalam rencana kegiatan pengembangan Danau Linting dan pengembangan desa mereka menjadi desa wisata yang berbasis masyarakat
Tabel diatas menunjukkan bahwa Desa Sibunga-bunga tidak pernah
mengalami konflik hingga menimbulkan perpecahan dan tidak pernah ada
kerjasama dengan Pemerintah untuk bekerjasama membangun Danau Linting.
Pernah terjadi konflik dalam skala kecil berupa perselisihan antara warga
masyarakat dengan perangkat desa yang akan berencana membangun kawasan
Danau Linting mengenai kepemilikan tanaman mereka yang tumbuh di radius 100
mengganti tanaman yang telah dirusak dengan sejumlah uang. Tetapi para
perangkat desa tidak mengubris tanggapan masyarakat.
Hasilnya masyarakat harus mengikhlaskan tanaman mereka yang telah
dirusak dan mereka akan tetap menunggu adanya inisiatif dari perangkat desa
untuk mengganti tanaman mereka yang telah dirusak tersebut. Mengenai masalah
kepemilikan Danau Linting, masyarakat tidak begitu mempermasalahkan tentang
siapa pengelola danau tersebut dan apabila masyarakat akan dilibatkan,
masyarakat akan siap dan berperan aktif untuk berpartisipasi dalam rencana
kegiatan pengembangan Danau Linting dan pengembangan desa mereka menjadi
desa wisata yang berbasis masyarakat.
Hasil PRA tentang kesiapan masyarakat dalam pengembangan desa wisata
Penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan salah
satu strategi untuk memberdayakan masyarakat. PRA menekankan dalam proses
pemberdayaan dan peningkatan partisipasi pada keterlibatan masyarakat Desa
Sibunga-bunga dalam keseluruhan kegiatan perencanaan untuk pengembangan
desa wisata. Hasil Participatory Rural Appraisal Desa Sibunga-bunga disajikan dalam bentuk tabel 15 dibawah ini:
Tabel 15. Hasil PRA tentang kesiapan masyarakat dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat:
No Aspek yang
dinilai
Kondisi Masyarakat Solusi dari hasil PRA
1 Ekonomi Masyarakat masih
lemah dalam hal pendanaan
Membuat proposal dana dan dana yang telah diberikan oleh Pemerintah hendaknya digunakan sesuai dengan keperluannya dan harus adanya transparansi dana
2 Sosial Budaya Lemahnya perangkat
desa atau lembaga desa
dalam kegiatan dan masyarakat masih merasa kurang percaya diri untuk terlibat dalam rencana kegiatan pengembangan desa wisata
sehingga mereka akan memahami dan terlibat dalam rencana kegiatan pengembangan desa wisata
3 Pengelola Masyarakat masih
kurang dilibatkan oleh
Kegiatan yang dilakukan harus melalui kerjasama antar masyarakat bukan individu
Kegiatan yang dilakukan tidak mengarah pada golongan tertentu agar tidak menimbulkan perpecahan
Terkadang masyarakat
bersikap merasa paling tahu, memaksa dan masih tertutup
Tidak perlu bersikap merasa paling tahu tetapi tidak memaksa dan santai sehingga hubungan tetap akrab serta kegiatan yang dilakukan harus disampaikan secara terbuka dengan adanya komunikasi yang partisipatif
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa masyarakat sangat
mengharapkan adanya pelatihan dari Pemerintah ataupun dari Dinas Pariwisata
agar mereka lebih memahami tentang pengembangan desa wisata. Mereka juga
mengharapkan adanya transparansi oleh pihak-pihak yang terkait sehingga peran
apa saja yang disiapkan untuk masyarakat, mereka akan bersedia dan berperan
aktif. Mayarakat hanya bermodalkan tenaga dan waktu dalam rencana
pengembangan desanya menjadi desa wisata.
Sedangkan tantangan yang dihadapi itu berupa lemahnya perangkat desa
fungsinya, lemahnya sumberdaya manusia yang berada di desa tersebut,
kurangnya dana, dan tidak ada dukungan dari pihak manapun untuk membuat
rencana kegiatan pengembangan desa wisata. Dengan adanya dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari Pemerintah, para perangkat desa ingin
mengelola dan mengembangkan Danau Linting dan menjadikan Desa
Sibunga-bunga menjadi desa wisata berbasis masyarakat. Tetapi, rencana tersebut tidak
dapat dijalankan oleh para perangkat desa saja melainkan harus ada peran aktif
dari para masyarakat. Para perangkat desa juga menekankan bahwa pola untuk
pengembangan desa wisata berbasis masyarakat sebaiknya meminimalkan
dampak yang negatif terhadap lingkungan dan budaya setempat dan mampu
meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat Desa Sibunga-bunga.
Diharapkan dengan adanya metode Participatory Rural Apprasial ini,
masyarakat merasa lebih diberi kesempatan untuk menuangkan masukan-masukan
yang berharga sehingga rencana untuk mengembangkan desa mereka menjadi
desa wisata dapat berjalan dengan lancar. Masyarakat mengharapkan pengelolaan
yang bersifat transparansi dan kegiatan apapun yang dilakukan harus dengan
adanya komunikasi yang partisipatif, harus dilakukan melalui kerjasama antar
masyarakat, tidak boleh mengarah pada golongan tertentu agar tidak membuat
perpecahan, dan tidak perlu bersikap merasa paling tahu tetapi harus santai
sehingga hubungan tetap akrab.
Respon masyarakat Desa Sibunga-bunga cukup baik dan mereka
menyatakan akan berperan aktif dalam rangka untuk mengembangkan Danau
Linting dan menjadikan desa mereka menjadi desa wisata. Pengembangan desa
pada peran aktif komunitas masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan
bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya dan yang
menjadi potensi di desa mereka memperoleh nilai jual sebagai daya tarik wisata,
sehingga keterlibatan masyarakat menjadi mutlak.
Pola pengembangan desa wisata berbasis masyarakat seharusnya
mengakui hak masyarakat desa Sibunga-bunga dalam mengelola kegiatan wisata
di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Beberapa
pola wisata yang akan diterapkan oleh masyarakat desa Sibunga-bunga adalah
pola wisata ramah lingkungan, pola wisata ramah budaya dan adat setempat, dan
pola jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung
lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Pengembangan desa wisata membawa
dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang
pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga
antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata.
Adanya pengunjung setiap harinya menunjukkkan bahwa Danau ini memiliki nilai
tersendiri bagi pengunjungnya. Dan dari hasil identifikasi potensi objek dan daya
tarik pun kawasan wisata Danau Linting ini cukup layak untuk dikembangkan.
Masyarakat berharap dengan peran aktif mereka semoga memberikan pendapatan
yang cukup menjanjikan dan dapat menjadikan desa mereka menjadi desa wisata
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Potensi obyek dan daya tarik yang ada di kawasan wisata Danau Linting
berupa sumber air panas, batuan kapur, dan gua.
2. Masyarakat Desa Sibunga-bunga berperan aktif dalam mengembangkan
desa mereka menjadi salah satu desa wisata yang berbasis masyarakat.
Kesiapan masyarakat terkait tenaga dan waktu. Hal ini akan berguna untuk
melestarikan lingkungan dan meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat Desa Sibunga-bunga.
Saran
Sangat diperlukan adanya penambahan fasilitas-fasilitas yang berada di
kawasan wisata Danau Linting dan perbaikan infrastruktur jalan yang masih
belum nyaman untuk dilintasi agar para pengunjung merasa nyaman berada di
Danau Linting dan akan melakukan kunjungan kembali serta dalam rangka
TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi Potensi
Potensi alam dalam kamus Kehutanan RI tahun 1989 adalah mengenai
kandungan gejala alam dari suatu kawasan. Menurut Undang-undang (UU)
Nomor 9 tahun 1990, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Potensi wisata adalah mengenai
kandungan gejala alam dari suatu kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek
dan daya tarik suatu perjalanan wisata.
Menurut Prosiding lokakarya wana wisata (1986) dalam Rimbawanti
(2003) mengemukakan bahwa potensi wisata secara umum meliputi berbagai
kekhasan yaitu:
a. Estetis : keindahan alam, keunikan gejala alam seperti air terjun, kawah, sumber air panas, dan lain-lain serta keindahan untuk lintas alam
b. Biologis : Keanekaragaman dari jenis-jenis flora dan fauna
c. Historis : Keanekaragaman peninggalan sejarah
d. Scientist : Untuk penelitian ilmu pengetahuan
Potensi wisata yang dikemukaan Yoeti (1997) yaitu obyek pariwisata yang
dapat dilihat, disaksikan, dilakukan atau dirasakan. Obyek tersebut dapat berupa:
1. Berasal dari alam, dapat dilihat dan disaksikan secara bebas
(pada tempat-tempat tertentu harus bayar untuk masuk, seperti cagar alam,
kebun raya, dan lain-lain) seperti: iklim, pemandangan, vegetasi hutan, flora
2. Merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang dapat dilihat, disaksikan,
dan dipelajari seperti: monumen dan peninggalan masa lalu, tempat-tempat
budaya, dan perayaan-perayaan tradisional.
Ekowisata merupakan suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan
keaslian lingkungan alam, dimana terjadi interaksi antara lingkungan alam dan aktivitas
rekreasi, konservasi dan pengembangan, serta antara penduduk dan wisatawan. Dari
defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekowisata mengintegrasikan kegiatan
pariwisata, konservasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga masyarakat
setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan dari kegiatan wisata tersebut melalui
pengembangan potensi-potensi lokal yang dimiliki (Hadinoto, 1996).
Obyek dan Daya Tarik Wisata
Pariwisata pada saat ini menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia
sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan berkelanjutan khususnya pada
sektor kehutanan. Pada sektor kehutanan, ekowisata diharapkan dapat menjadi kegiatan
yang paling penting dalam memulihkan kerusakan hutan dan mengembalikan peranan
masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian hutan. Kawasan hutan yang dikelola dengan
tujuan ganda akan tercapai bila dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata alam
(Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam
dunia kepariwisataan. Dimana objek dan daya tarik wisata dapat menyukseskan
program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya bangsa sebagai aset
yang dapat dijual kepada wisatawan. Objek dan daya tarik wisata dapat berupa
alam, budaya, tata hidup dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan nilai jual
untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja
Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, objek dan daya
tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Objek dan daya tarik
wisata terdiri atas :
1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan
alam, serta flora dan fauna
2. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata buru, wisata
petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan
Selanjutnya dijelaskan bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan
dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat objek-objek baru sebagai objek dan
daya tarik wisata.
Menurut Hamid (1996) obyek wisata didefenisikan sebagai segala sesuatu yang
menarik dan telah dikunjungi wisatawan sedangkan daya tarik adalah segala sesuatu yang
menarik namun belum tentu dikunjungi. Daya tarik tersebut masih memerlukan
pengelolaan dan pengembangan sehingga menjadi obyek wisata yang mampu menarik
kunjungan. Sedangkan Suwantoro (1997) menyatakan bahwa objek wisata alam adalah
sumber daya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta ditujukan
untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaan.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata
merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan
wisata.
Menurut Wiwoho (1990) daya tarik tersebut antara lain dapat berupa :
1. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti iklim, pemandangan alam,
lingkungan hidup, fauna, flora, kawah, danau, sungai, gua-gua, tebing, lembah dan
gunung.
2. Sumber-sumber buatan manusia berupa sisa-sisa peradaban masa lampau, monumen
3. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi melekat
pada penduduk dalam bentuk warisan budaya misalnya tarian, sandiwara, drama,
upacara adat, upacara penguburan mayat, upacara keagamaan, upacara perkawinan
dan lain-lain.
Menurut Siswanto (2006), unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna
menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut
perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya meliputi 5 unsur :
1. Objek dan daya tarik wisata.
Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi
pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.
2. Prasarana wisata.
Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang
mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata.
3. Sarana wisata.
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk
melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.
4. Tata laksana/infrastruktur.
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata,
baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah
dan dibawah tanah.
5. Masyarakat/lingkungan.
Daerah tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan
mengundang kehadiran wisatawan. Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan
menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus akan memberikan layanan
Menurut MacKinnon et al. (1990), faktor-faktor yang membuat suatu kawasan
menarik bagi pengunjung adalah :
1. Letaknya dekat, cukup dekat, atau jauh dengan bandar udara internasional atau pusat
kota
2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, sulit, atau
berbahaya
3. Kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik
4. Kondisi sarana prasarana harus mendukung
5. Kawasan tersebut memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda
6. Memiliki tambahan budaya yang sangat menarik serta beberapa atraksi wisata
7. Unik dalam penampilannya
8. Memiliki fasilitas rekreasi pantai atau tepian danau, sungai, air terjun, kolam renang
atau tempat rekreasi lainnya.
9. Kawasan cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga menjadi
bagian kegiatan wisatawan
10. Sekitar kawasan tersebut memiliki pemandangan indah
11. Keadaan makanan dan akomodasi tersedia
Yoeti (1985) menyatakan bahwa suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata
(DTW) yang baik harus mengembangkan 3 hal agar daerah tersebut menarik untuk
dikunjungi yakni:
a) Adanya something to see yaitu adanya sesuatu yang menarik untuk dilihat yang dalam hal ini objek wisata yang berbeda dengan tempat-tempat lain (mempunyai
keunikan tersendiri)
sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas untuk dapat berbelanja atau shopping
yang menyediakan souvenir maupun kerajinan tangan lainnya
c) Adanya something to do yaitu suatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu yang
dapat membuat orang yang berkunjung merasa betah di tempat tersebut
Analisis Kesiapan Masyarakat
Pendekatan yang dipakai untuk mengkaji analisis kesiapan masyarakat
dalam pengembangan secara partisipatif adalah 'Participatory Rural Appraisal'
atau PRA. Participatory Rural Appraisal ini adalah sekumpulan teknik dan alat
yang mendorong masyarakat desa untuk turut serta meningkatkan dan
menganalisa pengetahuannya mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar
mereka dapat membuat rencana dan tindakan. Kajian keadaan pedesaan secara
partisipatif dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri
masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa situasinya, baik potensi
maupun permasalahannya (Hikmat, 2001).
PRA mengutamakan masyarakat agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pengembangan.
PRA terdiri dari sekumpulan teknik atau alat yang dapat dipakai untuk mengkaji
keadaan pedesaan. Teknik ini berupa visual (gambar, tabel, bentuk) yang dibuat
oleh masyarakat sendiri dan dipergunakan sebagai media diskusi masyarakat
tentang keadaan mereka sendiri serta lingkungannya. Beberapa teknik yang
terkenal meliputi:
1. Pemetaan kawasan desa
2. Kalender musim
3. Transek (penelusuran desa)
PRA biasanya sudah diawali dengan proses sosialisasi pemberdayaan
masyarakat. Kualitas informasi yang digali dengan PRA biasanya tinggi, namun
kuantitatif kadang-kadang kurang tepat. Walaupun kita tidak tahu apakah
informasi seratus persen benar, yang penting bahwa informasi itu cenderung
mendekati kebenaran. Untuk itu, dimanfaatkan prinsip triangulasi atau
pengecekan kembali dan pemeriksaan ulang. Kajian keadaan pedesaan Partisipatif
tahap pertama adalah dalam siklus pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Setelah kajian, masyarakat akan masuk tahap perencanaan kemudian pelaksanaan
dan monitoring dan evaluasi. Setelah itu, mereka lanjutkan dengan ulang
mengkaji sebagai dasar untuk rencana baru (Mustafa, 1988).
Pengembangan desa wisata
Perencanaan merupakan proses pembuatan keputusan tentang apa yang harus
dikerjakan dimasa depan dan bagaimana melakukannya. Perencanaan harus
memperhatikan keadaan sekarang secara realistis dan faktor potensial yang dapat
dikembangkan. Perencanaan usaha harus dimulai dengan survei terperinci mengenai sifat
dan bentuk pengembangan yang direncanakan terutama dalam hal sumberdaya yang
dimiliki (Kusmayadi, 2004).
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2003) menyatakan
bahwa secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya
pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
Berdasarkan segi pengelolaannya ekowisata dapat didefinisikan sebagai
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan
berkelanjutan dan mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sumberdaya kawasan pedesaan
yang di dalamnya mencakup sumberdaya fisik, sosial dan budaya ternyata dapat
dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Seringkali masyarakat pedesaan tidak menyadari
bila wilayahnya memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki wilayah lainnya (Fauzi, 2004).
Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-potensi,
membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih
besar, lebih baik, dan memajukan sesuatu yang lebih awal kepada yang lebih akhir
atau dari yang sederhana kepada yang lebih kompleks. Dari segi kualitatif,
pengembangan berfungsi sebagai upaya peningkatan yang meliputi penyempurnaan
program ke arah yang lebih baik, di mana hal-hal yang dikembangkan meliputi
aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
evaluasi (Ramly, 2007).
Aspek-aspek yang perlu diketahui dalam pengembangan pariwisata menurut
Dimjati (1999) adalah :
1. Wisatawan (tourist) dengan melakukan penelitian tentang wisatawan sehingga dapat
diketahui karakteristik wisatawan yang diharapkan datang.
2. Pengangkutan (transportasi) adalah bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia
baik dari negara asal atau angkutan ke obyek wisata.
3. Atraksi/obyek wisata (attraction) mengenai apa yang dilihat, dilakukan dan dibeli di
daerah tujuan wisata (DTW) yang dikunjungi.
4. Fasilitas pelayanan (service facilities).
5. Informasi dan promosi (information) yaitu cara-cara promosi yang akan dilakukan
baik melalui iklan atau paket yang tersedia.
Desa wisata merupakan suatu bentuk lingkungan permukiman yang sesuai
kegiatan hidup masyarakatnya (mencakup kegiatan hunian, interaksi sosial, kegiatan adat
setempat dan sebagainya), sehingga terwujud suatu lingkungan yang harmonis, rekreatif,
dan terpadu dengan lingkungannya (Ikaputra, 1985).
Desa wisata merupakan bentuk desa yang memiliki ciri khusus di
dalamnya, baik alam dan budaya, serta berpeluang dijadikan komoditi bagi
wisatawan. Wujud desa wisata itu sendiri bahwa desa sebagai obyek dan subyek
pariwisata. Sebagai objek, merupakan tujuan kegiatan pariwisata, sedangkan
sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara, apa yang dihasilkan oleh desa akan
dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung dan peran aktif masyarakat sangat
menentukan kelangsungan desa wisata itu sendiri (Soebagyo, 1991).
Sebagai suatu bentuk struktur dari kegiatan pariwisata, desa wisata erat
kaitannya dengan kegiatan tinggal menetap di dalam atau dekat dengan kehidupan
masyarakat pedesaan, belajar mengenai desa dan budaya lokal serta cara hidup
masyarakat serta seringkali turut berpartisipasi dalam aktivitas pedesaan. Dalam
perencanaan dan pengembangan serta pengelolaan masyarakat terlibat secara
penuh sehingga dengan demikian diharapkan keuntungan dapat diterima oleh
penduduk itu sendiri (Basuki, 1992).
Menurut Romani (2006) tindakan bijaksana dengan memperhatikan
kepentingan serta kondisi lingkungan perlu diperhatikan dalam mengembangkan
sebuah desa wisata, khususnya di wilayah yang masih memiliki ikatan serta sifat
tradisional. Sebagai model dasar pembentukan sebuah desa wisata, harus
memperhatikan pemilihan site dalam merencanakan fasilitas yang hendak
digunakan. Perlu koordinasi dengan penduduk serta kerjasama antara mereka
sendiri untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan serta pemasaran yang
menomersatukan proses pelibatan penduduk setempat dalam tukar gagasan,
tindakan, pengambilan keputusan, dan kontrol dalam mengembangkan kegiatan
pariwisata pedesaan. Dengan demikian diharapkan dari kegiatan yang lahir
nantinya dapat memberikan kerangka kerja yang simboisis mutualisme, saling
menguntungkan antara masyarakat dan wisatawan.
Terdapat beberapa kriteria desa wisata yaitu :
1. Atraksi wisata adalah semua yang mencakup alam, budaya, dan hasil
ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan
atraktif di desa
2. Jarak tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat
tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi
3. Besaran desa biasanya menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah
penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan
daya dukung kepariwisataan pada suatu desa
4. Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan merupakan aspek penting
mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa.
Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem
kemasyarakatan yang ada (Mukaryanti dan Saraswati, 2005).
Strategi melibatkan peran serta masyarakat dapat dilakukan antara lain
dengan:
1. Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi
bila pariwisata pedesaan masuk ke desa mereka