• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tindak Tutur Ilokusi Permohonan dan Penolakan dalam Percakapan Bahasa Jepang (Studi Kasus Buku Nameraka Nihongo Kaiwa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tindak Tutur Ilokusi Permohonan dan Penolakan dalam Percakapan Bahasa Jepang (Studi Kasus Buku Nameraka Nihongo Kaiwa)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer,A dan Agustina, L.2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Haruhiko, Kindaichi. 1978. Gakken Kokugo Daijiten. Tokyo: Gakushuu kenkyuusha Co.ltd

Hasan, Kailani. 2001. Butir-butir Linguistik Umum dan Sosiolinguistik. Riau: Unri Press

Irwan. 2010. Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang Semester V dan Semester VII Fakultas

Sastra USU. Medan

Leech, Geoffrey (Ed). 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. The Principles of Pragmatics. 1983. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Minna no Nihongo II. 2008. Surabaya: International Mutual Foundation (IMAF) Press (Co-publisher Indonesia Edition)

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

NIHONGO no KISO II. 1984. Tokyo: Japan

(7)

Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: Universitas Sumatera Utara Press

Rahadi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga

________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga

Setyanto, Aji. 2009. Bahasa Jepang Dasar Tata Bahasa & Percakapan. Jakarta: PT Alex Media Komputindo

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Edisi Ketiga). Bandung: Humaniora Utama Press

Tomisaka, Yoko. 1996. Nameraka Nihon Go Kaiwa. ALC Press Japanese Textbook Series

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

(8)

BAB III

ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN DALAM PERCAKAPAN BAHASA JEPANG

STUDI KASUS BUKU “NAMERAKA NIHONGO KAIWA”

3.1. Tindak Tutur Ilokusi Permohonan

Cuplikan 1 (halaman 23) :

弟 : お兄ちゃんのパソコンの使い方、教えてよ Otouto : Oniichan no pasokon no tsukaikata, oshiete yo.

Adik ‘Tolong ajarkan cara menggunakan komputer abang’ 兄 : だめ。

Ani : Dame.

Abang ‘Tidak’

Analisis:

Berdasarkan percakapan di atas, bentuk permohonannya adalah 教えてよ

(oshiete yo) ‘tolong ajarkan’. Bentuk permohonan ini digunakan untuk percakapan dalam hubungan keluarga.

(9)

Cuplikan 2 (halaman 42) :

男A : サッカーの練習をしようよ。さあ、ぼくからけるぞ。 Otoko A : Sakka no renshuu wo shiyou yo. Saa, boku kara keru zo.

Laki-laki A ‘Mari kita latihan sepak bola. Tendangannya dimulai dari aku ya’ 男B: :よし、こっちへけってくれ

Otoko B : Yoshi. Kocchi he kettekure.

Laki-laki B ‘Yoshi, tendangnya kesini’

おっと、危ない。もうちょっとでガラス割っちゃうとこ だったぜ。

‘Bahaya. Sedikit lagi bisa mengenai kaca’

Analisis:

Pada cuplikan 2, bentuk permohonannya adalah こっちへけってくれ ‘tendang kesini’. Bentuk permohonan ini digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah teman akrab.

Bentuk verba te kure ini digunakan oleh laki-laki ketika lawan tutur adalah keluarga, teman akrab, seusia, maupun orang yang lebih muda. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Zulaika. Kemudian pada percakapan di atas tidak terdapat ragam bahasa keigo (santun).

Cuplikan 3 (halaman 41) :

女C : ちょっとすいませんけど、つめてもらえませんか

Onna C : Chotto suimasen kedo, tsumetemoraemasenka.

(10)

女A : ええ、どうぞお座りください。

Onna A : Ee, douzo osuwari kudasai. Perempuan C ‘Ya. Silakan duduk’.

Analisis:

Berdasarkan percakapan di atas, bentuk permohonannya adalah つめてもら

えませんか (tsumete moraemasenka) ‘tolong geser’. Bentuk permohonan ini

digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah orang yang tidak dikenal.

Bentuk verba te moraemasenka ini digunakan untuk memohon kepada siapa saja, sebagai rasa hormat terhadap lawan tutur. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Zulaika. Pada percakapan di atas ragam bahasa yang digunakan adalah teineigo. Hal ini dikarenakan teineigo digunakan oleh penutur dan lawan tutur untuk saling menghormati.

Cuplikan 4 (halaman 92) :

女A (1) : 鈴木さん、今忙しい

Onna A : Suzuki san, ima isogashii ?

Perempuan A ‘Suzuki, apakah sekarang sibuk?’

男 B : いや、別に。

Otoko B : Iya, betsu ni.

Laki-laki B ‘Tidak, sama sekali tidak.’

女A (2) : 今ちょっといい?実はね、こんど近くの神社でお祭

(11)

: Ima chotto ii ? jitsu wa ne, kondo chikaku no jinjya de omatsuri ga arunda kedo...

‘Apakah sekarang boleh ? sebenarnya ya, ada perayaan festival di kuil terdekat akhir-akhir ini.’

男 B : いつ? : Itsu ?

‘Kapan?’

女A (3) : 今度の日曜日。それで、ちょっとお願いがあるの

: Konshuu no nichiyoubi. Sorede, chotto onegai ga aru no.

‘Hari minggu ini. Jadi, apakah aku boleh meminta bantuan sebentar?’

男 B : 何かな。 : Nani kana. ‘Apa itu ?’

女A (4) :お祭り時にね、飲み物を売るつもりなんで、手伝っ

てほしいの

Omatsuri toki ne, nomi mono wo uru tsumori nande, tetsudatte hoshii no.

‘Waktu di perayaan festival itu ya, aku berencana ingin menjual minuman tapi aku ingin meminta bantuan.’

Analisis:

Pada cuplikan 4, bentuk permohonannya ada empat yaitu :

(1) 今忙しい? (kyou isogashii?) ‘sekarang sibuk?’

(12)

(3)それで、ちょっとお願いがあるの (sorede, chotto onegai ga aruno) ‘jadi,

apakah aku boleh meminta bantuan sebentar?’

(4) 手伝ってほしいの(tetsudatte hoshii no) ‘ingin minta bantuan’

Bentuk permohonan di atas digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah teman akrab.

Bentuk permohonan secara tidak langsung ini menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan penutur. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Shiro dalam Irwan. Pada percakapan ini tidak ada ragam bahasa keigo (santun). Hal ini dikarenakan ragam bahasa yang digunakan adalah futsuu kei (ragam bahasa biasa).

Cuplikan 5 (halaman 92) :

A :朝一番に車で飲み物を運んでくれる

Asa ichiban ni kuruma de nomi mono wo hakonde kureru dake de iinda だけでいいんだけど。

kedo.

‘Pagi-pagi sekali boleh tidak membantu mengangkat minuman kedalam mobil.’

B :それぐらいならできるよ。ぼくにまかせといて。

Sore gurai nara dekiru yo. Boku ni makasetoite.

‘Kalau hanya itu aku bisa. Percayalah padaku.’

A :じゃ、朝8時半に迎えにいくわ。

Jya , asa hachi jihan ni mukae ni iku wa.

(13)

Analisis:

Pada cuplikan 5, bentuk permohonannya adalah 車で飲み物を運んでくれ る (kuruma de nomimono wo hakonde kureru)‘tolong angkat minuman ke mobil.’

Bentuk ini digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah teman sebaya.

Bentuk verba te kureru ini digunakan kepada lawan tutur yang berada disebelahnya, teman akrab, seusia, dan orang yang lebih muda. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapan oleh Shiro dalam Irwan. Pada percakapan ini tidak terdapat ragam bahasa keigo (santun).

Cuplikan 6 (halaman 67) :

祖父 : たけし、ちょっと肩をもんでくれないか

‘Takeshi,bisa tidak menggosok bahu kakek sebentar.’ 。 Takeshi , chotto kata wo monde kurenai ka.

孫 : いいよ。 Iiyo.

‘Iya.’

Analisis:

Pada percakapan di atas, bentuk permohonannya adalah 肩をもんでくれな い か (kata wo monde kurenaika) ‘bisa tidak menggosok bahu’. Bentuk

(14)

Bentuk verba te kurenai ini digunakan oleh orang yang dekat dengan penutur, teman, dan keluarga. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Shiro dalam Irwan. Pada percakapan ini tidak terdapat ragam bahasa keigo (santun).

Cuplikan 7 (halaman 58) :

社員 : 部長、お話があるんですが... Kaisha in Bucho, ohanashi ga arun desu ga...

Pegawai ‘Pak, ada yang ingin saya bicarakan..’ 部長 : 何だね。

Bucho : Nan da ne.

Kepala bagian ‘Apa itu ?’

社員 : これ、受け取ってください Kore, uke tottekudasai.

‘Tolong diterima ini.’

部長 : えつ?辞表じゃないか。会社をやめたいって言うのかい。

会社をやめてどうするつもリなんだい?

E ? jihyou jyanaika. Kaisha wo yametai tte iu no kai. Kaisha wo yamete dou suru tsumori nandai ?

‘Apa? Ini kan surat pengunduran diri. Apakah kamu ingin meninggalkan perusahaan ? Apa yang akan kamu lakukan ketika meninggalkan perusahaan ?’

社員 : それは、やめてから考えます。 Sore wa, yamete kara kangaemasu.

(15)

Analisis:

Pada percakapan di atas, bentuk permohonannya adalah 受け取ってくださ い (uke totte kudasai) ‘tolong diterima’. Bentuk permohonan ini digunakan

dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah atasan dan bawahan dalam satu perusahaan.

Bentuk verba te kudasai ini digunakan kepada orang yang mempunyai hak/pangkat yang sama dan orang yang lebih rendah kedudukannya. Namun pada percakapan di atas, ~te kudasai ini bersifat umum, sopan, dan lawan tutur atau penutur beranggapan bahwa hal yang diinginkan oleh penutur adalah hal yang wajar. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapan oleh Shiro dalam Irwan. Pada percakapan di atas, ragam bahasa yang digunakan adalah kenjoogo. Hal ini dikarenakan penutur memohon dengan rasa hormat kepada lawan tutur dengan cara merendahkan diri sendiri. Ragam bahasa yang digunakan adalah teineigo.

3.2. Tindak Tutur Ilokusi Penolakan

Cuplikan 1 (halaman 23) :

男A :さあ、もう一軒、飲みに行こうぜ。

Otoko A Saa, mou ikken, nomi ni ikou ze. Laki-laki A ‘Ayo, sekali lagi kita pergi minum.’

男B :いや、

(16)

Laki-laki B ‘Tidak, karena sudah larut harus segera pulang.’

Analisis:

Pada percakapan di atas, bentuk penolakannya adalah いや (iya) ‘tidak’. Bentuk penolakan ini digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah teman sebaya.

Bentuk iya ini digunakan oleh seusia atau orang yang lebih muda. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Beebe, Takahashi & Uliss Weltz, bahwa いや merupakan bentuk penolakan secara langsung.. Hal ini terlihat

dari ragam bahasa yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur adalah futsuu kei (ragam bahasa biasa).

Cuplikan 2 (halaman 136) :

駅員 : お客さん、だいじょうぶですか。

Eki in : Okyaku san, daijoubu desuka. Petugas stasiun ‘Tuan, apakah baik-baik saja?’

乗客 : いや、急に胸が苦しくなって...

Okyakusan : Iya, kyuu ni mune ga kurushiku natte... Tamu ‘Tidak, tiba-tiba dada saya menjadi sulit...’

駅員 : 救急車を呼びましょうか。

Kyuukyuusha wo yobimashouka.

‘Boleh kah saya memanggil ambulans?’

乗客 : いえ、ちょっと休みせてもらったよくなると思います

から

(17)

‘Tidak perlu, saya pikir dengan beristirahat sebentar saja akan membaik’.

Analisis:

Pada cuplikan 2, bentuk penolakannya adalah いえ、ちょっと休みせても

らったよくなると思いますから (ie, chotto yasumisete moratta yoku naru to

omoimasu kara) Tidak perlu, saya pikir dengan beristirahat sebentar saja akan membaik’. Bentuk penolakan seperti ini digunakan oleh siapa saja, disesuaikan dengan siapa penutur nya.

Bentuk penolakan ....から digunakan dikarenakan hubungan penutur dan

lawan tutur adalah tamu dan petugas stasiun. Penggunaan bentuk penolakan ini disebut penolakan yang memberikan alasan, penyebab, dan penjelasan kepada penutur mengapa menolak (penolakan secara tak langsung). Pernyataan ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Beebe, Takahashi & Uliss Weltz. Hal ini terlihat dari ragam bahasa yang digunakan oleh petugas stasiun adalah teineigo dan tamu menggunakan futsuu kei.

Cuplikan 3 (halaman 131) :

男C : 今週の土曜日あたり、ゴルフなんかいかがですか。 Otoko C : Konshuu no doyoubi atari, gurupu nan kaika ga desuka. Laki-Laki C ‘Bagaimana kalau sabtu minggu ini bermain golf?’ 男D : 土曜日ですか

Otoko D : Doyoubi desuka. Doyoubi chotto..

。土曜日ちょっと...

(18)

男C : そうですか。じゃまた別の機会にでも... Soudesuka. Jya mata betsu no kikai ni demo...

‘Oh begitu. Sampai ketemu di lain kesempatan...’

Analisis:

Pada percakapan di atas, bentuk penolakannya adalah 土 曜 日 で す か (doyoubi desuka) hari sabtu?’. Bentuk penolakan ini digunakan dikarenakan penutur dan lawan tutur adalah teman

Bentuk penolakan ....ですか digunakan oleh teman, seusia, rekan kerja atau

orang yang lebih muda. Pernyataan ini sesuai dengan teori Beebe, Takahashi & Uliss Weltz yang mengatakan bahwa bentuk penolakan ini mengulang bagian dari pernyataan penutur (penolakan secara tak langsung). Hal ini terlihat dari ragam bahasa yang digunakan adalah teineigo.

Cuplikan 4 (halaman 136) :

乗客A : あのー、おじいさん、どうぞこちらに座ってください。 Okyakusan A : Anou, ojiisan, douzo kochira ni suwatte kudasai.

Tamu ‘Silahkan kakek duduk di sebelah sini.’

乗客B : いえいえ、私は次の駅で降りますから

Ieie, watashi wa sugi no eki de orimasu kara.

(19)

Analisis:

Pada cuplikan 4, bentuk penolakannya adalah いえいえ、私は次の駅で

降りますから (ieie, watashi wa tsugi no eki de orimasu kara) ‘tidak perlu,

karena saya akan turun di stasiun berikutnya’. Bentuk penolakan ini digunakan dikarenakan hubungan penutur dan lawan tutur adalah orang yang baru ditemui.

Bentuk penolakan ini digunakan oleh siapa saja, disesuaikan dengan siapa penuturnya. Bentuk penolakan ini memberikan alasan, penyebab, dan penjelasan kepada penutur mengapa menolak (penolakan secara tak langsung). Pernyataan ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Beebe, Takahashi & Uliss Weltz. Penutur seorang yang usia nya lebih muda dari lawan tutur yang seorang kakek, maka dari itu penutur menggunakan ragam bahasa kenjoogo dan lawan tutur menggunakan teineigo.

Cuplikan 5 (halaman 135) :

A : ねえ、いつかつりに行こうよ。 Nee, itsuka tsuri ni ikou yo.

Hei, haruskah kapan-kapan kita pergi memancing ?’

B : いいけど。でも、朝早く起きないといけないんじゃないか? 早起きはあんまり...

Iikedo. Demo, asa hayaku okinai to ikenain jyanaika ? haya oki wa anmari..

Bagus. Bagaimana pun juga haruskah aku bangun pagi lebih cepat? Aku tidak terlalu biasa bangun cepat... ’

A : 心配ないよ。前の晩に車で出かけるんだから。

(20)

Tidak perlu khawatir. Kita pergi dengan mobil malam sebelumnya.’

B : 私、夜運転するのはどうも...

Watashi, yoru unten suru no wa doumo...

‘Aku susah mengendarai malam hari...’ A : 僕の車で行けばいいじゃないか。

Boku no kuruma de ikeba ii jyanaika.

Ayo pergi dengan mobilku’

B : そうね。運転してくれるなら行くわ。次の土曜日はどう? Soune. Unten shite kureru nara ikuwa. Tsugi no doyoubi wa dou ?

‘Baiklah. Kalau kamu mengendarai mobil, aku ikut saja. Bagaimana dengan sabtu depan?’

A : うーん

U-n. Sono hi wa chotto...

。その日はちょっと...

Uhm. Aku sudah ada rencana..’

Analisis:

Pada percakapan di atas, bentuk penolakannya adalah うーん (u-n)uhm’. Bentuk ini digunakan dikarenakan lawan tutur adalah teman.

Bentuk penolakan うーん ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia,

(21)
(22)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis data mengenai tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan dalam bahasa Jepang khususnya dalam buku Nameraka Nihongo kaiwa, dapat disimpulkan :

1. Tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan yang terdapat dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa masing-masing berjumlah 13 percakapan. Namun, penulis menganalisis hanya 7 percakapan bentuk permohonan dan 5 percakapan bentuk penolakan.

2. Bentuk dan penggunaan tindak tutur permohonan yang terdapat dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa, yaitu :

a. Verba te ‘て’, digunakan oleh keluarga dan hubungan yang dekat, baik laki-laki maupun perempuan bisa menggunakan bentuk ini.

b. Verba te kure ‘てくれ’, digunakan oleh laki-laki, teman akrab, seusia, maupun orang yang lebih muda.

c. Verba te moraemasenka ‘てもらえませんか’, digunakan kepada siapa saja, sebagai rasa hormat terhadap lawan tutur.

(23)

e. Verba te kurenai ‘てくれない’, digunakan oleh orang dekat seperti keluarga dan teman.

f. Verba te kudasai ‘てください’, digunakan oleh orang yang memiliki hak/pangkat yang sama atau orang yang lebih rendah kedudukannya. Bentuk ini juga bersifat umum, lawan tutur atau penutur beranggapan bahwa hal yang diinginkan adalah hal yang wajar.

g. Bentuk permohonan secara tak langsung, digunakan oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Hal ini dikarenakan bentuk ini besifat umum, menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan.

3. Bentuk dan penggunaan tindak tutur ilokusi penolakan yang terdapat dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa, yaitu :

a. Penolakan Secara Langsung

1. Bentuk いや, digunakan oleh orang seusia atau orang yang lebih muda.

b. Penolakan Secara Tak Langsung

1. Bentuk penolakan yang menjelaskan alasan, penyebab kepada penutur mengapa menolak dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa ada dua, yaitu :

a. Bentuk penolakan yang digunakan oleh tamu kepada petugas stasiun adalah ... から.

(24)

2. Bentuk penolakan yang mengulangi pernyataan penutur, digunakan oleh teman, seusia, rekan kerja, atau orang yang lebih muda.

3. Bentuk penolakan pengisi waktu jeda, digunakan oleh teman, keluarga, dan orang yang lebih muda.

4. Ragam bahasa yang digunakan dalam tindak tutur permohonan dan penolakan dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa adalah ragam bahasa teineigo, kenjoogo, dan futsuu kei.

4.2. Saran

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGGUNAAN TINDAK TUTUR, KESANTUNAN, SERTA BENTUK-BENTUK DAN PENGGUNAAN TINDAK

TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN BAHASA JEPANG

2.1. Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba (2002:77) adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina (2004:50) mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Jadi, tindak tutur adalah tindak berbahasa yang biasa dilakukan seperti melaporkan, menyatakan, mengkritik, memohon, meminta dan menolak, serta keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

2.2. Jenis-jenis Tindak Tutur

(26)

2.2.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur menurut Yule (2006:83) merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kemudian Rahardi (2009:17) menambahkan definisi tindak tutur lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, kalimat itu sendiri. Tindak tutur lokusi biasanya menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur. Kemudian tindak tutur lokusi disebut juga dengan the act of saying something. Berikut contoh tindak tutur lokusi :

A : 来週会議する予定です。

Raishuu kaigi suru yotei desu.

‘Minggu depan rapat’.

B : はい、わかりました。

Hai, wakarimashita.

‘Ya, mengerti’.

Dari percakapan di atas dapat dilihat A memberikan informasi kepada B bahwa minggu depan ada rapat. Jadi, tindak tutur lokusi pada percakapan di atas adalah “Raishuu kaigi suru yotei desu”.

Maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi merupakan ungkapan linguistik yang bermakna dan biasanya berbentuk informasi yang disampaikan oleh penutur.

2.2.2 Tindak Tutur Ilokusi

(27)

menambahkan bahwa tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan untuk membuat suatu pernyataan, tawaran, penjelasan, atau maksud-maksud komunikatif lainnya. Kemudian Rahardi (2009:17) juga mengungkapkan bahwa ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan. Tindak ilokusi bisa juga dinyatakan dengan ungkapan the act of doing something. Berikut contoh tindak tutur ilokusi :

母 :もう遅くなりましたよ。

Haha : Mou osoku narimashita yo. Ibu ‘Sudah larut ya’.

子 :「部屋に入ります」

Ko : ( heya ni hairimasu )

Anak ‘( masuk ke kamar )’

Tindak tutur ilokusi bahasa Jepang dari percakapan diatas adalah “もう遅

く な り まし た よ” yang artinya “sudah larut ya”. Kalimat “sudah larut ya

bermakna bahwa “ibu menyuruh anak-anak untuk tidur karena sudah larut malam”.

Jadi, tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan pemberian izin, penjelasan, penawaran, menyuruh, dan lain sebagainya dimana dalam tindak tutur tersebut terdapat makna yang dicuatkan dari sebuah tuturan.

2.2.3 Tindak Tutur Perlokusi

(28)

先生 :レらちゃん、読んでください。

Rera chan, yonde kudasai.

‘Rera, silahkan dibaca’.

レら : はい、わかりました。

Hai, wakarimashita.

‘Iya, mengerti’.

Dari percakapan diatas dapat dilihat bahwa guru menyuruh salah satu muridnya yang bernama rera untuk membaca. Rera dengan patuh langsung membaca apa yang guru katakan. Sikap rera tersebut menunjukkan tindak tutur perlokusi, dimana pada percakapan tersebut terdapat pada kalimat “はい、わか りました” yang artinya “iya, mengerti”.

2.3 Kesantunan

Dalam sebuah tindak tutur kesantunan sangat penting digunakan agar tidak menyinggung perasaan antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan juga berfungsi sebagai rasa hormat antara penutur dan lawan tutur.

Leech (1993:132) mengungkapkan kesantunan atau politeness adalah bentuk-bentuk interaksi dalam tingkah laku yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara keharmonian dalam berinteraksi sosial, melawan kekurangan-kekurangan yang berhubungan dengan pengendalian egosentris.

Lakoff dalam Rahardi (2009:27) menunjukkan bahwa kesantunan tuturan itu dapat dicermati dari tiga hal, yakni dari sisi keformalannya (formality), ketidaktegasannya (hesitancy), dan peringkat kesejajaran atau kesekawanannya.

(29)

mempertimbangkan jauh dekatnya jarak sosial (social distance between speaker and hearer), jauh dekatnya peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (speaker and hearer relative power), dan tinggi rendahnya peringkat tindak tutur (degree of imposition between speaker and hearer). Jadi dapat disimpulkan bahwa kesantunan adalah tingkah laku setiap individu kepada individu lainnya pada saat berinteraksi atau berkomunikasi.

Di dalam suatu interaksi kesantunan mempunyai makna memperlihatkan kesadaran akan muka orang lain. Dalam hal ini kesantunan dapat menghilangkan jarak sosial atau keakraban dalam sebuah situasi.

Muka yang dimaksudkan oleh teori Brown Levinson dalam Yule (2006:107) terdiri atas positif face ‘muka positif’ dan negative face ‘muka negatif’. Muka positif mengacu pada keinginan untuk disetujui oleh orang lain (being approved). Muka negatif mengacu pada keinginan untuk menentukan sendiri ( self-determinating). Ron Scollon and Suzanne Wong Scollon dalam Rahardi (2002:39) menambahkan bahwa pada komunikasi interpersonal sesungguhnya, muka seseorang dapat dikatakan selalu berada dalam keadaan terancam ( face-treathened).

Kesantunan menurut Brown dan Levinson dalam Rahardi (2009:68) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya perigkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu :

(30)

(2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau sering disebut dengan peringkat kekuasaan (powe rating), yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur.

(3) Skala peringkat tindak tutur atau sering disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan pada kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya.

2.3.1 Kesantunan dalam Bahasa Jepang

Kesantunan dalam bahasa Jepang disebut keigo. Sudjianto (2004:189) berpendapat bahwa pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi yang dipertimbangkan pada saat menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.

Sachiko Ide dan Megumi Yoshida dalam Irwan (2010:13-15), menjelaskan bahwa keigo ditentukan oleh :

1. Tingkat Keakraban, misalnya ketika berbicara dengan orang yang baru dikenal, seseorang akan menggunakan bentuk sopan seperti はじめまし

て 、 私 は パ イ ジ ョ で す 。 ど う ぞ よ ろ し く 。’senang berkenalan

dengan Anda, saya Paijo.’

(31)

Jika seusia, mereka menggunakan ragam percakapan biasa. Hubungan Senpai-Kohai ‘senior-junior’ ternyata sangat kuat di antara pelajar Jepang, khususnya di antara pelajar yang berada dalam satu kelompok maupun di perusahaan dan lingungan kerja. Senpai akan menggunakan ragam bahasa biasa dan kohai menggunakan bahasa sopan.

3. Hubungan Sosial, maksudnya adalah hubungan antara majikan dan pekerja, penyedia jasa dan pengguna jasa, guru dan murid. Hubungan ini disebut hubungan profesionalitas. Pada umumnya orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi akan menggunakan ragam bahasa biasa dan bawahan akan menggunakan ragam bahasa sopan atau sangat sopan.

4. Status Sosial. Orang yang berstatus sosialnya tinggi akan menggunakan bahasa sopan seperti keluarga kaisar, kantor, berita, dan sebagainya. 5. Jenis Kelamin. Tuturan akan dianggap lebih akrab jika berbicara dengan

sesama jenis kelamin.

(32)

7. Situasi. Orang-orang akan menggunakan tingkatan bahasa yang berbeda bergantung pada situasi, bahkan ketika berbicara dengan orang yang satu tingkat. Ketika mereka bertengkar bahasa yang digunakan dapat berubah dari bentuk sopan menjadi akrab atau dari akrab menjadi sopan.

2.3.2 Jenis-jenis Kesantunan dalam Bahasa Jepang 2.3.2.1 Sonkeigo

Hirai dalam Sudjianto (2004:190) berpendapat bahwa sonkeigo dipakai bagi segala sesuatu yag berhubungan dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya, yang berhubungan dengan tamu, atau yang berhubungan dengan lawan bicara (termasuk aktifitas dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya). Sonkeigo juga merupakan cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Masih dalam Sudjianto (2004:190) Oishi Shotaro menambahkan bahwa sonkeigo juga merupakan cara menaikkan derajat orang yang dibicarakan. Berikut contoh sonkeigo :

A : 昨日はどこへ行きましたか。

Kinou wa doko he ikimashitaka.

‘Kemarin pergi kemana ?’

B : 昨日先生のお宅へいらしゃいました

Kinou sensei n otaku he irashaimashita.

‘Kemarin pergi ke rumah guru’.

(33)

pergi ke rumah guru”. Kata “guru” pada kalimat tersebut menunjukkan sonkeigo dimana “guru” adalah orang ketiga yang dihormati.

2.3.2.2 Kenjoogo

Hirai Masao dalam Sudjianto (2004:192) menyebut kenjoogo dengan istilah kensoogo. Kensoogo adalah cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri. Masih dalam Sudjianto, Oishi Shotaro (1985:27) mengartikan kensoogo sebagai keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Berikut contoh kenjoogo :

ナース : ここに住所と名前を書いてください

Naasu : Koko ni juusho to namae wo kaite kudasai.

Perawat ‘Tolong tuliskan nama dan alamatnya disini’.

お客さん : はい、わかりました。

Okyakusan : Hai, wakarimashita.

Tamu ‘Ya, saya mengerti’.

(34)

2.3.2.3 Teineigo

Menurut Hirai dalam Sudjianto (2004:194) teineigo adalah cara bertutur kata dengan sopan santun yang dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan masing-masing. Masih dalam Sudjianto (2004:194), Oishi Shotaro menegaskan bahwa pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. Jadi, teineigo adalah suatu bentuk kesantunan bahasa Jepang yang digunakan untuk saling menghormati. Berikut contoh teineigo :

A : いっしょに朝ごはんを食べませか

Isshoni asa gohan wo tabemasenka.

‘Mari kita sarapan bersama’. B : はい。

Hai .

‘Iya’.

Percakapan di atas menunjukkan bentuk teineigo. Kata 食べませか pada kalimat “いっしょに朝ごはんを食べませか” yang artinya “mari kita sarapan bersama”. Kata 食べませか tersebut dipakai untuk saling menghormati antara penutur dan lawan tutur.

1. Bentuk-bentuk dan Penggunaan Tindak Tutur Ilokusi Permohonan

Berikut bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi memohon dalam bahasa Jepang menurut Iori dalam Zulaika (http:// repository.unri.ac.id/ xmlui/ itstream/ handle / 123456789/ 1553/ Jurnal%20Ita%20Zulaika.pdf? sequence=1) adalah sebagai

(35)

a. Verba te kudasai

Bentuk sopan yang digunakan kepada orang yang mempunyai hak/pangkat yang sama atau orang yang lebih rendah kedudukannya, dalam pengungkapan makna permohonan verba te kudasai biasa digunakan kepada orang yang belum akrab.

b. Verba te kudasaimasenka

Bentuk verba te kudasaimasenka adalah ungkapan untuk mengungkapkan makna permohonan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pendengar. Maksudnya sesuai dengan apa yang menjadi lumrah menurut pemikiran si lawan bicara. Ungkapan ini mempunyai tingkat kesopanan yang tinggi, dan juga merupakan permohonan yang memberi beban yang berat kepada lawan bicara dan juga ungkapan yang dipakai untuk memohon kepada orang yang lebih tinggi yang sebenarrnya kita tidak pantas untuk meminta pertolongan.

c. Verba te kuremasenka

Bentuk ini sama dengan bentuk ~te kudasaimasenka, hanya saja tingkat kesantunannya saja yang berbeda. Bentuk ~te kuremasenka kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan ~te kudasaimasenka.

d. Verba te moraemasenka

(36)

sama dengan ~te kuremasenka. Jadi, dengan kata lain bentuk ~te moraemasenka dan ~te kuremasenka bisa digunakan kepada siapa saja, sebagai rasa hormat terhadap lawan tutur (Nihongo No Kiso II).

e. Verba te itadakemasenka

Dalam buku Minna no Nihongo II pola kalimat ini digunakan pada waktu pembicara meminta persetujuan dari lawan bicara terhadap perilaku sendiri. pola `te itadakemasenka digunakan oleh orang yang kedudukannya lebih tinggi untuk meminta orang yang kedudukannya lebih rendah agar melakukan sesuatu. Misalnya, orang tua dan anak, kakak dan adik, atasan dan bawahan, dan sebagainya.

f. Verba te kure

Merupakan bentuk biasa dari ~te kudasai. Ungkapan ini juga diucapkan secara langsung kepada lawan bicara. Ungkapan ~te kure biasanya dipakai oleh laki-laki ketika lawan bicaranya keluarga, teman yang dekat/akrab, seusia, maupun orang yang lebih muda.

g. Verba te

(37)

Selain dari teori Iori dalam Zulaika ada juga pola memohon menurut Kaneko Shiro dalam Irwan (2010:20) yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

a. お願いをするOnegai wo Suru (Membuat Permohonan)

Ragam memohon ini di dalam penggunaannya mengandung sifat mulai dari hikui ‘rendah’ sampai permohonan yang bersifat takai ‘tinggi’. Permohonan ini dibagi atas beberapa bagian, yaitu :

1. Verba(verba te)

Merupakan perubahan bentuk verba dari bentuk kamus ke dalam bentuk ~te. Berikut contoh nya :

ちょっと来て。’Ke sini sebentar’.

2. Verbaてもらえる(verba te moraeru)

Digunakan ketika memohon sesuatu pada lawan bicara. Pada umumnya lawan bicara adalah teman akrab atau orang yang lebih muda. Berikut contoh nya :

ここに来てもらえる?’Tolong ke sini?’

3. Verba てくれる(verba te kureru)

(38)

4. Verbaてもらえない (verba te moraenai)

Bentuk memohon yang lebih sopan dari bentuk ~te moraeru. Bentuk ini merupakan bentuk negatif dari moraeru, tetapi tidak menunjukkan makna negatif. Shiro mengelompokkan bentuk imi ke dalam ragam yang digunakan kepada orang dekat seperti teman, keluarga, dan lain-lain. Shiro juga tidak memberi contoh pada ragam ini.

5. Verbaてくれない (verba te kurenai)

Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam ragam memohon yang digunakan kepada orang yang dekat hubungannya dengan penutur seperti teman, keluarga dan lain-lain. Bentuk ini berasal dari bentuk ~te kureru dan di ubah menjadi ke dalam bentuk negatif. Seperti contoh berikut ini :

辞書、かしてくれない?’Pinjam kamusnya ?’

6. Verbaてください (verba te kudasai)

Bentuk ~te kudasai lebih halus dari bentuk ~te kure. Shiro menambahkan bentuk ini digolongkan lagi kepada ungkapan memohon yang bersifat lebih umum ‘mottomo ippanteki’. Lawan bicara atau penutur beranggapan bahwa hal yang diinginkan oleh penutur adalah hal yang wajar. Bentuk ini merupakan bentuk permohonan yang bersifat sopan. Seperti contoh berikut ini :

(39)

7. Verbaてもらえますか (verba te moraemasuka)

Bentuk ini lebih halus dari bentuk ~te moraeru. Adanya bentuk kata kerja ~masu menunjukkan kesopanan ungkapan tersebut. Seprti contoh berikut ini :

ペンチを貸してもらえますか。’Boleh pinjam tang?’

8. Verbaてくれますか (verba te kuremasuka)

Bentuk ini lebih sopan dari bentuk ~te kureru. Adanya kata bantu kata kerja ~masu menunjukkan makna sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.

9. Verbaもらえませんか (verba te moraemasenka)

Bentuk ini lebih sopan dari ~te moraemasuka dan merupakan bentuk negatifnya, ~masu dihilangkan lalu ditempel ~masen dan ditambah ka sebagai penanda kalimat tanya. Shiro menambahkan ragam ini dikelompokkan ke dalam yaya teinei ‘agak sopan’. Shiro tidak memberi contoh pada ragam ini.

10. Verbaてくれませんか (verba te kuremasenka)

Bentuk ini lebih halus dari ~te kuremasuka. Perubahan ke dalam bentuk negatif ~masenka, menunjukkan ungkapan tersebut lebih sopan. Shiro menambahkan ragam memohon ini dikelompokkan ke dalam yaya teinei ‘agak sopan’. Seperti contoh berikut ini :

(40)

11. Verbaていただけますか (verba te itadakemasuka)

Verba bentuk ~te ini diikuti oleh itadaku adalah bentuk tuturan yang sopan dan dengan berubah menjadi ~te itadakemasuka menunjukkan makna yang lebih sopan. Shiro tidak memberikan contoh pada ragam ini.

12. Verbaてくださいますか (verba te kudasaimasuka)

Bentuk ini berasal dari bentuk~te kudasaru, ru mengalami konjugasi menjadi ~saimasu dan ditambah dengan penanda kalimat tanya ~ka. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.

13. Verbaていただけませんか (verba te itadakemasenka)

Bentuk ini berasal dari bentuk ~te itadaku, kemudian diubah menjadi itadakemasenka yang menunjukkan tingkatan yang lebih sopan lagi, sehingga dikatakan bentuk ini adalah bentuk yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti pada contoh berikut ini :

委任状を書いていただけませんか。’Bisa tolong tuliskan surat kuasa?’

14. Verbaくださいませんか (verba te kudasaimasenka)

Bentuk ini berasal dari ~te kudasaru dan lebih sopan dari ~te kudasai. Sama seperti ~te itadakemasenka, bentuk ini mengandung makna yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan lagi ke dalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti pada contoh berikut ini :

(41)

b. 許可をお願いするKyoka wo Suru (Meminta Izin)

Digunakan pada waktu memohon izin sesuatu dengan menggunakan bentuk verba を~さ(せて). Shiro memberikan beberapa contoh sebagai berikut :

1. ~さ(せて) ~sa (sete)

写真、撮らせて。(友達に)’Fotokan’ (kepada teman)

2. ~さ(せて)くれる ~sa (sete) kureru

電話、使わせてくれる。(友 達に)’Boleh pinjam telpon?’ (kepada

teman)

3. ~さ(せて)くれない ~sa (sete) kurenai

留学させてくれない。(親に)’Izinkan saya belajar di luar negeri?’

(kepada orang tua)

4. ~さ(せて)ください ~sa (sete) kudasai ‘Tolong izinkan saya belajar di luar negeri’

5. ~さ(せて)もらえますか ~sa (sete) moraemasuka

意 見 を 言 わ せ て も ら え ま す か 。’Boleh saya mengeluarkan pendapat

(42)

6. ~ さ(せ て) い た だ け ま せ ん か /く だ さ い ま せ ん か ~sa (sete) itadakemasenka/kudasaimasenka

明日、使わせていただけませんか くださいませんか。’Besok boleh

saya menggunakannya?’

c. そ の ほ か の お 願 い の 表 現 Sono Hoka no Onegai no Hyougen

(Ungkapan Memohon yang Lainnya)

Menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kalimat yang di dalam kurung adalah kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan. Seperti pada contoh berikut ini :

• のどがカラカラなんですけど...(水を飲ませてください)

‘Kerongkongan saya kering...’ (izinkan saya minum)

• 子供が寝ているので...(静かにしてください)

‘Anak saya sedang tidur...’ (mohon tenang)

2. Bentuk-bentuk dan Penggunaan Tindak Tutur Ilokusi Penolakan

Dalam melakukan penolakan, penutur harus mengetahui kapan dan bagaimana memakai bentuk yang tepat sesuai dengan tingkat keakraban, usia, hubungan sosial, status sosial, jenis kelamin, keanggotaan kelompok, dan situasi.

(43)

Literatur.pdf

a. Penolakan Secara Langsung

) terbagi atas dua, yakni penolakan secara langsung dan penolakan secara tidak langsung.

Penolakan langsung atau direct merupakan bentuk yang menampilkan tindak ilokusi penolakan yang jelas, tidak bermakna ambigu dan lebih ringkas. (1) Menggunakan verba performatif. Penutur menolak ajakan dugaan

menggunakan verba yang menunjukkan tindakan penolakan. Contoh :

会長 : 彼はドキュメントの状態を盗んだので、解雇される

べきだと思う。どうですか。

Kaichou : Kare wa dokyumento no jyoutai wo nusunda node, kaiko sareru beki da to omou. Doudesuka?

Kepala Direksi ‘Karena dia telah mencuri dokumen negara, saya pikir dia harus dipecat’.

部長 : 断りです。私たちは最初のしょうこを見つけなけれ

ばなりません。

Buchou : Kotowari desu. Watashi tachi wa saisho no shouko wo mitsukenakereba narimasen.

Kepala Bagian ‘Saya menolak. Kita harus menemukan bukti terlebih Dahulu’.

(44)

(2) い や. Dalam Kamus Gakken Kokugo Daijiten, ‘iya’ berarti hoshiinai youdesu ‘tidak ada keinginan’,ki ni iranai youdesu ‘tidak seperti itu’, konomashikunai youdesu ‘seperti tidak diinginkan’, kirai dearu ‘benci’. Contoh :

A : レンさん、明日いっしょにTwilightという映画 を見よう。

Ren san, ashita isshoni Twilight to iu eiga wo miyou.

Ren, besok nonton bareng film Twilight yuk? B : いや

Iyada, mita yo. だ、見たよ。

‘Tidak, aku sudah nonton’.

Dari percakapan diatas bentuk penolakan yang digunakan adalah “いや” yang artinya “tidak”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia atau orang yang lebih muda.

(3) Ungkapan ketidaksanggupan. Lawan tutur mengungkapkan ketidaksanggup-annya kepada penutur.

Contoh :

A : タくん、英語のことを教えてくれませんか。

Ta kun, eigo no koto wo oshiete kuremasenka.

‘Ta kun, tolong ajarkan bahasa Inggris ya?’

B : すみません、英語ができません

Sumimasen, eigo ga dekimasen.

(45)

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan ketidaksanggupan adalah “できません” ‘tidak bisa’. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah senpai, seusia, orang yang mempunyai status sosial yang tinggi, dan orang yang mempunyai hubungan jauh dengan penutur.

b. Penolakan Secara Tak Langsung

Penolakan tidak langsung atau indirect merupakan bentuk yang tidak termasuk kedalam ketiga kategori di atas. Pada bentuk penolakan ini dilakukan melalui beberapa tahap dan dapat dimengerti setelah pengajak menangkap maksud penolakan dari respon yang diberikan tersebut.

(1) Pernyataan penyesalan atau permintaan maaf didalam kasus penolakan, penggunaan bentuk ini dipakai dengan maksud untuk mengungkapkan penyesalan penutur karena tidak dapat menyanggupi ajakan penutur.

Contoh :

先生 : 来週子供の結婚式に来てくれる。

Sensei : Raishuu kodomo no kekkon shiki ni kureru.

Guru ‘Minggu depan datang ya ke pesta pernikahan anak saya’.

学生 : 申し訳ありません

Gakusei : Moushi wake arimasen. Raishuu wa chotto… 。来週はちょっと...

Murid ‘Maaf. Minggu depan…’

(46)

訳ありません” yang artinya “maaf”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur

adalah guru, atasan, dan orang yang mempunyai status sosial yang tinggi lainnya.

(2) Alasan, penyebab, penjelasan. Bentuk ini digunakan lawan tutur untuk menjelaskan mengapa lawan tutur tidak dapat memenuhi ajakan penutur. Contoh :

A :ザちゃん、明日はショピングに行かない。

Za chan, ashita ha shopingu ni ikanai.

‘Za chan, besok shoping yuk’.

B : あのう、用事があるから

Anou, youji ga aru kara.

‘Hmm, saya ada urusan’.

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan alasan, penyebab, penjelasan mengapa menolak ajakan penutur adalah “用事があるから” yang artinya “ada urusan”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah siapa saja, di sesuaikan dengan ragam bahasa yang digunakan oleh penutur.

(3) Penawaran alternatif. Penutur mengusulkan alternatif lain sebagai pengganti ajakan yang ditolak dengan maksud tetap menjaga hubungan baik dengan penutur.

Contoh :

A : 今週の土曜日いっしょにショピングに行こうか。

Konshuu no doyoubi isshoni shopingu ni ikouka.

‘Sabtu minggu ini pergi shoping bareng yuk’.

B : そうですね。私なら再来週の土曜日のほうがいいんじゃない

(47)

Soudesu ne. watashi nara saraishuu no doyoubi no houga ii

njyanai. Denim suupa ni waribiki ga aru souna node.

‘Oh gitu. Tapi kalau menurut saya sabtu dua minggu ke depan lebih baik ya. Karena sepertinya akan ada diskon di toko Denim’. Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan penawaran alternatif lain demi menjaga hubungan baik dengan penutur adalah “私

なら...のほうがいい” yang artinya “menurut saya....lebih baik”. Penolakan

ini digunakan ketika lawan tutur adalah siapa saja, di sesuaikan dengan ragam bahasa yang digunakan oleh penutur.

(4) Avoidance atau penghindaran. Penutur menggunakan taktik menunda memberikan respon atas ajakan yang diberikan.

(1) Nonverbal a. Diam Contoh :

A :さっきの会議で、私の意見はどう思いますか。

Sakki no kaigi de, watashi no iken wa dou omouimasuka.

‘Pada rapat tadi, bagaimana menurut anda mengenai ide saya?’

B : ...

(48)

(2) Verbal

a. Membuat candaan. Contoh :

A : 私と結婚してくれる。

Watashi to kekkon shite kureru.

‘Maukah kamu menikah dengan ku?’

B : ハハ、それはありえないよ。君の奥さんがもう2人

だよ。

Haha, sore wa arienai yo. Kimi no okusan mou futari da yo.

‘Haha, itu tidak mungkin ya. Kamu sudah memiliki dua orang istri’.

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan dengan cara membuat candaan tawa agar penutur tidak tersinggung, namun memiliki maksud yang serius untuk menolak penutur. Bentuk penolakan yang menunjukkan candaan tawa pada percakapan diatas adalah “ハハ、それはありえないよ。

君の奥さんがもう2人だよ” yang artinya “Haha, itu tidak mungkin ya.

Kamu sudah memiliki dua orang istri”. Penolakan seperti ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia, teman, orang yang lebih muda.

b.Mengulang bagian dari pernyataan.

A : あのう、できればつぎのミーティングは月曜日の午後

に変更させていただけないでしょうか。

Anou, dekireba tsugi no miitingu wa getsuyoubi no gogo ni

(49)

‘Uhm, apakah bisa kalau rapat selanjutnya di ubah menjadi hari senin sore?’

B : あれ?月曜日の午後ですか

Are? Getsuyoubi no gogo desuka.

‘Ha? Hari senin sore?’

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan pengulangan bagian dari pernyataan penutur adalah “あれ?月曜日の午後

で す か” yang artinya “ha?hari senin sore?”. Penolakan ini digunakan

ketika lawan tutur adalah teman, seusia, rekan kerja, atau orang yang lebih muda.

b. Penundaan. Contoh :

秘書 : 会長、つぎの会議は明後日にしましょうか。

Hisho : Kaichou, tsugi no kaigi wa asatte ni shimashouka. Sekretaris ‘Pak Kepala Direksi, rapat selanjutnya dilakukan

dua hari mendatang?’

会長 : ちょっと考えておきますね。

Kaichou : Chotto kangaete okimasu ne. Kepala Direksi ‘Biarkan saya berpikir sebentar’.

(50)

Selain dari teori Beebe, Takahashi & Uliss Weltz bentuk penolakan secara tidak langsung di kemukakan oleh Anggreni (2008:6-7), yaitu :

(1) Pernyataan tentang pendapat positif atau persetujuan penutur mengungkapkan pendapat yang positif atas ajakan yang ditawarkan. Contoh :

A : つまらなくならないように、つぎの会議はレストランでや

ればどうでしょうか。

Tsumaranaku naranai youni, tsugi no kaigi wa resutoran de

yareba dou deshouka.

‘Agar tidak bosan, bagaimana kalau rapat selanjutnya di restoran?’

B : たしかに、それはいい考えだが

Tashika ni, sore wa ii kangae daga, okane wo kakaranai youni

tsuujyou no douro ni kaisha de yatta houga ii njyanai ka to

omoimasu.

、お金をかからないように

通常の道路に会社でやったほうがいいんじゃないかと思い

ます。

‘Sebenarnya, hal itu ide yang bagus ya, tetapi menurut saya apakah tidak lebih baik di kantor seperti biasanya daripada menghabiskan uang ?’

(51)

(2) Pengisi waktu jeda. Bentuk ini digunakan sebagai pengisi waktu antara selesainya tuturan yang dituturkan penutur dengan dimulainya tuturan penolakan yang akan diucapkan lawan tutur.

Contoh :

A : 明日映画を見ませんか。

Ashita eiga wo mimasenka.

‘Besok nonton film yuk?’ B : あのー

Anou, ashita wa chotto...

、明日はちょっと...

‘Uhm, besok...’

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan pengisi waktu jeda adalah “あのー” yang artinya “hmm”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia, teman, keluarga, dan orang yang lebih muda.

(3) Terima kasih atau apresiasi. Penutur mengekspresikan rasa terima kasihnya atas ajakan yang ditawarkan kepadanya. Contoh :

A :リーンさん、来月私と両親は日本へいく予定で、いっしょ

に行きませんか。

Riin san, raigetsu watashi to ryoushin wa nihon he iku yotei de,

isshoni ikimasenka.

‘Riin san, bulan depan saya dan orang tua saya pergi ke Jepang. Apakah kamu ingin ikut bersama?’

B : 大変ありがたい話ですが、

Taihen arigatai hanashi desu ga, indo he iku no de dekinai to

omoimasu.

インドへいくのでできないと

思います。

(52)

Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan kata terima kasih atau apresiasi adalah “大変ありがたい話ですが…” yang artinya “sungguh terima kasih tetapi...”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah orang yang hubungan jauh dengan penutur, orang yang berstatus sosial tinggi dan usia yang lebih tua.

Kemudian Kana juga menambahkan bentuk-bentuk penolakan dalam bahasa Jepang

(1) あのう、すみませんが...

A : ミタさん、いっしょに昼ごはんを食べませんか。

Mita san, isshoni hirugohan wo tabemasenka.

‘Mita san, makan siang bersama yuk’.

B : あのう、すみませんが

Anou, sumimasenga danjiki desu. 断食です。

‘Hmm, maaf tapi saya puasa’.

Pada percakapan diatas, bentuk penolakannya adalah “あのう、すみ ませんが...” yang artinya “hmm, maaf ...”. Penolakan ini digunakan ketika

lawan tutur adalah orang yang hubungannya dekat, keluarga, seusia, orang yang lebih muda, dan teman.

(2) すみません、ちょっと...

A : レラさん、今日はいっしょに散歩しましょうか。

Rera san, kyou wa isshoni sanpo shimashouka.

(53)

B :すみませんが、明日はちょっと Sumimasen ga, ashita wa chotto....

...

‘Maaf, tapi besok..’

Pada percakapan diatas, bentuk penolakannya adalah “すみませんが、

明 日 は ち ょ っ と” yang artinya “maaf, tapi besok..”. Penolakan ini

(54)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Didalam kehidupan bermasyarakat, bahasa sangat penting digunakan untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Chaer (2004:32) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

(55)

Menurut Chaer dan Agustina (2004:50), peristiwa tutur ( Inggris : speech event ) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Sedangkan tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba (2002:77) adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina (2004:50) mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Adapun jenis-jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1983:22-26) dalam Rahardi (2005:7) adalah (1) tindak lokusioner, (2) tindak ilokusioner, dan (3) tindak perlokusioner.

Parera (2004:262) mengungkapkan bahwa konsep tutur berhubungan dengan manifestasi bahasa dalam bentuk lisan. Tutur merupakan ujaran lisan atau rentang perbincangan yang didahului dan diakhiri dengan kesenyapan pada pihak pembincang. Sebuah tutur adalah penggunaan/pemakaian sepenggal bahasa, seperti rentetan kalimat, sebuah frase, atau sepatah kata, oleh seorang pembincang, pada satu kesempatan atau peristiwa tertentu.

(56)

Yant adalah ungkapan penutur memohon kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu, karena penutur merasa benar-benar tidak bisa melakukan sesuatu dengan sendiri dan harus membutuhkan orang lain. Dalam bahasa Jepang tindak tutur memohon disebut irai. Iori dalam Zulaika

irai adalah ungkapan untuk meminta lawan tutur untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diminta oleh penutur.

Berikut contoh tindak tutur permohonan, dimana penutur adalah seorang pasien, dan lawan tutur adalah dokter gigi.

患者 : すみません。ちょっと診ていただけませんか

Kanja : Sumimasen. Chotto mite itadakemasenka.

。(1)

Pasien ‘Maaf. Bisa tolong periksa sebentar’.

歯医者 : 今日はもう終わりましたが。(2)

Haisha : Kyou wa mou owarimashitaga.

Dokter Gigi ‘Hari ini sudah selesai’.

患者 :痛くて何も食べられないです。何とかお願いできな

いでしょうか。

Itakute nani mo taberarenai desu. Nan toka onegai

dekinai deshouka.

‘Sakit dan tidak bisa makan apapun. Apakah tidak bisa membantu ?’

歯医者 : わかりした。じゃ、どうぞ。

Wakarimashita. Jya, douzo.

(57)

Percakapan (1) menjelaskan bahwa pasien memohon kepada dokter agar giginya diperiksa. Namun percakapan (2), pada awalnya dokter tidak merespon dan menolak permohonannya dikarenakan praktek kerjanya sudah selesai. Dokter tersebut tidak menolak secara langsung, namun bentuk percakapan (2) sudah mengisyaratkan penolakan. Tetapi pada percakapan (3), karena pasien terus memohon, akhirnya dokter tersebut pun memeriksanya.

Kartomiharjo (1993:147) dalam Anggreni

mengemukakan

bahwa penolakan adalah sebuah respon atau reaksi negatif yang diberikan untuk menjawab sebuah permintaan, ajakan, dan tawaran. Kemudian dalam penelitian Sutrisna,

tidak setuju terhadap sesuatu yang diungkapkan. Tindak tutur penolakan juga dapat dilihat sebagai sebuah ekspresi penutur dalam menanggapi situasi pembicara yang berlangsung. Oleh karena itu, tindak tutur penolakan ini dapat dikatakan sebagai sebuah ekspresi penutur untuk menyatakan sikap tidak setuju terhadap sebuah situasi tuturan tertentu.

Berikut contoh tindak tutur penolakan, dimana penutur dan lawan tutur adalah teman.

A : いっしょに行きませんか。(4)

Isso ni ikimasenka ?

‘Mau kah pergi bersama ?’

B : すみません。ちょっと

Sumimasen. Chotto...

(58)

‘Maaf. Sepertinya...’

(Tata bahasa&percakapan, 2009:47 )

Percakapan (4) menjelaskan bahwa A mengajak B untuk pergi bersama, tetapi pada percakapan (5) B menolak ajakan A secara langsung.

Dari kedua cuplikan percakapan tersebut, menunjukkan sikap yang sewajarnya diucapkan. Pada cuplikan (1) pasien dan dokter merupakan hubungan antara atasan dan bawahan, dokter sebagai atasan dan pasien sebagai bawahan. Maka dari itu, cara pasien memohon kepada dokter sudah benar. Sedangkan pada cuplikan (2) A dan B adalah hubungan antara teman sebaya tetapi tidak akrab, maka cara B menolak ajakan A sudah benar.

Berdasarkan semua pernyataan diatas bahwa dalam suatu tindak tutur, penggunaan kesantunan sangat penting dan diperlukan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana penggunaan kesantunan penutur terhadap lawan tutur dalam mengungkapkan tindak tutur permohonan dan tindak tutur penolakan. Sehubungan itu penulis memberikan

judu l skripsi “ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN DALAM PERCAKAPAN BAHASA JEPANG STUDI KASUS BUKU “NAMERAKA NIHONGO KAIWA”.

1.2. Rumusan Masalah

(59)

kehidupan sehari-hari tentu banyak keinginan yang akan diutarakan namun tidak semua permohonan akan diterima oleh lawan tutur. Dalam hal ini banyak bentuk-bentuk tindak tutur permohonan maupun penolakan sesuai dengan status sosial, jenis kelamin, maupun usia penutur dan lawan tutur. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam menentukan bentuk-bentuk tindak tutur permohonan dan penolakan dalam bahasa Jepang.

(1) Apa bentuk-bentuk tindak tutur permohonan dan penolakan pada percakapan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa ?

(2) Bagaimana penggunaan tindak tutur permohonan dan penolakan pada percakapan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa ?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya hanya pada percakapan tindak tutur ilokusi saja. Pembahasannya hanya terfokus pada analisis tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan dalam percakapan bahasa Jepang. Adapun sebagai bahan penelitian, penulis hanya menganalisis tindak tutur ilokusi tersebut dari buku Nameraka Nihongo Kaiwa. Tindak tutur permohonan dan tindak tutur penolakan yang terdapat dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa masing-masing nya ada 13 tindak tutur.

(60)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini difokuskan pada tindak tutur permohonan dan penolakan dalam percakapan bahasa Jepang. Sehubungan dengan tindak tutur, hal ini merupakan bagian dari sosiolinguistik. Menurut Nababan (1991:2) sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial). Kemudian Fishman dalam Hasan (2001:75) menambahkan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang meneliti interaksi antara dua aspek tingkah laku manusia yaitu penggunaaan bahasa dan organisasi tingkah laku sosial. Dari kedua teori tersebut, penulis menyimpulkan bahwa sosiolinguistik itu merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara berinteraksi dengan kelompok masyarakat lainnya sesuai dengan perbedaan sosial mereka.

Tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba (2002:77) adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina (2004:50) mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

(61)

(perlocutionary act). Tetapi tindak tutur yang berkaitan dengan skripsi ini adalah tindak tutur ilokusi. Masih pada Austin dalam Chaer dan Agustina, tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan, dan lain-lain.

Searle (1983) dalam Rahardi (2009:17) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur ke dalam lima macam bentuk tuturan, yakni (1) asertif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklarasi. Namun, yang menjadi salah satu tindak tutur yang akan dibahas pada skripsi ini adalah tindak tutur direktif dan tindak tutur komisif. Kemudian Yule (2006:91) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Salah satu jenis tindak tutur yang termasuk dalam kelompok ini berupa perintah, pemesanan, memohon, dan pemberian izin. Sedangkan tindak tutur komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan dimasa yang akan datang. Salah satu jenis tindak tutur yang termasuk dalam kelompok ini berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Karena skripsi ini berkenaan dengan tindak tutur permohonan dan penolakan saja, maka penulis hanya akan membahas tindak tutur tersebut.

(62)

mengemukakan bahwa penolakan adalah sebuah respon atau reaksi negatif yang diberikan untuk menjawab sebuah permintaan, ajakan, dan tawaran.

Dalam mengungkapkan sebuah tindak tutur, kesantunan benar-benar berperan penting di dalamnya. Seperti pada skripsi ini, dalam mengungkapkan tindak tutur memohon dan menolak sebaiknya penutur dan lawan tutur memakai kesantunan yang disesuaikan dengan jarak sosialnya. Kesantunan itu sendiri pun memiliki definisi seperti yang dikatakan oleh Rahardi (2005) bahwa kesantunan adalah bagaimana bahasa menunjukkan jarak sosial diantara para penutur dan hubungan peran mereka di dalam suatu masyarakat.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam penulisan ini penulis menggunakan teori pragmatik, tindak tutur ilokusi, teori mengenai bentuk permohonan dan penolakan bahasa Jepang, teori kesantunan bahasa Jepang serta teori kontekstual. Leech (1993:8) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Maksud dari situasi-situasi tersebut seperti yang dikatakan Yule (2006:5) adalah seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

(63)

Berikut bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi memohon dalam bahasa Jepang menurut Iori dalam Zulaika

(1) verba te kudasai

(2) verba te kudasaimasenka

(3) verba te kuremasenka

(4) verba te moraemasenka

(5) verba te itadakemasenka

(6) verba te kure

(7) verba te.

Beebe, Takahashi & Uliss Weltz dalam Anggreni (http:// lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123421RB08M45Tindak%20tuturLiteratur.pdf

(1) Penolakan yang hanya mengatakan tidak. Contoh : いや.

) membagi bentuk tindak tutur menolak dalam bahasa Jepang :

(2) Ungkapan penolakan yang menyatakan ketidaksanggupan. Contoh : …でき

ません、しません、そうは思いません.

(64)

(4) Penolakan dengan cara memberikan alasan, penyebab, dan penjelasan mengapa penutur tidak dapat memenuhi ajakan penutur. Contoh : 用事があ

るから.

(5) Penolakan yang menyatakan penghindaran. Contoh : diam, membuat candaan, mengulang bagian dari pernyataan, dan penundaan.

Kemudian Kana menambahkan bentuk-bentuk penolakan dalam bahasa

jepang

(1) あのう、すみませんが...

(2) すみません、ちょっと...

Untuk mengungkapkan suatu tindak tutur permohonan dan penolakan dalam bahasa Jepang, kesantunan pun sangat dibutuhkan dalam berkomunikasi. Kesantunan dalam bahasa Jepang disebut dengan keigo atau yang lebih dikenal dengan bahasa hormat. Nakao Toshio dalam Sudjianto (2004:149) menjelaskan bahwa keigo ditentukan oleh usia, status, jenis kelamin, keakraban, gaya bahasa, pribadi atau umum, dan pendidikan. Masih dalam Sudjianto, Nomura Masaaki dan Koike Seiji (1992:54) membagi keigo atas tiga jenis, yaitu sonkeigo, kenjoogo,dan teineigo.

(65)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai “analisis tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan” dilihat dari percakapan bahasa Jepang.

(1) Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur permohonan dan penolakan tersebut pada percakapan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa.

(2) Untuk mendeskripsikan penggunaan tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

(1) Menambah pengetahuan tentang tindak tutur ilokusi khususnya tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan.

(2) Menambah referensi yang berkaitan dengan sosiolinguistik.

1.6. Metode Penelitian

(66)

digunakan dalam penelitian ini diambil dari percakapan pada buku Nameraka Nihongo Kaiwa.

(67)

ABSTRAK

Analisis Tindak Tutur Ilokusi Permohonan dan Penolakan dalam Percakapan Bahasa Jepang (Studi Kasus Buku Nameraka Nihongo Kaiwa)

Percakapan adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua atau lebih penutur yang saling memberikan informasi dan mempertahankan hubungan yang baik. Dari setiap proses percakapan tersebut mengakibatkan peristiwa tutur dan tindak tutur. Peristiwa tutur adalah interaksi yang terjadi antara penutur dan lawan tutur dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Tindak tutur adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika berbahasa.

Tindak tutur sangat dekat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu tindak tutur yang saling berhubungan pada saat bertutur adalah tindak tutur permohonan dan penolakan. Dalam hal ini banyak bentuk tindak tutur permohonan dan penolakan yang sesuai dengan status sosial, jenis kelamin, usia, dan lain-lain.

Pada skripsi ini ada 2 rumusan masalah :

1. Apa bentuk-bentuk tindak tutur permohonan dan penolakan pada percakapan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa ? 2. Bagaimana penggunaan tindak tutur permohonan dan penolakan pada

percakapan bahasa Jepang dalam buku Nameraka Nihongo Kaiwa ?

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat 21 data dari sumber data yang dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis tindak tutur tidak langsung ilokusi yaitu

yang terdapat dalam tuturan tersebut ialah tindak tutur direktif karena penutur meminta mitra.. tutur untuk melakukan sesuatu yang termasuk ke dalam kategori verba meminta

Tindak tutur direktif memohon dengan penanda permohonan bertujuan untuk meminta sesuatu dengan hormat. Tindak tutur direktif memohon dengan penanda permohonan

B.. pesannya kepada lawan bicaranya. Oleh karena itu, untuk memahami dan menafsirkan sebuah wacana, perlu dilakukan kajian tindak tutur agar maksud yang disampaikan

Penutur menggunakan tindak direktif yang berfungsi untuk mendorong mitra tutur untuk melakukan sesuatu, penutur menganjurkan supaya mitra tutur tidak memilih-milih

yang terdapat dalam tuturan tersebut ialah tindak tutur direktif karena penutur meminta mitra.. tutur untuk melakukan sesuatu yang termasuk ke dalam kategori verba meminta

Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksud oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya memohon, meminta,

Yule (2014:92-94) membagi tindak tutur berdasarkan fungsi umumnya menjadi lima bentuk, yaitu: (a) deklarasi, memberikan tuturan yang baru secara benar pada