• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi politik Forum Komunikasi anak Betawi (Forkabi) dalam pilkada DKI Jakarta 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi politik Forum Komunikasi anak Betawi (Forkabi) dalam pilkada DKI Jakarta 2007"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI POLITIK

FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI (FORKABI)

DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007

Nurbaiti 103033227795

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USULUDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya semoga kita selalu dalam limpahan syafaatnya, Amin.

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana sosial pada jurusan pemikiran politik Islam fakultas ushuluddin Universitas Islam Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan dukungan kepada:

1. Bapak Drs. H. Husen Sani, Ketua Umum DPP FORKABI sekaligus anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN.

2. Bapak Drs. H. Abdul Ghoni, anggota DPRD DKI Jakarta sekaligus ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan.

3. Bapak Drs. H. Nanang Suryana, ketua DPRT FORKABI cab. Cipulir.

4. Bapak Drs. Agus Darmadji, M. Fils., Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA., Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3)

7. Dosen-dosen Pemikiran Politik Islam, atas pembelajaran ilmu yang telah diberikan. Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.

8. Bapak K.H. Sa’adih al-Batawi dan Majlis Pengajian As-Sam’aawat yang memberikan doa dan semangat bagi penulis agar tetap bersyukur dan istiqomah.

9. Orang tua tercinta, Bapak dan Ibu (Bahrudin dan Aniyah) yang senantiasa memberikan do’a dan pengorbanannya dengan harapan dan ketulusan hati serta kasih sayang yang tak terhingga.

10.Kakak-kakak dan adikku yang selalu memberikan dukungan doa (Bang Amin, Bang Hafidz dan Dien) semoga tetap akur dan saling menyayangi.

11.Mertua dan Ipar-iparku yang selalu memberikan doa agar skripsi ini cepat selesai dan jadi sarjana.

12. Suamiku tercinta yang memberikan pundaknya untuk berkeluh kesah dan selalu memberikan motivasi, cinta dan kasih sayang yang tak terhingga.

13.Sahabat-sahabat di Pemikiran Politik Islam angkatan 2003 terimakasih telah memberikan warna persahabatan dalam menjalani masa perkuliahan khususnya Linda, Muti, Kiki, Hilda (selamat yan dah punya anak), Irna, Nawal, Bowo, Niko (yang lain kapan nyusul?).

Penulis yakin dan sadar akan segala keterbatasan dan kekurangannya dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini lebih sempurna dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Ciputat, 05 Maret 2008

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

1. Teknik Pengambilan Sampel... 8

2. Teknik Analisa Data... 9

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : TEORI PARTISIPASI POLITIK A. Pengertian Partisipasi Politik ... 11

B. Partisipasi Politik dalam Islam... 15

C. Bentuk dan Tingkat Partisipasi Politik... 18

D. Faktor-faktor yang Memepengaruhi Partisipasi Politik ... 26

(5)

A. Sejarah dan Berdirinya FORKABI ... 37

B. Susunan Kepengurusan FORKABI (2005-2010)………...39

C. Struktur Organisasi FORKABI ... 41

1. Wilayah Organisasi FORKABI... 41

2. Pimpinan Organisasi ... 43

3. Rangkap dan Masa Jabatan ... 46

D. Keanggotaan FORKABI ... 46

1. Penerimaan Anggota ... 46

2. Syarat dan Kewajiban Anggota... 47

3. Hak-hak Anggota ... 47

4. Sanksi Organisasi ... 47

5. Bentuk-bentuk Sanksi ... 48

6. Mekanisme Pembelaan Diri ... 49

7. Pemberhentian Anggota ... 50

BAB IV : PARTISIPASI POLITIK FORKABI DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007 A. Pilkada DKI Jakarta 2007 ... 49

B. Partisipasi Politik FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ... 51

(6)

FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ... 56 1. Faktor Intern... 56 2. Faktor Ekstern ... 57 E. Dampak Partisipasi FORKABI terhadap Pilkada

DKI Jakarta 2007 ... 58 F. Analisis Politik Islam terhadap Partisipasi Politik

FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ... 60

BAB V : KESIMPULANDAN SARAN... 66

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan pembangunan nasional merupakan bagian dari usaha merealisasikan tujuan negara. Tujuan nasional sebagaimana dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara bangsa yaitu, lembaga negara tertinggi negara bersama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Indonesia sebagai negara yang berkembang sedang giat melaksanakan rangkaian pembangunan. Pembangunan yang melingkupi segenap aspek kehidupan yang diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur, sejahtera lahir batin, merata baik secara materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai melalui proses panjang yang memerlukan perhatian dan pengorbanan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan demikian masyarakat dituntut untuk ikut berperan dalam kegiatan pembangunan secara aktif dan pasif.

(8)

kehidupan masyarakat dan bernegara. Perubahan yang disebabkan oleh keberhasilan pembangunan ialah munculnya tuntutan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif di kehidupan politik. Dalam rangka itu, rakyat semakin menghendaki keterlibatannya di dalam penentuan pemimpin, perumusan dan pemutusan kebijaksanaan publik, dan pengawasan terhadap kehidupan kekuasaan negara. Aspirasi tersebut berakar pada peningkatan dan pendalaman kesadaran politik sebagai produk peningkatan informasi dan pengetahuan yang dirangsang oleh perkembangan pendidikan, kesehatan, media informasi, dan lainnya sebagai bawahan dari pertumbuhan ekonomi.1

Pada negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia yang menganut sistem Demokrasi Pancasila, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik adalah kedaulatan berada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Partisipasi politik merupakan kegiatan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan sekaligus sebagai wahana dalam menentukan pemimpin pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Jadi, partisipasi politik merupakan sebuah pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.2

Salah satu wujud dari adanya kedaulatan rakyat adalah dengan dilaksanakannya Pemilu (Pemilihan Umum), dan pada saat ini menjadi Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), Pilkades (pemilihan Kepala Desa) dan

1

Arbi Sanit, “Demokrasi Pemilihan Umum,” dalam Indria Samega dan Syarofin Arba, ed., Demitologisasi Politik Indonesia (Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo, 1998), h. 140

2

(9)

pemilihan umum lainnya. Melalui Pemilu, di sini rakyat mempunyai kekuasaan atau hak untuk memilih dan menentukan sendiri wakil-wakilnya dan pemimpinnya baik itu Presiden, Gubernur maupun Kepala Desa.

Sekarang ini untuk pertama kalinya proses pemilihan dan pengangkatan kepala daerah (Gubernur), Bupati, Walikota dan lain-lain di Indonesia sama dengan proses pengangkatan Presiden yaitu dilakukan melalui proses sistem pemilihan umum yang mangacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pilkada yang dilakukan di masing-masing daerahnya. Dengan adanya Pilkada rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dengan memilih salah satu pasangan calon Gubernur (Cagub) dan calon Wakil Gubernur (caWagub) yang didukung oleh partai politik yang ikut dalam Pilkada. Calon Gubernur manapun yang mendapatkan suara terbanyak maka cagub itulah yang menang. Dengan demikian sistem yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah menggunakan sistem pemilu proporsional.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2007 ini berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya. Pada Pilkada 2007 ini masyarakat yang menentukan sendiri Gubernurnya. Sehingga masyarakat dapat lebih mengenal siapa dan bagaimana sifat calon pemimpin yang akan memimpinnya itu.

(10)

masyarakat untuk berperan aktif dalam bidang politik sangat besar. Disamping itu rasa ingin tahu dan memahami masalah-masalah politik yang sedang berkembang merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat. Karena menurut mereka bahwa setiap kebijakan politik yang dikeluarkan akan mempengaruhi kondisi kehidupan mereka.

Gema pilkada di tanah Betawi untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang berlangsung pada Agustus 2007 semakin ramai. Suhu politikpun kian meningkat. Berbagai wacana dan opini berkembang sangat beragam di berbagai lapisan masyarakat, dari pendapat yang sama sampai yang berbeda. Hal ini sangatlah wajar untuk meningkatkan kualitas dari demokratisasi itu sendiri. Selain itu salah satu keberhasilan Pilkada ini adalah seberapa besar peran serta masyarakat dalam mengikuti Pilkada ini. Proses demokratisasi ini harus kita jalani untuk memperoleh figure calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang benar-benar memiliki kemampuan dan dapat diterima secara fair dan objektif di tengah masyarakat Jakarta.

Hal ini terjadi pada FORKABI. FORKABI adalah Forum Komunikasi Anak Betawi yang berdiri tanggal 18 April 2001 di Jakarta. FORKABI merupakan organisasi sosial kemasyarakatan, yang bertujuan menghimpun dan mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat Betawi agar dapat menjadi pelaku pembangunan di kampungnya sendiri.3 FORKABI adalah salah satu organisasi masyarakat yang pada umumnya menaungi masyarakat Betawi di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, FORKABI juga sangat berperan

3

(11)

penting dalam masalah politik karena sebagai warga Jakarta FORKABI berhak untuk mengeluarkan aspirasi-aspirasi yang berkembang saat ini.

Dari hal ini para sesepuh Betawi ingin mencoba mewadahi orang-orang asli putra daerah yang mempunyai SDM tinggi dan berwawasan luas agar dapat menyalurkan aspirasinya dalam membangun kota Jakarta. Pada akhirnya maka terbentuklah FORKABI. Di antara pendiri-pendiri FORKABI adalah: Drs. Husen Tsani, Jenderal Sanif, Kolonel Asmuni, H. Abdul Khoir, dan Irwan Syafi’i.4

FORKABI sendiri aktif dan terlibat dalam masalah politik baik secara langsung atau tidak langsung, karena mereka tidak ingin termajinalkan dalam masalah ini. Terbukti sampai saat ini putra daerah sangat minim sekali yang menduduki jabatan di pemerintahan. Peranan yang dilakukan oleh FORKABI tidak hanya di dalam Pilkada DKI Jakarta saja dengan mendukung Fauzi Bowo sebagai calon gubernur tetapi juga dapat terlihat pada pemilu 2004 dimana mereka langsung berkiprah dalam masalah politik, baik menjabat di salah satu Parpol dan mencalonkan diri sebagai perwakilan daerah.

Dengan adanya pemilihan kepala daerah yang berlangsung pada tanggal 8 Agustus 2007 yang pada akhirnya memenangkan pasangan Cagub dan caWagub Fauzi Bowo dan Priyanto. Bukan tidak mungkin dibelakang kemenangan mereka ada dukungan besar dari beberapa partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat yang ada di Jakarta dan salah satu organisasi masyarakat yang mendukung penuh pasangan Foke-Priyanto untuk duduk di kursi pemprof adalah FORKABI dengan segala aktifitas politiknya baik bentuk dan peran partisipasinya

4

(12)

dalam menyukseskan kampanye-kampanye yang diadakan oleh pasangan Foke-Priyanto pada Pilkada DKI Jakarta 2007.

Uraian diatas mendorong peneliti untuk lebih jauh mengetahui bentuk peran partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Disamping itu, penulis merupakan mahasiswa PPI (Pemikiran Politik Islam) sehingga sangat sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis. Berdasarkan uraian di atas penelitian yang akan dilakukan oleh penulis diberi judul:

“PARTISIPASI POLITIK FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI

(FORKABI) DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan pemahaman latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkupnya pada bentuk partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Dari pokok masalah di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk partisipasi politik seperti apa yang dilakukan FORKABI dalam mensukseskan Pilkada DKI Jakarta 2007?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007?

C. Tujuan Penelitian

(13)

1. Mengetahui bentuk partisipasi politik FORKABI dalam partai politik dan Pilkada DKI Jakarta 2007

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dalam Pilkada DKI 2007

3. Mengetahui analisis politik Islam (Siyasah Dusturiyah) terhadap partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini diharapkan agar:

1. Dapat mengetahui bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh FORKABI dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007

2. Dapat memberikan masukan kepada pengurus FORKABI sebagai wadah perkumpulan masyarakat Betawi untuk mengembangkan organisasi FORKABI kearah yang lebih baik lagi.

3. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang FORKABI.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang diamati. Dalam hal ini objek yang diamati oleh penulis adalah bentuk partisipasi politik FORKABI dalam pilkada DKI Jakarta 2007.

(14)

a. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian dengan cara mencermati langsung objek yang diteliti guna memperoleh data yang otentik

b. Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu dengan cara membaca, memahami, dan menginterpretasikan informasi dari buku-buku dan media cetak lainnya yang ada hubungannnya dengan materi skripsi.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Jumlah responden yang diambil sebanyak 3 orang pengurus FORKABI yang dianggap mengatahui permasalahan yang dikemukakan. Kedua responden tersebut, berkapasitas sebagai ketua DPP FORKABI dan ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan sekaligus sebagai anggota DPRD dan Ketua DPRt cab. Cipulir. Untuk menetapkan satu atau beberapa responden, penulis menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu menentukan sample dengan pertimbangan tertentu atau penentuan sample yang dilakukan secara sengaja dengan anggapan atau pendapat sendiri berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Dalam hal ini mewawancarai tokoh FORKABI.5

Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu sumber yang harus ada yang berupa penjelasan dari hasil wawancara dan menjadi sumber pokok dari data-data yang dikumpulkan dan langsung ada kaitannya dengan masalah

5

(15)

penelitian. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah pengurus FORKABI baik ditingkat pusat maupun cabang.

b. Sumber data sekunder yaitu, sumber-sumber lainnya yang menunjang sumber primer, diantaranya buku-buku yang berkaitan dengan partisipasi politik, fiqh siyasah dan FORKABI

Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik sebagai berikut:

a. Wawancara, kegiatan ini dilakukan melalui beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden/informan di tempatnya masing-masing dalam masalah partisipasi politik

b. Dokumentasi, dalam menggunakan teknik ini penulis meneliti buku-buku, dokumen-dokumen dan sebagainya. Adapun buku-buku yang berkaitan dengan FORKABI, partisipasi politik dan fiqh siyasah.

3. Teknik Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriftif. Dalam penelitian ini analisa data dilakukan dengan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan seluruh data mengenai partisipasi politik FORKABI b. Mengelompokkan data dalam satuan-satuan sesuai dengan masalah

penelitian

(16)

Kemudian untuk metode penulisan penelitian ini menggunakan buku “Pedoman Penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh Center for Quality Development Assurance (CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007 sebagai referensi.

F. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan dan penulisan serta lebih sistematis, maka penulis menyusun pada lima bab, yaitu

Pertama; pendahuluan merupakan gambaran umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 yang terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Kedua; membahas tentang pengertian partisipasi politik serta bentuk dan tingkatan partisipasi politik dan faktor-faktor yang mendorong dan mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam politik.

Ketiga; membahas tentang sejarah berdirinya FORKABI serta struktur organisasi dan keanggotaan organisasi FORKABI.

Keempat; membahas tentang bentuk partisipasi yang dilakukan FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dan kaitannya dengan analisis politik Islam.

(17)

BAB II

TEORI PARTISIPASI POLITIK

A. Pengertian Partisipasi Politik

Pemikiran yang mendasari adanya partisipasi politik warga negara di negara-negara yang menganut system demokrasi seperti Indonesia adalah kedaulatan berada di tangan rakyat. Karena itu masyarakat dalam kehidupan politik berbangsa secara luas, bebas dan aktif sangat dibutuhkan. Hal ini merupakan syarat utama untuk membangun masyarakat yang memiliki kesadaran dan kemandirian dalam politik.6 Meskipun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa kegiatan aktifitas masyarakat dengan pemerintah merupakan salah satu dari bentuk kegiatan politik yang berupa partisipasi politik mereka terhadap pemerintah sebagai warga negara. Sebagai contoh ialah ketika masyarakat dihadapkan pada proses pemilihan umum (pemilu) untuk mengangkat wakil-wakil rakyat untuk duduk di parlemen atau pemilihan kepala negara (presiden) maupun pemilihan kepala daerah (gubernur) secara langsung. Masyarakat datang dengan berduyun-duyun ke TPS-TPS terdekat untuk menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara dan menyuarakan aspirasinya terhadap para wakil-wakil rakyat pilihannya. Meskipun pada dasarnya masyarakat tidak ingin terlibat secara langsung dalam kancah perpolitikan namun tanpa disadari peran masyarakat dalam kegiatan kampanye dan pemilu pada hakikatnya

6

(18)

merupakan sebuah bentuk dari partisipasi politik warga negara terhadap pemerintah.

Banyak pakar politik yang mendefinisikan partisipasi politik sebagai keterlibatan individu pada bermacam-macam tingkatan di dalam system politik. Peran serta masyarakat merupakan kata lain dari istilah standar dalam ilmu politik, yaitu partisipasi politik. Dalam ilmu politik partisipasi politik diartikan sebagai upaya warga masyarakat, baik secara individual ataupun kelompok, untuk ikut serta mempengaruhi pembentukan dan kebijakan public dalam sebuah negara.7

Mirriam Budiarjo memberikan definisi partisipasi politik adalah;” Kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen.”8

Ramlan Surbakti secara umum berpendapat bahwa partisipasi politik dapat diartikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik masyarakat yang dilakukan lewat control terhadap proses perumusan, pelaksanaan dan penilaian suatu kebijakan pemerintah akan berpengaruh positif dalam

7

Affan Gaffar, “Merangsang Partisipasi POlitik Rakyat.” Dalam Demitologisasi Politik Indonesia: Mengusung Elitisme dalam Orde Baru (Jakarta:CIDESINDO, 1998), h. 240

8

(19)

pembangunan. Oleh karena itu aktifitas-aktifitas masyarakat di bidang politik merupakan bagian penting dalam upaya membangun demokrasi, dengan kata lain tanpa adanya partisipasi masyarakat maka tidak ada demokrasi.

Dalam literature politik banyak ditemukan definisi partisipasi politik yang diungkapkan oleh para sarjana Barat. Namun secara mendasar mereka menyampaikan persamaan makna, antara lain yang dijelaskan oleh:

1. Harbert Mc Closky: “partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui kegiatan yang dilakukan dengan proses pemilihan penguasa, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.

2. Norman H. Nie dan Sidney Verba: ”partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka”. Tujuan utama dari tindakan yang dilakukan oleh warga negara tersebut adalah mempengaruhi kebijakan atau keputusan pemerintah.

3. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: ”partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Baik secara individual maupun kolektif.9

Berdasarkan definisi-definisi pakar ilmu politik diatas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik merupakan kesadaran pribadi masyarakat untuk melakukan interaksi dengan pemerintahan dalam rangka mempengaruhi segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal itu dilakukan karena

9

(20)

masyarakat memiliki hasrat untuk menentukan hidup secara bebas dan bertanggung jawab.

Pembangunan yang berorientasi dan berdimensi kerakyatan akan tercapai apabila rakyat bersikap tidak masa bodoh dan punya kepedulian terhadap masa depan bangsa. Menurut Huntington dan Juan Nelson untuk membangun peran aktif masyarakat dalam politik diperlukan tiga prasyarat yang harus di tumbuh kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara antara lain:

1. Kegiatan

Kegiatan politik yang dilakukan oleh masyarakat bukan kegiatan yang bersifat subyektif sebagaimana yang sering dijelaskan oleh para sarjana politik. Mereka memasukkan sikap warga negara yang nyata seperti pengetahuan politik, minat terhadap politik dan persepsi tentang relevansi politik. Berbeda dengan Huntington yang memasukkan sikap politik yang subyektif sebagai variable-variable yang terpisah.

2. Bersifat Perseorangan

(21)

3. Memiliki tujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah

Segala bentuk kegiatan politik baik yang legal maupun illegal merupakan partisipasi politik jika bertujuan untuk mempengaruhi setiap kebijakan pemerintah. Oleh karena itu Huntington dan Juan Nelson memasukkan demontrasi, gerakan-gerakan protes, huru hara dan pemberontakan sebagai bentuk kegiatan partisipasi. Hal ini didasarkan pada inti dari tujuan dari kegiatan tersebut yaitu untuk mempengaruhi keputusan pemerintah.10

B. Partisipasi Politik dalam Islam

Kajian persoalan rakyat, status hak-hak dan kewajibannya seperti partisipasi politik dibahas dalam fiqh siyasah dusturiyah. Permasalahan di dalam fiqh siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dengan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya. Apabila hak pemimpin untuk ditaaati dan mendapat bantuan serta peranan masyarakat, maka kewajiban dari masyarakat adalah taat dan membantu serta berperan aktif dalam program-program yang disepakati untuk kemaslahatan bersama.

Partisipasi politik merupakan kalimat yang terdiri dari dua kata dengan arti yang saling berdiri sendiri yaitu partisipasi dan politik, tetapi pada pendefinisian partisipasi politik semua bagian kata dimasukkan dalam satu makna. Dalam bahasa politik Islam, partisipasi politik disebut dengan musyarokah siyasiyah. Secara bahasa musyarokah siyasiyah berasal dari akar kata كرﺎﺷ dengan arti bersekutu. Adapaun siyasiyah diambil dari kata سﺎ -سﻮ - ﺔ ﺎ yang

10

(22)

bermakna mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan. Sedangkan secara terminology sebagaimana yang dikutip oleh Suyuthi Pulungan dari pendapat Ibnu Manzhur bahwa siyasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa pada kemaslahatan.11 Sedangkan definisi yang singkat dan padat dikemukakan oleh Bahantsi Ahmad Fathi yang menyatakan bahwa siyasah adalah “pengurusan kepentingan (kemaslahatan) umat manusia sesuai dengan syara”.

Dalam ilmu politik partisipasi politik didefinisikan sebagai keikut sertaan warga negara dengan bentuk yang terorganisir dalam membuat keputusan-keputusan politik, dengan keikut sertaan yang bersifat sukarela dan atas kemauannya sendiri, yang didasari oleh rasa tanggung jawab terhadap tujuan-tujuan sosial secara umum, dalam koridor kebebasan berpikir, bertindak dan kebebasan mengemukakan pendapat.12

Sayyid Salamah al-Khamisyi mendefinisikan bahwa partisipasi politik (musyarokah siyasiyah) adalah hasrat individu untuk mempunyai peran dalam kehidupan politik melalui keterlibatan administrativ untuk menggunakan hak bersuara, melibatkan dirinya di berbagai organisasi, mendiskusikan berbagai persoalan politik dengan pihak lain, ikut serta melakukan berbagai aksi dan gerakan, bergabung dengan partai-partai atau organisasi independent atau ikut serta dalam kampanye penyadaran, memberikan pelayanan terhadap lingkungan dengan kemampuan sendiri dan sebagainya.13

11

Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 23

12

Sa’d Ibrahim Jum’ah dalam Muiz Ruslan, “Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era Intermedia, 2000), h. 98

13

(23)

Kamal al-Manuffi berpendapat dalam Muiz Ruslan, partisipasi politik adalah hasrat individu untuk berperan aktif dalam kehidupan politik melalui pengelolaan hak bersuara atau pencalonan untuk lembaga-lembaga yang dipilih, mendiskusikan persoalan politik dengan orang lain atau bergabung dengan organisasi-organisasi mediator.14 Dari beberapa pendapat diatas dapat didefinisikan bahwa partisipasi politik (Musyarokah Siyasiyah) adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui pemungutan suara, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai politik atau kelompok kepentingan (interest group), mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dengan tujuan ikut serta dalam menentukan segala keputusan yang mempengaruhi hidupnya.

Tujuan dari partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat adalah untuk memberikan pengaruh kepada keputusan-keputusan politik negara, atau bertujuan untuk mengahadapi berbagai problematika sosial masyarakat.15

Partisipasi dalam politik merupakan kegiatan fundamental untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab pada pelaksana pemerintahan dan rakyat sebagai objek kebijakan. Disamping itu tingginya partisipasi politik menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi sehingga akan berdampak positif dalam memperkokoh pemerintahan. Salah satu syarat penting berdirinya suatu negara adalah rakyat. Maka unsur rakyat dalam sebuah negara sangat penting sebab secara nyata yang memiliki kepentingan agar negara berjalan dengan baik adalah rakyat. Oleh karena itu terciptanya peran rakyat dalam

14

Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, h. 99

15

(24)

proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah sangat penting. Makin besar partisipasi masyarakat dalam politik maka makin demokratis kehidupan politik. Sebab ciri masyarakat demokratis adalah bangkitnya secara optimal peranan masyarakat dalam kehidupan berpolitik dan bernegara.

C. Bentuk dan Tingkat Partisipasi Politik

Bentuk dan tingkat partisipasi politik dipengaruhi oleh sistem politik. Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, partisipasi politik dilakukan melalui kontak langsung dengan para pejabat negara yang ikut dalam menentukan kebijakan-kebijakan publik. Sedangkan yang tidak langsung adalah kegiatan partisipasi politik yang dilakukan melalui media massa yang ada dengan menulis opini dan pandangan tentang hal-hal yang menjadi sorotan publik.

(25)

dimobilisasi.16 Berdasarkan tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah, maka Paige membagi partisipasi politik kedalam empat tipe. Pertama, apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah yang tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif. Kedua, sebaliknya apabila kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis). Ketiga, tipe partisipasi berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Keempat, apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini disebut tidak aktif (pasif).17

Sammuel Huntington dan Joan Nelson mengkategorikan bentuk partisipasi politik kedalam beberapa bentuk, yaitu18:

1. Electoral activity (kegiatan pemilihan), adalah segala kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan pemilu yang termasuk kedalam kegiatan ini adalah pemberian suara, pemberian sumbangan-sumbangan dana kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dan mencari dukungan bagi seorang calon pemimpin dari partai tertentu.

2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut masalah orang banyak.

16

Sammuel P Huntington & Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta, PT Rineka Cipta,1994),h. 9

17

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), h. 144

18

(26)

3. Organizational activity (kegiatan organisasi), adalah keterlibatan warga masyarakat ke dalam berbagai organisasi politik baik sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

4. Contacting (mencari koneksi), adalah suatu bentuk partisipasi yang dilakukan oleh warga negara dengan langsung mendatangi atau menghubungi para pejabat negara melalui pesawat telepon.

5. Violence (tindak kekerasan), adalah suatu bentuk partisipasi yang dilakukan melalui jalan kekerasan yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah, biasanya cara yang dilakukan adalah merusak sarana dan prasarana yang ada di kantor-kantor pemerintahan.

Diluar pembagian di atas, Gabriel Almond membagi bentuk-bentuk partisipasi politik kepada dua bagian yaitu konvensional dan non-konvensional.19 Bentuk partisipasi konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern yang berupa kegiatan kampanye, pemberian suara (voting), diskusi politik, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan bentuk partisipasi non-konvensional adalah beberapa kegiatan partisipasi politik yang dilakukan secara legal maupun illegal dan revolusioner. Kegiatan dalam partisipasi ini mencakup pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, aksi mogok, tindakan anarkis, tindakan kekerasan terhadap manusia berupa penculikan dan pembunuhan serta melakukan revolusi.

19

(27)

Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitasnya. Menurut pengamatan, jumlah orang yang mengikuti kegiatan yang tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pemimpin dari partai atau kelompok kepentingan. Hal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida partisipasi politik yang basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan meningkatnya intensitas kegiatan politik.20

Sumber: Berdasarkan David F. Roth dan Frank L. Wilson dalam Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998), h.7

Keterangan: 1. Aktifis:

20

Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai,(Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 8

1

2

3

(28)

a. Pejabat

b. Pemimpin Partai

c. Kelompok Kepentingan

2. Partisipan

a. Petugas kampanye

b. Anggota aktif partai/kelompoik kepentingan c. Aktif dalam proyek-proyek sosial

3. Pengamat

a. Menghadiri rapat umum

b. Anggota kelompok kepentingan c. Mendiskusikan masalah politik

d. Mengikuti perkembangan politik melalui media massa. e. Memberikan suara (voting)

4. Orang yang apolitis

Sedangkan Michael Rush dan Phillip Althof mengklasifikasikan bentuk partisipasi politik kedalam sembilan kelompok, yaitu:

1. Menduduki jabatan politik atau administrativ 2. Mencari jabatan politik atau administrativ

(29)

8. Partisipasi dalam diskusi politik 9. Pemberian suara (voting)21

Hierarki partisipasi politik di atas berlaku di berbagai tipe sistem politik. Tetapi arti masing-masing tingkat partisipasi tersebut bisa berbeda dari sistem politik yang satu ke sistem politik yang lain. Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan, baik para pemegang jabatan politik maupun para anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka yang menempati puncak hierarki ini memiliki kepentingan langsung dengan pelaksanaan kekuasaan politik formal. Di bawah para pemegang jabatan-jabatan politik formal adalah para anggota dari berbagai organisasi politik atau semi politik. Termasuk di sini adalah semua tipe partai politik dan kelompok kepentingan. Kesamaan antara partai politik dan kelompok kepentingan terletak pada peranan keduanya sebagai agen-agen mobilisasi politik. Baik partai politik maupun kelompok kepentingan merupakan organisasi yang berfungsi sebagai wadah yang memungkinkan para anggota masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan politik. Tercakup dalam kegiatan tersebut adalah usaha mempertahankan gagasan, posisi, orang atau kelompok-kelompok tertentu melalui sistem politik yang bersangkutan.22

Dengan melihat pembahasan tentang partisipasi politik di atas, maka dapat dipahami bahwa bentuk-bentuknya tidak terbatas pada pemberian suara atau

21

Machael Rush dan Phillip Althof, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 124

22

(30)

pencalonan dalam pemilu, akan tetapi juga memiliki bentuk yang lain. Diantaranya:

a. Memahami berbagai persoalan politik dan sosial dengan cara mengikuti berita-berita politik, baik internal maupun eksternal, melalui media massa, seminar, simposium, kongres, dan diskusi informal dengan orang lain.

b. Ikut serta dalam kampanye politik. Misalnya kampanye penyadaran masyarakat tentang berbagai peristiwa politik. Seperti mengajak masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap pemilu, atau mempropagandakan kepada orientasi politik itu sendiri.

c. Ikut serta dalam berbagai aksi atau demonstrasi politik yang bertujuan untuk memberi pengaruh terhadap keputusan public.

d. Memberikan konstribusi nyata dalam berbagai kegiatan berupa perbaikan lingkungan atau pelayanan masyarakat dengan usahanya sendiri.

e. Bergabung dalam suatu partai politik atau pressure group, baik secara aktif ataupun biasa-biasa saja.23

Partisipasi dalam partai politik dan kelompok kepentingan dapat bersifat aktif dan pasif. Dikatakan partisipasi politik aktif bila orang-orang yang bersangkutan menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik, memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran keanggotaan. Perbedaannya terletak pada sikap dan tujuan mereka. Kelompok kepentingan adalah organisasi yang berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili sikap-sikap yang terbatas atau khas yang bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelompok masing-masing dari kebijakan-kebijakan

23

(31)

pemerintah yang dapat merugikan kelompoknya. Sedangkan partai politik berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili spectrum sikap yang lebih luas yang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dari pada kepentingan kelompoknya sendiri.

Bentuk partisipasi yang lain adalah mengikuti suatu rapat umum demonstrasi yang diselenggarakan oleh suatu organisasi politik, atau oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Partisipasi semacam ini bisa bersifat spontan, tetapi seringkali karena diorganisir oleh partai-partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan untuk memenuhi agenda politik mereka maasing-masing. Dalam kasus ini, orang pada dasarnya berpartisipasi bukan berdasarkan kesadarannya sendiri, melainkan karena dimobilisasi.

Termasuk bentuk partisipasi politik yang sebentar-bentar adalah diskusi politik informal, yang dilakukan entah di dalam keluarga, di tempat kerja atau di tempat-tempat lainnya dengan membahas fenomena-fenomena politik yang sedang berkembang dalam pertemuan-pertemuan yang sifatnya informal.

Bentuk partisipasi politik yang tidak menuntut banyak upaya adalah ikut memberikan suara dalam suatu kegiatan pemungutan suara. Disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam proses politik. Mereka ini disebut orang-orang yang apatis terhadap politik.24

Pemberian suara (voting) merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling umum digunakan. Dalam negara-negara yang totaliter misalnya, cara ini digunakan lebih sebagai alat bagi penguasa untuk memilih siapa yang seharusnya menjalankan kekuasaan. Bagi negara yang berpartai tunggal, voting lebih ditujukan untuk memberi kesempatan kepada penguasa untuk dapat memobilisasi

24

(32)

rakyatnya dan bukan sebagai kesempatan bagi rakyat dalam mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah atau bahkan memilih pemimpin pemerintahan. Pemberian suara bukanlah satu-satunya bentuk partisipasi, tetapi masih banyak bentuk partisipasi politik yang bersifat continue dan tidak terbatas pada masa pemilihan umum saja. Contoh di Amerika, walaupun masyarakatnya tidak terlalu bergairah dalam melakukan pemberian suara pada waktu pemilihan umum, tetapi mereka lebih aktif berperan untuk mencari pemecahan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannnya melalui kegiatan lain, juga mereka lebih cenderung menggabungkan diri dalam organisasi politik, bisnis, buruh, petani dan sebagainya.25

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Manusia merupakan makhluk sosial politik, karena itu dalam setiap gerak langkah kehidupan mereka sangat membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal tersebut didasarkan pada upaya masing-masing individu untuk mencapai tujuannya. Dalam upaya memenuhi setiap kebutuhan hidup banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Begitu pula dalam partisipasi politik, alasan-alasan yang dimiliki oleh individu akan mempengaruhi sejauhmana partisipasi politiknya akan dilaksanakan. Agar mereka memiliki nilai tawar dalam segala bentuk kebijakan politik.

Partisipasi politik antara masyarakat yang satu terhadap masyarakat yang lain berbeda-beda sesuai dengan kadar dan tingkatan partisipasi politik yang juga berbeda. Tidak semua orang yang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Di dalam kenyataan hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif dalam

25

(33)

kehidupan politik. Dan lebih besar jumlah orang yang tidak mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Sikap politik masyarakat yang berhubungan dengan tingkat partisipasinya ada yang berwujud apatisme, sinisme, alienasi dan anomi.

Apatisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala umum atau khusus yang ada di dalam masyarakatnya. Orang yang apatis adalah orang pasif, yang mengandalkan perasaan dalam mengahadapi permasalahan. Ia tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan selalu merasa terancam.

Sinisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan perasaan curiga. Orang-orang yang sinis beranggapan bahwa politik merupakan urusan yang kotor, bahwa para politisi itu tidak dapat dipercaya. Robert Agger dalam buku Pengantar Sosiologi Politik karya Michael Rush dan Phillip Althof menyatakan bahwa sinisme adalah sebagai kecurigaan yang buruk dari sifat manusia.

Alienasi politik adalah perasaan keterasingan seseorang dari kehidupan politik dan pemerintahan masyarakat.

Anomi (terpisah) politik adalah perasaan kehilangan nilai dan arah hidup, sehingga tak bermotifasi untuk mengambil tindakan-tindakan yang berarti dalam hidup ini.26

Pada saat ini, partisipasi politik yang dilakukan oleh warga negara semakin luas. Muiz Ruslan mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat ada empat yaitu keyakinan agama,

26

(34)

jenis kultur politik, karakter lingkungan politik dan faktor personal. Yang termasuk faktor personal adalah motifasi pribadi, kemampuan, kecakapan dan keyakinan kekuatan individu untuk mempangaruhi kebijakan pemerintah.27

a. Keyakinan Beragama

Islam sebagai agama yang universal tidak hanya mengajarkan akidah, fiqih, moral dan etika. Tetapi Islam juga mengatur syariah sebagai norma yang wajib diikuti oleh manusia. Fungsi dari syariah tersebut adalah sebagai aturan dalam melakukan hubungan antara satu individu dengan individu yang lain dalam segala aspek kehidupan. Baik bersifat individual, keluarga maupun sosial kemasyaratan dan hubungan-hubungan yang lainnya yang lebih luas. Islam membawa syariah yang dapat mewujudkan kepentingan ummat dan negara berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan hidup negara.

Untuk menjamin terlaksananya hukum-hukum Tuhan dikehendaki adanya suatu kekuatan yaitu negara. Negara merupakan agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.28

Keyakinan agama yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi tingkat keterlibatan masyarakat dalam politik. Dalam masyarakat tradisional agama adalah suatu fenomena massa sedangkan politik tidak. Sebaliknya dalam masyarakat transisi agama dapat menjadi alat sehingga massa menjadi sadar politik. Islam sebagai agama yang sempurna ajaran-ajarannya telah mendorong pemeluknya untuk memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran,

27

Utsman Abdul Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era Intermedia, 2000), h. 101

28

(35)

mengkritik dan mengawasi penguasa. Apabila konsep ini diterapkan oleh umat Islam secara khusus dan manusia secara umum maka tingkat partisipasi individu dalam politik akan tinggi. Karena mereka telah memiliki dorongan spiritual yang bersifat personal dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan politik.

b. Jenis Kultur Politik

Ali Jalbi dalam Muiz Ruslan mengatakan terkadang kultural politik dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik bahkan akan menjadikan seseorang buta politik. Seperti kultur yang digambarkan oleh masyarakat pedesaan di Mesir dengan ungkapan “ yang penting bisa makan sambil menunggu ajal”.29 Pendapat Ali Jalbi tersebut menjelaskan bahwa aspek budaya yang berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat akan berpengaruh positif bahkan negative terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam lingkungan politik.

Budaya politik merupakan persepsi manusia berupa pola sikapnya terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan. Dengan demikian, setiap gejala social yang tercermin dalam tingkah laku berpolitik masyarakat menunjukkan partisipasi politik yang dilakukan. Secara umum budaya politik terbagi dalam tiga klasifikasi sebagai berikut:30

1. budaya politik parochial (parochial political culture) 2. budaya politik kaula (subject political culture)

29

Muiz Ruslan, Pendidikan Ikhwanul Muslimin, h. 102

30

(36)

3. budaya politik peranan (participant political culture)

Dalam budaya parochial partisipasi politik yang dimiliki oleh anggota

masyarakat biasanya bersatu dengan bidang ekonomi, keagamaan dan lainnya.

Masyarakat dengan tipe budaya seperti ini memiliki kesadaran adanya pusat

kekuasaan politik. Hal ini mengakibatkan mereka tidak menaruh minat terhadap

obyek-obyek politik secara penuh. Dengan kata lain partisipasi politik yang

dilakukan pada masyarakat dengan budaya parochial sangat kecil.

Masyarakat dengan budaya kaula memiliki kesadaran lebih baik di

banding masyarakat parochial dalam minat politik dan perhatian besar terhadap

sistem politik. Tetapi kesadaran mereka sebagai pelaku politik sangat rendah.

Mereka menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi

atau mengubah sistem yang ada.

Berbeda dengan masyarakat yang hidup dalam budaya politik peranan.

Individu masyarakat dalam lingkungan budaya politik ini memiliki keyakinan

bahwa diri mereka dengan orang lain merupakan bagian dari anggota aktif dalam

politik. Oleh karena itu anggota masyarakat lebih memiliki kesadaran hak dan

tanggung jawab politik yang dinyatakan dalam upaya pemanfaatan hak dan

tanggung jawab tersebut. Dengan demikian masyarakat lebih aktif dalam

berpolitik dan mampu mengembangkan partisipasi politik yang dimiliki.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya politik

yang berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat akan mempengaruhi

(37)

baik kesadaran politik yang didukung oleh budaya politik peranan maka

partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat akan semakin tinggi.

c. Karakter Lingkungan Politik

Ramlan Surbakti menjelaskan empat jenis lingkungan yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, yaitu31:

1. lingkungan sosial politik tidak langsung

2. lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik

3. struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu 4. lingkungan sosial politik

Lingkungan sosial politik tidak langsung yang dapat mempengaruhi partisipasi serta politik yang dijalankan oleh masyarakat adalah sistem politik yang ada, system ekonomi, system budaya yang memasyarakat dan pemberitaan yang ditampilkan oleh media massa baik media cetak atau elektronik.

Adapun lingkungan sosial politik langsung yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah keluarga, agama, sekolah, maupun kelompok pergaulan. Pada proses interaksi dengan lingkungan politik tadi seseorang individu mengalami sosialisasi. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi watak politik yang terlihat dalam aktivitas yang dilakukan.

Struktur kepribadian dapat ditinjau dari landasan individu berperan dalam politik seperti kepentingan yang dimiliki, adaptasi politik, eksternalisasi dan

31

(38)

pertahanan diri. Kepentingan yang dimiliki artinya, penilaian seseorang terhadap suatu obyek ditentukan oleh minat dan kebutuhan atas obyek tersebut. Adaptasi politik (penyesuaian diri) artinya, penilaian terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh keinginan untuk sesuai atau selaras dengan obyek tersebut. Sedangkan eksternalisasi dan pertahanan diri artinya, penilain seseorang terhadap obyek yang dipengaruhi oleh keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan ekternalisasi diri. Dengan kata lain minat dan kebutuhan atas politik merupakan standar penilaian terhadap partisipasi politik masyarakat.

Muiz Ruslan menjelaskan pengaruh lingkungan politik terhadap partisipasi politik, bahwa dalam masyarakat yang menghormati supremasi hukum dan kebebasan politik, sistem politiknya bersifat multi partai, mengakui hak kritik dan partisipasi rakyat akan banyak memberi kesempatan kepada anggota masyarakat untuk melakukan partisipasi dalam kehidupan bernegara. Demikian pula, keberadaan partai-partai dengan segala ragamnya, juga berarti jaminan atas adanya oposisi yang institusional yang dengannya mereka melakukan partisipasi politik dan ikut mengambil keputusan. Artinya, ideologi dan sistem politik masyarakat memberikan pengaruh besar kepada partisipasi warganya.32

Sistem politik yang dikembangkan oleh pemerintah yang berkuasa akan mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam politik. Apabila saluran-saluran demokrasi yang salah satunya adalah tuntutan partisipasi politik lebih besar bagi masyarakat dibuka lebar-lebar maka kesadaran dan kepercayaaan politik yang berkembang di mata masyarakat akan berjalan menuju keseimbangan pelaksanaan

32

(39)

hak dan kewajiban antara pemerintah dengan rakyat. Pada posisi ini pemerintah merupakan pihak yang dipercaya untuk mengatur segala urusan masyarakat sementara itu rakyat merupakan pihak yang memberi kepercayaan politik kepada pemerintah. Sebaliknya apabila saluran-saluran demokrasi disumbat akan melahirkan demokrasi yang semu. Maksudnya partisipasi politik yang ada hanya dalam rangka pemuasan hajat pemerintah sementara rakyat menjadi korban politik kepentingan elit.

Dalam konteks Indonesia, tirani penguasa terhadap warga negara telah berlangsung sejak tahun 1950 yaitu ketika Orde Lama yang dipimpin oleh Soekarno secara sepihak membubarkan konstituante pada Juli 1959. Padahal konstituante merupakan lembaga perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Mulai saat itu kemerdekaan politik dan hak-hak warga negara sebagai penentu pemerintahan demokratis direbut dengan paksa oleh penguasa.

(40)

Penerapan sentralisasi kekuasaan oleh Orde Baru sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat. Warga negara banyak yang tidak tertarik untuk ikut mempengaruhi segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk menyalurkan aspirasi sehingga dalam setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah masyarakat bersikap masa bodoh (apatis).

Tujuan partisipasi politik akan tercapai jika terjadi interaksi positif antara pemerintah dengan masyarakat. Goetano Moscha dalam Ramlan Surbakti mengatakan dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Untuk kalangan elit politik secara kuantitas jumlah mereka sedikit namun mampu memanfaatkan fungsi politik, monopoli kekuasaan dan membagi keuntungan-keuntungan politik. Berbeda dengan kalangan yang diperintah walaupun kuantitas mereka lebih besar namun secara kualitas mereka tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan fungsi politik dan sasaran mobilisasi politik oleh penguasa.33

d. Faktor Personal

Ramlan Surbakti berpendapat secara umum partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. 34 Definisi ini menjelaskan bahwa keinginan murni dari individu masyarakat tanpa paksaan dari pihak lain dalam partisipasi politik mempengaruhi tingkat keterlibatan politiknya.

33

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana, 1992),h. 75

34

(41)

Tingkat partisipasi warga negara dalam aktifitas politik sangat bergantung pada tingkat perhatian politik.35 Semakin tinggi perhatian masyarakat terhadap politik maka akan semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Dengan kata lain motivasi politik yang dimiliki oleh individu akan mendorong mereka untuk aktif berpolitik.

Adapun sarana yang dapat dijadikan sebagai alat untuk membangkitkan motivasi politik masyarakat antara lain; media-media komunikasi politik, propaganda politik dan penyadaran politik. Media-media komunikasi politik yang biasa di pakai adalah koran, majalah, radio, televisi, makalah-makalah diskusi politik dan lainnya. Media-media tersebut digunakan karena mengandung pesan-pesan dan informasi-informasi yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat dalam melakukan kegiatan politik. Selain itu, dari informasi yang diterima masyarakat dapat mengawasi dan mengkritisi kinerja pemerintah sehingga aspirasi masyarakat dapat tersalurkan.

Propaganda politik merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah orientasi politik masyarakat. Bentuknya dapat berupa penyebaran isu-isu politik, kampanye maupun demonstrasi. Sedangkan penyadaran politik ditujukan untuk menumbuhkan perasaan individu bahwa partisipasi politik merupakan keharusan. Sehingga mereka memiliki kemauan untuk ikut serta dalam persaingan politik dan bergabung dalam partai politik atau kelompok kepentingan bahkan mencalonkan diri dalam pemilihan umum.

Partisipasi politik juga tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecakapan yang dimiliki oleh individu. Standar dalam memberikan penilaian

35

(42)
(43)

BAB III

PROFIL FORKABI

A. Sejarah Berdirinya FORKABI

(44)

atas dasar tersebut dibentuklah ormas Betawi yang bernama FORKABI yang pada awalnya bertujuan untuk mengkoordinir masyarakat Betawi agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya memprovokator warga Betawi.36 Selain itu secara langsung atau tidak langsung warga juga Betawi turut ambil dalam bagian untuk memajukan ibukota dalam hal ini Jakarta. Pada dasarnya masyarakat Betawi juga ikut merasakan penderitaan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan dan oleh sebab itu masyarakat Betawi perlu menjadi pewaris nilai-nilai luhur kemerdekaan dan berkewajiban untuk membangun, mempertahankan dan menjaga keutuhan negara Indonesia serta mengisi kemerdekaan tersebut dengan pembangunan di segala bidang agar cita-cita menjunjung masyarakat yang adil dan makmur yang mendapat ridho Allah SWT dapat terwujud.37

Untuk mewujudkan cita-cita di atas maka dibentuklah FORKABI (Forum Komunikasi Anak Betawi) pada tanggal 18 April 2001 sebagai wadah warga Betawi yang dideklarasikan di Jakarta oleh para sesepuh Betawi antara lain; H. Husen Tsani, Jenderal Sanif, Kolonel Asmuni, H. Abdul Khair dan Irwan Syafi’i. Beliau mencita-citakan suatu masyarakat yang demokratis, berkeadilan social mandiri dan cerdas. FORKABI sendiri menginginkan suatu tatanan masyarakat yang dapat mengembangkan kepribadiannya dalam suatu kebebasan dimana masyarakat dapat berperan serta dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya dan peran serta dalam usaha mengembangkan kemanusiaan.38

Dalam waktu 6 tahun FORKABI mampu dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam masyarakat Betawi khususnya dan umumnya bagi warga

36

Wawancara pribadi dengan H. Husein Sani (Ketua Umum DPP FORKABI)

37

AD/ ART FORKABI, h.1

38

(45)

Jakarta dan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, terbukti saat ini banyak warga Betawi yang mengisi tempat-tempat strategis baik di instansi pemerintah maupun swasta.

Nilai-nilai religius yang menjadi landasan moral dalam mengangkat harkat dan martabat adalah dasar dari perjuangan Betawi menuju tingkatan kehidupan sosial ekonomi yang lebih layak adalah dasar dari perjuangan FORKABI. Sehingga ketika orang Betawi sudah mempunyai kekuasaan atau menjabat di lingkungan manapun tidak akan pernah lupa terhadap budaya sendiri.

Tujuan didirikannya FORKABI adalah mengangkat harkat dan martabat orang Betawi agar:

1. Menjadi pelaku di kampungnya sendiri 2. Bangga menjadi orang Betawi

3. Disegani sekaligus dicintai oleh sesama anak bangsa, juga mampu merangkul orang-orang yang bukan berasal dari Betawi agar merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari orang Betawi.

4. Nuansa dan budaya Betawi dapat dikagumi/dihargai di kampungnya sendiri, baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional.

B. SUSUNAN KEPENGURUSAN DPP FORKABI (2005-2010)

BADAN PENGURUS HARIAN

KETUA : H. Husain Sani

(46)

Wakil Ketua : H. Margani M. Mustar, M. Si Wakil Ketua : H. M. Arsyad, SH, MBA, MM Wakil Ketua : H. M. Asyraf Ali, Bac

Wakil Ketua : Hj. Yetty W. Mualim, SPd, MSi

SEKRETARIS JENDERAL : H. A. Latief, HM

Wakil Sekretaris Jenderal : H. Masdar Mundari Wakil Sekretaris Jenderal : H. Daong Zulkarnaen Wakil Sekretaris Jenderal : Maryadi, SPd

Wakil Sekretaris Jenderal : H. Lahyanto Nadie Wakil Sekretaris Jenderal : M. Ihsan, SH

Wakil Sekretaris Jenderal : Erwin H. Al-Djakartaty, S. Sos Wakil Sekretaris Jenderal : Hj. Decy Whidiyati Wawan

BENDAHARA : Drs. H. Thaher Hussein

Wakil Bendahara : Drs. H. Herman Sani, BBM Wakil Bendahara : Drs. H. Chaidir

Wakil Bendahara : Maah Setiawan Wakil Bendahara : H. Mohammad Andi

DEWAN PENASEHAT

KETUA : Mayjen (TNI) H. Nachrowi Ramli, SE

(47)

Wakil Ketua : H. Irwan Syafi’i Wakil Ketua : Drs. H. Achmad Suadi Wakil Ketua : H. Toton Bachtiar

Sekretaris : H. Thamrin, SH

Wakil Sekretaris : Drs. Edi Susilo

Anggota : KH. Mukhtar Lutfi : KH. Syaugie Thaher

: KH. Drs. Edi Ahmadi

: KH. Nasrullah Ali Sibroh Malisi

DEWAN PEMBINA

Struktur : Gubernur DKI Jakarta (ex-office)

Ketua Umum Bamus Betawi (ex-officio) Kapolda Metro Jaya (ex-officio)

Pangdam Jaya (ex-officio)

Kajati DKI Jakarta (ex-officio) Kepala Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (ex-officio)

C. Struktur Organisasi FORKABI

1. Wilayah Kerja Organisasi

(48)

b. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kota Madya/ Kabupaten.

c. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kecamatan.

d. Dewan Pimpinan Ranting (DPRT) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kelurahan/ Desa. e. Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran( FORKABI ialah kesatuan

organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Rukun Warga(RW).

f. Dalam rangka membina anggota, maka disetiap dewan pimpinan sub ranting dapat didirikan kepengurusan FORKABI di tingkat rukun tetangga (RT) yang disebut koordinator tetangga. Pendirian koordinator tetangga (KORTA) dapat didirikan apabila disatu Rt terdapat 10 sampai 15 anggota FORKABI.

g. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan di luar profinsi DKI Jakarta yang kedudukannya setara dengan DPD.

h. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan diluar negara Indonesia.

(49)

2. Pimpinan Organisasi

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FORKABI:

a. DPP FORKABI adalah pimpinan tertinggi dalam memimpin organisasi b. DPP FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah besar

(MUBES) untuk masa jabatan 3 tahun

c. DPP FORKABI terdiri dari pimpinan harian, Dewan Penasehat, Dewan Pembina, Departemen.

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FORKABI:

a. DPD FORKABI memimpin organisasi ditingkat Kota Madya/Kabupaten dan melaksanakan kebijakan yang digariskan DPP FORKABI.

b. DPD FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah daerah (MUSDA) untuk masa jabatan 3 tahun.

c. DPD FORKABI disahkan oleh DPP FORKABI dengan surat keputusan. d. DPD FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan

pembina, divisi.

Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FORKABI:

a. DPC FORKABI memimpin organisasi ditingkat kecamatan dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.

b. DPC FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah cabang (MUSCAB) untuk masa jabatan 3 tahun.

c. DPC FORKABI disahkan oleh DPD FORKABI dengan surat keputusan. d. DPC FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan

Pembina, bagian.

(50)

a. DPRT FORKABI memimpin organisasi di tingkat Kelurahan/Desa dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.

b. DPRT FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah ranting (MUSRAN) untuk masa jabatan 3 tahun.

c. DPRT FORKABI disahkan oleh DPC FORKABI dengan surat keputusan. d. DPRT FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan

Pembina, seksi.

Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran) FORKABI:

a. DP Subran FORKABI memimpin organisasi ditingkat rukun warga (RW) dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.

b. DP Subran FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah sub ranting (MUSSUBRAN) untuk masa jabatan tiga tahun.

c. DP Subran FORKABI disahkan oleh DPRT FORKABI dengan surat keputusan.

d. DP Subran FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan Pembina, sub seksi.

Koordinator Tetangga (KORTA) FORKABI:

a. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI ditentukan langsung oleh DP Subran FORKABI.

b. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

c. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

(51)

Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI:

a. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI memimpin organisasi ditingkat Kotamadya/Kabupaten di luar propinsi DKI Jakarta dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP FORKABI.

b. Dewan Pimpinan Lurar Daerah (DPLD) FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah pimpinan luar daerah (MUSPILDA) untuk masa jabatan 3 tahun.

c. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI disahkan oleh DPP FORKABI dengan surat keputusan.

d. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan Pembina, departemen.

Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI:

a. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI memimpin organisasi ditingkat luar negeri dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP FORKABI.

b. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah pimpinan luar negeri (MUSPILNEG) untuk masa jabatan 3 tahun.

c. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI disahkan oleh DPP FORKABI dengan surat keputusan.

d. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan Pembina, departemen.

Pimpinan organisasi FORKABI ditingkatan dilengkapi dengan: a. Dewan Penasehat

(52)

c. Dewan Pembina

d. Dewan Pakar (hanya ada di DPP FORKABI)

e. Penjelasan mengenai dewan penasehat, dewan kehormatan dan dewan Pembina serta dewan pakar diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah tangga.

3. Rangkap dan Masa Jabatan

Pimpinan organisasi FORKABI yang menjadi eksekutif dari jabatan ketua umum hingga anggota departemen pada DPP, DPLD, dan DPLN, jabatan ketua hingga anggota seksi pada DPRT serta jabatan ketua hingga anggota sub seksi pada DP Subran tidak diperkenankan untuk rangkap jabatan ditingkat eksekutif kepengurusan baik ditingkat atas maupun bawah. Masa jabatan kepengurusan adalah 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk periode selanjutnya pada posisi/tempat yang sama.39

D. Keanggotaan FORKABI

4. Penerimaan Anggota

Anggota Biasa

Yang dapat diterima sebagai anggota biasa adalah masyarakat Betawi dan para keturunannya dan/atau yang mempunyai hubungan famili baik secara langsung atau tidak langsung.

Anggota Kehormatan

Yang dapat diterima sebagai anggota kehormatan adalah para penduduk Jakarta yang telah menetap sekurang-kurangnya sepuluh tahun dan/atau mengakui sebagai masyarakat Betawi dan telah memberikan

39

(53)

kontribusi yang positif bagi masyarakat Betawi dengan sesungguhnya serta ikut bertanggung jawab untuk menjaga citra Betawi.

DPP FORKABI berhak untuk memenuhi permintaan seseorang sebagai anggota kehormatan FORKABI. Terhadap seseorang yang telah disetujui menjadi anggota FORKABI akan diberikan kartu tanda angota (KTA) yang dikeluarkan oleh DPP melalui pimpinan organisasi ditempat yang bersangkutan semula melakukan pendaftaran.

2. Syarat dan Kewajiban Anggota

a. Berakhlak mulia dengan melaksanakan ajaran agama

b. Berkewajiban menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai juang masyarakat Betawi

c. Berkewajiban mentaati dan mematuhi segala peraturan dan keputusan organisasi.

d. Membayar iuran anggota.

3. Hak-Hak Anggota

a. Setiap angota mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan serta perlindungan hukum yang sama dari organisasi.

b. Setiap anggota mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. c. Setiap anggota mempunyai hak untuk membela diri

d. Anggota biasa berhak untuk memilih dan dipilih. e. Anggota biasa mempunyai hak bicara dan bersuara.

f. Anggota kehormatan mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara, dipilih dan memilih.

(54)

Sanksi organisasi dapat diberikan kepada anggota dan pengurus pimpinan organisasi apabila:

a. Yang bersangkutan nyata-nyata telah melanggar ketentuan-ketentuan organisasi dan kebijakan dasar pimpinan FORKABI.

b. Melakukan tindakan yang tidak terpuji yang dapat merusak nama baik FORKABI dan citra Betawi.

5. Bentuk-Bentuk Sanksi

a. Bentuk sanksi untuk anggota FORKABI. 1) Peringatan Tertulis:

Peringatan tertulis kepada anggota FORKABI diberikan oleh DP Subran yang bersangkutan dengan menyampaikan tindakan keputusan tersebut kepada seluruh organisasi diatasnya.

2) Pemberhentian Sementara:

Pemberhentian sementara kepada anggota FORKABI ditetapkan oleh DPC yang bersangkutan dengan menyampaikan tindakan keputusan tersebut kepada seluruh pimpinan organisasi diatas dan dibawahnya.

3) Pemberhentian Tetap:

Pemberhentian tetap kepada anggota FORKABI ditetapkan oleh rapat harian DPP setelah berkonsultasi dengan DPC dan DP Subran yang bersangkutan.

B. Bentuk Sanksi untuk Pengurus FORKABI. 1) Peringatan Tertulis:

(55)

tindakan keputusan tersebut kepada seluruh organisasi diatas dan dibawah.

2) Pemberhentian Sementara:

Pemberhentian sementara kepada pengurus FORKABI ditetapkan oleh pimpinan organisasi satu jenjang diatas kepengurusan yang bersangkutan

3) Pemberhentian Tetap:

Pemberhentian tetap kepada pengurus FORKABI ditetapkan oleh rapat pleno DPP (Dewan Penasehat, dewan Pembina, Departemen) setelah berkonsultasi dengan pimpinan organisasi yang bersangkutan dan pimpinan organisasi satu jenjang diatas kepengurusan yang bersangkutan.

6. Mekanisme Pembelaan Diri

a. Pembelaan Diri secara Tertulis:

1) Pembelaan diri secara tertulis dilakukan oleh anggota FORKABI yang ditujukan kepada DP Subran dengan menyampaikan tindakannya kepada DPC dan DPP.

2) Pembelaan diri secara tertulis dilakukan poleh pengurus FORKABI yang ditujukan kepada pimpinan organisasi yang bersangkutan dengan menyampaikan tindakannya kepada seluruh pimpinan organisasi diatas dan di bawahnya.

b. Hadir dalam sidang pembelaan diri.

(56)

Penasehat, Dewan Pembina, Departemen) setelah berkonsultasi dengan pimpinan organisasi yang bersangkutan dan pimpinan organisasi satu jenjang diatas kepengurusan yang bersangkutan. 2) Pengurus FORKABI yang diberhentikan sementara diminta hadir

dalam sidang pembelan diri dalam rapat pleno pimpinan organisasi satu jenjang di atas kepengurusan yang bersangkutan.

7. Pemberhentian Anggota.

Anggota berhenti karena: a. Meninggal dunia. b. Atas permintaan sendiri

c. Diberhentikan dengan keputusan pimpinan organisasi sebagaimana termaksud dalam pasal bentuk-bentuk sanksi.40

40

(57)

BAB IV

PARTISIPASI POLITIK FORKABI

DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007

A. Pilkada DKI Jakarta 2007

Semarak menyambut pesta demokrasi dalam rangka memilih Gubernur DKI Jakarta telah terasa. Warga Jakarta pun mulai menimbang-nimbang, siapa kira-kira calon gubernur yang tepat untuk dipilih. Pastinya dengan harapan orang yang dipilih itu mampu memimpin Ibukota Negara RI ini dengan baik. Pemimpin yang tahu akan kondisi warganya yang memiliki latar belakang budaya, agama, profesi dan strata sosial ekonomi yang beragam. Pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan untuk membangun Jakarta sebagai kota yang maju.

Bukan hal yang mudah untuk memimpin provinsi yang berpenduduk sekitar 8 juta jiwa ini. Jakarta sudah menjadi kota metropolitan dan modern dengan segudang persoalan. Masalah yang dihadapi bukan hanya dari segi ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, maupun politik. Selain diidamkan sebagai hunian yang nyaman, Jakarta juga diidamkan sebagai kota bisnis dan pusat pemerintahan negara yang aman.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian integral dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal.

(58)

Idealnya pemerintahan yang dipilih secara langsung akan dapat melaksanakan fungsi dan kebijakannya sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena diadakannya pilkada secara langsung bertujuan untuk mendekatkan masyarakat dengan pemerintah.

(59)

Maka dari itu masyarakat DKI Jakarta harus berpartisipasi aktif dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 dengan menggunakan hak pilihnya dan mensukseskan jalannya Pilkada untuk memilih dan menentukan pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan impian-impian da

Referensi

Dokumen terkait

(a) Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang tidak bergerak dalam dunia politik-praktis (real politics) seperti partai politik dapat mengembangkan fungsi sebagai kelompok

EFEKTIVITAS HALAQAH DALAM PROSES PENDIDIKAN POLITIK SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PARTISIPASI POLITIK KADER PARTAI (Studi Pada Kader Perempuan SANTIKA Dewan Pengurus

Hal inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui usaha-usaha komunikasi politik Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan

Organisasi atau kelompok seperti partai politik, organisasi mahasiswa ialah sebagai lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik dengan cara berdialog

Miriam Budiardjo dalam tulisannya mengenai partisipasi dan partai politik mendefinisikan partisipasi politik secara umum sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang

Nah, akhirnya untuk bisa menghantar Ahok ke partai politik dengan tidak menurunkan elektabilitas Ahok atau citra Ahok, saya pikir Teman Ahok dibentuk gitu dengan pergerakkan yang

Salah satu implementasi nilai demokrasi adalah partisipasi masyarakat dalam politik, menurut Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk

Skripsi Partisipasi Purnawirawan TNI Dalam Partai Politik... ADLN Perpustakaan