PILKADA DKI JAKARTA 2007)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Politik
Oleh: Ahmad Rikih NIM: 106033201159
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
(Studi Tentang Peran Forkabi Dalam Pilkada DKI Jakarta 2007)
Deskripsi penulisan skripsi ini berasal dari partisipasi politik ormas daerah yang berperan didalam politik daerah, misalnya dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Hal ini dikarenakan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, ormas daerah dinilai mempunyai peran yang begitu penting bagi terlaksananya Pilkada diberbagai daerah, disamping partisipasi masyarakat daerah tersebut. Dalam Pilkada DKI Jakarta, ormas daerah yang bernaungan dengan Bamus Betawi seperti Forkabi dan sebagainya yang berperan dalam mendukung dan mensukseskan calon pasangan gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada tersebut.
Hasil penelitian atau temuan-temuan dalam penelitian skripsi ini, ialah sebagai berikut:
Pertama, pengaruh etnis yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Forkabi untuk mendukung salah satu calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Hal tersebut dikarenakan dari Visi/Misi Forkabi ialah untuk menjujung tinggi martabat ,masyarakat DKI Jakarta khususnya masyarakat Betawi.
Kedua, pada sisi lain, temuan dukungan Forkabi disebabkan oleh pengaruh figur dari calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Selain Forkabi, ormas Betawi lainnya yaitu FBR juga berperan dalam mendukung calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, tetapi ia bersebrangan dengan Forkabi untuk mendukung calon tersebut.
Ketiga, setelah Forkabi menyatakan dukungannya kepada salah satu calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta (Fauzi Bowo-Prijanto) dalam hasil RAKER 1, hal tersebut mencerminkan upaya untuk memperoleh kekuasaan politik bagi masyarakat Betawi. Akan tetapi menurut penulis, dukungan tersebut tidak terlepas dari peran masyarakat Betawi yang berada di DKI Jakarta dan peran Forkabi. Hal ini terlihat oleh penulis, adanya 3 (tiga) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ditingkat Kotamadya selain di DKI Jakarta antara lainnya, DPD Tangerang, DPD Depok, DPD Bekasi. Berdasarkan paparan penulis, berdirinya DPD Forkabi tersebut untuk memudahkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi terhadap pemerintah pusat maupun daerah.
Keempat, peran pimpinan Forkabi juga dinilai begitu berpengaruh bagi aspirasi masyarakat Betawi. Sehingga berdampak bagi kemajuan budaya Betawi maupun perekonomian masyarakat Betawi.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim.
Lewat perjalanan yang panjang dengan suka maupun duka, tanpa terasa air
mata ini menetes dengan sendirinya dan senyumpun menyambut datangnya hari,
sampai akhirnya tiba di ujung perjuangan penulisan skripsi. Syukur
Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis telah
diberikan ombak ilmu untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam
penulis haturkan kepada pembawa risalah dan cahaya kebenaran sayyidina wa
nabiyyina Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya.
Penulis menyadari karya ini bukan hanya karya penulis pribadi, tetapi
sebagian juga merupakan buah pemikiran dan pemberian ide dari orang-orang
yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan semangat kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan banyak rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak
yang banyak membantu, berjasa dan terhormat kepada :
1. Prof. Bahtiar Effendy., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, serta para
jajaranya.
2. Selanjutnya, ucapan rasa terimakasih yang dalam ingin penulis
sampaikan secara khusus kepada Armein Daulay. Drs. M.Si selaku
pembimbing skripsi, berkat kesabaran dalam membimbing dengan
iii
beliau masih menyempatkan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian skripsi ini.
3. Segenap bapak/ibu Dosen Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, yang telah memberikan berbagai macam pengatahuan
kepada penulis selama masa perkuliahan, penulis patut mengucapkan rasa
terimakasih kepada M. Zaki Mubarok, M.Si., A. Baqir Ihsan, M.Si., Agus
Nugraha, M.Si., Dr. Sirojuddin Ali., Dr. Nawirudin., Suryani, M.Si.,
Haniah Hanafie, M.Si., Dra Gefarina Djohan, MA., Dr. Syaban., Idris
Thaha, M.Si., dll.
4. Ta’zim dan Tawadhu dan ribuan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada kedua orang tua penulis, ayahanda H. Syai’in Kodir dan ibunda
Hj. Mulyanah, yang tiada henti-hentinya mendoakan dan membiayai
penulis selama ini. Kepada kakak Abdurahman., SHI dan adik-adik
penulis, Lindah, Lisah Windarti, Sinta Apriyani dan M. Ferdiansyah ayo
jangan berhenti, teruskan cita-citamu. Kalian pasti bisa !, all u bro, kakak
akan selalu mendukung mu.
5. Kepada pimpinan dan jajaran Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis mengucapkan rasa
terimakasih selama penulisan skripsi telah membantu dengan
buku-bukunya untuk menjadikan refrensi dari penulisan skripsi ini.
6. Kepada pimpinan dan jajaran Badan Musyawarah Masyarakat Betawi,
penulis mengucapkan rasa terimakasih yang telah bayak membantu
iv
7. Kepada pimpinan dan jajaran Forum Komunikasi Anak Betawi, penulis
mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga nilainya, yang telah
banyak membantu dalam pengumpulan data-data yang menurut penulis
perlu dalam skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan, Ilmu Politik 2006, semoga arti sahabat untuk
selamanya. Mungkin suatu saat akan ku buka sesaat, walau diam tanpa
suara, pasti ku akan bicara kawan !. Kingston 2+4GB., Vega R 2005.,
Yeby Ma’asan, S. Sos., Eko Dwisatriyono, S. Sos., Anwar., Aryo., Fikri.,
Bara., Dedy., Ridho., Hawasi., Ihwan., segaf., Haris., Rif’at., Hadi., dll.
9. Terakhir kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas semua
perbuatan baik kalian.
10.Saya ucapkan kepada kekasihku sampai detik ini Riqzi Hefrinyanti,
berkat saya melihat wajahmu difoto yang selama ini saya simpan dan
akhirnya skripsi ini selesai juga, saya akan menunggu mu sampai kamu
menyadari kalo saya sangat mencintai mu.
Demikianlah untaian ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah
berjasa dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya. Amin.
Jakarta, 7 Maret 2011
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………...….……. 9
C. Metode Penelitian ………...…….…... 9
D. Kerangka Teori ………..………..……. 10
1. Kelompok Kepentingan ………....………...…... 10
a. Kelompok Nonasosiasional ………...….. 11
b. Kelompok Institusional …………... 12
2. Partisipasi Politik ………...…...…... 12
3. Teori Budaya Politik ………...…...…... 14
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………..………...….… 17
1. Tujuan ………....……..… 17
2. Manfaat ………...…...… 17
F. Sistematika Penulisan ………...…… 17
vi
1. Struktur Bamus Betawi ………...… 21
a. Kepengurusan Bamus Betawi …...…... 21
b. Pimpinan Bamus Betawi ... 22
2. Keanggotaan Bamus Betawi ………...…… 22
a. Anggota Bamus Betawi ……..………...….. 22
b. Syarat Anggota Bamus Betawi ……... 23
c. Kewajiban Anggota Bamus Betawi …... 23
d. Hak-hak Anggota Bamus Betawi …....…... 25
e. Kriteria Masyarakat Betawi ………... 27
B. Latar Belakang Berdirinya Forkabi …………...… 27
1. Struktur Forkabi …...……...…...… 31
a. Kepengurusan Forkabi …….………...….... 31
b. Pimpinan Forkabi ………...…. 32
2. Keanggotaan Forkabi ... 35
a. Penerimaan Anggota Forkabi …...……...… 35
b. Syarat dan Kewajiban Anggota Forkabi ...… 36
BAB III DESKRIPSI DKI JAKARTA DAN PELAKSANAAN PILKADA A. Sejarah Betawi dan Bentuk Pemerintahannya ... 37
1. Sunda Kelapa ... 37
2. Jayakarta ... 38
3. Batavia ... 39
vii
B. Kedudukan dan Fungsi DKI Jakarta ... 42
1. Geografis DKI Jakarta ... 43
C. Peta Sosial Politik DKI Jakarta ... 43
D. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ... 47
E. Pilkada DKI Jakarta ... 49
1. Kontestan Pilkada DKI Jakarta ... 51
BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FORKABI MENDUKUNG SALAH SATU CALON GUBERNUR DKI JAKARTA DALAM PILKADA 2007 A. Peran Forkabi Dalam Pilkada DKI Jakarta ... 54
B. Dukungan untuk Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto .. 60
C. Faktor Primordial ... 64
D. Faktor Birokrasi dan Keagamaan ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Etnis yang berada di DKI Jakarta ... 17
Tabel 2. Nama Partai Politik dan Alamat Sekretaris di Tingkat Pusat ... 63
Tabel 3. Jumlah Etnis Betawi di Daerah ... 84
Tabel 4. Partai Pendukung dan mensukseskan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta ... 89
Tabel 5. Jumlah Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Motivasi dalam perubahan ... 21
Bagan 2. Efektivitas Organisasi ... 30
Bagan 3. Bentuk-bentuk Organisasi Modern ... 31
Bagan 4. Struktur Bamus Betawi ... 36
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia
(RI), dapat dikatakan sebagai barometer politik. Hal ini mengingat ada fungsi lain
yang diemban, selain DKI Jakarta memiliki fungsi dan sekaligus Ibukota Propinsi,
ibukota negara dan juga bisa dikategorikan sebagai kota kosmopolitan. Ketiga
fungsi tersebut yang diemban oleh DKI Jakarta karena memiliki potensi yang
sangat strategis, dengan demikian setiap gubernur DKI Jakarta memiliki
tanggungjawab yang sangat berat. Sudah tentu bagi masyarakat Jakarta yang
melakukan pemilihan langsung sangat berharap menunggu perubahan DKI
Jakarta. Sebab masyarakat khususnya DKI Jakarta sudah lelah mendengarkan
janji-janji para pejabat pemerintah tersebut.
Sejak tahun 2004 terjadi perkembangan atau perubahan yang mendasar
dalam demokrasi Indonesia dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
secara langsung. Untuk keperluan tersebut dikeluarkan Undang-undang Nomor 32
tahun 2004 pada tanggal 15 Oktober 2004, tentang pemerintahan daerah sebagai
hasil revisi Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang disejutui secara aklamasi
pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 29
September 2004 dan di tandatangani oleh Presiden Republik Indonesia yang ke-5
(lima) Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004.1 Undang-undang
1
tersebut membuat regulasi bersejarah bagi Pilkada secara langsung dan tidak lagi
dipilih melalui Dewan Perwakiyan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memilih
gubernur. Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak, Presiden Indonesia perlu menetapkan peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 22 ayat(1) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2
Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tersebut, kebebasan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan berpolitik berlaku tidak hanya
ditingkat pusat saja, namun disebagian daerah lainpun masyarakat dapat memiliki
hak yang sama. Hal ini memberikan dampak dari asas desentralisasi kekuasaan
dan kesempatan bagi masyarakat untuk membangun serta menentukan siapa
pemimpin daerah yang sesuai dengan keinginannya. Partisipasi politik masyarakat
ditingkat daerah merupakan partisipasi yang bertujuan mempengaruhi proses
kebijakan publik. Selain itu diharapkan sekaligus sebagai wadah untuk
menentukan pemimpin pemerintahan daerah yang berlaku dalam ruang lingkup
daerahnya masing-masing baik ditingkat Propinsi, Kabupaten, Kotamadya dan
Kota.
Berangkat dari masalah partisipasi politik diatas, bila dilihat dari
persentasi penduduk yang berdomisili di DKI Jakarta maka dapat digambarkan
sebagai berikut: sebagai kota multikultural etnis, DKI Jakarta yang didominasi
oleh. Etnis Betawi 27,65%, etnis lainnya ialah Jawa 26,16%, Sunda 15,27%,
2
Tionghoa 6,40%, Batak 5,53%, Minang-Kabau 3,18%, Melayu 1,62%, Bugis 0,
59%, Madura 0,57%, Banten 0,25%, Banjar 0,10% lain-lainnya 6, 48%. Total
jumlah etnis yang berada di kota DKI Jakarta sebanyak 8.324.707 jiwa.3
Pada tanggal 8 Agustus 2007, daerah DKI Jakarta untuk pertama kalinya
melaksanakan demokratisasi politik bagi masyarakatnya melalui Pilkada secara
langsung.4 Dengan bersatu masyarakat DKI Jakarta yang terdiri dari masyarakat
etnis Betawi yang mayoritas, menyalurkan aspirasinya melalui Organisasi Massa
(Ormas) yang sudah terbentuk. Etnis Betawi mempunyai 113 ormas yang
berpengaruh sebagai wadah dalam kehidupan mereka sehari-hari.5 Akan tetapi,
dalam penulisan skripsi ini, hanya akan mengambil satu ormas saja yaitu Forkabi
(Forum Komunikasi Anak Betawi), yang didirikan pada tanggal 18 April 2001,6
Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada tersebut diatas dan mempengaruhi
anggota-anggotanya untuk memilih salah satu dari bakal calon gubernur yang ada dengan
merujuk kepada Visi/Misinya yaitu mengangkat martabat orang Betawi. Dengan
dukungan massa yang banyak, diharapkan dukungan membuahkan hasil yang
positif yaitu terpilihnya gubernur yang dicita-citakan oleh masyarakat Betawi dan
masyarakat DKI Jakarta lainnya.
3
http://www.bps.co.id, berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000, diakses pada tanggal 10 November 2010.
4
Lihat UU 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 56 ayat (1) (Jakarta: Ramdina Prakasa 2004), h. 38.
5
Wawancara dengan Ketua 1 BAMUS BETAWI. M. Arsani Pada tanggal 1 Desember 2010. Lihat juga Data Organisasi Masyarakat Pendukung Bamus Betawi Periode 2008-2013.
6
Selain itu, mengingat posisi gubernur DKI Jakarta dianggap sebagai
jabatan strategis. Ketika pendaftaran pemilihan gubernur dibuka, sejumlah bakal
calon gubernur muncul ke permukaan seperti : Bibit Waluyo, Edi Waluyo, Agum
Gumelar, Adang Daradjatun, Hidayat Nurwahid, Sarwono Kusumaatmaja dan
Fauzi Bowo. Sedangkan bakal calon gubernur lainnya, yang banyak disebut
mereka diberi predikat hanya sekedar sebagai penggembira belaka. Setelah terjadi
tarik ulur siapa yang akan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta, yang cukup
melelahkan itu dan akhirnya yang menjadi calon gubernur (cagub) hanya dua
kandidat yaitu: Adang Daradjatun yang diusung 1 (satu) partai politik oleh Partai
Keadilan Sejahterah (PKS), dan Fauzi Bowo yang diusung 19 partai politik. Partai
pendukung tersebut ialah Partai Demokrat (PD), Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Bulan
(PBB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (GOLKAR),
Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Damai Sejahtera (PDS).7
Melihat fenomena tersebut tidak mengherankan bahkan sejarah
pertumbuhan masyarakat disatu tempat telah memperlihatkan bahwa semakin
kompleksnya masyarakat disatu sisi memperlihatkan juga adanya persaingan yang
semakin ketat dari lainnya, kebutuhan yang semakin banyak jumlah ragamnya,
telah meningkatkan keperluan dan kesadaran berorganisasi dikalangan masyarakat
7
Indonesia.8 Demikian halnya kehidupan masyarakat daerah pula sangat
dipengaruhi oleh budaya politik. Hal ini sejalan dengan pendapat Almond dan
Verba dalam Nazaruddin Sjamsuddin (1991), budaya politik ialah sebagai sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam
bagiannya, serta terhadap peranan warga negara didalam sistem tersebut.9
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka peran warga negara khususnya
masyarakat Betawi dan ormas Betawi dalam Pilkada DKI Jakarta, mereka
mengangkat masalah isu etnis dan isu daerah guna memenangkan calonnya.
Pandangan lainnya Melvillie. J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski dalam,
Soerjono Soekanto (2001), menyebutkan pola didalam masyarakat ditentukan
adanya budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut (cultural determinate). Dengan adanya cultural determinisme tersebut, ia telah mempengaruhi cara pandang, keyakinan dan kepatuhan bagi masyarakat.10
8
Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali 1985), h. 40.
9
Nazaruddin Sjamsuddin. Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti 1991), h. 21.
10
Pendapat lain dikemukakan Clifford Geertz yang dikutip dari Arbi Sanit11,
berpandangan bahwa agama, keturunan, bahasa, ras, adat dan ikatan kedaerah
merupakan faktor-faktor yang mengikat masyarakat dalam suatu kesatuan sosial.
Menurut Clifford Geertz selanjutnya selain terdapat enam ikatan primordial tersebut, namun terdapat perkembangan. Ikatan primordial lainnya ialah ikatan bersadarkan daerah. Meskipun Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit regional. Masalah isu kedaerahan terdapat hampir semua negara, khususnya negara berkembang. Tetapi masyarakatnya lebih menyetengahkan bila ikatan daerah dikaitkan dengan ikatan agama dan istiadat.
Berangkat dari pendapat Clifford Geertz diatas ada 6 (enam) faktor yang
menjadikan masyarakat dalam suatu kesatuan sosial antara lainnya: Ikatan
berdasarkan agama, banyak disuatu negara terdapat bermacam-macam agama
berkumpul, misalnya di Indonesia ada 6 (enam) agama yang telah diakui oleh
negara tersebut antara lainnya. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
Konghucu. Kemudian ikatan berdasarkan keturunan, memang ikatan tersebut
menjadi daya tarik untuk bermasyarakat, misalnya banyaknya keturunan suku di
Afrika yang berdasarkan kepada kepercayaan bahwa setiap anak keturunan suku
dari satu nenek moyangnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan bahasa, disuatu
negara terdapat bermacam-macam bahasa-bahasa. Dianggap lebih efisien kalau
hanya satu bahasa dipilih sebagai bahasa penghantar pada tingkat nasional, hal ini
dikarenakan untuk lebih untuk memudahkan berkomunikasi antara sesama,
misalnya di Indonesia miskipun terdapat banyaknya bahasa-bahasa daerah, negara
11
sudah memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, hal ini diterangkan
dalam UUD 45 pasal 36.12
Ikatan berdasarkan ras, dalam suatu negara terdapat lebih dari satu ras,
masyarakat dari setiap ras sering merasa terikat lebih erat kepada rasnya dari pada
negara, misalnya ras Jawa dengan Betawi. Ras Jawa masih merasa terikat dengan
kerajaan atau keraton yang berada di Yogyakarta, begitu pula dengan ras Betawi
setiap setahun sekali ras tersebut, merayakan lebaran Betawi untuk melestarikan
kebudayaan tersebut yang berada di Jakarta Barat.13 Kemudian ikatan berdasarkan
adat, terkadang golongan-golongan tertentu didalam negara menitik beratkan
kebiasaannya sendiri yang berlainan dari pada golongan lain. Hal ini menganggap
mereka sebagai suku bangsa yang paling beradab yang harus memberi contoh
kepada suku bangsa lainnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan kedaerah, meskipun
Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit
regional. Hal ini dikarenakan masalah daerah terdapat dihampir semua negara,
tetapi masalahnya lebih serius bila ikatan daerah bercampur dengan ikatan agama,
bahasa dan adat istiadat.14 Dari uraian diatas, semakin modernnya sistem
pemerintahan, maka kekuasaan tidak terletak pada pemerintah, melainkan kepada
kelompok-kelompok yang berada diluar pemerintah. Salah satu diantaranya
adalah kelompok kepentingan (interest group) etnis yang didominasi massa dari kebudayaan tersebut.
12
Lihat UUD 45 Pasal 36, tentang Bahasa (Yogyakarta: Penerbit New Merah Putih, 2009), h. 46.
13
http://betawi.blogsome.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011.
14
Berkaitan dengan kelompok-kelompok kepentingan etnis, yang menarik
perhatian penulis dalam Trubus Rahhardiansah P, ialah bahwa karakteristik
kepemimpinan dan keanggotaannya, merupakan strategi dan taktik yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi kebijakan dalam menentukan serta memilih salah
satu calon gubernur.15 Pada Pilkada DKI Jakarta tersebut, kelihatan bahwa peran
ormas yang bersifat dan berdasarkan kesukuan mempunyai pengaruh serta
kepentingan yang sangat besar. Ormas juga berusaha sedapat mungkin
menyampaikan tujuan organisasinya kepada masyarakat secara umum tersebut.
Demikian pula halnya juga dengan Forkabi yang mempunyai misi dan visi untuk
kepentingan atau pendukungnya untuk membangun DKI Jakarta melalui cagub
yang terpilih nanti dalam Pilkada.
Menyambut Pilkada DKI Jakarta, dalam RAKER 1 Forkabi yang diadakan
pada tanggal 7 Januari 2007 di Megamendung, Kabupaten Bogor,16 memutuskan
untuk mendukung salah satu dari calon gubernur dan wakil gubernur dengan
mengangkat isu daerah. Pengusungan nama calon tersebut merupakan tujuan dari
salah satu kelompok kepentingan dan kemudian memobilisasikannya kepada
anggotanya sebagai upaya mensukseskan salah satu kandidat calon gubernur DKI
Jakarta yang akan tampil.
Berdasarkan pemikiran dan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi motivasi bagi Forkabi untuk
15
Trubus Rahhardiansah P. Pengantar Ilmu Politik (Jakarta : Universitas Trisakti 2006), h. 48.
16
mendukung salah satu calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Jakarta
2007 tersebut. Untuk ini penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul:
ETNIS BETAWI DALAM POLITIK : STUDI KASUS PERAN FORKABI
DALAM PILKADA JAKARTA 2007.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.
Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka penulis hanya
membatasi pada masalah partisipasi politik Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta.
Agar pembahasan ini lebih terfokus, penulis mencoba merumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan Forkabi berpartisipas dalam Pilkada
DKI Jakarta 2007 tersebut.
2. Bagaimana peran yang dilakukan Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007
tersebut.
C. Metode Penelitian.
Penelitian ini bersifat kualitatif yang merujuk kepada data primer dan data
sekunder. Penelitian kualitatif ialah dapat diartikan sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan
tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Penelitian
kualitatif yang berakar dari “paradigma interpretatif” pada awalnya muncul dari
ketidakpuasan atau reaksi terhadap “paradigma positivist” yang menjadi akar
Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti.
Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari ormas, lembaga atau
institusi tertentu. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada tulis-tulisan
yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian, seperti buku, artikel, jurnal,
buletin, majalah ilmiah, surat kabar, bahan dari internet dan lainnya. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari wawancara mendalam (depth interview) dengan narasumber dalam hal ini pimpinan Forkabi yaitu Ketua Umum Forkabi Husain
Sani dan Sekjen Forkabi A. Latif HM. Untuk keperluan tersebut, penulis
menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sifatnya tertutup atau terbuka.
Untuk pedoman penulisan, penelitian ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.17
D. Kerangka Teori.
1. Kelompok Kepentingan.
Kelompok kepentingan adalah suatu lembaga atau organisasi-organisasi
yang bertujuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik didalam
suatu sistem politik.18 Kelompok kepentingan yang terdapat disuatu masyarakat,
memang sangat mempengaruhi dalam politik, misalnya dalam pemilihan kepala
daerah maupun pemilihan kepala negara sekalipun, menurut Miriam Budiardjo,
kelompok kepentingan adalah kekuasaan organisasi dan ormas, yang biasanya
17
Tim Penulis Hamid Nasuhi, dkk,. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah 2007,. Cet II
18
menggunakan kelompok sebagai sarana untuk menyalurkan
kepentingan-kepentingan politik, ekonomi dan sosialnya.19
Pendapat lain dikemukakan A. Latif HM, menyatakan bahwa Forkabi
adalah sebuah ormas Betawi yang berkediaman di DKI Jakarta. Forkabi juga
mempunyai peran politik, hal ini untuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat Betawi terhadap pemerintah yang dinilai menyimpang dari kinerja
mereka, melalui massa yang begitu besar Forkabi diharapkan dapat
mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar berdampak positif.20
Melalui kegiatan yang bersifat menggabungkan diri dengan orang lain
menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh
pemerintah. Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan-kebijakan
pemerintah agar lebih menguntungkan mereka.21 Kelompok kepentingan tersebut
secara garis besar terdiri dari:
a. Kelompok Nonasosiasional (nonassociational groups)
Kelompok-kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik
19
Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 381.
20
Wawancara dengan Sekjen FORKABI. A. Latif HM. Pada tanggal 1 Oktober 2010.
21
dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun lebih mempunyai ikatan dari pada kelompok anomi. Anggota-anggotanya merasa mempunyai hubungan batin karena mempunyai hubungan ekonomi, massa konsumen, kelompok etnis dan kedaerahan.22
Kelompok ini kurang terorganisir secara rapi dan kegiatannya bersifat
dengan hubungan batin saja yang tertera diatas, dalam mengartikulasikan
kepentingan-kepentingannya malalui individu-individu, pemuka-pemuka agama
dan semacam itu. Kelompok ini biasanya terdapat pada suatu kumpulan-kumpulan
keluarga, primordial (kekeluargaan) misalnya etnis Betawi seperti Forkabi salah
satu ormas Betawi yang memperjuangkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi.
b. Kelompok Institusional (institutional groups)
Kelompok-kelompok ini bersifat formal yang berada dalam atau bekerja
sama secara erat dengan pemerintah yang terdiri dari orang-orang professional
dibidangnya dan mereka memiliki rencana kerja yang tersusun rapi, seperti
birokrasi dan kelompok militer.23 Karena sebagai wadah untuk memudahkan
aspirasi masyarakat Betawi untuk pemerintah.
2. Partisipasi Politik
Sebagai definisi umum mengenai partisipasi politik merupakan kegiatan
seseorang dan kelompok masyarakat yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik yaitu dengan memilih pimpinan negara seperti kepala daerah, secara
langsung maupun tidak langsung.
22
Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),h. 387.
23
Partisipasi politik adalah keterlibatan masyarakat di dalam
kegiatan-kegiatan politik, tujuan dari keterlibatan masyarakat itu sendiri adalah untuk
mempengaruhi proses perumusan kebijaksanaan pemerintahan. Menurut Herbert
McClosky sebagaimana yang dikutip oleh Toto Pribadi, dkk. (2006),24
mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah “kegiatan-kegiatan sukarela dari
masyarakat mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum”.
Pendapat lain diajukan oleh Norman H. Nie dan Sidney Verba dimana Nie
dan Verba yang juga dikutip oleh Toto Pribadi dkk (2006),
Partisipasi politik sebagai kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang diambil mereka. Pendapat lainnya dalam kutipan yang sama menyatahkan bahwa, Huntington dan Nelson, tindakan-tindakan partisipasi politik yang negatif tersebut pada dasarnya dapat dikatakan sebagai tindakan partisipasi politik.25
Dari tiga definisi tersebut terlihat adanya kesamaan ciri umum partisipasi
politik di dalam keinginan masyarakat untuk terlibat dan mempengaruhi
keputusan pemerintah. Uraian diatas mengenai partisipasi politik dilihat dengan
perilaku seseorang yang melakukan patisipasi politik atau tidak dan dari motivasi
atau keberadaan daya pendorong bagi seseorang tersebut. Dalam hal ini, Milbrath
yang mengemukakan 4 (empat) faktor yang mendorong orang berpartisipasi
politik, yang dikutip dalam Toto Pribadi dkk sebagai berikut:26 (1). Adanya
perangsang, (2). Faktor karakteristik pribadi seseorang yang berwatak sosial dan
24
Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia (Jakarta : Universitas Terbuka 2006), h. 3.3.
25
Ibid., h. 3.5.
26
punya kepedulian besar terhadap problem masyarakat biasanya mau terlibat dalam
aktivitas politik, (3). Faktor karakter sosial seseorang yang menyangkut status
sosial ekonomi yang akan ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku
seseorang dalam politik, (4). Faktor situsai dan lingkungan politik yang kondusif
membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Membicarakan mengenai partisipasi politik, yang diuraikan diatas. Maka
partisipasi politik Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ialah, karena dari
salah satu cagub yang maju dalam Pilkada DKI Jakarta adalah masyarakat Betawi,
maka dari itu Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta. Karena untuk
mengangkat martabat masyarakat Betawi untuk menjadi gubernur ditanah
kelahiran Betawi dan mengajak masyarakat Betawi untuk memilih pemimpin dari
masyarakat Betawi. Hal ini untuk memudahkan aspirasi masyarakat Betawi
apabila gubernur DKI Jakarta yang terpilih di Pilkada DKI Jakarta. Disamping hal
tersebut diatas, ada bentuk-bentuk partisipasi politik pada Pilkada yang lalu ialah:
(1). Pemberian suara (voting), (2). Diskusi politik, (3). Kegiatan kampanye, (4).
Bergabung dengan partai politik.27
3. Teori Budaya Politik
Menurut Arief Budiman dalam Ismid Hadad, budaya politik adalah
sebagai macam ide yang dianut bersama banyaknya anggota masyarakat tersebut,
tidak saja tentang masalah-masalah politik, tapi juga tentang aspek-aspek
27
Selanjutnya yang tidak termasuk bentuk-bentuk partisipasi politik dalam Pilkada DKI Jakarta antara lainya : (1). Pengajuan Petisi, (2). Berdemonstrasi, (3). Mogok, (4). Tindakan Kekerasa Politik Terhadap Benda dan Harta. Lihat Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia
kehidupan dan perubahan masyarakat.28 Perubahan yang dimaksud diatas ialah
perubahan teknis belaka, perubahan yang dari orientasi ke atas menjadi di
individuasi atau perubahan dari masyarakat feodal kepada masyarakat borjuis.
Pendapat lainnya Kantaprawira dalam bukunya Toto Pribadi, dkk. (2006),
mendefinisikan budaya Politik ialah persepsi dan pola sikap manusia terhadap
berbagai masalah dan peristiwa politik serta terbawa ke dalam pembentukan
struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintah karena sistem
politik itu sendiri adalah hubungan antara manusia yang menyangkut soal
kekuasaan, aturan, dan wewenang.29 Pendapat lain dikemukakan oleh Almond dan
Verbal dalam Nazaruddin Sjamsuddin (1991) menyebutkan, budaya politik
sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga terhadap sistem politik dan
anekaragam bagiannya, dan sikap terhadap peran masyarakat dalam sistem politik
tersebut.30
Dalam hal budaya politik, Forkabi salah satu dari 113 ormas Betawi yang
terjun langsung kedalam tim sukses dari salah satu cagub DKI Jakarta. Untuk
memenangkan dan mensukseskan cagub dari tanah kelahiran Betawi yang sudah
dipilih oleh Forkabi secara langsung melaui proses RAKER 1 Forkabi. Berkaitan
dengan teori ada 3 (tiga) tipe budaya politik antara lainnya, (1). Budaya Politik
Parokial ialah budaya politik ini terjadi didalam masyarakat yang tradisional dan
sederhana, pelaku politiknya sering melakukan perannya bersamaan dengan
28
Ismid Hadad. Budaya Politik dan Keadilan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1979), h. 232.
29
Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), h. 2.10.
30
perannya dalam bidang keagamaan dan ekonomi, (2). Budaya Politik
Subjek/Kaula ialah budaya politik ini ketika anggota masyarakat telah memiliki
minat dan kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan khususnya terhadap
masyarakat. Namun masyarakat masih belum memiliki perhatian atas aspek input
ataupun kesadarannya sebagai aktor politik, dan (3). Budaya Politik Partisipasi
ialah adanya perilaku yang berbeda dari perilaku sebagai subjek, masyarakat
menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai masyarakat aktif dalam
kehidupan politik.
Diantara 3 (tiga) tipe tersebut masyarakat Betawi termasuk budaya politik
parokial, karena pelaku politik sering melakukan perannya bersamaan dengan
perannya dalam bidang keagamaan, dan bidang ekonomi. Budaya Betawi sangat
menjujung tinggi nilai-nilai agama, maka dari itu kehidupan masyarakat Betawi
tidak terlepas dari norma-norma agama, seperti menghormati kedua orang tua dan
orang lain, budaya Betawi juga mempunyai solidaritas yang sangat tinggi
terhadap masyarakat Betawi lainnya.
Budaya di kota DKI Jakarta kurang lebih 8 (delapan), namun dalam
Pilkada DKI Jakarta budaya yang sangat menonjol perannya adalah budaya
Betawi. Karena budaya Betawi dari kota DKI Jakarta dan masyarakat Betawi
menuangkan aspirasinya melalui beberapa ormas Betawi yang berada disekeliling
kehidupan mereka. Forkabi salah satunya diantara ormas Betawi lainnya, ormas
Betawi yang berkecimpung dalam Pilkada DKI Jakarta mewakili banyaknya
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian:
a. Untuk mengetahui kepentingan apa saja yang mempengaruhi Forkabi
dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.
b. Faktor apa yang mendasari Forkabi memilih dari salah satu kandidat calon
gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.
2. Manfaat Penelitian:
a. Pemikir dan Praktisi, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi mengenai peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.
b. Sebagai bahan menambah wawasan bagi yang membaca skripsi ini
mengenai peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.
c. Untuk mengetahui kepentingan-kepentingan apa saja mempengaruhi
Forkabi dalam Pilkada kota Jakarta 2007.
F. Sistematika Penulisan
Meninjau pokok-pokok masalah penelitian serta metode dan analisis
permasalahan, serta untuk mempermudah memahami isi skripsi ini, maka penulis
membagi isi skripsi ini menjadi lima bab yang didalamnya terdiri dari beberapa
sub bab, adapun sistematika sebagai berikut :
Bab pertama: didalam bab ini, penulis menjelaskan mengenai alasan memilih judul, latar belakang masalah yang menjelaskan tentang Forkabi dalam
maka penulis membatasi dan merumuskan masalah dengan peran Forkabi dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007, didalam bab inipun penulis sedikit menetatkan
beberapa kerangka-kerangka teori diantaranya ialah teori kelompok kepentingan,
partisipasi, dan budaya politik, di dalam teori-teori tersebut penulis menjelaskan
sejauh mana Forkabi dan masyarakat DKI Jakarta melihat Pilkada yang
berlangsung dan baru pertama kalinya memilih secara langsung untuk pemilihan
pemerintah daerah tersebut.
Bab kedua: Dalam bab ini menjelaskan sekilas tentang organisasi dan latar belakang berdirinya Forkabi dan Bamus, yang menjelaskan tentang organisasi ini.
Bab ketiga: Pilkada Jakarta 2007, menjelaskan gambaran umum tentang DKI Jakarta dan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2007, tim pemenang cagub
Pilkada 2007 dengan mobilisasi politik dan Partisipasi politik Forkabi.
Bab keempat: Bab ini mengulas yang menjadi dasar permasalahan, Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 dan menjadikan Fauzi
Bowo dengan pasangannya Prijanto menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI
Jakarta periode 2007-2012.
Bab kelima: Penutup, yang mencakup kesimpulan penulisan, serta rekomendasi seputar persoalan yang diangkat, sekaligus merupakan akhir dari
19
JAKARTA 2007 A. Latar Belakang Berdirinya Bamus Betawi
Sejarah mencatat pada tahun 1923 berdiri Perkoempoelan Kaoem Betawi,
tercatat pula dalam sejarah bahwa Pemoeda Kaoem Betawi adalah salah satu
eksponen pemuda yang menyatukan diri dengan organisasi dan eksponen pemuda
lainnya untuk menyatu dalam cita-cita dan citra kemerdekaan dalam kesatuan
yang utuh dalam: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa ialah Indonesia. Tahun
1928, tepatnya pada tanggal 28 Oktober itulah yang memberi makna bahwa
Pemoeda Kaoem Betawi berdampingan dengan Jong Java dan Seka Roekoen di
tanah jawa, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tanah air Indonesia.1
Dasar pemikiran itulah yang mendorong dan memberikan semangat kepada
kaum Betawi pada kurun waktu tahun berikutnya, dengan bersatu untuk
menampilkan citra kebetawian dalam berbagai versi dan permik budaya,
diantaranya: Yayasan Mohammad Husni Thamrin dan Lembaga kebudayaan
Betawi (LKB). Pada dekade 1970 sampai 1980an, makin banyak organisasi
kebetawian yang tumbuh dan berkembang, diantaranya: Ikatan Warga Betawi
(IWARDA), Persatuan Masyarakat Jakarta Muhammad Husni Thamrin
(PERMAT), Ikatan Keluarga Besar Anak Jakarta (LKB ANDA), Ikatan Keluarga
Jakarta (IKEDA), Ikatan Keluarga Jakarta Sejahtera (IKRAR), Keluarga
Mahasiswa Betawi (KMB), Keluarga Pelajar Betawi (KPB), Yayasan Jakarta,
Yayasan Rumah Sakit MH Thamrin, Ikatan Keluarga Jakarta (IKAB), Kerukunan
1
Masyarakat Jakarta Asli (BETAWI KETIMUN), Pemangku Adat
(MANGKURAT).2
Didorong oleh keinginan luhur untuk mempersatukan masyarakat Betawi,
maka pada tanggal 22 Juni 1982 organisasi Bamus Betawi3 menyatakan
kesepakatan diantara lainnya sebagai berikut:
1. Membentuk dan mensahkan berdirinya Badan Musyawarah Masyarakat
Betawi disingkat Bamus Betawi, yang menggunakan identitas ke-Betawian
sebagai siasat untuk meraih ambisi perekonomian dan kuasa politik. “Ke
-Betawian”, sebagai entitas “ke-aslian” penduduk DKI Jakarta. Hal ini sebagai alat
survival bagi orang Betawi ditengah kontestasi perekonomian yang membuat
mereka tergusur dan terkempas. Bamus Betawi berkantor di lantai 6 (enam)
Gedung Prasada Sasana Karya, yang beralamat di Jl. Suryo Pranoto No. 8 Jakarta
Pusat.
2. Menyetujui dan mengangkat 3 (tiga) orang fungsionaris yaitu:
a. Effendi Yusuf, sebagai Ketua Umum.
b. Djabir Chaidir Fadhli, sebagai Ketua Harian
c. Arsani, sebagai Sekretaris Umum
3. Menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta
memberikan tugas kepada pengurus untuk lebih memyempurnakannya. Naskah
sejarah pendirian dan keberadaan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi dibuat
dan ditanda tangani oleh nama-nama sebagai berikut:
a. Effendi Yusuf.
b. Djabir Chaidir Fadhli.
2
Arsip Jilid 1 Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI), h. 3.
3
c. Arsani.
1. Struktur Bamus Betawi
Bagan 1
Struktur Bamus Betawi
Sumber: AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008.
a. Kepengurusan Bamus Betawi
1. Ketua Umum dipilih dan melalui Musyawarah Besar (MUBES) dan
ditetapkan dalam Rapat Pleno MUBES.4
2. Wakil Ketua Umum dengan fungsi tugas Ketua Harian, Ketua-ketua,
Sekretaris Jendral, Wakil-wakil Sekretaris Jendral, Bendahara Umum,
4
AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 14.
Wakil-wakil Bendahara, dan Personalia Komite-komite dipilih dan
ditetapkan oleh Ketua Umum yang juga adalah Formatur sebagai
Mandataris MUBES.
b. Pimpinan Bamus Betawi
1. Organisasi BAMUS Betawi dipimpin oleh Badan Pengurus.
2. Badan Pengurus adalah Lembaga Eksekutif tertinggi dan bertanggung jawab
kepada Musyawarah Besar (MUBES).
2. Keanggotaan Bamus Betawi a. Anggota Bamus Betawi
1. Anggota Muda
BAMUS Betawi adalah organisasi Kemasyarakatan Betawi, dapat
berbentuk Organisasi Massa, organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan,
Yayasan, Lembaga dan segenap potensi Masyarakat Betawi yang mengakui dan
menerima AD/ART BAMUS Betawi dan mendaftarkan diri menjadi anggota
sebelum dilantik atau disahkan menjadi anggota Biasa.
2. Anggota Biasa
Anggota Biasa BAMUS Betawi adalah organisasi Kemasyarakatan
Betawi, dapat berbentuk Organisasi Massa, organisasi kemahasiswaan dan
kepemudaan, Yayasan, Lembaga dan segenap potensi Masyarakat Betawi yang
mengakui dan menerima AD/ART BAMUS Betawi dan terdaftar dalam BAMUS
Betawi.5
5
3. Anggota Luar Biasa
Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi adalah organisasi atau kelompok
warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang tertentu
yang bermanfaat bagi Masyarakat Betawi serta menerima Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga BAMUS Betawi.
4. Anggota Kehormatan
Anggota Kehormatan adalah organisasi atau kelompok masyarakat yang
berjasa terhadap pembinaan dan pengembangan Masyarakat Betawi, atau
organisasi, instansi, kelompok, Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di
luar Negeri yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang tertentu yang
bermanfaat bagi Masyarakat Betawi serta menerima Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga BAMUS Betawi.
b. Syarat Anggota Bamus Betawi
Setiap Organisasi, Yayasan, Lembaga dan kelompok Masyarakat Betawi
yang mengakui dan menerima AD/ART BAMUS Betawi pada hakekatnya dapat
menjadi Anggota BAMUS Betawi dengan cara mendaftarkan diri sebagai
Anggota dan memenuhi Kriteria Anggota yang ditetapkan.6
c. Kewajiban Anggota Bamus Betawi
1. Anggota Muda BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai berikut:
6
a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan
Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS
Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.
b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi.
c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi
BAMUS Betawi.
2. Anggota Biasa BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan
Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS
Betawi, baik secara lisan maupun tertulis baik diminta ataupun
tidak.
b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi.
c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS
Betawi.
d. Melaksanakan ketetapan Musyawarah Besar BAMUS Betawi.
3. Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan
Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS
Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.
c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS
Betawi.7
4. Anggota Kehormatan BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan
Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS
Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.
b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi.
c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS
Betawi.
d. Hak-hak Anggota Bamus Betawi
1. Anggota Muda BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:
a. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan
yang berhubungan dengan kegiatan Organisasi.
b. Mendapat pembinaan Organisasi.
c. Mendapat Informasi.
d. Anggota Muda hanya memiliki hak bicara, tidak punya hak
suara. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk
kemajuan masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis.
2. Anggota Biasa BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:
7
a. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan
yang berhubungan dengan kegiatan Organisasi.
b. Mendapat pembinaan Organisasi.
c. Mendapat Informasi.
d. Anggota Biasa memiliki hak suara dan hak bicara.
e. Mempunyai hak untuk memilih dan dipilih.
f. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk kemajuan
masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis.8
3. Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:
a. Menghadiri rapat atau pertemuan Organisasi dan Musyawarah
Besar BAMUS Betawi atas undangan Badan Pengurus.
b. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan
yang berhubungan dengan kegiatan organisasi.
c. Mendapat informasi.
d. Hanya memiliki hak bicara, tidak punya hak suara.
e. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk kemajuan
masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis.
4. Anggota Kehormatan BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:
a. Menghadiri rapat atau pertemuan Organisasi dan Musyawarah
Besar BAMUS Betawi atas undangan Badan Pengurus.
b. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan
yang berhubungan dengan kegiatan organisasi.
c. Mendapat pembinaan organisasi.
8
e. Kriteria Masyarakat Betawi
Kriteria Masyarakat Betawi dapat dikategorikan berdasarkan:
1. Genetis : Berdasarkan garis keturunan (Bapak dan Ibunya Betawi
atau salah satunya Betawi).
2. Sosiologis : Orang yang berperilaku budaya Betawi atau
menyandang kebudayaan Betawi dalam kesehariannya.
3. Antropologis : Seseorang yang peduli dan memiliki kepedulian
terhadap budaya Betawi.
4. Geografis : Masyarakat yang hidup dalam teritori budaya Betawi,
yaitu: Jakarta, sebagian daerah Bogor, sebagian aerah
Depok, sebagian daerah Tanggerang dan sebagian
daerah Bekasi.9
B. Latar Belakang Berdirinya Forkabi
Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) adalah salah satu ormas
Betawi di DKI Jakarta yang menggunakan identitas ke-Betawian untuk
memajukan masyarakat Betawi dibidang perekonomian yang semakin terpuruk,
ormas tersebut berkantor di Jl. Kramat Sentiong Raya No 49 B, Jakarta Pusat.
Berawal berdirinya Forkabi dari insitiatif Husain Sani yang sekarang menjabat
menjadi Ketua Umum Ormas Forkabi 2005-2010 dan sebelumnya ia menjabat
sebagai Ketua II Bamus Betawi 2000-2005.
Pada awal terbentuknya Forkabi ialah terjadinya keributan antar etnis yaitu
etnis Betawi dengan etnis Madura, yang terjadi di Pasar Kebayoran Jakarta
9
Selatan. Karena etnis Betawi sebagai masyarakat asli Jakarta tidak terima
saudara-saudaranya ditindas oleh masyarakat pendatang pada saat itu (Madura).
Dilanjutkan dengan perbincangan kecil diantara tokoh muda masyarakat
Betawi seperti, Husain Sani, Asmuni Muchtar, A. Latif HM, Djuli Zulkarnaen,
dikediaman Husain Sani (Tanggal 11 Maret 2001). Diantara para tokoh tersebut,
adanya kerinduan yang mendalam untuk mempererat tali silaturrahmi dan
memperkokoh tali komunikasi yang kondusif diantara sesama masyarakat Betawi,
akhirnya perbincangan itupun menghasilkan arti dan makna yang positif. Dari
hasil perbincangan diatas, kemudian ditindak lanjuti dan dikembangkan secara
mendasar melalui kontribusi Husain Sani. Kemudian tercetuslah sebuah langkah
pemikiran segera memperluas kearah terbentuknya suatu wadah silaturrahmi
masyarakat Betawi yang formal atau lembaga.10 Untuk mewujudkannya pada 18
April 2001, akhirnya di undanglah beberapa potensi pemuda yang diharapakan
dapat memperluas visi dan orientasi, untuk lebih memperjatam pemikiran kearah
yang lebih efektif dalam mengawali langka pembentukan. Proses pembentukan
wadah silaturrahmi masyarakat Betawi, melalui sebuah pertemuan yang diadakan
dikediaman Husain Sani. Segala sumbangan pemikiran, saran, pendapat dan
nasihat dijadikan sebagai bahan rujukan (referensi) bagi Husain Sani dan
kawan-kawan, didalam mengiringi gerak dan langka berikutnya menuju kearah
pembentukan wadah silaturrahmi masyarakat Betawi.
Berangkat dari dukungan moril yang sangat positif serta kontribusi
pemikiran tokoh masyarakat yang telah menjadi bahan referensi, maka Husain
Sani dan kawan-kawanpun merasa perlu lebih cepat membentuk sebuah ormas
10
untuk memperjuangkan masyarakat Betawi. Akhirnya selama 3 (tiga) bulan
lamanya, Husain Sani dan kawan-kawan untuk membentuk sebuah ormas yang
dinamakan Forkabi dan didirikan pada 18 April 2001 dan sebagai akses pembuka
jalan kearah terbentuknya wadah silahturrahmi masyarakat Betawi secara
melembaga yang formal, yang senantiasa telah lama dirindukan oleh masyarakat
Betawi khususnya. Dari arti kata Forkabi menjadi (2) dua arti yaitu For ialah
perkumpulan dan Kabi ialah dari kata bahasa Betawi adalah pukulan, maksud dari
kata pukulan ialah untuk memukul sebuah masalah yang berhubungan dengan
masyarakat Betawi dan menyelesaikan masalah dengan musyawarah terlebih
dahulu.11
Berangkat dari terbentuknya Forkabi dan arti dari kata Forkabi yang
diuraikan diatas, Husain Sani mempunyai insitiatif untuk memperluas
kedaerah-daerah lainnya seperti Banten, Depok dan kedaerah-daerah lainnya, untuk menjadikan
wadah silaturrahmi masyarakat Betawi. Untuk pemilihan ditingkat daerah melalui
Musyawarah Daerah (MUSDA) musyawarah tertinggi daerah yang dilakukan 5
(lima) tahun sekali yang dihadiri oleh peserta peninjau dan undangan Musyawarah
Daerah.12
1. Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari :
a. 3 (tiga) orang utusan DPP FORKABI.
b. Seluruh Pengurus Harian dan Ketua-ketua Divisi DPD
FORKABI.
c. Ketua, Sekretaris dan Bendahara DPC FORKABI.
11
Wawancara dengan Ketua Umum FORKABI, Husain Sani. Pada tanggal 3 Agustus 2010.
12
2. Peninjau Musyawarah Daerah terdiri dari :
a. Seluruh Anggota Divisi DPD FORKABI.
b. Seluruh Pengurus Dewan Penasehat DPD FORKABI.
c. Seluruh Pengurus Dewan Penasehat DPC FORKABI.
d. Seluruh Pengurus Dewan Kehormatan DPD FORKABI.
e. Organisasi kemasyarakatan Betawi lain tingkat Daerah.
3. Hak Suara dan Bicara terdiri dari :
a. Hak Pengurus Dewan Pembina DPD FORKABI.
b. Undangan yang diundang oleh DPD FORKABI untuk
menghadiri acara tertentu di Musyawarah Daerah.
Visi dan misi dari Forkabi pada awalnya sangat sederhana, kalau sudah
berkumpul dan terasa kompak, maka para anggota Forkabi harus punya kontribusi
yang signifikan bagi proses pembagunan pemerintah DKI Jakarta, dan awal
berdirinya Forkabi adalah sebagai murni sebuah penghinaan terhadap martabat
masyarakat Betawi karena masyarakat asli Jakarta. Sekarang masyarakat Betawi
tidak perlu hawatir terhadap martabatnya karena Forkabi mempunyai visi dan
misinya jelas yaitu untuk mengangkat martabat masyarakat Betawi dan disamping
melestarikan, mengembangkan kebudayaan Betawi.13
Forkabi yang didirikan berdasarkan pancasila yang dijiwai dengan
ajaran-ajaran islam mempunyai tujuan yaitu:
1. Berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat
Betawi, agar orang Betawi dapat mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi.
13
2. Masyarakat (SDM) masyarakat Betawi agar dapat mempunyai rasa
percaya diri yang tinggi.
3. Memelihara, membina dan meningkatkan persatuan dan kesatuan
masyarakat Betawi khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
4. Mengembangkan dan melestarikan budaya Betawi yang dapat
dikagumi oleh masyarakat Indonesia, Internasional dan sekaligus
menjadi filter terhadap pengaruh buruk globalisasi budaya.
5. Ikut memelihara dan memperjuangkan keselamatan, keamanan dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang senantiasa
mendapat Ridho Allah SWT.
1. Struktur Oranisasi Forkabi a. Kepengurusan Forkabi
1. Dewan Penasehat, terdiri dari sesepuh dan tokoh-tokoh masyarakat
Betawi yang berjasa dalam perjuangan. Dewan Penasehat juga
mempunyai hak dan kewajiban memberikan saran dan nasehat kepada
Dewan Pengurus Forkabi.
2. Para pengurus Forkabi mempunyai hak dan kewajibannya yaitu,
menjalankan amanat dan ketetapan musyawarah besar Forkabi
menetapkan kebijakan ormas baik berupa pedoman ormas maupun
keputusan-keputusan lainnya, serta memberikan laporan pertanggung
jawaban atas segala amanat yang dilaksanakan pada musyawarah besar
Bagan 2
Struktur Forkabi Periode 2005/2010
Sumber: AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002.
b. Pimpinan Forkabi
1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forkabi:
a. DPP Forkabi adalah pimpinan tertinggi dalam memimpinan
organisasi.
b. DPP Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Besar
(MUBES) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
2. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forkabi:
a. DPD Forkabi memimpin organisasi ditingkat
Kotamadya/Kabupaten dan melaksanakan kebijakan yang
digariskan oleh DPP Forkabi.
b. DPD Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah
Daerah (MUSDA) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
c. DPD Forkabi disahkan oleh DPP Forkabi dengan Surat
Keputusan.
d. DPD Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat,
Divisi.
3. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Forkabi:
a. DPC Forkabi memimpin organisasi di tingkat Kecamatan dan
melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.
b. DPC Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah
Cabang (MUSCAB) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
c. DPC Forkabi disahkan oleh DPD Forkabi dengan Surat
Keputusan.
d. DPC Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat,
Bagian.
4. Dewan Pimpinan Ranting (DPRt) Forkabi:
a. DPRt Forkabi memimpin organisasi di tingkat Kelurahan/Desa
dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.
b. DPRt Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah
c. DPRt Forkabi disahkan oleh DPC Forkabi dengan Surat
Keputusan.
d. DPRt Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat,
Sub Seksi.
5. Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran) Forkabi:
a. DP Subran Forkabi memimpin organisasi di tingkat Rukun
Warga (RW) dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh
organisasi.
b. DP Subran Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah
Sub Ranting (MUSSUBRAN) untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun.
c. DP Subran Forkabi disahkan oleh DPRt Forkabi dengan Surat
Keputusan.
d. DP Subran Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan
Penasehat, Sub Seksi.
6. Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi:
a. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi ditentukan
langsung oleh DP Subran Forkabi.
b. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi disesuaikan
dengan kebutuhan setempat.
c. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi disahkan oleh
DPR Subran Forkabi dengan Surat Keputusan.
a. DPLN Forkabi memimpin organisasi di tingkat Luar Negeri
dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP
Forkabi.
b. DPLN Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawara
Pimpinan Luar Negeri (MUSPILNEG) untuk masa jabatan 5
(lima) tahun.
c. DPLN Forkabi disahkan oleh DPP Forkabi dengan Surat
Keputusan.
d. DPLN Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat,
Dewan Pembina, Departemen.
8. Pimpinan Oranisasi Forkabi pada tingkatan dilengkapidengan:
a. Dewan Penasehat.
b. Dewan Kehormatan.
c. Dewan Pembina.
d. Dewan Pakar (Hanya ada di DPP Forkabi).
e. Penjelasan mengenai Dewan Penasehat, Dewan Kehormatan,
Dewan Pembina serta Dewan Pakar diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.
2. Keanggotaan Forkabi
a. Penerimaan Anggota Forkabi
Yang dapat diterima sebagai anggota biasa adalah masyarakat Betawi asli
dan para keturunannya atau yang mempunyai hubungan famili secara langsung
atau tidak langsung.
2. Anggota Kader
Anggota kader adalah anggota biasa yang telah menjadi pimpinan atau
pengurus atau biasa yang telah mengikuti jenjang kaderisasi yang terdiri dari :
a. Pratama
b. Madya
c. Utama
3. Anggota Kehormatan
Yang dapat diterima sebagai anggota kehormatan adalah para penduduk
Jakarta yang telah menetap sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun atau
mengakui sebagai masyarakat Betawi dan telah memberikan kontribusi yang
positif bagi masyarakat Betawi dengan sesungguhnya serta bertanggung jawab
menjaga citra Betawi.15
b. Syarat dan Kewajiban Anggota Forkabi
1. Berakhlak mulia dengan melaksanakan ajaran islam.
2. Berkewajiban menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai perjuangan
masyarakat Betawi.
3. Berkewajiban mentaati dan mematuhi segala peraturan dan keputusan
organisasi.
4. Membayar iuran Anggota.
15
c. Hak-hak Anggota Forkabi
1. Setiap Anggota mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan serta
perlindungan hukum yang sama dari organisasi.
2. Setiap Anggota mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat.
3. Setiap Anggota mempunyai hak untuk membela diri.
4. Anggota biasa berhak untuk memilih dan dipilih.
5. Anggota biasa mempunyai hak bicara dan suara.
6. Anggota kehormatan mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai
38
A. Sejarah Betawi dan Bentuk Pemerintahannya.
Daerah Khusus Ibukota (DKI Jakarta) adalah Ibukota Negara Republik
Indonesia. DKI Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki
status setingkat Propinsi.1 DKI Jakarta terletak dibagian barat laut Pulau Jawa,
dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (1527), Jayakarta (1527-1619),
Batavia, (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). (sesuai dengan ejaan yang
sekarang huruf D menjadi J).
1. Sunda Kelapa (1527).
DKI Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan kerajaan
Sunda yang bernama Sunda Kelapa, berlokasi di muara sungai Ciliwung. Ibukota
kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran
(sekarang Bogor). Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki
kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tarumanagara dan
Cimanuk. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari kerajaan
Tarumanagara pada abad ke-5 (lima) sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah
ada sejak abad ke-5 (lima) dan diperkirakan merupakan Ibukota Tarumanagara
yang disebut Sundapura.
1
Pada abad ke-12, pelabuhan tersebut dikenal sebagai pelabuhan lada yang
sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan
Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa membawa
barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat
warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komunitas dagang saat
itu.
2. Jayakarta (1527–1619).
Orang Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke DKI
Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang
ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan
dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari kerajaan
Sunda.2 Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka
tersebut diabadikan oleh masyarakat Sunda dalam cerita Pantun Seloka
Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya
yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana,
Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut.
Masyarakat Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan
tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak
rakyat Sunda disana termasuk Syahbandar pelabuhannya. Penetapan hari jadi DKI
Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota DKI Jakarta, pada tahun 1956
adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kelapa oleh Fatahillah
2
pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang
berarti "kota kemenangan".
3. Batavia (1619–1942).
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah
singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah
oleh pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat kesultanan Banten. Pada 1619,
VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah
mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya
menjadi Batavia.3 Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi
kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak
mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari
Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian
berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang
dikenal dengan nama etnis Betawi.
Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal
sebagai Kota Tua di DKI Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut,
sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat
Jatinegara Kaum. Sedangkan dari etnis pendatang, pada zaman kolonialisme
Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di DKI Jakarta
ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung
Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
3