PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT
KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN
GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT
SEBAGAI PEMODIFIKASI PERMUKAAN
TESIS
FITHRI INDAWAHYUNI 117006004/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT
KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN
GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT
SEBAGAI PEMODIFIKASI PERMUKAAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
FITHRI INDAWAHYUNI 117006004/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT
KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN
GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2013 Penulis,
Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI
NANOKOMPOSIT KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN CETILTRIMETILAMONIUM
BROMIDA, POLIETILEN GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI PEMODIFIKASI PERMUKAAN
Nama Mahasiswa : FITHRI INDAWAHYUNI Nomor Pokok : 117006004
Program Studi : Magister Ilmu Kimia
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Marpongahtun, MSc) (Saharman Gea, SSi, MSi, Ph.D)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT
KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN
GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT
SEBAGAI PEMODIFIKASI PERMUKAAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, Juli 2013
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai Sivitas Akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fithri Indawahyuni
Nomor Pokok : 117006004
Program Studi : Magister Ilmu Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusif Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT
KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN
GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, Juli 2013
Telah diuji pada
Tanggal : 04 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. Marpongahtun, M.Sc
Anggota : 1. Saharman Ghea, SSi, MSi, PhD
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D
3. Prof. Dr. Thamrin, MSc
4. Dr. Jamahir Gultom
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan Sumatera Utara pada tanggal 12 Juli 1971, anak kedua dari Bapak Syaifuddin Lubis (alm) dan Ibu Ida Herawati Egon (almh).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian tesis ini.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Sumatera Utara c.q Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa kepada
saya sebagai Mahasiswa Program Magister Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan program magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Magister Kimia Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Program Magister Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bapak Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan penelitian tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya ditujukan kepada :
1. Dr. Marpongahtun, MSc selaku pembimbing utama dan Saharman Gea, SSi, MSi, Ph.D, selaku anggota komisi pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam penyusunan tesis ini.
2. Kepala dan Staf Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Manager dan Staf PTPN III, khususnya Staf Laboratorium Bapak Sugimin dan Bapak Dhani, beserta asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan.
4. Rekan–rekan Mahasiswa Magister Kimia (S-2) Guru dan regular Angkatan 2011, dan Kak Leli di Sekretariat Program Studi Magister Kimia yang telah banyak membantu dalam memberikan motivasi, saran selama menjalankan perkuliahan dan penelitian. 5. Keluarga tercinta: Alm. Papa Syaifuddin Lubis dan Almh. Ibunda Ida Herawati
Egon, Alm. Papa Zainal Mudni dan Umak Arifah sebagai sumber motivasi terbesar ananda dalam menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada Suami Tercinta Zainal Arif, S.Ag; bintang-bintang kecil yang selalu berkilau indah di hati kami: Izzati Fadhilah, M. Zulhadi Asshiddiqi, Athifah Yumna, M. Zaky Aula dengan kasih sayang, cinta, kesabaran, pengertian, doa restu dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan Magister Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Serta seluruh sahabat yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah mendoakan saya, saya ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Hormat Penulis
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alam/organobentonit. Bentonit diisolasi dari clay yang berasal dari Kabupaten Benar Meriah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dimodifikasi secara organik dengan menggunakan CTAB, SDS dan PEG sebagai surfaktan kationik, anionik dan non-ionik, dengan konsentrasi 2,5 M. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan ke dalam karet alam yang sudah dimastikasi , dengan perbandingan 1, 3, 5, 7 dan 9 phr menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Untuk karakterisasi yang meliputi uji tarik, struktur, termal dan permukaan, produk dicetak tekan pada 50 kN suhu 150oC selama 15 menit. Khusus untuk uji tarik, sampel dibuat
dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Berdasarkan hasil yang didapat dari uji tarik dan stabilitas termal, sifat mekanik nanokomposit karet alam/organobentonit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alam/bentonit tanpa modifikasi. Nanokomposit karet alam/organobentonit PEG mulai mengalami kehilangan berat 5 % pada suhu 13,44 oC dan 10% pada suhu 12,73 oC sehingga stabilitas termalnya meningkat jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alam/organobentonit mulai mengalami kehilangan berat 5 % pada suhu 10,12 oC dan
10% pada suhu 9,59 oC. Spektra 2Ɵ dari XRD menunjukkan pertambahan jarak antar lapis bentonit. . Uji morfologi dengan SEM menunjukkan penyebaran yang merata
pada nanokomposit karet alam/bentonit yang dimodifikasi dengan PEG.
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NATURAL RUBBER/ ORGANOBENTONITE NANOCOMPOSITES MODIFIED ORGANICALLY BY USING CETYLTRIMETHYLAMMONIUM BROMIDE, POLYETHYLEN
GLYCOL AND SODIUM DODECYL SULFATE
ABSTRACT
The preparation and characterisation of natural rubber/organobentonite nanocomposites have been done. Bentonites isolated from clay obtained from Bener Meriah District, Province of Nanggroe Aceh Darussalam were modified organically by using CTAB, SDS and PEG respectively as a cationic, an anionic, and a non-anionic surfactant with the fixed concentration of 2,5 M. The modified bentonites were added to the masticated natural rubber in various composition with the ratio of 1, 3, 5, 7 and 9 phr and mixed them by using a two-roll mill at room temperature for 11 minutes. For characterizations including tensile, structural, thermal, and morphological tests, the products were put in a hot-press at 50 kN at 150oC for 15 minutes. Specially for the tensile test, the samples were provided follow ASTM D635 type-V. The results show that the tensile strength and thermal stability of natural rubber/organobentonite nanocomposite were imporoved significantly compared to natural rubber nanocomposite without any organically modification. Weight loss 5 % of natural rubber nanocomposite compared to non-modified bentonit occurs at temperature 10,12oC and 10% at temperature 9,59oC, while the nanocomposite with organobentonit decompose 5% at a higher temperature at 13,44° C and 10% at temperature 12,73°C, indicated an increase in thermal stability. The 2Ɵ from XRD spectra shifts to the right and morphological tests showed nanocomposites natural rubber/organobentonite modified using PEG spread evenly in the natural rubber compound.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR SINGKATAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Permasalahan 6
1.3.Pembatasan Masalah 6
1.4.Tujuan Penelitian 6
1.5.Manfaat Penelitian 6
1.6.Metodologi Penelitian 6
1.7.Waktu dan Lokasi Penelitian 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1.Bentonit 8
2.1.1 Jenis-jenis bentonit 9
2.1.2 Sifat fisika dan kimia bentonit 10
2.1.3 Kegunaan Bentonit 12
2.1.4 Bentonit Aceh 12
2.1.5 Modifikasi bentonit 14
2.1.6 Interkalasi Bentonit 15
2.2.Surfaktan 17
2.2.2 Polietilen Glikol (PEG) 20
2.2.3 Sodium Dodesil Sulfat (SDS) 21
2.3.Karet Alam 23
2.3.1.Sifat fisika dan kimia karet alam 26
2.3.2 Vulkanisasi karet alam 27
2.3.3.Bahan tambahan 29
2.4.Komposit 31
2.4.1. Polimer Nanokomposit 31
2.4.2. Aplikasi dan penggunaan nanokomposit 33
2.5. Analisis dan karakterisasi bahan polimer 34 2.5.1 Spektroskopi Infra merah Fourier Transform (FTIR)
34
2.5.2. Uji Tarik (Tensile Strength) 34
2.5.3 Kestabilan Termal (TGA)
39 2.5.4 Mikroskop Pemindai Elektron(SEM) 41
2.5.5. Difraksi Sinar-X (XRD) 41
2.5.6 Penentuan Ukuran Partikel (PSA) 43
BAB 3 METODE PENELITIAN 44
3.1.Alat – alat yang digunakan 44
3.2.Bahan – bahan yang digunakan 44
3.3.Prosedur Penelitian 45
3.3.1. Proses Preparasi Lempung Bentonit 45
3.3.2. Pembuatan Nanopartikel Bentonit 46
3.3.3. Proses Preparasi Lempung Bentonit menjadi Organo-Bentonit 46
3.3.4. Mastikasi Karet Alam 47
3.3.5. Pengujian Viskositas Karet Alam Termastikasi 47
3.3.6. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 48
3.4.Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 48
3.4.1. Uji Kemuluran/Uji Tarik 48
3.4.2. Analisa Kestabilan Termal (TGA) 49
3.4.3. Analisis Permukaan dengan SEM 49
3.4.4. Analisis Difraksi Sinar-X (XRD) 50
3.5.Bagan Penelitian 51
3.5.1. Proses Preparasi Lempung Bentonit 51
3.5.2. Pembuatan Nano Bentonit 52
3.5.3. Proses Preparasi Lempung Bentonit menjadi Organo-Bentonit 53
3.5.4. Mastikasi Karet Alam 54
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 55
4.1.Hasil Penelitian 55
4.1.1 Analisis Ukuran Partikel Bentonit 56
4.1.2 Uji Viskositas Mooney Karet Alam 56
4.1.3. Hasil Uji Mekanik Nanokomposit Karet Alam-Organobentonit 58
4.1.3.1 Penentuan Modulus Elastisitas Nanokomposit Karet
Alam- Organobentonit 58
4.1.3.2. Analisis Uji Kestabilan Termal 62
4.1.3.3 Analisis FTIR 65
4.1.3.4 Analisis Difraksi Sinar X (XRD) 71
4.1.3.5 Hasil Analisis Mikroskop Pemindai Elektron/SEM 77
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 79
5.1.Kesimpulan 79
5.2.Saran 80
DAFTAR PUSTAKA 81
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit 10
Tabel 2.2 Harga Rata-rata Kapasitas Tukar Ion 15
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Karet Alam 25
Tabel 4.1 Viskositas Karet Alam 56
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Nanokomposit Karet
Alam-Organobentonit 60
Tabel 4.3 Data kehilangan berat 5% dan 10% setelah Pengujian TGA 65
Tabel 4.4 Data Analisis FT-IR pada Partikel Nanobentonit 66
Tabel 4.5 Sudut 2 Ɵ dan nilai d-spacing dari masing-masing puncak khas
Bentonit 72
Tabel 4.6 Sudut 2 Ɵ dan nilai d-spacing dari masing-masing puncak khas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Strukutur Kristal Montmorilonit 11
Gambar 2.2 Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam 13
Gambar 2.3 Skema dari Clay dan Organo-Clay 16
Gambar 2.4 Jenis-jenis Komposit 16
Gambar 2.5 Rumus Molekul CTAB 19
Gambar 2.6 Reaksi antara Garam Ammonium dengan Natrium
Bentonit 20
Gambar 2.7 Rumus Molekul PEG 20
Gambar 2.8 Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG 21
Gambar 2.9 Rumus Molekul SDS 21
Gambar 2.10 Modifikasi permukaan bentonit oleh molekul SDS 23 Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 Poliisoprena Pembentuk Molekul karet alam 28
Gambar 2.12 Vulkanisasi Karet Alam 28
Gambar 2.13 Distribusi Silikat Berlapis dalam Matriks Polimer 33 Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastik 35
Gambar 2.15 Kurva Hubungan terhadap Regangan 36
Gambar 2.16 Kurva Tegangan Regangan Bahan Kenyal 38
Gambar 2.17 Skema Termogram bagi Reaksi Dekomposisi Satu Tahap 41
Gambar 3.1 Gambar Spesimen Uji Tarik 48
Viskositas dan Berat Molekul Karet Alam 58
Gambar 4.4 Alat dan Sampel Uji Tarik 59
Gambar 4.5 Kurva Regangan-Tegangan Nanokomposit
Karet Alam-Organobentonit 61
Gambar 4.6 Kurva Kestabilan Termal Nanokomposit Karet
Alam-Organobentonit 63
Gambar 4.7 Spektrum Analisis FTIR bentonit dan organobentonit 67
Gambar 4. 8 Spektrum Analisis FTIR dari CTAB 68
Gambar 4. 9 Spektrum Analisis FTIR dari PEG 69
Gambar 4.10 Spektrum Analisis FTIR dari SDS 70
Gambar 4.12 Difraktogram bentonit tidak termodifikasi dan
bentonit termodifiksi 71
Gambar 4.13 Perbesaran Difraktogram bentonit tidak termodifikasi
dan bentonit yang dimodifikasi 73
Gambar 4.14 Difraktogram nanokomposit karet alam/bentonit tidak
termodifikasi dan karet alam/ bentonit yang termodifikasi 74 Gambar 4.15 Perbesaran skala difraksi sinar X puncak khas bentonit 75
Gambar 4.16 Difraktogram karet alam 76
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran1 Daftar Konversi Mesh ke Mikron 88
Lampiran 2 Hasil Pengukuran Nanopartikel Bentonit 89
Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Viskositas Karet Alam 90
Lampitran 4 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet Alam/Bentonit 92 Lampiran 5 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet Alam/Bentonit-CTAB 93 Lampiran 6 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet Alam/Bentonit-PEG 94 Lampiran 7 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet Alam/Bentonit-SDS 95 Lampiran 8 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet Alam/Bentonit 96
Lampiran 9 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet Alam/Bentonit-CTAB 97
Lampiran 10 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet Alam/Bentonit-PEG 98
Lampiran 11 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet Alam/Bentonit-SDS 99
Lampiran 12 Spektrum FT-IR Nanokomposit Karet Alam/ Bentonit 100
Lampiran 13 Spektrum FT-IR Bentonit-CTAB 101
Lampiran14 Spektrum FT-IR Bentonit-PEG 102
Lampiran15 Spektrum FT-IR Bentonit-SDS 103
Lampiran16 Spektrum XRD Bentonit 104
Lampiran 17 Spektrum XRD Bentonit-CTAB 105
Lampiran18 Spektrum XRD Bentonit-PEG 107
Lampiran19 Spektrum XRD Bentonit-SDS 109
Lampiran 20 Spektrum XRD Nanokomposit Karet Alam/Bentonit 111 Lampiran 21 Spektrum XRD Nanokomposit Karet Alam/
Bentonit-CTAB 113
DAFTAR SINGKATAN
CTAB : Cetiltrimetilamonium Bromida EPDM : Etilen Propilen Diena Monomer FT-IR : Fourier Transform-Infra Red
PEG : Polietilen Glikol phr : per hundred rubber
PLS : Polimer Berlapis Silikat PSA : Particle Size Analyzer
SDS : Sodium Dodesil Sulfat
SEM : Scanning Electron Microscope
SIR : Standard Indonesian Rubber
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT KARET ALAM/ORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alam/organobentonit. Bentonit diisolasi dari clay yang berasal dari Kabupaten Benar Meriah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dimodifikasi secara organik dengan menggunakan CTAB, SDS dan PEG sebagai surfaktan kationik, anionik dan non-ionik, dengan konsentrasi 2,5 M. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan ke dalam karet alam yang sudah dimastikasi , dengan perbandingan 1, 3, 5, 7 dan 9 phr menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Untuk karakterisasi yang meliputi uji tarik, struktur, termal dan permukaan, produk dicetak tekan pada 50 kN suhu 150oC selama 15 menit. Khusus untuk uji tarik, sampel dibuat
dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Berdasarkan hasil yang didapat dari uji tarik dan stabilitas termal, sifat mekanik nanokomposit karet alam/organobentonit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alam/bentonit tanpa modifikasi. Nanokomposit karet alam/organobentonit PEG mulai mengalami kehilangan berat 5 % pada suhu 13,44 oC dan 10% pada suhu 12,73 oC sehingga stabilitas termalnya meningkat jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alam/organobentonit mulai mengalami kehilangan berat 5 % pada suhu 10,12 oC dan
10% pada suhu 9,59 oC. Spektra 2Ɵ dari XRD menunjukkan pertambahan jarak antar lapis bentonit. . Uji morfologi dengan SEM menunjukkan penyebaran yang merata
pada nanokomposit karet alam/bentonit yang dimodifikasi dengan PEG.
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NATURAL RUBBER/ ORGANOBENTONITE NANOCOMPOSITES MODIFIED ORGANICALLY BY USING CETYLTRIMETHYLAMMONIUM BROMIDE, POLYETHYLEN
GLYCOL AND SODIUM DODECYL SULFATE
ABSTRACT
The preparation and characterisation of natural rubber/organobentonite nanocomposites have been done. Bentonites isolated from clay obtained from Bener Meriah District, Province of Nanggroe Aceh Darussalam were modified organically by using CTAB, SDS and PEG respectively as a cationic, an anionic, and a non-anionic surfactant with the fixed concentration of 2,5 M. The modified bentonites were added to the masticated natural rubber in various composition with the ratio of 1, 3, 5, 7 and 9 phr and mixed them by using a two-roll mill at room temperature for 11 minutes. For characterizations including tensile, structural, thermal, and morphological tests, the products were put in a hot-press at 50 kN at 150oC for 15 minutes. Specially for the tensile test, the samples were provided follow ASTM D635 type-V. The results show that the tensile strength and thermal stability of natural rubber/organobentonite nanocomposite were imporoved significantly compared to natural rubber nanocomposite without any organically modification. Weight loss 5 % of natural rubber nanocomposite compared to non-modified bentonit occurs at temperature 10,12oC and 10% at temperature 9,59oC, while the nanocomposite with organobentonit decompose 5% at a higher temperature at 13,44° C and 10% at temperature 12,73°C, indicated an increase in thermal stability. The 2Ɵ from XRD spectra shifts to the right and morphological tests showed nanocomposites natural rubber/organobentonite modified using PEG spread evenly in the natural rubber compound.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Produksi karet di Indonesia meningkat secara perlahan dari 2.440.347 ton di tahun 2009 menjadi 2.990.184 ton pada 2011. Kemudian jumlah ini terus meningkat di tahun 2012 sebesar 3.040.376 dan diperkirakan pada tahun 2013 sebesar 3.100.000 ton. Produksi karet Indonesia masih didominasi oleh karet rakyat dengan luasan terbesar diusahakan oleh jutaan petani mandiri dan memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara. Selain itu, karet rakyat mampu menyerap CO2 sebesar
121.942.555 ton per tahun yang dapat mengurangi pemanasan global (Reducing Global Warming). Dengan demikian proses produksi karet rakyat tetap dapat menjaga
nilai-nilai ramah lingkungan (Environmentally Friendly Values) (Virdhani, 2013)
Produksi karet ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahan-lahan kosong yang masih tersedia dan disertai dengan perbaikan sistem tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi. Salah satu cara adalah pemanfaatan mineral alam yang tersedia melimpah seperti montmorillonit (MMT), bentonit, zeolit dan clay (Bandyopadhyay, 2011).
Indonesia mempunyai deposit batuan bentonit yang sangat melimpah di Indonesia dan tersebar di beberapa lokasi yaitu di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan jumlah cadangan lebih dari 380 juta ton. Ini merupakan aset yang sangat potensial dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya (Syuhada dkk, 2009).
2003), untuk uji aktivitasnya pada reaksi kimia (Sheilatina, 2005) dan (Lubis, 2007) dan bentonit yang digunakan hanya bentonit dari salah satu daerah di Aceh Utara. Aceh merupakan daerah yang banyak mengandung bentonit yang mencapai 2.618.224.030,20 ton (Pusat Sumber daya geologi Aceh, 2009)
Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit (80%) dengan rumus kimia Mx(Al4- xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O. Kandungan lain dalam bentonit merupakan
pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Struktur monmorilonit terdiri dari 3 lapis yang terdiri dari 1 lapisan alumina (AlO6)
berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh 2 buah lapisan silika (SiO4)
berbentuk tetrahedral. Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na+, Ca2+ dan Mg2+ dan memiliki jarak (d-spacing) sekitar 1,2 – 1,5 μm. Studi tentang organobentonit menjadi suatu hal yang
penting dalam pembuatan komposit berbasis bentonit. Lapisan-lapisan dalam bentonit teraglomerasi (menggumpal) karena adanya gaya tarik menarik antar partikel. Dengan teknik tertentu seperti modifikasi permukaan gaya tersebut dapat dikurangi sehingga jarak antar lapis dalam struktur bentonit (d-spacing) akan bertambah besar (>1,5 nm).
Modifikasi dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan, dimana bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi hidrofobik sehingga memungkinkan bentonit berinteraksi antarmuka dengan beberapa matriks polimer yang berbeda. Bentonit hasil modifikasi dengan rantai alkil organik panjang yang disebut organo-clay. Tanpa perlakuan organik ini, bentonit tidak akan menyebar ke polimer dan tetap sebagai partikel berukuran mikron dan hanya sebagai pengisi biasa. Senyawa organik yang paling umum digunakan adalah alkilamonium, yang memiliki berbagai panjang rantai dan adanya gugus fungsi, bisa sebagai amina primer, amina sekunder, amina tersier atau amina kuarterner. Alkilammonium, sampai saat ini sangat sukses dalam sintesis dan dalam pengembangan bahan polimer nanokomposit (Morgan, 2007).
pembuatan nanokomposit antara material polimer dan organoclay pada fasa leleh, diharapkan dengan adanya gaya puntir (shear) jarak antar layer pada organoclay akan semakin membesar dan akhirnya terjadi delaminasi struktur pada bentonit atau lebih dikenal dengan istilah eksfoliasi, dimana lapisan-lapisan bentonit dalam ukuran nano ini akan terdispersi dalam matriks polimer (Syuhada, 2009). Kation eksternal dan internal dapat ditukar dengan ion organik atau non organik lainnya, seperti ion alkil ammonium kuaterner (Lagaly,1991). Syuhada pada tahun 2005 memodifikasi permukaan bentonit dengan menggunakan di-(hydrogenatedtallow)-dimetilamoniumklorida (DTAC) dengan rumus kimia [(CH3)2N+R1R2Cl], ternyata
terjadi peningkatan stabilitas panas dan d-spacing dibandingkan bentonit murni.
Yun-Hwei Shen pada tahun 2000 meneliti beberapa jenis surfaktan untuk memodifikasi permukaan clay dengan membandingkan surfaktan non ionik dan kationik, dapat disimpulkan bahwa surfaktan non ionik meningkatkan jarak antar lapis clay lebih baik dibandingkan dengan menggunakan surfaktan kationik. Singla et al, (2012)
membuktikan bahwa pada modifikasi bentonit menjadi organobentonit terjadi peningkatan basal spacing sebanding dengan bertambahnya panjang rantai alkil dari
ion alkil ammonium kuaterner yang digunakan sebagai surfaktan.
Bahan pengisi yang dimasukkan ke dalam suatu elastomer dalam upaya untuk mengubah sifat bahan komposit sesuai yang diinginkan dan juga ditujukan untuk mengurangi biaya. Pengisi yang biasa digunakan dalam industri karet termasuk karbon hitam, mineral pengisi seperti karbonat tanah liat, silika dan kalsium. Okada et al,
(1995) meneliti bahwa karet akrilonitril-butadien dengan hanya 10 phr organoclay dapat mencapai kekuatan tarik yang sama dengan menggunakan 40 phr karbon hitam. Permeabilitas gas dari Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM)-clay meningkat
Nanofillers merupakan sebuah seni dan paling menarik di antara pengisi karena dapat berfungsi sebagai pengisi yang lebih baik dalam jumlah yang lebih sedikit. Bidang nanoteknologi merupakan salah satu penelitian yang populer dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama nanokomposit berbasis karet untuk difungsikan dalam berbagai aplikasi. Beberapa tahun terakhir ini nanokomposit polimer berlapis silikat (PLS) telah menarik minat yang besar karena dapat meningkatkan sifat material yang luar biasa jika dibandingkan dengan polimer alami atau komposit konvensional. Peningkatan sifat ini meliputi peningkatan modulus (Biswas, 2001), kekuatan dan ketahanan panas (Giannelis, 1998), penurunan permeabilitas gas (Messersmith, 1995), mudah terbakar (Gilman, 2000), serta peningkatan biodegradabilitas polimer (Ray, 2002; Vijaylekshmi, 2009).
Vijaylakshmi (2009) melakukan studi tentang pembuatan nanokomposit karet alam/clay nanokomposit dengan menggabungkan karet alam-g-maleat anhidrat dengan nanopartikel cloisit 30B. Penggunaan organoclay sebagai bahan pengisi juga telah diteliti oleh Viet et al, (2008) dimana terjadi peningkatan modulus dan kekerasan
nanokomposit karet alam. Carli et al, (2011), telah membandingkan silika dan
organoclay sebagai bahan pengisi untuk nanokomposit karet alam dimana 50 phr silika dapat digantikan dengan 4 phr organoclay dengan sifat mekanik yang sama.
Pemanfaatan nanokomposit karet alam-clay telah banyak digunakan dalam bidang automotif antara lain sebagai komponen badan kendaraan, seal, dan ban.
Bentonit yang akan digunakan dari penelitian ini adalah dari bentonit alam Aceh dan telah diambil dari Kecamatan Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penelitian dilakukan dengan beberapa pengujian untuk menyelidiki karakteristik dari bentonit alam Kabupaten Bener Meriah sehingga menjadi bentonit nanopartikel dan akan digunakan sebagai filler nanokomposit karet alam/organobentonit.
Selanjutnya penelitian ini membandingkan modifikasi organik dari surfaktan anion, kation dan non ionik untuk dijadikan nanofiller dalam komposit karet alam. Karet alam dengan sifat istimewanya yang elastis, sementara nanopartikel bentonit yang telah dimodifikasi secara organik sedemikian rupa akan berikatan dengan karet alam diharapkan dapat menghasilkan nanokomposit dimana adanya organobentonit diharapkan dapat meningkatkan kekuatan karet alam tanpa mengurangi sifat elastisitasnya.
1.2Permasalahan
Adapun permasalahan yang ditemui pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana teknik isolasi bentonit dan penyediaan nanopartikel bentonit
2. Bagaimana metode pembuatan organobentonit dengan menggunakan surfaktan anion, kation dan non ionik
3. Bagaimana memanfaatkan bentonit termodifikasi surfaktan tersebut untuk pembuatan nanokomposit karet alam/organobentonit
4. Bagaimana karakteristik bentonit termodifikasi surfaktan dan nanokomposit karet alam/organobentonit yang terbentuk.
1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
2. Karet Alam yang digunakan berasal dari Perkebunan PTPN III Kecamatan Dolok Merawan, Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
3. Pembuatan nanopartikel bentonit dengan menggunakan high-energy Ball Mill
4. Modifikasi organobentonit menggunakan surfaktan CTAB, SDS dan PEG yang didapat secara komersial
5. Pembuatan nanokomposit dengan cara pencampuran terbuka menggunakan two- roll mill pada suhu kamar.
1.4Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi bentonit dan mengubahnya menjadi nanopartikel bentonit
2. Memodifikasi permukaan nanopartikel bentonit menjadi bentonit termodifikasi dan mengkarakterisasinya
3. Membuat nanokomposit karet alam/organobentonit
4. Menguji kekuatan tarik, kestabilan thermal, struktur dan uji morfologi dari nanokomposit karet alam/organobentonit.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah terhadap karet alam dan bentonit dalam menghasilkan nanokomposit serta memberikan sumbangan bagi peningkatan teknologi industri khususnya industri karet dan bahan galian bentonit.
1.6Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yaitu untuk memodifikasi permukaan bentonit dan membuat nanokomposit karet alam/bentonit serta dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
Tahap I : Proses pembuatan dan karakterisasi nanopartikel bentonit
CTAB, PEG dan SDS
Tahap III: Pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alam/organobentonit Adapun variabel yang digunakan adalah :
Variabel bebas : Komposisi nanopartikel bentonit
Variabel terikat : Hasil analisa uji XRD, SEM, uji tarik dan uji kestabilan termal, analisa ukuran partikel dan pengukuran viskositas Variabel tetap :1.Konsentrasi surfaktan 2,5 M
2. Temperatur Hot Press 150oC
3. Waktu vulkanisasi 15 menit
1.7. Waktu dan Lokasi Penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Bentonit
Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk clay yang mengandung monmorillonit. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit (80%) dengan rumus kimia [Al l.67Mg 0.33 (Na0.33 )]Si4O10 (OH)2. Warnanya bervariasi dari putih ke
kuning, sampai hijau zaitun, coklat kebiruan. Bentonit berasal dari perubahan hidrotermal dari abu vulkanik yang disimpan dalam berbagai air tawar (misalnya, danau alkali) dan cekungan laut (fosil laut yang melimpah dan batu kapur), ditandai dengan energi pengendapan yang rendah oleh lingkungan dan kondisi iklim sedang. Hamparan bentonit berkisar pada ketebalan dari beberapa sentimeter hingga puluhan meter (sebagian 0,3-1,5 m) dan dapat lebih dalam lagi sampai ratusan kilometer. Bentonit banyak terdapat secara luas di semua benua. Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit (Utracki, et. al, 2004). Bentonit dikenal dan dipasarkan dengan berbagai
sinonim seperti sabun tanah liat, sabun mineral, wilkinite, staylite, vol-clay, aquagel, ardmorite, dan refinite (Johnston, 1961).
2.1.1 Jenis-jenis Bentonit
Klasifikasi bentonit dibuat dengan terlebih dahulu menyelidiki karakteristik struktural seperti komposisi kimia dan mineralogi, kapasitas tukar kation dan luas permukaan spesifik. Bentonit alam baik natrium atau kalsium bentonit memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda. Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Na-bentonit –Swellingbentonite (Tipe Wyoming)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan
berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+).
Kandungan Na2O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2%. Karena
sifat-sifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran, penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam.
2. Ca-bentonit –non swelling bentonite.
Ca-bentonit ditandai dengan kemampuan penyerapan air dan kemampuan mengembang yang rendah dan tidak mampu untuk tetap tersuspensi dalam air. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan
coklat. Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna pada minyak kelapa (Porta, 2010 dan Supeno, 2009).
2.1. 2 Sifat Fisika dan Kimia Bentonit
Sifat–sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan plastis, berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun. Bila dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air hujan bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan rekahan yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557; dan titik lebur 1330-1430 oC (Johnstone, 1961).
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit
Senyawa Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)
SiO2 61,3-61,4 62,12
Al2O3 19,8 17,33
Fe2O3 3,9 5,30
CaO 0,6 3,68 MgO 1,3 3,30 Na2O 2,2 0,50
K2O 0,4 0,55
H2O 7,2 7,22
Sumber: Puslitbang Tekmira, 2005
Struktur bangun lembaran bentonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Silika (O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M (O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran ini dapat menyusun hampir 85 % dari bentonit (Ray, 2003, Utracki, 2004).
Gambar. 2.1. Struktur Kristal Montmorillonit, terdiri dari tiga unit lapisan, yaitu dua unit lapisan tetrahedral (mengandung ion silika) yang mengapit satu lapisan oktahedral ( mengandung ion besi dan magnesium)
Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit
meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik
Dari keanekaragaman jenis lempung, montmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut, mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.
[image:33.612.148.559.86.304.2]2.1.3 Kegunaan Bentonit
Bentonit terutama digunakan dalam dalam pengecoran pasir, lumpur bor, pengecoran logam, absorben, sebagai campuran berbagai komposit, bahan makanan untuk unggas dan hewan peliharaan, penjernihan, pembuatan makanan, kosmetik dan obat-obatan. Bentonit telah digunakan untuk penjernihan cairan (terutama anggur putih dan jus). Bentonit juga merupakan adsorben yang paling banyak digunakan, juga berfungsi sebagai zat pemutih (bleaching) dan katalis. Sekitar 6 juta ton bentonit diproduksi setiap tahunnya (Utracki, 2004).
2.1.4 Bentonit Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung Barat Laut Pulau Sumatera, luasnya mencakup 12,26 % Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390 km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini,
akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi.
Bahan galian logam dan bukan logam di Aceh banyak yang belum di kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga, mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung, sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal, kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue (http://bisnis investasi. Acehprov.go.id/pertambangan.php).
dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan,dan 23 kampung (http://www.benermeriahkab.go.id/index.php/tata-ruang/geografi-tofologi).
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
salah satu desa yang terletak di kecamatan Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Bireuen.
Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan lapangan serta analisa laboratorium, di Kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian bukan logam berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Endapan bentonit untuk Desa Negeri Antara sampai saat ini belum diteliti.
2. 1. 5 Modifikasi Bentonit
Clay biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang berbeda. Sumber utama dari muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah ion-ion yang berada di sekitar mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion bersifat stoikiometris dan berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi. Pertukaran ion adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat pada antarlapis kristal digantikan oleh kation dari larutan. Dalam air, kation pada permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan, yang dikenal dengan‖exchangeable cation‖. Kemampuan tersebut
dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram clay kering yang disebut cation exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation (KTK) tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Harga KTK mineral clay bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid dalam clay tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan harga rata-rata KTK berbagai mineral clay.
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar sudut satuan silika-alumina dalam montmorilonit akan menimbulkan ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+ dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan struktur montmorilonit (Galimberti, 2011).
Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral KTK (mek/100 gram)
Montmorillonit 80-120
Hektorit 120 Saponit 85
Vermikulit 150 Kaolinit 3-15 Sepiolit-palygorskit 20-30
Allophan 25
Imogolit 17-40
Sumber: Galimberti, 2011
2. 1. 6 Interkalasi Bentonit
Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik. Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan
kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay. Interkalasi didasari atas pertukaran kation yang terdapat pada antar lapis lempung, seperti Na+, K+, dan Ca2+. Interkalasi ke dalam struktur lempung mengakibatkan peningkatan luas permukaan, basal spacing (jarak dasar antar lapis silikat montmorillonit), dan
lapisnyapun menjadi lebih stabil daripada sebelum diinterkalasi. Skema terjadinya proses interkalasi ditunjukkan dalam Gambar 2.3 (Gatos, et.al, 2010).
Tujuan dari interkalasi adalah untuk: 1. Memperluas jarak interlayer
2. Mengurangi interaksi solid-solid antara lempung
[image:38.612.141.483.260.485.2]3. Meningkatkan interaksi antara lempung dan matriks (Utracki, 2004).
Gambar 2.3 Skema dari: a) clay dan b) organo modified clay, dimana R dapat digantikan dengan komponen kimia lain
Gambar 2.4 Jenis-jenis komposit: a) mikrokomposit, fase terpisah; (b) nanokomposit eksfoilasi ; (c) nanokomposit interkalasi; (d) nanokomposit interkalasi dan flokulasi
Pada Gambar 2.4.a Clay termodifikasi tidak tersebar dalam matriks karet secara efisien. Terjadi penggumpalan dimana terjadi tumpukan lapisan clay. Hal ini biasa terjadi pada mikrokomposit. Nanokomposit (Gambar 2. 5.b-d) dengan adanya partikel clay dalam ukuran nano, penyebaran lempung dalam matriks jauh lebih efisien, dimana dapat terjadi lapisan tunggal ataupun berupa tumpukan dari beberapa lamella (Galimberti et al, 2011)
Lapisan silikat dari montmorillonit yang dapat diinterkalasi dan dieksfoliasi menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk meningkatkan sifat termal (Leszczynska, 2007), penyerapan air, dan dapat mengurangi sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (Qin, et al, 2004), meningkatkan sifat
mekanik (Ding, et al., 2005 ; Kim dan Hoang, 2006; Sharma, 2009), meningkatkan
sifat fire retardancy (Wang, et al, 2011), dan meningkatkan derajat degradasi (Shi, et al, 2007).
2. 2 Surfaktan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain (Myer, 2006).
Mekanisme adsorpsi surfaktan ke dalam molekul bentonit untuk membentuk organobentonit tergantung kepada struktur kimia, jenis dan jumlah gugus fungsi yang ada. Adsorbsi berbagai jenis surfaktan ke permukaan partikel bentonit dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Bentonit yang bermuatan negatif akan berikatan kuat dengan molekul bermuatan positif. Dengan demikian surfaktan kationik akan teradsorbsi dengan gaya elektrostatis.
b. Surfaktan nonionik teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan hidrogen dan gaya van der Waals.
Mao, et al (2010) menyimpulkan bahwa interkalasi surfaktan ke dalam lapisan
bentonit terjadi dengan dua gaya: a) gaya van der Waals diantara rantai hidrokarbon dan b) gaya elektrostatis antara gugus hidrofilik surfaktan. Penambahan muatan yang berlawanan meningkatkan gaya van der Waals antara rantai hidrokarbon dan mengurangi gaya elektrostatis.
2.2.1 Cetiltrimetilamonium Bromida (CTAB)
CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus molekul C19H42BrN, dengan berat
[image:42.612.113.514.329.409.2]molekul 364,45 g/mol. Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-243oC. Sebagai surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.
Gambar. 2.5. Rumus Molekul CTAB
Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan melalui reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan menggunakan alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya menggunakan CTAB. Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi ke dalam lapisan clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay (Boyd, 2001).
Polaritas mineral clay dapat diganti dengan kation organik, dimana ion logam anorganik melepaskan muatan negatif pada lapisan silikat. Reaksi antara CTAB dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut:
C19H42N+ Br+ + Na+ -bentonit C19H42N+ -bentonit + Na+ Br-………...(2.1)
Gambar 2.6. Reaksi antara Garam Ammonium dengan Na-bentonit
2. 2. 2 Polietilen Glikol (PEG)
[image:43.612.110.522.556.719.2]PEG termasuk golongan polieter yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Selain itu PEG juga berfungsi sebagai surfaktan nonionik. Rumus molekulnya H-(O-CH2-CH2)n-OH dengan berat molekul bervariasi.
Gambar. 2.7. Rumus Molekul PEG
Sebagai surfaktan nonionik. PEG akan teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan hidrogen ini, gaya tarik elektrostatis akan berkurang (Wayne, 2006). Shen (2001), dalam percobaannya menyimpulkan bahwa penggunaan PEG sebagai surfaktan nonionik lebih stabil dan memiliki kapasitar tukar ion yang lebih besar dibandingkan dengan surfaktan kationik.
Si Si Si Si
O O O O O O O O
H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n
Si Si Si Si
Gambar 2.8. Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG berikatan dengan SiO2 bentonit dan membentuk antar lapis bentonit yang lebih besar setelah dimodifikasi
Gambar 2.8 menjelaskan mekanisme modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen pada molekul PEG, menyebabkan PEG dapat terinterkalasi ke permukaan bentonit.
2. 2. 3 Sodium Dodesil Sulfat (SDS)
SDS merupakan surfaktan anionik dengan rumus molekul CH3(CH2)11SO3Na dan berat
[image:44.612.122.511.431.531.2]molekul 288,372 g/mol. SDS banyak digunakan sebagai bahan pembuatan detergen. SDS tidak bersifat karsinogenik walaupun mudah mengiritasi kulit.
Gambar. 2.9. Rumus Molekul Sodium Dodesil Sulfat
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan
anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar.
Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan
anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Gambar 2.9 menunjukkan
modifikasi bentonit oleh SDS.
(a) bentonit (b) penyisipan molekul SDS di antara permukaan partikel bentonit
[image:45.612.98.519.281.619.2](c) terjadi peningkatan jarak antar lapis bentonit dengan adanya interkalasi SDS
2.3 Karet Alam
Karet alam adalah material polimer yang didapat dari tanaman Havea braziliensis yang
merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuh optimal di dataran rendah dengan ketinggian 0-200 m dpl. Makin tinggi tempat, pertumbuhan karet makin lambat dan hasilnya lebih rendah (Ariyantoro, 2006).
Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis
merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahan-bahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan-bahan-bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap. Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format (Hani, 2009). Koagulum yang terkumpul kemudian digiling dengan roll mil, untuk membuang kelebihan air dan dikeringkan. Sebagian besar kemudian diolah dalam bentuk bal dan lembaran (Ciesielski, 1999). Ion kalium pada lateks terdapat dalam jumlah paling besar. Kandungan ion magnesium yang terdapat dalam lateks amoniakal cukup rendah, hal ini dikarenakan sebagian besar ion magnesium membentuk endapan magnesium amonium posfat dengan amonium. Kandungan ion besi dalam lateks komersial sangat bervariasi karena adanya kontaminasi dari kontainer yang dipakai. Karet alam merupakan suatu senyawa polimer hidrokarbon yang panjang. Partikel karet berbentuk bulat berukuran antara 5 nm – 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah senyawa yang mengandung 5 atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk suatu senyawa isoprena (C5H8). Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang
berikatan secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan geometri 98%
cis-1,4-poliisoprena dan 2% trans-1,4-cis-1,4-poliisoprena (Archer et.al., 1963). Karet alam tidak
biasanya digunakan dalam reaksi kimia (Simpson, 2002). Rumus molekul karet cis-1,4 poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena dapat dilihat pada Gambar. 2.11.
n
Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 poliisoprena pembentuk molekul karet alam
Komposisi kimia karet alam dapat dilihat pada Tabel 2. 3.
Tabel 2.3. Komposisi kimia karet alam
Sumber: Tanaka, 1998
Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks. Lapisan dalam adalah lapisan hidrofobik dan lapisan luar adalah lapisan hidrofilik. Lapisan hidrofilik mengandung
No Bahan Kadar (%)
1 Hidrokarbon karet 93,7
2 Fosfolipid lemak 2,4
3 Glikolipid 1,0
4 Protein 2,2
5 Karbohidrat 0,4
6 Bahan-bahan organik 0,2
protein dan sabun (Tanaka, 1998). Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami.
Meskipun struktur kimia polimer karet alam selalu sama, poli isoprene, karet alam digolongkan ke dalam kelas berdasarkan tingkat kotorannya. Jenis yang paling populer adalah karet lembaran (Rubber Smoke Sheet) dan Karet remah (Crumb Rubber) yang digolongkan dalam SIR
(Standard Indonesian Rubber) 5, 10, dan 20. Semakin kecil angkanya maka semakin sedikit kadar kotorannya sehingga harganyapun semakin mahal (Ciesielski,1999).
2. 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam
Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah diubah-ubah bentuk. Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer.
Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi besar dalam dunia perindustrian. Struktur molekulnya berupa jaringan (network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang
relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam memiliki kuat tarik (tensile strength), daya pantul tinggi (rebound resilience),
kelenturan (flexing), daya cengkeram yang baik, kalor timbul yang
rendah/tidak mudah panas (heat build up), elastisitas tinggi, daya aus yang
Akan tetapi, karet alam juga memiliki kelemahan. Karet alam merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya juga rendah. Kondisi demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon, degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam, terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan lingkungan ekstrim. Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009).
Sejak satu dekade lalu seiring dengan berkembang pesatnya nanoteknologi di seluruh dunia, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet yang diperkuat dengan partikel nanometer seperti montmorillonite, kaolin, nano-kalsium karbonat, nanosilica, nano-magnesium hidroksida, attapulgite clay, and halloysite telah menjadi perhatian para peneliti di pusat-pusat penelitian karet (Gonzales, dkk, 2008). Ciri umum dari nanokomposit ini adalah tidak lagi bergantung pada bahan berbasis petrokimia dan umumnya memanfaatkan bahan yang terbaharukan, ramah lingkungan serta harga murah. Harga karet alam semakin menaik akibat tingginya permintaan pasar sementara lahan untuk memperlebar kebun penanaman pohon karet semakin berkurang. Bencana alam yang kerap mengganggu produksi karet juga ikut meyebabkan harga karet semakin mahal. Demikian juga halnya arang hitam yang diproduksi dari bahan petrokimia semakin mahal. Untuk itu, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet alam yang diperkuat dengan serat atau partikel alam berukuran nano sangat penting dalam pembuatan dan penyediaan produk karet dengan kualitas tinggi tetapi harga rendah dan ramah lingkungan.
2. 3. 2 Vulkanisasi Karet Alam
(1839) yang menemukan metode vulkanisasi karet alam dengan belerang sehingga karet alam dapat diubah elastisitasnya. Vulkanisasi karet alam melibatkan pembentukan ikatan silang –S–S– di antara rantai poliisoprena. Vulkanisasi karet berguna untuk menghasilkan karet alam dengan derajat elastisitas sesuai harapan.
Pada vulkanisasi karet alam, penyisipan rantai-rantai pendek dari atom belerang akan mengikat secara silang di antara dua rantai polimer karet alam. Jika jumlah ikatan silang relatif besar, polimer dari karet alam menjadi lebih tegar (Gambar 2. 12).
Gambar. 2.12. Pada vulkanisasi karet alam, makin banyak ikatan silang, makin tegarkaret yang terbentuk.
Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO.
Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.
2. 3. 3. Bahan Tambahan
Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak ini juga berfungsi sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan mengkilap. Contohnya : asam stearat, parafin, lilin, faktis, resin, damar dan lain-lain.
Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik. Misalnya,
Mercapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole (MBT), dan
Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan bahan pemercepat
anorganik, misalnya karbonat, timah hitam, magnesium, dan lain-lan (Mark dan Erman, 2005).
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the coumpond).
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang, terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna, jenis bahan antioksidan diantaranya butilated hidroksi toluen (BHT) dan phenil-beta-naphthyl-amine (PBN).
Bahan Pengisi (filler): Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan, ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Kemampuan filler untuk
memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Akan tetapi
sifat penguatnya lebih rendah dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti sejak dikenalkan nanokomposit polyamida-organoclay. Clay dan mineral clay termasuk montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2002).
Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau silika, memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi penguatan ini terutama disebabkan dua efek: (i) pembentukan jaringan pengisi terikat secara fleksibel dan (ii) kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang spesifik (Vilgis, et al, 2009)
2.4 Komposit
Komposit dapat didefinisikan sebagai yang terdiri dari dua atau lebih material dimana sifat kimia dan fisika yang berbeda dipisahkan oleh sebuah gaya antarmuka yang berbeda. Komposit, menjadi bahan penting hari ini, karena memiliki keuntungan seperti berat molekul rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan tinggi, dan lebih cepat proses pembuatannya. Komposit banyak digunakan sebagai bahan dalam membuat material pesawat, kemasan peralatan elektronik untuk medis, dan beberapa bahan bangunan rumah. Perbedaan antara campuran dan komposit adalah bahwa dalam komposit dua konstituen utama tetap dikenali sementara dalam campuran mungkin tidak dikenali. Bahan utama yang biasa digunakan adalah kayu, beton, keramik, dan sebagainya (Thomas, et.al., 2012)
2. 4. 1 Polimer Nanokomposit
Nanokomposit adalah suatu komposit dimana setidaknya salah satu fase berukuran nanometer. Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya.
Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan men