• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA Sawit (Elaeis guineensis jacq.) YANG DITANAM PADA MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA Sawit (Elaeis guineensis jacq.) YANG DITANAM PADA MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis FMA yang digunakan tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2. Sterilisasi media tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

3. Respon bibit kelapa sawit terhadap pemberian jenis FMA yang diinokulasikan tidak tergantung pada sterilisasi media.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarakan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan lebih dari 5 bulan setelah transplanting, kemudian sebaiknya penelitian dilakukan menyesuaikan dengan sistem

(2)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya sederhana ini untuk Papa dan Mama tercinta yang selalu mendoakanku dan melimpahkan kasih sayang yang tiada henti, serta kesabaran mereka menanti keberhasilanku.

Adik-adikku yang selalu memberikan dorongan semangat kepadaku. Semoga karya sederhana ini berguna bagi agamaku dan

(3)
(4)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, anugrah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksasnakan dan menyelesaikan penelitian serta menyusun skripsi ini.

Dengan penuh kerendahan hati penulis sampaikan ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membatu penulis:

1. Bapak Ir. Indarto, M.S., selaku Pembimbing Pertama, Ketua Tim Penguji atas kesempatan, saran, motivasi, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua, atas kesempatan, saran, kesabaran, motivasi dan waktu yang sangat berharga dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi. 3. Bapak Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc., selaku penguji bukan pembimbing yang

telah memberikan saran, pengarahan, dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi.

(5)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran, koreksi dan persetujuan pencetakan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen Jurusan Budidaya Pertanian yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Malaysian Agri Hi-Tech atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Ayahanda Ir. Bambang Purwanto, M.MP. dan Ibunda Suri mulyani, serta adik-adik penulis Ridhwan Dwimeiyanto, Putri Endang Febri Hanifa yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan perhatiannya kepada penulis selama melaksanakan studi hingga penyelesaian skripsi.

10. Stenochlaena palustrisTeam, Ari Dwinara Januarsyah, Ramadian Budi Santoso, Gustiawan, S.P., dan Virgio Koriyando, atas persahabatan dan persauadaraannya, yang selalu memberikan bantuan, dan motivasi yang sangat berharga kepada penulis dalam pelaksanan penelitian hingga penyelesaian skripsi.

11. Seluruh anggota Agropala khususnya Adi Cahyadi, S.P., Sigit Wahyudi, S.P., Ardiansyah, S.P., Rio Panjinata, S.P., Mey Hardiyani, Wendi Saputri, Yunita, Fitria Andriani, Ade Pravita Ningrum dan Yayah Inayah. yang telah

(6)

12. Myco Family, Mbak Vida, Mbak Tri, Mbak Anggun, Bang Gerry, Ifah, Ipul, Defki, Dayat, Ratih, Ambar, Udin dan Sinta atas semua kebersamaan,

bantuan, saran, motivasi dan perhatian kepada penulis selama menyelesaikan penelitian.

13. Rekan-rekan penulis Wisnu Santoso Putro, S.Sos., Dito Dwi Novrizal,

Chandra Rizki, Yolanda Maya Sari, S.P., Widiya Wirawan, Lukas Hadinata, I Ketut Swastika, Juanda, Eko Abadi, Doli Saputra, dan Andi Triyanto atas bantuan, saran dan motivasi kepada penulis.

Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan informasi yang berguna, Amin.

Bandar Lampung, Januari 2012

(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 November 1988 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Ir. Bambang Purwanto, M.MP. dan Ibu Suri Mulyani.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Budi Bakti Persit Bandar Lampung pada tahun 1994, Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Kabupaten Pesawaran, Kecamatan Gedong Tataan pada tahun 2009.

(9)
(10)
(11)

Judul Skripsi : PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) YANG DITANAM PADA MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL

Nama Mahasiswa : Novalim Purlasyanko Nomor Pokok Mahasiswa : 0614011041

Jurusan : Budidaya Pertanian

Program Studi : Agronomi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Indarto, M.S. Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc.

NIP 195712311985031017 NIP 196603041990122001

2. Ketua Jurusan

(12)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Indarto, M.S.

Sekretaris : Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(13)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2010–April 2011 di rumah kaca dan Laboraturium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain cangkul, mistar, alat tulis, mikroskop majemuk, mikroskop stereo, saringan, cawan petri, tabung reaksi, spidol,

(14)

Tabel 1. Deskripsi 3 jenis FMA yang digunakan dalam penelitian.

Deskripsi Entrophosporasp. Glomussp. Gigasporasp. Ciri-ciri spora: Ukuran Warna Bentuk Kecil Kuning Bulat Kecil Kuning Bulat Besar (Gigaspora) Kuning Bulat Reaksi terhadap Melzer

Bagian tengah spora berwarna lebih gelap dari pada bagian tepi

Tidak berubah warna Seluruh bagian spora berubah warna menjadi gelap

Asal Kebun kelapa sawit, Simpang Sribawono, Lampung Timur

Kebun kelapa sawit, Sumatra Utara,

Gunung Para B

Kebun Jarak Jawa Timur, Bali, daerah Glundengan

Media Perbanyakan

Pasir sungai Pasir sungai Pasir sungai : zeolit P-3

Tanaman inang

Setaria Jagung Rumput gajah

Gambar Reaksi terhadap Melzer

3.3 Metode Penelitian

(15)
[image:15.595.109.517.372.645.2]

Jumlah tanaman per satuan percobaan adalah 1 tanaman dengan total pengamatan adalah 40 tanaman. Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Pengelompokkan didasarkan pada sinar matahari yang masuk ke rumah kaca. Tata letak percobaan seperti tertera pada Gambar 1.

Dalam penelitian ini homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan

menggunakan Uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Jika kedua uji tersebut tidak nyata selanjutnya data dianalisis ragam dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji BNJ pada taraf nyata 5%.

Ulangan 1 m3t0 m1t1 m2t0 m0t0 m1t0 m3t1 m0t1 m2t1

Ulangan 2 m1t0 m3t1 m2t1 m1t0 m0t1 m3t0 m2t0 m0t0

Ulangan 3 m1t0 m0t1 m2t1 m2t0 m1t1 m3t1 m3t0 m0t0

Ulangan 4 m1t0 m0t1 m1t1 m2t1 m3t0 m3t1 m2t0 m0t0

Ulangan 5 m1t1 m0t0 m1t0 m3t1 m2t0 m1t1 m3t0 m0t1

Keterangan:

m0 : Tanpa Mikoriza m1 : Mikoriza JenisEntrophosporasp m2 : Mikoriza JenisGlomussp. m3 : Mikoriza JenisGigasporasp. t0 : Media tidak steril t1 : Media steril

(16)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyemaian Benih

Benih dipilih berdasarkan ukuran yang seragam. Benih disemai di dalam polibag kecil berisi media top soil, pasir, dan bahan organik dengan perbandingan

(4:2:1=V:V:V) yang telah disterilkan. Setelah itu benih dirawat dengan

melakukan penyiraman menggunakanhand sprayer. Penyemaian benih dilakukan selama 2 bulan sebelum dipindahkan ke polibag yang berukuran besar.

3.4.2 Persiapan Media Tanam

Media yang digunakan adalah tanah top soil dan pasir. Tanah yang telah

dikumpulkan lalu diayak agar hanya butiran halus yang terpakai. Sebagian tanah yang telah halus disterilkan dengan cara dikukus selama 1 jam sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme yang ada di dalam tanah tersebut dan sebagiannya lagi tidak disterilkan. Pasir juga disterilkan dengan cara yang sama.

3.4.3 Penanaman dan Pemberian Mikoriza

Dalam penanaman ada dua macam campuran media yang pertama adalah tanah dan pasir tidak steril dengan perbandingan (2:1=V:V) dan dimasukkan kedalam polibag lebih kurang 3 kg media/polibag. Campuran media yang kedua adalah tanah dan pasir yang steril dengan perbandingan (2:1=V:V) dan dimasukkan kedalam polibag lebih kurang 3 kg media/polibag. Setelah itu bibit ditransplanting dari polibag kecil ke polibag besar dan ditanam di masing-masing polibag

(17)
[image:17.595.120.486.179.349.2]

inokulan mikoriza sebanyak 500 spora/polibag (Gambar 2). Polibag yang sudah ditanami kemudian disusun di rumah plastik menurut rancangan kelompok teracak sempurna sesuai tata letak percobaan.

Gambar 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman.

3.4.4 Pemupukan

Bibit kelapa sawit dipupuk dengan menggunakan pupuk majemuk NPK 15:15:15. Dosis yang digunakan sesuai dengan dosis anjuran yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pemupukan bibit kelapa sawit pada pembibitan utama.

Umur (minggu setelah semai) Dosis pupuk NPK 15:15:15 (g/polibag)

14 2,5

16 2,5

18 5,6

20 5,6

3.4.5 Perawatan

Bibit kelapa sawit disiram setiap hari. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara manual.

Bibit kelapa sawit

Inokulan FMA

polibag

[image:17.595.107.520.554.625.2]
(18)

3.4.6 Akhir penelitian dan pengamatan

Pemeliharan diakhiri setelah tanaman berumur 5 bulan setelah transplanting. Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

1. Tinggi tanaman. Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung semua daun yang telah terbuka sempurna pada satu tanaman.

3. Bobot basah tajuk. Pengamatan dilakukan dengan cara memisahkan antara tajuk tanaman dengan akar, kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang. 4. Bobot basah akar. Pengamatan dilakukan dengan cara memisahkan antara

tajuk tanaman dengan akar, kemudian akar dibersihkan dan ditimbang. 5. Bobot kering tajuk. Pengamatan dilakukan dengan cara mengeringkan tajuk

tanaman dengan oven pada suhu 60ºC sampai bobotnya konstan, lalu ditimbang.

(19)

7. Persen infeksi akar oleh fungi mikoriza arbuskular. Sampel akar sekunder diambil secara acak ± 20 helai/sampel kemudian dicuci bersih dan

dimasukkan ke dalam botol film. Botol yang telah berisi sampel akar diisi dengan larutan KOH 10% sampai seluruh akar terendam dan dikukus diwater bathselama ± 30 menit untuk membersihkan sel dari sitoplasma. Larutan KOH kemudian dibuang, dan akar dicuci bersih dengan air. Sampel akar kemudian direndam larutan HCl 1% dan dikukus diwater bathselama ± 30 menit. Setelah itu, larutan HCl dibuang dan akar siap untuk diwarnai dengan merendamnya dalam larutanTrypan blue0,05% (0,5 gramTrypan bluedalam 450 mlglycerol+ 50 ml HCl 1% + 500 ml aquades) dan dikukus diwater bath selama ± 30 menit. Akar yang sudah diwarnai dipotong-potong sepanjang ± 2 cm, kemudian diletakkan di atas preparat untuk diamati di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 100 kali. Rumus yang digunakan untuk

menghitung persen infeksi akar oleh fungi mikoriza arbuskular adalah sebagai berikut:

infeksi akar (%) = × 100%

(20)

9. Bobot kering akar primer dan akar sekunder. Pengamatan dilakukan dengan cara memisahkan akar primer dan sekunder yang sudah dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan, kemudian ditimbang.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus tumbuh membentuk daun seirama dengan ketinggian batang. Diameter batang kelapa sawit dapat mencapai 90 cm. Kelapa sawit yang

dibudidayakan mencapai ketinggian 1518 m, tetapi tanaman kelapa sawit liar dapat mencapai ketinggian 30 m (Vademicum, 1993).

(22)

2.1.1 Pembibitan Kelapa Sawit

Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakkan dengan cara generatif, yaitu dengan biji. Ada dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tunggal (single stage system). Pada penerapan sistem tahap ganda, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan pendahuluan, yaitu kecambah ditanam dengan menggunakan plastik polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik polibag besar selama 9 bulan (Fauziet al., 2005).

Sistem pembibitan tahap tunggal, bibit langsung ditanam di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil. Pada prinsipnya, sistem manapun yang dipilih tujuannya sama, yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasinya yang besar. Sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan setelah dilapangan dapat ditekan (Fauziet al., 2005).

2.1.2 Iklim Kelapa Sawit

(23)

dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembaban udara, dan angin (Fauziet al., 2005).

Curah hujan optimum yang diperlukan kelapa sawit rata-rata 2.0002.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Sinar matahari sangat berkaitan dengan curah hujan. Sinar matahari diperlukan untuk membentuk karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Oleh karena itu, intensitas, kualiatas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5–7 jam/hari (Fauziet al., 2005).

(24)

2.2 Sterilisasi Tanah dan Mikroba Tanah

Sterilisasi tanah biasanya digunakan sebagai pengahapusan faktor biologis di dalam tanah. Faktor biologis yang dapat dihilangkan dalam sterilisasi tanah diantaranya adalah biji gulma, nematode, jamur, bakteri, dan patogen penyebab penyakit tanaman. Ada beberapa cara sterilisasi yang lazim dilakukan yaitu melalui proses autoklav, iradiasi, fumigasi kloroform, ultraviolet, dan iradiasi gelombang mikro. Masing-masing proses sterilisasi mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap kondisi tanah yang disterilisasi (Santoso, 2006).

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas

(25)

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfor (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki

kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Disinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P salah satunya adalah fungi mikoriza arbuskular (FMA) (Madjid, 2009).

2.3 Fungi Mikoriza Arbuskular

Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan jenis mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana FMA

mengolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbohidrat dari hasil fotosintesis tanaman. Fungi mikoriza arbuskular termasuk fungi divisi

Zygomicetes, familiEndogonaceaeyang terdiri dari genusGlomus, Entrophospora,Acaulospora,Archaeospora,Paraglomus,Gigasporadan Scutellospora(Madjid, 2009).

Genera FMA tersebut dibedakan berdasarkan ciri-ciri sporanya dan hubungan spora dengan hifa asosiasinya yang mencerminkan cara spora dihasilkan oleh masing-masing genera/kelompok, kecuali untuk genusScutellosporayang

(26)

2.3.1 Biologi Fungi Mikoriza Arbuskular

Fungi Mikoriza Arbuskular ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi dengan tanaman inang. Spora FMA sangat bervariasi dari sekitar 30 µm sampai 600 µm. Oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya. Fungi mikoriza arbuskular membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul, vesikel dan spora (Pattimahu, 2004).

Vesikel merupakan struktur fungi yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar yang berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan fungi (Pattimahu, 2004). Tipe FMA yang bervesikular memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe fungi mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena

kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan ketahanan tanaman (Brundrett, 2004).

(27)

Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis funginya. Perkecambahan spora tergantung dari kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Alumunium (Al), kandungan Mangan (Mn) juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai beberapa tahun (Mosse, 1981).

2.3.2 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular

Fungi mikoriza arbuskular tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk

meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi

dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi, 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, dan 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah (Sagin Junior dan Da Silva, 2006 yang dikutip oleh Madjid, 2009).

(28)

Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode

kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa fungi mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat (Anas, 1997).

Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza (Anas, 1997).

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti : 1. Cahaya. Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang

(29)

2. Suhu. Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya

produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan FMA yakni pada suhu 30º C tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 2834º C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35º C.

3. Kandungan air tanah. Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi

mikoriza. Pengaruh secara langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal menyebabkan FMA efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, sehingga kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi FMA karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menyatakan bahwaGlomus epigaeumyang dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air, ternyata

perkecambahannya paling baik pada kandungan air di antara kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.

(30)

berbeda-beda tergantung pada adaptasinya terhadap lingkungan. pH dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam

perkecambahan spora FMA. MisalnyaGlomus mosseaebiasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau padasoil extractagar pada pH 6-9. SporaGigaspora coralloideadanGigaspora heterogamadari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeumperkecambahannya lebih baik pada pH 6-8.

5. Bahan organik. Bahan organik merupakan salah satu komponen didalam tanah yang penting selain air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2%

sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).

6. Logam berat dan unsur lain. Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza

(31)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq.) adalah tanaman yang berasal dari daratan Afrika. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini, bahkan mampu menghasilkan produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauziet al., 2005).

(32)

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil minyak sawit di Pulau Sumatra. Perkembangan kelapa sawit di Lampung cukup pesat, tercatat tahun 2000 luasan kelapa sawit perusahan swasta adalah 37.626 ha dengan produksi 18.377 ton, luasan kelapa sawit rakyat 31.537 ha dengan produksi sebesar 11.141 ton, sedangkan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perkebunan negara luasannya 12.996 ha dengan kemampuan produksi sebesar 57.209 ton (Dirjen Perkebunan, 2000 yang dikutip oleh Fauziet al., 2005).

Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Permasalahan pokok dalam budidaya kelapa sawit yaitu masih rendahnya teknik budidaya yang dikuasai oleh petani karena keterbatasan modal, serta buruknya kualitas bahan tanam (bibit) yang digunakan. Bibit merupakan sarana utama untuk mencapai produksi yang maksimal. Dengan menggunakan bibit yang bermutu baik maka harapan untuk mencapai produksi yang maksimal akan diperoleh. Masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha atau petani kelapa sawit adalah pengadaan bibit, terutama bibit unggul yang berkualitas.

(33)

pembibitan kelapa sawit umumnya mengandung bermacam-macam

mikroorganisme seperti bakteri dan fungi yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit (Anas, 1989).

Menurut Madjid (2009), penggunaan fungi mikoriza abuskular (FMA) sebagai salah satu mikroorganisme tanah dalam proses pembibitan kelapa sawit

merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan bibit sehingga menghasilkan bibit kelapa sawit yang baik. Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dan akar tanaman. Simbiosis antara fungi dan akar tanaman ini membentuk hubungan yang saling menguntungkan yaitu fungi memperoleh fotosintat dari hasil fotosintesis tanaman inang untuk pertumbuhan fungi tersebut, sedangkan tanaman inang memperoleh unsur hara dari fungi.

(34)

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Jenis FMA manakah yang memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit?

2. Apakah sterilisasi media tanam berpengaruh pada pertumbuhan bibit kelapa sawit?

3. Apakah respon bibit kelapa sawit terhadap FMA dipengaruhi oleh sterilisasi media yang digunakan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan indentifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jenis FMA yang memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui pengaruh sterilisasi media tanam pada pertumbuhan bibit kelapa sawit.

3. Untuk mengetahui apakah respon bibit kelapa sawit terhadap jenis FMA dipengaruhi oleh sterilisasi media.

1.3 Landasan Teori

(35)

Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakkan secara generatif, yaitu dengan biji. Sistem pembibitan yang dianjurkan adalah pembibitan pada kantong plastik yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pembibitan awal di dalam polybag kecil dan tahap kedua dalam polybag besar (Fauziet al., 2005). Bibit kelapa sawit dapat tumbuh secara maksimum apabila dilakukan pemeliharan dengan teratur. Pemeliharaan bibit kelapa sawit antara lain dengan penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit (Vademecum, 1993).

Pengadaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu kendala yang dapat mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Bibit kelapa sawit yang akan ditanam harus memiliki kondisi pertumbuhan tanaman yang baik. Proses pembibitan yang sesuai akan menghasilkan tanaman kelapa sawit dengan produktivitas yang baik pula. Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas bibit kelapa sawit selama masa pembibitan, salah satunya dengan menginokulasikan FMA (Darmawan, 2005).

Fungi mikoriza arbuskular merupakan mikroorganime tanah yang mampu bersimbiosis secara mutualistis dengan perakaran tanaman. Fungi mikoriza arbuskular membutuhkan karbohidrat dari tanaman inang dan sebaliknya FMA dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dan air bagi tanaman inang. Fungi mikoriza arbuskular digolongkan kedalam famili Endogenaceae, ordo glomales, kelas Zygomycetes, terdiri dari 7 genera yaituGlomus,Archaeospora,

(36)

Fungi ini membentuk spora di dalam tanah yang kemudian berkecambah dan mengeluarkan hifa yang kemudian masuk ke dalam akar tanaman. Hifa akan terus berkembang kemudian menembus sel epidermis akar dan berkembang dalam jaringan korteks baik secara interseluler maupun intraseluler. Hifa yang masuk ke dalam sel terus bercabang secara dikotomi disebut sebagai arbuskular, sementara hifa yang berkembang pada ruang antarsel ada yang menggelembung membentuk versikular yang berisi cadangan makanan berupa lemak dan dapat dipergunakan untuk perkembangan FMA (Pattimahu, 2004).

Fungi mikoriza arbuskular selain membentuk hifa internal juga membentuk hifa eksternal. Pada hifa eksternal akan terbentuk spora yang merupakan bagian penting bagi mikoriza yang berada di luar akar. Hifa eksternal yang menyebar di sekitar rhizosfer berfungsi sebagai alat absorbsi unsur hara. Hifa eksternal ini berfungsi untuk memperluas sistem perakaran tanaman yang digunakan untuk menyerap unsur hara dan air serta mampu melarutkan fosfat dalam tanah yang semula berada dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh akar tanaman

(Pattimahu, 2004).

Sterilisasi media sering digunakan sebagai kontrol untuk membedakan antara proses dan reaksi abiotik mikroba, misalnya dalam studi mikrobiologis seperti inokulasi mikoriza. Media tanam yang disterilisasi mampu meningkatkan kolonisasi mikoriza (>80 %) yang akan diinokulasi di persemaian. Keputusan untuk melakukan salah satu teknik sterilisasi harus mempertimbangkan jenis media yang digunakan dan tingkat persaingan FMA yang akan digunakan

(37)

masih diperlukan untuk mengurangi tingkat persaingan cendawan/bakteri yang menghambat proses kolonisasi mikoriza, seperti cendawanPythiumsp. dan Rhizoctoniasp. penyebab penyakit lodoh (damping off) di persemaian. Apabila sterilisasi tanah tidak dilakukan maka akan terjadi persaingan antara mikoriza dengan mikroba-mikroba tanah yang lainnya (Santoso, 2006).

Hasil penelitianWachjar et al.(2002) mengenai pengaruh inokulasi dua spesies FMA (Glomus aggregatumdanGlomus manihotis) dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan serapan fosfor tajuk bibit kelapa sawit belum dapat menunjukan peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Anaset al. (1999) melaporkan bahwa FMA jenisGlomussp. memiliki derajat infeksi akar yang tinggi 61%, sedangkan FMAEntrosphorasp., tidak mampu menginfeksi akar bengkuang. Dengan derajat infeksi yang lebih tinggi, maka penyerapan unsur hara akan lebih baik, sehingga pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik.

Hasil penelitian Widiastutiet al.(2005) mengenai penggunaan spora FMA

sebagai inokulum untuk meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara bibit kelapa sawit menunjukkan bahwa spora sebagai inokulum dapat mempengaruhi

pertumbuhan kelapa sawit namun diperlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan respons inokulasi. Pertumbuhan tertinggi pada peubah tinggi bibit, bobot basah, dan bobot kering diperoleh pada inokulasiAcaulospora tuberculata danGigaspora margaritasebanyak 500 spora per polibag.

(38)

dengan pH 7,2 dan P-tersedia 15,5 ppm. Inokulasi meningkatkan bobot gabah dan serapan hara P. Simanungkalit (1987) mendapatkan kenaikan bobot kering (BK) gabah, BK jerami, jumlah malai, konsentrasi P gabah dan jerami padi varietas UPLRi-7 yang ditanam pada tanah dengan pH 5,0 dan P-tersedia (Olsen) 1,8 ppm karena inokulasi denganGlomus fasciculatumdanGlomussp.

Hasil penelitian Khan (1975) dalam percobaan inokulasi FMA pada tanaman padi gogo juga yang ditanam pada tanah tidak steril memperlihatkan bahwa pemberian FMA meningkatkan produksi hingga (221%) tanpa pemberian pupuk, sedangkan dengan pemberian pupuk P kenaikan sangat kecil (9%). Kecilnya kenaikan hasil ini mungkin berhubungan dengan penurunan kolonisasi FMA sebagai akibat dari pemberian pupuk TSP (280 kg TSP/ha).

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoretis terhadap perumusan masalah. Pada pembibitan, akar tanaman sangat berperan penting dalam mensuplai

kebutuhan unsur-unsur hara. Menginokulasikan fungi mikoriza arbuskular sebagai salah satu mikroorganime tanah pada proses pembibitan kelapa sawit mampu meningkatkan proses pertumbuhan bibit kelapa sawit. Fungi mikoriza arbuskular mempunyai kemampuan bersimbiosis dengan akar tanaman, FMA membutuhkan karbohidrat dari tanaman dan FMA memberikan unsur hara dan air bagi tanaman.

(39)

akan berlansung baik jika jenis FMA yang diinokulasikan sesuai dengan bibit kelapa sawit. Setelah kesesuaian antara jenis FMA dengan bibit didapatkan, maka fungi mikoriza arbuskular dapat langsung menginfeksi tanaman inangnya.

Fungi mikoriza arbuskular akan masuk ke jaringan korteks akar dan hifa akan berkembang diantara sel dan di dalam sel korteks. Hifa yang berada di luar akar berbentuk seperti rambut halus yang akan berfungsi sebagai akar tambahan. Bentuknya yang sangat halus mempermudah hifa untuk dapat memasuki pori-pori tanah dan menyerap unsur hara serta air yang kemudian ditranslokasikan menuju arbuskul. Arbuskul adalah organ FMA yang berada di dalam sel akar dan

berfungsi sebagai tempat pertukaran unsur hara dan juga air kepada tanaman, begitu juga sebaliknya tanaman memberikan karbohidrat kepada FMA juga melalui arbuskul.

Kesesuaian antara FMA dengan tanaman inang menjadi faktor penentu untuk perkembangan FMA itu sendiri. JenisGlomussp. yang diinokulasikan pada akar tanaman kelapa sawit umumnya mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Berbeda denganGlomussp.,Gigasporasp. banyak ditemukan di daerah berpasir. Pada penelitian yang berbeda,Gigasporasp. juga mampu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Sedangkan untuk jenis FMA Entrophosporasp. masih perlu diteliti lebih lanjut untuk pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

(40)

terjadi infeksi pada tanaman atau terjadi infeksi tetapi membutuh waktu yang lama. Sebaliknya jika mikoriza tersebut mampu berkompetisi dengan mikroba-mikroba tanah lainnya, maka akan terjadi proses infeksi dan kemudian barulah terjadi simbiosis mutualistik antara tanaman dan mikoriza yang dapat meningkat pertumbuhan bibit kelapa sawit.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Pemberian FMA jenisGlomussp. akan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2. Sterilisasi media akan berpangaruh terhadap perkembangan mikoriza yang diinokulasi pada bibit kelapa sawit.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, I. 1989.Biologi Tanah dalam Praktek. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB.

Anas, Iswandi. 1993.Pupuk Hayati (Biofertilizer). Laboratorium Biologi Tanah Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anas, I. 1997.Bioteknoligi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anas, I., T. Yuliawati, and J. Heinzemann. 1999. Inokulasi ganda rhizobium dengan fungi mikoriza arbuskular pada tanaman bengkuang. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(2), 18−22.

Atkinson, D. 2000.Root charateristics why and what to measure. In A.L.

Smith, A. G. Bengough, C. Engles, M. Van Noor Dwijk, S. Pellerin, S.C. van de Geijn. (eds.)Root methods A Handbook. Pp 232. Heidelberg, Springer, Verlag.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working With Mychorrhizas in Forestry and Agriculture.Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Canberra.

Fauzi,Y., Y.E.Widyastuti, I. Satyawibawa, R. dan Hartono. 2005. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemamfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan

Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hlm.

Hanafiah, K.A. 2005.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm.

Kaldorf, M. dan J. Ludwig-Muller. 2000.Am fungi might affect the root morphology of maize by increasing indole-butyric acid biosynthesis. Physol Planta. 109, 5867 .

Khan, A.G. 1975.Growth effect of va-mycorrhiza on crops in the field.In F.E. Sanders, B. Mosse and P.B. Tinker (eds.).Endomycorrhizas. Pp 419–435. Academic Press. London.

(42)

Maas, E.V. dan Nieman, R. H. 1978.Physiology of plant tolerance to salinity. In G. A. Jung. (ed.). Crop Tolernce to Suboptimal Land Conditions. , Pp 277–299. ASA Spec.

Madjid, A. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar online. Jurusan Tanah. Universitas Sriwijaya.Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses tanggal 14 november 2010. 3 hlm.

Maharani, A.H. 2011.Pengaruh pemberian Glomus sp., Gigaspora sp., dan Entrophospora sp. dan dua dosis pupuk npk pada pertumbuhan bibit kelapa sawit. (Elais guinensis jacq.) di pembibitan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.

Mosse, S. 1981.Vesicular arbuscular mycoriza research for tropical agriculture. Research Bulletin.

Pattimahu, D.V. 2004.Restorasi lahan kritis pasca tambang sesuai kaidah ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Paul, E.A. dan F. E.Clark. 1989.Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Pulb. Toronto.

Pujianto. 2001.Pemanfaatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Tinjauan Dari Perspektif Falsafah Sains. http://mbojo. Wordpress.com. diakses pada tanggal 8 September 2011.

Rahmansyah, M. dan Suciatmih. 1999. Pemberian inokulum campuran

beberapa cendawan mikoriza arbuskula pada kacang tanah dan kedelai. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 4, 1013 .

Sanni, S.O. 1976.Vesicular-arbuscular mycorrhiza in some Nigrerian soils: the effect of Gigaspora gigantea on the growth of rice.New Phytol. 77, 673–674.

Santoso, E. 2006.Aplikasi mikoriza untuk meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumber daya Hutan.

Padang. 10 hlm.

Schenck, N.C. and Schroder, V.N. 1974.Temperature response of endogone micorrhiza on soybean roots.Mycologia. 66, 600605.

(43)

Simanungkalit, R.D.M.1987. Pengaruh jamur mikoriza vesikuler arbuskular (mva), sumber p dan sterilisasi tanah terhadap pertumbuhan padi gogo di tanah kahat p. Makalah pada Seminar Bioteknologi Pertanian, PAU-Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, 21 Desember 1987. 16 hlm.

Trappe, J.M. 1980. Factors affecting spora germination of the VAM fungus.Mycologia. 72, 457463.

Vademecum. 1993. Budidaya Kelapa Sawit dan Karet. PT. Perkebunan X (Persero). Bandar Lampung. 163 hal

Wachjar, A., Y. Stiadi, dan T. R. Hastuti. 1998.Pengaruh dosis inokulum cendawan mikoriza arbuskular(Gigaspora rosea)dan pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta.Buletin Agronomi. 26 (2), 1–7.

Wachjar, A., Y. Setiadi, and N. Yunike. 2002.Pengaruh inokulasi dua spesies fungi mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan serapan fosfor tajuk bibit kelapa sawit(Elaeis guineensisJacq.). Buletin Agronomi. 30(3), 6974.

Widiastuti, H.and K. Kramadibrata. 1993. Identifikasi jamur mikoriza bervisikula arbuskula di beberapa kebun kelapa sawit di Jawa Barat. Menara Perkebunan. 61(1), 13–19.

Widiastuti, H., T.W. Darmono and D.H. Goenadi. 1998.Respons bibit kelapa sawit terhadap inokulasi beberapa FMA pada beberapa tingkat pemupukan.Menara Perkebunan. 66(2), 3646.

Widiastuti, H., E. Guhardja, N. Sukarno, L. K. Darusman, D. H. Goenadi, and S. Smith. 2002. Optimasi simbiosis cendawan mikoriza arbuskula

Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Menara Perkebunan. 70(2), 5057.

(44)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran... 8

1.5 Hipotesis ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Tanaman Kelapa Sawit... 11

2.1.1 Pembibitan Kelapa Sawit ... 12

2.1.2 Iklim Kelapa Sawit ... 12

2.2 Sterilisasi Tanah dan Mikroba Tanah ... 14

2.3 Fungi Mikoriza Arbuskular ... 15

2.3.1 Biologi Fungi Mikoriza Arbuskular... 16

2.3.2 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular ... 17

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 21

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2 Alat dan Bahan... 21

3.3 Metode Penelitian... 22

(45)

Halaman

3.4.1 Penyemaian Benih ... 24

3.4.2 Persiapan Media Tanam ... 24

3.4.3 Penanaman dan Pemberian Mikoriza ... 24

3.4.4 Pemupukan ... 25

3.4.5 Perawatan ... 26

3.4.6 Akhir penelitian dan pengamatan ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Penelitian... 29

4.1.1 Jumlah daun ... 30

4.1.2 Tinggi tanaman ... 30

4.1.3 Volume akar ... 31

4.1.4 Bobot basah tajuk ... 32

4.1.5 bobot basah akar ... 32

4.1.6 Jumlah akar primer ... 33

4.1.7 Jumlah akar sekunder ... 34

4.1.8 Bobot kering tajuk ... 34

4.1.9 Bobot kering akar ... 35

4.1.10 Bobot kering akar primer ... 36

4.1.11 Bobot kering akar sekunder ... 36

4.1.12 Persen infeksi akar ... 37

4.2 Pembahasan ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 47

(46)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(47)

PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensisJacq.)

YANG DITANAM PADA MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL (Skripsi)

Oleh

Novalim Purlasyanko

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(48)

PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA Sawit (Elaeis guineensisJacq.) YANG DITANAM PADA MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL

Oleh

Novalim Purlasyanko

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(49)
(50)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA Sawit (Elaeis guineensisjacq.) YANG

DITANAM PADA

MEDIA STERIL DAN TIDAK STERIL

Oleh:

Novalim Purlasyanko

Umumnya penelitian tentang fungi mikoriza arbuskular (FMA) menggunakan media tanam yang sudah disterilisasi terlebih dahulu dengan maksud untuk

mengurangi kompetisi antara FMA dengan mikroorganisme lainnya. Akan tetapi, aplikasi di lapangan sangat sulit untuk melakukan sterilisasi media tanam dalam tahap pembibitanmain nursery. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui (1) jenis FMA manakah yang memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit; (2) apakah sterilisasi media tanam berpengaruh pada pertumbuhan bibit kelapa sawit; (3) apakah respon bibit kelapa sawit terhadap FMA dipengaruhi oleh sterilisasi media yang digunakan.

(51)

Entrophosporasp. (m1),Glomussp. (m2),Gigasporasp. (m3), dan tanpa FMA (m0) dan faktor kedua adalah media yang disterilisasi (t1) dan media yang tidak di sterilisasi (t0). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan menggunakan Uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey, selanjutnya data dianalisis ragam dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji BNJ pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) jenis FMA yang digunakan tidak

Gambar

Gambar 1. Tata letak percobaan di rumah kaca.
Gambar 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman.

Referensi

Dokumen terkait

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

Utang yang dilakukan pemerintah Indonesia dapat dilakukan dengan melakukan pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri atau dengan menerbitkan obligasi atau Surat Berharga

Sikap masyarakat terhadap gerakan dakwah Muhammadiyah di desa Pattongko menunjukkan bahwa gerakan dakwah Muhammadiyah melalui kajian, ceramah, khutbah, pembangunan

Pada periode berikutnya, Desa Sala berganti nama menjadi Surakarta Hadiningrat, pada masa ini wilayah tersebut tidak lagi sebagai desa namun berubah menjadi Ibu

Adapun penyusunan skripsi yang berjudul Akad Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Tentang Unsur-Unsur Mazhab Hanafi Dan Maliki) ini dengan maksud

12 Dalam prakteknya, sering kali penerbitan bank garansi, Penjamin (Bank) memilih dan dengan tegas menyatakan bahwa penjamin (bank) dengan ini mengikat diri untuk

Walau bagaimanapun, masalah atau isu yang timbul adalah sehingga kini tiada kajian secara komprehensif pernah dijalankan berkaitan dengan pengaruh pengalaman

Penelitian ini menjelaskan bahwa 36 balita yang memiliki kepadatan tempat tinggal kurang dan diantaranya 18 balita mengalami pneumonia, hal ini bisa dikatakan