TESIS
Oleh
FRANSISKUS SINAGA
107011109/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
FRANSISKUS SINAGA
107011109/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Notaris Dr.Syahril Sofyan,SH,MKn) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : FRANSISKUS SINAGA
Nim : 107011109
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA OTENTIK
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.
Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.
Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.
independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.
The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”
The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.
iii
rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul
KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK”. Penulisan Tesis ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh
gelar Magister dalam bidang ilmu Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis hanturkan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Sumatera
Utara yang telah memberikan motivasi, kesempatan, dan kelancaran proses
administrasi pendidikan dan sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang
dengan penuh perhatian memberikan dan masukan dan saran demi memperkaya
iv
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
sekaligus selaku Dosen Penguji yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan
tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing
dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukkan
kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.
6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Pembimbing dengan
penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukan kepada
penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.
7. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Dosen Penguji dengan penuh
perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran, dan masukkan kepada penulis
demi untuk selesainya penulisan tesis ini.
8. Seluruh Guru Besar beserta Dosen dan Staf Pengajar pada Program Studi
v
Universitas Sumatera Utara.
10. Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku seperjuangan yang sangat kusayangi Group C
angkatan 2011 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan sahabat yang selalu memberi dorongan Deswita, Angel, Juni.
Suatu rasa kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut
menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
Ibunda T.Lumban Gaol serta kakak penulis yakni Marudut, Asmita, Manahan, dan
Rosdiana dan teristimewa istri penulis Agustina Lusiana yang telah memberikan doa
dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi pada Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hari menyadari bahwa tesis ini
tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari cara
pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukkan yng membangun sangat
dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juni 2013 Penulis
vi
Tempat/Tanggal lahir : Bulu ujung, 29 September 1983
Status : Menikah
Alamat : Jl. Tangguk Bongkar V No. 68 Medan
II. KELUARGA
Nama Istri : Agustina L.E. Lumbanbatu, SH.,M.Kn
Nama Ayah : Jesman Sinaga (+)
Nama Ibu : Tiar Magdalena Lumban Gaol
Nama Saudara Kandung : 1. Marudut V. Sinaga
2. Asmita Br Sinaga
3. Manahan F. Sinaga
4. Rosdiana Br Sinaga
III. PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 030298
Simallopuk (1990-1990)
SLTP : SLTP Negeri IV
Sidikalang (1996-1999)
SMK : SMK TI Darma Bhakti
Medan (2000-2003)
S1 : Universitas Darma Agung
Medan (2005-2009)
S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
vii
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11
1. Kerangka Teori ... 11
2. Konsepsi ... 14
G. Metode Penelitian ... 17
BAB II WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK... 20
A. Sejarah Notaris di Indonesia ... 20
B. Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 30
C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris ... 32
D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan ... 35
E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik ... 37
viii
BAB IV AKIBAT HUKUM SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS APABILA TERJADI PELANGGARAN
PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS... 66
A. Sanksi Keperdataan ... 68
B. Sanksi Administratif ... 70
C. Sanksi Pidana ... 73
D. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris... 75
E. Lembaga Pengawas Notaris ... 81
F. Hak Ingkar Notaris ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 97
UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.
Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.
Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.
independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.
The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”
The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum
itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :
Pertama, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum
public, dilakukan oleh organ Negara yang disebut dengan pemerintah atau eksekutif,
juga dikenal dengan istilah Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat Administrasi
Negara atau dalam arti khusus pegawai negeri. Organ Negara yang disebut
pemerintah atau eksekutif juga dikenal sebagai Pejabat Tata Usaha Negara
mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban serta kekuasaan untuk memberikan
pelayanan kepada dan untuk kepentingan masyarakat umum akan tetapi terbatas
hanya dalam bidang hukum publik saja.
Kedua, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum
perdata atas suatu Negara dilakukan oleh organ Negara yang disebut pejabat umum,
baik eksekutif / pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara maupun pejabat umum,
sama-sama organ Negara dan juga keduanya sama-sama menjalankan tugas publik
akan tetapi Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang hukum publik saja,
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang perdata saja.
Karena pejabat umum bukan Pejabat Tata Usaha Negara dan sebaliknya Pejabat Tata
Usaha Negara bukan pejabat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
yuresprudensi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:62/K/TUN/1998,
tanggal 27 Juli 2001, yang menyatakan bahwa akta-aktain casu akta perusahaan dan
pembagian dan akta jual beli adalah bukan keputusann Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 sub 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara karena meskipun
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat tata Usaha Negara namun
dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai pejabat umum dalam bidang perdata.
Oleh karena itu, di era reformasi sekarang, berkenaan diperlukannya akta
Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang
berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang
untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu, perwujudan tentang perlunya
kehadiran pejabat umum untuk lahirnya akta otentik, maka keberadaan Notaris
sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan.
Karena Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan
dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta
Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat
bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Notaris merupakan pilar utama dalam starting bussines di Indonesia, karena dalam
Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya
ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum
yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam
undang-undang1.
Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang
pengguna jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena
Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum
kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum.
Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan maksud menggantikan
Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860 No. 3) tentang Peraturan
Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.
Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta
1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya.
Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap
professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa
melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya
yaitu Kode Etik Notaris.2 Berdasarkan Pasal 16 huruf (a) UUJN, seorang Notaris
diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Kemandirian Notaris harus
sesuai asas legalitas hukum yang berlaku, sehingga Notaris dalam melaksanakan
tugas tidak terpengaruh oleh pihak lain.
Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya
Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di
luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah
satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat
2Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris
dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum.
Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam
hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural
(institusional structural or institusional independence), independensi funsional
(fungsional independence), independensi financial (financial
independence),independensi administratif (administratif independence). Notaris
dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan
berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya,
sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen
Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga
dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara
kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam
menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan
oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat
dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan
Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat
pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan
sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system
administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian
pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap
Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya
dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu,
Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang
lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau
kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta3.
Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH
Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris
adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para
pejabat lainnya.
Tugas Notaris selain memberikan bantuan dengan membuat akta otentik, akan
tetapi juga konsultasi hukum kepada masyarakat. Dengan demikian penting bagi
Notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya
masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat
memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum.
Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus
mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat
sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan
sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap
mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi
menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta
itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu
beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk
itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan
terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik
Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang
Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan
jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan
Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan
cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.4
Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat
dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan
melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti
yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak.
Keputusann tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan
kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum
termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari.5
Setiap pembuatan akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat pembuktian,
apabila terjadi sengketa diantara para pihak, persengketaan tersebut tidak menutup
kemungkinan melibatkan Notaris, dan atas keterlibatan itu Notaris harus ikut
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawaban selain berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris juga berdasarkan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) yakni :
sebelum Notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2)
yakni :
Saya bersumpah/berjanji :
Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang
tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri
dan tidak berpihak.
Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban
saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, Kehormatan Martabat, dan tanggung jawab
saya sebagai Notaris.
Bahwa saya akan merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya.
Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan
nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapapun.
Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi kode etik Notaris.
Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip
kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di
atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik ?
2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip
3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi
pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik ?
2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung
tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?
3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila
terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya
mengenai perbuatan Notaris dalam jabatannya
2. Secara Praktis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang
ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan
judul mengenai Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik.
memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohandas Sherividya
(067011056) tahun 2008, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan
judul Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Hukum
Bagi Kepentingan Umum, dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta?
2. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan
terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan kehormatan Notaris?
3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjadi
perlindungan hukum bagi kepentingan umum?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu
penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti
“perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.6
6 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Susanto Anton dan Salman Otje, Teori Hukum,
Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang
sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan
pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan
variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.7
Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan
dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya
teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang
dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang
tanggung jawab hukum.
Hans Kelsen mengemukakan :
“Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah
konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara
hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal
perbuatan yang bertentangan. Bisanya yakni dalam hal sanksi ditujukan
kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya
sendiri.”8
7Maria S.W. Sumardjono,Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19
8Hans Kelsen,Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State,
Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara
tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di
bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti
perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat,
Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum
kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakta meminta jasa
Notaris.
Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung
tinggi kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik maka dapat dikaji dari teori
tujuan hukum. Dimana teori tujuan hukum dilandaskan kepada Negara Indonesia
yang menganut system rechtstaat (Negara hukum), konsep Negara hukum lebih
condong kepada kepastian hukum. Sehingga dalam teori tujuan hukum dapat dilihat
sejauh mana Notaris dalam menciptakan tercapainya tujuan hukum. Sebab, akta yang
dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum
di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris bersifat otentik, dan merupakan
tersebut. Oleh karena itu hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral
yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum.
Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak
mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain serta adanya
kesamaan.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan realitas.9 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian
atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.
Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep
adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang
berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.10 Dalam kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.11
9Herlin Budiono (II),Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra
Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364
10Satuujipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
11Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka
Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan
suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang
belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan
definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.12
Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, bisanya
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan
suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris.13
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu
didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat
menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :
Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
12Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal.133
13Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta.14
b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang
sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam
kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam
membuat akta otentik
c. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.15
d. Kemandirian adalah kedudukan yang netral dan tidak memihak, yang dalam hal
ini Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut
dan bukan salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.16
e. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.17
Perbuatan dalam tesis ini diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh Notaris
yang menyalahgunakan kemandiriannya dalam pembuatan akta otentik.
f. Penyalahgunaan adalah cara atau perbuatan menyalahgunakan.
g. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
14Undang-undang No. 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Nasional,Pasal 1 15Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1868
16Sjaifurrachman danHabib Adjie,Op.cit.,hal.59
17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan suatu karya ilmiah yang baik dan diinginkan sudah tentu
akan memerlukan persyaratan yang cukup kompleks dalam penyusunannya, serta
membutuhkan informasi yang cukup untuk melengkapi terciptanya karya ilmiah
tersebut.
Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah
metode meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang
berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
Alasan penelitian yuridis normatif ini digunakan, karena hendak meneliti
norma-norma hukum tentang “Prinsip kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta
Otentik”.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data
yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan
ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undanganyang berkaitan
dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.
3. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau
dengan kata lain dengan pengumpulan data-data sekunder (data-data yang sudah
diolah) dan dapat diperoleh melalui: buku-buku, jurnal,majalah dan surat kabar,
maupun internet.
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik
dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi
permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu
dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.
Dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah
terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan
b. Bahan Hukum Skunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang
termuat dalam beberapa artikel.
c. Bahan Hukum Tersier
Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara
kualitatif.18 yakni dengan mengadakan pengamatan dan interpretasi data yang
diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan
ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan
yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi
hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab
permasalahan dalam penelitian ini.
18 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
BAB II
WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK
A. Sejarah Notaris di Indonesia
Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang
lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17
dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan
Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta
sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para
pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium
Publicum.
Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai
Notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang
sekretarisCollege van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius
Publicus.Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga
eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.19
Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai
sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas
Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai
dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan
akta yang dibuatnya.20
Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College
Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal
16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain
menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan
kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.21 Tanggal 7
Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in
Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan
wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk
membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan
kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,
menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga
memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem
disusul dengan pengangkatan Notaris-Notaris lainnya untuk mengakomodasi
kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi
dengan kesibukan kota Batavia saat itu.22
Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat
peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda.
Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,
kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in
Nederlands Indie (Stbl.1860:3).
Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di
Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih
ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang
dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan
Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.
Perkataan Notaris berasal dari kataNotarius23pada zaman romawi, yaitu yang
diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga
pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang
menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada
penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada
pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif.
Pejabat-pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas tidak
melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah
agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan
negeri.
23Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan,PT. Raja Grafindo
Ketentuan dalam Pasal 1 Instructie Voor De Notarissen in
Indonesia,menyebutkan bahwa24 Notaris adalah pegawai umum yang harus
mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat
untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan
kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,
menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga
salinannya yang sah dan benar.
Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu :
“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang
jabatan seorang Notaris masih disegani. Seorang Notaris bisanya dianggap
sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh
diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)adalah benar,
ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.25
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan
syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :
24G.H.S Lumban Tobing,Op.Cit.,hal.15
25Tan Thong Kie,Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris,PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulusan strata
dua kenotariatan; dan
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan Jabatan Notaris.
1. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan
kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa
salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum26, hal ini disebut
kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
26Menurut Lubbers yang dikutip dalam buku, Hukum Notaris Indonesia bahwa Notaris tidak
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua)
kesimpulan yaitu:
1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak
ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut
tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.
Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat akta risalah lelang.
Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan
kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah
ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan
memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan
tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib
disampaikan kepada para pihak.
Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh
tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan
keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan
selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan
kewajiban Notaris yaitu :
1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :
a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris;
c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;
l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi
dan Notaris.
m. Menerima magang calon Notaris.
2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali
3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta :
a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;
b. Penawarann pembayaran tunai;
c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa;
e. Keterangan kepemilikan atau;
f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1
(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu
berlaku untuk semua”.
5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap
halman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.
8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan.
9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan
akta wasiat.
Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan
untuk menjamin kepentingan dan memberi kepastian hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasa Notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang
memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah
c. Merangkap sebagai pegawai negeri
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan
Notaris
h. Menjadi Notaris pengganti
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan
atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.
B. Notaris Sebagai Pejabat Umum
Sungguh pun pasal 1868 BW tersebut hendak mencoba memberikan batasan
atau defenisi mengenai akta otentik, namun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud
dengan pejabat umum, juga tidak menjelaskan sampai dimana batas wewenangnya
dan tempat dimana ia berwenang, serta bagaimana bentuk dari suatu akta yang
ditentukan oleh undang-undang, oleh karena itu pasal 1868 BW belum jelas dan
lengkap mengatur siapa yang dimaksud dengan pejabat umum, maka pembentuk
undang-undang menjabarkannya kedalam suatu peraturan khusus, peraturan yang
dimaksud yaitu Undang-Undang nomor :30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(UUJN).27
Apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang akta otentik,
berarti harus diartikan akta Notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan
kepada dan menjadi wewenang pejabat lain atau oleh peraturan umum, ditegaskan
juga diberikan wewenang untuk itu (membuat akta otentik) kepada pejabat lain,
namun apabila menurut peraturan umum,disebut secara umum tentang “pejabat
umum” itu berarti harus diartikan Notaris. Dalam hal ada peraturan umum atau
undang-undang yang juga memberikan wewenang kepada pejabat lain untuk
membuat akta otentik , bukanlah berarti bahwa mereka itu kemudian jadi pejabat
umum.
Pengecualian-pengecualian tersebut dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 KUH
Perdata, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut, “dengan tak mengurangi
ketentuan pasal 10 ketentuan-ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bagi
orang-orang bangsa Eropa diseluruh Indonesia ada register buat kelahiran,
pemberitahuan kawin, izin kawin, perkawinan, perceraian, dan kematian,
pegawai-pegawai yang diwajibkan menyelenggarakan register-register tersebut, dinamakan
pegawai catatan sipil”.28
Pengecualian kewenangan dari Notaris sebagai pejabat yang berhak membuat
akta otentik menurut pasal 4 KUH Perdata diperkuat oleh pendapat Tan Thong Kie
bahwa :
Seorang Notaris boleh membuat semua akta dalam bidang Notariat, tetapi dia
tidak boleh membuat berita acara pelanggaran lalu lintas atau keterangan
kelakuan baik yang semuanya wewenang kepolisian, ia juga tidak boleh
membuat akta perkawinan, akta kematian, akta kelahiran (bukan akta kenal
lahir atau akta van bekendneid) yang kesemuanya adalah wewenang pegawai
kantor catatan sipil, walaupun akta kenal biasanya dibuat oleh pegawai kantor
catatan sipil.29
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain
atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya dari Notaris antara lain:
a) Akta pengakuan anak di luar kawin,30
b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik,
c) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi,31
d) Akta protes wesel dan cek,
e) Akta catan sipil.
Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud dalam angka (1) sampai angka (4)
disamping merupakan wewenang pejabat lain, Notaris masih tetap berwenang
membuat akta-akta tersebut, artinya baik Notaris maupun pejabat lain yang bukan
Notaris sama-sama mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik tersebut,
akan tetapi mereka yang bukan Notaris hanya untuk perbuatan itu saja, yaitu yang
secara tegas sudah diatur dalam undang-undang, sebagaimana disebutkan pada angka
(5) Notaris tidak turut berwenang membuatnya, dan hanya oleh pegawai kantor
catatan sipil saja yang berwenang membuat akta-akta tersebut.
C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
Menurut pendapat umum yang dianut pada setiap akta otentik demikian juga
pada akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :
29
Tan Thong Kie, studi Notariat dan serba-serbi Praktek Notaris, Ichtiar baru Van Hoeve,
Jakarta,2007,hal,95.
30
Pasal 281 dan Pasal 1227 KUH Perdata
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri
untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar atau
lahiriah sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan
mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku bahwa sebagai akta otentik
sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta
tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.
Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkalnya
keotentikan akta tersebut, parameter untuk menetukan akta Notaris sebagai akta
otentik yaitu tanda tangan dari Notaris yang yang bersangkutan, baik yang ada pada
minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta.
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat
apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lain,
jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta
otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara
lahiriah bukan akta otentik.32
2. Kekuatan Pembuktian Formal
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh
pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur
yang sudah ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum
dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta.
Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,
bulan, tahun, pukul, atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang
menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak/ penghadap, saksi dan
Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang
dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabat/berita acara dan
mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta pihak.
Siapapun diperbolehkan untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan
atas aspek formal akta Notaris, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta
yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, pengingkaran atau penyangkalan tersebut
harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus
dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam
akta yang bersangkutan .33
3. Kekuatan Pembuktian Material
Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut
dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat
akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan
/dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak
yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus
dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai
yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian
keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata
pernyataan keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata maka hal
tersebut tanggung jawab, para pihak sendiri, Notaris terlepas dari hal semacam itu.
Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai
akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu
persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersbut tidak benar, maka akta
yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta
yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.34
D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan
Antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan
yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yakni:
a) akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, pasal 15 ayat (1) UUJN,
sedangkan mengenai tanggal pembuatan akta dibawah tangan tidak ada
jaminan tanggal pembuatnya,
b) grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frase dikepala akta
demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai kekuatan
eksekutorial seperti hanya keputusan hakim, pasal 1 angka 11 UUJN,
sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai
kekuatan eksekutorial,
c) minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, pasal 15 ayat (1) UUJN,
kewenangan Notaris menyimpan akta, karena minuta akta Notaris adalah arsip
Negara, maka tidak boleh hilang, sedangkan akta dibawah tangan
kemungkinan hilang sangat besar,
d) akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat
didalamnya volledig bewij, pasal 1870 KUH Perdata artinya apabila suatu
pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan
menganggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi
sesuatu yang benar, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan menambah
bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian,
apabila pihak yang menandatangi tidak menyangkal atau mengakui tanda
tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan
pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti sempurna.
Pasal 1875 KUH Perdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal,
maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib membuktikan
kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan kebenaran tanda
tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada
akta otentik.35
E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik
Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum
memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak dan
mandiri (independensi), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu
pihak”. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama
sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat
hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, Notaris sungguh netral tidak memihak
kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris
tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan,
pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral
yang baik.
Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum,
hanyalah mengkonstatir ataumerelateeratau merekam secara tertulis dan otentik dari
perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya,
ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang
membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui
batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta
mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah