• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

FRANSISKUS SINAGA

107011109/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRANSISKUS SINAGA

107011109/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr.Syahril Sofyan,SH,MKn) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : FRANSISKUS SINAGA

Nim : 107011109

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM

PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.

(7)

independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.

The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”

The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.

(8)

iii

rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul

KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK”. Penulisan Tesis ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh

gelar Magister dalam bidang ilmu Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis hanturkan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Sumatera

Utara yang telah memberikan motivasi, kesempatan, dan kelancaran proses

administrasi pendidikan dan sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang

dengan penuh perhatian memberikan dan masukan dan saran demi memperkaya

(9)

iv

bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

sekaligus selaku Dosen Penguji yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan

tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukkan

kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Pembimbing dengan

penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukan kepada

penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

7. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Dosen Penguji dengan penuh

perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran, dan masukkan kepada penulis

demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

8. Seluruh Guru Besar beserta Dosen dan Staf Pengajar pada Program Studi

(10)

v

Universitas Sumatera Utara.

10. Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku seperjuangan yang sangat kusayangi Group C

angkatan 2011 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan sahabat yang selalu memberi dorongan Deswita, Angel, Juni.

Suatu rasa kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut

menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada

Ibunda T.Lumban Gaol serta kakak penulis yakni Marudut, Asmita, Manahan, dan

Rosdiana dan teristimewa istri penulis Agustina Lusiana yang telah memberikan doa

dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi pada Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hari menyadari bahwa tesis ini

tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari cara

pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukkan yng membangun sangat

dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2013 Penulis

(11)

vi

Tempat/Tanggal lahir : Bulu ujung, 29 September 1983

Status : Menikah

Alamat : Jl. Tangguk Bongkar V No. 68 Medan

II. KELUARGA

Nama Istri : Agustina L.E. Lumbanbatu, SH.,M.Kn

Nama Ayah : Jesman Sinaga (+)

Nama Ibu : Tiar Magdalena Lumban Gaol

Nama Saudara Kandung : 1. Marudut V. Sinaga

2. Asmita Br Sinaga

3. Manahan F. Sinaga

4. Rosdiana Br Sinaga

III. PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 030298

Simallopuk (1990-1990)

SLTP : SLTP Negeri IV

Sidikalang (1996-1999)

SMK : SMK TI Darma Bhakti

Medan (2000-2003)

S1 : Universitas Darma Agung

Medan (2005-2009)

S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

(12)

vii

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 17

BAB II WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK... 20

A. Sejarah Notaris di Indonesia ... 20

B. Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 30

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris ... 32

D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan ... 35

E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik ... 37

(13)

viii

BAB IV AKIBAT HUKUM SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS APABILA TERJADI PELANGGARAN

PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS... 66

A. Sanksi Keperdataan ... 68

B. Sanksi Administratif ... 70

C. Sanksi Pidana ... 73

D. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris... 75

E. Lembaga Pengawas Notaris ... 81

F. Hak Ingkar Notaris ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

(14)

UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.

(15)

independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.

The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”

The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan

pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum

itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

Pertama, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum

public, dilakukan oleh organ Negara yang disebut dengan pemerintah atau eksekutif,

juga dikenal dengan istilah Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat Administrasi

Negara atau dalam arti khusus pegawai negeri. Organ Negara yang disebut

pemerintah atau eksekutif juga dikenal sebagai Pejabat Tata Usaha Negara

mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban serta kekuasaan untuk memberikan

pelayanan kepada dan untuk kepentingan masyarakat umum akan tetapi terbatas

hanya dalam bidang hukum publik saja.

Kedua, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum

perdata atas suatu Negara dilakukan oleh organ Negara yang disebut pejabat umum,

baik eksekutif / pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara maupun pejabat umum,

sama-sama organ Negara dan juga keduanya sama-sama menjalankan tugas publik

akan tetapi Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan memberikan

pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang hukum publik saja,

(17)

memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang perdata saja.

Karena pejabat umum bukan Pejabat Tata Usaha Negara dan sebaliknya Pejabat Tata

Usaha Negara bukan pejabat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

yuresprudensi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:62/K/TUN/1998,

tanggal 27 Juli 2001, yang menyatakan bahwa akta-aktain casu akta perusahaan dan

pembagian dan akta jual beli adalah bukan keputusann Tata Usaha Negara

sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 sub 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara karena meskipun

dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat tata Usaha Negara namun

dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai pejabat umum dalam bidang perdata.

Oleh karena itu, di era reformasi sekarang, berkenaan diperlukannya akta

Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang

berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang

untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu, perwujudan tentang perlunya

kehadiran pejabat umum untuk lahirnya akta otentik, maka keberadaan Notaris

sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan.

Karena Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan

dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta

Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat

bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Notaris merupakan pilar utama dalam starting bussines di Indonesia, karena dalam

(18)

Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya

ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum

yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam

undang-undang1.

Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang

pengguna jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena

Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum

kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya

kepastian hukum.

Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan maksud menggantikan

Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860 No. 3) tentang Peraturan

Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan

masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.

Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan

dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta

1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan

(19)

itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang.

Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang

diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris

bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya

dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran

jabatannya.

Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap

professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa

melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya

yaitu Kode Etik Notaris.2 Berdasarkan Pasal 16 huruf (a) UUJN, seorang Notaris

diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Kemandirian Notaris harus

sesuai asas legalitas hukum yang berlaku, sehingga Notaris dalam melaksanakan

tugas tidak terpengaruh oleh pihak lain.

Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya

Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di

luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah

satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat

2Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris

(20)

dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum.

Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam

hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural

(institusional structural or institusional independence), independensi funsional

(fungsional independence), independensi financial (financial

independence),independensi administratif (administratif independence). Notaris

dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan

berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya,

sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen

Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga

dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara

kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam

menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan

oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat

dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan

Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat

pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan

sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system

administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian

pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap

(21)

Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya

dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu,

Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang

lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau

kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta3.

Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan

penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH

Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris

adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para

pejabat lainnya.

Tugas Notaris selain memberikan bantuan dengan membuat akta otentik, akan

tetapi juga konsultasi hukum kepada masyarakat. Dengan demikian penting bagi

Notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya

masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat

memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan

hukum.

(22)

Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan

pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus

mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat

sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh

atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan

sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap

mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi

menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta

itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu

beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk

itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan

terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik

Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang

Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan

jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan

Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan

cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.4

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat

dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan

melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti

(23)

yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak.

Keputusann tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan

kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum

termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari.5

Setiap pembuatan akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat pembuktian,

apabila terjadi sengketa diantara para pihak, persengketaan tersebut tidak menutup

kemungkinan melibatkan Notaris, dan atas keterlibatan itu Notaris harus ikut

bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Notaris dapat dimintakan

pertanggungjawaban selain berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris juga berdasarkan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) yakni :

sebelum Notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan

sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2)

yakni :

Saya bersumpah/berjanji :

Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang

tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri

dan tidak berpihak.

(24)

Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban

saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, Kehormatan Martabat, dan tanggung jawab

saya sebagai Notaris.

Bahwa saya akan merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan saya.

Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan

nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan

sesuatu kepada siapapun.

Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang

diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris

bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya

dengan selalu menjunjung tinggi kode etik Notaris.

Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip

kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di

atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam

pembuatan akta otentik ?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip

(25)

3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi

pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam

pembuatan akta otentik ?

2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung

tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?

3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila

terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran

bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya

mengenai perbuatan Notaris dalam jabatannya

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang

(26)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang

ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan

judul mengenai Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik.

memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohandas Sherividya

(067011056) tahun 2008, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan

judul Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Hukum

Bagi Kepentingan Umum, dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta?

2. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan

terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan kehormatan Notaris?

3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjadi

perlindungan hukum bagi kepentingan umum?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu

penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti

“perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.6

6 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Susanto Anton dan Salman Otje, Teori Hukum,

(27)

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang

sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan

pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan

variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.7

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan

penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan

dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya

teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang

tanggung jawab hukum.

Hans Kelsen mengemukakan :

“Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah

konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara

hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab

hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal

perbuatan yang bertentangan. Bisanya yakni dalam hal sanksi ditujukan

kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya

sendiri.”8

7Maria S.W. Sumardjono,Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,

1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

8Hans Kelsen,Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State,

(28)

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kemandirian Notaris dalam

pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).

Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di

bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti

perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat,

Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum

kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik

hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakta meminta jasa

Notaris.

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung

tinggi kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik maka dapat dikaji dari teori

tujuan hukum. Dimana teori tujuan hukum dilandaskan kepada Negara Indonesia

yang menganut system rechtstaat (Negara hukum), konsep Negara hukum lebih

condong kepada kepastian hukum. Sehingga dalam teori tujuan hukum dapat dilihat

sejauh mana Notaris dalam menciptakan tercapainya tujuan hukum. Sebab, akta yang

dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum

di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris bersifat otentik, dan merupakan

(29)

tersebut. Oleh karena itu hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral

yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum.

Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak

mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain serta adanya

kesamaan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

dan realitas.9 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian

atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,

seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep

merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep

adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang

berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.10 Dalam kerangka

konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.11

9Herlin Budiono (II),Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra

Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364

10Satuujipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

11Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka

(30)

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan

suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang

belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.12

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu

penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, bisanya

sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan

suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep

menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan

empiris.13

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu

didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat

menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

12Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal.133

13Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia

(31)

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta.14

b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang

sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam

kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam

membuat akta otentik

c. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.15

d. Kemandirian adalah kedudukan yang netral dan tidak memihak, yang dalam hal

ini Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut

dan bukan salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.16

e. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.17

Perbuatan dalam tesis ini diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh Notaris

yang menyalahgunakan kemandiriannya dalam pembuatan akta otentik.

f. Penyalahgunaan adalah cara atau perbuatan menyalahgunakan.

g. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

14Undang-undang No. 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Nasional,Pasal 1 15Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1868

16Sjaifurrachman danHabib Adjie,Op.cit.,hal.59

17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,

(32)

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan suatu karya ilmiah yang baik dan diinginkan sudah tentu

akan memerlukan persyaratan yang cukup kompleks dalam penyusunannya, serta

membutuhkan informasi yang cukup untuk melengkapi terciptanya karya ilmiah

tersebut.

Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah

metode meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang

berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan.

Alasan penelitian yuridis normatif ini digunakan, karena hendak meneliti

norma-norma hukum tentang “Prinsip kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta

Otentik”.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data

yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan

ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undanganyang berkaitan

dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

3. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

(33)

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau

dengan kata lain dengan pengumpulan data-data sekunder (data-data yang sudah

diolah) dan dapat diperoleh melalui: buku-buku, jurnal,majalah dan surat kabar,

maupun internet.

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik

dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi

permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada

peraturan-peraturan dan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu

dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

Dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah

terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan

Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan

b. Bahan Hukum Skunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang

termuat dalam beberapa artikel.

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan

(34)

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara

kualitatif.18 yakni dengan mengadakan pengamatan dan interpretasi data yang

diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan

ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan

yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi

hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.

18 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(35)

BAB II

WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK

A. Sejarah Notaris di Indonesia

Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang

lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17

dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan

Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta

sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para

pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium

Publicum.

Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai

Notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang

sekretarisCollege van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius

Publicus.Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga

eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.19

Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai

sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas

Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai

(36)

dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan

akta yang dibuatnya.20

Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College

Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal

16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain

menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan

kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.21 Tanggal 7

Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in

Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan

wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk

membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan

kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,

menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga

memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem

disusul dengan pengangkatan Notaris-Notaris lainnya untuk mengakomodasi

kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi

dengan kesibukan kota Batavia saat itu.22

Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat

peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda.

Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,

(37)

kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in

Nederlands Indie (Stbl.1860:3).

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di

Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih

ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang

dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan

Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.

Perkataan Notaris berasal dari kataNotarius23pada zaman romawi, yaitu yang

diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga

pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang

menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada

penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada

pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif.

Pejabat-pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas tidak

melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah

agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan

negeri.

23Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan,PT. Raja Grafindo

(38)

Ketentuan dalam Pasal 1 Instructie Voor De Notarissen in

Indonesia,menyebutkan bahwa24 Notaris adalah pegawai umum yang harus

mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat

untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan

kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,

menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga

salinannya yang sah dan benar.

Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu :

“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang

jabatan seorang Notaris masih disegani. Seorang Notaris bisanya dianggap

sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh

diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)adalah benar,

ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.25

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini.

Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan

syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :

24G.H.S Lumban Tobing,Op.Cit.,hal.15

25Tan Thong Kie,Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris,PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,

(39)

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun

4. Sehat jasmani dan rohani

5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris

dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas

prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulusan strata

dua kenotariatan; dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk

dirangkap dengan Jabatan Notaris.

1. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa

salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum26, hal ini disebut

kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

26Menurut Lubbers yang dikutip dalam buku, Hukum Notaris Indonesia bahwa Notaris tidak

(40)

2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta

itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua)

kesimpulan yaitu:

1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak

ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti

lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut

tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar

tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk

melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

(41)

4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat akta risalah lelang.

Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan

kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah

ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan

memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan

tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib

disampaikan kepada para pihak.

Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh

tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan

keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan

selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan

kewajiban Notaris yaitu :

1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan

pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian

dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

(42)

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,

kecuali ada alasan untuk menolaknya;

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji

jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat

dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu

buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada

sampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya

surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang

tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)

hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

(43)

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia

dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat

kedudukan yang bersangkutan;

l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2

(dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi

dan Notaris.

m. Menerima magang calon Notaris.

2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak

berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali

3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta :

a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;

b. Penawarann pembayaran tunai;

c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. Keterangan kepemilikan atau;

f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1

(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan

ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu

berlaku untuk semua”.

5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya

(44)

6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k

ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib

dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan

ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap

halman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7)

tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan.

9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan

akta wasiat.

Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan

untuk menjamin kepentingan dan memberi kepastian hukum kepada masyarakat yang

memerlukan jasa Notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang

memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang sah

c. Merangkap sebagai pegawai negeri

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara

(45)

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara,

Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan

Notaris

h. Menjadi Notaris pengganti

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan

atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.

B. Notaris Sebagai Pejabat Umum

Sungguh pun pasal 1868 BW tersebut hendak mencoba memberikan batasan

atau defenisi mengenai akta otentik, namun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud

dengan pejabat umum, juga tidak menjelaskan sampai dimana batas wewenangnya

dan tempat dimana ia berwenang, serta bagaimana bentuk dari suatu akta yang

ditentukan oleh undang-undang, oleh karena itu pasal 1868 BW belum jelas dan

lengkap mengatur siapa yang dimaksud dengan pejabat umum, maka pembentuk

undang-undang menjabarkannya kedalam suatu peraturan khusus, peraturan yang

dimaksud yaitu Undang-Undang nomor :30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(UUJN).27

Apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang akta otentik,

berarti harus diartikan akta Notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan

kepada dan menjadi wewenang pejabat lain atau oleh peraturan umum, ditegaskan

(46)

juga diberikan wewenang untuk itu (membuat akta otentik) kepada pejabat lain,

namun apabila menurut peraturan umum,disebut secara umum tentang “pejabat

umum” itu berarti harus diartikan Notaris. Dalam hal ada peraturan umum atau

undang-undang yang juga memberikan wewenang kepada pejabat lain untuk

membuat akta otentik , bukanlah berarti bahwa mereka itu kemudian jadi pejabat

umum.

Pengecualian-pengecualian tersebut dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 KUH

Perdata, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut, “dengan tak mengurangi

ketentuan pasal 10 ketentuan-ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bagi

orang-orang bangsa Eropa diseluruh Indonesia ada register buat kelahiran,

pemberitahuan kawin, izin kawin, perkawinan, perceraian, dan kematian,

pegawai-pegawai yang diwajibkan menyelenggarakan register-register tersebut, dinamakan

pegawai catatan sipil”.28

Pengecualian kewenangan dari Notaris sebagai pejabat yang berhak membuat

akta otentik menurut pasal 4 KUH Perdata diperkuat oleh pendapat Tan Thong Kie

bahwa :

Seorang Notaris boleh membuat semua akta dalam bidang Notariat, tetapi dia

tidak boleh membuat berita acara pelanggaran lalu lintas atau keterangan

kelakuan baik yang semuanya wewenang kepolisian, ia juga tidak boleh

membuat akta perkawinan, akta kematian, akta kelahiran (bukan akta kenal

(47)

lahir atau akta van bekendneid) yang kesemuanya adalah wewenang pegawai

kantor catatan sipil, walaupun akta kenal biasanya dibuat oleh pegawai kantor

catatan sipil.29

Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain

atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya dari Notaris antara lain:

a) Akta pengakuan anak di luar kawin,30

b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik,

c) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi,31

d) Akta protes wesel dan cek,

e) Akta catan sipil.

Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud dalam angka (1) sampai angka (4)

disamping merupakan wewenang pejabat lain, Notaris masih tetap berwenang

membuat akta-akta tersebut, artinya baik Notaris maupun pejabat lain yang bukan

Notaris sama-sama mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik tersebut,

akan tetapi mereka yang bukan Notaris hanya untuk perbuatan itu saja, yaitu yang

secara tegas sudah diatur dalam undang-undang, sebagaimana disebutkan pada angka

(5) Notaris tidak turut berwenang membuatnya, dan hanya oleh pegawai kantor

catatan sipil saja yang berwenang membuat akta-akta tersebut.

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris

Menurut pendapat umum yang dianut pada setiap akta otentik demikian juga

pada akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :

29

Tan Thong Kie, studi Notariat dan serba-serbi Praktek Notaris, Ichtiar baru Van Hoeve,

Jakarta,2007,hal,95.

30

Pasal 281 dan Pasal 1227 KUH Perdata

(48)

1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah

Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri

untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar atau

lahiriah sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan

mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku bahwa sebagai akta otentik

sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta

tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.

Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkalnya

keotentikan akta tersebut, parameter untuk menetukan akta Notaris sebagai akta

otentik yaitu tanda tangan dari Notaris yang yang bersangkutan, baik yang ada pada

minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta.

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat

apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lain,

jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta

otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara

lahiriah bukan akta otentik.32

2. Kekuatan Pembuktian Formal

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta

tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh

pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur

yang sudah ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum

(49)

dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta.

Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,

bulan, tahun, pukul, atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang

menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak/ penghadap, saksi dan

Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang

dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabat/berita acara dan

mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta pihak.

Siapapun diperbolehkan untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan

atas aspek formal akta Notaris, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta

yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, pengingkaran atau penyangkalan tersebut

harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus

dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam

akta yang bersangkutan .33

3. Kekuatan Pembuktian Material

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut

dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat

akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada

pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan

/dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak

yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus

(50)

dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai

yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian

keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata

pernyataan keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata maka hal

tersebut tanggung jawab, para pihak sendiri, Notaris terlepas dari hal semacam itu.

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai

akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu

persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersbut tidak benar, maka akta

yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta

yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.34

D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan

Antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan

yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yakni:

a) akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, pasal 15 ayat (1) UUJN,

sedangkan mengenai tanggal pembuatan akta dibawah tangan tidak ada

jaminan tanggal pembuatnya,

b) grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frase dikepala akta

demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai kekuatan

eksekutorial seperti hanya keputusan hakim, pasal 1 angka 11 UUJN,

(51)

sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai

kekuatan eksekutorial,

c) minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, pasal 15 ayat (1) UUJN,

kewenangan Notaris menyimpan akta, karena minuta akta Notaris adalah arsip

Negara, maka tidak boleh hilang, sedangkan akta dibawah tangan

kemungkinan hilang sangat besar,

d) akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat

didalamnya volledig bewij, pasal 1870 KUH Perdata artinya apabila suatu

pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan

menganggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi

sesuatu yang benar, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan menambah

bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian,

apabila pihak yang menandatangi tidak menyangkal atau mengakui tanda

tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan

pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti sempurna.

Pasal 1875 KUH Perdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal,

maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib membuktikan

kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan kebenaran tanda

tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada

akta otentik.35

(52)

E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum

memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak dan

mandiri (independensi), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu

pihak”. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan

pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama

sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat

hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, Notaris sungguh netral tidak memihak

kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris

tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan,

pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral

yang baik.

Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum,

hanyalah mengkonstatir ataumerelateeratau merekam secara tertulis dan otentik dari

perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya,

ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang

membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui

batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta

mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang

tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Notaris terhadap sanksi perdata untuk akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan akta Notaris yang batal demi hukum adalah Notaris harus

Jika ketentuan Pasal 44 ayat (1) UUJN dan Pasal 44 UUJN dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu akta

Upaya notaris terhadap sanksi perdata untuk akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan akta notaris yang batal demi hukum adalah

Upaya notaris terhadap sanksi perdata untuk akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan akta notaris yang batal demi hukum adalah

Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-P yang menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004, merupakan

Perubahan terhadap pasal 20 UUJN tersebut dari perserikatan perdata (UUJN No. 2 Tahun 2014) mengartikan bahwa seorang Notaris dapat bergabung dengan Notaris lain

Jika ketentuan Pasal 44 ayat (1) UUJN dan Pasal 44 UUJN dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu akta yang dibuat