• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS LEGALITAS NOTARIS

SEBAGAI TERSANGKA ATAS AKTA YANG DIBUATNYA

TESIS

Oleh

PUTRI A.R

087011091/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ANALISIS YURIDIS LEGALITAS NOTARIS

SEBAGAI TERSANGKA ATAS AKTA YANG DIBUATNYA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

PUTRI A.R

087011091/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS LEGALITAS NOTARIS SEBAGAI TERSANGKA ATAS AKTA YANG DIBUATNYA

Nama Mahasiswa : Putri A.R Nomor Pokok : 087011091

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) Ketua

(Notaris Syahril Sofyan, SH., M.Kn) Anggota

(Syafruddin S Hasibuan, SH., MH., DFM) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 03 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN

Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH., M.Kn

2. Syafruddin S Hasibuan, SH., MH., DFM

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M.Hum

(5)

ANALISIS YURIDIS LEGALITAS NOTARIS

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum para penghadap. Namun demikian, dalam menjalankan profesinya tidak jarang seorang notaris dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai tersangka, sehubungan dengan akta otentik yang dibuatnya. Sehingga, dipandang perlu untuk mengetahui legalitas notaris sebagai tersangka atas akta yang dibuatnya.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dengan cara menggabungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi dokumen dan penelitian lapangan. Kemudian dianalisa dengan metode analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa notaris hanya dapat (legal/sesuai dengan aturan hukum) dijadikan sebagai tersangka apabila notaris telah dengan sengaja tetap membuat akta sesuai yang diminta oleh penghadap, padahal ia mengetahui bahwa penghadap tersebut tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perikatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau telah memberikan keterangan-keterangan tidak benar untuk dicantumkan di dalam akta tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa notaris tersebut tidak berpegang teguh pada UUJN dan kode etik notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, bahkan secara sengaja serta diinsyafi bekerja sama dengan penghadap untuk melakukan suatu tindak pidana pemalsuan surat dan pemalsuan akta otentik. Berkaitan dengan tugas jabatan notaris, maka notaris hanya dapat dikenakan Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kemudian notaris dikenakan pemberatan Pasal 264 ayat (1) huruf a KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, karena akta tersebut bersifat otentik. Berdasarkan hal yang demikian, maka disarankan agar pemerintah dapat selalu berusaha meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bagi para penegak hukum tentang kedudukan notaris dalam hukum nasional, sehingga pada saat notaris ditetapkan sebagai tersangka, polisi sebagai ujung tombak penegakan hukum dapat menempatkan pasal yang sesuai dengan jabatan notaris itu sendiri.

Kata kunci: Notaris, Akta Otentik, Tersangka.

1 Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

(6)

JURIDICAL ANALYSIS ON THE LEGALITY OF NOTARY AS A SUSPECTED FOR THE DOCUMENT MADE

Putri A.R5

The position as the notary or its existence is intended to help and serve the society requiring the written authentic about the condition, event or the law action to the parties. However, in implementing the duty, it is frequently found that the notary is called by the police as a suspected related to the authentic document made. Hence, it is necessary to know the legality of notary as a suspected on the document made.

This is analytical descriptive research using yuridical normative approach by the way of combining two data collection methods, namely library/documentary study and field study. Then, it is analyzed with qualitative analysis method.

The results of the research show that the notary can be as a suspected (in accordance with the prevailed rules) whenever he/she issued the document according to the demand of the appearers as far as he/she knows that the requirements can not be fulfilled or by putting wrong statement in the document. It denotes that a notary does not follow the prevailed rules or code of conduct in implementing the duty and even purposively to do something illegal for the sake of the appearers needs. Related to the duty of the notary, he/ she can be given the sanction, as it is stated in Article 263 verse (1) juncto Article 55 verse (1) Book of the Law of Criminal Law (Penal Code). The notary can be also given the sanction according to Article 264 verse (1) part a Book of the Law of Criminal Law (Penal Code) Jo. Article 55 verse (1) Book of the Law of Criminal Law (Penal Code) since the document is authentic. Based on the description above, it is suggested for the government to add the understanding and knowledge for those legal officers about the position of the notary in national law. Hence, at the time that a notary is made as a suspected, the police as the front line for the law enforcement may use appropriate article regarding the notary.

Key words : Notary, Authentic document, Suspected

5

The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, yang berjudul Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka atas Akta yang Dibuatnya .

Pada kesempatan ini dengan tulus ikhlas penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang amat terpelajar :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., yang merupakan Ketua

Program Studi Magister Kenotariatan,selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Bapak Syahril Sofyan, SH., M.Kn, selaku anggota komisi pembimbing.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM., selaku anggota komisi

pembimbing.

yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam memperluas wawasan penulis dari awal penyusunan proposal sampai penyelesaian penulisan tesis ini.

Demikian juga penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang amat terpelajar Ibu DR. T. Keizerina Devi A, SH, CN, Mhum dan Ibu

Chairani Bustami, SH, SpN, MKn selaku dosen penguji yang telah berkenan

memberikan bimbingan, arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH., MSc (CTM)., SpA(K)., selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum, yang telah banyak memberi bantuan dan data yang diperlukan dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Marlina, SH., M.Hum, Notaris-Notaris, Kantor Majelis Pengawas Daerah Notaris di Medan, anggota penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal POLDASU di Medan, selaku responden, yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

6. Abangda Dr. Marzuki, SH., M.Hum, yang terus menerus memberikan masukan positif kepada penulis sampai penulisan tesis ini selesai.

7. Para Pegawai/Karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dengan sepenuh hati terutama di bidang administrasi.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2008, yang telah memberikan dukungan dalam penulisan tesis ini.

9. Seluruh staf Law Office Ayub, SH & Associates, yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Teristimewa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis ayahanda tercinta H. Ayub, SH., MH dan ibunda tercinta Hj. Rukiah, SH serta adik-adikku tersayang Cory. A. R, ST, Bunga. A. R, SKG dan Muhammad Faisal atas doa, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil untuk keberhasilan studi penulis. Serta kepada Muhammad Citra Ramadhan, SH., MH yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

(9)

Akhirnya seraya menyerahkan diri kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, Juli 2010

Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………. v

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ….………... 11

C. Tujuan Penelitian ………. 12

D. Manfaat Penelitian ………... 12

E. Keaslian Penelitian ……….. 13

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ……..………….. 14

1. Kerangka Teori ………. 14

2. Kerangka Konsepsi ………..………. 19

G. Metode Penelitian ……… 24

1. Spesifikasi Penelitian ………. 24

2. Teknik Pengumpulan Data ………. 25

(11)

BAB II PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWAJIBAN NOTARIS

DALAM MENJALANKAN PROFESINYA ……….. 28

A. Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris ………… 28

B. Pengaturan tentang Kinerja Notaris ……… 39

BAB III INDIKATOR TUGAS-TUGAS JABATAN NOTARIS YANG BERIMPLIKASI PADA PERBUATAN PIDANA ... 51

A. Perbuatan Hukum Notaris dan Pengawasan Tugas Notaris.. 51

B. Notaris Sebagai Pelaku Tindak Pidana Sehubungan dengan Profesinya ……… 61

C. Perlindungan Hukum Bagi Notaris ………. 94

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS YANG DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA ……… 104

A. Analisis Kasus Notaris yang Terkait Tindak Pidana ………. 104

B. Akibat Hukum Terhadap Akta dan Wewenang Notaris yang Ditetapkan Sebagai Tersangka ………. 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 127

A. Kesimpulan ………... 127

B. Saran ………. 130

(12)

ANALISIS YURIDIS LEGALITAS NOTARIS

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum para penghadap. Namun demikian, dalam menjalankan profesinya tidak jarang seorang notaris dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai tersangka, sehubungan dengan akta otentik yang dibuatnya. Sehingga, dipandang perlu untuk mengetahui legalitas notaris sebagai tersangka atas akta yang dibuatnya.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dengan cara menggabungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi dokumen dan penelitian lapangan. Kemudian dianalisa dengan metode analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa notaris hanya dapat (legal/sesuai dengan aturan hukum) dijadikan sebagai tersangka apabila notaris telah dengan sengaja tetap membuat akta sesuai yang diminta oleh penghadap, padahal ia mengetahui bahwa penghadap tersebut tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perikatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau telah memberikan keterangan-keterangan tidak benar untuk dicantumkan di dalam akta tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa notaris tersebut tidak berpegang teguh pada UUJN dan kode etik notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, bahkan secara sengaja serta diinsyafi bekerja sama dengan penghadap untuk melakukan suatu tindak pidana pemalsuan surat dan pemalsuan akta otentik. Berkaitan dengan tugas jabatan notaris, maka notaris hanya dapat dikenakan Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kemudian notaris dikenakan pemberatan Pasal 264 ayat (1) huruf a KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, karena akta tersebut bersifat otentik. Berdasarkan hal yang demikian, maka disarankan agar pemerintah dapat selalu berusaha meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bagi para penegak hukum tentang kedudukan notaris dalam hukum nasional, sehingga pada saat notaris ditetapkan sebagai tersangka, polisi sebagai ujung tombak penegakan hukum dapat menempatkan pasal yang sesuai dengan jabatan notaris itu sendiri.

Kata kunci: Notaris, Akta Otentik, Tersangka.

1 Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

(13)

JURIDICAL ANALYSIS ON THE LEGALITY OF NOTARY AS A SUSPECTED FOR THE DOCUMENT MADE

Putri A.R5

The position as the notary or its existence is intended to help and serve the society requiring the written authentic about the condition, event or the law action to the parties. However, in implementing the duty, it is frequently found that the notary is called by the police as a suspected related to the authentic document made. Hence, it is necessary to know the legality of notary as a suspected on the document made.

This is analytical descriptive research using yuridical normative approach by the way of combining two data collection methods, namely library/documentary study and field study. Then, it is analyzed with qualitative analysis method.

The results of the research show that the notary can be as a suspected (in accordance with the prevailed rules) whenever he/she issued the document according to the demand of the appearers as far as he/she knows that the requirements can not be fulfilled or by putting wrong statement in the document. It denotes that a notary does not follow the prevailed rules or code of conduct in implementing the duty and even purposively to do something illegal for the sake of the appearers needs. Related to the duty of the notary, he/ she can be given the sanction, as it is stated in Article 263 verse (1) juncto Article 55 verse (1) Book of the Law of Criminal Law (Penal Code). The notary can be also given the sanction according to Article 264 verse (1) part a Book of the Law of Criminal Law (Penal Code) Jo. Article 55 verse (1) Book of the Law of Criminal Law (Penal Code) since the document is authentic. Based on the description above, it is suggested for the government to add the understanding and knowledge for those legal officers about the position of the notary in national law. Hence, at the time that a notary is made as a suspected, the police as the front line for the law enforcement may use appropriate article regarding the notary.

Key words : Notary, Authentic document, Suspected

5

The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hal ini tentunya menuntut bahwa di dalam lalu lintas hukum diperlukan adanya alat bukti dalam menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesadaran akan inilah yang menyebabkan munculnya suatu pemikiran untuk membuat suatu alat bukti yang dapat melindungi hak-hak seseorang dalam berinteraksi dengan yang lainnya. Di Indonesia sendiri hal ini dapat dilihat dari keberadaan notaris yang berfungsi untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti mengenai hubungan hukum antara individu dengan individu lainnya.

(15)

tersebut dianggap sebagai benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.9

Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lain adalah pengecualian.10

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain itu, akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.11

9 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama, P.T. Alumni,

Bandung, 2004, hal. 49.

10 GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983,

hal. 34.

(16)

Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap sebagai pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.12

Masyarakat mengenal istilah kenotariatan itu lebih kepada profesinya, yaitu profesi notaris. Profesi ini ada di Indonesia sejak dan merupakan peninggalan zaman penjajahan Hindia Belanda. Kenotariatan merupakan lembaga peninggalan zaman Hindia Belanda yang diatur dengan aturan perundang-undangan Pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1860, tetapi karena telah tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan hukum masyarakat dan pemerintahan maka selanjutnya sudah menjadi lembaga yang terus menerus dipakai dalam hubungan-hubungan hukum hingga sekarang, diantaranya guna diperolehnya jaminan kepastian hukum dengan diterbitkannya akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna.

Akta otentik merupakan alat bukti bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum perjanjian. Adanya akta ini untuk kepentingan para pihak, dan dibuat oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta demikian mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang membuatnya. Sebagai alat bukti yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain.

12 Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van

(17)

undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah.

Pemahaman mengenai arti akta notaris dengan demikian sangat penting dalam menciptakan ketertiban hubungan hukum di antara para pihak. Alat bukti bagi para pihak itu tentu dimaksudkan bahwa para pihak itu menghendaki hubungan hukum seperti yang telah mereka sepakati bersama. Hubungan hukum itu terjadi karena atas kehendak mereka bersama.

Sehubungan dengan jabatan notaris ini, Habib Adjie mengemukakan sebagai berikut :

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.13

Menurut Heryanto, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai notaris dan sebagai pejabat publik, setidak-tidaknya Notaris harus memerankan 4 (empat) fungsi, yakni :

Pertama, Notaris sebagai Pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak

yang datang kepadanya baik itu berupa akta partij maupun akta relaas. Kedua, Notaris sebagai Hakim dalam hal menentukan pembagian warisan. Ketiga,

13 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,

(18)

Notaris sebagai Penyuluh Hukum dengan memberikan keterangan-keterangan bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta. Keempat, Notaris sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha mempertahankan klien atau relasinya agar operasionalisasi kantornya tetap berjalan.14

Seorang notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik profesinya yaitu Kode Etik Notaris. Berdasarkan Pasal 16 huruf a UUJN, seorang notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Selain itu, notaris sebagai pejabat umum harus dapat mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, dalam membantu mengatasi dan memenuhi kebutuhan hukum yang terus berkembang dapat memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu, notaris dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk dan terikat dengan peraturan-peraturan yang ada, yakni Undang Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode Etik Notaris dan Peraturan Hukum lainnya.

Notaris mempunyai tugas utama yang berat, karena harus memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan terhadap norma-norma

14 Heryanto, Notaris Antara Profesi dan Jabatan, http://arsip.pontianakpost.com/berita/

(19)

hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan notaris. Seorang notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.15

Fungsi Notaris di bidang pekerjaannya adalah berkewajiban dan bertanggung jawab terutama atas pembuatan akta otentik yang telah dipercayakan kepadanya, khususnya di bidang hukum perdata, menyimpan minuta aktanya, termasuk semua protokol Notaris dan memberi grosse, salinan dan petikan. Selain itu, Notaris berfungsi melakukan pendaftaran atas surat di bawah tangan, membuat dan mensahkan salinan atau turunan berbagai dokumen serta memberikan nasihat hukum.

Sehubungan dengan tugas pokok notaris yaitu dalam hal membuat akta otentik, yang menurut Pasal 1870 KUH Perdata akta otentik itu memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang mutlak, maka Soegondo Notodisoerjo menyatakan sebagai berikut :

Di sinilah letaknya arti penting dari profesi notaris, ialah bahwa ia karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha. Yang dimaksud untuk kepentingan pribadi ialah antara lain: membuat testament, mengakui anak yang dilahirkan diluar kawin syah, memberikan dan menerima hibah,

(20)

mengadakan pembagian warisan, dan lain-lain. Yang dimaksud untuk kepentingan suatu usaha ialah akta-akta yang dibuat untuk kegiatan di bidang usaha, antara lain akta-kata mendirikan perseroan terbatas, firma, Comanditair Venootschap dan sebagainya. 16

Notaris adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Negara (berdasarkan ketentuan undang-undang) untuk menyatakan terjadinya hubungan hukum (rechts

verhouding) antara para pihak dalam sebuah akta. Atas dasar hal yang demikian,

maka jelas tampak bahwa akta notaris itu berkaitan secara langsung dengan nilai martabat para pihak yang berjanji. Janji yang telah dinyatakan di dalam akta tentu merupakan cerminan kehendak yang tulus dari para pihak, satu terhadap yang lain dan juga menunjukkan martabat para pihak yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur kehidupan bersama di dalam masyarakat, bangsa, dan negara.

Anggota masyarakat mempunyai suatu anggapan bahwa dalam pembuatan suatu akta, kalau mereka sebagai para pihak sudah memegang akta notaris maka semuanya itu yang membuat (perjanjian mereka itu) adalah notaris. Hal demikian ini sesungguhnya adalah pemahaman yang keliru, karena sesungguhnya yang berjanji satu sama lain, atau yang membuat (akta) perjanjian itu, adalah mereka para pihak sendiri dan bukan notaris. Notaris tidaklah terikat dengan hubungan hukum (perjanjian) yang mereka adakan (sepakati). Pelurusan pemahaman yang keliru tersebut perlu terus menerus diupayakan dalam rangka posisi hukum yang benar mengenai hubungan-hubungan hukum yang terjadi, arti akta otentik itu sendiri, serta

16 Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali Pers,

(21)

posisi dari notaris sebagai pejabat umum yang telah menyatakan perbuatan hukum para pihak itu ke dalam akta. Oleh karena itu, akta yang dibuat oleh seorang notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang telah diatur dalam UUJN.

Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen dengan sebenar-benarnya dan para pihak memberikan keterangan yang tidak benar diluar sepengetahuan notaris ataukah adanya kesepakatan yang dibuat antara notaris dengan salah satu pihak yang menghadap. Apabila akta yang dibuat notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri, maka notaris itu harus memberikan pertanggungjawaban baik secara moral maupun secara hukum.

Perbuatan hukum yang tertuang dalam suatu akta notaris bukanlah perbuatan hukum dari notaris, melainkan akta tersebut memuat perbuatan hukum dari pihak-pihak yang meminta atau menghendaki secara mufakat perbuatan hukum tersebut untuk dituangkan dalam suatu akta otentik.17 Pihak dalam akta itulah yang terikat pada isi dari suatu akta otentik. Jika dalam suatu akta lahir suatu hak dan kewajiban, maka suatu pihak wajib memenuhi materi apa yang diperjanjikan dan pihak lain

(22)

berhak untuk menuntut. Notaris hanyalah pembuat untuk lahirnya suatu akta otentik.18 Jika terjadi suatu sengketa mengenai apa yang diperjanjikan dalam suatu akta notaris, notaris tidak terlibat sama sekali dalam pelaksanaan suatu kewajiban atau dalam hal menuntut suatu hak. Notaris berada diluar hukum pihak-pihak.19

Sehubungan dengan hal tersebut di atas Habib Adjie, selaku saksi ahli dalam sebuah persidangan yang berkaitan tentang keterangan palsu dalam sebuah akta notaris, mengatakan bahwa : “Dalam pembuatan suatu akta, notaris sama sekali tidak bisa disalahkan, karena apa yang tertuang dalam akta itu adalah keinginan para pihak”.20

Profesi notaris merupakan profesi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk pembuatan alat-alat bukti yang berupa akta sehingga notaris tidak boleh memihak ke salah satu pihak dan harus berlaku adil terhadap kedua belah pihak serta menjelaskan akibat-akibat perjanjian yang dibuatnya kepada kedua belah pihak terutama pihak yang lemah. Selain itu, notaris juga merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat untuk pembuatan alat-alat bukti tersebut, sehingga notaris itu tidak melakukan perbuatan yang dilakukan para pihak tetapi hanya membuatkan alat

18 Ibid.

19

Irfan Fachruddin, Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya Dalam Sengketa Tata usaha

Negara, Varia Peradilan nomor 111, Desember 1994, hal. 144.

20 Empat Guru Besar Bela Anand, http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp? Berita=

(23)

bukti bagi kedua belah pihak, tetapi karena kurang pengertian dari polisi, maka sering dianggap yang melakukan perbuatan hukum itu adalah notaris.21

Notaris dalam prakteknya, sering dilibatkan jika terjadi perkara antara para pihak, padahal sengketa yang terjadi bukanlah antara para pihak dengan notaris mengingat notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, namun notaris sering harus berurusan dengan proses hukum baik di tahap penyelidikan, penyidikan maupun persidangan untuk mempertanggungjawabkan akta yang dibuatnya. Tetapi, tidak dapat dipungkiri, bahwa ada kalanya notaris di dalam melakukan pembuatan akta juga dapat melakukan kesalahan atau kelalaian.

Notaris rentan mendapat gugatan dari para pihak yang merasa dirugikan dalam pembuatan suatu akta. Kesalahan notaris dalam melaksanakan jabatannya, disebabkan kekurangan pengetahuan, pengalaman dan pengertian mengenai permasalahan hukum yang melandasi dalam pembuatan suatu akta, bertindak tidak jujur, lalai/tidak hati-hati serta memihak salah satu pihak.22 Oleh karena itu, seorang notaris yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi jabatannya dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi pidana, perdata maupun sanksi administratif.

Mengenai pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya di dalam hukum pidana, tidak jarang seorang notaris dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai

21

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995.

(24)

tersangka, sehubungan dengan proses pembuatan akta otentik tersebut menyalahi prosedur yaitu dengan adanya keterangan palsu di dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut. Sehubungan dengan hal di atas, notaris dalam mempertanggungjawabkan akta yang telah diterbitkannya harus terlebih dahulu mendapat izin/persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris untuk dapat diperiksa atau diproses oleh aparat hukum.

Jika notaris harus selalu dilibatkan bahkan diikutsertakan sebagai tersangka setiap terjadi persengketaan di antara para pihak sudah tentu hal tersebut akan mengganggu kelancaran tugas notaris dalam melaksanakan jabatannya. Dalam hal ini perlu diperjelas sejauh mana tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya dan apakah notaris memang harus selalu dilibatkan jika terjadi persengketaan di antara para pihak dalam akta yang dibuatnya.

Berdasarkan pandangan yang demikian, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta yang Dibuatnya ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut, yaitu :

(25)

2. Bagaimanakah indikator tugas-tugas jabatan notaris yang berimplikasi pada perbuatan pidana?

3. Bagaimanakah akibat hukum notaris yang ditetapkan sebagai tersangka?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas dan kewajiban notaris dalam menjalankan profesinya.

2. Untuk mengetahui indikator tugas-tugas jabatan notaris yang berimplikasi pada perbuatan pidana.

3. Untuk mengetahui akibat hukum bagi notaris yang ditetapkan sebagai tersangka.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan untuk memecahkan hal-hal yang menjadi permasalahan baik secara teoritis maupun secara praktis :

(26)

2. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para praktisi hukum khususnya notaris, agar dalam melaksanakan profesinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menimbulkan konflik hukum di kemudian hari. Selain itu, diharapkan pula dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para penegak hukum agar penegakan hukum (Law enforcement) dapat berjalan dengan baik.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara di Medan, penelitian mengenai legalitas notaris sebagai tersangka terhadap akta yang dibuatnya, belum pernah disusun oleh peneliti lain.

Namun demikian, dari hasil penelusuran kepustakaan tersebut terdapat penelitian yang berjudul sebagai berikut :

1. “Kewenangan Notaris Dalam Status Tersangka Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum Membuat Akta Otentik” oleh Edi Natasari Sembiring, NIM : 077011016. Adapun permasalahan yang dibahas adalah :

a. Bagaimana prosedur untuk melakukan penyidikan terhadap notaris yang dilaporkan telah melakukan perbuatan pidana?

(27)

notaris yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelaku tindak pidana ?

2. “Kajian Yuridis Tentang Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam Kaitannya dengan Aspek Pidana”, oleh Lindawati, NIM : 057011050. Adapun permasalahan yang dibahas adalah :

a. Bagaimanakah tata cara pembuatan akta otentik dakam profesi notaris sehari-hari ?

b. Bagaimanakah pemahaman notaris terhadap kode etik profesi sebagai pedoman dalam menjalankan jabatannya ?

c. Bagaimanakah kaitan antara pelaksanaan tugas notaris dengan aspek pidana ? Apabila diperbandingkan dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam tesis ini, yaitu membahas tentang pelaksanaan tugas dan kewajiban notaris dalam menjalankan profesinya, indikator tugas-tugas jabatan notaris yang berimplikasi pada perbuatan pidana, akibat hukum bagi notaris yang ditetapkan sebagai tersangka. Maka, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap permasalahan yang menjadi substansi dalam penelitian ini. Sehingga, berdasarkan hal tersebut keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

(28)

yang tertinggi.23 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.24

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,25 yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.

Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut :

l. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh

karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. 26

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, diantaranya adalah teori positivisme hukum dan teori legal system.

23

Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 254.

24 Ibid., hal. 253.

(29)

Teori positivime hukum dikembangkan oleh John Austin yang terlihat dari bukunya yang berjudul Province of Jurispridence. John Austin menyatakan bahwa

law is a command of the lawgiver (hukum adalah perintah dari penguasa), yaitu

perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan.27 Pengertian perintah dari penguasa yang berdaulat tersebut dengan disertai sanksi. Sanksi ini dikatakan sebagai memberikan rasa malu bagi setiap kejahatan yang terjadi.28 Oleh karena itu, hukum positif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu adanya unsur perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Di sinilah letak korelasi antara persoalan kepastian hukum yang merupakan salah satu tujuan hukum dengan peranan negara.

Alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum dibutuhkan untuk menjamin kepastian, keadilan dan ketertiban yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Notaris dalam menjalankan profesinya tentunya harus patuh kepada UUJN, Kode Etik Notaris, KUH Perdata Dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan-peraturan yang berlaku lainnya agar kepastian, keadilan dan ketertiban hukum dapat tercapai.

Apabila notaris dalam menjalankan profesinya tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ada tentunya keadilan bagi para pihak yang aktanya dibuat dihadapan notaris tersebut tidak akan tercapai. Persengketaan antara para pihak dapat

27 Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 61. 28 Lili Rasjidi dan Arief Sidarta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, CV. Remadja

(30)

terjadi meskipun notaris dalam pembuatan suatu akta telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku, hal ini bukan dikarenakan kesalahan notaris tersebut, tetapi dikarenakan para pihak dalam pembuatan akta tersebut tidak memberikan keterangan sesuai dengan kenyataan yang ada dan sering kali notaris juga harus ikut bertanggungjawab atas hal tersebut. Oleh karena itu, notaris yang merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian29, keadilan30 serta ketertiban hukum.31

Lawrence M. Friedman dalam hubungannya dengan sistem hukum,

menyebutkan adanya beberapa komponen unsur hukum sebagai berikut: 32

29 Kepastian memiliki arti ketentuan; ketetapan sedangkan jika kata kepastian itu

digabungkan dengan kata hukum menjadi kepastian hukum, memiliki arti “perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara”, lihat dalam E.Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal. 91-92.

30 Menurut Aristoteles keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi

dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak. Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. Asas ini menghendaki agar sumber daya di dunia ini diberikan atas asas persamaan kepada anggota-anggota masyarakat atau negara. Dalam hubungan ini ia membedakan antara keadilan distributif dan korektif. Menurut aristoteles, kedua-duanya mengikuti asas persamaan, yang dikatakannya “ harus ada persamaan dalam bagian yang diterima oleh orang-orang, oleh karena rasio dari yang dibagi harus sama dengan risiko dari orang-orangnya; sebab apabila orangnya tidak sama, maka di situ tidak akan ada bagian yang sama pula; maka apabila orang-orang yang sama tidak menerima bagian yang sama atau orang-orang-orang-orang yang tidak sama menerima bagian yang sama, timbullah sengketa. Lihat dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 163

31 Ketertiban merupakan nilai yang mengarahkan pada tiap-tiap individu untuk bersikap dan

bertindak yang seharusnya agar keadaan yang teratur tersebut dapat dicapai dengan baik. Lihat dalam E.Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi

Nilai, Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal. 131.

32 Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, PT Tata Nusa, Jakarta, 2001,

(31)

1. Sistem hukum mempunyai struktur. Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya.

2. Sistem hukum mempunyai substansi, yaitu berupa aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.

3. Sistem hukum mempunyai komponen budaya hukum, yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum itu sendiri, seperti kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya.

Semua komponen tersebut merupakan pengikat sistem hukum itu di tengah kultur bangsa secara keseluruhan. Seseorang menggunakan hukum, dan patuh atau tidak terhadap hukum sangat tergantung kepada kultur hukumnya. Oleh karena itu, saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk mempertahankan pola-pola hubungan serta kaidah-kaidah yang telah ada. Hukum yang diterima sebagai konsep modern memiliki fungsi untuk melakukan suatu perubahan sosial.

Sejalan dengan hal tersebut apabila dianalisis secara yuridis, ketentuan pidana adalah merupakan bagian dari suatu sistem hukum yang dimaksudkan untuk memperoleh kebenaran materil, sehingga dalam penegakan hukum (law enforcement) yang berkenaan dengan sanksi pidana tidak semata-mata didasarkan pada tujuan kepastian hukum (rechtzakerheid), melainkan juga ditujukan kepada kemanfaatan (utility).

Tujuan perlindungan hukum diharapkan untuk memperoleh keadilan yang hakiki (real justice) atau keadilan yang responsif, akomodatif bagi kepentingan hukum yang sifatnya komperehensif, baik dari aspek pidana maupun dari aspek perdata dan aspek administratif, oleh karena itu untuk mencapai keadilan yang

(32)

meliputi instansi pemerintah maupun masyarakat untuk mematuhi hukum itu sendiri.33

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN, dimana hal tersebut ditujukan untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum kepada masyarakat. Oleh karena itu, apabila dalam implementasinya ternyata notaris tidak dilindungi hak-haknya, maka notaris sebagai pelayan masyarakat sekaligus individu sebagai bagian yang integral dalam sebuah negara, tidak mendapat perlindungan hukum maka dapat menurunkan citra bangsa itu sendiri sebagai negara hukum.

Untuk dapat menyimpulkan bahwa saat melakukan perbuatan pidana si pelaku adalah memang merupakan orang yang patut dicela atau dipersalahkan haruslah didasarkan beberapa kriteria mengenai pertanggungjawaban pidana sebagai berikut:34

1. Si pelaku perbuatan pidana harus merupakan orang yang memiliki kemampuan bertanggungjawab.

2. Si pelaku perbuatan pidana harus melakukan perbuatannya secara sengaja atau setidaknya secara culpa (kurang hati-hati atau teledor).

3. Dalam diri pelaku perbuatan harus tidak ada hal-hal yang merupakan alasan pemaaf. Perbuatan pidana yang dilakukan si pelaku harus tidak ada hal-hal yang merupakan alasan pembenar. Karena dalam teori khasanah ilmu hukum pidana, dari alasan dimaafkannya pelaku perbuatan pidana di atas, ada beberapa diantaranya yang dipandang bukan sebagai alasan pemaaf, melainkan sebagai alasan pembenar. Artinya alasan-alasan atau hal-hal yang menjadikan dibenarkannya perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku sehingga secara hukum tidak merupakan perbuatan pidana lagi.

33 Ibid.

34 Ajaran Delik Dalam Hukum Pidana, http://profesorpram.wordpress.com/2009/04/21/

(33)

Dalam hubungan ini, apabila terjadi notaris dijadikan tersangka atas akta yang dibuatnya tanpa melalui prosedur yang ada, maka akan terjadi ketidakseimbangan di dalam masyarakat karena notaris adalah pelayan masyarakat yang tugas dan wewenangnya telah dilindungi dalam undang-undang yang juga harus dilindungi kepentingan hukumnya.

2. Kerangka Konsepsi

Sejalan dengan landasan teori tersebut, maka dalam penulisan hukum diperlukan kerangka konsepsional. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.35 Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan.36

Kerangka konsepsional dalam penelitian hukum, diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu, maka biasanya kerangka konsepsional tersebut sekaligus merumuskan definisi-definisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman

(34)

operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. 37 Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk mendefinisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik, yaitu :

a. Legalitas

Legalitas adalah keabsahan atau sah tidaknya suatu hal dipandang dari segi hukum.

b. Notaris

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Menurut Sutrisno, Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris secara umum, untuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN. Jadi, bila digabung Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat (1), terciptalah definisi notaris, yaitu :38

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

37 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.137.

38 Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I,

(35)

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

c. Akta Notaris

Di dalam Pasal 1 ayat (7) UUJN, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris ini.

d. Hukum Pidana dan Tindak Pidana

Menurut Moeljatno pengertian istilah hukum pidana adalah :

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.39

Tindak pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan dan unsur pertanggungjawaban pidana kepada pelakunya. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak akan ada

39 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar hukum Pidana Indonesia, PT.

(36)

hukuman pidana terhadap seseorang tanpa adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat atas kedua unsur itu.40

Berkaitan dengan asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus

non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tiada pidana jika tidak ada kesalahan, maka

pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. 41

Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan. Sedangkan, sebagai dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuannya itu. Dengan kata lain, hanya dengan hubungan batin inilah, maka perbuatan yang dilarang itu dapat dimintai pertanggungjawaban pidana kepada si pelaku.42

e. Tersangka

Menurut Pasal 1 butir 15 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

40

Rifky Pradana, Sekilas Tentang Pertanggungjawaban Pidana, http://www.mail-archive.com/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/msg04790.html, diakses pada tanggal 29 Desember 2009.

(37)

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai tindak pidana. Sedangkan, yang dimaksud sebagai tersangka dalam penulisan tesis ini adalah notaris yang disangka telah melakukan tindak pidana.

f. Penyidikan

Penyidikan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.43

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.44 Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas.

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan

43

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana Pasal 1 ayat (2), dalam M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Politeia, Bogor. 1997, hal. 3.

(38)

teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain. 45

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif,46 dimana

dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif dipergunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kenotariatan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Bahan Hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan akta otentik yang mengandung konflik yang dapat menyebabkan notaris menjadi tersangka. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan

45

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 38.

46 Ronny Hamitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia,

(39)

hukum primer dan sekunder.

Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan (Field Research).

Studi kepustakaan/studi dokumen (documentary study) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas.

Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data primer yang diperoleh melalui Penelitian lapangan (Field Research). Penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam yang menggunakan pedoman wawancara (interview). Informan47 yang dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :

1. 5 (lima) orang dari pihak kepolisian ; 2. 5 (lima) orang dari praktisi notaris ;

3. 2 (dua) orang dari Majelis Pengawas Daerah Notaris ; 4. 2 (dua) orang ahli hukum di bidang pidana.

(40)

3. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,48 yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas. Metode ini akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.49 Lexy J. Moleong dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif, menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metode ini memakai logika berpikir induktif, suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah khusus ke kaidah yang bersifat umum.50

Dengan demikian rangkaian kegiatan analisis data yang diperlukan dalam penelitian penulis adalah sebagai berikut : semua data yang telah diperoleh terlebih dahulu diolah agar dapat memberikan gambaran yang sesuai kebutuhan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, dimana data-data yang diperlukan guna menjawab permasalahan, baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan relevansinya untuk kemudian ditentukan antara data yang penting dan data yang tidak penting untuk menjawab permasalahan. Dipilih dan disistematisasi berdasar kualitas kebenaran sesuai dengan materi penelitian, untuk kemudian dikaji melalui pemikiran yang logis induktif, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahannya secara jelas dan

48

Miles and Hubberman, 1992. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang

Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia Press, hal. 15-20. 49 Ibid., hal. 15.

(41)

lengkap berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian. Sehingga hasil analisis tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.51

(42)

BAB II

PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWAJIBAN

NOTARIS DALAM MENJALANKAN PROFESINYA

A. Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris

Asas atau prinsip merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, dasar, tumpuan, tempat untuk menyandarkan sesuatu, mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.52

Asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis, sehingga ia merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Melalui asas hukum ini, peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis.53

Ada beberapa asas yang harus dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas jabatan notaris, yaitu sebagai asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris yang baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Asas Kepastian Hukum 2. Asas Persamaan

3. Asas Kepercayaan 4. Asas Kehati-hatian

(43)

5. Asas Profesionalitas.

Berikut ini akan diuraikan satu per satu mengenai asas-asas tersebut :

1. Asas Kepastian Hukum

Indonesia merupakan negara hukum dimana negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang berlaku.

Menurut Abdullah Choliq, Implementasi asas kepastian hukum ini menuntut dipenuhinya hal-hal sebagai berikut :

1. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, tindakan pemerintah dan pejabatnya bertumpu pada perundang-undangan dalam kerangka konstitusi.

2. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.

3. Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (Non Retroaktif).

4. Asas peradilan bebas terjaminnya obyektifitas, imparsialitas, adil dan manusiawi.54

Persoalan kepastian hukum bukan lagi semata-mata menjadi tanggung jawab negara seorang. Kepastian hukum itu harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi kehidupan, di luar peranan negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi

54 Abdullah Choliq, Fungsi Hukum Dan Asas-Asas Dasar Negara Hukum,

(44)

maupun yudikasi. Setiap orang atau pihak tidak diperkenankan untuk bersikap atau bertindak semena-mena.55

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.56

2. Asas Persamaan

Persamaan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, dimana pada situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. Keadilan dan persamaan mempunyai hubungan yang sangat erat, begitu eratnya sehingga jika terjadi perlakuan yang tidak sama, hal tersebut merupakan suatu ketidakadilan yang serius.

Sehubungan dengan hal tersebut, H.L.A. Hart menyatakan bahwa keadilan tidak lain dari menempatkan setiap individu yang berhak dalam hubungan dengan sesamanya. Mereka berhak mendapatkan posisi yang relatif masing-masing sama atau

55

E. Fernando Op. Cit., hal. 95.

56 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan Tentang Notaris dan PPAT), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, (Selanjutnya disebut Buku II),

(45)

kalau tidak, masing-masing tidak sama. Jadi, postulatnya adalah perlakuan yang sama terhadap hal-hal yang sama.57

Keadilan merupakan salah satu ide agung dalam sejarah peradaban manusia sepanjang masa sejak zaman dahulu sampai sekarang. Aristoteles mencoba membagi ragam-ragam keadilan menjadi beberapa kualifikasi :58

a. Keadilan pembagian (distributif)

Ragam keadilan ini yang terkenal pula sebagai keadilan distributif menunjuk pada kepantasan dalam pembagian berbagai barang dan jasa kepada para anggota masyarakat.

b. Keadilan penggantian (retributif)

Ragam keadilan ini menyangkut penanganan yang adil terhadap pelaku kesalahan (atau pelanggar hukum) maupun pihak korban dari kesalahan/pelanggaran itu dengan memberikan hukuman yang setimpal dan ganti rugi yang layak.

c. Keadilan timbal balik (komutatif)

Ragam keadilan ini menyangkut pertukaran benda jasa diantara para anggota masyarakat yang harus timbal balik secara proporsional. Setiap pertukaran yang adil harus mewujudkan persamaan yang seimbang di antara barang atau jasa.

57

Zamrony, Notaris-PPAT : Kualifikasi Sama, Perlakuan Beda, http://zamrony.Word press. com/2008/09/20/notaris-dan-ppat-kualifikasi-samaperlakuan-beda-2/, diakses pada tanggal 23 April 2010.

(46)

d. Keadilan prosedural

Ragam keadilan ini menunjuk pada keadilan sebagai tujuan yang harus dicapai dalam hukum berupa sesuatu keputusan ditetapkan berdasarkan pelaksanaan secara selayaknya pranata hukum yang berlaku.

e. Keadilan kontributif

Ragam keadilan ini yang dikemukakan oleh Mortimer Adler menyangkut kewajiban moral setiap anggota masyarakat untuk melakukan tindakan yang memberikan sumbangan atau menunjang kebaikan bersama dan kesejahteraan umum dari masyarakat.

Secara prinsipil hukum harus diterapkan secara sama kepada siapa saja, baik kepada si kaya maupun kepada si miskin, kepada laki-laki maupun kepada perempuan, kepada mayoritas maupun kepada golongan minoritas, kepada kulit putih maupun kepada kulit berwarna. Namun, tidak berarti keadilan hanya mengenai perlakuan yang sama saja. Memberlakukan hukum yang sama kepada orang dalam kualifikasi yang berbeda, justru dapat menimbulkan ketidakadilan. Jadi, kualifikasi orang-orang dalam masyarakat tetap dibutuhkan untuk mengukur suatu keadilan. Siapapun yang dapat memenuhi kualifikasi yang sama, harus diberikan hak yang sama pula.

(47)

37 UUJN. Hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat memberikan jasa kepada yang menghadap notaris.59

Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang menjadi alasan notaris menolak memberikan jasanya untuk membuat akta, yaitu :60

1. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan karena fisik.

2. Apabila notaris tidak ada karena cuti, jadi karena sebab yang sah.

3. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain.

4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak diserahkan kepada notaris.

5. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya. 6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang

diwajibkan.

7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

8. Apabila pihak-pihak yang menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.

Keadilan distributif sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles, memiliki kesamaan dengan prinsip keadilan dari Raja Romawi Justinian, yaitu untuk memberikan setiap orang sesuai haknya (to give each man his due). Memang, itu

60 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, (Selanjutnya disebut Buku III), hal.

Referensi

Dokumen terkait

Jika ketentuan Pasal 44 ayat (1) UUJN dan Pasal 44 UUJN dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu akta

Kewenangan yang dimiliki Majelis Pengawas Pusat adalah untuk menjalankan sanksi tersebut berdasarkan pada Pasal 84 UUJN yang menyatakan bahwa: “Tindakan pelanggaran yang

Kewenangan yang dimiliki Majelis Pengawas Pusat adalah untuk menjalankan sanksi tersebut berdasarkan pada Pasal 84 UUJN yang menyatakan bahwa: “Tindakan pelanggaran yang

Adapun pengertian notaris berdasarkan bunyi Pasal 1 butir 1 jo Pasal 15 ayat 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

Kewenangan yang dimiliki Majelis Pengawas Pusat adalah untuk menjalankan sanksi tersebut berdasarkan pada Pasal 84 UUJN yang menyatakan bahwa: ³7LQGDNDQ

Adapun tanggung jawab seorang notaris pengganti adalah berupa sanksi yang diatur dalam Pasal 84, Pasal 85, serta Pasal 86 UUJN yang menegaskan apabila pihak yang dirugikan

Kewenangan yang dimiliki Majelis Pengawas Pusat adalah untuk menjalankan sanksi tersebut berdasarkan pada Pasal 84 UUJN yang menyatakan bahwa: “Tindakan pelanggaran yang

Jika ketentuan Pasal 44 ayat (1) UUJN dan Pasal 44 UUJN dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu akta yang dibuat