• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Take home

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makalah Take home"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Kebijakan Dan Manajemen Transportasi Publik

RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

Implikasi dan Rekomendasi Bagi Pembangunan Daerah

Dosen : Dra. Ambar Teguh Sulistiyani, M.Si Puguh Prasetya Utomo, S.IP, MPA

Disusun Oleh :

Tri Nugrahani Novita Sari

09/283063/SP/23663

JURUSAN MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

A. DESKRIPSI RENCANA RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTO

Rencana relokasi Bandara Adi Sutjipto yang terletak di Sleman mendesak untuk dilakukan karena bandara ini dinilai tak memadai lagi sebagai bandara internasional. Oleh karena itu, relokasi dinilai perlu dilakukan ke lokasi yang lebih strategis dan memadai untuk mendukung pertumbuhan penerbangan di masa depan. Faktor-faktor yang mendorong perlunya dilakukan relokasi antara lain karena adanya overlapping antara penerbangan sipil dan militer dimana koridor penerbangan sipil tumpang tindih dengan kawasan training Angkatan Udara. Airspace

Bandara Adi Sutjipto sudah sangar mendesak dan dapat mengganggu pertumbuhan penerbangan di masa mendatang. Panjang landasan pacu tidak cukup untuk mengakomodasi Code Eaircraft

serta pesawat dengan Code C akan dioperasikan di bawah pinalti. Panjang landasan pacu Bandara Adi Sutjipto sendiri hanya sepanjang 2.200 meter sedangkan panjang landasan ideal bandara internasional adalah 3.200 meter. Selain itu bangunan terminal Bandara Adi Sutjipto tidak mampu memenuhi level kelayakan pelayanan yakni 17 m2 per jam per penumpang pada

titik puncak penumpang. Sampai tahun 2011 Bandara Adi Sutjipto sudah melayani 55.000 penerbangan dan sudah melayani hampir 5 juta penumpang. Hal inilah yang melandasi perlunya lokasi baru yang mampu mendukung perkembangan penerbangan di DIY.1

Rencana pembangunan Bandara di Kulon Progo dimulai tahun 2007 melalui Pra FS yang dibuat MOTT MAC DONALD di Desa Garongan, Pleret, dan Bugel. Kajian awal Pra FS tidak dapat dilanjutkan karena adanya overlapping dengan kawasan kontrak tambang pasir besi di Kulon Progo. Kajian awal rencana lokasi bandara baru dilanjutkan oleh PT Angkasa Pura bekerjasama dengan GVK Airport Developer PVT Ltd (India) dan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM. FS ini memberikan long list alternatif lokasi yakni tetap di Bandara Adi Sutjipto (Sleman); Selomartani (Sleman); Bandara Gading (Gunung Kidul); Gadingharjo (Bantul); Bugel, Temon, serta Bulak Kayangan (Kulon Progo). FS dimulai tanggal 5 Desember 2011 dan selesai 5 Maret 2012. Hasil studi ini memperoleh hasil bahwa Palihan, Temon, Kulon Progo merupakan alternatif lokasi yang memperoleh penilaian tertinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Pembangunan bandara baru membutuhkan lahan seluas 669 Ha. Lokasi di daerah Temon memenuhi syarat ketersediaan lahan dan dampak sosial paling minim, dimana di lokasi ini terdapat 18% tanah Paku Alam, hanya akan merelokasi 670 rumah dan 70 Ha tanah persawahan.2

Kulon Progo memiliki pointers kelayakan sebagai lokasi baru karena memenuhi berbagai kriteria, diantaranya pengembangan regional, ketersediaan lahan, keberlanjutan operasional, sosio-ekonomi dan budaya, keadaan alam, akses bandara, aspek teknis, serta komparatif taksiran

1Lihat dalam Triyono. 2012. Pembangunan New International Airport Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi Panel Relokasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 di Fisipol UGM.

(3)

finansial. Kulon Progo dinilai layak menjadi lokasi baru karena tidak adanya bentang alam yang menjadi obstacle untuk pengembangan bandara baru. Wilayah Kulon Progo juga aman karena bukan merupakan daerah bahaya bencana alam (erupsi Merapi atau sesar gempa). Tersedianya dukungan jaringan jalan raya, jaringan transportasi kereta api, dan kemungkinan pengembangan pelabuhan laut. Penggunaan lahan existing di pesisir Kulon progo didominasi lahan pertanian pantau non-irigasi teknis, hunian penggarap lahan dengan kerapatan jarang, serta fasilitas penunjang pariwisata pantai. Faktor-faktor tersebut menjadi daya dorong kelayakan wilayah pesisir pantai Kulon Progo tepat menjadi lokasi bandara baru.

Relokasi Bandara Kulon Progo dilakukan untuk membangun bandara dengan kelas internasional menggantikan Bandara Adi Sutjipto yang dinilai tak lagi memadai. Bandara baru yang dikhususkan untuk penerbangan sipil dan komersial saja tanpa overlapping dengan penerbangan militer. Bandara yang mampu menyediakan pelayanan penerbangan baik domestik, internasional, maupun pesawat carter di Yogyakarta. Pembangunan bandara baru akan menjadi bandara utama yang akan mendukung pembangunan pariwisata, perdagangan, serta investasi. Bandara Adi Sutjipto akan dijadikan bandara militer murni dan menjadi bandara untuk tamu VVIP di Yogyakarta.3 Kini, rencana relokasi bandara baru tinggal menunggu untuk direalisasikan

di Kulon Progo.

B. IMPLIKASI SOSIAL DAN EKONOMI RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTO

Implikasi yang terjadi akibat relokasi bandara Adi Sutjipto akan memberikan implikasi bukan hanya pada Kulon Progo sebagai lokasi baru melainkan bagi Sleman sebagai lokasi lama yang dulunya pernah ditempati bandara. Kulon Progo yang menjadi lokasi baru pembangunan bandara tentunya akan mendapatkan dampak dari adanya pembangunan bandara baru. Bandara memegang peranan penting dalam perkembangan suatu wilayah seperti yang diungkapkan Herdiana (2012) bahwa keberadaan bandara selain menjadi pendukung utama transportasi udara letak bandara telah berkembang menjadi suatu kawasan yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah. Maka dari itu, relokasi tentu juga akan memberikan imbas pula bagi Sleman mengingat selama ini Sleman menjadi wilayah yang berkembang salah satunya dikarenakan keberadaan bandara di kabupaten tersebut. Imbasnya pun bukan hanya dirasakan oleh pemerintah semata melainkan oleh masyarakat daerah.

Dampak adanya relokasi Bandara Adi Sutjipto bagi pemerintah Kulon Progo diantaranya adalah peningkatan pendapatan daerah karena keberadaan bandara di Kulon Progo. Bandara yang direncanakan di bangun di Kulon Progo merupakan bandara sipil maka pengelolaannya akan dilakukan oleh instansi pemerintah di wilayah terkait sehingga melalui pengelolaan bandara tersebut secara otomatis akan turut menambah pendapatan daerah Kulon Progo. Terlebih adanya bandara akan turut berpengaruh pada pengembangan investasi, perdagangan, maupun jasa yang

(4)

juga akan turut meningkatkan pendapatan dan keuntungan finansial bagi Kulon Progo. Selain itu, kemungkinan keuntungan ekonomi juga ajan diterima masyarakat. Pergerakan aktivitas ekonomi yang juga akan bergerak ke arah bandara akan memunculkan geliat berbagai aktivitas ekonomi yang juga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat terutama yang mampu mengambil peluang bisnis dari relokasi bandara. Implikasi ekonomi juga akan berdamak pada perubahan bentuk dan jenis usaha perdagangan di Kulon Progo. Pergeseran usaha umumnya akan beralih ke sektor jasa, perdagangan, dan pariwisata.

Implikasi lainnya adalah bergesernya kultur masyarakat di lokasi bandara yang baru. Kondisi sosial dan kultur sebagai masyarakat petani akan bergeser dan berubah menjadi masyarakat sektor jasa. Keberadaan bandara baru dapat membuka peluang bisnis sektor pariwisata di Kulon Progo. Selama ini kawasan pariwisata Kulon Progo relatif kurang terekspos karena letak Kulon Progo yang berada di paling selatan Yogyakarta. Relokasi bandara menimbulkan peluang besar untuk pengembangan pariwisata di Kulon Progo. Perubahan fungsi tata ruang di Kulon Progo juga berubah dimana akan banyak investasi yang masuk ke Kulon Progo. Banyaknya investasi yang masuk akan meningkatkan investasi terutama di sektor jasa. Sehingga dampak kemudian adalah meningkatnya pembangunan di Kulon Progo sebagai daya dukung pergeseran aktivitas menuju bandara.

(5)

Sedangkan implikasi yang akan terjadi dan dialami oleh Sleman selaku lokasi lama keberadaan bandara Adi Sutjipto juga tak kalah banyak. Bandara Adi Sutjipto selama ini telah berkontribusi besar dalam mendorong pergerakan ekonomi di Sleman selama ini. Keberadaan Bandara Adi Sutjipto di Sleman juga telah menggeser pola kehidupan masyarakat dari sektor pertanian ke sektor jasa. Bandara Adi Sutjipto yang dioperasikan di Maguwo telah mampu menciptakan moda transportasi pendukung yang tersusun dengan baik, mulai dari bus, taksi, hingga kereta api. Relokasi Bandara Adi Sutjipto tentu saja akan memberikan implikasi besar pula pada Sleman mengingat keberadaan bandara selama ini telah menjadi salah satu pilar perekonomian Sleman. Pendapatan daerah Sleman tidak berpengaruh secara langsung akibat relokasi bandara. Seperti yang diungkapkan Endiarto4, pendapatan daerah Sleman tidak akan

terpengaruh langsung karena selama ini perparkiran dan pengelolaan Bandara Adi Sutjipto dilakukan oleh PT Angkasa Pura sehingga pendapatannya tidak masuk ke daerah melainkan masuk atau dikelola oleh PT Angkasa Pura. Dampak terbesar yang akan dialami Sleman adalah perubahan arah aktivitas bandara, bukan lagi ke Sleman melainkan bergeser ke Kulon Progo.

Implikasi yang akan dialami Sleman adalah terjadinya perubahan jalur moda transportasi pendukung bandara. Bandara Adi Sutjipto yang selama ini didukung oleh moda transportasi dengan konsep transportasi antar moda atau yang lebih dikenal dengan terminal junction namun seiring proses relokasi bandara ke Kulon Progo otomatis akan terjadi perubahan jalur moda transportasi. Jalur transportasi yang semula menuju Sleman akan bergeser ke arah Kulon Progo. Sehingga konsep terminal junction yang telah tersusun dimungkinkan berubah. Akan terjadi pula perubahan daya dukung sarana transportasi di wilayah Sleman bagian barat, yakni di Kecamatan Minggir, Moyudan, Tempel, dan Gamping selaku jalur menuju bandara baru di Kulon Progo. Perubahan itu meliputi perubahan kualitas jalan, perubahan rambu jalan, dan berbagai perubahan lainnya yang terkait dengan perubahan daya dukung sarana transportasi. Implikasi lainnya adalah terjadinya perubahan arah aglomerasi meninggalkan Sleman dan beralih serta bergerak menuju Kulon Progo sebagai lokasi bandara baru. Sleman juga harus memikirkan upaya mengatasi persoalan transportasi menuju Kulon Progo. Sleman terletak di sebelah utara DIY sedangkan lokasi bandara baru di Kulon Progo terletak di paling selatan DIY sehingga isu utama yang terkait relokasi adalah masalah keterjangkauan menuju bandara. Relokasi badara akan membuat semakin jauhnya jarak tempuh menuju lokasi bandara baru khususnya bagi pengguna layanan transprotasi udara yang berdomisili di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan daerah-daerah di sekitarnya. Pe-eR utama yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah keterjangkauan ini

(6)

adalah melakukan perbaikan sarana dan daya dukung transportasi untuk mengatasi maslah keterjangkauan dan menghindari kemacetan menuju jalur bandara baru.

Implikasi lain yang akan dialami Sleman adalah terjadinya perubahan fungsi atau ruang di Sleman. Perubahan fungsi tata ruang wilayah terutama akan terjadi di wilayah Sleman Barat dimana investasi akan bergeser ke wilayah menuju bandara. Wilayah Sleman Barat yang selama ini bergerak di sektor pertanian akan beralih menjadi sektor jasa yang berkembang mengikuti arah pembangunan bandara. Perubahan tata ruang akan turut mempengaruhi pertumbuhan aglomerasi di wilayah Sleman Barat sebagai jalur menuju bandara baru. Padahal secara tata ruang kawasan Sleman Barat merupakan wilayah pertanian yang menjadi penyangga pangan DIY. Perubahan menuju sektor jasa akan merusak sektor pertanian sehingga dapat mengganggu pasokan pangan DIY. Perubahan sektor pertanian ke sektor jasa ini juga akan mendorong perubahan tat guna lahan di jalur barndara baru. Perubahan ini menyangkut perubahan dari areal persawahan menjadi beragam bangunan pendukung pergeseran aktivitas di bandara baru, seperti toko-toko, hotel, serta bangunan-bangunan sektor jasa lainnya.

Implikasi ekonomi yang akan terjadi kemudian ialah terjadinya pergeseran bentuk usaha perekonomian di wilayah sekitar Bandara Adi Sutjipto. Selama ini bentuk usaha yang terletak di sekitar wilayah Bandara Adi Sutjipto berkaitan erat menunjang keberadaan Bandara Adi Sutjipto beserta seluruh pengguna jasa penerbangan di bandara tersbut. Seiring relokasi ke bandara baru di Kulon Progo secara otomatis akan merubah bentuk usaha yang selama ini ada di wilayah Bandara Adi Sutjipto. Kemungkinan yang terjadi adalah pelaku usaha merubah bentuk usaha atau berpindah mengikuti relokasi bandara baru. Perubahan terkait dengan bentuk usaha secara otomatis akan terjadi pula di jalur menuju bandara. Bentuk usaha akan berubah mengikuti permintaan masyarakat yang menggerakkan aktivitasnya menuju bandara baru. Perubahan ini akan memicu sikap kreativitas serta kompetisi untuk membangun usaha demi memenuhi permintaan masyarakat.

(7)

Dari berbagai implikasi tersebut, Sleman memiliki beberapa orientasi pembangunan supaya tingkat pertumbuhan dan pembangunan di Sleman menurun akibat bergesernya arah aktivitas menuju Kulon Progo. Sleman dapat mencegah dampak buruk dari relokasi bandara yang selama ini menjadi tonggak majunya pembangunan wilayah dan pertumbuhan ekonomi di Sleman. Sleman dapat memaksimalkan keuntungan atau potensi dari daerah-daerah yang masuk Kabupaten Sleman yang menjadi jalur menuju bandara baru. Pada intinya relokasi Bandara Adi Sutjipto ke Kulon Progo harus mampu dibaca sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah sehingga dampak keberadaan bandara dapat memberikan keuntungan bukan saja bagi pemerintah namun juga bagi masyarakat serta bagi daerah sekitarnya. Hal ini karena pada hakikatnya relokasi bandara secara tidak langsung akan mempengaruhi kebijakan pembangunan kabupaten/kota disekitarnya. Relokasi juga akan memberikan dampak baik pada aspek transportasi, ekonomi, sosial, budaya, tata ruang, mapun dampak lingkungan. Relokasi Bandara Adi Sutjipto pun juga memberikan implikasi pada Kulon Progo sebagai lokasi relokasi serta Sleman sebagai lokasi lama bandara seperti yang telah diuraikan di atas.

C. REKOMENDASI ALTERNATIF PENYEDIAAN TRANSPORTASI

Relokasi Bandara Adi Sutjipto ke Kulon Progo mau tidak mau mengharuskan pemerintah menjamin kelancaran lalu lintas menuju bandara baru di Kulon Progo, terutama bagi pengguna layanan transportasi udara di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan wilayah-wilayah di sekitarnya. Berbagai alternatif penyediaan transportasi untuk mengatasi masalah kelancaran transportasi menuju bandara baru diantaranya adalah:

1. Mass Rapid Transit berbasis rel

Mass Rapid Transit atau MRT merupakan moda transportasi massal yang berasis rel yang mengandalkan kenyaman, kecepatan, kapasitas, dan reliabilitas dalam pelayanan transportasinya. Pilihan MRT dapat menjadi salah satu alternatif trasnportasi menuju bandara baru di Kulon Progo dikarenakan Kulon Progo memiliki atau dilewat jalur kereta api. Selain itu, terdapat Stasiun Wates yang merupakan stasiun di Kulon Progo. Adanya jaringan rel kereta api dan terdapat stasiun memunculkan MRT sebagai salah satu alternatif transportasi menuju bandara baru di Kulon Progo. MRT merupakan salah satu moda transportasi massal yang dapat mengangkut penumpang dari dan menuju Kulon Progo.

(8)

penggunaan MRT dapat diintegrasikan dengan angkutan lain, misalnya bus yang khusus mengantar penumpang menuju bandara. Pengadaan bus menuju bandara penting mengingat letak stasiun yang masih jauh dari bandara baru Temon dan akan sangat menyulitkan jika tidak tersedia fasilitas transportasi menuju bandara.

Namun penerapan MRT sedikit sulit dilakukan terutama terkait dengan pengadaan kereta sebagai fasilitas utama pelaksanaan MRT. Seperti yang diketahui kondisi kereta api di Indonesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan kereta api yang dibeli pun merupakan kereta api bekas pakai dari negara lain. Kegiatan penerbangan membutuhkan ketepatan waktu yang tinggi sehingga jika fasilitas MRT yang diterapkan maka kereta yang digunakan juga perlu memiliki ketepatan waktu yang tinggi. Untuk itu, kereta yang menjadi fasilitas MRT haruslah kereta yang berkualitas dan berstandar. Pengadaan kereta yang berkualitas dan sesuai standar tentunya memerlukan pendanaan yang besar. Ditambah pula perbaikan stasiun untuk menunjang kelancaran MRT yang juga memakan biaya. Hal inilah yang menjadi kendala utama untuk mewujudkan MRT sebagai transportasi penunjang relokasi bandara. Jika hanya mengandalkan Prameks yang melayani rute Kutoarjo – Solo tidak akan mampu mengakomodasi penumpang yang akan menuju bandara baru karena dalam sehari PT Kereta Api hanya mengoperasikan jalur Solo – Kutoarjo selama dua kali dalan sehari. Sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan Prameks sebagai transportasi menuju bandara dan memerlukan kereta baru dengan rute baru sebagai basis MRT. Pengadaan kereta baru itulah yang membutuhkan dana yang besar sehingga membuat kemungkinan besar MRT menjadi sulit untuk direalisasikan menjadi alternatif penyediaan transportasi menuju bandara baru. Terlebih dibutuhkan juga moda transportasi pendukung untuk mempermudah transportasi dari Stasiun Wates menuju bandara di daerah Temon karena letak stasiun relatif masih jauh dengan bandara. Kalaupun direalisasikan tentu saja membutuhkan dana pinjaman untuk mengembangkannya seperti yang terjadi di Jakarta dimana untuk mengembangkan MRT di Jakarta melalui pembangunan stasiun dan pembelian kereta, pemerintah harus melakukan pinjaman sebesar 1,869 milyar yen pada JBIC untuk pembiayaan terwujudnya MRT di ibukota.5

Peluang penerapan MRT harus dikaji lebih lanjut baik teknisnya maupun pendanaannya. 2. Penyediaan jalan tol Yogyakarta/Sleman – Kulon Progo

Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan yang dibuat untuk mengurangi kemacetan. Jalan tol merupakan jalan berbayar yang dibangun sebagai solusi mengatasi kemacetan serta untuk mempersingkat waktu. Pembangunan jalan tol dapat menjadi salah satu alternatif penyediaan transportasi menuju bandara baru di Kulon Progo. Jalan tol dapat dibangun mulai dari Kota Yogyakarta atau Kabupten Sleman hingga Kabupaten Kulon

5 Lihat dalam PT MRT Jakarta. 2009. Jakarta Mass Rapid Transit (MRT). Diakses melalui

(9)

Progo. Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa jadwal penerbangan umumnya memerlukan ketepatan waktu yang tinggi sehingga menjadi perlu adanya jaminan jaringan transportasi yang mampu mengakses bandara baru dengan ketepatan waktu dan kenyamanan bagi pengguna layanan transportasi udara. Jalan tol dapat menjadi pilihan untuk memudahkan jangkauan transportasi dari dan menuju bandara bagi pengguna layanan transportasi udara yang tinggal di Kota Yogyakarta, Sleman, dan berbagai daerah di sekitarnya. Keberadaan jalan tol akan membantu mempermudah mencapai bandara baru mengingat jarak tempuh menuju bandara baru relatif jauh jika ditempuh dari Kota Yogyakarta, Sleman, dan berbagai daerah di sekitarnya sehingga memelukan suatu prasarana transportasi yang mampu diprediksi waktunya, dan jalan tol mampu memenuhi hal itu meskipun terkadang perhitungan pun dapat meleset. Namun setidaknya keberadaan jalan tol akan mampu mempermudah dan memperlancar jangkauan menuju bandara yang terletak di paling selatan Provinsi DIY.

(10)

Pembangunan tol hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan tata guna lahan, mengingat selama ini proyek tol menjadi lama terhambat pada pembelian lahan dari masyarakat yang dilalui pembangunan.

3. Kombinasi Bus Rapid Transit dengan jalan tol

Bus Rapid Transit atau BRT merupakan suatu sistem transit yang menggunakan bus pada jalur khusus yang diperuntukkan bagi bus sehingga mampu menyediakan layanan yang lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan bus pada umumnya. BRT umumnya dipahami sebagai suatu sistem yang menekankan prioritas pada perpindahan menggunakan bus dengan cepat melalui jaminan pemisahan jalur bus (busway), meskipun hingga kini tidak ada definisi yang tepat untuk menjelaskan apa itu BRT (Wright, 2005)6. BRT

merupakan suatu sistem perpindahan atau transportasi yang mengandalkan bus namun dengan kualitas tinggi dengan transit yang berorientasi klien yang menawarkan kecepatan, kenyamanan, dan dengan harga terjangkau. BRT memiliki empat atribut kunci, yakni kecepatan, reliabilitas, identitas dan image, serta desain yang nyaman bagi penumpang sedangkan komponen yang dibutuhkan bagi penerapan adalah bus, jalur khusus, stasiun/shelter dan terminal, sistem, serta desain pelayanan.7 BRT mampu menjadi salah

satu alternatif penyediaan transportasi menuju bandara baru.

Penerapan BRT dapat dikompilasikan dengan jalan tol Yogyakarta/Sleman – Kulon Progo untuk mendukung atribut kunci penerapan BRT yakni kecepatan dan reliabilitas. BRT dapat menjadi salah satu alternatif solusi transportasi publik menuju bandara baru yang memiliki ketepatan dan kepastian waktu paling tinggi. Penerapan BRT dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pembuatan jalur khusus BRT di jalan tol. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketepatan waktu yang menjadi daya dukung BRT. Untuk mampu menyediakan transportasi yang efektif menuju bandara baru diperlukan desain BRT yang benar-benar matang dan mampu menarik masyarakat untuk menggunakan moda transportasi ini. BRT yang diintergrasikan dengan jalan tol harus dibuat dengan memperhatikan berbagai hal mulai dari tempat pemberhentian bus/shelter, prasarana jalan khusus bus, sarana jalan khusus bus, serta sistem tiket.

Desain shelter BRT harus disusun untuk memberikan kenyamanan sebaik-baiknya bagi pengguna. Hal yang harus diperhatikan mulai dari desain fisik halte, jumlah pintu masuk menuju bus, fasilitas bagi difabel, hingga tempat penjualan tiket. Penerapan BRT membutuhkan pembuatan jalur khusus bus dan ini dapat dikompilasikan dengan jalan tol. Jalan tol dapat dibuat lebih lebar untuk menyediakan jalur khusus bagi BRT menuju

6 Lihat dalam dalam Naoko Matsumoto. 2006. Analysis of Policy process to Introduce Bus Rapid Transit System in Asian Cities from the Perspective of Lesson-drawing: Cases of Jakarta, Seoul, and Beijing. Paper ditulis sebagai the Urban Environmental Management Project of IGES.

(11)

bandara. Ini dilakukan selain sebagai prasyarat penerapan BRT juga sebagai branding

untuk mempromosikan BRT agar masyarakat mau menggunakannya. Jalur khusus akan meningkatkan efektivitas penerapan BRT. Bus yang digunakan juga harus disesuaikan dengan demand masyarakat. Hal ini untuk mencegah kerugian yang timbuk akibat kesalahan penerapan ukuran bus. Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah sistem tiket melalui pembayaran langsung di shelter maupun menggunakan kartu prabayar. Elemen itulah yang harus diperhatikan untuk menerapkan BRT yang dikompilasikan dengan jalan tol untuk jalur khususnya. BRT yang pembuatan jalur khususnya dilakukan di jalan tol dapat menjadi alternatif penyediaan transportasi menuju bandara baru. Selain akan munculnya jaminan ketepatan waktu karena keberadaan jalur khusus yang melewati jalan tol, kemungkinan masyarakat untuk menggunakan juga akan besar karena biaya operasionalnya juga lebih rendah dibandingkan dengan MRT sehingga biaya perjalanan pun juga akan lebih rendah.

4. Road Pricing

Road Pricing merupakan retribusi pengendalian lalu lintas yang dikenakan kepada setiap kendaraan bermotor yang melewati suatu ruas jalan tertentu di kawasan tertentu pada waktu tertentu.8 ERP umumnya menjadi salah satu upaya untuk mencegah terjadinya

kemacetan dengan menarik pungutan bagi kendaraan ketika melewati ruas jalan tertentu. ERP dapat menjadi alternatif untuk menjamin kelancaran transportasi menuju bandara. Namun, ERP tidak dapat langsung diterapkan di jalur menuju bandara begitu relokasi dilakukan dan bandara digunakan. Pergerakan kendaraan menuju bandara baru tidak akan sekejap terjadi dan pastinya membutuhkan waktu. Untuk efektivitas penerapannya ERP dapat diterapkan ketika kapasitas jalan yang disediakan menuju bandara tidak lagi memadai sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Penerapa ERP harus dilakukan dengan perhitungan efektivitas dan keuntungan mengingat pengadaan ERP yang membutuhkan dana besar dalam operasionalnya.

Dari keempat alternatif penyediaan transportasi guna menjamin kelancaran lalu lintas menuju bandara baru di Kulon Progo tersebut, alternatif yang paling efektif dan paling mungkin diterapkan adalah BRT yang dikompilasikan dengan jalan tol. BRT merupakan alternatif paling minim biaya operasionalnya dibandingkan dengan penerapan MRT sekaligus menjadi alternatif yang kemungkinan besar lebih mengurangi atau meminimalisir kemacetan dibandingkan hanya menerapkan pembangunan jalan tol semata. BRT yang menggunakan jalur khusus yang dibangun di jalan tol dapat menjadi alternatif yang mampu menjawab penyediaan transportasi dan

(12)

kelancaran lalu lintas baik sejak dimulainya operasionalisasi bandara maupun menjawab tantangan transpotasi di masa depan. BRT yang dibangun dengan jalur khusus di tol yang kini pembangunannya direncanakan pemerintah akan mampu mendorong penggunaan moda transportasi publik menuju bandara dengan catatan BRT harus konsisten mengutamakan jaminan ketepatan waktu, kenyamanan, dan biaya yang terjangkau bagi para penggunanya. Jarak antara Kota Yogyakarta, Sleman, dan berbagai daerah di sekitarnya dengan Temon, Kulon Progo relatif jauh sehingga butuh sarana transportasi yang nyaman, dan BRT dapat didorong menjadi salah satu solusinya. Jarak yang jauh akan membuat masyarakat berpikir ulang menggunakan kendaraan pribadi terutama untuk mengantarkan satu atau dua orang saja ke bandara baru sehingga BRT dapat digunakan sebagai moda menuju dan dari bandara.

Penerapan BRT yang dikombinasikan dengan jalan tol sebagai jalur khususnya juga akan realistis dengan pembangunan daerah. BRT tidak akan mengganggu pembangunan wilayah karena jalurnya telah jelas dibangun di jalan tol. Selain itu, juga tidak akan mengganggu trayek bus umum yang selama ini beroperasi di Kulon Progo. Selain itu, karakteristik utama masyarakat yang umumnya memperhitungkan maksimalisasi kenyamanan dan minimalisasin biaya dapat diakomodasi melalui BRT. BRT yang menonjolkan kenyamanan bagi penumpang, reliabilitas, serta kecepatan akan menjadi alternatif yang akan diperhitungkan oleh masyarakat untuk digunakan. Apalagi pengguna jasa layanan transportasi udara memelukan jaminan ketepatan waktu agar pengguna tidak ketinggalan pesawat. Dengan begitu, sistem BRT dengan jalur khusus di jalan tol akan menjadi efektif diterapkan menjawab penyediaan transportasi menuju bandara baru yang memberi jaminan baik dari segi kenyamanan, kecepatan, dan biaya. Selain itu, BRT juga dapat menurunkan angka penggunaan kendaraan pribadi menuju lokasi bandara baru asalkan BRT menonjolkan kualitas dan sesuai dengan standar.

Meskipun BRT dengan jalur khusus di jalan tol diterapkan tentunya pembangunan jalan tol tetap dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kelancaran penggunaan kendaraan pribadi menuju Kulon Progo. Pembangunan jalan tol harus diperlebar untuk membuat jalur khusus BRT menuju bandara baru. Sehingga penerapan jalan tol bukan hanya dikhususkan bagi pemilik dan pengguna kendaraan pribadi semata melainkan bagi pengguna transportasi publik menggunakan BRT. Ini akan memberikan pilihan pada msyarakat untuk memilih dan memperhitungkan efektivitas antara menggunakan kendaraan pribadi atau menggunakan BRT. Pembangunan jalan tol juga menjadi jawaban penyediaan transportasi di masa mendatang sebagai imbas berdirinya bandara di Kulon Progo. Road pricing dapat diterapkan ketika kendaraan di jalan tol mengalami

(13)

tak lagi mampu menampung kendaraan yang pada akhirnya menyebabkan kemacetan di berbagai ruas jalan utama di Kulon Progo. Sedangkan MRT dapat diterapkan jika terdapat permintaan yang tinggi dari masyarakat terkait dengan rute kereta menuju Stasiun Wates tinggi. Selain itu, MRT dapat diterapkan jika telah tercipta moda pendukung menuju bandara dari Stasiun Wates.

D. IDENTIFIKASI ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK YANG DIPERHATIKAN DALAM PENERAPAN ALTERNATIF

Pembangunan jalan tol yang kemudian dikombinasi dengan penerapan BRT dengan jalur khusus di lajur tol menjadi alternatif paling masuk akan untuk menyediakan transportasi menuju bandara baru sekaligus relatif sesuai dengan karakteristik masyarakat, perkembangan pembangunan daerah, serta transportasi di masa datang. Untuk menerapkannya diperlukan berbagai pertimbangan dari aspek sosial, ekonomi, maupun politik untuk mencegah timbulnya permasalahan dari penerapan alternatif tersebut. Aspek ekonomi yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pendanaan proyek. Sedari awal diperlukan adanya jaminan ketersediaan sumber daya ekonomi, mulai dari pembebasan lahan hingga pembelian sarana BRT yang sesuai standar. Sehingga ketika diimplementasikan pendanaan yang dikeluarkan sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh. Dalam artian karena keterbatasan pendanaan namun keharusan penyelesaian maka proyek berjalan disesuaikan dengan pendanaan seadanya sehingga yang terjadi kemudian adalah kualitas proyek buruk yang membuat kenyamanan transportasi terganggu sehingga masyarakat enggan menggunakan lagi.

Selain itu, aspek ekonomi yang harus diperhatikan adalah kemampuan masyarakat. Jangan dikarenakan mengejar penerapan BRT yang berkualitas dengan ITS yang canggih seperti di negara-negara barat lantas biaya operasional menjadi mahal yang berakibat pada ketidakmapuan masyarakat menjangkau dikarenakan biaya yang mahal. Sehingga diperlukan rasionalitas perhitungan ekonomi dalam penerapan BRT. Dimana BRT yang diterapkan tetap sesuai dengan standar dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Jangan sampai biaya penggunaan transportasi publik justru menjadi lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan kendaraan pribadi, seperti mobil yang akhirnya membuat masyarakat enggan menggunakan BRT sebagai sarana transportasi menuju bandara baru.

(14)

menggunakan mobil pribadi. Relokasi bandara memberikan implikasi di bidang ekonomi yakni peningkatan pendapatan masyarakat terutama yang mampu membaca peluang usaha sehingga akan muncul banyak ‘orang kaya baru’ di Kulon Progo sehingga pembangunan jalan tol harus memperhitungkan hal ini pula. Perilaku konsumtif akan muncul dan bukan tidak mungkin angka pembelian kendaraan pribadi meningkat dan berpengaruh pada jaringan transportasi sehingga aspek ini menjadi salah satu yang harus diperhatikan pula. Kemunculan perilaku konsumtif melalui pembelian kendaraan pribadi dapat menurunkan pemakaian transportasi publik, dapat meningkatkan pemakaian kendaraan pribadi, dan memunculkan kemacetan.

Aspek politik yang harus diperhatikan baik mulai dari pembangunan hingga operasionalisasi jalan tol dan BRT adalah sikap birokrat. Sistem birokrasi Indonesia identik dengan birokrasi yang korup dan berbelit-belit yang membuat pelayanan di segala bidang menjadi tidak maksimal akibat kedua sikap tersebut. Aspek politik yang diperhatikan adalah sikap dan perilaku birokrat yang dapat mengganggu kenyamanan pelayanan yang mampu memicu keengganan masyarakat menggunakan BRT sebagai moda trasnportasi. Sikap korup birokrat juga harus menjadi perhatian terutama jika terkait dengan pelayanan. Perlu adanya sikap proaktif dan tegas untuk menghindari terjadinya korupsi dalam pemberian pelayanan. Jangan sampai sikap ini memuculkan keengganan masyarakat untuk menggunakan BRT sebagai moda transportasi menuju bandara baru.

Aspek politik yang juga harus diperhatikan adalah sikap egosektoral antar pemerintah daerah. Desentralisasi memunculkan sikap persaingan antar daerah untuk memperoleh pendapatan daerah yang tinggi. Sehingga tak jarang pembangunan antar daerah tidak saling melengkapi melainkan saling berkompetisi. Pembangunan jalan tol dan pelaksanaan BRT tentunya akan melibatkan kerjasama antar daerah, bukan hanya satu daerah saja entah Kulon Progo, Sleman, atau Yogyakarta melainkan kerjasama dua atau lebih daerah untuk mewujudkan sistem transportasi yang baik. Kenyataan bahwa kerjasama menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan untuk menunjang penyediaan transportasi terkait rencana relokasi bandara Kulon Progo maka sikap pemerintah juga perlu menjadi aspek yang diperhatikan. Jangan sampai sikap egosektoral mendominasi yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan dan pembangunan daerah serta memberikan imbas pada masyarakat.

(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

Danaher, Alan R.. 2009. What is BRT?. Madison: Disampaikan dalam Seminar bertajuk City of Madison/Madison Transit BRT Seminar pada 1 Oktober 2009.

Endiarto, Agoes Soesilo. 2012. Implikasi Pemindahan Bandara Adi Sutjipto bagi Pemkab Sleman. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi Panel Relokasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 di Fisipol UGM

Herdiana, Lisa. 2012. Transportasi Udara. Diakses melalui website http://lisaherdiana.blog spot.com/2012/04/transportasi-udara.htmlpada 21 Juni 2012 pukul 15.33 WIB

Matsumoto, Naoko. 2006. Analysis of Policy process to Introduce Bus Rapid Transit System in Asian Cities from the Perspective of Lesson-drawing: Cases of Jakarta, Seoul, and Beijing. Paper ditulis sebagai the Urban Environmental Management Project of IGES.

PT MRT Jakarta. 2009. Jakarta Mass Rapid Transit (MRT). Diakses melalui

http://www.lintasjakarta.com/category/sekitar-kita/jakarta-mass-rapid-transit-(MRT).html pada

26 Juni 2012.

Triyono. 2012. Pembangunan New International Airport Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi Panel Relokasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 di Fisipol UGM

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengolahan data Brief Survey pada aktivitas di 9 stasiun kerja diperoleh hasil bahwa aktivitas yang memerlukan perbaikan adalah aktivitas smok,

yang dirancang sesuai dengan mahasiswa yang menjadi subjek atau tidak. Dalam penelitian ini hanya dilakukan evaluasi formatif yang bertujuan untuk memvalidasi

Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan yang ada pada pulau samatellu pedda dapat di lihat pada tabel 4.3 kerapatan jenis lamun, maka kerapatan jenis lamun yang terendah

Satu-satunya organisasi yang diizinkan pada masa pendudukan adalah MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) karena dianggap anti barat dan dapat diajak bekerja sama dengan

Yang menarik dalam proses justifikasi pengetahuan ini ialah, kepercayaan (pengetahuan-yang-dipercaya) itu dapat saja mempeorleh dukungan atau penolakan dari kondisi mental

Berdasarkan dalil-dalil di atas, telah terbukti bahwa Pengadilan Negeri Pekanbaru telah salah dan keliru dalam pertimbangan hukum dan putusannya sehingga sudah cukup alasan

Berdasarakan komponen nasional share ternyata sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat di Kabupaten Langkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata

 Peserta diharapkan mengisi lembar laporan biaya perjalanan yang akan dibagikan pada saat registrasi dan ditandatangani peserta dengan menyerahkan semua bukti biaya