• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Stok Karbon di Atas Permukaan Tanah di Arboretum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Stok Karbon di Atas Permukaan Tanah di Arboretum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis Pohon di Arboretum USU 2013

No Nama Pohon Nama Latin Jumlah

1 Pulai Alstonia scholaris 385

2 Mahoni Swietenia mahagoni 305

3 Mindi Melia azedarach 283

4 Jati Putih Gmelina arborea 233

5 Jati Tectona Grandis 160

6 Ketapang Terminalia catappa 75

7 Kemiri Aleurites moluccana 67

8 Karet Hevea brasiliensis 60

9 Sengon Albazia falcataria 56

10 Sentang Azadirachta excelsa 52

11 Cemara Casuarina equisetifolia 23

12 Durian Durio zibethinus 17

13 Sentul Sandoricum koetjape 16

14 Melinjo Gnetum gnemon 10

15 Saga Adenanthera pavonina 9

16 Nangka Artocarpus heterophyllus 8

17 Petai Cina Leucaena leucocephala 2

18 Suren Toona surenii 1

19 Jengkol Archidendron pauciflorum 1

20 Kepayang Pangium edule 1

21 Manglid Magnolia blumei 1

22 Kecutran Spathodea campanulata 1

23 Cingkam Bischofia javanica 1

(2)
(3)

Lampiran 3. Kelas dimeter (DBH/ dimeter breathe height) pohon pada Arboretum

5 Mahoni Swietenia mahagoni 0,24

6 Ketapang Terminalia catappa 0,24

7 Kemiri Aleurites moluccana 0,31

8 Sentang Azadirachta excelsa 0,25

9 Cemara Casuarina equisetifolia 0,25

10 Karet Hevea brasiliensis 0,22

11 Sengon Albazia falcataria 0,28

12 Durian Durio zibethinus 0,26

13 Kecutran Spathodea campanulata 0,84

14 Nangka Artocarpus heterophyllus 0,31

15 Sentul Sandoricum koetjape 0,24

16 Saga Adenanthera pavonina 0,23

17 Petai cina Leucaena leucocephala 0,43

18 Melinjo Gnetum gnemon 0,29

19 Jengkol Archidendron pauciflorum 0,34

20 Kepayang Pangium edule 0,25

21 Cingkam Bischofia javanica 0,21

22 Suren Toona sinensis 0,22

(4)

Lampiran 4. Daftar berat jenis pohon pada Arboretum USU

No Nama Pohon Nama Latin Berat jenis (g/cm3)

1 Pulai Alstonia scholaris 0.38

2 Nangka Artocarpus heterophyllus 0.61

3 Ketapang Terminalia catappa 0.59

4 Durian Durio zibethinus 0.64

5 Karet Hevea brasiliensis 0.46

6 Kemiri Aleurites moluccana 0.31

7 Sentul Sandoricum koetjape 0.49

8 Cingkam Bischofia javanica 0.75

9 Petai Cina Leucaena leucocephala 0.40

10 Manglid Magnolia blumei 0.35

11 Sentang Azadirachta excelsa 0.60

12 Suren Toona sinensis 0.39

13 Kepayang Pangium edule 0.66

14 Kecutran Spathodea campanulata 0.39

15 Jengkol Archidendron pauciflorum 0.40

16 Melinjo Gnetum gnemon 0.40

17 Cemara Casuarina equisetifolia 1.11

18 Saga Adenanthera pavonina 0.66

19 Jati putih Gmelina arborea 0.40

20 Mahoni Swietenia mahagoni 0.43

21 Mindi Melia azedarach 0.53

22 Sengon Albazia falcataria 0.33

(5)

Lampiran 5. Dokumentasi di lapangan

Gambar 1. Batu peresmian Arboretum USU

(6)

Gambar 3. Pengukuran diameter pohon

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho dan Sidiyasa. 2006. Pendugaan karbon dalam rangka pemanfaatan fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Balai Penelitian Kehutanan Samboja. Manuskrip.ational Conference onference on

Adiriono T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan Metode Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [tesis].Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. 2012. Teknologi Perbenihan Mindi. Sukabumi.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO.Forestry Paper. USA. 134:10-13.

Catur W. dan Sidiyasa K. 2001. Model pendugaan biomassa pohon mahoni (swietenia macrophylla king) di atas permukaan tanah.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan RI. 2007. Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Perubahan Iklim Global. http://www.dephut.go.id. [21 Desember 2013].

Departemen Kehutanan. 2011. Penentuan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung.

Gultom, J.F. 2012. Pemetaan Sebaran Pohon Bagian Selatan Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kecamatan Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. USU. Medan.

Hairiah K, Sitompul SM, Noordwijk M, Palm C. 2001. Methods for Sampling Carbon Stock Above and Below Ground. Bogor. ICRAF Southeast Asia.

(8)

Hairiah, K. dan Surbakti R. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor.

IPCC (The International Panel on Climate Change). 2000. Special Report on Emissions Scenarios. Cambridge: Cambridge University Press. 599 pp.

Ketterings, QM, Coe R, Noordwijk. M Ambagu Y, Palm. CA. 2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equation for predicting above ground tree biomass in mixed secondary forest. Forest Ecology and Management 146: 199-209.

Kiyoshi, M. 2002. Measurement of Biomass in Forest. JICA.Jepang..

Mahfudz, Yudohartono, T.P., dan Sugeng, P. 2005. Sekilas Jati. Laporan Akhir. Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan tanaman Hutan. Yogyakarta.

Muslimin dan Abdul. 2007. Pola Pertumbuhan Pulai Darat (Alstonia angustiloba Miq) di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September 2006. Padang.

Perhutani KPH Jember. 2007. Mahoni. http://www.kphjember.com [26 Juni 2013]. Rifyunando, Regi. 2011. Estimasi stok karbon mangrove di kawasan cagar alam

leuweung sancang kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas pendidikan Indonesia. Bandung.

Ruslandi. 2007. Petunjuk Teknis Pengukuran Stok Karbon Pada Plot Contoh National Forest Inventory (NFI).Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Rusmantoro. 2003. Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Sjostrom, S. 1995. Kimia kayu. terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sugiharto. 2007. Deforestasi dan Degradasi Hutan Menurun. Mingguan Agroindonesia Vol IV No169. 9-15 Oktober 2007.

(9)

Tambunan, A.S. 2012. Pemetaan Sebaran Pohon Di Arboretum Universitas Sumatera Utara Bagian Utara, Kecamatan Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. USU. Medan.

(10)

Widjaja H. 2002. Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus

2013. Tempat penelitian adalah di Arboretum Universitas Sumatera Utara seluas

64,813 Ha di Kwala Bekala. Analisis dan perhitungan data di lakukan di

Laboratorium Manajemen Terpadu Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1.Lokasipenelitian (Arboretum Universitas Sumatera Utara)

Alat Penelitian

Adapun alat – alat yang digunakan adalah kompas, meteran, phi-band, abney

(12)

Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode Sensus yaitu pengukuran diameter

seluruh pohon di Arboretum USU, serta metode deskripsi kuantitatif dan deskripsi

kualitatif. Metode deskripsi kuantitatif dilakukan dalam tiga tahap yaitu penelitian

lapangan, penelitian pustaka dan analisis data. Sedangkan metode deskripsi kualitatif

adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kuantitatif.

A. Jenis Data

Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer yaitu data yang pengambilannya dilakukan langsung di lapangan yaitu berupa

data diameter tegakan pohon. Data sekunder adalah data letak geografis lokasi

penelitian, tipe iklim dan peta lokasi penelitian.Pada penelitian ini metode

pengambilan data dilakukan dengan metode Sensus.

Parameter pohon yang diukur adalah dbh (diameter setinggi dada) atau diukur

1,3 m dari permukaan tanah. Pengambilan data dari lapangan dilakukan dengan

metode Non-destructive (tidak melakukan pengrusakan terhadap objek penelitian).

Karbon Tersimpan

Potensi pohon sebagai penyerap dan penyimpan karbon dapat diketahui penaksiran (estimasi) biomasa atau stok karbon pohon atau hutan. Setelah mendapat parameter pohon yang diukur adalah dbh (diameter breathe high/ diameter setinggi

dada), maka data yang diperoleh dimsukkan ke dalam rumus pendugaan biomassa

yang telah ada sesuai dengan rumus setiap jenis pohon. Sehingga dapat diperkirakan

(13)

dari setiap jenis pohon ditotalkan sehingga diperoleh stok karbon dari luasan yang

diukur.

Konsentrasi karbon dalam bahan organic biasanya sekitar 46 % (Hairiah dan

Rahayu, 2007), maka estimasi jumlah karbon tersimpan per komponen dapat dihitung

denganmengalikan total berat biomassanya dengan konsentrasi karbon. Jadi berat

kering komponen penyimpan karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian

dikonversi ke nilai karbonnya dengan perhitungan :

Stok karbon (ton/ha) = Biomassa per satuan luas x 0,46

Dari hasil perhitungan stok karbon akan diperoleh besarnya penyerapan CO2 oleh

tanaman dengan menggunakan rumus:

(14)

Pendugaan stok karbon didapatkan melalui pendugaan biomassa dengan

menggunakan rumus yaitu:

Tabel 2.Persamaan pendugaan biomassa beberapa jenis pohon.

Jenispohon Rumus Biomassa Sumber

Jati (Tectona grandis) Y= 0,153 (Adinugroho dan

Sidiyasa, 2006).

Mahoni (Swietenia mahagoni) Y= 0,048 (Adinugroho dan

Sidiyasa, 2006).

Sengon (P. falcataria) Y= 0,0272 (Sugiharto, 2002)

Pinus Y= 0,0417 (Waterloo, 1995)

Mindi Y = 0.188 (Hairiah et al. 2001)

Jambu-jambuan Y= 0,61094 (Katterings, 2001)

Akasia mangium Y= 0,060255 (Adiriono 2009)

Acacia crassicarpa Y= 0,083 (Adiriono 2009)

Pohon bercabang Y= 0,11 ρ (Hairiah et al.1999)

Pohon tidak bercabang Y= 3,14 ρ H /40 (Hairiah et al.1999)

(15)

Alur Penelitian

Berikut adalah alur penelitian yang dirancang untuk mendapatkan hasil sesuai

(16)

Tinjau lokasi (Arboretum USU, Koala Bekala, Deli Serdang)

Pengukuran Diameter dan Identifikasi Jenis Pohon

Pencatatan Data Hasil Pengukuran

Pengolahan dan Perhitungan Data

Biomassa

Karbon

Serapan Karbon

Perancangan Metode Pengambilan Data

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis Pohon di Arboretum USU

Adapun jenis-jenis pohon yang terdapat pada Arboretum USU dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Pohon di Arboretum USU

No Nama Pohon Nama Latin Jumlah

1 Pulai Alstonia scholaris 385

2 Mahoni Swietenia mahagoni 305

3 Mindi Melia azedarach 283

4 Jati Putih Gmelina arborea 233

5 Jati Tectona Grandis 160

6 Ketapang Terminalia catappa 75

7 Kemiri Aleurites moluccana 67

8 Karet Hevea brasiliensis 60

9 Sengon Albazia falcataria 56

10 Sentang Azadirachta excels 52

11 Cemara Casuarina equisetifolia 23

12 Durian Durio zibethinus 17

13 Sentul Sandoricum koetjape 16

14 Melinjo Gnetum gnemon 10

15 Saga Adenanthera pavonina 9

16 Nangka Artocarpus heterophyllus 8

17 Petai Cina Leucaena leucocephala 2

18 Suren Toona surenii 1

19 Jengkol Archidendron pauciflorum 1

20 Kepayang Pangium edule 1

21 Manglid Magnolia blumei 1

22 Kecutran Spathodea campanulata 1

23 Cingkam Bischofia javanica 1

Jumlah Total 1767

Data terbaru yang diperoleh dari Arboretum USU pada Desember 2013

Pohon-pohon di arboretum USU, selain menghasilkan kayu, terdapat juga

(18)

Adapun jenis pohon buah-buahan yaitu Kemiri (Aleurites moluccana), Sentul

(Sandoricum koetjape), Durian (Durio zibethinusI), dan Nangka (Artocarpus

heterophyllus) dan 3 jenis pohon yang menghasilkan sayuran yaitu Petai cina (Leucaena leucocephala), Melinjo (Gnetum gnemon) dan Jengkol (Archidendron

pauciflorum).

Gambar 2. Pulai (Alstonia scholaris)

Pulai (Alstonia spp.) merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi. Pohon ini termasuk tanaman asli Indonesia (indigenous spesies)

dan cepat tumbuh (fast growing spesies) serta mempunyai daerah penyebaran hampir

di seluruh Indonesia. Pulai sangat prospektif untuk dikembangkan dalam

pembangunan hutan tanaman karena kegunaan kayu pulai cukup banyak dan saat ini

permintaannya cukup tinggi. Kegunaan kayu pulai antara lain untuk pembuatan peti,

korek api, hak sepatu, kerajinan seperti wayang golek dan topeng, cetakan beton,

(19)

adalah industri pensil slate di Sumatera Selatan, industri kerajinan topeng di

Yogyakarta dan industri kerajinan ukiran di Bali (Muslimin dan Abdul, 2007).

Gambar 3. Mindi (Melia azedarach)

Mindi (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis pohon hutan yang termasuk

dalam famili Meliaceae. Jenis ini tumbuh tersebar di pulau Jawa, Bali, Nusa

Tenggaara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mindi seringkali tumbuh pada daratan

tertier tanah liat, berbatu dan berpasir, tanah vulkanis, di bukit-bukit rendah sampai

dengan ketinggian 100 m dpl (tipe curah hujan A-C). Kayu mindi dapat digunakan

dalam bentuk kayu utuh seperti komponen rumah, komponen meubel dan barang

kerajinan. Daun dan biji mindi digunakan sebagai pestisida kontak. Ekstrak daun

mindi digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang

(Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten

(20)

Gambar 4. Mahoni (Swietenia mahagoni)

Pohon mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kategori pohon besar dengan

tinggi mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Pohon mahoni bisa

mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon

pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Sifat mahoni yang dapat

bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di lahan kritis

(21)

Gambar 5. Jati Putih (Gmelina arborea)

Pohon Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) menyebar alami di Asia terutama

Asia Tenggara dan Asia Timur. Di hutan alam, pohon ini selalu tersebar dan

berkelompok dengan jenis lain. Kayu gmelina dapat digunakan untuk bahan

konstruksi ringan dan pulp. Beberapa bagian pohon dapat digunakan untuk obat dan

daunnya untuk pakan ternak. Pohon ini berbunga dan berbuah setiap tahun. Daerah

alami pohon gmelina beriklim musim dan mulai berbunga pada musim kemarau

ketika pohon menggugurkan daun. Di luar daerah alaminya, periode pembungaan dan

(22)

Gambar 6. Jati (Tectona grandis)

Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu tanaman yang banyak menyebar

di Asia dengan curah hujan antara 1200-3000 mm/tahun dan dengan ketinggian

antara 0-1300 mdpl. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan terhadap

kebakaran karena kulit kayunya yang tebal. Kayu jati merupakan kayu kelas satu

karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Selain kayu, daun jati juga dapat

digunakan sebagai pembungkus makanan, bahkan beberapa jenis serangga hama jati

juga dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan seperti belalang jati dan ulat jati

(Endoclita) (Mahfudz dkk, 2002).

Pohon di Arboretum USU sebagian besar ditanam secara kelompok atau per

blok tanam. Lahan di dalam Arboretum USU masih banyak yang dibiarkan kosong

tanpa tanaman kayu dan ditanami tanaman pertanian seperti singkong dan jagung.

Tanaman pertanian ini ditanami di bawah tegakan pohon dan dan lahan yang kosong.

Tanaman pertanian ditanami di bawah tegakan pohon. Penyebaran pohon di

(23)
(24)

Biomassa dan Stok Karbon Arboretum USU

Hasil yang diperoleh dari lokasi penelitian USU dapat dilihat dari Tabel 4

berikut ini:

Tabel 4.Hasil pengukuran biomassa dan stok karbon di Arboretum USU

No Nama

10 Cemara Casuarina equisetifolia 0.0712 0.0011 0.0005 23

11 Karet Hevea brasiliensis 0.0574 0.0009 0.0004 60

12 Durian Durio zibethinus 0.0394 0.0006 0.0003 17

13 Nangka Artocarpus heterophyllus 0.0247 0.0004 0.0002 8

14 Sentul Sandoricum koetjape 0.0196 0.0003 0.0001 16

15 Kecutran Spathodea campanulata 0.0272 0.0004 0.0002 1

16 Petai cina Leucaena leucocephala 0.0119 0.0002 0.0001 2

17 Saga Adenanthera pavonina 0.0128 0.0002 0.0001 9

18 Melinjo Gnetum gnemon 0.0083 0.0001 0.0001 10

19 Jengkol Archidendron pauciflorum 0.0026 0.00004 0.00002 1

20 Krepayung Pangium edule 0.0020 0.00003 0.00001 1

21 Cingkam Bischofia javanica 0.0014 0.00002 0.00001 1

22 Suren Toona sinensis 0.0008 0.00001 0.000006 1

23 Manglid Manglid 0.0007 0.00001 0.000005 1

TOTAL 5.31 0.08 0.04 1767

Keterangan: * Jumlah biomassa dan stok karbon setelah dibagi dengan luas area Arboretum USU seluas 64,813 ha dan S. karbon adalah Stok karbon.

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari luas Arboretum USU seluas 64, 813 Ha,

maka jumlah biomassa total adalah 0,08 ton/ha. Sedangkan jumlah stok karbon total

yang terdapat pada Arboretum USU adalah sekitar 0,04 ton/ ha. Sementara itu, dari

(25)

pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127 ton/ha,

dimana jumlah total dari pohon Mindi (Melia azedarach) yang terdapat di Arboretum

USU adalah 283 pohon. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling sedikit

yang terdapat pada Arboretum USU adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar

0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha, dimana jumlah pohon Manglid yang terdapat

pada Arboretum USU adalah 1 pohon. Berikut adalah grafik dari kandungan

biomassa dan stok karbon setiap jenis pohon yang ada di Arboretum USU:

(26)

Gambar 8. Grafik kandungan Stok Karbon pada Arboretum USU

Tingginya biomassa dan stok karbon dari jenis pohon Mindi (Melia

azedarach) memiliki jumlah yang cukup besar atau yang terbanyak kedua walaupun jumlah pohonnya sebanyak 283 serta berat jenis yang cukup besar yaitu sekitar 0,53

g/cm2, dibandingkan pohon Pulai (Alstonia scholaris) dan pohon Mahoni (Swietenia

mahagoni). Selain itu juga perbedaan diameter ketiga pohon tersebut juga hampir sama Hal ini disebabkan pertumbuhan jenis pohon Mindi yang cepat, sehingga

menghasilkan diameter pohon yang cukup besar pula. Hal ini juga sesuai dengan

pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007), yang menyatakan bahwa tingkat

penyimpanan C suatu lahan ditentukan pula oleh rata-rata penyimpanan C per siklus

tanam (Time-averaged C stock), sehingga pohon yang pertumbuhannya cepat dapat

menyimpan C lebih cepat, tetapi resiko emisi CO2 akan meningkat pula melalui

pembakaran dan peningkatan laju dekomposisi.

Menurut Sjostrom (1998) makin besar potensi biomassa tegakan diakibatkan oleh

makin tua umur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan karena diameter pohon mengalami

pertumbuhan melalui pembelahan sel yang berlangsung secara terus menerus dan akan

semakin lambat pada umur tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi di dalam kambium arah

radial sehingga terbentuk sel-sel baru yang akan menambah diameter batang. Hal ini

sejalan dengan pendapat Walpone (1993) bahwa terdapat hubungan erat antara

dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomasanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Catur dan Sidiyasa (2001) juga mendukung

pendapat ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara

(27)

setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon. Menurut Ahmadi

(1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan kayu yang 40-45 % tersusun oleh

selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang berantai panjang yang

tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan

makin tinggi. Makin besar diameter pohon diduga memiliki potensi selulosa dan zat

penyusun kayu lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang

erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan

dengan bagian pohon lainnya. Faktor ini yang menyebabkan pada kelas diameter

yang lebih besar kandungan karbonnya lebih besar.

Total jumlah keseluruhan pohon yang didapat pada Arboretum USU adalah

1767 pohon. Adapun junlah pohon yang paling banyak adalah dari jenis pohon Pulai

yaitu 385 pohon sedangkan jumlah pohon yang terkecil adalah dari jenis Jengkol,

Manglid, Krepayung, Suren, Kecutran, dan Cingkam dengan masing-masing

jumlahnya 1 pohon. Sementara itu dari 1768 jumlah semua pohon yang ada di

Arboretum USU, terdapat 23 jenis pohon secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 23 jenis pohon di

Arboretum USU yang terdiri dari pohon penghasil kayu, buah dan sayuran. Lima

jenis pohon yang paling banyak ditemukana dalah Gmelina/ Jati (Gmelina arborea),

Pulai (Alstonia scholaris), Mahoni (Swietenia mahagoni), Mindi (Melia azedarach),

dan Ketapang (Terminalia catappa). Penanaman jenis yang tepat pada lahan yang

sesuai merupakan cara yang tepat dalam pengembangan Arboretum.

(28)

dalam melakukan perhitungan jumlah stok karbon yang terdapat pada Arboretum

USU. Hal ini didasarkan pada pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007), yang

menyatakan bahwa stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan

46% biomassa adalah karbon, metode estimasi biomassa salah satunya adalah metode

alometrik.

Presentase stok karbon meningkat sejalan dengan peningkatan biomassa. Stok

karbon berbanding lurus dengan kandungan biomassanya. Semakin besar kandungan

biomassa, maka stok karbon juga akan semakin besar. Hal ini berarti peningkatan

jumlah biomassa pada akhirnya akan meningkatkan dengan karbon yang dapat

diserap dari atmosfer. Ketika pohon mengalami pertumbuhan, terjadi penyerapan

CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan hasilnya berupa biomassa yang

dialokasikan ke ranting, daun, batang dan akar.

(29)

Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan

nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan

(Setyawanet al., 2002). Dalam proses fotosintesis, CO2 dari atmosfer diikat oleh

vegetasi dan disimpan dalam bentuk biomassa. Carbon sink berhubungan erat dengan

biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan

kerapatan biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat jenis

pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan diluar

potensi bio fisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besara dalah menyerap

dan menyimpan karbon guna pengurangan CO2 di udara. Manfaat langsung dari

pengolahan hutan berupa hasil kayu hanya 4,1%, sedangkan fungsi optimal hutan

dalam penyerapan karbon mencapai 77,9% (Darusman, 2006).

Jumlah biomassa dan stok karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengankata lain di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan olehbesarnya di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan.

(30)
(31)

Berikut adalah daftar beberapa jenis pohon yang ada padaArboretum USU: Tabel 4. Daftar berat jenis pohon pada Arboretum USU

No Nama Pohon Nama Latin Berat jenis (g/cm3)

1 Pulai Alstonia scholaris 0.38

2 Nangka Artocarpus heterophyllus 0.61

3 Ketapang Terminalia catappa 0.59

4 Durian Durio zibethinus 0.64

5 Karet Hevea brasiliensis 0.46

6 Kemiri Aleurites moluccana 0.31

7 Sentul Sandoricum koetjape 0.49

8 Cingkam Bischofia javanica 0.75

9 Petai Cina Leucaena leucocephala 0.40

10 Manglid Magnolia blumei 0.35

11 Sentang Azadirachta excelsa 0.60

12 Suren Toona sinensis 0.39

13 Kepayang Pangium edule 0.66

14 Kecutran Spathodea campanulata 0.39

15 Jengkol Archidendron pauciflorum 0.40

16 Melinjo Gnetum gnemon 0.40

17 Cemara Casuarina equisetifolia 1.11

18 Saga Adenanthera pavonina 0.66

19 Jati putih Gmelina arborea 0.40

20 Mahoni Swietenia mahagoni 0.43

21 Mindi Melia azedarach 0.53

22 Sengon Albazia falcataria 0.33

23 Jati Tectona grandis 0.75

Pentingnya Pengukuran Cadangan Karbon

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut

dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbon dioksida

(CO2 ), metana (CH) dan nitrous oksida (NO) yang lebih dikenal dengan gas rumah

(32)

iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Salah satu syarat dalam pelaksanaan penurunan emisi karbon melalui skema MRV (Measurable Reportable dan

Verifiable) yaitu sistem untuk mendokumentasikan, melaporkan, dan

memverifikasikan perubahan cadangan karbon secara transparan, konsisten, dapat dibuktikan secara lengkap dan akurat. Di Indonesia, ketersediaan data cadangan karbon di hutan dan lahan-lahan pertanian berbasis pepohonan masih sangat terbatas. Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan petunjuk pelaksanaan pengukuran cadangan karbon yang memenuhi standard internasional tetapi bisa dilaksanakan di tingkat lokal masih sangat terbatas.

Karbon dapat dilakukan sebagai dasar jual beli cadangan karbon. Dimana

negara maju atau negara industri mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi

kepada negara atau siapapun yang dapat mengurangi emisi atau meningkatkan

serapan CO2 (Karbondioksida). Hal ini sesuai pernyataan Sugiharto (2007) bahwa

dalam protokol Kyoto dikenal dengan adanya mekanisme pembangunan bersih atau

Clean Development Mechanism (CDM), dimana negara-negara industri dan negara penghasil polutan diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara

membayar negara negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka

miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon. Dengan

potensi hutan yang masih luas yang dimiliki Indonesia, tentu hal ini menjadi peluang

emas bagi negara kita untuk memperoleh manfaat besar dari keberadaan hutannya

dengan memperoleh insentif dari perdagangan karbonyang dapat dialokasikan untuk

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil yang diperoleh dari Arboretum USU terdapat 23 jenis pohon yang

terdiri dari pohon kehutanan dan pohon buah-buahan, lima jenis pohon yang

dominan ditemukan adalah Pulai (Alstonia scholaris), Mindi (Melia

azedarach), Gmelina (Gmelina Arborea), Jati (Tectona Grandis) dan Mahoni (Swietenia mahagoni).

2. Jumlah biomassa total pada Arboretum USU adalah 0,08 ton/ha. Sedangkan

jumlah stok karbon total yang terdapat pada Arboretum USU adalah sekitar

0,04 ton/ ha. Sementara itu, biomassa dan stok karbon terbesar adalah dari

jenis pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127

ton/ha. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling sedikit yang

terdapat pada Arboretum USU adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar

0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha.

Saran

Jumlah stok karbon Arboretum USU yang didapat dari penelitian ini bukanlah

jumlah stok karbon keseluruhan, masih banyak tanaman di Arboretum USU yang

masih dalam kriteria pancang dan tiang. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih

(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Indonesia

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap. Kawasan

hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan

hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai

kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Penetapan kawasan hutan juga

ditujukan untuk menjaga dan mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan

sebagai penggerak perekonomian lokal, regional, nasional, serta penyangga

kehidupan lokal, regional, nasional dan global (Departemen Kehutanan, 2011).

Menurut UU RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat

dipisahkan. Pengertian hutan dapat ditinjau dari beberapa faktor antara lain: wujud

biofisik lahan dan tumbuhan, fungsi ekologi, kepentingan kegiatan operasional

pengelolaan atau kegiatan tertentu lainnya, dan status hukum lahan hutan

(Departemen Kehutanan, 2007).

Hutan bukan hanya kumpulan pohon-pohon yang dieksploitasi hasil kayunya

saja, tetapi hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau suatu masyarakat

tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah,

jasad renik tanah, hewan, dan alam lingkungannya. Semuanya itu mempunyai

(35)

hutan juga terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari,

ataupun tempat tumbuh (Arief, 2001).

Hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki ciri-ciri yaitu iklim

yang selalu basah, tanah podsol, latosol, aluvial, dan regosol, drainase tanah baik,

serta terletak jauh dari pantai. Tegakannya didominasi oleh pohon-pohon yang selalu

hijau dan tidak menggugurkan daun. Hutan hujan tropis juga memiliki berbagai jenis

kayu penting yang berasal dari suku dipterocarpaceae seperti Shorea, Dipterocarpus,

Vatica, dan Dryobalanops, serta genus-genus lain seperti Agathis, Altingia, Dialium,

Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Kompassia, dan Octomeles. (Suhendang (2002).

Menurut Kementerian Kehutanan (2011), Indonesia mengalami perubahan

penutupan hutan dan lahan yang cukup cepat. Perubahan ini terutama terjadi setelah

adanya perubahan iklim politik di Indonesia sejak tahun 1999. Aktivitas pemantauan

penutupan lahan secara nasional dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Pemantauan penutupan lahan menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ dengan

resolusi spasial 30 meter (citra resolusi sedang) sehingga dianggap cocok

untuk melakukan pemantauan sumber daya hutan pada skala nasional. Dengan

resolusi spasial 30 meter cukup memudahkan penafsir dalam mengidentifikasi

obyek-obyek yang ada diatas citra. Sementara itu citra resolusi sedang

umumnya mampu untuk menjangkau wilayah yang relative luas karena

cakupan sapuan citra satelitnya yang cukup luas (185 km).

2. Pemetaan penutupan lahan dengan citra Landsat 7 ETM+ ini hanya bisa

(36)

3. Penggunaan citra resolusi tinggi seperti Quickbird atau Ikonos akan

memberikan informasi yang lebih detil namun biasanya hanya dapat

menjangkau wilayah yang relative sempit.

4. Pemetaan penutupan lahan menggunakan sistem klasifikasi 23 kelas

penutupan lahan. Penafsiran citra dilakukan dengan metode penafsiran visual

dengan mendelineasi kelas penutupan lahan dengan kunci interpretasi.

Karbon Hutan

Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar

antara 7,5 – 264,70 ton C/ha. Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu

menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan

kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap

tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam

dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan

berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya

menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa

sekunder. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan

menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove

karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar

sebagai tempat menyimpan karbon (Hairiah et al.,2001).

Cadangan karbon untuk berbagai jenis pohon dan umur di hutan tanaman.

Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah dibandingkan

(37)

monokultur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari produktivitasnya

menyimpan karbon (persatuan luas dan per satuan waktu) maka ada kemungkinan

hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada tegakannya

dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena daurnya lebih

pendek (Hairiah et al.,2001).

Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah

dibandingkan hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang

cenderung monokultur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari

produktivitasnya menyimpan karbon (persatuan luas dan per satuan waktu) maka ada

kemungkinan hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada

tegakannya dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena

daurnya lebih pendek (Hairiah et al.,2001).

Cadangan karbon pada kawasan non hutan pada berbagai jenis tanaman dan

umur berkisar antara 0,7 – 932,96 ton/ha. Kemampuan penyimpan karbon dapat juga

terjadi diluar kawasan hutan pada beberapa pemanfaatan lahan yang terdapat berbagai

tumbuhan. Savana atau padang rumput dan semak belukar memiliki keterbatasan

dalam menyimpan karbon, sementara untuk hutan kota dan ruang terbuka hijau yang

didominasi oleh tumbuhan berupa pepohonan kemampuan menyimpan karbonnya

lebih tinggi bahkan hampir sama dengan kawasan hutan lahan kering primer. Lahan

yang kelola masyarakat dalam bentuk agroforestri yang di dalamnya terdapat

pepohonan juga potensial dalam menyimpan karbon (Hairiah et al.,2001).

(38)

dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam

bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah,

sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan

akar-akar tumbuhan di dalam tanah (Suhendang, 2002).

Panjang jangka penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung

pada pengelolaan hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin

terjadi. potensi penyerapan karbon ekosistem dunia tergantung pada tipe dan kondisi

ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur dan sebaran umur (khusus untuk hutan)

(Hairiah dkk, 2001).

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan iklim.

Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan

(reservoir) karbon. Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran

bahan bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga. Ketika terjadi

penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna lahan, karbon tersebut akan

dilepaskan kembali ke atmosfer (Rusmantoro, 2003).

Siklus karbon di dalam biosfer meliputi dua bagian siklus penting, di darat

dan di laut. Keduanya dihubungkan oleh atmosfer yang berfungsi sebagai fase antara.

Siklus karbon global melibatkan transfer karbon dari berbagai reservoir. Jika

dibandingkan dengan sumber karbon yang tidak reaktif, biosfer mengandung karbon

yang lebih sedikit, namun demikian siklus yang terjadi sangat dinamik di alam (Vlek,

(39)

Tabel 1. Karbon di dalam berbagai reservoir dari siklus global

Sedimen C-anorganik (HCO3) 2.000.000

Batu bara dan minyak 1.000

Sumber: IPPC The International Panel on Panel Climate Change (2000)

Sejumlah besar kalsium karbonat dalam lebih dari 10 juta tahun yang lalu

telah terlarut dan tercuci dari permukaan daratan. Sebaliknya, dalam jumlah yang

sama telah terpresipitasi dari air laut ke dalam lantai dasar laut. Waktu tinggal

(residence time) karbon di dalam atmosfer dalam pertukarannya dengan hidrosfer

berkisar antara 5 – 10 tahun, sedangkan dalam pertukarannya dengan sel tanaman dan

binatang sekitar 300 tahun. Hal ini berbeda dalam skala waktu dibandingkan dengan

residence time untuk karbon terlarut (ribuan tahun) dan karbon dalam sedimen dan

bahan bakar fosil (jutaan tahun) (Vlek, 1997).

Hasil inventarisasi gas-gas rumah kaca di Indonesia dengan menggunakan

metoda IPCC 1996, diketahui bahwa pada tahun 1994 emisi total CO2 adalah

748,607 Gg (Giga gram), CH4 sebanyak 6,409 Gg, N2O sekitar 61 Gg, NOX

sebanyak 928 Gg dan CO sebanyak 11,966 Gg. Adapun penyerapan CO2 oleh hutan

kurang lebih sebanyak 364,726 Gg, dengan dem ikian untuk tahun 1994 tingkat emisi

CO2 di Indonesia sudah lebih tinggi dari tingkat penyerapannya. Indonesia sudah

(40)

sebelumnya, pada tahun 1990, Indonesia masih sebagai net sink atau tingkat

penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi. Berapapun kecilnya Indonesia sudah

memberikan kontribusi bagi meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca secara

global di atmosfer (Widjaja, 2002).

Pemanasan Global

Pemanasan global adalah salah satu isu lingkungan penting yang saat ini

menjadi perhatian berbagai pihak. Akibat pemanasan global, terjadi peningkatan

temperatur rata-rata laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh kegiatan industri dan

semakin berkurangnya penutupan lahan khususnya hutan akibat laju deforestasi

akhir-akhir ini. Menurut Departemen Kehutanan (2007), penyebab dari pemanasan

global adalah efek gas rumah kaca yaitu energi yang diterima dari sinar matahari

yang diserap sebagai radiasi gelombang pendek dan dikembalikan keangkasa sebagai

radiasi inframerah gelombang panjang. Gas-gas rumah kaca menyerap radiasi

inframerah dan terperangkap di atmosfer dalam bentuk energi panas. Peristiwa ini

dikenal dengan efek rumah kaca dimana panas yang masuk akan terperangkap di

dalamnya dan tidak dapat menembus ke luar sehingga dapat membuat kondisi umum

menjadi lebih panas.

Sugiharto (2007) menyatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan untuk

mengatasi masalah pemanasan global, salah satunya dengan meningkatkan

kemampuan hutan yang luasannya semakin menurun sehingga tetap mampu

mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan. Pada

(41)

penghasil polutan diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara

membayar negara negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka

miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon. Dengan

potensi hutan yang masih luas yang dimiliki Indonesia, tentu halini menjadi peluang

emas bagi negara kita untuk memperoleh manfaat besar dari keberadaan hutannya

dengan memperoleh insentif dari perdagangan karbonyang dapat dialokasikan untuk

proyek atau program lingkungan seperti rehabilitasi dan konversi.

Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses penyerapan dan emisi

karbon ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atau kondisi yaitu :

1) Kondisi vegetasi yang meliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan; 2) Kondisi

tempat tumbuh dan lingkungan yang meliputi faktor edafis, klimatis dan faktor hayati

lainnya; 3) Kondisi pengelolaan yang meliputi pengaturan ruang (tata ruang),

penentuan peruntukan/penggunaanlahan dan hutan; 4) Kondisi gangguan seperti

perubahan lingkungan, kemarau, ledakan gangguan hama dan penyakit, gangguan

perbuatan manusia seperti pembakaran, eksploitasi tidak terkelola dengan baik dan

lain-lain (Melillo et al., 1993 dalam Zak et al., 2000).

Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisi karbon, yang hasil

akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon di tegakan atau hutan. Neraca Karbon

akan menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam

ekosistem hutan tersebut di dalam suatu ruang. Ada beberapa konsep umum yang

mengukur hasil yang terjadi pada siklus karbon ini yaitu: 1) Produksi Primer Bruto

(42)

vegetasi; 2) Produksi Primer Neto (Net Primary Production) merupakan gambaran

jumlah energi yang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon) oleh vegetasi dikurangi

oleh energi respirasi oleh vegetasi (autotrophic) berupa pelepasan karbon dioksida ke

atmosfer; dan Produksi Ekosistem Neto (Net Ecosystem Production), merupakan

gambaran metabolisme ekosistem total yaitu pembentukan bahan organik (karbon)

neto di suatu ekosistem (Hairiah et al.,2001).

Neraca Karbon dapat sebagai salah satu cermin kualitas tata kelola ekosistem

hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhi neraca karbon antara lain: 1) Faktor

yang mempengaruhi siklus karbon (fotosintesis, respirasi dan dekomposisi); 2) Faktor

prasyarat berupa kepastian ruang kelola, kepastian bentuk penggunaan/pengelolaan,

kepastian hak pengelolaan, yang dijamin secara legal; dan Faktor harmonisasi

kepentingan para pihak di dalam pengelolaan ekosistem hutan, untuk pencapaian

tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan(Brown et al.,1995).

Arboretum

Arboretum berasal dari bahasa latin arboreta (pohon) dan rium (tempat),

dengan demikian arboretum merupakan tempat atau wilayah untuk menanam pohon.

Arboretum adalah tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk

tujuan penelitian atau pendidikan. Secara umum arboretum memiliki kegunaan

sebagai tempat mengkoleksi berbagai jenis pohon. Arboretum sangat layak untuk

dijadikan objek wisata edukatif karena selain memiliki nilai estetika dan keindahan,

di dalamnya terdapat beraneka ragam jenis flora maupun fauna untuk dijadikan objek

(43)

terbuka hijau, konservasi keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim, serta

daerah resapan air (Hairiah, et al., 2007).

Arboretum telah terdapat di beberapa kota di Indonesia antara lain, Arboretum

Nyaru Menteng-Bukit Batu (Palangkaraya), Arboretum Bogor, Arboretum Bangko

(Jambi), dll. Namun tidak sedikit kota besar maupun kota kecil yang belum

memenuhi luas RTH dan belum memiliki arboretum. Bahkan saat ini justru

pembangunan diarahkan untuk kemajuan sektor industri dan perekonomian. Padahal,

jika ingin menambah sektor perekonomian tanpa mengurangi nilai natural suatu kota,

misalnya dengan mengembangkan suatu arboretum sebagai pusat pendidikan dan

penelitian di ibu kota. Di beberapa kampus di Indonesia kini juga telah memiliki

arboretum sebagai tempat pendidikan, penelitian dan konservasi misalnya, Arboretum

Kehutanan UGM, Arboretum UNPAD, Arboretum Kehutanan IPB, Arboretum

Sumber Brantas (Batu), dll (Hairiah, et al., 2007).

Menurut Hairiah (2007), arboretum memiliki banyak manfaat, diantaranya

adalah sebagai berikut:

• Tempat pembelajaran mengenai lingkungan dan keanekaan hayati untuk

berbagai jenjang pendidikan dan umum.

• laboratorium lapangan, arboretum merupakan sumber daya plasma nutfah

(bank genetik) yang menyimpan berbagai koleksi jenis tanaman langka

khususnya dari daerah jawa barat, tanaman obat-obatan, tanaman pohon

(44)

• Melestarikan model ekologi pedesaan seperti pekarangan tradisional,

rumah baduy, kolam, sawah, kebun dan lain-lain. • Tempat wisata pendidikan dan rekreasi.

Menurut Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 22 jenis pohon di

Arboretum USU yang terdiri dari pohon kehutanan dan pohon buah-buahan. 5 jenis

pohon kehutanan yang paling banyak ditemukan adalah Pulai (Alstonia scholaris)

yang berjumlah 384 pohon, Mindi (Melia azedarach) berjumlah 265 pohon, Gmelina

(Gmelina Arborea) berjumlah 236 pohon, Jati (Tectona Grandis) berjumlah 127

pohon dan Mahoni (Swietenia mahagoni) berjumlah 75 pohon. Penanaman jenis yang

tepat pada lahan yang sesuai merupakan cara yang tepat dalam pengembangan

Arboretum. Arboretum USU seluas 64, 813 Ha dibangun di lahan Kampus USU

Kuala Bekala. Arboretum USU yang disahkan pada tahun 2006 masih tergolong baru

dan akan digunakan sebagai tempat dimana jenis-jenis pohon dan tanaman ditanam

(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi

hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung

dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu dan satwa.

Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan, baik sebagai

pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen dan penyerap

karbon. Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global, menyebabkan

manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu karena hutan merupakan penyerap

karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global dan

dapat menyimpan karbon sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan

dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra

(Adiriono, 2009).

Peranan hutan yang sangat penting dalam menyerap karbon menghasilkan

sebuah konsep perdagangan karbon. Perdagangan karbon diawali dengan

disepakatinya Kyoto Protocol bahwa negara-negara penghasil emisi karbon harus

menurunkan tingkat emisinya dengan menerapkan teknologi tinggi dan juga

menyalurkan dana kepada negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya alam

untuk mampu menyerap emisi karbon secara alami misalnya melalui vegetasi (hutan).

Indonesia dengan luas hutan tersebar ketiga di dunia, bisa berperan aktif untuk

mengurangi emisi dunia melalui carbon sink. Hal ini bisa terjadi jika hutan yang ada

(46)

hutan (degraded land). Serta melakukan perbaikan kawasan hutan yang rusak

(degraded forest) dengan cara penghutanan kembali (reforestasi) (Sugiharto, 2007).

Indonesia dengan luas tutupan lahan hutan mencapai 120 juta ha terdiri dari

berbagai jenis tipe hutan dan penutupan lahan. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya

dinamika dalam pengukuran karbon. Kemampuan hutan dalam menyerap dan

menyimpan karbon tidak sama baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan

rawa maupun di hutan rakyat tergantung pada jenis pohon, tipe tanah dan topografi

(Heriyanto dan Garsetiasih, 2004).

Sementara itu peranan pohon-pohon dalam komunitas hutan semakin sulit

dipertahankan mengingat tekanan masyarakat terhadap kelompok tumbuhan dari

waktu ke waktu terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, pengetahuan serta

penelitian melalui pengungkapan data cadangan karbon pada beberapa tempat yang

berbeda perlu dilakukan untuk memberi gambaran mengenai kondisi dan potensi

kawasan hutan, baik itu hutan alam maupun hutan tanaman. Oleh karena itu,

informasi mengenai cadangan karbon dari berbagai tipe hutan, jenis pohon, jenis

tanah dan topografi di Indonesia sangat penting terutama informasi yang bersifat

terbaru.

Berdasarkan penjelasan tersebut dan mengingat pentingnya peranan hutan

maka perlu banyak dilakukan penelitian yang mendorong terus berkembangnya

perhitungan karbon dalam biomassa. Salah satu aspek penelitian yang penting yaitu

mengetahuipotensi karbon yang tersimpan dalam Arboretum Universitas Sumatera

(47)

Perumusan masalah

Arboretum sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan

untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Berdasarkan definisi tersebut, secara umum

arboretum memiliki kegunaan sebagai tempat mengkoleksi berbagai jenis pohon.

Penanaman jenis yang tepat pada lahan yang sesuai merupakan cara yang tepat dalam

pengembangan Arboretum sehingga dapat memiliki fungsi jasa lingkungan

penyeraban karbon. Oleh karena itu dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat

menduga potensi karbon yang tersimpan dalam kawasan Arboretum, Koala Bekala,

Sumatera Utara.

Tujuan

1. Inventarisasi jenis-jenis pohon di Arboretum USU

2. Analisis dugaan stok karbon Arboretum USU.

Manfaat

Manfaat penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui nilai karbon

tersimpan sebagai sarana informasi mengenai stok karbon dalam Arboretum

Universitas Sumatera Utara yang diharapkan dapat digunakan bagi pihak-pihak yang

membutuhkan, khususnya bagi kegiatan penelitian yang terkait dengan stok karbon

(48)

ABSTRAK

HOT PARASIAN PARHUSIP: Pendugaan Stok Karbon Tegakan Pohon di Arboretum Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.

Penelitian ini bertujuan untuk analisis pendugaan stok karbon dalam Arboretum Universitas Sumatera Utara sehingga hasil analisisnya bisa digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan pengelolaan Arboretum USU di waktu yang akan datang. Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan metode sensus. Parameter yang diamati adalah diameter pohon untuk mendapatkan nilai biomassa dan stok karbon serta serta titik koordinat setiap pohon.

Hasil dari penelitian ini, dari luas Arboretum USU seluas 64, 813 Ha, diperoleh jumlah biomassa total adalah 0,08 ton/ha, sedangkan jumlah stok karbon total adalah sekitar 0,04 ton/ ha. Biomassa dan stok karbon terbesar adalah dari jenis pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127 ton/ha, dimana jumlah total dari pohon Mindi (Melia azedarach) adalah 284 pohon. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling kecil adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar 0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha.

(49)

ABSTRACT

HOT PARASIAN PARHUSIP: Carbon Stock Estimation of Trees in the North Sumatra University Arboretum. Supervised by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN.

This study aims to analysis of carbon stock assessment in the North Sumatra University Arboretum and the results of the analysis can be used as a reference for the development and management of USU Arboretum in the future. This research was conducted at the Arboretum University of North Sumatra, Kwala Bekala, Deli Serdang regency. This study uses census. Parameters measured were diameter of the tree to get the value of biomass and carbon stocks as well as well as the coordinates of each tree.

The resultsof this study, from a broad USU Arboretum area of 64, 813 hectares, the total amount of biomass obtained was 0.08 tons/ha. While the total amount of carbon stocks is approximately 0.04 tons/ha. Biomass and carbon stocks of the largest tree species Mindi (Melia azedarach) is about 230.78 tons/ha and 106.16t /ha, in which the total number of trees Mindi (Melia azedarach) is 284 trees. While the amount of biomass and carbon stocks contained at least is a tree species Manglid which is about 0.00001tons/ha and 0.000005tons/ha.

(50)

PENDUGAAN STOK KARBON TEGAKAN POHON PADA

ARBORETUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Skripsi

Oleh:

Hot ParasianParhusip 091201096 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(51)

ABSTRAK

HOT PARASIAN PARHUSIP: Pendugaan Stok Karbon Tegakan Pohon di Arboretum Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.

Penelitian ini bertujuan untuk analisis pendugaan stok karbon dalam Arboretum Universitas Sumatera Utara sehingga hasil analisisnya bisa digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan pengelolaan Arboretum USU di waktu yang akan datang. Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan metode sensus. Parameter yang diamati adalah diameter pohon untuk mendapatkan nilai biomassa dan stok karbon serta serta titik koordinat setiap pohon.

Hasil dari penelitian ini, dari luas Arboretum USU seluas 64, 813 Ha, diperoleh jumlah biomassa total adalah 0,08 ton/ha, sedangkan jumlah stok karbon total adalah sekitar 0,04 ton/ ha. Biomassa dan stok karbon terbesar adalah dari jenis pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127 ton/ha, dimana jumlah total dari pohon Mindi (Melia azedarach) adalah 284 pohon. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling kecil adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar 0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha.

(52)

ABSTRACT

HOT PARASIAN PARHUSIP: Carbon Stock Estimation of Trees in the North Sumatra University Arboretum. Supervised by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN.

This study aims to analysis of carbon stock assessment in the North Sumatra University Arboretum and the results of the analysis can be used as a reference for the development and management of USU Arboretum in the future. This research was conducted at the Arboretum University of North Sumatra, Kwala Bekala, Deli Serdang regency. This study uses census. Parameters measured were diameter of the tree to get the value of biomass and carbon stocks as well as well as the coordinates of each tree.

The resultsof this study, from a broad USU Arboretum area of 64, 813 hectares, the total amount of biomass obtained was 0.08 tons/ha. While the total amount of carbon stocks is approximately 0.04 tons/ha. Biomass and carbon stocks of the largest tree species Mindi (Melia azedarach) is about 230.78 tons/ha and 106.16t /ha, in which the total number of trees Mindi (Melia azedarach) is 284 trees. While the amount of biomass and carbon stocks contained at least is a tree species Manglid which is about 0.00001tons/ha and 0.000005tons/ha.

(53)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang

berjudul “ Pendugaan Stok Karbon di Atas Permukaan Tanah di Arboretum

Universitas Sumatera Utara”. Hasil penelitian ini merupakan kewajiban setiap

mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana di Program studi Kehutanan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti

Latifah, S.Hut, M.Si, Ph. D dan Bapak Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si selaku

pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan saran dalam

menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian

dalam hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga penelitian ini

(54)

DAFTAR ISI

Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon ... 8

Pemanasan Global ... 10

Arboretum ... 12

METODOLOGI PENELITIAN ... 15

Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Alat Penelitian ... 15

Metode Penelitian... 16

Karbon Tersimpan ... 17

Alur Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Identifikasi Jenis Pohon di Arboretum USU ... 20

Biomassa dan Stok Karbon Arboretum USU ... 26

Pentingnya Pengukuran Stok Karbon ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34 DAFTAR PUSTAKA

(55)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta lokasi penelitian... 15

2. Pulai (Alstonia scholaris) ... 21

3. Mindi (Melia azedarach) ... 22

4. Mahoni (Swietenia mahagoni) ... 23

5. Jati putih (Gmelina arborea) ... 23

6. Jati (Tectona grandis) ... 24

7. Grafik kandungan biomassa Arboretum USU ... 27

(56)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Karbon di dalam berbagai reservoir dari siklus global ... 9

2. Persamaan pendugaan biomassa beberapa jenis pohon ... 18

3. Jenis Pohon di Arboretum USU 2013 ... 18

4. Daftar berat jenis pohon pada Arboretum USU ... 32

(57)

DAFTAR LAMPIRAN

No

1. Jenis Pohon di Arboretum USU 2013

2. Kandungan biomassa dan stok karbon Arboretum USU

3. Kelas dimeter (DBH/ dimeter breathe height) pohon pada Arboretum Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 1. Batu peresmian Arboretum USU
Gambar 3. Pengukuran diameter pohon
Gambar 1.Lokasipenelitian (Arboretum Universitas Sumatera Utara)
Tabel 2.Persamaan pendugaan biomassa beberapa jenis pohon.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada 3 kali pengurangan angka 2 hingga habis (nol). Pembagian merupakan kebalikan dari perkalian. Perkalian adalah penjumlahan berulang. Maka pembagian adalah pengurangan

Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya dan beretika tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendaya gunakan akal budinya untuk menciptakan

Kemudahan dalam pengajuan permodalan juga menjadi factor penting bagi umkm untuk menjadikan lembaga keuangan mikro syariah sebagai solusi permodalan bagi para pelaku

Nama Paket Pekerjaan : Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Purbolinggo Tahun 2017.. Unsur-Unsur Yang Dievaluasi : Dokumen Penawaran

ditandatangani oleh kedua Dosen Pembimbing (surat kelayakan dapat diambil di BAAK). d) Melampirkan fotocopy sertifikat Kuliah Umum/Ospek, KKPI, IT Essential, Jeni 1, CCNA 1-4,

Dengan membawa semua dokumen asli yang diupload pada tahap pemasukan dokumen. penawaran, serta dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil