• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kemampuan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella Val.) Memakan Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Kemampuan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella Val.) Memakan Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “ $%&' ( )* % ' %

% ( ' % * +(%& %, '

- adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

(3)

*%$ ( $' $ !./"0"1! $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, '

$2 3 4 2$ 2$%& % , %

Gulma air eceng gondok dapat menimbulkan kerugian, diantaranya mempercepat pendangkalan, tersumbatnya saluran air, dan memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi. Untuk itu harus ada upaya pengendalian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan biomassa ikan koan dalam memanfaatkan biomassa eceng gondok sebagai pakan dan suatu bentuk upaya pengendalian gulma air eceng gondok di perairan. Penelitian dilakukan pada bulan Februari'Maret 2008, di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk, Bogor. Metode yang digunakan yaitu penimbangan biomassa (berat basah) eceng gondok, penghitungan jumlah rumpun, pengukuran persen penutupan, penimbangan biomassa ikan koan, penimbangan bobot individu dan pengukuran panjang individu ikan koan dengan perlakuan biomassa eceng gondok 1000 gram dan perlakuan ikan koan 500 gram, 1000 gram dan 1500 gram. Hasil penelitian yaitu pada hari ke'14 biomassa ikan koan 1500 gram dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok paling besar (52 %) dengan pertambahan biomassa ikan sebesar 127 gram, penekanan laju pertumbuhan relatif '5,26±0,62 %/hari dan pengurangan persen penutupan sebesar 35,83 %. Pada hari ke'28 dan ke'42 biomassa ikan mengalami penurunan dan biomassa eceng gondok cenderung mengalami peningkatan. Hal ini diduga dipengaruhi keterbatasan kemampuan ikan koan dalam memperoleh makanan walaupun makanan tersedia namun ikan tidak dapat menjangkau karena letak daun (anakan) eceng gondok melebihi ketinggian permukaan air dan sudah tidak terdapat akar, hal ini berpotensi menyebabkan ikan stres dan mengurangi nafsu makan, sehingga dapat menurukan biomassa ikan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian adalah biomassa ikan koan 1500 gram mampu menghambat pertumbuhan eceng gondok paling besar, hal ini ditunjukkan dari nilai perubahan biomassa eceng gondok serta tingkat pemangsaan ikan koan. Perbedaan waktu pengamatan dapat menyebabkan perubahan sifat pola pertumbuhan ikan koan dari allometrik negatif menjadi isometrik. Perlakuan biomassa ikan koan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penekanan populasi pertumbuhan eceng gondok.

(4)

(4 5

!./"0"1!

(2 & $ 4 * 6 *% *' ( )( (4 ( 7 %

) , '* ( $' % % , % * ( * %

(5)

8

Judul Penelitian : $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, '

Nama Mahasiswa : Yuni Resmikasari

Nomor Pokok : C24103072

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

$ ( *7*$9 $ $ ( 2$ 2$%&

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA Drs.Krismono, MS

NIP. 130 674 522 NIP. 080 051 880

(%&( 4*$9

(' % '* ( $' % % , % * ( * %

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(6)

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, ' ”. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Eceng gondok yang pada awalnya dikenal sebagai tanaman hias, tidak selamanya akan mempunyai nilai estetika. Pertumbuhannya yang sangat cepat membuat tanaman yang sering disebut “water hyacinth” ini telah banyak menimbulkan kerugian dan disebut gulma air. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gulma air ini salah satunya pengendalian secara biologi, yaitu dengan menggunakan ikan koan/grass carp. Dalam skripsi ini terdapat informasi mengenai perubahan bobot ikan koan, hubungan panjang' bobot ikan koan, perubahan biomassa eceng gondok, laju pertumbuhan ikan koan dan eceng gondok, serta perubahan bentuk dari eceng gondok selama pengamatan.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2008

(7)

8

Sebagai bentuk rasa syukur atas penyelesaian skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin dan Drs. Krismono, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen

penguji tamu atas saran dan kritiknya.

3. Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga selaku dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.

4. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Jatiluhur (‘bu Adri, ‘mb Astri, ‘bu Nining, ‘ms Andri, ‘ms Nanang) atas kerjasamanya selama penulis menyelesaikan penelitian. 5. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur dan Instalasi Riset Plasma

Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk atas fasilitas yang telah diberikan serta pihak'pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 6. Reza Samsudin, S.Pi, Ir. Sidi Asih, Gleni Hasan Huwoyon, S. Pi atas segala

bimbingan dan arahan di lapang selama penulis melakukan penelitian.

7. Keluarga besar : Bapak, Ibu, Yudi, Yuanita, Eka dan de’Raditya yang telah memberikan do’a, dukungan dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

(8)

Halaman

$: : :$$

8 /

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 2

1.3. Tujuan dan manfaat ... 2

0 2.1. Gulma air ... 3

2.2. Pengendalian gulma air ... 3

2.3. Eceng gondok ( (Mart) Solms.) ... 6

2.3.1. Tinjauan umum dan morfologi eceng gondok ... 6

2.3.2. Eceng gondok sebagai gulma air ... 10

2.4. Ikan koan ( Val.) ... 11

2.4.1. Klasifikasi ikan koan ... 11

2.4.2. Morfologi dan anatomi ikan koan ... 12

2.4.3. Ikan koan sebagai pengendali gulma air ... 13

2.5. Hubungan panjang'bobot ikan ... 15

2.6. Faktor fisika'kimiawi perairan ... 15

2.6.1. Suhu ... 15

2.6.2. pH ... 16

2.6.3.Oksigen terlarut ( ) ... 16

2.6.4. (BOD5) ... 16

2.6.5. Ammonia (N'NH3) ... 17

2.6.6. Unsur hara ... 17

8 /; 3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 19

3.2. Alat dan bahan ... 19

3.3. Metode kerja ... 20

3.3.1. Persiapan wadah ... 20

3.3.2. Metode pengambilan contoh ... 21

3.3.2.1. Pengambilan contoh eceng gondok dan ikan koan ... 21

3.3.2.2. Parameter kualitas air ... 22

3.4. Analisis data ... 22

(9)

3.4.2. Laju pertumbuhan relatif eceng gondok

( , RGR) ... 23

3.4.3. Biomassa ikan koan ... 23

3.4.4. Analisis laju pertumbuhan ikan koan ... 23

3.4.5. Konversi pakan (FCR) ... 24

3.4.6. Hubungan panjang'bobot ikan koan ... 24

3.5. Analisis statistik ... 25

8 8 !< 4.1. Faktor lingkungan perairan penunjang kehidupan ikan koan dan eceng gondok ... 26

4.1.1. Suhu ... 26

4.1.2. pH ... 26

4.1.3. Oksigen terlarut ... 28

4.1.4. BOD5 ... 29

4.1.5. Ammonia (N'NH3) ... 31

4.1.6.Unsur hara dan kesuburan perairan ... 31

4.1.6.1. Ortophosphat (P'PO4) ... 31

4.1.6.2. Nitrat (N'NO3) ... 33

4.2. Perubahan biomassa eceng gondok pada petak kolam perlakuan ... 34

4.3. Laju pertumbuhan relatif (RGR) eceng gondok ... 36

4.4. Perubahan persen penutupan dan jumlah rumpun eceng gondok ... 37

4.5. Perubahan biomassa ikan koan ... 39

4.6. Laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan koan ... 41

4.7. Konversi pakan (FCR) ... 42

4.8. Hubungan panjang'bobot ikan koan ... 42

4.8.1. Biomassa ikan koan 500 gram ... 42

4.8.2. Biomassa ikan koan 1000 gram ... 44

4.8.3. Biomassa ikan koan 1500 gram ... 45

4.9. Tingkat pemangsaan ikan koan ... 46

4.10. Perubahan bentuk eceng gondok ... 47

=" 5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Saran ... 50

=/ =.

(10)

Tabel Halaman

1. Alat dan metode pengambilan contoh ... 19

2. Parameter kualitas air dan metode pengukurannya ... 22

3. Nilai batas beberapa parameter untuk klasifikasi status trofik ... 33

4. Biomassa eceng gondok selama pengamatan (gram) ... 35

5. Nilai laju pertumbuhan relatif (RGR) eceng gondok (%/hari) ... 37

6. Nilai persen penutupan (%) eceng gondok ... 38

7. Jumlah rumpun eceng gondok (ind) selama pengamatan ... 39

8. Biomassa ikan koan selama pengamatan (gram) ... 40

9. Nilai laju pertumbuhan spesifik ikan koan (%/hari) ... 41

10. Nilai konversi pakan pada setiap perlakuan biomassa ikan koan ... 42

11. Pola pertumbuhan ikan koan pada setiap perbedaan perlakuan biomassa ikan koan dan perbedaan waktu ... 46

(11)
(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “ $%&' ( )* % ' %

% ( ' % * +(%& %, '

- adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

(13)

*%$ ( $' $ !./"0"1! $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, '

$2 3 4 2$ 2$%& % , %

Gulma air eceng gondok dapat menimbulkan kerugian, diantaranya mempercepat pendangkalan, tersumbatnya saluran air, dan memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi. Untuk itu harus ada upaya pengendalian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan biomassa ikan koan dalam memanfaatkan biomassa eceng gondok sebagai pakan dan suatu bentuk upaya pengendalian gulma air eceng gondok di perairan. Penelitian dilakukan pada bulan Februari'Maret 2008, di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk, Bogor. Metode yang digunakan yaitu penimbangan biomassa (berat basah) eceng gondok, penghitungan jumlah rumpun, pengukuran persen penutupan, penimbangan biomassa ikan koan, penimbangan bobot individu dan pengukuran panjang individu ikan koan dengan perlakuan biomassa eceng gondok 1000 gram dan perlakuan ikan koan 500 gram, 1000 gram dan 1500 gram. Hasil penelitian yaitu pada hari ke'14 biomassa ikan koan 1500 gram dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok paling besar (52 %) dengan pertambahan biomassa ikan sebesar 127 gram, penekanan laju pertumbuhan relatif '5,26±0,62 %/hari dan pengurangan persen penutupan sebesar 35,83 %. Pada hari ke'28 dan ke'42 biomassa ikan mengalami penurunan dan biomassa eceng gondok cenderung mengalami peningkatan. Hal ini diduga dipengaruhi keterbatasan kemampuan ikan koan dalam memperoleh makanan walaupun makanan tersedia namun ikan tidak dapat menjangkau karena letak daun (anakan) eceng gondok melebihi ketinggian permukaan air dan sudah tidak terdapat akar, hal ini berpotensi menyebabkan ikan stres dan mengurangi nafsu makan, sehingga dapat menurukan biomassa ikan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian adalah biomassa ikan koan 1500 gram mampu menghambat pertumbuhan eceng gondok paling besar, hal ini ditunjukkan dari nilai perubahan biomassa eceng gondok serta tingkat pemangsaan ikan koan. Perbedaan waktu pengamatan dapat menyebabkan perubahan sifat pola pertumbuhan ikan koan dari allometrik negatif menjadi isometrik. Perlakuan biomassa ikan koan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penekanan populasi pertumbuhan eceng gondok.

(14)

(4 5

!./"0"1!

(2 & $ 4 * 6 *% *' ( )( (4 ( 7 %

) , '* ( $' % % , % * ( * %

(15)

8

Judul Penelitian : $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, '

Nama Mahasiswa : Yuni Resmikasari

Nomor Pokok : C24103072

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

$ ( *7*$9 $ $ ( 2$ 2$%&

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA Drs.Krismono, MS

NIP. 130 674 522 NIP. 080 051 880

(%&( 4*$9

(' % '* ( $' % % , % * ( * %

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(16)

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ $%&' ( )* % ' % %

( ' % * +(%& %, ' ”. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Eceng gondok yang pada awalnya dikenal sebagai tanaman hias, tidak selamanya akan mempunyai nilai estetika. Pertumbuhannya yang sangat cepat membuat tanaman yang sering disebut “water hyacinth” ini telah banyak menimbulkan kerugian dan disebut gulma air. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gulma air ini salah satunya pengendalian secara biologi, yaitu dengan menggunakan ikan koan/grass carp. Dalam skripsi ini terdapat informasi mengenai perubahan bobot ikan koan, hubungan panjang' bobot ikan koan, perubahan biomassa eceng gondok, laju pertumbuhan ikan koan dan eceng gondok, serta perubahan bentuk dari eceng gondok selama pengamatan.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2008

(17)

8

Sebagai bentuk rasa syukur atas penyelesaian skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin dan Drs. Krismono, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen

penguji tamu atas saran dan kritiknya.

3. Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga selaku dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.

4. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Jatiluhur (‘bu Adri, ‘mb Astri, ‘bu Nining, ‘ms Andri, ‘ms Nanang) atas kerjasamanya selama penulis menyelesaikan penelitian. 5. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur dan Instalasi Riset Plasma

Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk atas fasilitas yang telah diberikan serta pihak'pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 6. Reza Samsudin, S.Pi, Ir. Sidi Asih, Gleni Hasan Huwoyon, S. Pi atas segala

bimbingan dan arahan di lapang selama penulis melakukan penelitian.

7. Keluarga besar : Bapak, Ibu, Yudi, Yuanita, Eka dan de’Raditya yang telah memberikan do’a, dukungan dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

(18)

Halaman

$: : :$$

8 /

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 2

1.3. Tujuan dan manfaat ... 2

0 2.1. Gulma air ... 3

2.2. Pengendalian gulma air ... 3

2.3. Eceng gondok ( (Mart) Solms.) ... 6

2.3.1. Tinjauan umum dan morfologi eceng gondok ... 6

2.3.2. Eceng gondok sebagai gulma air ... 10

2.4. Ikan koan ( Val.) ... 11

2.4.1. Klasifikasi ikan koan ... 11

2.4.2. Morfologi dan anatomi ikan koan ... 12

2.4.3. Ikan koan sebagai pengendali gulma air ... 13

2.5. Hubungan panjang'bobot ikan ... 15

2.6. Faktor fisika'kimiawi perairan ... 15

2.6.1. Suhu ... 15

2.6.2. pH ... 16

2.6.3.Oksigen terlarut ( ) ... 16

2.6.4. (BOD5) ... 16

2.6.5. Ammonia (N'NH3) ... 17

2.6.6. Unsur hara ... 17

8 /; 3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 19

3.2. Alat dan bahan ... 19

3.3. Metode kerja ... 20

3.3.1. Persiapan wadah ... 20

3.3.2. Metode pengambilan contoh ... 21

3.3.2.1. Pengambilan contoh eceng gondok dan ikan koan ... 21

3.3.2.2. Parameter kualitas air ... 22

3.4. Analisis data ... 22

(19)

3.4.2. Laju pertumbuhan relatif eceng gondok

( , RGR) ... 23

3.4.3. Biomassa ikan koan ... 23

3.4.4. Analisis laju pertumbuhan ikan koan ... 23

3.4.5. Konversi pakan (FCR) ... 24

3.4.6. Hubungan panjang'bobot ikan koan ... 24

3.5. Analisis statistik ... 25

8 8 !< 4.1. Faktor lingkungan perairan penunjang kehidupan ikan koan dan eceng gondok ... 26

4.1.1. Suhu ... 26

4.1.2. pH ... 26

4.1.3. Oksigen terlarut ... 28

4.1.4. BOD5 ... 29

4.1.5. Ammonia (N'NH3) ... 31

4.1.6.Unsur hara dan kesuburan perairan ... 31

4.1.6.1. Ortophosphat (P'PO4) ... 31

4.1.6.2. Nitrat (N'NO3) ... 33

4.2. Perubahan biomassa eceng gondok pada petak kolam perlakuan ... 34

4.3. Laju pertumbuhan relatif (RGR) eceng gondok ... 36

4.4. Perubahan persen penutupan dan jumlah rumpun eceng gondok ... 37

4.5. Perubahan biomassa ikan koan ... 39

4.6. Laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan koan ... 41

4.7. Konversi pakan (FCR) ... 42

4.8. Hubungan panjang'bobot ikan koan ... 42

4.8.1. Biomassa ikan koan 500 gram ... 42

4.8.2. Biomassa ikan koan 1000 gram ... 44

4.8.3. Biomassa ikan koan 1500 gram ... 45

4.9. Tingkat pemangsaan ikan koan ... 46

4.10. Perubahan bentuk eceng gondok ... 47

=" 5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Saran ... 50

=/ =.

(20)

Tabel Halaman

1. Alat dan metode pengambilan contoh ... 19

2. Parameter kualitas air dan metode pengukurannya ... 22

3. Nilai batas beberapa parameter untuk klasifikasi status trofik ... 33

4. Biomassa eceng gondok selama pengamatan (gram) ... 35

5. Nilai laju pertumbuhan relatif (RGR) eceng gondok (%/hari) ... 37

6. Nilai persen penutupan (%) eceng gondok ... 38

7. Jumlah rumpun eceng gondok (ind) selama pengamatan ... 39

8. Biomassa ikan koan selama pengamatan (gram) ... 40

9. Nilai laju pertumbuhan spesifik ikan koan (%/hari) ... 41

10. Nilai konversi pakan pada setiap perlakuan biomassa ikan koan ... 42

11. Pola pertumbuhan ikan koan pada setiap perbedaan perlakuan biomassa ikan koan dan perbedaan waktu ... 46

(21)

Gambar Halaman

1. Eceng gondok yang digunakan pada penelitian... 6

2. Morfologi eceng gondok ... 7

3. Rumpun eceng gondok ... 9

4. Individu baru tumbuh di ujung stolon ... 10

5. Ikan koan yang digunakan pada penelitian ... 12

6. Akar eceng gondok dimakan ikan koan ... 14

7. Petak kolam yang digunakan selama pengamatan ... 21

8. Grafik perubahan suhu air kolam selama pengamatan ... 26

9. Grafik perubahan nilai pH selama pengamatan ... 27

10. Grafik perubahan kandungan oksigen terlarut selama pengamatan ... 28

11. Grafik perubahan nilai BOD5selama pengamatan ... 30

12. Grafik perubahan kandungan ammonia air kolam selama pengamatan ... 31

13. Grafik perubahan kandungan ortophosphat air kolam selama pengamatan ... 32

14. Grafik perubahan kandungan nitrat air kolam selama pengamatan ... 34

15. Grafik perubahan biomassa eceng gondok pada perlakuan biomassa ikan koan 500 gram, 1000 gram, 1500 gram dan kopntrol ... 36

16. Grafik perubahan persen penutupan (%) eceng gondok pada permukaan petak kolam ... 38

17. Grafik perubahan biomassa ikan koan pada setiap perlakuan biomassa ikan koan ... 40

18. Hubungan panjang'bobot ikan koan perlakuan biomassa 500 gram pada setiap waktu pengamatan ... 43

19. Hubungan panjang'bobot ikan koan perlakuan biomassa 1000 gram pada setiap waktu pengamatan ... 44

20. Hubungan panjang'bobot ikan koan perlakuan biomassa 1500 gram pada setiap waktu pengamatan ... 45

21. Bentuk akar setelah dimakan ikan koan ... 47

(22)
(23)

Lampiran Halaman

1. Gambar eceng gondok yang ditebar pada petak kolam ... 54 2. Pertambahan rata'rata bobot individu ikan koan (gram) pada biomassa

ikan koan 1500 gram ... 54 3. Perubahan biomassa ikan koan (gram) selama pengamatan ... 54 4. Analisis ragam perubahan biomassa eceng gondok dan Uji lanjut

Duncan ... 55 5. Analisis ragam nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok dan

Uji lanjut Duncan ... 56 6. Analisis ragam nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok yang

dapat dihambat pertumbuhannya dan Uji lanjut Duncan ... 57 7. Analisis ragam perubahan persen penutupan eceng gondok dan Uji

lanjut Duncan ... 59 8. Analisis ragam perubahan biomassa ikan koan dan Uji lanjut

Duncan ... 60 9. Analisis ragam laju pertumbuhan spesifik ikan koan dan Uji

lanjut Duncan ... 62 10. Uji t terhadap nilai b hubungan panjang'bobot ikan koan ... 63 11. Hasil data pengukuran kualitas air selama pengamatan ... 67 12. Pengukuran dan penimbangan ikan koan dan eceng gondok ... 69 13. Foto perubahan bentuk daun eceng gondok setelah dimakan ikan

(24)

8

/ / 2( ' %&

Perairan Indonesia seperti danau yang begitu luas dan berpotensi tinggi telah mempunyai banyak hasil dari kegiatan industri perikanan. Namun banyaknya kegiatan yang terjadi telah mengakibatkan rusaknya kondisi perairan yang dapat menurunkan kualitas perairan tersebut sehingga dapat menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya

akan menurunkan kekayaan sumber daya alam ( ). Penurunan

produktivitas tersebut akan banyak mengalami beberapa ancaman terhadap kualitas air, diantaranya pengalihan air dalam jumlah berlebih yang dapat menurunkan tinggi permukaan dan volume air sampai tingkat dimana kualitas air dan kehidupan biota yang didukungnya menjadi terancam. Selain itu dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi, yang dapat mendorong pertumbuhan spesies alga/gulma air ( ).

Peristiwa peledakan populasi ( ) dari spesies gulma air ini banyak

menimbulkan suatu permasalahan dan kerugian di perairan tersebut diantaranya pendangkalan, serta terhambatnya kegiatan penangkapan atau kegiatan perikanan lainnya. Banyaknya gulma air dapat menimbulkan kerugian, salah satu gulma air tersebut

adalah eceng gondok ( (Mart) Solms.). Di negara yang memiliki

perairan luas seperti Indonesia, tumbuhan air eceng gondok memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai biofilter cemaran logam berat, bahan baku anyaman dan campuran pakan ternak (Marianto, 2002), namun eceng gondok dapat dikenal sebagai gulma air apabila tumbuhan air ini terdapat di perairan dan menutupi 60–70 % permukaan perairan.

Banyaknya kerugian yang ditimbulkan gulma air eceng gondok, maka harus diupayakan suatu pengendalian. Pengendalian yang dipilih yaitu pengendalian secara

biologi dengan menggunakan ikan koan/grass carp ( Val.)

(25)

pengendalian secara mekanis yang relatif lebih banyak memerlukan biaya serta kurang dapat dijaga kelestariannya.

/ ! * * % 4

Adanya gulma air di perairan akibat dampak eutrofikasi, telah banyak menimbulkan kerugian, salah satunya pendangkalan. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengendalikan gulma air tersebut.

Banyak cara untuk mengendalikan pertumbuhan gulma air eceng gondok, seperti pengendalian secara fisika dan kimiawi, namun cara tersebut kurang efektif dalam pengendaliannya. Pengendalian secara fisika, harus dilakukan secara terus menerus, karena eceng gondok akan sangat cepat berkembang biak kembali (Achmad, S, 1971 dalam Sunarmi, 1986) sedangkan pengendalian secara kimiawi dapat mengganggu organisme lain yang bukan menjadi target utama pengendalian, sehingga lebih membahayakan. Upaya pengendalian gulma air yang akan dilakukan adalah pengendalian secara biologi dengan menggunakan ikan koan/grass carp. Cara ini dipilih karena tidak akan merusak atau membahayakan organisme lainnya, pada prinsipnya pengendalian pertumbuhan menjadi tujuan pengendalian yaitu pertumbuhan eceng gondok.

/ 0 *7* % , % %?

(26)

! / * $

Gulma air adalah tumbuhan air yang pada suatu keadaan tertentu dianggap dapat menimbulkan suatu kerugian (Dhahiyat, 1989). Ciri'ciri gulma air antara lain tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki, sifatnya berkompetisi, tumbuh secara liar, umumnya terdapat dalam jumlah besar dan melimpah, merugikan manusia, dan mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (Pratiwi, 2005). Gulma air yang sangat berbahaya

disebut karena pertumbuhan dan penyebarannya sangat cepat sehingga

dalam waktu yang singkat dapat menutupi permukaan perairan (SEAMEO'BIOTROP, 1990).

Pada suatu bendungan, waduk atau situ, gulma air akan menimbulkan dampak negatif berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal diantaranya: mempercepat pendangkalan, menyumbatnya saluran irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan tumbuhan), mempersulit transportasi perairan, menurunkan hasil perikanan, menghalangi operasional kegiatan perikanan, mengganggu operasional pembangkit listrik dan irigasi, menjadi tempat berlindung dan berkembang biaknya populasi hewan yang menjadi vektor penyakit serta menurunkan nilai estetika (Pratiwi, 2005).

Gulma air mempunyai sifat pertumbuhan dan regenerasi yang cepat berkembang biak secara vegetatif, potongan'potongan vegetatif yang terbawa air akan terus berkembang, selain itu juga dapat berkembang biak secara generatif, yaitu perkawinan bunga jantan dan betina (Dhahiyat, 1989).

! ! (%&(%, $ % &* $

(27)

a. Pengendalian secara mekanis

Pengendalian ini berupa pengangkatan gulma air secara massal ke tepi perairan. Pada perairan luas seperti danau, pengendalian secara mekanis tidak memberikan pengaruh residu, bahkan dapat merangsang kecepatan tumbuh kembali, oleh karena itu harus secara terus menerus dilakukan, karena dengan pengurangan kepadatan dengan pengendalian ini secara tidak langsung memberikan kesempatan gulma untuk tumbuh kembali secara cepat. Dan pengendalian ini pada umumnya bersifat tidak efektif, selain biaya yang diperlukan cukup mahal akan tetapi hasilnya hanya bersifat sementara. Namun untuk perairan kecil seperti kolam dan selokan, pengendalian secara mekanis akan lebih efektif.

b. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian dengan cara ini dapat menimbulkan pengaruh sampingan yang merugikan, yaitu pencemaran lingkungan. Pencemaran terjadi akibat adanya bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas yang masuk ke lingkungan perairan sehingga terjadi perubahan kualitas lingkungan perairan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan bereaksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Apabila bahan pencemar berakumulasi secara terus menerus dalam lingkungan dan lingkungan tersebut tidak mempunyai kemampuan alami untuk menetralisir, maka akan mengakibatkan perubahan kualitas air. Selain dapat mematikan gulma, bahan kimia tersebut juga dapat mematikan atau mengurangi jasad'jasad renik makanan ikan dalam perairan, serta dapat membahayakan tanaman budidaya serta masyarakat dan hewan peliharaan maupun satwa liar yang menggunakan air bagi keperluan hidupnya.

c. Pengendalian secara biologi

Pengendalian ini adalah pengendalian dengan menggunakan mahluk hidup, diantaranya serangga, bakteri, jamur, virus dan ikan sebagai sarana pengendalian. Pengendalian secara biologi merupakan penghambatan atau pengurangan populasi terhadap suatu organisme oleh organisme lain. Pada prinsipnya pengendalian pertumbuhan menjadi tujuan pengendalian, yaitu dikendalikannya pertumbuhan

alga/gulma air.

Kelebihan cara pengendalian gulma secara biologi, khususnya dengan

(28)

produktivitas perairan; (2) meningkatkan produksi ikan di perairan tersebut; (3) dan bila keseimbangan alami tercapai, memungkinkan pengendaliannya dapat bersifat permanen sehingga tidak perlu diulangi kembali, serta dapat menjadi perubahan yang sangat potensial bagi peningkatan protein ikan (Sutton dan Vernon, 1986).

Beberapa syarat bagi pengendalian gulma secara biologi adalah: (1) dapat memakan beberapa jenis tumbuhan, (2) daya pengendaliannya tinggi, (3) tidak menjadi kompetisi bagi organisme lain di perairan, (4) mudah dikendalikan, (5) tidak menjadi hama, dan (6) secara ekonomis dapat menambah produktivitas perairan.

d. Pengendalian secara bersamaan

Pengendalian secara bersamaan ini adalah pengendalian dengan secara mekanis, kimiawi dan biologi. Pengendalian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang dapat memberikan pengaruh residu karena dari ketiga cara pengendalian yaitu mekanis, kimiawi dan biologi tidak dapat dipastikan keunggulannya dalam pengendalian gulma air.

Cara yang baik dalam pengendalian alga/gulma air adalah cara

(29)

! 0 +(%& & %, '

! 0 / $%7 * % * * , % ? &$ (+(%& & %, '

adalah nama spesies dari tumbuhan air yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Pancho dan Soerjani, 1978) :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Farinosae

Famili : Pontederiaceae

Genus :

Spesies : (Mart) Solms.

Nama Lokal : bengkok, eceng gondok, eceng padi, gendet (Gopal dan Sharma, 1981)

Nama Lain : Inggris : water hyacinth, Malaysia : keladi bunting/bunga jamban, Brazil : agupes (Gopal dan Sharma, 1981)

Tipe tumbuhan : mengapung ( )

(30)

Gambar 2. Morfologi eceng gondok (Rudiyanto. F, 2004)

Keterangan : B:helai daun ( ); F1: bunga ( ); L: ligula ( );

F:gabus pengapung; I:leher daun (! ); R:akar; S:stolon; rc:ujung akar; rh:akar rambut

Eceng gondok pertama masuk ke Indonesia yaitu pada tahun 1894 di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Tumbuhan air yang dikenal dengan nama “water hyacinth” ini termasuk perennial (Waterhouse, 1987) yang dapat mengapung bebas di air dan dapat membentuk populasi yang relatif besar hingga membentuk pulau terapung ”

” (SEAMEO'BIOTROP, 1990). Tumbuhan air ini hidup pada iklim tropis dan subtropis (Gopal dan Sharma, 1981). Menurut Sculthorpe (1971) dalam Widjaja (2004), tumbuhan ini dapat mengapung karena adanya petiole yang mempunyai gabus pengapung

( " ) yang mengandung sekitar 70 % udara.

(31)

kurang dari 20 cm sedangkan eceng gondok yang tumbuh pada air yang miskin hara, panjang petiole kurang dari 20 cm dan berbentuk bulat (Gambar 3(b)) namun akarnya lebih dari 60 cm. Tanaman ini mempunyai stolon dengan garis tengah 0,5'2 cm, panjang sampai 40 cm atau lebih pendek bila tumbuh rapat. Tangkai daun panjangnya hingga 30 cm (Soerjani, 1980) berbatasan dengan helai daun yang menyempit dan sifatnya mendangkalkan dan menimbulkan spon yang menggelembung seperti gondok yang membuat tumbuhan ini mengapung.

Daun eceng gondok berbentuk bulat dan lebar, tulang daun melengkung rapat dengan panjang 7'25 cm. Daun paling bawah mempunyai helaian kecil dan pelepah yang berbentuk tabung sedangkan daun yang teratas berbentuk tabung. Bunga eceng gondok berwarna ungu muda seperti mahkota (Gambar 3(c)), yang terbesar berbecak kuning di tengah (Soerjani, 1980), tersusun melingkar poros pada suatu kelompok (karangan) yang berbentuk bulir dan bertangkai panjang. Bunga terdapat di ujung batang (Gambar 3(b)), berada pada tangkai dengan 2 daun pelindung dan dalam satu karangan bunga berjumlah 10'35 (Widjaja, 2004). Benang sari berjumlah 6 dan bengkok, 3 benang sari lebih besar dari yang lain. Besarnya kepala sari kerap kali berbeda dan dapat berbunga secara serempak sepanjang tahun. Eceng gondok setiap tahun berbunga dan setelah 20 hari terjadi penyerbukan, kemudian buah masak, lepas dan pecah sampai akhirnya biji tersebut masuk ke dalam air (biji dapat mencapai 5'6 ribu per tanaman dengan masa hidupnya±15 tahun).

(32)

petiole

(a) (b)

(Soerjani, 1980) (c)

Gambar 3. Rumpun eceng gondok (Dokumentasi pribadi, 2008)

Keterangan : (a):eceng gondok dengan petiole menggembung; (b):eceng gondok dengan petiole tidak menggembung ; (c):bunga eceng gondok

Tanaman ini dapat berkembang biak dengan cepat di alam bebas dengan sinar matahari yang kuat (Marianto, 2002). Proses pertumbuhannya dimulai pada gumpalan tanah humus yang mengapung. Stolon kemudian tumbuh diatasnya dengan akar baru yang melindungi tanaman dari tenggelam. Eceng gondok menyebar secara cepat dengan stolon dan tetap mengapung karena banyaknya ruang udara pada tanaman tersebut dan hidup di tempat tergenang. Tanaman ini tidak tahan terhadap kondisi salinitas tinggi.

petiole

(33)

Pada air hangat yang kaya akan nutrien/unsur hara, eceng gondok mampu memperbanyak diri 8'10 individu/hari.

Gambar 4. Individu baru tumbuh di ujung stolon (Dokumentasi pribadi, 2008)

! 0 ! +(%& & %, ' (2 & $ &* $

Eceng gondok yang berkembang dan menyebar dengan cepat banyak

menimbulkan beberapa kerugian di perairan umum salah satunya evapotranspirasi. Tingkat evaporasi dan transpirasi air dari suatu badan air dipengaruhi oleh suhu, kecepatan air dan struktur karakteristik pada spesies tanaman sehingga dengan adanya eceng gondok memungkinkan mempengaruhi kehilangan air dari suatu perairan. Penguapan air permukaan yang ditutupi oleh eceng gondok mencapai 2,5 kali lebih besar dibandingkan permukaan yang terbuka. Selain itu apabila akar telah menempel di substrat/dasar maka eceng gondok akan tumbuh secara menetap dengan demikian proses pendangkalan akan berlangsung lebih cepat (SEAMEO'BIOTROP, 1990).

(34)

di perairan, dan akan mengakibatkan populasi fitoplankton berkurang dan produktifitas perairan menurun.

Kurangnya oksigen terlarut akibat penutupan eceng gondok disebabkan ikan koan memakan eceng gondok. Ketika eceng gondok membusuk, kandungan oksigen dalam air menurun dengan cepat karena oksigen diperlukan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi sehingga mengakibatkan eceng gondok mati dan akan tenggelam ke dasar perairan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi densitas eceng gondok maka akan semakin rendah kandungan oksigen terlarutnya.

! . ' % ' %

! . / $?$' $ $' % ' %

Ikan koan (Gambar 5) mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Nelson, 1976) :

Filum : Chordata

Super ordo : Ostariophysi

Ordo : Cypriniformes

Sub Ordo : Cyprinoidei

Famili : Cyprinidae

Sub Famili : Leuciscinae

Genus :

(35)

Gambar 5. Ikan koan yang digunakan pada penelitian (Dokumentasi pribadi, 2008)

Ikan koan ( Val.) merupakan salah satu jenis ikan karper

China yang kini sudah tersebar di banyak negara, baik di daerah beriklim dingin maupun di daerah tropis. Daerah asal jenis ikan ini terbentang mulai dari sungai Amur ke daerah Tiongkok Selatan dan Siam yang terletak pada 200 dan 500lintang utara dan antara 1000 dan 1400 bujur timur (Fishcher dan Lyakhnovich, 1973 dalam SEAMEO'BIOTROP, 1977). Ikan ini berasal dari sungai'sungai besar di China, Siberia, Manchuria dan berhasil diintroduksi ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan juga ke negara lain seperti Taiwan, Jepang, Amerika Serikat, Eropa Timur, Belanda dan Jerman (Cross, 1968). Ikan ini masuk ke Indonesia (Sumatra) pada tahun 1915 dan pada tahun 1949 didatangkan ke Jawa untuk tujuan dibudidayakan (www.bbpbat.net).

Nama lain dari ikan ini adalah “grass carp” atau “white amur”, dilihat dari warnanya yang agak keputihan dan berasal dari sungai Amur, China. Ciri'ciri fisik ikan ini adalah Ikan koan ini dapat tumbuh dengan besar dan cepat tetapi tidak dapat memijah secara alami di perairan Indonesia (SEAMEO'BIOTROP, 1977).

! . ! ? &$ , % % $ $' % ' %

(36)

sikloid, tanpa tulang belakang. Usus berdiferensiasi menjadi esofagus pendek, katup pylorik dan rektum. Hati terletak di permukaan dorsal usus dan lobusnya selalu memanjang pada rongga tubuh. Hati dan pankreas dihubungkan oleh beberapa saluran kecil dengan saluran empedu yang memasuki bagian posterior usus hingga ke katup pylorik. Kantung empedu terletak diantara hati dengan usus dan kelenjar adrenal terletak pada ginjal pronephros. Pada ikan yang panjang totalnya mencapai 58 mm (berumur 50' 60 hari) gonadnya berdiferensiasi dan terletak di rongga peritoneum (Berry dan Low, 1970 dalam Shireman dan Smith, 1983).

Aktivitas makan ikan koan dimulai pada umur 3'4 hari setelah menetas, pada umur ini larva ikan koan memakan protozoa dan rotifera. Setelah 2 minggu menetas ukuran larva mencapai 12'17 mm dan mulai memakan makanan yang lebih besar diantaranya larva insekta dan pada umur 3 minggu ikan koan mulai memakan tumbuhan, diantaranya alga dan makrofita, dan secara nyata terjadi pada 1'1,5 bulan setelah penetasan. Menurut Hickling (1960) dan Nikolsky, 1963 dalam SEAMEO BIOTROP, 1977 ikan yang termasuk herbivora ini mempunyai usus yang pendek yaitu 2'3 kali panjang badannya, sehingga 50 % dari bahan makanan yang dicerna akan keluar dalam keadaan tidak tercerna secara sempurna. Bahan kasar sisa pencernaan tersebut merupakan pupuk organik yang dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat

menyebabkan .

! . 0 ' % ' % (2 & $ )(%&(%, $ &* $

Ikan koan sangat menyukai ganggang (Pheang, 1975) dan mampu menghambat pertumbuhan eceng gondok dengan memakan akar dan daunnya (Muchsin, 1976 dalam SEAMEO'BIOTROP, 1977), sehingga keseimbangan gulma di permukaan air hilang. Eceng gondok yang dimakan ikan koan adalah terutama bagian akar (Gambar 6). Setelah akar dimakan, keseimbangan gulma akan hilang dan menyebabkan daunnya menyentuh permukaan air kemudian daunnya akan dimakan ikan. Eceng gondok yang sudah mati adalah eceng gondok yang sudah berwarna kuning tua dan merah tua.

(37)

(Sutton dan Vernon, 1986). Pada ikan koan kecil dengan panjang 6'15 cm yang dibiakkan pada suhu 21'260C memakan tumbuhan air 6'10 % dari berat badannya per hari (Woynavorich, 1968 dalam Shireman dan Smith, 1983), ikan koan dengan berat 1 kg dapat memakan 0.8'1.5 kg tumbuhan air per harinya dan ikan koan dengan berat 1 kg atau lebih dapat memakan seluruh bagian eceng gondok sedangkan ikan dengan ukuran yang lebih kecil hanya dapat memakan bagian akar eceng gondoknya (Blackburn dan Sutton, 1971 dalam Shireman dan Smith, 1983). Disamping kemampuannya untuk mengendalikan gulma air, ikan ini juga mempunyai nilai penting dalam aspek budidaya ikan baik langsung maupun tidak langsung. Adanya ikan ini dalam suatu perairan juga dapat meningkatkan produksi ikan secara total, karena kotoran ini dapat menjadi pupuk.

Gambar 6. Akar eceng gondok dimakan ikan koan (Soerjani, 1980)

(38)

! = 8*2*%& % ) %7 %&@2 2 $' %

Analisa hubungan panjang'bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan bobot. Bobot dianggap sebagai fungsi dari panjang. Nilai yang diperoleh dari perhitungan panjang dan bobot dapat digunakan sebagai pendugaan bobot dari panjang. Hasil analisis hubungan panjang'bobot akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu nilai pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Effendie (1997) menyatakan bahwa pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan bobot, sedangkan pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan bobot. Pola pertumbuhan yang dinyatakan sebagai allometrik positif (b>3), menunjukkan pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang, dan pertumbuhan dinyatakan sebagai allometrik negatif (b<3) menunjukkan pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot.

! < ' ?$ $' @'$ $ 3$ )( $ % ! < / *4*

(39)

! < ! )8

Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan dari suatu cairan yang menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dan diukur dalam unit yang mempunyai skala 1'14. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion'ion di perairan tersebut. Eceng gondok dapat tumbuh dengan baik pada pH 7–7,5 dan pertumbuhan eceng gondok akan terhambat apabila nilai pH = 4, pH < 4 dan pH > 7,5 (Julien dkk., 2001).

! < 0 ' $&(% ( *

Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air serta difusi dari udara. Menurut Welch (1952), kelarutan oksigen pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, tekanan parsial gas'gas dalam udara dan air, kadar garam dan adanya senyawa'senyawa atau unsur'unsur yang mudah teroksidasi dalam air. Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan organisme perairan.

! < . =

(BOD5) merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendie 2003). Selama lima hari masa inkubasi, diperkirakan 70%'80% bahan organik telah mengalami oksidasi.Jadi nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu ± 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988 dalam Effendie, 2003).

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara

biologis ( ). Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan

(40)

! < = %$ @ 80

Sumber ammonia (N'NH3) di perairan berasal dari feses ikan yang merupakan limbah aktivitas metabolisme. Hal ini adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroorganisme dan jamur, yang disebut dengan ammonifikasi. Reaksinya yaitu :

N organik + O2 → NH3'N + O2 → NO2'N + O2 → NO3'N ammonifikasi nitrifikasi

McNeely et al., (1979) dalam Effendie (2003) menyatakan kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/l. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l, perairan bersifat toksik (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendie 2003).

! < < % * 4

Unsur hara adalah zat yang dipergunakan oleh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Pada umumnya gulma air sangat tahan terhadap kandungan unsur hara yang rendah dalam air, tetapi responnya sangat besar terhadap kadar unsur hara yang tinggi. Unsur hara utama yang diperlukan untuk pertumbuhan eceng gondok yaitu N, P, K, Ca dan Mg. Unsur hara N dan P sering kali menjadi faktor pembatas karena kedua unsur hara tersebut merupakan unsur yang penting dan diperlukan dalam jumlah yang besar. Kekurangan P akan menimbulkan bercak chloritik pada daun, sedangkan kekurangan N dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan yaitu akarnya menjadi sangat panjang dan berwarna ungu.

(41)
(42)

8

0 / ( ) , % 3 ' * )(%( $ $ %

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk, Kabupaten Bogor. Untuk pengamatan analisa kualitas air dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 42 hari, yaitu 11 Februari – 25 Maret 2008.

0 ! , % 2 4 %

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan contoh dan analisis contoh (Tabel 1).

Tabel 1. Alat dan metode pengambilan contoh

(%& 2$ % ( ,(

Biomassa eceng gondok

' timbangan (kg)

' alat pengukur panjang (cm) ' baskom

penimbangan

Biomassa dan pengukuran ikan

(43)

Eceng gondok yang digunakan adalah eceng gondok dengan jumlah daun 6'7 helai disetiap rumpunnya, dengan panjang batang 2,5'3,5 cm, panjang akar 15'45 cm, lebar daun 5'7 cm dan diameter rumpun 15'25 cm. Eceng gondok ini diperoleh dari Danau Lido, Bogor. Eceng gondok yang akan digunakan pada setiap petak kolam adalah eceng gondok dengan biomassa 1000 gram yang disesuaikan dengan 60 % dari luas permukaan petak kolam (Lampiran 1). Sedangkan ikan koan yang digunakan diperoleh dari Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar Cijeruk, Kabupaten Bogor, dengan bobot rata'rata individu 28,51 ± 3,10 gram, panjang rata'rata individu 11,44 ± 0,43 cm dan berumur 7 bulan.

0 0 ( ,( '( 7

0 0 / ( $ ) % 3 , 4

Pada penelitian ini digunakan kolam sebagai wadah penelitian dengan ukuran panjang 5 m, lebar 2 m dan tinggi 0,8 m. Kolam yang digunakan sebanyak 2 kolam (Gambar 7(a)), yang kemudian 1 kolam dibagi menjadi 8 petak dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 0.8 m (tinggi yang akan dipakai adalah 0,6 m), masing'masing volume petak kolam 0,6 m3. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 perlakuan, 3 perbedaan waktu dan masing'masing 4 kali ulangan. Posisi letak perlakuan dan ulangan akan diacak sesuai dengan rancangan percobaannya.

Petak kolam yang akan digunakan sebanyak 13 petak kolam dengan pembagian penggunaan petak kolam yaitu :

' Petak 1 : biomassa eceng gondok 1000 gram (60 % penutupan) dengan penebaran biomassa ikan 500 gram (17'23 ekor)

' Petak 2: biomassa eceng gondok 1000 gram (60 % penutupan) dengan penebaran biomassa ikan 1000 gram (36'50 ekor)

' Petak 3: biomassa eceng gondok 1000 gram (60 % penutupan) dengan penebaran biomassa ikan 1500 gram (60'67 ekor)

' Petak 4 sampai petak 12: digunakan sebagai ulangan dari perlakuan 1, 2 dan 3 dengan ulangan sebanyak 4 kali

(44)

(a) (b) Gambar 7. Petak kolam yang digunakan selama pengamatan

Keterangan: (a): 2 kolam pengamtan yang masing'masing dibagi menjadi 8 petak kolam; (b): 1 petak kolam berukuran 0,6 m3.

0 0 ! ( ,( )(%& 2$ % + % 4

Eceng gondok dan ikan koan yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan proses aklimatisasi selama 1 minggu sebelum unit petak kolam dioperasikan. Pengambilan contoh eceng gondok dilakukan untuk mengetahui jumlah pengurangan biomassa, persen penutupan, jumlah individu rumpun yang habis dimakan ikan koan serta laju pertumbuhannya dan untuk mengetahui pertambahan biomassa dan bobot individu serta laju pertumbuhan ikan koan setelah memakan eceng gondok yang terdapat dalam setiap petak kolam. Pengamatan eceng gondok dan ikan koan dilakukan setiap 2 minggu (14 hari) sekali, setiap waktu pengamatan tersebut ada pergantian air kolam pengamatan dan pergantian air dilakukan setelah pengambilan sampel air.

0 0 ! / (%& 2$ % + % 4 (+(%& & %, ' , % $' % ' %

(45)

0 0 ! ! ( ( '* $ $

Data kualitas air dilakukan dengan pengambilan contoh secara langsung, untuk dianalisis kualitas fisika (suhu) dan kualitas kimia (pH, DO, BOD5, ortophosphat, nitrat, dan ammonia). Air sampel yang diambil ditaruh pada botol aqua 330 ml, kemudian sampel air dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Untuk analisis pH, suhu dan DO dilakukan secara . Metode pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan (APHA, 1989) (Tabel 2).

Tabel 2. Parameter kualitas air dan metode pengukurannya

( ( * % A ( ,( ( )

% $

Fisika

1.Suhu 0C Termometer Hg

Kimia

2. pH ' pH stick/kertas lakmus

3. Oksigen Terlarut (DO) mg/lt Titrasi Winkler

4. BOD5 mg/lt Titrasi Winkler Inkubasi Laboratorium

5. Ammonia (N'NH3) mg/lt Spektrofotometer, Nessler Laboratorium

6. Nitrat (N'NO3) mg/lt Spektrofotometer, Brucine Laboratorium

7. Phosphat ( P'PO4 ) mg/lt Spektrofotometer, Ascorbid acid Laboratorium

0 . % $ $ ,

0 . / $ 9 )( (% )(%* *) % , % 7* 4 * )*% (+(%& & %, '

(46)

dan daun eceng gondok) dan bagian'bagian yang tersisa tidak dapat tumbuh menjadi individu baru.

0 . ! 7* )( * 2*4 % ( $? (+(%& & %, ' 9

Analisis laju pertumbuhan eceng gondok dihitung dengan menentukan besarnya laju pertumbuhan relatif, dengan rumus (Gopal dan Sharma, 1981):

#

# − 0

=

keterangan : RGR = Laju pertumbuhan relatif eceng gondok (% / hari) X0 = Berat basah awal (gram)

Xt = Berat basah setelah waktu ke't (gram)

t = Waktu (hari)

0 . 0 $ $' % ' %

Pengukuran pertambahan biomassa ikan koan dilakukan dengan cara menimbang biomassa setiap 14 hari sekali dengan menggunakan timbangan digital. Nilai perubahan biomassa ikan koan setelah memakan eceng gondok diperoleh dari pengurangan nilai biomassa pada saat pengamatan (Wt) dengan nilai biomassa pada pengamatan sebelumnya (Wt'14), begitu seterusnya selama 42 hari.

0 . . % $ $ 7* )( * 2*4 % $' % ' %

Laju pertumbuhan bobot (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata'rata pada waktu ke't (Wt) dengan bobot rata'rata pada waktu ke't'1(W0) dibandingkan dengan waktu, yaitu dengan rumus (Busacker, 1990):

%

keterangan : SGR = Laju pertumbuhan spesifik ikan (%) Wt = Biomassa ikan pada waktu ke't(gram) W0 = Biomassa ikan pada waktu ke'0(gram) t0 = Waktu awal pengamatan (hari)

(47)

Nilai laju pertumbuhan ikan koan merupakan gambaran dari peningkatan ikan dalam memanfaatkan eceng gondok sebagai makanan untuk pertumbuhannya.

0 . = %:( $ ) ' %

Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan terhadap biomassa ikan dengan rumusan dari National Research Council (1977), yaitu :

Keterangan : FCR = rasio konversi pakan

Ft = jumlah pakan selama masa pemeliharaan (kg)

Wt = biomassa ikan pada saat panen (kg)

Wm = biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (kg) W0 = biomassa ikan pada saat tebar (kg)

0 . < 8*2*%& % ) %7 %&@2 2 $' % ' %

Pola hubungan eksponensial pada hubungan panjang'bobot ikan (Effendie, 1997)

dinyatakan dengan rumus:

> B 2

Persamaan tersebut ditransformaskan ke dalam bentuk logaritma dan diperoleh

persamaan linear sebagai berikut :

Log W = Log a + b Log L

Keterangan :

W = berat ikan (gram)

L = panjang ikan (mm)

a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjang'bobot dengan sumbu'y)

b = penduga pola pertumbuhan panjang'bobot

Kesimpulan dari nilai b persamaan regresi ditentukan dengan melakukan uji

statistik. Uji yang dipakai yaitu uji t untuk melakukan penolakan atau penerimaan

terhadap hipotesis yang dibuat (Steel dan Torrie, 1991).

Hipotesis

H0: b = 3 (pola pertumbuhan isometrik)

(48)

t hitung = 3

dimana sb = simpangan baku

Keputusan dibuat dengan membandingkan hasil dari thitungdengan ttabelpada selang

kepercayaan 95 % dimana jika :

thitung> ttabel : keputusan tolak 0 (H0)

thitung< ttabel : keputusan terima hipotesis 0 (H0)

dari keputusan tersebut dapat diambil kesimpulan bagaimana hubungan panjang berat

atau pola pertumbuhannya. Nilai ttabelpada selang kepercayaan (SK) 95 % terdapat pada

wilayah kritik '1,96 dan 1,96.

0 = % $ $ $ $'

Analisis statistik yang digunakan untuk adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Model rancangannya adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2000) :

Y

ij

= S + τ

i

+ β

j

+ ε

ij

Keterangan : Yij = pengamatan pada perlakuan ke'i dan kelompok ke'j

S = rataan umum

τi` = pengaruh perlakuan ke'i βj = pengaruh kelompok ke'j

εij = pengaruh acak galat pada perlakuan ke'i dan kelompok ke'j

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan

program SPSS 13. Analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95 %

digunakan untuk menentukan apakah perlakuan dan waktu berpengaruh terhadap

perubahan biomassa ikan, laju pertumbuhan spesifik ikan, perubahan biomassa eceng

gondok, laju pertumbuhan relatif eceng gondok, perubahan persen penutupan dan

perubahan jumlah rumpun. Apabila perlakuan dan waktu berbeda nyata, maka untuk

melihat perbedaan antar perlakuan dan waktu diuji lanjut dengan menggunakan uji

(49)

8

8

. / ' $%&'*%& % )( $ % )(%*%7 %& '(4$,*) % $' % ' % , % (+(%& & %, ' . / / *4*

Berdasarkan hasil yang diperoleh selama pengamatan suhu air berkisar antara 22'

250C (Gambar 8). Ikan koan dapat hidup pada kisaran suhu 20'300 C serta konsumsi

terhadap pakan akan meningkat pada suhu 20'260 C (Shireman dan Smith, 1983).

Menurut Julien dkk (2001) eceng gondok dapat tumbuh optimum pada suhu 28'300 C,

sehingga di daerah tropis tumbuhan ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Secara keseluruhan suhu yang diperoleh selama pengamatan, masih cukup baik untuk

kebutuhan berlangsungnya kehidupan ikan koan dan eceng gondok.

Gambar 8. Grafik perubahan suhu air kolam selama pengamatan

. / ! )8

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama pengamatan, nilai pH

berkisar antara 6,00'7,50 (Gambar 9). Pada hari ke'14 semua petak kolam perlakuan

biomassa ikan koan dan petak kontrol mengalami peningkatan nilai pH, kemudian pada

(50)

Peningkatan nilai pH pada hari ke'14 yang terdapat pada petak kolam, hal ini

disebabkan mulai terjadinya proses dekomposisi. Penurunan nilai pH pada hari ke'28

sampai hari ke'42 disebabkan eceng gondok dalam kolam pengamatan mengalami proses

pertumbuhan kembali walaupun proses dekomposisi sudah terjadi mulai hari ke'14

sampai hari ke'42 dalam petak kolam pengamatan, namun dengan bertambahnya jumlah

helai daun pada rumpun eceng gondok mengakibatkan nilai pH mengalami penurunan,

hal ini ditunjukkan dengan adanya tumbuh anakan daun pada rumpun eceng gondok. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rai dan Datta (1997) dalam Rudiyanto (2004) bahwa suatu

perairan yang ditutupi eceng gondok memiliki pH yang rendah. Secara keseluruhan hasil

pengamatan nilai pH pada petak kolam masih cukup baik untuk kelayakan hidup ikan

koan dan eceng gondok.

Gambar 9. Grafik perubahan nilai pH selama pengamatan

. / 0 ' $&(% ( *

Hasil pengamatan menunjukkan kandungan oksigen terlarut dalam petak kolam

adalah berkisar antara 5,9'9,6 mg/l (Gambar 10). Kandungan oksigen terlarut paling

rendah diperoleh pada hari ke'14 dan terdapat pada petak kontrol. Hal ini disebabkan

(51)

mengalami pembusukan kemudian tenggelam ke dasar perairan dan sisa'sisa

metabolisme ikan. Sedangkan kandungan oksigen terlarut pada petak perlakuan

cenderung mengalami penurunan pada hari ke'0 hingga ke'28 dan kandungan oksigen

terlarut paling rendah terdapat pada petak perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut disebabkan tingginya respirasi oleh banyaknya

jumlah ikan koan yang terdapat pada petak perlakuan biomassa ikan 1500 gram.

Gambar 10. Grafik perubahan kandungan oksigen terlarut selama pengamatan

Selain itu, pada hari ke'42 semua petak perlakuan mengalami peningkatan

kandungan oksigen terlarut, namun pada petak kontrol kandungan oksigen terlarut

mengalami penurunan. Hal ini disebabkan pada petak kontrol terjadi proses dekomposisi

akibat banyaknya eceng gondok yang tenggelam ke dasar perairan karena layu sedangkan

pada petak perlakuan diduga dipengaruhi adanya pergerakan air yang terjadi pada petak

kolam, sehingga pengukuran oksigen yang dilakukan pada pagi hari (pukul 09.00)

dengan adanya aliran air dan angin pada petak kolam menunjukkan kandungan oksigen

terlarut memiliki nilai yang tinggi. Namun secara keseluruhan hasil pengamatan

kandungan oksigen terlarut pada petak kolam masih cukup baik untuk kelayakan hidup

(52)

. / . =

Hasil pengamatan menunjukkan nilai BOD5 pada petak kolam cenderung

mengalami penurunan pada hari ke'14 dan ke'42 (Gambar 11). Rendahnya nilai BOD5

pada petak kolam menunjukkan adanya proses dekomposisi yang tinggi akibat

pembusukan eceng gondok yang tidak tercerna secara sempurna dan tenggelam ke dasar

perairan yang merupakan sisa hasil makanan yang dimakan oleh ikan koan serta adanya

sisa'sisa metabolisme ikan. Pada petak kontrol nilai BOD5 mengalami peningkatan pada

hari ke'42, peningkatan tersebut menunjukkan aktivitas dekomposisi yang tinggi akibat

meningkatnya jumlah biomassa eceng gondok dan mengakibatkan eceng gondok

mengalami penumpukan antara rumpun yang satu dengan rumpun yang lainnya dan

beberapa akar serta petiole yang telah berwarna coklat tua/hitam (Gambar 23(c))

tenggelam ke dasar perairan.

Berdasarkan nilai BOD5 yang diperoleh selama pengamatan, perairan tersebut

termasuk ke dalam klasifikasi tingkat pencemaran perairan yang ringan. Hal ini sesuai

dengan Jeffries dan Mills (1996) dalam Effendi (2003), bahwa perairan alami memiliki

nilai BOD antara 0,5'7,0 mg/l.

Berdasarkan hasil pengamatan oksigen terlarut dan BOD5 (Lampiran 11), pada

hari ke'14 kandungan oksigen terlarut cenderung tidak mengalami perubahan dan nilai

BOD mengalami penurunan, hal ini menunjukkan oksigen yang dimanfaatkan untuk

proses dekomposisi yang terjadi pada petak kolam tidak menyebabkan pencemaran yang

dapat membahayakan ikan koan karena kandungan oksigen terlarut masih cukup tinggi.

Pada hari ke'28 kandungan oksigen terlarut cenderung menurun dan nilai BOD petak

perlakuan cenderung meningkat, serta pada hari ke'42 kandungan oksigen terlarut

cenderung meningkat dan nilai BOD petak perlakuan cenderung menurun. Hal ini

menunjukkan ketersediaan kandungan oksigen terlarut yang mengalami penurunan

disebabkan oksigen terlarut juga dimanfaatkan untuk proses dekomposisi yang terjadi

pada petak kolam akibat adanya pembusukan eceng gondok dan sisa metabolisme ikan

yang berupa feses. Namun hasil pengamatan oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan

oksigen biokimiawi (BOD) pada petak kolam perlakuan dan petak kontrol menunjukkan

nilai yang masih dapat mendukung pertumbuhan dan kelayakan hidup ikan koan dan

(53)

Gambar 11. Grafik perubahan nilai BOD5selama pengamatan

. / = %$ @ 80

Berdasarkan hasil yang diperoleh selama pengamatan dapat diketahui kandungan

ammonia yang terdapat pada petak kolam adalah 0,014'0,015 mg/l (Gambar 12). Pada

awal pengamatan (hari ke'0) hingga akhir (hari ke'42) pada setiap petak kolam

menunjukkan nilai yang sama, yaitu 0,014 mg/l, namun pada hari ke'0 perlakuan

biomassa ikan koan 500 gram dan 1000 gram mempunyai nilai yang lebih tinggi

dibandingkan perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram, yaitu sebesar 0,015 mg/l.

Kandungan ammonia yang bernilai sama menunjukkan rendahnya tingkat

pencemaran yang terjadi pada petak kolam selama pengamatan. Hal ini dipengaruhi

kandungan oksigen terlarut yang terkandung dalam petak kolam masih memiliki nilai

yang tinggi dan diperlukan untuk kehidupan ikan koan dan eceng gondok, hal ini diikuti

dengan nilai BOD5 yang rendah dengan kisaran 0,5 ' 2,5 mg/l (Lampiran 11). Dengan

rendahnya nilai ammonia yang terkandung dalam petak kolam yaitu 0,014'0,015 mg/l,

(54)

Gambar 12. Grafik perubahan kandungan ammonia air kolam selama pengamatan

. / < % * 4 , % '( *2* % )( $ %

. / < / )4 )4 @ .

Berdasarkan hasil pengamatan, kandungan ortophosphat yang terdapat pada petak

kolam adalah 0,110'0,236 mg/l (Gambar 13). Pada hari ke'14 kandungan ortophosphat

pada petak kontrol mengalami penurunan, kemudian mengalami peningkatan setelah hari

ke'14 hingga ke'42. Peningkatan ini menunjukkan tingginya kandungan ortophosphat

yang dimanfaatkan eceng gondok untuk pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Berger (1962) dalam Yuskardina (1981) yang menyatakan bahwa unsur P

merangsang pertumbuhan eceng gondok dengan meningkatkan jumlah anakan.

Selain pada petak kontrol, petak kolam perlakuan juga mengalami peningkatan

kandungan ortophosphat setelah hari ke'14 hingga ke'42. Peningkatan kandungan

ortophosphat paling tinggi terdapat pada petak perlakuan biomassa ikan 1500 gram. Hal

ini menunjukkan tingginya peningkatan kandungan ortophosphat pada petak kolam

perlakuan yang dimanfaatkan eceng gondok untuk proses pertumbuhannya kembali.

Namun pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram kandungan ortophosphat

mengalami penurunan pada hari ke'14. Penurunan ini disebabkan tingkat pertumbuhan

eceng gondok mengalami penurunan paling tinggi setelah dimakan ikan koan, terlihat

(55)

Gambar 13. Grafik perubahan kandungan ortophosphat air kolam selama pengamatan

Kandungan ortophosphat paling tinggi yang terjadi pada hari ke'42 terdapat pada

perlakuan biomassa ikan 500 gram, tingginya kandungan ortophosphat pada perlakuan

biomassa ikan 500 gram telah mempengaruhi eceng gondok yang mengalami

pertumbuhannya kembali dan merupakan peningkatan ketersediaan pakan ikan koan.

Dengan kandungan ortophosphat yang berkisar antara 0,110'0,236 mg/l, berdasarkan

klasifikasi status trofik menurut Yoshimura dalam Liaw (1969), perairan ini tergolong

eutrofik hingga hipertrofik (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai batas beberapa parameter untuk klasifikasi status trofik

Parameter Oligo'

trofik

Meso'

trofik Eutrofik

Hiper'

trofik Pustaka

N'NO3 < 0,1 0,1'0,2 > 0,2 > 0,2 Goldman dan

Horne, 1983

P'PO4(mg/l) < 0,05 0,05'0,1 0,1'0,2 > 0,2 Yoshimura dalam

Liaw, 1969

(Sumber : Krismono, 1992)

. / < ! $ @ 0

Hasil pengamatan menunjukkan nilai kisaran kandungan nitrat yaitu 0,003'0,015

mg/l (Gambar 14). Kandungan nitrat pada kontrol mengalami peningkatan pada hari ke'

(56)

mempengaruhi peningkatan biomassa eceng gondok sebanyak 1773,33 gram dimana

kandungan nitrat tersebut dimanfaatkan eceng gondok untuk pertumbuhan panjang akar.

Hal ini sesuai dengan Russel (1950) dalam Yuskardina (1981) yang menyatakan bahwa

kandungan nitrat yang kecil akan menyebabkan pertumbuhan panjang akar yang sedikit.

Selain pada kontrol, pada petak kolam perlakuan kandungan nitrat juga meningkat

pada hari ke'42. Peningkatan ini menunjukkan tingginya kandungan nitrat yang

dimanfaatkan eceng gondok untuk proses pertumbuhannya kembali. Hal ini terlihat mulai

adanya peningkatan panjang akar pada rumpun eceng gondok yang terdapat pada petak

kolam perlakuan. Dengan kandungan nitrat yang berkisar antara 0,003'0,015 mg/l

(Lampiran 11), berdasarkan klasifikasi status trofik menurut Goldman dan Horne (1983),

perairan ini tergolong oligotrofik (Tabel 3).

Gambar 14. Grafik perubahan kandungan nitrat air kolam selama pengamatan

. ! ( *2 4 % 2$ (+(%& & %, ' ) , )( ' ' )( '* %

Pertumbuhan eceng gondok pada petak kontrol mengalami peningkatan dan pada

petak perlakuan biomassa ikan koan cenderung mengalami penurunan pada setiap waktu

pengamatan, perubahan ini ditunjukkan pada Gambar 15. Pada akhir pengamatan

(57)

biomassa awalnya. Pola pertumbuhan eceng gondok menunjukkan hubungan yang erat

antara pertambahan waktu dan biomassa eceng gondok dengan persamaan eksponensial

Wt=661,96e0,5482t (R2=0,9607). Nilai peningkatan biomassa eceng gondok pada hari ke'

14, ke'28 dan ke'42 masing'masing adalah 1363,33 gram, 1256,67 gram dan 1773,33

gram. Peningkatan ini dipengaruhi adanya kandungan unsur hara (ortophosphat dan

nitrat) yang dimanfaatkan eceng gondok untuk pertumbuhannya, dimana kandungan

ortophosphat dimanfaatkan eceng gondok untuk meningkatkan jumlah anakan daun dan

kandungan nitrat dimanfaatkan untuk pertumbuhan panjang akar.

Biomassa eceng gondok pada setiap petak perlakuan mengalami penurunan pada

hari ke'14, hal ini menunjukkan adanya pemangsaan eceng gondok oleh ikan koan. Nilai

penurunan biomassa eceng gondok paling besar terdapat pada perlakuan biomassa 1500

gram yaitu sebesar 52 % (520 gram) (Tabel 4). Pada hari ke'28 setiap petak kolam

perlakuan biomassa eceng gondok mengalami peningkatan, peningkatan paling besar

terdapat pada perlakuan biomassa ikan koan 500 gram yaitu sebesar 6,51 % (41,25 gram)

dan paling kecil pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram sebesar 0,0005 % (23,75

gram). Peningkatan ini disebabkan eceng gondok dalam petak kolam perlakuan mulai

mengalami proses pertumbuhan kembali dengan tumbuhnya anakan daun pada rumpun

eceng gondok. Sedangkan pada hari ke'42 biomassa eceng gondok cenderung mengalami

penurunan hanya pada perlakuan biomassa ikan koan 500 gram mengalami peningkatan.

Penurunan ini disebabkan banyaknya eceng gondok yang telah mengalami kekeringan

sehingga eceng gondok mati, hal ini ditunjukkan oleh petiole yang sudah mati dan

berwarna coklat tua atau hitam (Gambar 23(c)) yang mengakibatkan ikan sudah tidak

menginginkan bagian eceng gondok tersebut untuk dimakan.

Tabel 4. Biomassa eceng gondok selama pengamatan (gram)

Perlakuan Waktu (hari)

0 14 28 42

Biomassa ikan 500 gram 1000 592,50 633,75 657,50

Biomassa ikan 1000 gram 1000 522,50 557,50 466,25

Biomassa ikan 1500 gram 1000 480,00 503,75 406,25

(58)

Meningkatnya biomassa eceng gondok yang terjadi pada hari ke'42 pada petak

perlakuan biomassa ikan koan 500 gram menunjukkan eceng gondok mengalami proses

pertumbuhannya kembali paling tinggi, hal ini dipengaruhi tingginya kandungan

ortophosphat dan nitrat yang mempunyai kandungan paling tinggi pada hari ke'42. Dari

hasil uji statistik perbedaan perlakuan dan waktu berpengaruh nyata terhadap perubahan

biomassa eceng gondok (P<0,05) (Lampiran 4).

!"#$

%$ &

" $# ' %$ "$ (

!# ' $$$" %$ & &

#& ' $ !" %$ &"$#

)

*

Gambar 15. Grafik perubahan biomassa eceng gondok pada perlakuan biomassa ikan koan 500 gram, 1000 gram, 1500 gram dan kontrol

. 0 7* )( * 2*4 % ( $? (+(%& & %, '

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 5), nilai laju pertumbuhan relatif eceng

gondok paling besar pada petak kontrol terdapat pada hari ke'14 sebesar 6,13 %/hari dan

paling rendah pada hari ke'42 sebesar 2,85 %/hari. Rendahnya nilai laju pertumbuhan

relatif pada hari ke'42 disebabkan keterbatasan luas permukaan petak kolam pengamatan

yang telah membatasi tumbuhnya eceng gondok yang sebenarnya dapat tumbuh melebihi

dari biomassa yang diperoleh pada akhir pengamatan. Kering dan tenggelamnya eceng

(59)

seharusnya diperoleh pada pengamatan menjadi berkurang. Dari hasil uji statistik

perbedaan waktu berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan relatif eceng gondok

(Lampiran 5).

Nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok yang paling besar dihambat

pertumbuhannya terdapat pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram yaitu sebesar '

5,26 %/hari pada hari ke'14. Sedangkan nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok

untuk proses pertumbuhannya kembali, paling besar terdapat pada perlakuan biomassa

ikan 500 gram yaitu sebesar 0,48 %/hari pada hari ke'28, hal ini ditunjukkan dengan

tingginya biomassa eceng gondok yaitu sebesar 633,75 gram.

Tabel 5. Nilai laju pertumbuhan relatif (RGR) eceng gondok (% / hari)

Perlakuan Waktu (hari)

14 28 42

Biomassa ikan 500 gram '3,76±0,70a 0,48±0,36b 0,23±0,64c

Biomassa ikan 1000 gram '4,67±0,86d 0,41±0,61ab '1,44±1,18ac

Biomassa ikan 1500 gram '5,26±0,62bc 0,33±0,42ad '1,56±0,67bd

Kontrol 6,13±0,44cd 3,05±0,28abc 2,85±0,33abd

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Rendahnya nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok yang dihambat

pertumbuhannya pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram, hal ini menunjukkan

tingginya kemampuan ikan yang terdapat pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram

yang memakan eceng gondok tersebut. Semakin banyak jumlah ikan maka laju

pertumbuhan relatif eceng gondok yang dapat dihambat pertumbuhannya akan semakin

rendah. Dari hasil uji statistik, perbedaan perlakuan dan waktu berpengaruh nyata

terhadap nilai laju pertumbuhan relatif eceng gondok yang dapat dihambat

pertumbuhannya (P<0,05) (Lampiran 6).

. . ( *2 4 % )( (% )(%* *) % , % 7* 4 * )*% (+(%& & %, '

Nilai persen penutupan pada petak kontrol mengalami peningkatan pada setiap

waktu pengamatan dan pada petak kolam perlakuan mengalami penurunan (Tabel 6 dan

(60)

sebesar 98,33 % (hampir menutupi seluruh permukaan petak kolam), dengan

bertambahnya waktu persen penutupan eceng gondok pada petak kontrol diduga dapat

melebihi 100 % permukaan, dalam hal ini persen penutupan yang sesungguhnya dapat

menutupi permukaan petak kontrol tidak dapat diketahui, namun hal ini ditunjukkan

dengan tingginya biomassa eceng gondok yaitu sebanyak 5393,33 gram. Meningkatnya

persen penutupan eceng gondok pada kontrol menunjukkan adanya peningkatan jumlah

helai daun yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kandungan ortophosphat.

Tabel 6. Nilai persen penutupan (%) eceng gondok

Perlakuan Waktu (hari)

0 14 28 42

Biomassa ikan 500 gram 60,00 43,75 42,25 36,75

Biomassa ikan 1000 gram 60,00 39,50 38,00 34,25

Biomassa ikan 1500 gram 60,00 38,50 35,25 30,00

Kontrol 60,00 87,33 98,33 >100,00

+ ) ,

+

+

-+

Gambar 16. Grafik perubahan persen penutupan (%) eceng gondok pada permukaan petak kolam

Penurunan persen penutupan eceng gondok paling tinggi terdapat pada petak

kolam perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram sebesar 35,83 %, terjadi pada hari ke'14

dan penurunan paling rendah terdapat pada perlakuan biomassa ikan koan 500 gram

sebesar 3,43 %, terjadi pada hari ke'28. Dari hasil uji statistik perbedaan perlakuan dan

(61)

kolam pengamatan (P<0,05) (Lampiran 7). Tingginya penurunan persen penutupan eceng

gondok pada perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram menunjukkan penurunan jumlah

helai daun yang telah dimakan ikan koan paling tinggi. Semakin banyak jumlah ikan

maka akan semakin tinggi penurunan persen penutupan eceng gondok yang terdapat pada

petak kolam.

Tabel 7. Jumlah rumpun eceng gondok (ind) selama pengamatan

Perlakuan Waktu (hari)

0 14 28 42

Biomassa ikan 500 gram 17 16 16 15

Biomassa ikan 1000 gram 20 20 19 17

Biomassa ikan 1500 gram 17 17 16 15

Kontrol 11 11 19 52

Jumlah rumpun eceng gondok pada petak kontrol mengalami peningkatan pada

setiap waktu pengamatan, sedangkan pada petak kolam perlakuan mengalami penurunan.

Pada hari ke'14 jumlah rumpun pada petak kontrol tidak berubah, hal ini disebabkan

rumpun yang mulai tumbuh merupakan anakan dari perpanjangan stolon dari rumpun

eceng gondok dan jumlah rumpun yang mengalami peningkatan paling besar adalah pada

hari ke'42 yaitu sebesar 63,46 % (dari 19 menjadi 52). Penurunan jumlah rumpun eceng

gondok pada petak perlakuan merupakan proses perubahan bentuk rumpun eceng gondok

menjadi patahan petiole (Gambar 22(a)) dan petiole tanpa daun (Gambar 24(a)) yang

menyebabkan bagian tersebut tidak terdapat daun dan akar, sehingga tidak dapat disebut

sebagai satu rumpun eceng gondok.

. = ( *2 4 % 2$ $' % ' %

Hasil pengamatan menunjukkan semua perlakuan biomassa ikan koan mengalami

peningkatan pada hari ke'14 kemudian pada hari ke'28 dan ke'42 mengalami penurunan

(Tabel 8 dan Gambar 17). Peningkatan biomassa ikan koan paling besar terdapat pada

petak perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram yaitu sebesar 127 gram (dari 1509 gram

menjadi 1636 gram) dengan rata'rata pertambahan bobot individu ikan 0,53 ± 0,52 gram

(Lampiran 2) dan penurunan biomassa paling besar terdapat pada hari ke'28 dengan rata'

Gambar

Gambar�2.�Morfologi�eceng�gondok�(Rudiyanto.�F,�2004)�
Gambar�3.�Rumpun�eceng�gondok�
Gambar�4.�Individu�baru�tumbuh�di�ujung�stolon�(Dokumentasi�pribadi,�2008)��
Gambar�5.�Ikan�koan�yang�digunakan�pada�penelitian�(Dokumentasi�pribadi,�2008)��
+7

Referensi

Dokumen terkait

Muluk (1995) dalam Isnovijanti (2002) bahwa salah satu upaya yang pernah dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit Buntuk mengatasi dampak negatif konflik pekerjaan keluarga

‘Abd Allah Nasih ‘Ulwan juga seorang yang sangat benci kepada. perpecahan yang munculnya firqoh-firqoh dalam negara

Almost 90% of the total market capitalization of the world’s equity markets is accounted for by the market capitalization of the developed world.. Market Capitalization of

As a dealer, the swap bank stands ready to accept either side of a currency swap, and then later lay off their risk, or match it with a counterparty... An Example of an Interest

Penelitian ini untuk mengetahui potensi daya angin, energ angin, daya listrik dan energi listrik yang paling optimal dari tiga ketinggian yang telah ditentukan

Berdasarkan pada gambar 4.14, performa metode yang diusulkan pada penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan performa dari metode pohon keputusan

Berwarna lebih cerah daripada lapisan diatasnya dan lapisan ini terbentuk dari campuran pelapukan yang terletak di lapisan bawah dengan sisa material top soil yang terbawa

Gegar budaya adalah benturan persepsi antara penggunaan persepsi berdasarkan faktor internal (nilai budaya) yang telah dipelajari orang tersebut dengan lingkungan baru yang